Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PERTUKARAN GAS PADA PPOK

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang bisa dicegah dan
diatasi, yang dikarakterisir dengan keterbatasan aliran udara yang menetap, yang
biasanya bersifat progresif, dan terkait dengan adanya respon imflamasi kronis saluran
pernapasan dan paru-paru terhadap gas atau partikel berbahaya. Serangan akut dan
komorbiditas berpengaruh terhadap keparahan penyakit secara keseluruhan (GOLD,
2016).

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah suatu istilah yang sering digunakan
untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya
(Somantri, 2012).

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan keadaan irreversible yang


ditandai adanya sesak nafas pada saat melakukan aktivitas dan terganggunya aliran udara
masuk dan keluar dari paru-paru (Farrell, et al,. 2013).

Menurut Djojodibroto (2014) istilah Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) ditujukan untuk mengelompokkan
penyakit-penyakit yang mempunyai gejala berupa terhambatnya arus udara pernapasan.
Masalah yang menyebabkan terhambatnya arus udara tersebut bisa terletak pada saluran
pernapasan maupun pada parenkim paru. Kelompok penyakit yang dimaksud adalah
bronkitis kronik (masalah pada saluran pernapasan), emfisema (masalah pada parenkim).

Sedangkan menurut Padila (2012) Penyakit Paru Obstruktif Menahun/Kronik


merupakan suatu istilah yang digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang
berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara. Ketiga
penyakit yang membentuk kesatuan PPOK adalah bronkitis kronis, emfisema dan asma
bronkial. Jadi dapat disimpulkan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah
kelompok penyakit yang bisa disebabkan oleh asma bronkial, emfisema atau bronkitis
kronis yang ditandai dengan peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai
patofisiologi utamanya.

2. Etiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronis.

Menurut Ikawati, (2016) terdapat beberapa risiko berkembangnya penyakit PPOK, yang
dapat dibedakan menjadi faktor paparan lingkungan dan faktor host/pasien

a. Faktor paparan lingkungan antara lain :


1) Polusi udara
Polusi dapat berasal dari luar rumah seperti asap kendaraan bermotor, asap pabrik,
dan asap yang berasal dari dalam rumah seperti asap dapur.
2) Merokok
Merokok penyebab utama PPOK, sekitar 20-30% perokok aktif menderita PPOK.
Bahan kimia berbahaya dalam rokok dapat merusak lapisan paru-paru dan jalan
napas. Dampak yang diakibatkan dari PPOK yaitu kematian berhubungan dengan
jumlah rokok yang dihisap, umur mulai merokok dan status saat PPOK
berkembang.
3) Pekerjaan
Pekerjaan yang berisiko terkena PPOK yaitu pekerja tambang yang bekerja di
lingkungan yang berdebu akan lebih mudah terkena PPOK. Pekerja industri gelas
dan kramik serta pekerja yang terpapar debu katun akan berisiko terkena PPOK.
4) Infeksi bronkus yang berulang
Bronkitis adalah radang pada lapisan saluran bronkus karena infeksi. Bronkus
adalah saluran yang membiarkan udara masuk ke dalam dan keluar dari paru-paru.
Jika dinding bronkus yang sehat menghasilkan lendir untuk menjebak debu dan
partikel lain bisa menyebabkan iritasi, terinfeksi virus atau bakteri akan
menghasilkan lebih banyak lendir daripada biasanya. Sehingga tubuh akan
bereaksi dengan batukbatuk guna mengeluarkan lendir tersebut.
3. Manifestasi Klinis Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Menurut GOLD (2015), mengatakan manifestasi klinis penyakit paru obstruktif
kronis sebagai berikut :
a. Dyspnea
Dyspnea gejala kardinal PPOK, merupakan penyebab utama kecacatan dan
kecemasan terkait dengan penyakit klien PPOK yang khas menggambarkan
dyspnea mereka sebagai rasa peningkatan usaha bernapas, berat, kelaparan udara,
atau terengah-engah.
b. Batuk
Batuk kronis seringkali gejala pertama dari PPOK, sebagai konsekuensi dari
merokok atau paparan lingkungan. Awalnya, batuk mungkin intermiten, tetapi
kemudian hadir setiap hari, sering sepanjang hari. Batuk kronis pada PPOK dapat
menjadi produktif.
c. Produksi Sputum
Klien PPOK umumnya meningkatkan jumlah kecil dari sputum setelah serangan
batuk. Produksi reguler dari sputum selama 3 bulan atau lebih dalam 2 tahun
berturut-turut. Produksi sputum seringkali sulit untuk mengevaluasi karena
pasien mungkin menelan dahak daripada meludahkan. Kehadiran sputum purulen
mencerminkan peningkatan mediator inflamasi, dan perkembangannya dapat
mengidentifikasi timbulnya eksaserbasi bakteri.
d. Mengi dan Dada Sesak
Mengi dan sesak dada adalah gejala tidak spesifik yang mungkin berbeda antara
hari, dan selama satu hari. Mengi terdengar mungkin timbul pada tingkat laring
dan tidak perlu disertai kelainan auskultasi. Atau, inspirasi luas atau mengi
ekspirasi dapat hadir dengan mendengarkan dada. Dada sesak sering mengikuti
tenaga, berotot dalam karakter, dan mungkin timbul dari kontraksi isometrik otot
interkostal. Tidak adanya mengi atau sesak dada tidak mengecualikan diagnosis
PPOK, juga tidak adanya gejala ini mengkonfirmasikan diagnosis asma.
e. Fitur tambahan di Penyakit berat
Kelelahan, penurunan berat badan dan anoreksia adalah masalah umum pada
pasien dengan PPOK berat dan sangat berat.
4. Patofisiologi

Penyakit Paru Obstruktif Kronik merupakan penyakit kronik paru yang diawali
dengan seseorang menghisap asap rokok, polusi udara yang tercemar, dan partikel lain
seperti debu yang akan masuk ke saluran pernapasan yang akan menyebabkan terjadi
hipersekresi mukus atau mukus. Apapun etiologinya yang berperan memproduksi sekret
adalah sel-sel goblet dan kelenjar-kelenjar mukus di submukosa. Sekret bronkus yang
dihasilkan cukup banyak dan kental. Karena kaya akan kandungan protein, sekret
bronkus menjadi tempat perbenihan yang ideal bagi berbagai jenis kuman yang berhasil
masuk ke saluran pernapasan bawah sehingga mudah terjadi infeksi sekunder yang secara
klinis digolongkan sebagai infeksi saluran pernapasan bawah (Danusantoso, 2010).

Proses tersebut akan menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi bronkus dan kerusakan
pada dinding bronkiolus terminalis yang diperparah dengan usia yang semakin tua yang
menyebabkan terjadinya sumbatan pada lumen bronkus-bronkus kecil dan bronkeolus
sehingga terjadi gangguan ventilasi. Mengingat ventilasi merupakan gerakan yang aktif
yang menggunakan otot-otot pernapasan, udara masih akan dapat menembus sumbatan
lumen dan masuk ke dalam alveolus, tetapi karena ekspirasi merupakan gerakan pasif
yang hanya mengandalkan elastisitas jaringan interstitial paru (yang mengandung banyak
serat-serat elastis, tak semua udara hasil inspirasi dapat dikeluarkan lagi atau terjadi
obstruksi awal ekspirasi. Dengan kata lain, akan tertumpuk udara bekas inspirasi di dalam
alveolus. Siklus ini berulang sehingga akhirnya akan terjadi distensi alveolus. Proses ini
dikenal dengan air-trapping (Danusantoso, 2010)

Air-trapping merupakan proses yang progresif yang menyebabkan menghilangnya


elastisitas jaringan inter-alveolar yang merupakan sebagian dari jaringan interstitial paru
sehingga ekspirasi menjadi semakin dangkal. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya
keluhan sesak napas sehingga terjadi penurunan ventilasi. Adanya penurunan ventilasi
menyebabkan suplai oksigen ke dalam paru menjadi menurun yang mengakibatkan
terjadi penumpukan karbondioksida, peningkatan PCO2, penurunan PO2, penurunan pH
darah. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan pertukaran gas akibat
ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi (Danusantoso, 2010).

5. Pathway

Faktor risiko : rokok, polusi udara, infeksi


saluran nafas berulang.

Elastisitas jalan
nafas hilang

Mukosa bronkus
teriritasi Kolabs bronkeolus Asma
bronchiale

Redistribusi udara
Hipertropi kelenjar ke alveoli
mukosa bronkus menurun

Pelebaran dinding
dan ductus alveoli
Hipersekresi
kelenjar mukosa
bronkus
Destruksi dinding
alveoli
Produksi mocus
meningkat pd
bronkus Emfisema

Bronkhitis
Kronis

Penyakit Paru Obstruktif


Kronis PPOK
Reaksi radang

Peningkatan mocus jalan


nafas
Broncuspasmee

Kolabs bronkeolus

Destruksi dinding alveoli

Difusi O2 / CO2
terganggu MK Gangguan
Pertukaran Gas

6. Penatalaksanaan

Menurut Black (2014) penatalaksanaan non medis Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) meliputi :

a. Membersihkan sekret bronkus


Kebersihan paru diperlukanan untuk mengurangi resiko infeksi. Cara untuk
membersihkan sekret adalah dengan mengeluarkannya, dengan cara :
1) Batuk efektif
Batuk membantu memecah sekret dalah paru-paru sehingga lendir dapat
dikeluarkan atau diludahkan. Caranya pasien diposisikan duduk tegak dan
menghirup nafas dalam lalu setelah 3 kali nafas dalam, pada ekspirasi ketiga nafas
dihembuskan dan dibatukkan.
2) Fisioterapi dada
Tindakan fisioterapi dada menurut Pangastuti, HS dkk (2019) meliputi : perkusi,
vibrasi, dan postural drainase. Tujuan dari intervensi ini adalah untuk membantu
pasien bernafas dengan lebih bebas dan membantu dalam pembersihan paru dari
sekret yang menempel di saluran nafas. Tindakan ini dilakukan bersamaan dengan
tindakan lain untuk lebih mempermudah keluarnya sekret, contoh : suction, batuk
efektif, pemberian nebulizer dan pemberian obat ekspektoran. Sebelum pasien
dilakukan fisioterapi, terlebih dahulu evalusai kondisi pasien dan tentukan letak
dimana sekret yang tertahan untuk mengetahui bagian mana yang akan dilakukan
fisioterapi dada.
b. Bronkodilator
Bronkidilator merupakan pengobatan yang dapat meningkatkan FEV1 dan atau
mengubah variabel spirometri. Obat ini bekerja dengan mengubah tonus otot polos
pada saluran pernafasan dan meningkatkan refleks bronkodilatasi pada aliran ekspirasi
dibandingkan dengan mengubah elastisitas paru. Bronkodilator berkerja dengan
menurunkan hiperventilasi saat istirahat dan beraktivitas, serta akan memperbaiki
toleransi tubuh terhadap aktivitas. Pada kasus Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
kategori berat atau sangat berat sulit untuk memprediksi perbaikan FEV1 yang diukur
saat istirahat.
c. Mendorong olahraga
Semua pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) mendapat keuntungan
dengan program olahraga, yaitu meningkatkan toleransi tubuh terhadap aktvitas,
menurunnya dypsnea dan kelelahan. Olahraga tidak memperbaiki fungsi paru, tetapi
olahraga dapat memperkuat otot pernafasan.
d. Meningkatkan kesehatan secara umum
Cara lain adalah dengan memperbaiki pola hidup pasien Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK), yaitu dengan menghindari rokok, debu,dan bahan kimia akibat
pekerjaan, serta polusi udara. Serta didukung dengan asupan nutrisi yang adekuat.

B. Gangguan Pertukaran Gas Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik

1. Pengertian gangguan pertukaran gas


Gangguan berarti ketidaknormalan baik itu kelebihan maupun kekurangan.
Menurut (Wahid & Suprapto, 2013) pertukaran gas merupakan pertukaran antara oksigen
dan karbondioksida di dalam alveolus. Oksigen diperoleh untuk oksidasi diambil dari
udara yang kita hirup pada waktu kita bernapas. Ketika seseorang bernapas udara masuk
ke dalam saluran pernapasan dan akhirnya masuk ke alveolus. Oksigen yang terdapat
pada alveolus berdifusi menembus dinding sel alveolus yang akhirnya masuk ke dalam
pembuluh darah dan diikat oleh haemoglobin yang terdapat dalam darah menjadi
oksihemoglobin. Karbondioksida yang dihasilkan dari pernafasan diangkut oleh darah
melalui pembuluh darah yang akhirnya sampai pada alveolus. Dari alveolus
karbondioksida dikeluarkan melalui saluran pernafasan pada waktu kita mengeluarkan
nafas.
Menurut Somantri (2009) pertukaran gas merupakan pertukaran antara oksigen
dan karbondioksida di membrane alveolus. Setelah terjadinya pertukaran oksigen akan
diangkut dari paru-paru ke jaringan, dan karbondioksida dari jaringan ke paruparu. Jadi,
dapat disimpulkan gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau kekurangan oksigen
atau eleminasi karbondioksida di dalam alveolus.

2. Etiologi gangguan pertukaran gas


Penyebab dari gangguan pertukaran gas salah satunya adalah adanya
ketidakstabilan ventilasi-perfusi. Situasi paru dikatakan normal apabila hasil kerja
ventilasi, distribusi, perfusi, difusi, serta hubungan antara ventilasi dengan perfusi dalam
keadaan santai akan menghasilkan tekanan persial oksigen (PO2) dan tekanan persial
karbondioksida (PCO2) yang normal. Keadaan santai yang dimaksud ketika jantung dan
paru-paru tanpa beban kerja yang berat (D. Djojodibroto, 2014)
a. Ventilasi
Ventilasi merupakan volume udara yang bergerak masuk ke dalam hidung atau mulut
dalam proses bernapas. Ventilasi terdiri dari tiga jenis yaitu ventilasi per menit VE
(minute ventilation), ventilasi alveolar VA (alveolar ventilation), dan ventilasi percuma
VD ( wasted ventilation, dead space ventilation). Ventilasi per menit VE (minute
ventilation) adalah volume udara yang keluar dari paru dalam satu menit, diukur dalam
liter. ventilasi alveolar VA (alveolar ventilation) merupakan volume udara inspirasi yang
dapat mencapai alveoli dan dapat mengalami pertukaran gas dengan darah, dan ventilasi
percuma VD ( wasted ventilation, dead space ventilation) yaitu volume udara inspirasi
yang tidak mengalami pertukaran gas dengan darah (D. Djojodibroto, 2014)
b. Perfusi
Perfusi paru adalah sirkulasi darah di dalam pembuluh darah kapiler paru. Distribusi
aliran darah di paru tidak sama rata. Karena rendahnya aliran darah di kapiler paru, aliran
darah di paru sangat terpengaruh oleh gravitasi bumi sehingga perfusi di bagian dasar
paru lebih besar dibandingkan perfusi di bagian apeks. Hal ini akan membuat rasio V/Q
di basis paru dan di puncak paru berbeda (D. Djojodibroto, 2014).
c. Ventilasi-perfusi
Pada waktu istirahat ventilasi udara dan volume paru mengalir yaitu lima liter udara per
menit, atau V = 5 liter/menit, dan lima liter darah per menit, atau Q = 5 liter/menit
dengan rasio ventilasi perfusi V/Q = 1 (ideal) (D. Djojodibroto, 2014). Pada penyakit
paru obstruksi kronis terjadi penyempitan saluran pernapasan bagian alveoli akibat iritasi
dan inflamasi kronis sehingga terjadi penurunan aliran oksigen dan karbondioksida
menjadi sulit maka terjadi ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.

