Anda di halaman 1dari 14

NAMA : ENDIMAS FIKI RAMADHAN

PRODI : D3 KEPERAWAN TRENGGALEK

KELOMPOK : TARI GAMBYONG

LAPORAN PENDAHULUAN PPOK

(PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK)

A. DEFINISI

PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan


aliran udara di saluran yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel
parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partiket atau gas yang
berbahaya .

PPOK lebih sering menyerang orang berusia paruh baya yang merokok.
Seiring waktu, penyakit ini akan makin memburuk dan berisiko menyebabkan
penderitanya mengalami penyakit jantung dan kanker paru-paru.

PPOK  merupakan obstruksi saluran pernafasan yang progresif dan


ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya.

B. KLASIFIKASI

Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah
sebagai berikut:

1.   Bronchitis Kronis

a) Definisi

Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan


mucus yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan dalam bentuk batuk
kronis dan pembentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2
tahun berturut – turut (Bruner & Suddarth, 2002).

b) Etiologi

Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis yaitu:

1) Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus


influenzae.
2) Alergi
3) Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll.

c) Manifestasi klinis
a. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi
besar, yang mana akanmeningkatkan produksi mukus.
b. Mukus lebih kental
c. Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme
pembersihan mukus. Oleh karena itu, "mucocilliary defence" dari
paru mengalami kerusakan dan meningkatkan kecenderungan
untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar
mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi
mukus akan meningkat.
d. Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua
kali ketebalan normal) dan mengganggu aliran udara. Mukus
kental ini bersama-sama dengan produksi mukus yang
banyakakan menghambat beberapa aliran udara kecil dan
mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-mula
mempengaruhi hanya pada bronchus besar, tetapi biasanya seluruh
saluran nafas akan terkena.
e. Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi
jalan nafas, terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami
kollaps, dan udara terperangkap pada bagian distal dari paru-
paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi
alveolar, hypoxia dan asidosis.
f. Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi
perfusi abnormal timbul, dimana terjadi penurunan
PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga meningkatkan nilai PaCO2.

2.   Emfisema

a. Definisi

Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus,


duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner & Suddarth, 2002).

b. Etiologi
a) Faktor tidak diketahui
b) Predisposisi genetic
c) Merokok
d) Polusi udara
c. Manifestasi klinis
a. Dispnea
b. Takipnea
c. Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
d. Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
e. Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
f. Hipoksemia
g. Hiperkapnia
h. Anoreksia
i. Penurunan BB
j. Kelemahan

3.   Asthma Bronchiale

a. Definisi

Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trachea
dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa
kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari
saluran nafas.

b. Etiologi
a. Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll)
b. Infeksi saluran  nafas
c. Stress
d. Olahraga (kegiatan jasmani berat)
e. Obat-obatan
f. Polusi udara
g. Lingkungan kerja
h. Lain-lain (iklim, bahan pengawet)

c. Manifestasi Klinis

a. Dispnea
b. Permulaan serangan terdapat sensasi kontriksi dada (dada terasa berat),
c. wheezing,
d. batuk non produktif
e. takikardi
f. takipnea

C. ETIOLOGI
Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah partikel gas
yang dihirup  oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel gas ini termasuk :

1.   Asap rokok 
a.   perokok aktif 
b.  perokok pasif 
2.   polusi udara
a.    polusi di dalam ruangan- asap rokok - asap kompor
b.   polusi di luar ruangan- gas buang kendaraan bermotor- debu jalanan
3.    polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
a.    infeksi saluran nafas bawah berulang.

D. PATOFISIOLOGI
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan
oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida
dan air sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu
ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya
udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara
alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah
yang sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan
restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi
berupa perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter yang sering
dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV),
sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume
ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa
detik pertama terhadap kapasitas vital paksa (VEP1/KVP).

Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-


komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil
mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami
kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan
pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator
mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah
besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai
tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat
purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses
ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari
ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental
dan adanya peradangan.

Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan


kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak
struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran
udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara
kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat
pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian,
apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam
paru dan saluran udara kolaps.

Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa


eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK
predominan dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag
untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors  dan elastase, yang
tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan
(Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran
gas dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi
berhubungan dengan adanya inflamasi jalan napas, edema,
bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan perfusi berhubungan
dengan konstriksi hipoksik pada arteriol.

E. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi Klinis Menurut Putra (2013) manifetasi klinis pasien Penyakit


Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah :
Gejala dari Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah
seperti susah bernapas, kelemahan badan, batuk kronik, nafas berbunyi,
mengi atau wheezing dan terbentuknya sputum dalam saluran nafas dalam
waktu yang lama. Salah satu gejala yang paling umum dari Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) adalah sesak nafas atau dyosnea. Pada tahap
lanjutan dari Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), dypsnea dapat
memburuk bahkan dapat dirasakan ketika penderita sedang istirahat atau
tidur.
Manifestasi klinis utama yang pasti dapat diamati dari penyakit ini
adalah sesak nafas yang berlangsung terus menerus. Menurut Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD) Internasional (2012), pasien
dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) mengalami perubahan
bentuk dada. Perubahan bentuk yang terjadi yaitu diameter bentuk dada
antero-posterior dan transversal sebanding atau sering disebut barrel
chest. Kesulitan bernafas juga terjadi pada pasien Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) yaitu bernafas dengan menggunakan otot
bantu pernafasan dalam jangka waktu yang lama, maka akan terjadi
hipertropi otot dan pelebaran di sela-sela iga atau daerah intercostalis.
Bila telah mengalami gagal jantung kanan, tekanan vena jugularis
meninggi dan akan terjadi edema pada ekstremitas bagian bawah. Hal ini
menandakan bahwa terlah terjadi penumpukan cairan pada tubuh akibat
dari gagalnya jantung memompa darah dan sirkulasi cairan ke seluruh
tubuh. Palpasi tektil fremitus tada emfisema akan teraba lemah, perkusi
terdengar suara hipersonor, batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, dan hepar terdorong ke bawah. Bunyi nafas vesikuler normal atau
melemah, ronkhi pada waktu nafas biasa atau ekspirasi paksa. Ekspirasi
akan terdengar lebih panjang dari pada inspirasi dan bunyi jangtung juga
terdengar menjauh.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologi
a. Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan:
1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis
yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan
tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.
2) Corak paru yang bertambah
b. Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:

 Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary


oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada
emfisema panlobular dan pink puffer.
 Corakan paru yang bertambah.
 Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun,
VR yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema
paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan
arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory
flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah
atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut,
sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas
kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi
menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.

2. Analisis gas darah


Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul
sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan
eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan
eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur
55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja
lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung
kanan.

3. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila
sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P
pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di
V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering
terdapat RBBB inkomplet.

G. KOMPLIKASI
a. Infeksi Saluran Nafas Biasanya muncul pada pasien Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Hal tersebut sebagai akibat
terganggunya mekanisme pertahanan normal paru dan penurunan
imunitas. Oleh karena status pernafasan sudah terganggu, infeksi
biasanya akan mengakibatkan gagal nafas akut dan harus segera
mendapatkan perawatan di rumah sakit (Black, 2014).
b. Pneumothoraks Spontan Pneumothoraks spontan dapat terjadi
akibat pecahnya belb (kantong udara dalam alveoli) pada
penderita emfisema. Pecahnya belb itu dapat menyebabkan
pneumothoraks tertutup dan membutuhkan pemasangan selang
dada (chest tube) untuk membantu paru mengembang kembali
(Black, 20014).
c. Dypsnea Seperti asma, bronchitis obstruktif kronis, dan emfisema
dapat memburuk pada malam hari. Pasien sering mengeluh sesak
nafas yang bahkan muncul saat tidur (one set dyspnea) dan
mengakibatkan pasien sering terbangun dan susah tidur kembali
di waktu dini hari. Selama tidur terjadi penurunan tonus otot
pernafasan sehingga menyebabkan hipoventilasi dan resistensi
jalan nafas meningkat, dan akhirnya pasien menjadi hipoksemia
(Black, 2014).
d. Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan tingkat PO2<55
mmHg dengan nilai saturasi O2<85%. Pada awalnya pasien akan
mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi, dan menjadi
pelupa. Pada tahap lanjut akan timbul gejala seperti sianosis
(Permatasari, 2016).

e. Asidosis Respiratori
Asidosis respiratori timbul akibat peningkatan nilai PCO2
(hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain, nyeri kepala,
fatigue, letargi, dizziness, dan takipnea. Asidosis respiratori yang
tidak ditangani dengan tepat dapat mengakibatkan dypsnea,
psikosis, halusinasi, serta ketidaknormalan tingkah laku bahkan
koma. Hiperkapnia yang berlangsung lama atau kronik pada
pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan
menyebabkan gangguan tidur, amnesia, perubahan tingkah laku,
gangguan koordinasi dan bahkan tremor (Hartono, 2013
f.

H. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksaan PPOK adalah :
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase
akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi
lebih awal.

Penatalaksaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut :


1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai
dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau
pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
kontroversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan
aliran lambat 1 - 2 liter/menit.

Tindakan rehabilitasi yang meliputi :


1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan
yang paling efektif.
3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.
4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat
kembali mengerjakan pekerjaan semula.

Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis) :


1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S.
Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau
eritromisin 4×0.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam
klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya
adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang memproduksi B.
Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol,
amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang mengalami
eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan
membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya
dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi
sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik
yang kuat.
b. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan
karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
c. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan
baik.
d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di
dalamnya golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien
dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida
250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin
0,25 - 0,56 IV secara perlahan.
3. Terapi jangka panjang di lakukan :
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin
4×0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran
napas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan
pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
c. Fisioterapi
4. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
5. Mukolitik dan ekspektoran
6. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II
dengan PaO2 (7,3Pa (55 MMHg)

Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan


terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.
I. PENGKAJIAN
1. Aktivitas dan Istirahat
Gejala :

 Keletihan, kelelahan, malaise,


 Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas
 Ketidakmampian untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
 Dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan

Tanda :

 Keletihan
 Gelisah, insomnia
 Kelemahan umum/kehilangan massa otot

2. Sirkulasi

Gejala :

 Pembengkakan pada ekstremitas bawah

Tanda :

 Peningkatan tekanan darah


 Peningkatan frekuensi jantung
 Distensi vena leher 
 Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung
 Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan
diameterAPdada)
 Warna kulit/membrane mukosa : normal/abu-abu/sianosis; kuku tabuh
dansianosis perifer 
 Pucat dapat menunjukkan anemia.
3.    Integritas Ego

Gejala :

 Peningkatan factor resiko


 Perubahan pola hidup

Tanda :

 Ansietas, ketakutan, peka rangsang


4. Makanan/ cairan

Gejala :

 Mual/muntah
 Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)
 ketidakmampuan untuk makankarena distress pernafasan
 penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan
menunjukkan edema (bronchitis)

Tanda :

 Turgor kulit buruk 


 Edema dependen
 Berkeringat
5. Hyegene

Gejala :

 Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan


aktivitassehari-hari

Tanda :

 Kebersihan buruk, bau badan

6.      Pernafasan

Gejala :

 Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala


menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja; cuaca atau episode
berulangnyasulit nafas (asma); rasa dada tertekan,m ketidakmampuan untuk
bernafas(asma)
 Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada
saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya
2tahun. Produksi sputum (hijau, puith, atau kuning) dapat
banyak sekali(bronchitis kronis)
 Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada tahap dinimeskipun
dapat menjadi produktif (emfisema)
 Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan
pernafasandalam jangka panjang (mis. Rokok sigaret) atau debu/asap
(mis.asbes, debu batubara, rami katun, serbuk gergaji
 Penggunaan oksigen pada malam hari secara terus-menerus.

Tanda :

 Pernafasan : biasanya cepat,dapat lambat; fase ekspresi memanjangdengan


mendengkur, nafas bibir (emfisema)
 Penggunaaan otot bantu pernafasan, mis. Meninggikan bahu, melebarkan
hidung.
 Dada: gerakan diafragma minimal.
 Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema);menyebar,
lembut atau krekels lembab kasar (bronchitis); ronki, mengisepanjang area
paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai
penurunan atau tidak adanya bunyi nafas (asma)
 Perkusi : Hiperesonan pada area paru (mis. Jebakan udara denganemfisema);
bunyi pekak pada area paru (mis. Konsolidasi, cairan, mukosa)
 Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus.

 Warna :  pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abu-abu keseluruhan;
warna merah (bronchitis kronis, “biru mengembung”). Pasiendengan
emfisema sedang sering disebut “pink puffer” karena warna kulitnormal
meskipun pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernafasancepat.
 Tabuh pada jari-jari (emfisema)
7. Keamanan

Gejala :

 Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/faktor lingkungan


 Adanya/berulang infeksi
 Kemerahan/berkeringat (asma)
8. Seksualitas

Gejala :

 penurunan libido
9. Interaksi Sosial

Gejala :

 Hubungan ketergantungan Kurang sistem penndukung


 Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang dekat
 Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik

Tanda :

 Ketidakmampuan untuk membuat//mempertahankan suara karena


distress pernafasan
 Keterbatasan mobilitas fisik 
 Kelalaian hubungan dengan anggota kelurga lain

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya
tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi
perfusi
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan oksigen.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia,
mual muntah.
6. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat
peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.

K. DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume


2. Jakarta, EGC.
Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta:
EGC

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second


Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi
Price, Sylvia. 2003. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.

Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and


Suddarth’s, Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai