Anda di halaman 1dari 31

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini penulis akan menguraikan tinjauan pustaka yang meliputi tentang

1) Konsep Dasar PPOK, 2) Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Pasien

dengan PPOK, 3) Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas pada Pasien PPOK.

2.1. Konsep Dasar PPOK

2.1.1. Pengertian PPOK

PPOK adalah klasifikasi luas gangguan, yang meliputi asma bronkial,

bronkiektasis, bronkitis kronik, dan emfisema paru. PPOK tidak dapat

dikembalikan ke keadaan semula, tetapi dihubungkan dengan dispnea persisten

saat mengeluarkan energi yang berat dan mengurangi aliran udara kurang dari

setengah dari aliran normal (Rosdahl & Kowalski, 2014).

PPOK adalah penyakit paru kronis yang ditandai oleh terjadinya

obstruksi atau hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif

nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK meliputi bronkitis kronik dan

emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik yaitu suatu kelainan

saluran pernapasan yang digejalai oleh batuk berdahak yang kronik selama

minimal 3 bulan selama setahun, minimal dua tahun berturut-turut dan gejala

tersebut bukan disebabkan oleh penyakit lain. Sedangkan emfisema adalah

keadaan anatomis paru yang mengalami kelainan ditandai dengan pelebaran

7
8

jalan udara bagian distal dari bronkiolus terminal dan disertai dengan

kerusakan pada dinding alveoli (POKJA, 2011).

2.1.2. Etiologi

Kowalak, Welsh, & Mayer (2011) penyebab PPOK yang sering

ditemukan :

1) Kebiasaan Merokok

2) Infeksi saluran napas atas yang kambuhan atau kronis

3) Polusi udara

4) Alergi

5) Faktor-faktor familial atau herediter, seperti defisiensi antitripsin-alfa

Kondisi lain yang dapat meningkatkan resiko seseorang terjangkit

PPOK yaitu gangguan perkembangan paru janin selama dalam masa

kandungan dan pada masa kanak-kanak, misalnya berat badan kurang saat

lahir, infeksi saluran napas, dan lain-lain (GOLD, 2015).

2.1.3. Patofisiologi

Obstruksi jalan napas menyebabkan reduksi aliran udara yang beragam

bergantung pada penyakit. Pada bronkhitis kronis dan bronkhiolitis, terjadi

penumpukan lendir dan sekresi yang sangat banyak sehingga menyumbat jalan

napas. Pada emfisema, obstruksi pada pertukaran oksigen dan karbon dioksida

terjadi akibat kerusakan dinding alveoli yang disebabkan oleh overekstensi ruang

udara dalam paru. Protokol pengobatan tertentu digunakan dalam semua kelainan
9

ini, meski patofisiologi dalam masing-masing kelainan ini kelainan ini

membutuhkan pendekatan spesifik.

PPOk dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi

genetik dengan lingkungan. Merokok, polusi udara, dan paparan di tempat kerja

(terhadap batubara, kapas, dan padi-padian) merupakan faktor resiko penting yang

menunjang terjadinya penyakit ini. Prosesnya dapat terjadi dalam rentang lebih

dari 20-30 tahun. PPOK juga ditemukan terjadi pada individu yang tidak

mempunyai enzim yang normal untuk mencegah penghancuran jaringan paru oleh

enzim tertentu.

PPOK merupakan kelainan dengan kemajuan lambat yang membutuhkan

waktu bertahun-tahun untuk menunjukkan awitan (onset) gejala klinisnya seperti

kerusakan fungsi paru. PPOK sering menjadi simptomatik selama tahun-tahun

usia baya, tetapi insidennya meningkat sejalan dengan peningkatan usia. Meskipus

aspek-aspek fungsi paru tertentu seperti kapasitas vital (VC) dan volume

ekspirasi paksa (FEV) menurun sejalan dengan peningkatan usia , PPOK dapat

memperburuk perubahan fisiologi yang berkaitan dengan penuaan dan

mengakibatkan obstruksi jalan napas misalnya pada bronkhitis serta kehilangan

daya pengembangan (elastisitas) paru misalnya pada emfisema. Oleh karena itu,

terdapat perubahan tambahan dalam rasio ventilasi perfusi pada klien lansia

dengan PPOK.
10

Patofisioigi PPOK dapat digambarkan sebagai berikut:

Bronkhitis Kronis Emfisema Asma Bronkhial

Penumpukan lendir dan Obstruksi pada pertukaran Jalan napas bronkhial


sekresi yang sangat banyak oksigen dan karbondioksida menyempit dan membatasi
menyumbat jalan napas terjadi akibat kerusakan jumlah udara yang mengalir
dinding alveoli kedalam paru-paru

