OLEH:
B. PENYEBAB/FAKTOR PREDISPOSISI
1) Asap rokok
Asap rokok mempunyai prevalensi yang cukup tinggi sebagai
penyebab gejala pada sistem respirasi. Perokok adalah seseorang yang
dalam hidupnya pernah menghisap rokok sebanyak 100 batang atau
lebih dan saat ini masih merokok, sedangkan bekas perokok adalah
seseorang yang telah meninggalkan kebiasaan merokok selama 1
tahun. Perokok yang menggunakan pipa atau cerutu mempunyai
morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
bukan perokok, namun masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan
perokok sigaret (GOLD, 2018).
2) Polusi Udara
Berbagi macam partikel dan gas yang terdapat di udara sekitar
dapat menjadi penyebab terjadinya polusi udara dan dapat memberikan
efek yang berbeda terhadap timbul dan beratnya PPOK. Polusi udara
terbagi menjadi (PDPI,2016):
1. Polusi di dalam ruangan
a. Asap rokok
b. Asap dapur (kompor, kayu, arang, dll)
2. Polusi di luar ruangan
a. Gas buang kendaraan bermotor
b. Debu jalanan
c. Polusi pada tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
3) Infeksi
Infeksi virus maupun bakteri berperan juga dalam patogenesis serta
progretivitas pada PPOK. Kolonisasi bakteri yang menyebabkan
inflamasi jalan napas, dapat berperan secara bermakna menimbulkan
eksaserbasi. Infeksi saluran napas bawah yang berulang saat anak,
akan mengakibatkan penurunan fungsi paru dan meningkatnya gejala
pada sistem respirasi saat dewasa. (PDPI, 2016)
4) Tumbuh kembang paru
Pertumbuhan paru berhubungan pada saat proses selama
kehamilan, kelahiran dan pajanan polusi sewaktu kecil. Kecepatan
penurunan fungsi paru pada seseorang adalah penyebab terjadinya
PPOK. (PDPI, 2016)
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan:
a) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang
paralel, keluar dari hilus menuju apeks baru. Bayangan tersebut
adalah bayangan bronkus yang menebal.
b) Corak paru yang bertambah.
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada, yaitu:
a. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary
oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada
emfisema panlobular dan pink puffer.
b. Corakan baru yang bertambah.
2. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VE1 dan KV yang menurun, VR
yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat
penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi
maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF
dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan di atas lebih
jelas pada stadium lanjut, sedangkan pada stadium dini perubahan
hanya pada saluran nafas kecil (small airways). Pada emfisema
kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi
berkurang.
3. Analisa gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul
sianosis, terjadi vasokontriksi vaskuler paru dan penambahan
eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan
eritropoetin sehingga meninmbulkan polisitemia. Pada kondisi umur
55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja
lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
4. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila
sudah terdapat kor pulmunol terdapat deviasi aksis kekanan dan P
pulmonal pada hantaran II, III, dan avF. Voltase QRS rendah Di V1
rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat
RBBB inkomplet.
5. Kultur sputum, untuk mengetahui patogen penyebab infeksi.
6. Laboratorium darah lengkap
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya
pada fase akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas
harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat
dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera
menghentikan merokok, menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus
tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji
sensitivitas atau pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator.
Penggunaan kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi
(bronkospasme) masih controversial.
5. Pengobatan simtomatik
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus
diberikan dengan aliran lambat 1-2 liter/menit.
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret
bronkus.
2. Latihan pernafasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan
pernafasan yang paling efektif.
3. Latihan dengan beban olahraga tertentu, dengan tujuan untuk
memulihkan kesegaran jasmani.
4. Vocational guidance , yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita
dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.
5. Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis).
Pencegahan:
Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara Terapi eksaserbasi
akut dilakukan dengan:
1. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi .
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S.
Pneumonia, maka digunakan ampisili 4x0.25-0.56/hari atau
eritromisin 4x0.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat)
dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H.
Influenza dab B. Cacarhalis yang memproduksi B. Laktamase
pemberian antibiotik seperti kontrimaksasol, amoksilin, atau
doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut tebukti
mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan
peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode
eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda- tanda
pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.
2. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.
3. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan
baik
4. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan nafas, termasuk di
dalamnya golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien
dapat diberikan salbutamol 5 mg dan ipratopium bromida 250 mg
diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25-0,56 IV
secara perlahan.
Terapi jangka panjang dilakukan:
1. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin
4x0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
2. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran
nafas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan
pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
3. Fisioterapi.
4. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
5. Mukolitik dan ekspektoran.
6. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal
nafas tipe II dengan PaO2 (7,3 Pa (55 MMHg).
7. Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa
sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar
terhindar dari depresi.
Rehabilitas untuk pasien PPOK adalah:
1. Fisioterapi.
2. Rehabilitasi psikis.
3. Rehabilitasi pekerjaan (Mansjoer 2001 : 481-482).
J. KOMPLIKASI
1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari
55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien
akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa.
Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
2. Asidosis Respiratory
Penyakit ini timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2
(hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain Nyeri kepala, fatique,
lethargi, dizzines, tachipnea.
3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi
mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema
mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan
timbulnya dyspnea.
4. Gagal Jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit
paru), harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat.
Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis,
tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau
asidosis respiratory.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma
bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan
dan seringkali tidak berespon terhadap terapi yang biasa diberikan.
Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali
terlihat.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia ( SDKI ) tahun 2017,
Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan diagnosa Penyakit
Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) adalah
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi
peningkatan produksi seputum, batuk tidak efektif, kelebihan/
berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan suplai oksigen,
napas pendek, mukus, bronkokontriksi, iritan jalan napas, kerusakan
pada alveoli.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan
ventilasi perfusi.
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan mengatur
posisi.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dengan kebutuhan oksigen
C. RENCANA KEPERAWATAN
No Standar Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi Rasional
Keperawatan Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia
Indonesia ( SLKI ) ( SIKI )
( SDKI )
1. Bersihan Jalan Nafas Setelah dilakukan Latihan Batuk Efektif Latihan Batuk Efektif
Tidak Efektif tindakan keperawatan (I.01006) Observasi :
( D. 0001) selama…x…jam Observasi : 1. Mengetahui
berhubungan dengan diharapkan Bersihan 1. Identifikasi kemampuan kemampuan batuk
bronkokontriksi Jalan Nafas ( L.01001) batuk. 2. Untuk mengetahui
peningkatan produksi Pasien meningkat dengan 2. Monitor adanya retensi adanya retensi
seputum, batuk tidak Kriteria Hasil : sputum. sputum.
efektif, kelebihan/ 1. Pasien dapat 3. Monitor tanda dan gejala 3. Mengetahui tanda
berkurangnya tenaga mengeluarkan secret. infeksi saluran nafas dan gejala infeksi
dan infeksi 2. Mengi atau wheezing 4. Monitor input dan output saluran nafas.
bronkopulmonal. hilang atau menurun. cairan ( mis. jumlah dan 4. Mengetahui input
3. Frekuensi dan pola karakteristil ) dan output cairan
nafas teratur 12- Terapeutik Terapeutik
20x/menit. 5. Atur Posisi Semi-Fowler 5. Untuk
4. Gelisah menurun atau Fowler mempertahankan
5. Tidak ada dipsnea. 6. Pasang perlak dan kenyamanan posisi
6. Napas cuping hidung bengkok di pangkuan klien
menurun pasien 6. Untuk mencegah
7. Tidak menggunakan 7. Buang sekret pada keluarnya cairan
otot bantu nafas. tempat sputum sehingga tidak
8. Sianosis membaik Edukasi membasahi atau
9. Tidak terjadi 8. Jelaskan tujuan dan mengotori bed atau
obstruksi jalan nafas prosedur batuk efektif matras
9. Anjurkan tarik nafas 7. Agar tidak tercemar
dalam melalui hidung secret pasien
selama 4 detik, ditahan Edukasi
selama 2 detik kemudian 8. Agar klien atau
keluarkan dari mulut keluarga klien
dengan bibir mencucu mengetahui tujuan
(dibulatkan selama 8 dan prosedur batuk
detik) efektif
10. Anjurkan mengulangi 9. Agar pasien tau
tarik nafas dalam hingga cara melakukan
yang ke-3 batuk efektif
Kolaborasi 10. Untuk
11. Kolaborasi pemberian merileksasikan
mukolitik atau pernafasan
ekspektoran, jika perlu Kolaborasi
11. Pemberian
mukolitik atau
Fisioterapi Dada (I.01004) ekspektoran dapat
Observasi : meringankan napas
1. Identifikasi indikasi klien agar lebih
dilakukan fisioterapi lega
dada ( ms. Hipersekresi
sputum, sputum kental,
dan tertahan, tirah baring
lama )
2. Identifikasi Fisioterapi Dada
kontraindikasi fisioterapi Observasi :
dada ( ms. Eksaserbasi 1. Mengetahui
ppok akut, pneumonia indikasi
tanpa produksi sputum dilakukannya
berlebih, kanker paru- fisioterapi dada
paru ) 2. Mengetahui
3. Monitor status kontraindikasi saat
pernafasan ( ms. akan melakukan
Kecepatan irama suara fisioterapi dada
nafas dan kedalaman 3. Mengetahui status
nafas ) pernafasan klien
4. Periksa sekmen paru 4. Mengetahui
yang mengandung sekmen paru yang
sekresi berlebih mengandung
5. Monitor jumlah dan sekresi berlebih
karakter sputum 5. Mengetahui jumlah
6. Monitor toleransi selama dan karakter
dan setelah prosedur sputum
Terapeutik : 6. Mengetahui
7. Gunakan bantal untuk perasaan klien baik
membantu pengaturan setelah maupun
posisi sebelum prosedur
8. Lakukan perkusi dengan dilakukan
posisi telapak tangan Terapeutik
ditangkupkan selama 3-5 7. Agar klien merasa
menit nyaman
9. Lakukan vibrasi dengan 8. Untuk mengajarkan
posisi telapak tangan rata kepada klien cara
bersamaan ekspirasi mengeluarkan
melalui mulut secret
10. Lakukan fisioterapi dada
setidaknya 2 jam setelah Edukasi
makan 9. Agar klien bisa
11. Hindari perkusi pada batuk secara
tulang belakang, ginjal, mandiri
payudara wanita, insisi, 10. Agar klien bisa
dan tulang rusuk yang lebih rileks
patah
12. Lakukan penghisapan
lendir untuk
mengeluarkan secret, jika
perlu
13. Lakukan penghisapan
lendir untuk
mengeluarkan secret, jika
perlu
Edukasi :
14. Anjurkan batuk setelah
prosedur selesai
15. Ajarkan inspirasi
perlahan dan dalam
melalui hidung selama
proses fisioterapi
2 Pola Nafas Tidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan Nafas Manajemen Jalan
Efektif (D.0005) tindakan keperawatan (I.01011) Nafas
berhubungan dengan selama….x…jam Observasi Observasi :
gangguan suplai diharapkan Pola Nafas 1. Monitor pola nafas 1. Mengetahui pola
oksigen, napas pendek, (L.01004) (frekuensi, kedalaman, nafas pasien
mukus, Pasien membaik dengan usaha nafas) 2. Mengetahui apakah
bronkokontriksi, iritan Kriteria Hasil : 2. Monitor bunyi nafas ada bunyi nafas
jalan napas, kerusakan 1. Tidak menggunakan tambahan (mis. gurgling, tambahan
pada alveoli. otot bantu nafas. mengi, wheezing, ronkhi 3. Mengetahui jumlah,
2. Dispnea menurun kering) warna, dan aroma
3. Pemanjangan fase 3. Memonitor sputum dari sputum
ekspirasi menurun (jumlah, warna, aroma) Terapeutik
4. Frekuensi nafas Terapeutik 4. Agar klien bisa
mebaik 4. Pertahankan kepatenan bernapas dengan
5. Pernapasan pursed- jalan nafas dengan head lancar
lip menurun tilt dan chint- lift (jaw 5. Untuk
6. Pernapasan cuping thrust jika curiga trauma mempertahankan
hidung menurun servikal). kenyamanan posisi
7. Kedalaman napas 5. Posisikan Semi-fowler klien
membaik atau fowler. 6. Agar klien rileks
8. Tekanan ekspirasi 6. Berikan minum hangat. 7. Untuk
membaik 7. Lakukan Fisioterapi mengeluarkan
9. Tekanan inpirasi dada, jika perlu lendir
membaik 8. Lakukan penghisapan 8. Untuk memenuhi
lendir kurang dari 15 asupan cairan klien
detik 9. Agar klien bisa
9. Lakukan hiperoksigenasi bernapas secara
sebelum penghisapan normal
endotrakea Edukasi
10. Keluarkan sumbatan 10. Agar asupan cairan
benda padat dengan klien terpenuhi
forest McGill 11. Untuk
11. Berikan Oksigen, jika mengeluarkan
perlu. secret dan agar
Edukasi klien merasa
12. Anjurkan asupan cairan nyaman saat
2000 ml/hari, jika tidak bernapas
kontraindikasi. Kolaborasi
13. Ajarkan teknik batuk 12. Pemberian
efektif. bronkodilator
Kolaborasi ,mukolitik, atau
14. Pemberian bronkodilator, ekspektoran dapat
ekspektoran, mikotik, meringankan napas
jika perlu. klien agar lebih
lega
3 Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi Pemantauan
pertukaran gas tindakan keperawatan (I.01014) Respirasi
(D.0003) selama….x…jam Observasi : Observasi :
berhubungan dengan diharapkan Pertukaran 1. Monitor frekuensi, irama, Untuk mengetahui
ketidaksamaan Gas (L.01002) kedalaman, dan upaya frekuensi, irama,
ventilasi perfusi. Pasien Meningkat napas kedalaman, dan upaya
Dengan Kriteria Hasil : 2. Monitor pola napas napas
1. Tingkat kesadaran (seperti bradipnea, 1. Untuk mengetahui
meningkat takipnea, hiperventilasi, pola napas (seperti
2. Dispne manurun Kussmaul, Cheyne- bradipnea,
3. Bunyi nafas Stokes, Biot, ataksik0 takipnea,
tambahan menurun 3. Monitor kemampuan hiperventilasi,
4. Pusing meuerun batuk efektif Kussmaul, Cheyne-
5. Penglihatan kabur 4. Monitor adanya produksi Stokes, Biot,
menurun sputum ataksik0
6. Nafas cuping hidung 5. Monitor adanya 2. Untuk mengetahui
menurun sumbatan jalan napas kemampuan batuk
7. Pola nafas membaik 6. Palpasi kesimetrisan efektif
ekspansi paru 3. Monitor adanya
7. Auskultasi bunyi napas produksi sputum
8. Monitor saturasi oksigen 4. Monitor adanya
9. Monitor nilai AGD sumbatan jalan
10. Monitor hasil x-ray napas
toraks 5. Untuk mengetahui
Terapeutik kesimetrisan
11. Atur interval waktu ekspansi paru
pemantauan respirasi 6. Untuk mengetahui
sesuai kondisi pasien bunyi napas
12. Dokumentasikan hasil 7. Untuk mengetahui
pemantauan saturasi oksigen
Edukasi 8. Untuk mengetahui
13. Jelaskan tujuan dan nilai AGD
prosedur pemantauan 9. Untuk mengetahui
14. Informasikan hasil hasil x-ray toraks
pemantauan, jika perlu Terapeutik
Terapi Oksigen (I.01026) 10. Untuk mengetahui
Observasi : pemantauan
1. Monitor kecepatan aliran respirasi sesuai
oksigen kondisi pasien
2. Monitor posisi alat terapi 11. Untuk
oksigen mendokumentasika
3. Monitor aliran oksigen n hasil pemantauan
secara periodic dan Edukasi
pastikan fraksi yang 12. Untuk mengetahui
diberikan cukup tujuan dan prosedur
4. Monitor efektifitas terapi pemantauan
oksigen (mis. oksimetri,
analisa gas darah ), jika Terapi Oksigen
perlu Observasi :
5. Monitor kemampuan 1. Untuk mengetahui
melepaskan oksigen saat kecepatan aliran
makan oksigen
6. Monitor tanda-tanda 2. Untuk mengetahui
hipoventilasi posisi alat terapi
7. Monitor tanda dan gejala oksigen
toksikasi oksigen dan 3. Untuk mengetahui
atelektasis aliran oksigen
8. Monitor tingkat secara periodic dan
kecemasan akibat terapi pastikan fraksi yang
oksigen diberikan cukup
9. Monitor integritas 4. Untuk mengetahui
mukosa hidung akibat efektifitas terapi
pemasangan oksigen oksigen (mis.
Terapeutik oksimetri, analisa
10. Bersihkan secret pada gas darah ), jika
mulut, hidung dan perlu
trachea, jika perlu 5. Untuk mengetahui
11. Pertahankan kepatenan kemampuan
jalan nafas melepaskan
12. Berikan oksigen oksigen saat makan
tambahan, jika perlu 6. Untuk mengetahui
13. Tetap berikan oksigen tanda-tanda
saat pasien ditransportasi hipoventilasi
14. Gunakan perangkat 7. Untuk mengetahui
oksigen yang sesuai tanda dan gejala
dengat tingkat mobilisasi toksikasi oksigen
pasien dan atelektasis
Edukasi 8. Untuk mengetahui
15. Ajarkan pasien dan tingkat kecemasan
keluarga cara akibat terapi
menggunakan oksigen oksigen
dirumah 9. Untuk mengetahui
Kolaborasi integritas mukosa
16. Kolaborasi penentuan hidung akibat
dosis oksigen pemasangan
17. Kolaborasi penggunaan oksigen
oksigen saat aktivitas Terapeutik
dan/atau tidur 10. Untuk
membersihkan
secret pada mulut,
hidung dan trachea,
11. Untuk
mempertahankan
kepatenan jalan
nafas
12. Untuk memberikan
oksigen tambahan,
13. Untuk memberikan
oksigen saat pasien
ditransportasi
14. Untuk memberikan
kenyamanan pada
pasien
Edukasi
15. Agar pasien dan
keluarga
menegtahui cara
menggunakan
oksigen dirumah
Kolaborasi
16. Mengkolaborasi
penentuan dosis
oksigen
17. Mengkolaborasi
penggunaan
oksigen saat
aktivitas dan/atau
tidur
4 Gangguan Pola Tidur Setelah dilakukan Dukungan Tidur (L.05174) Dukungan Tidur
(D.0055) tindakan keperawatan Observasi Observasi :
berhubungan dengan selama….x…jam 1. Identifikasi pola aktivitas 1. Untuk menegtahui
ketidaknyamanan diharapkan Pola Tidur dan tidur pola aktivitas dan
mengatur posisi. (L.05045) pasien 2. Identifikasi fak tor tidur pasien
membaik dengan Kriteria penganggu tidur 2. Untuk mengetahui
Hasil : 3. Identifikasi makanan dan faktor penganggu
1. Keluhan sulit minuman yang tidur
tidur menurun mengganggu tidur 3. Untuk mengetahui
2. Keluhan sering 4. Mengidentifikasi obat makanan dan
terjaga menurun tidur yang dikonsumsi minuman yang
3. Keluhan tidak pus Terapeutik mengganggu tidur
tidur menurun 5. Modifikasi lingkungan 4. Untuk mengetahui
4. Keluhan pola 6. Batasi waktu tidur siang obat tidur yang
tidur berubah 7. Fasilitasi menghilangkan dikonsumsi
menurun stres sebelum tidur Terapeutik
5. Keluhan istirahat 8. Tetapkan jadwal rutin 5. Agar pasien merasa
tidak cukup tidur nyaman
mnurun 9. Lakukan prosedur untuk 6. Agar pasien tidak
6. Kemampuan eningkatkan kenyamanan terjaga saat malam
beraktifitas 10. Sesuaikan jadwal hari
meningkat pemberian obat dan/atau 7. Agar jadwal tidur
tindakan unruk pasien teratur
menunjang siklus tidur 8. Untuk
terjaga meningkatkan
Edukasi kenyamanan
11. Jelaskan pentingnya 9. Sesuaikan jadwal
tidurcukup selama sakit pemberian obat
12. Anjurkan menepati dan/atau tindakan
kebiasaan tidur unruk menunjang
siklus tidur terjaga
Edukasi
10. Agar psien
mengetahui
pentingnya
tidurcukup selama
sakit
5 Intoleransi aktivitas Setelah diberikan asuhan Manajemen Energi Manajemen Energi
(D.0056) keperawatan selama (I.05178) Observasi :
berhubungan dengan …x24 jam diharapkan Observasi : 1. Agar dapat
ketidakseimbangan toleransi aktivitas 1. Identifikasi gangguan mengidentifikas
antara suplai dengan meningkat dengan fungsi tubuh yang i gangguan
kebutuhan oksigen kriteria hasil : menyebabkan fungsi tubuh
Frekuensi nadi kelelahan yang
meningkat 1. Monitor kelelahan menyebabkan
Keluhan lelah fisik dan emosional kelelahan
menurun 2. Monitor pola dan jam 2. Untuk monitor
Dyspnea saat tidur kelelahan fisik
aktivitas menurun 3. Monitor lokasi dan dan emosional
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi merupakan tahap keempat proses keperawatan.
Tahap ini akan muncul bila perencanaan diaplikasikan pada pasien.
Tindakan yang dilakukan mungkin sama, mungkin juga berbeda dengan
urutan yang dibuat pada perencaan sesuai dengan kondisi pasien (Debora,
2012) Implementasi keperawatan akan sukses sesuai dengan rencana
apabila perawat mempunyai kemampuan kognitif, kemampuan hubungan
interpersonal, dan ketrampilan dalam melakuka tindakan yang berpusat
pada kebutuhan pasien (Dermawan, 2012).
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah tahap akhir pada proses keperawatan ketika
perawat menentukan kemajuan klien dalam mencapai tujuan/hasil dan
keefektifan rencana asuha keperawatan (Kozier, B.,et al , 2010) Format
yang dapat digunakan untuk evaluasi keperawatan menurut (Dinarti, 2009)
yaitu format SOAP yang terdiri dari :
1. Subjective, yaitu pernyataan atau keluhan dari pasien. Pada pasien
PPOK dengan gangguan pertukaran gas diharapkan pasien tidak
mengeluh sesak napas, tidak mengeluh pusing, penglihatan kabur
menurun
2. Objective, yaitu data yang diobservasi oleh perawat atau keluarga.
Pada pasien dengan pola napas tidak efektif indikator evaluasi menurut
Moorhead et al. (2013) yaitu :
a. Dipsnea menurun
b. Bunyi napas tambahan menurun
c. Diaforesis menurun
d. Napas cuping hidung menurun
e. PCO2 membaik (35-45 mmHg)
f. PO2 membaik (80-100 mmHg)
g. Takikarida membaik
h. pH arteri membaik (7,35-7,45)
i. Sianosis membaik
j. Pola napas membaik
k. Warna kulit membaik
3. Analisys, yaitu kesimpulan dari objektif dan subjektif (biasaya ditulis
dala bentuk masalah keperawatan). Ketika menentukan apakah tujuan
telah tercapai, perawat dapat menarik satu dari tiga kemungkinan
simpulan :
a. Tujuan tercapai; yaitu, respons klien sama dengan hasil yang
diharapkan
b. Tujuan tercapai sebagian; yaitu hasil yang diharapkan hanya
sebagian yang berhasil dicapai (4 indikator evaluasi tercapai)
c. Tujuan tidak tercapai
4. Planning, yaitu rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan
analisa
DAFTAR PUSTAKA
Afien Mukti, dr. M. (2003). Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Pedoman
Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia, 32. Terdapat pada:
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf. Diakses
pada tanggal 13 Maret 2023.
CORNELIS YOHNI MENGKO. 2018. ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT
PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK) PADA PASIEN Tn. “T” DI
RUANG BOUGENVIL RUMAH SAKIT dr. SOEDJONO MAGELANG.
Terdapat pada:
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2128/1/KTI%20CORNELIS%20YOHN
I%20MENGKO.pdf. Diakses pada tanggal 13 Maret 2023.
Ikawati, Z. (2016). Penatalaksanaan Terapi Penyakit Sistem Pernafasan (1st ed.).
Yogyakarta: Bursa Ilmu.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & J. Snyder, S. (2010). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan Konsep, Proses, & Praktik. Jakarta: EGC.
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Salemba Medika.
Nursalam. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika. 56
Turbaga, G. A. (2013). Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Dengan Penyakit
Paru Obstruktif Kronis Pada Wanita Di Rumah Sakit HA. Rotinsulu
Bandung Periode 2011-2012.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI). Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI). Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI). Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tabanan, 14 Maret 2023
Nama Pembimbing / CI: Nama Mahasiswa
Nama Pembimbing / CT
Nama Pembimbing / CT