Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi dari PPOK
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) ataupun COPD adalah
klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis,
bronkiektasis, emfisema dan asma (Smeltzer dan Bare : 2002).
PPOK adalah penyakit pernafasan yang dikarakteristikkan oleh
obstruksi pada aliran udara yang penyebab utamanya adalah inflamasi
jalan nafas, perlengketan mukosa, penyempitan lumen jalan nafas atau
kerusakan jalan nafas (Doenges : 1999).
PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan
peningkatan retensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya yang merupakan bentuk kesatuan dari penyakit bronkitis kronis
dan emfisema paru ataupun asma bronkial (Price, 2006).
Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai
dengan gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi
yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak
mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu. Eksaserbasi
akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan
kondisi sebelumnya. Definisi eksaserbasi akut pada PPOK adalah kejadian
akut dalam perjalanan alami penyakit dengan karakteristik adanya peruba-
han basal sesak napas, batuk, dan/atau sputum yang diluar batas normal
dalam variasi hari ke hari.
Penyakit yang termasuk dalam kelompok PPOK adalah sebagai
berikut:
a. Bronkitis kronis
Didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3
bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut (Smeltzer dan
Bare : 2002).
b. Emfisema
Didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara diluar
bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli (Smeltzer
dan Bare : 2002).
c. Asma
Adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible di-
mana trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimuli
tertentu (Smeltzer dan Bare : 2002).

2. Etiologi dari PPOK


Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan de-
ngan faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain:
a. Merokok
b. Polusi udara
c. Infeksi paru-paru berulang
d. Umur (semakin tua semakin berisiko)
e. Jenis kelamin
f. Ras
g. Pemajanan tempat kerja (batu bara, kapas, padi-padian)

3. Patofisiologi dan Pathway dari PPOK


PPOK dapat terjadi oleh karena terjadinya obstruksi jalan nafas
yang berlangsung bertahun-tahun. Salah satu penyakit yang dapat memicu
terjadinya PPOK ini adalah asma. Hipersensitif yang terjadi karena bahan-
bahan alergen menyebabkan terjadinya penyempitan bronkus ataupun
bronkiolus akibat bronkospasme, edema mukosa ataupun hipersekresi
mukus yang kental. Karena perubahan anatomis tersebut menyebabkan
kesulitan saat melakukan ekspirasi dan menghasilkan suara mengi. Apabila
asma ini terus berlangsung lama, semakin menyempitnya bronkus atau
bronkiolus selama bertahun-tahun dapat menyebabkan PPOK terjadi.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni
jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan
tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke
paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berku-
rangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas seperti rokok dan polusi udara
menyebabkan perbesaran kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel
goblet akan meningkat jumlahnya, serta fungsi silia menurun menyebab-
kan terjadinya peningkatan produksi lendir yang dihasilkan, akan menda-
tangkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada
dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi
bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau
obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada
saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan
terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang menyebabkan
adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi
pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbul-
kan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru seperti ventilasi,
distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan
(Brannon, et al, 1993).

PATHWAY

Pencetus Rokok dan Polusi


Asma, Bronkitis, emfisema
Inflamasi
PPOK

Sputum meningkat

Batuk

Perbesaran Alveoli Bersihan Jalan Nafas tdk


Efektif

Hipertiroid kelenjar mukosa


Inflamasi
Penyempitan salurran udara
Leukosit meningkat

Ekspansi paru Gg. Pertukaran Gas Imun menurun


menurun
Kuman patogen &
endogen difagosit
makrofag
Suplay O2 tidak adekuat Frekuensi pernafasan
cepat

Hipoksia Anoreksia
Kontraksi otot pernafasan
Penggunaan energi untuk
Sesak
pernafasan meningkat Gg, Nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
Pola Nafas Tidak
Efektif Intoleransi Aktifitas

4. Gejala Klinis dari PPOK


Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok, yaitu :
a. Mempunyai gambaran klinik dominan ke arah bronchitis kronis
(blue bloater).
b. Mempunyai gambaran klinik ke arah emfisema (pink puffers).
Tanda dan gejalanya adalah sebagi berikut:
a. Kelemahan badan
b. Batuk
c. Sesak napas
d. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
e. Mengi atau wheezing
f. Ekspirasi yang memanjang
g. Bentuk dada tong (barrel chest) pada penyakit lanjut.
h. Penggunaan otot bantu pernapasan
i. Suara napas melemah
j. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
k. Edema kaki, asites, dan jari tabuh.