Gangguan pergerakan udara dari dan ke


luar paru

Penurunan kemampuan batuk efektif Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan,


penggunaan otot bantu per napasan

Ketidakefektifan bersihan jalan


napas Respon sistemis dan psikologis
Risiko tinggi infeksi pernapasan

Keluhan sistemis, mual, Keluhan psikososial,


Peningkatan kerja kecemasan, ketidaktahuan
intake tidak adekuat,
pernapasan, hipoksemia akan prognosis
malaise, kelemahan, dan
secara reversibel
keletihan fisik

Kecemasan
Perubahan pemenuhan nutrisi Ketidaktahuan/
Gangguan pertukaran kurang dari kebutuhan pemenuhan
gas Gangguan pemenuhan ADL informasi

Risiko tinggi gagal napas Kematian

Gambar 2.1 Patofisiologi PPOK/COPD (Muttaqin, 2008).

2.1.4. Klasifikasi

Jackson (2014), klasifikasi PPOK :

1) Asma

2) Bronchotos chronic

3) Emfisema
11

2.1.5. Derajat PPOK

Global initiative for chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2011,

klasifikasi derajat PPOK :

2.1.6. Manifestasi Klinis

Muttaqin (2014), manifestasi klinik PPOK yaitu kelemahan badan, batuk

produktif dengan sputum purulen, sesak napas saat aktivitas, terdapat suara napas

tambahan (ronchi atau wheeze), ekspirasi yang memanjang, bentuk dada tong

(barrel chest) pada penyakit lanjut, penggunaan otot bantu pernapasan, suara

napas melemah, bernapas menggunakan bibir yang dirapatkan.

2.1.7. Pemeriksaan Diagnosis

Menurut Muttaqin (2008) pemeriksaan diagnosis yang harus dilakukan

pada penderita PPOK yaitu :

1) Pengukuran Fungsi Paru

a) Kapasitas inspirasi menurun

b) Volume residu meningkat pada emfisema, bronkhitis dan asma.

c) FEV1 selalu menurun = derajat obstruksi progresif penyakit paru

obstruksi kronis

d) FVC awal normal menurun pada bronkhitis dan asma

e) TLC normal sampai meningkat sedang (predominan pada emfisema)

2) Analisa Gas Darah

PaO2 menurun, PCO2 meningkat, sering menurun pada asma. Nilai pH

normal, asidosis, alkalosis repiratorik ringan sekunder.


12

3) Pemeriksaan Laboratorium

a) Hemoglobin(Hb) dan hematokrit (Ht) meningkat pada polisitemia

sekunder.

b) Jumlah darah merah meningkat.

c) Eosinofil dan total IgE serum meningkat

d) Pulse oksimetri SaO2 oksigen menurun.

e) Elektrolit menurun karena pemakaian obat diuretik.

4) Pemeriksaan Sputum

Pemeriksaan gram kuman/kultur adanya infeksi campuran. Kuman

patogen yang biasa ditemukan adalah Streptococcus pneumoniae, Hemophylus

influenza, dan Moraxella catarrhalis.

5) Pemeriksaan Radiologi Thoraks Foto (AP dan Lateral)

Menunjukkan adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung, dan

bendungan area paru. Pada emfisema paru didapatkan diafragma dengan letak

yang rendah dan mendatar, ruang udara retrosternal > (foto lateral), jantung

tampak bergantung, memanjang dan menyempit.

6) Pemeriksaan Bronkhogram

Menunjukkan dilatasi bronkhus, kolap bronkhiale pada ekspirasi kuat.

7) EKG

Kelainan EKG yang paling awal terjadi adalah rotasi clock wise jantung.

Bila sudah terdapat kor pulmonal, terdapat deviasi aksis ke kanan dan P-pulmonal

pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah. Di V1 rasio R/S lebih dari 1

dan di V6 V1 rasio R/S kurang dari 1. Seing terdapat RBBB inkomplet.


13

2.1.8. Penatalaksanaan Medis PPOK

1) Pengobatan Farmakologi

a) Anti-inflamasi (kortikosteroid, natrium kromolin, dan lain-lain)

b) Bronkhodilator

Adrenergik : efedrin, epineprin, dan beta adrenergik agonis selektif.

Nonadrenergik : aminofilin dan teofilin.

c) Antihistamin

d) Steroid

e) Antibiotik

f) Ekspektoran

1) Higiene Paru

Cara ini bertujuan untuk membersihkan sekret dari paru, meningkatkan

kerja silia, dan menurunkan risiko infeksi. Dilaksanakan dengan nebulizer,

fisioterapi dada, dan postural drainase.

2) Latihan

Bertujuan untuk mempertinggi kebugaran dan melatih fungsi otot

skeletal agar lebih efektif. Dilaksanakan dengan jalan sehat.