3. Faktor – faktor yang mempengaruhi gangguan pertukaran gas pada PPOK


Pertukaran gas merupakan pertukaran antara oksigen dan karbondioksida di
dalam alveolus. Beberapa faktor yang mempengaruhi pertukaran gas menurut Sherwood
(2012) antara lain :
a. Luas permukaan membrane alveolus
Membrane alveolus merupakan tempat untuk terjadinya pertukaran gas. Darah dari
seluruh tubuh yang kaya akan karbondioksida akan dipompa ke dalam pembuluh darah
alveolaris dimana melalui difusi, menyerap oksigen (O2) dan melepaskan karbondioksida
(PCO2). Kecepatan pemindahan gas semakin tinggi seiring dengan tinggi luas
permukaaan membrane alveolus. Keadaan patologis dapat mengurangi luas permukaan
paru yang memperngaruhi pertukaran gas yang terjadi. Penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK) luas permukaan berkurang karena banyak dinding alveolus lenyap sehingga
ruang udara menjadi lebih besar dan menjadi lebih sedikit. Berkurangnya permukaan
pertukaran juga berkaitan dengan kolapsnya jaringan paru.
b. Ketebalan sawar yang memisahkan udara dan darah di membrane alveolus
Pertukaran gas pada penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) terjadi akibat ketebalan
sawar yang memisahkan udara dan darah bertambah secara patologis. Bertambahnya
ketebalan sawar, pertukaran gas akan terganggu karena gas memerlukan waktu lebih
lama untuk berdifusi menembus ketebalan yang lebih besar. Terdapat sel alveolus tipe 1
yang melapisi 97% permukaan alveolus , fungsinya untuk membentuk sawar dengan
ketebalan yang dapat dilalui gas dengan mudah. Pada sel alveolus tipe 2 menghasilkan
sitoplasma yang banyak mengandung vesikel pinositotik yang berperan pengganti
surfaktan. Sel alveolus tipe 2 tersebar diantara sel alveolus tipe 1, keduanya saling
melekat melalui taut kedap dan dasmosom yang mencegah perembesan cairan dari
jaringan ke ruang udara.
c. Koefisien difusi pada pertukaran gas
Difusi akan terjadi dari daerah kontrasi tinggi ke rendah yaitu dari kapiler darah ke
alveoli. Pertukaran gas adalah pertukaran antara oksigen dan karbondioksida. Apabila
oksigen masuk maka karbondioksida akan dilepas oleh kapiler alveoli untuk dibuang.
Pada paru yang sakit difusi akan terhambat akibat luas permukaan berkurang atau
penebalan sawar udara-darah, pemindahan O2 terganggu lebih dari pemindahan CO2,
karena lebih besarnya koefisien difusi CO2. Pada darah mencapai akhir jaringan kapiler
paru, darah tersebut lebih besar mengalami keseimbangan dengan PCO2 alveolus
daripada PO2 alveolus karena CO2 dapat berdifusi lebih cepat menembus sawar respirasi.

4. Manifestasi klinis gangguan pertukaran gas


Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016) data mayor untuk masalah gangguan
pertukaran gas yaitu :
a. Tekanan parsial karbondioksida (PCO2) meningkat/menurun
Tekanan parsial karbondioksida yaitu pengukuran tekanan karbondioksida yang larut di
dalam darah. Pengukuran ini menentukan seberapa baik karbondioksida dapat
dikeluarkan dari tubuh. Tekanan parsial karbondioksida menggambarkan gangguan
pernapasan. Keadaan metabolisme normal PCO2 dipengaruhi oleh ventilasi. Nilai normal
PCO2 adalah 35-45 mmHg, nilai PCO2 (>45 mmHg) disebut dengan hipoventilasi, nilai
PCO2 (<35 mmHg) disebut dnegan hiperventilasi. Pada kondisi gangguan metabolime
PCO2 menjadi tidak normal sebagai kompensasi keadaan metabolic.
b. Tekanan parsial oksigen (PO2) menurun
Tekanan parsial oksigen (PO2) menurun adalah tekanan oksigen dalam darah. Kadar
parsial oksigen (PO2) menurun menunjukkan terjadinya hipoksemia dan pasien tidak
mampu bernapas secara adekuat. Kadar PO2 normal dalam darah adalah 80-100 mmHg.
Kadar PO2 60-80 mmHg disebut hipoksemia ringan. PO2 dibawah 60 mmHg perlu
mendapatkan terapi oksigen tambahan. Kadar PO2 40-60 mmHg disebut hipoksemia
sedang dan kadar PO2 (<40 mmHg) disebut dengan hipoksemia berat.
c. Takikardia

Takikardia adalah kondisi kecepatan jantung lebih cepat dari jantung orang normal.
Kondisi kecepatan jantung lebih besar 100 x/menit. Detak jantung dikontrol oleh sinyal
elektrik yang berasal dari area kecil yang disebut nodus atrioventikular yang berada
diantara ruang atas dan bawah jantung. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelenjar tiroid
yang overaktif sehinga menghasilkan banyak hormone tiroksin. Penyebabnya merokok,
minum-minuman keras/beralkhol, jaringan-jaringan jantung yang rusak, latihan fisik
berat, anemia, tekanan darah tinggi, dan stress mendadak.

d. Kadar ph arteri meningkat/menurun

Kadar ph normal 7,35-7,45. Kadar ph <7,35 disebut asidemia dan kadar ph>7,45 disebut
alkalemia. Asidemia maupun alkalemia dapat bersifat respiratorik maupun matabolik.
Adanya mekanisme metabolik adanya suatu kompensasi, baik terhadap suasana asidemia
maupun dalam keadaan alkalemia supaya ph darah tetap dalam rentang normal 7,4.

e. Bunyi napas tambahan

Bunyi napas tambahan pada pasien penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah ronchi
dan mengi (wheezing). Mengi (wheezing) adalah suara terdengar kontinu, bersifat sonor,
terjadi ketika udara melewati bronkus dan trakea yang menyempit, nada mengi lebih
tinggi dibandingkan bunyi nafas lain. Bunyi nafas mengi disebabkan adanya penyempitan
saluran nafas kecil (bronkus perifer dan bronkiolus). Penyempitan jalan nafas disebabkan
adanya sekresi berlebihan, edema, kontraksi otot polos, tumor maupun adanya benda
asing.

C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian Keperawatan.
Pengkajian merupakan komponen dari proses keperawatan sebagai usaha perawat
dalam menggali permasalahan yang ada pada pasien meliputi pengumpulan data tentang
kasus kesehatan pasien yang dilakukan secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat,
dan berkesinambungan (Muttaqin, 2011). Pengkajian terdiri dari dua yaitu skrining dan
pengkajian mendalam. Gangguan pertukaran gas termasuk kedalam kategori fisiologis
dan subkategori respirasi, perawat mengkaji adanya gangguan pertukaran gas
berdasarkan data mayor dan minor. Tanda gejala mayor adalah, dyspnea, tekanan parsial
karbondioksida (PCO2) meningkat/ menurun, tekanan parsial oksigen (PO2) menurun,
takikardia, PH arteri meningkat/ menurun, bunyi napas tambahan. Tanda gejala minor
diantaranya yaitu subjektif (pusing, penglihatan kabur) sedangkan objektif (sianosis,
diaforesis, gelisah, napas cuping hidung, pola napas abnormal, warna kulit abnormal, dan
kesadaran menurun) (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).

Adapun data yang perlu dikaji pada pasien PPOK yaitu :

a. Identitas pasien
Pengkajian mengenai nama, umur, dan jenis kelamin, tanggal masuk rumah sakit,
tanggal pengkajian, status, diagnose medis, agama, alamat, dan pekerjaan
b. Keluhan utama
Riwayat keluhan utama yang dirasakan seperti : dyspnea, tekanan parsial
karbondioksida (PCO2) meningkat/ menurun, tekanan parsial oksigen (PO2)
menurun, takikardia, PH arteri meningkat/ menurun, bunyi napas tambahan,
pusing, penglihatan kabur, sianosis, diaphoresis, pola napas abnormal, warna
kulit abnormal, dan kesadaran menurun.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor predisposisi timbulnya penyakit,
diantaranya adalah riwayat alergi dan riwayat penyakit saluran bawah.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Pasien dengan PPOK sering kali didapatkan adanya riwayat penyakit turunan,
tetapi pada beberapa pasien lainnya tidak ditemukan adanya penyakit yang sama
pada anggota keluarganya.

2. Diagnosis Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang bisa ditegakkan pada pasien PPOK adalah gangguan
pertukaran gas.Gangguan pertukaran gas merupakan kelebihan atau kekurangan oksigenasi
dan/atau eleminasi karbondioksida pada membran alveolus-kapiler. Gangguan pertukaran gas
dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan ventilasi-perfusi maupun perubahan membran
alveolus-kapiler (PPNI, 2016) Pada kasus PPOK dengan gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi- perfusi. Ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi merupakan ketidakseimbangan antara volume udara dan volume darah yang mengalir
yang disebabkan karena penyempitan alveoli akibat iritasi dan inflamasi kronis pada pasien
PPOK sehingga oksigen yang masuk ke alveolus menurun dan eliminasi karbondioksida
akan semakin susah (Djojodibroto, 2014)

Gejala dan tanda gangguan pertukaran gas yaitu :

a. Mayor
1) Subjektif :
- Dipsnea
2) Objektif :
- PCO2 meningkat/menurun,
- PO2 menurun,
- takikardia,
- pH arteri meningkat/menurun,
- bunyi napas tambahan
b. Minor
1) Subjektif :
- Pusing, penglihatan kabur
2) Objektif :
- Sianosis,
- Diaforesis,
- Gelisah,
- Napas cuping hidung,
- Pola napas abnormal (cepat/lambat,regular/iregular,dalam/dangkal)
- Warna kulit abnormal (mis. pucat, kebiruan)
- Kesadaran menurun

3. Perencanaan Keperawatan

No Diagnosis Tujuan dan Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil
SDKI SLKI SIKI
1. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan Intervensi Utama
berhubungan dengan asuhan keperawatan 1. Pemantauan Respirasi
ketidakseimbangan 3x24 jam Pertukaran Observasi
ventilasi-perfusi ditandai gas meningkat, dengan a. Monitor frekuensi, irama,
dengan : kriteria hasil : kedalaman dan upaya
- Dyspnea a. Dispnea menurun napas
- PCO2 (skor 5) b. Monitor pola napas
meningkat/menurun b. Bunyi nafas (seperti bradipnea,
- PO2 menurun tambahan menurun takipnea, hiperventilasi,
- Ph arteri (skor 5) kussmaul,cheynestroke,
meningkat/menurun c. Pusing menurun biot, ataksik)
- Bunyi napas (skor 5) c. Monitor adanya produksi
tambahan d. Penglihatan kabur spuntum
- Pusing menurun (skor 5) d. Monitor nilai AGD
- Penglihatan kabur e. Diaforesis e. Monitor saturasi oksigen
- Sianosis menurun (skor 5) Terapeutik
- Diaphoresis f. Gelisah menurun a. Dokumentasikan hasil
- Pola napas abnormal (skor 5) pemantauan
- Warna kulit abnormal g. Nafas cuping Edukasi
(pucat, kebiruan) hidung menurun a. Jelaskan tujuan prosedur
- Kesadaran menurun (skor 5) pemantauan
h. PCO2 membaik b. Informasikan hasil
(skor 5) pemantauan
i. PO2 membaik 2. Terapi oksigen
(skor 5) Observasi
j. Takikardia a. Monitor kecepatan aliran
membaik (skor 5) oksigen
k. PH arteri membaik b. Monitor tanda – tanda
(skor 5) hipoventilasi
l. Sianosis membaik Terapeutik
(skor 5) a. Bersihkan secret pada
m. pola nafas mulut hidung dan trakea
membaik (skor 5) Kolaborasi
n. warna kulit a. Kolaborasi penentuan
membaik (skor 5) dosis oksigen

Intervensi pendukung
Dukungan ventilasi
Observasi
a. Identifikasi adanya
kelelahan otot bantu nafas
b. Monitor status respirasi
dan oksigenasi
Terapeutik
a. Berikan posisi semifowler
atau fowler
Edukasi
a. Ajarkan melakukan teknik
relaksasi nafas dalam

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap keempat proses keperawatan. Tahap ini akan muncul bila
perencanaan diaplikasikan pada pasien. Tindakan yang dilakukan mungkin sama, mungkin
juga berbeda denga urutan yang dibuat pada perencaan sesuai dengan kondisi pasien
(Debora, 2012) Implementasi keperawatan akan sukses sesuai dengan rencana apabila
perawat mempunyai kemampuan kognitif, kemampuan hubungan interpersonal, dan
ketrampilan
dalam melakuka tindakan yang berpusat pada kebutuhan pasien (Dermawan, 2012)Pada
penelitian ini rencana keperawatan yang akan diimplementasikan yaitu pemantauan
respirasi, terapi oksigen, dan dukungan ventilasi.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir pada proses keperawatan ketika perawat menentukan
kemajuan klien dalam mencapai tujuan/hasil dan keefektifan rencana asuha keperawatan
(Kozier, B.,et al , 2010) Format yang dapat digunakan untuk evaluasi keperawatan menurut
(Dinarti, 2009) yaitu format SOAP yang terdiri dari :
a. Subjective, yaitu pernyataan atau keluhan dari pasien. Pada pasien PPOK dengan
gangguan pertukaran gas diharapkan pasien tidak mengeluh sesak napas, tidak mengeluh
pusing, penglihatan kabur menurun
b. Objective, yaitu data yang diobservasi oleh perawat atau keluarga. Pada pasien dengan
pola napas tidak efektif indikator evaluasi menurut Moorhead et al. (2013) yaitu :
1) Dipsnea menurun
2) Bunyi napas tambahan menurun
3) Diaforesis menurun
4) Napas cuping hidung menurun
5) PCO2 membaik (35-45 mmHg)
6) PO2 membaik (80-100 mmHg)
7) Takikarida membaik
8) pH arteri membaik (7,35-7,45 )
9) Sianosis membaik
10) Pola napas membaik
11) Warna kulit membaik
c. Analisys, yaitu kesimpulan dari objektif dan subjektif (biasaya ditulis dalam bentuk
masalah keperawatan). Ketika menentukan apakah tujuan telah tercapai, perawat dapat
menarik satu dari tiga kemungkinan simpulan :
1. Tujuan tercapai; yaitu, respons klien sama dengan hasil yang diharapkan
2. Tujuan tercapai sebagian;, yaitu hasil yang diharapkan hanya sebagian yang berhasil
dicapai (4 indikator evaluasi tercapai)
3. Tujuan tidak tercapai
d. Planning, yaitu rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan analisa
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja PPNI.2017.Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.Jakarta: DPP

PPNI

Tim Pokja PPNI.2017.Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja PPNI.2017.Standar Diagnosa Intervensi Keperawatan

Indonesia.Jakarta: DPP PPNI

https://www.slideshare.net/mobile/riacmoth/laporan-pendahuluan-ppok

http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/4649/

LEMBAR PENGESAHAN

Denpasar, 15 Februari 2021


Nama Pembimbing Nama Mahasiswa

Ns. I Wayan Sukawana, S.Kep I Gusti Ayu Tulus Setyadewi

NIP. 196502251986031002 NIM : P07120019053

Anda mungkin juga menyukai