Disusun oleh :
Mochammad Dwi Mayhendra
433131490120022
2. Klasifikasi
a. Bronkhitis kronik
Pada bronkitis kronik dan bronkiolitis, penumpukan lendir dan sekresi
yang sangat banyak menyumbat jalan napas. Bronkitis kronik
merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan
mukus yang berlebihan dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai
batuk kronik dan pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam
setahun, sekurang-kurangnya dalam dua tahun berturut-turut. Definisi
ini tidak mencakup penyakit-penyakit seperti bronkiekstatis dan
tuberkulosis yang juga menyebabkan batuk kronik dan pembentukan
sputum. Sputum yang terbentuk dalam bronkitis kronik dapat mukoid
atau mukopurulen.
b. Asma
Pada asma, jalan napas bronkial menyempit dan membatasi jumlah
udara yang mengalir ke dalam paru-paru. Asma merupakan gangguan
inflamasi pada jalan napas yang di tandai oleh obstruksi aliran udara
napas dan respons jalan napas yang berlebihan terhadap berbagai
bentuk rangsangan. Obstruksi jalan napas yang menyebar luas tetapi
bervariasi ini disebabkan oleh brokospasme, edema mukosa jalan napas
dan peningkatan produksi mukus atau lendir disertai penyumbatan serta
remodiling jalan napas. Penyakit ini merupakan salah satu bentuk
penyakit PPOM, yaitu penyakit paru jangka panjang yang ditandai oleh
peningkatan resistensi jalan napas.
c. Emfisema
Pada emfisema, obstruksi pada pertukaran oksigen dan karbondioksida,
terjadi akibat kerusakan dinding alveoli yang di sebabkan oleh
overekstensi ruang udara dalam paru. Emfisema paru merupakan suatu
perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai oleh pembesaran
alveolus dan duktus alveolaris yang tidak normal, serta destruksi atau
kerusakan dinding alveolar. Emfisema membuat penderitanya sulit
bernafas. Emfisema dapat di diagnosis secara tepat dengan
menggunakan CT scan resolusi tinggi (Muttaqin, Arif, 2012).
d. Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik yang
mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan
obstruksi bronkus, aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda
dari saluran pernapasan atas, dan tekanan terhadap tumor, pembuluh
darah yang berdilatasi dan pembesaran nodus limfe.
3. Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui, Menurut Muttaqin Arif
(2008), penyebab dari PPOK adalah:
a. Kebiasaan merokok, merupakan penyebab utama pada bronchitis
dan emfisema.
b. Adanya infeksi: Haemophilus influenza dan streptococcus
pneumonia.
c. Polusi oleh zat-zat pereduksi.
d. Faktor keturunan.
e. Faktor sosial-ekonomi: keadaan lingkungan dan ekonomi yang
memburuk.
a. Kelemahan badan
b. Batuk
c. Sesak nafas
d. Sesak nafas saat aktivitas dan nafas berbunyi
e. Mengi atau wheezing
f. Ekspirasi yang memanjang
g. Batuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut
h. Penggunaan obat bantu pernafasan
i. Suara nafas melemah
j. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
k. Edema kaki, asietas
5. Patofisiologi
a. Patofisiologi Bronkitis
Pathway
b. Patofisiologi Emfisema
Pada emfisema paru terjadi perubahan anatomis parenkim paru,
dimana terjadi pembesaran alveolus dan duktus alveolaris yang tidak
normal dan destruksi dinding alveolar. Pada emfisema, beberapa faktor
terjadinya obstruksi jalan napas yaitu: inflamasi, produksi lendir yang
berlebihan, kolaps bronkiolus dan redistribusi udara ke alveoli yang
berfungsi. Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area
permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara
kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru
dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan
mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen
mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi
karbondioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan
tekanan karbondioksida dalam darah arteri (hiperkapnia) dan
menyebabkan asidosis respiratorius. Karena dinding alveolar terus
mengalami kerusakan, jaring kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah
pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk
mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal.
c. Patofisiologi Asma
Pada asma terjadi penyempitan jalan napas secara periodik dan
reversibel akibat bronkospasme. Obstruksi jalan napas pada asma bisa
terjadi karena, kontraksi otot yang mengelilingi bronki yang
menyempitkan jalan napas, pembengkkan membran yang melapisi
bronki dan pengisian bronki dengan mukus yang kental, banyak di
hasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap
didalam jaringan paru. Beberapa individu dengan asma mengalami
respons imun yang buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang
dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru.
Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen
dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut
mediator) seperti histamin, bradikinin, dan prostaglandin, serta
anafilksis dari substansi yang bereaksi lambat. Pelepasan mediator ini
dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan
napas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran mukosa,
dan pembentukan mukus yang sangat banyak.
d. Patofisiologi Bronkiektasis
pathway
Kerusakan permanen
pada dinding bronkus Kerusakan pada jaringan Peningkatan suhu tubuh
otot dan elastin
Ketidakefektifan Hipertermi
v batuk
Kerusakan bronkus yang
menetap
Inhalasi uap dan gas,
aspirasi cairan lambung
Kemampuan bronkus Tekanan intra pleura lebih
untuk kontraksi negatif dari atmosfer
Bersihan jalan nafas
berkurang dan selama
tidak efektif
ekspirasi menghilang
Bronkus dilatasi
Kemampuan
mengeluarkanv sekret
menurun
Pengumpulan sekret,
infeksi sekunder dan
Mudah terjadi infeksi terjadi siklus
6. Komplikasi
a. Hipoksemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55
mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan
mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada
tahap lanjut timbul cyanosis.
b. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda
yang muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines,
tachipnea.
c. Infeksi Respiratori
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi
mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema
mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan
timbulnya dispnea.
d. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru),
harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat.
Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis,
tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
e. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau
asidosis respiratory.
f. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma
bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan
dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan.
Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali
terlihat.
7. Pemeriksaan penjunjang
Pemeriksaan penunjang untuk pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi
a. Pemeriksaan Radiologist
perlu diperhatikan:
kanan.
c. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila
pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di
V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering
remisi (asma).
asma.
dan asma.
(asma).
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:
1) Berhenti merokok harus menjadi prioritas.
2) Bronkodilator (β-agonis atau antikolinergik) bermanfaat pada
20- 40% kasus.
3) Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam
memperpanjang usia pasien dengan gagal nafas kronis (yaitu
pasien dengan PaO2 sebesar 7,3 kPa dan FEV 1 sebesar 1,5 L).
4) Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan
manfaat simtomatik yang signifikan pada pasien dengan pnyakit
sedang-berat.
5) Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan
dengan meningkatkan elastic recoil sehingga mempertahankan
potensi jalan nafas
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/suku, warga
Negara, bahasa yang digunakan, penanggung jawap meliputi : nama,
alamat, hubungan dengan klien.
2. Riwayat faktor penunjang
• Merokok merupakan faktor penyebab utama.
• Tinggal atau bekerja di area dengan polusi udara berat.
• Riwayat alergi pada keluarga
• Riwayat Asthma pada anak-anak.
3. Riwayat faktor pencetus
• Alergen.
• Stress emosional.
• Aktivitas fisik yang berlebihan.
• Polusi udara.
• Infeksi saluran nafas.
4. Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan.
Kaji status riwayat kesehatan yang pernah dialami klien, apa upaya dan
dimana kliwen mendapat pertolongan kesehatan, lalu apa saja yang
membuat status kesehatan klien menurun.
5. Pola nutris metabolic
Tanyakan kepada klien tentang jenis, frekuensi, dan jumlah klien makan
dan minnum klien dalam sehari. Kaji selera makan berlebihan atau
berkurang, kaji adanya mual muntah ataupun adanyaterapi intravena,
penggunaan selang enteric, timbang juga berat badan, ukur tinggi badan,
lingkaran lengan atas serta hitung berat badan ideal klien untuk
memperoleh gambaran status nutrisi.
6. Pola eliminasi.
Peningkatan dyspnea
Takipnea.
Asthma
seperti terikat.
stetoskop.
Bronkhitis
Batuk produktif dengan sputum berwarna putih keabu-abuan, yang
Sesak nafas
Penampilan sianosis
Emphysema
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
2. Pola napas tidak efektif
3. Gangguan pertukaran gas
4. Nyeri akut
5. Gangguan pola tidur
6. Intoleransi aktifitas
INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Intervensi
1 Bersihan jalan napas tidak Latihan Batuk Efektif
Definisi: Melatih pasien yang tidak memiliki
efektif
kemampuan batuk secara efektif untuk membersihkan
laring, trakhea dan bronkiolus dan sekret atau benda
asing di jalan napas
Observasi:
- Identifikasi kemampuan batuk
- Monitor adanya retensi sputum
- Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
- Monitor input dan output cairan (mis. Jumlah dan
karakteristik)
Terapeutik:
- Atur posisi semi fowler atau fowler
- Pasang perlak dan bengkok dipangkuan pasien
- Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
- Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama
4 detik, ditahan selama 2 detik, kemudian
keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3
kali
- Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik
napas dalam yang ke-3
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran,
jika perlu
Observasi:
- Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman
- Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling,
mengi, wheezing, ronkhi kering)
- Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik:
- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-
thilt dan chin-lift (jaw thrust jika curiga cedera
trauma servikal)
- Posisikan semi fowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep
McGill
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi:
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
3 Gangguan pertukaran gas Pemantauan Respirasi
Definisi: Mengumpulkan dan menganalisis data untuk
memastikan kepatenan jalan napas dan keefektifan
pertukaran gas
Observasi:
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
napas
- Monitor pola napas (seperti bradipneu, takipneu,
hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-stokes, Briot,
ataksik)
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil X-ray toraks
Terapeutik:
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Terapi Oksigen
Definisi: memberikan tambahan oksigen untuk
mencegah dan mengatasi kondisi kekurangan oksigen
jaringan
Observasi:
- Monitor kecepatan aliran oksigen
- Monitor posisi alat terapi oksigen
- Monitor aliran oksigen secara periodik dan
pastikan fraksi yang diberikan cukup
- Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. Oksimetri,
AGD), jika perlu
- Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat
makan
- Monitot tanda-tanda hipoventilasi
- Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan
atelektasis
- Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
- Monitor integritas mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
Terapeutik:
- Bersihkan sekret pada mulut, hidung, dan trakea,
jika perlu
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
- Berikan oksigen tambahan, jika perlu
- Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
- Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan
tingkat mobilitas pasien
Edukasi:
- Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan
oksigen dirumah
Kolaborasi:
- Kolaborasi penentuan dosis oksigen
- Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur
4 Nyeri akut Manajemen nyeri
Observasi
- Identifikasi lokasi, karakterisitk, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri nonverbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperringan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
nyeri
- Identifikasi budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengeruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
- Berika teknik non farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri (TENS, hipnosis, akupresusr, terapi
musik, biofeedback,terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat atau
dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik
Aspiani, R.Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. Jakarta: Trans
Info Media.
Global initiative for chronic Obstruktif Lung Disease (GOLD). (2011). Inc.
Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management, and
Prevention.http://www.goldc opd.com.