3) Menghindari Bahan Iritan

Penyebab iritan jalan napas yang harus dihindari diantaranya asap rokok

dan perlu juga mencegah adanya alergen yang masuk tubuh.

4) Diet
14

Klien sering mengalami kesulitan makan karena adanya dipsnea.

Pemberian porsi yang kecil namun sering lebih baik daripada makan sekaligus

banyak.

(Muttaqin,2009)

2.1.9. Komplikasi PPOK

Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2013) komplikasi COPD

yaiu:

1) Gagal napas

a) Gagal napas kronik

Hasil analisis gas darah PO2< 60 mmHg dan PCO2> 60 mmHg, dan pH

normal, penatalaksanaan :

(1) Jaga keseimbangan PO2dan PCO2

(2) Bronkodilator adekuat

(3) Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur

(4) Antioksidan

(5) Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing

b) Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh :

(1) Sesak napas dengan atau tanpa sianosis

(2) Sputum bertambah dan purulen

(3) Demam

(4) Kesadaran menurun

(5) Infeksi berulang

2) Infeksi berulang
15

Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan

terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada

kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya

kadar limposit darah.

3) Kor pulmonal

Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai

gagal jantung kanan.

2.2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada

praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien diberbagai

tatanan pelayanan kesehatan. Dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah

keperawatan sebagai suatu profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan,

bersifat humanistik, dan berdasarkan pada kebutuhan objektif klien untuk

mengatasi masalah yang dihadapi klien.

Muttaqin (2010), Konsep dasar asuhan keperawatan terdiri dari:

2.1.10. Pengkajian

Pengkajian keperawatan merupakan salah satu dari komponen

keperawatan yaitu suatu usaha yang dilakukan oleh perawat dalam menggali

permasalahan dari klien meliputi pengumpulan data tentang status kesehatan

seorang klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan

berkesinambungan.

Hal-hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah sebagai berikut :
16

1) Identifikasi klien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia < 40 tahun), jenis

kelamin (laki-laki lebih beresiko daripada wanita), agama, suku bangsa,

pendidikan (status pendidikan yang rendah mempengaruhi persepsi penderita

dalam menanggulangi keadaan sakit sistem pernapasan yang biasa tergolong

kronis dan perlu mendapat perhatian serta memerlukan pengobatan dengan jangka

panjang), pekerjaan, penghasilan (resiko pendapatan ekonomi yang rendah

berpengaruh terhadap kemampuan penderita dalam memenuhi tingkat

kesehatannya), alamat rumah, nomor registrasi, dan diagnosa medis.

2) Keluhan utama

Pada anamnesa biasanya didapatkan dispneu (sesak napas) di dada dan

merasakan batuk kronis dengan sputum berlebih pada jalan nafas sehingga

menyebabkan jalan napas menjadi tidak efektif.

3) Riwayat penyakit sekarang

Dalam pengkajian riwayat penyakit sekarang perlu menanyakan tentang

perjalanan sejak timbul keluhan hingga klien meminta pertolongan. Seperti sejak

kapan keluhan dirasakan, berapa lama dan berapa kali keluhan tersebut terjadi,

bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana pertama kali keluhan timbul, apa

yang dilakukan saat keluhan ini terjadi, keadaan apa yang memperberat atau

memperingan keluhan, adakah usaha mengatasi keluhan ini sebelum meminta

pertolongan, berhasil atau tidakkah usaha tersebut.

4) Riwayat Penyakit Dahulu


17

Dalam hal ini perlu menanyakan tentang penyakit-penyakit yang pernah

dialami sebelumnya, seperti apakah klien pernah dirawat sebelumnya, dengan

penyakit apa, apakah pernah mengalami sakit yang berat, dan sebagainya.

Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya

infeksi saluran pernapasan atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip

hidung. Riwayat serangan COPD, frekwensi, waktu dan alergen-alergen yang

dicurigai sebagai pencetus serangan penyakit, serta riwayat pengobatan yang

dilakukan untuk meringankan gejala COPD.

5) Riwayat Penyakit Keluarga

Pengkajian riwayat penyakit keluaga dalam klien COPD merupakan hal

yang sangat penting untuk mendukung keluhan dari penderita, perlu dicari riwayat

keluarga yang memberikan predisposisi keluhan seperti adanya riwayat sesak

napas dari generasi terdahulu.

6) ADL (Activity Daily Of Life)

a) Pola Nutrisi

Pada klien dengan PPOK sangat potensial terjadi kekurangan pemenuhan

nutrisi, karena sesak saat makan, laju metabolisme, serta kecemasan yang

dialami klien.

b) Pola Eliminasi

Pengukuran output urine perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake

cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor ada tidak nya oliguria,

karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.

c) Pola Istirahat Tidur


18

Perlu dikaji bagaimana tidur dan istirahat klien yang meliputi berapa lama

klien tidur dan istirahat, serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami

klien. Adanya ronchi, sesak dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat

klien.

d) Pola personal hygiene

Dalam hal ini klien tidak mengalami defisit perawatan diri namun klien

dalam pemenuhan kebutuhannya dibantu oleh keluarga.

e) Pola Aktivitas

Klien PPOK dengan sesak napas yang berat maka aktivitas terganggu

karena lelah dan sesak napas.

7) Pemeriksaan Fisik

Menurut Muttaqin (2008) :

a) Keadaan Umum

Perawat juga mengkaji tentang kesadaran : composmentis sampai coma,

keadaan umum lemah, Glasgow Coma Scale, kecemasan, kegelisahan

kelemahan suara bicara, denyut nadi, frekwensi pernapasan yang

meningkat, berat badan menurun.

b) Pemeriksaan Fisik

Kepala : Distribusi rambut merata apa tidak, adakah lesi pada kulit

kepala, rambut bersih atau tidak. Pada dasarnya klien

COPD tidak ditemukan data yang spesifik.

Mata : Seklera kecoklatan terdapat gambaran tipis pembuluh


19

darah, konjungtiva pucat, pupil isokor.

Hidung : Apakah ada sianosis, adakah pernapasan cuping hidung,

mukosa hidung lembab atau tidak. Pada dasarnya klien

COPD tidak ditemukan data yang spesifik.

Mulut : mukosa kering, bibir kehitaman, gigi berwarna

kuning/kehitaman.

Telinga : Bersih atau tidak, ada serumen atau tidak, ada lesi atau

tidak, adakah benda asing atau tidak. Pada dasarnya klien

COPD tidak ditemukan data yang spesifik.

Leher : Adakah pembesaran getah bening, adakah pembesaran

kelenjar tyroid, adakah bendungan vena jugularis. Pada

dasarnya klien COPD tidak ditemukan data yang spesifik

Thorak : Inspeksi: pada klien dengan COPD, terlihat adanya

peningkatan usaha dan frekwensi pernapasan, serta

penggunaan otot bantu napas (sternokleidomastoid).

Pasaat inspeksi, biasanya dapat terlihat klien mempunyai

bentuk dada barrel chest akibat udara yang terperangkap,

penipisan massa otot, bernapas dengan bibir yang

dirapatkan, dan pernapasan abnormal yang tidak efektif.

Pada tahap lanjut, dispnea terjadi pada saat beraktivitas

bahkan pada aktivitas kehidupan sehari-hari seperti

makan dan mandi. Pengkajian batuk produktif dengan


20

sputum purulen disertai dengan demam mengindikasikan

adanya tanda pertama infeksi pernapasan.

Palpasi: pada palpasi ekspansi meningkat dan taktil

fremitus biasanya menurun.

Perkusi: pada perkusi, biasanya didapatkan suara normal

sampai hipersonor, sedangkan diafragma

mendatar/menurun.

Auskultrasi: sering didapatkan adanya bunyi napas

ronchi dan wheezing sesuai tingkat keparahan obstruksi

pada bronkhiolus, bunyi jantung S1-S2 lup-dup terdengar

lebih keras.

Abdomen : Pada dasarnya klien COPD tidak ditemukan data yang

spesifik.

Genetalia : Pada dasarnya klien COPD tidak ditemukan data yang

spesifik.

Ekstermitas: Kelemahan otot, kulit kering.

8) Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium: Hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht)

meningkat pada polisitemia sekunder, jumlah darah merah meningkat,


21

eosinofil dan total IgE serum meningkat, pulse oksimetri SaO 2

oksigenasi menurun, elektrolit menurun karena pemakaian obat diuretik.

2.1.11. Analisa Data

Analisa adata adalah kemampuan dalam mengembangkan berpikir rasional

sesuai dengan latar belakang ilmu pengetahuan, untuk mengubah data hasil

penelitian menjadi informasi yang dapat digunakan untuk mengambil

kesimpulan dalam suatu penelitian, adapun cara mengambil kesimpulan bisa

dengan hipotesis maupun dengan estimasi hasil (NANDA,2012).

Menurut Muttaqin (2011). Pengumpulan data dapat dilihat dari tipe dan

karakteristik data, yaitu data subjektif dan data objektif.

1) Data Subjektif

Adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat

terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak bisa

ditentukan oleh perawat, mencakup persepsi, perasaan, ide klien tentang

status kesehatannya. Misalnya tentang nyeri, perasaan lemah, ketakutan,

kecemasan, frustasi, mual, perasaan malu.

2) Data Objektif

Adalah data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh

menggunakan panca indera (lihat, dengar, cium, raba) selama pemeriksaan

fisik. Misalnya frekwensi nadi, pernapasan, tekanan darah, edema, berat

badan, tingkat kesadaran.


22

2.1.12. Diagnosa Keperawatan

Diangnosa keperawatan adalah identifikasi kondisi penyakit berdasarkan

evaluasi tertentu dari tanda fisik, gejala, riwayat medis klien, hasil

pemeriksaan, dan prosedur diagnostik (Perry dan Potter, 2010).

Menurut Muttaqin (2008), diagnosa keperawatan pada klien dengan

COPD, yaitu:

1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya

bronkhokontriksi, akumulasi sekret jalan napas, dan menurunnya batuk

efektif.

2) Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2,

peningkatan sekresi, peningkatan pernapasan, dan proses penyakit.

3) Resiko tinggi infeksi pernapasan (pneumonia)yang berhubungan dengan

akumulasi sekret jalan napas dan menurunnya kemampuan batuk efektif.

4) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

yang berhubungan dengan penurunan nafsu makan

5) Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum dan

keletihan.

6) Defisit pengetahuan tentang prosedur perawatan diri yang akan dilakukan

di rumah.

2.1.13. Rencana Keperawatan

Setelah mengidentifikasi diagnosa keperawatan , langkah berikutnya

adalah perencanaan asuhan keperawatan. Perencanaan, yang merupakan


23

langkah ketiga dalam proses keperawatan, adalah suatu kategori prilaku

keperawatan. Pada langkah ini, perawat menetapkan tujuan dan hasil yang

diharapkan bagi klien dan merencanakan intervensi keperawatan (Perry dan

Potter, 2010)

Menurut Arif Muttaqin dan Kumala Sari(2011), rencana keperawatan

pasien dengan gastritis adalah sebagai berikut:

1) Diagnosa keperawatan 1

Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya

bronkhokontriksi, akumulasi sekret jalan napas, dan menurunnya batuk

efektif.

Kriteria evaluasi:

Dapat menyatakan dan mendemostrasikan batuk efktif

Tidak ada suara napas tambahan

Pernapasan klien normal

Tidak ada penggunaan otot bantu napas

Intervensi keperawatan:

a) Kaji warna, kekentalan, dan jumlah sputum.

Rasional: karakteristik sputum dapat menunjukkan berat ringannya

obstruksi.

b) Atur posisi semi fowler.

Rasional: meningkatkan ekspansi dada.

c) Ajarkan car batuk efektif.


24

Rasional: batuk yang terkontrol dan efektif dapat memudahkan

pengeluaran sekret yang melekat di jalan napas.

d) Bantu klien latihan napas dalam

Rasional: ventilasi maksimal membuka lumen jalan napas dan

meningkatkan gerakan sekret ke dalam jalan napas besar untuk

dikeluarkan.

e) Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500ml/hari

Rasional: Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan sekret dan

mengefektifkan pembersihan jalan napas

f) Lakukan Fisioterapi dada dengan teknik postural drainase, kleping dan

fibrasi dada

Rasional: Postural drainase dengan kleping dan fibrasi dada

menggunakan bantuan gaya gravitasi untuk membantu menaikkan

sekresi sehingga dapat dikeluarka dan dihisap dengan mudah

g) Kolaborasi pemberian obat :

Bronkodilator

Nebulizer (via inhalasi) dengan golongan terbutaline 0,25 mg, fenoterol

HBr 0,1 % sulotion, orciprenaline sulfur 0,75 mg.

Rasional: Pemberian bronkodilator via inhalasi akan langsung menuju

area bronkhus yang mengalami spasme sehingga lebih cepat berdilatasi

h) Agen mukolitik dan ekspektoran

Rasional: agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan

sekret paru untuk memudahkan pembersihan


25

i) Kortikosteroid

Rasional: kortikosteroid berguna dengan keterlibatan luas pada

hipoksemia dan menurunkan reaksi inflamasi akibat edema mukosa dan

dinding bronkhus.

2) Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2,

peningkatan sekresi, peningkatan pernapasan, dan proses penyakit.

Kriteria evaluasi:

Frekuensi napas 16-20x/menit

Frekuensi nadi 70-90x/menit

Warna kulit normal

Tidak ada dispnea

GDA dalam batas normal

Intervensi keperawatan:

a) Kaji keefektifan jalan napas

Rasional: bronkhospasme dideteksi ketika terdengar mengi saat

diauskultasi dengan stetoskop. Peningkatan pembentukan mukus

sejalan dengan penurunan aksi mukosiliaris menunjang penurunan lebih

lanjut diameter bronkhi dan mengakibatkan penurunan aliran udara

serta penurunan pertukaran gas, yang diperburuk oleh kehilangan daya

elastisitas paru.

b) Kolaborasi untuk pemberian bronkodilator secara aerosol.