5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan:
1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-
garis yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru.
Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.
2) Corak paru yang bertambah.
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada, yaitu :
1) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary
oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada
emfisema panlobular dan pink puffer.
2) Corakan paru yang bertambah.
b. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR
yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru
terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum
ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate),
kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal.
Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada
stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small
airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permu-
kaan alveoli untuk difusi berkurang.
c. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul
sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan
eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan
eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur
55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja
lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung
kanan.
d. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila
sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis ke kanan dan P
pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1
rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering
terdapat RBBB inkomplet.
e. Kultur sputum, untuk mengetahui patogen penyebab infeksi.
f. Laboratorium darah lengkap

6. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan PPOK, yaitu :
a. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya
pada fase akut, tetapi juga fase kronik.
b. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas
harian.
c. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat
dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut :
a. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghenti-
kan merokok, menghindari polusi udara.
b. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
c. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus
tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji
sensitivitas atau pengobatan empirik.
d. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggu-
naan kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronko spas-
me) masih controversial.
e. Pengobatan simtomatik.
f. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
g. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberi-
kan dengan aliran lambat 1-2 liter/menit.
h. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
1) Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengelu-
aran secret bronkus.
2) Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa me-
lakukan pernapasan yang paling efektif.
3) Latihan dengan beban olahraga tertentu, dengan tujuan
untuk memulihkan kesegaran jasmani.
4) Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap
penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.
5) Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesu-
aian diri penderita dengan penyakit yang dideritanya.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data
tentang :
a. Biodata Pasien
Biodata pasien setidaknya berisi tentang nama, umur, jenis kela-
min, pekerjaan, dan pendidikan. Umur pasien dapat menunjukkan
tahap perkembangan pasien baik secara fisik maupun psikologis.
Jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui hubu-
ngan dan pengaruhnya terhadap terjadinya masalah atau penyakit,
dan tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pengetahuan
klien tentang masalah atau penyakitnya.
b. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan masalah
yang lalu. Perawat mengkaji klien atau keluarga dan berfokus
kepada manifestasi klinik dari keluhan utama, kejadian yang
membuat kondisi sekarang ini, riwayat kesehatan masa lalu, dan
riwayat kesehatan keluarga.
c. Keluhan Utama
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji
pengetahuan klien tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang
biasa muncul pada klien PPOK adalah sesak nafas yang sudah
berlangsung lama sampai bertahun-tahun dan semakin berat setelah
beraktivitas. Keluhan lainnya adalah batuk, dahak berwarna hijau,
sesak semakin bertambah, dan badan lemah.
d. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien dengan serangan PPOK datang mencari pertolongan terutama
dengan keluhan sesak nafas, kemudian diikuti dengan gejala-gejala
lain seperti wheezing, penggunaan otot bantu pernafasan, terjadi
penumpukan lendir, dan sekresi yang sangat banyak sehingga
menyumbat jalan nafas.
e. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pada PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan
interaksi genetik dengan lingkungan. Misalnya pada orang yang
sering merokok, polusi udara, dan paparan di tempat kerja.
f. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit
paru-paru sekurang-kurangnya ada 3 hal, yaitu :
1) Penyakit infeksi tertentu khususnya tuberkolosis ditularkan
melalui satu orang ke orang lainnya. Manfaat menanyakan
riwayat kontak dengan orang terinfeksi akan dapat diketahui
sumber penularannya.
2) Kelainan alergi, seperti asma bronchial, menunjukkan suatu
predisposisi keturunan tertentu. Selain itu serangan asma
mungkin dicetuskan oleh konflik keluarga atau orang
terdekat.
3) Pasien bronchitis kronis mungkin bermukim di daerah yang
tingkat polusi udaranya tinggi. Namun polusi udara tidak
menimbulkan bronchitis kronis, melainkan hanya memper-
buruk penyakit tersebut.
g. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik fokus pada klien dengan PPOK, yaitu :
1) Inspeksi
Pada klien dengan PPOK, terlihat adanya peningkatan
usaha dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot
bantu nafas (sternokleidomastoid). Pada saat inspeksi,
biasanya dapat terlihat klien mempunyai bentuk dada barrel
chest akibat udara yang terperangkap, penipisan massa otot,
bernafas dengan bibir yang dirapatkan, dan pernapasan
abnormal yang tidak efektif. Pada tahap lanjut, dispnea
terjadi pada saat beraktivitas, bahkan pada beraktivitas
kehidupan sehari-hari seperti makan dan mandi. Pengkajian
produk produktif dengan sputum purulen mengindikasikan
adanya tanda pertama infeksi pernafasan.
2) Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus
biasanya menurun.
3) Perkusi
Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor,
sedangkan diafragma mendatar/menurun.
4) Auskultasi
Sering didapatkan adanya suara nafas ronkhi dan wheezing
sesuai tingkat keparahan obstruktif pada bronkhiolus
(Muttaqin : 2008).
h. Data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual Menurut Virginia Henderson
1) Bernafas
Pola nafas cepat, sesak (+), RR > 20x/mnt, takipnea,
pernafasan cepat dan dangkal.
2) Makan dan minum
Makan dan minum biasanya berkurang dari normal.
Misalnya : dulu makan 1 porsi setiap kali makan, namun
setelah mengalami PPOK makan dan minim bisa porsi.
3) Eliminasi
BAB sukar dengan konsistensi agak padat/mengalami
melena, BAK sedikit dari normal.
4) Gerak dan aktivitas
Susah dan jarang beraktivitas, sebab ketika bergerak akan
merasa semakin sesak.
5) Istirahat tidur
Sulit untuk tidur nyenyak karena merasa sesak dan sulit
bernafas.
6) Kebersihan diri
Biasanya pasien yang mengalami PPOK jarang menjaga
kebersihan dirinya, sebab enggan untuk bergerak karena
akan merasa sesak.
7) Pengaturan suhu tubuh
Biasanya pasien yang mengalami PPOK suhu tubuhnya
normal (36-36,5oC).
8) Rasa nyaman
Biasanya pasien yang mengalami PPOK merasakan nyeri
pada daerah dada.
9) Rasa aman
Biasanya pasien yang mengalami PPOK merasakan cemas
karena memikirkan penyakit yang dialami.
10) Sosialisasi dan komunikasi
Jarang untuk berkomunikasi karena akan menambah rasa
sesak.
11) Prestasi dan produktivitas
Kebanyakan tidah mengetahui penyebab dan cara mena-
ngani PPOK.
12) Ibadah
Sering berdoa karena ingin cepat sembuh.
13) Rekreasi
Tidak ingin melakukan aktivitas atau tidak ingin pergi dari
tempat tidur.
14) Pengetahuan/belajar
Ingin mengetahui cara-cara mengatasi sesak yang dialami.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup hal berikut ini:
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ven-
tilasi perfusi
b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronko-
kontriksi, peningkatan produksi sputum/lendir, batuk tidak efektif,
kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
c. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, hipoksemia
dan pola pernafasan tidak efektif
e. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrisi, ketidakmam-
puan untuk mencerna makanan, faktor psikologis.
f. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan.
3. Intervensi Keperawatan

RENCANA KEPERAWATAN
NO. DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
INTERVENSI (NIC)
(NOC)
1 Gangguan pertukaran gas NOC : NIC :
berhubungan dengan 1. Respiratory Status : Gas exchange Airway Management
ketidaksamaan ventilasi perfusi 2. Respiratory Status : Ventilation 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau
3. Vital Sign Status jaw thrust bila perlu.
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
Dengan kriteria hasil : ventilasi.
1. Mendemonstrasikan peningkatan 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
ventilasi dan oksigenasi yang jalan nafas buatan.
adekuat. 4. Pasang mayo bila perlu.
2. Memelihara kebersihan paru paru 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu.
dan bebas dari tanda tanda distress 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction.
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
pernafasan.
3. Mendemonstrasikan batuk efektif tambahan.
8. Lakukan suction pada mayo.
dan suara nafas yang bersih, tidak
9. Berikan bronkodilator bial perlu.
ada sianosis dan dyspneu (mampu 10. Berikan pelembab udara.
mengeluarkan sputum, mampu 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
bernafas dengan mudah, tidak ada keseimbangan.
pursed lips). 12. Monitor respirasi dan status O2.
4. Tanda-tanda vital dalam rentang
normal. Respiratory Monitoring
1. Monitor rata-rata, kedalaman, irama dan
usaha respirasi.
2. Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal.
3. Monitor suara nafas, seperti dengkur.
4. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot.
5. Catat lokasi trakea.
6. Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan
paradoksis).
7. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan/
tidak adanya ventilasi dan suara tambahan.
8. Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama.
9. Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya.
2 Bersihan jalan napas tidak NOC : NIC :
efektif berhubungan dengan 1. Respiratory status: Ventilation Airway Suction
bronkokontriksi, peningkatan 2. Respiratory status: Airway patency 1. Pastikan kebutuhan oral/tracheal suctioning.
produksi sputum/lendir, batuk 3. Aspiration Control 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
tidak efektif, Kriteria Hasil : suctioning.
kelelahan/berkurangnya tenaga 1. Mendemonstrasikan batuk efektif 3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang
dan infeksi bronkopulmonal. dan suara nafas yang bersih, tidak suctioning.
4. Minta klien nafas dalam sebelum suction
ada sianosis dan dyspneu (mampu
dilakukan.
mengeluarkan sputum, mampu
5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
bernafas dengan mudah, tidak ada
memfasilitasi suksion nasotrakeal.
pursed lips). 6. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan
2. Menunjukkan jalan nafas yang
tindakan.
paten (klien tidak merasa tercekik, 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
irama nafas, frekuensi pernafasan dalam setelah kateter dikeluarkan dari
dalam rentang normal, tidak ada nasotrakeal.
suara nafas abnormal). 8. Monitor status oksigen pasien.
3. Mampu mengidentifikasikan dan 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan
mencegah faktor yang dapat suction.
menghambat jalan nafas. 10. Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila
pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan
saturasi O2, dll.