Rasional: terapi aerosol membantu mengencerkan sekresi sehingga

dapat dibuang. Bronkodilator yang dihirup sering ditambahkan ke


26

dalam nebulizer untuk memberikan aksi bronkodilator langsung pada

jalan napas, dengan demikian memperbaiki pertukaran gas.

c) Lakukan fisioterapi dada

Rasional : setelah inhalasi bronkodilator nebulizer, klien disarankan

untuk meminum air putih untuk lebih mengencerkan sekresi. Kemudian

membatukkan dengan ekspulsif atau postural drainase akan membantu

dalam pengeluaran sekresi. Klien dibantu untuk melakukan hal ii

dengan cara yang tidak membuatnya keletihan.

d) Kolaborasi untuk pemantauan analisis gas arteri

Rasional: sebagai bahan evaluasi setelah melakukan intervensi.

e) Kolaborasi pemberian oksigen via nasal

Rasional: oksigen diberikan ketika terjadi hipoksemia. Perawat harus

memantau kemanjuran terapi oksigen dan memastikan bahwa klien

patuh dalam menggunakan alat pemberi oksigen. Klien diinstruksikan

tentang penggunaan oksigen yang tepat dan tentang bahaya peningkatan

laju aliran oksigen tanpa ada arahan yang eksplisit dari perawat.

3) Diagosa keperawatan 3

Resiko tinggi infeksi pernapasan (pneumonia)yang berhubungan dengan

akumulasi sekret jalan napas dan menurunnya kemampuan batuk efektif.

Kriteria evaluasi:

Frekuensi napas 16-20x/menit

Frekuensi nadi 70-90x/menit

Kemampuan batuk efektif dapat optimal


27

Tidak ada tanda peningkatan suhu tubuh

Intervensi keperawatan.

a) Kaji kemampuan batuk klien

Rasional: batuk yang berkaitan dengan infeksi bronkhial memulai

siklus yang ganas dengan trauma dan kerusakan pada paru lebih lanjut,

kemajuan gejala, peningkatan bronkhospasme, dan peningkatan lebih

lanjut terhadap kerentanan infeksi bronkhial. Infeksi mengganggu

fungsi paru dan merupakan penyebab umum gagal napas pada klien

dengan PPOK.

b) Monitor adanya perubahan yang mengarah pada tanda-tanda infeksi

pernpasan

Rasional: klien diinstruksikan untuk melaporkan dengan segera jika

sputum mengalami perubahan warna, karena pengeluaran sputum

purulen atau perubahan karakter, warna, atau jumlah adalah tanda dari

infeksi.

c) Ajarkan latihan bernapas dan training pernapasan

Rasional: latihan bernapas. Sebagian besar individu dengan PPOK

bernapas dalam dari dada bagian atas dengan cara yang cepat dan tidak

efisien. Jenis bernapas dengan dada atas ini dapat diubah menjadi

bernapas diafragmatik dengan latihan.

Training pernapasan diafragmatik mengurangi frekuensi pernapasan,

meningkatkan ventilasi alveolar, dan kadang membantu mengeluarkan

udara sebanyak mungkin selama ekspirasi.


28

4) Diagnosa Keperawatan 4

Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

yang berhubungan dengan penurunan nafsu makan

Tujuan: intake nutrisi klien terpenuhi

Kriteria evaluasi

Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat

Menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan

dan/mempertahankan berat badan yang tepat

Intervensi keperawatan.

a) Observasi kebiasaan diet, masukkan makanan saat ini. Catat derajat

kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.

Rasional: klien distress pernapasan akut sering anoreksia karena

dispnea, produksi sputum, dan obat. Selain itu banyak klien COPD

mempunyai kebiasaan makan buruk, meskipun kegagalan pernapasan

membuat status hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan kalori.

b) Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus

untuk sekali pakai dan tisu

Rasional: rasa tidak enak, bau, dan penampilan adalah pencegah

utama terhadap napsu makan dan dapat membuat mual dan muntah

dengan peningkatkan kesulitan napas.

c) Berikan makan porsi sedikit tapi sering


29

Rasional: membantu menurunkan kelemahan kelemahan selama

waktu makan dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan

masukan kalori total.

d) Hindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin

Rasional: suhu ekstrim dapat mencetuskan/meningkatkan spasme

batuk

e) Timbang berat badan sesuai indikasi

Rasional: berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun

intervensi berat badan, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.

f) Kolaborasi dengan ahli gizi

Memberikan makanan yang mudah dicerna, nutrisi seimbang.

Rasional :metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada

situasi/kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal

dengan upaya minimal klien/penggunaan energi.

5) Diagnosa Keperawatan 5

Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum dan

keletihan.

Tujuan: infeksi bronkhopulmonal dapat dikendalikan untuk

menghilangkan edema inflamasi dan untuk memungkinkan penyembuhan

aksi siliaris normal. Infeksi pernapasan dampak pada individu yang

memiliki paru normal, dapat berbahaya bagi klien dengan PPOK.

Kriteria evaluasi:

Frekuensi napas 16-20x/menit


30

Frekuensi nadi 70-90x/menit

Kemampuan batuk efektif dapat optimal

Tidak ada tanda peningkatan suhu tubuh

Intervensi

a) Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas

Rasional: menjadi data dasar dalam melakukan intervensi selanjutnya.

b) Atur cara beraktivitas klien sesuai kemampuan

Rasional: klien dengan PPOK mengalami penurunan toleransi

terhadap olahraga pada periode yang pasti dalam satu hari. Hal ini

terutama tampak nyata pada saat bangun di pagi hari, karena sekresi

bronkhial dan edema menumpuk pada paru selama malam hari ketika

individu berbaring. Klien sering tidak dapat mandi dan mengenakan

pakaian. Aktivitas yang membutuhkan mengangkat lengan ke atas

setinggi thoraks dapat menyebabkan keletihan atau distress

pernapasan. Aktivitas ini mungkin akan dapat ditoleransi lebih baik

setelah klien bangun dan bergerak-gerak sekitar setengah jam atau

lebih. Karena keterbatasan ini, klien harus ikut serta dalam

perencanaan aktivitas perawatan diri dengan perawat dan dalam

menentukan waktu yang paling tepat untuk mandi dan berpakaian.

Minuman hangat saat bangun, dibareni dengan pernapasan

diafragmatik, akan membantu untuk mengeluarkan sekresi dan akan

mempersingkat periode kesulitan yang dialami saat bangun pagi.

c) Ajarkan latihan otot-otot pernapasan


31

Rasional: setelah klien mempelajari pernapasan diafragmatik, suatu

program pelatihan otot-otot pernapasan dapat diberikan untuk

membantu menguatkan otot-otot yang digunakan dalam bernapas.

Program ini mengharuskan klien bernapas terhadap suatu tahanan

selama 10-15 menit setiap hari. Resisten secara bertahap ditingkatkan

dan otot-otot menjadi terkondisi lebih baik. Mengkondisikan otot-otot

pernapasan membutuhkan waktu yang lama dan klien diinstruksikan

untuk melanjutkan latihan di rumah.

7) Diagnosa keperawatan 6

Defisit pengetahuan tentang prosedur perawatan diri yang akan dilakukan

di rumah.

Tujuan : klien dan keluarga mengetahui intervensi mandiri dalam

melakukan perawatan di rumah.

Kriteria evaluasi :

Klien dan keluarga mampu mengulang apa yang telah diajarkan

Intervensi keperawatan :

a) Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang perawatan di

rumah

Rasional : menjadi data dasar bagi perawat untuk menjelaskan sesuai

tingkat pengetahuan yang dimiliki.

b) Tetapkan tujuan yang realistik

Rasional : klien dengan PPOK dapat memperbaiki kualitas hidupnya

dengan mengetahui tentang proses penyakit yang dialaminya. Salah


32

satu faktor-faktor penyuluhan utama adalah penjelasan tentang

pentingnya penetapan; dan penerimaan tujuan jangka pendek dan

jangka panjang yang realistik. Jika klien sangat kesulitan, objektif dari

pengobatan adalah untuk memulihkan fungsi paru sebelumnya dan

menghilangkan gejala-gejala sebanyak mungkin. Jika penyakitnya

ringan, objektifnya adalah untuk meningkatkan toleransi latihan dan

menncegah kehilangan fungsi paru lebih jauh. Tujuan dan perkiraan

tentang pengobatan harus dibicarakan dan direncanakan bersama klien.

Klien dan mereka yang memberikan perawatan harus sabar untuk

mencapai tujuan ini.

c) Hindari perubahan suhu yang ekstrem

Rasional : klien diinstruksikan untuk menghindari panas atau dingin

yang ekstrem. Panas meningkatkan suhu tubuh, karenanya

meningkatkan kebutuhan oksigen tubuh; dingin cenderung

meningkatkan bronkhospasme.

d) Anjurkan agar klien untuk berhenti merokok

Rasional : merokok menekan aktivitas sel-sel pemangsa (makrofag)

dan mempengaruhi mekanisme pembersihan siliaris dari saluran napas,

yaitu fungsi untuk menjaga saluran pernapasan bebas dari iritan,

bakteri dan benda asing lainnya yang terhirup. Fungsi ini merupakan

salah satu mekanisme pertahanan utama tubuh. Jika mekanisme

pembersihan ini rusak karena merokok, aliran udara menjadi tersumbat

dan udara menjadi terjebak dibalik jalan napas yang tersumbat.


33

Distensi alveoli sangat melebar dan kapasitas paru menghilang.

Merokok juga mengiritasi sel-sel globet dan kelenjar mukosa,

menyebabkan peningkatan akumulasi lendir. Akumulasi lendir

menyebabkan iritasi lebih lanjut, infeksi, dan kerusakan pada paru.

2.1.14. Tahap Pelaksanaan Keperawatan

Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan

adalah ketegori dari pelaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan

untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan

keperawatan yang dilakukan dan diselesaikan (Perry dan Potter, 2010).

1) Tindakan keperawatan mandiri

Tindakan yang dilakukan tanpa pesanan dokter. Tindakan keperawatan

mandiri dilakukan oleh perawat. Misalnya menciptakan lingkungan

yang tenang, mengkompres hangat saat klien demam.

2) Tindakan perawatan kolaborasi

Tindakan yang dilakukan oleh perawat apabila perawat bekerja dengan

anggota tim kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama

bertahap untuk mengatasi masalah klien.

2.1.15. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses

keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan,

rencana, tindakan, dan implementasinya. Tahap evaluasi memungkinkan


34

perawat untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama tahap

pengkajian, analisis, perencanaan, dan implementasi (Nursalam, 2011).

Menurut Serri Hutahean (2010), evaluasi merupakan catatan tentang

indikasi kemajuan pasien terhadap tujuan yang akan dicapai. Evaluasi

keperawatan menilai keefektifan perawatan dan mengomunikasikan status

kesehatan klien setelah diberikan tindakan keperawatan serta memberikan

informasi yang memungkinkan adanya revisi perawatan sesuai keadaan

pasien setelah di evaluasi.

Tipe Evaluasi keperawatan ada 2, yaitu:

1) Evaluasi Proses (formatif), adalah evaluasi terhadap respon yang segera

timbul setelah intervensi dilakukan.

2) Evaluasi Hasil (sumatif), adalah evaluasi respon (jangka panjang)

terhadap tujuan atau akhir yang diharapkan setelah pemberian asuhan

keperawatan.

Evaluasi dilakukan dengan pendekatan pada SOAP, yaitu:

S: Data Subjektif, yaitu: data yang diuraikan klien dan pandangannya

terhadap data tersebut.

O: Data Objektif, yaitu: data yang didapat dari observasi perawat,

termasuk tanda-tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan

penyakit klien (meliputi data fisiologi, dan informasi dari pemeriksaan

tenaga kesehatan).
35

A: Assesment, yaitu: Analisa terhadap data subjektif dan objektif untuk

menyimpulkan apakah masalah masih ada, telah teratasi atau muncul

masalah baru

P: Planning, yaitu: Perencanaan tindak lanjut berdasarkan hasil analisa

respon klien dan respon perawat.

2.3. Konsep Dasar Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif

2.1.16. Pengertian

Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif adalah ketidakmampuan

membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan

jalan napas (PPNI, 2017)

2.1.17. Penyebab

1) Fisiologis

(1) Spasme jalan napas

(2) Hipersekresi jalan napas

(3) Disfungsi neuromuskuler

(4) Benda asing dalam jalan napas

(5) Adanya jalan napas buatan

(6) Sekresi yang tertahan

(7) Hiperplasia dinding jalan napas

(8) Proses infeksi

(9) Respon alergi

(10) Efek agen farmakologis (mis. anastesi)


36

2) Situasional

(1) Merokok aktif

(2) Merokok pasif

(3) Terpajan polutan (PPNI, 2017)

2.1.18. Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif Objektif

(tidak tersedia) 1. Batuk tidak efektif

2. Tidak mampu batuk

3. Sputum berlebih

4. Mengi, wheezing, dan/atau

ronkhi kering

5. Mekonium di jalan napas

(pada neonatus)

(PPNI, 2017)

2.1.19. Gejala dan Tanda Minor

Subjektif Objektif

1. Dispnea 1. Gelisah

2. Sulit bicara 2. Sianosis

3. Ortopnea 3. Bunyi napas menurun

4. Frekuensi napas berubah

5. Pola napas berubah

(PPNI, 2017)
37

2.1.20. Kondisi Klinis Terkait

1) Gullian Barre Syndrome

2) Sklerosis multipel

3) Myasthenia gravis

4) Prosedur diagnostik (mis. bronkoskopi, transesophageal echocardiography

[TEE])

5) Depresi sistem saraf pusat

6) Cedera kepala

7) Stroke

8) Kuadriplegia

9) Sindrom aspirasi mekonium

10) Infeksi saluran napas

(PPNI, 2017)

Anda mungkin juga menyukai