Airway Management
1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
atau jaw thrust bila perlu.
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi.
3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
jalan nafas buatan.
4. Pasang mayo bila perlu.
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu.
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction.
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan.
8. Lakukan suction pada mayo.
9. Berikan bronkodilator bila perlu.
10. Berikan pelembab udara kassa basah NaCl
lembab.
11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2.
3 Pola napas tidak efektif NOC : NIC :
berhubungan dengan napas 1. Respiratory status: Ventilation Airway Management
pendek, mucus, bronkokontriksi 2. Respiratory status: Airway patency 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
dan iritan jalan napas. 3. Vital sign Status atau jaw thrust bila perlu.
Kriteria Hasil : 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
1. Mendemonstrasikan batuk efektif ventilasi.
dan suara nafas yang bersih, tidak 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
ada sianosis dan dyspneu (mampu jalan nafas buatan.
mengeluarkan sputum, mampu 4. Pasang mayo bila perlu.
bernafas dengan mudah, tidak ada 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu.
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction.
pursed lips).
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
2. Menunjukkan jalan nafas yang
tambahan.
paten (klien tidak merasa tercekik,
8. Lakukan suction pada mayo.
irama nafas, frekuensi pernafasan 9. Berikan bronkodilator bila perlu.
dalam rentang normal, tidak ada 10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
suara nafas abnormal). lembab.
3. Tanda-tanda vital dalam rentang 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
normal (tekanan darah, nadi, keseimbangan.
pernafasan). 12. Monitor respirasi dan status O2.

Oxygen Therapy
1. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea.
2. Pertahankan jalan nafas yang paten.
3. Atur peralatan oksigenasi.
4. Monitor aliran oksigen.
5. Pertahankan posisi pasien.
6. Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi.
7. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
oksigenasi.

Vital Sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR.
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah.
3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
atau berdiri.
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan.
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas.
6. Monitor kualitas dari nadi.
7. Monitor frekuensi dan irama pernapasan.
8. Monitor suara paru.
9. Monitor pola pernapasan abnormal.
10. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit.
11. Monitor sianosis perifer.
12. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
yang melebar, bradikardi, peningkatan
sistolik).
13. Identifikasi penyebabdari perubahan vital
sign.

4 Intoleransi aktivitas NOC : NIC :


berhubungan dengan keletihan, 1. Energy conservation Energy Management
hipoksemia dan pola pernafasan 2. Self Care : ADLs, yang dibuktikan 1. Observasi adanya pembatasan klien dalam
tidak efektif dengan indikator sebagai berikut: melakukan aktivitas.
(1-5 = tidak pernah, jarang, 2. Dorong anak untuk mengungkapkan perasaan
kadang-kadang, sering, atau selalu) terhadap keterbatasan.
3. Kaji adanya faktor yang menyebabkan
Kriteria Hasil : kelelahan.
1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik 4. Monitor nutrisi dan sumber energi yang
tanpa disertai peningkatan tekanan adekuat.
darah, nadi dan RR. 5. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik
2. - Mampu melakukan aktivitas dan emosi secara berlebihan.
sehari hari (ADLs) secara mandiri. 6. Monitor respon kardivaskuler terhadap
aktivitas.
7. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat
pasien.
Activity Therapy
1. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi
Medik dalam merencanakan progran terapi
yang tepat.
2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan.
3. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
yangsesuai dengan kemampuan fisik,
psikologi dan sosial.
4. Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang diperlukan untuk
aktivitas yang diinginkan.
5. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan
aktivitas seperti kursi roda, krek.
6. Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang
disukai.
7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
diwaktu luang.
8. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas.
9. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas.
10. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi
diri dan penguatan.
11. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan
spiritual.
5 Gangguan nutrisi kurang dari NOC : NIC :
kebutuhan tubuh berhubungan 1. Nutritional Status : Food and fluid Nutrition Management
dengan ketidakmampuan untuk Intake 1. Kaji adanya alergi makanan.
2. Weight : Body Mass, yang 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
mengabsorpsi nutrisi,
dibuktikan dengan indikator menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
ketidakmam-puan untuk
sebagai berikut: dibutuhkan pasien.
mencerna makanan, faktor (1-5 = tidak pernah, jarang, 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake
psikologis. kadang-kadang, sering, atau selalu) Fe.
Kriteria Hasil : 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein
1. Adanya peningkatan berat badan dan vitamin C.
sesuai dengan tujuan. 5. Berikan substansi gula.
2. Berat badan ideal sesuai dengan 6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung
tinggi badan. tinggi serat untuk mencegah konstipasi.
3. Mampu mengidentifikasi 7. Berikan makanan yang terpilih (sudah
kebutuhan nutrisi. dikonsultasikan dengan ahli gizi).
4. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi. 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
5. Tidak terjadi penurunan berat makanan harian.
badan yang berarti. 9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan.
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal.
2. Monitor adanya penurunan berat badan.
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
dilakukan.
4. Monitor interaksi anak atau orangtua selama
makan.
5. Monitor lingkungan selama makan.
6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
selama jam makan.
7. Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi.
8. Monitor turgor kulit.
9. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
mudah patah.
10. Monitor mual dan muntah.
11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan
kadar Ht.
12. Monitor makanan kesukaan.
13. Monitor pertumbuhan dan perkembangan.
14. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva.
15. Monitor kalori dan intake nuntrisi.
16. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas oral.
17. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet.
6 Defisiensi pengetahuan NOC : NIC :
berhubungan dengan kurang 1. Knowledge : Disease Process Teaching : Disease Process
pajanan 2. Knowledge : Health Behavior 1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
pasien tentang proses penyakit yang spesifik.
Kriteria Hasil : 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
1. Pasien dan keluarga menyatakan bagaimana dengan anatomi dan fisiologi,
pemahaman tentang penyakit, dengan cara yang tepat.
kondisi, prognosis dan program 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
pengobatan. muncul pada penyakit, dengan cara yang
2. Pasien dan keluarga mampu tepat.
melaksanakan prosedur yang 4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara
dijelaskan secara benar. yang tepat.
3. Pasien dan keluarga mampu 5. Sediakan informasi pada pasien tentang
menjelaskan kembali apa yang kondisi, dengan cara yang tepat.
dijelaskan. 6. Hindari jaminan kosong.
7. Sediakan bagi keluarga atau SO informasi
tentang kemajuan pasien dengan cara yang
tepat.
8. Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin mencegah komplikasi dimasa yang
akan datang dan atau proses pengontrolan
penyakit.
9. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan.
10. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara
yang tepat atau diindikasikan.
11. Rujuk pasien pada grup atau agensi di
komunitas lokal, dengan cara yang tepat.
12. Instruksikan pasien mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat.
LEMBAR PENGESAHAN

Mengetahui Denpasar, 19 November 2016


Clinical Instructure Mahasiswa

Ni Kadek Anita Rismawati


NIP. NIM. P07120213037

Mengetahui
Clinical Teacher

NIP.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. Edisi 3.
Jakarta : EGC.

Nurarif, Amin dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Media Action.

Lynda, Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.

NANDA. 2012. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8 Vol 1. Alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester,
Yasmin asih. Jakarta : EGC.

Price, Sylvia Anderson dan Wilson L. McCarty. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 1. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai