Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN ANAK

DENGAN MASALAH BRONKITIS DI RUANGAN GARUDA,


RUMAH SAKIT S.K LERIK KUPANG

OLEH

NAMA : Maria I Renggi

NIM : PO.5303211211542

Pembimbing Klinik Pembimbing Institusi

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

2021/2022
A. Pengertian
Bronkitis (sering disebut trakeobronkitis) adalah inflamasi jalan napas utama (trakea dan
bronkus), yang sering berkaitan dengan ISPA. Agens virus merupakan penyebab utama
penyakit ini, meskipun Mycoplasma Pneumoniae merupakan penyebab tersering pada anak
anak yang berusia lebih dari enam tahun. Kondisi ini dicirikan dengan batuk non produktif
dan kering yang memburuk dimalam hari dan menjadi produktif dalam 2 sampai 3 hari
(Wong, 2008).
Bronkitis adalah peradangan (inflamasi) pada selaput lendir (mukosa) bronkus (salauran
pernapasan dari trakea hingga saluran napas di dalam paru – paru). Peradangan ini
mengakibatkan permukaan bronkus membengkak (menebal) sehingga saluran pernapasan
relatif menyempit (Depkes RI, 2015).
Jadi bronkitis adalah peradangan pada bronkus yang disebabkan oleh virus atau bakteri
yang mengakibatkan terjadinya penyempitan pada saluran bronkus yang disebabkan mukus
yang berlebihan di bronkus mengakibatkan sesak napas dan batuk berlendir bagi penderita
yang merupakan gejala utama pada penderita bronkitis
B. Etiologi
1. Infeksi virus: influenza virus, parainfluenza virus, respiratory syncytialvirus (RSV),
adenovirus, coronavirus, rhinovirus, dan lain-lain.
2. Infeksi bakteri: Bordatella parapertussis, Haemophilus influenzae, Streptococcus
pneumoniae, atau bakteri atipik (Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumonia,
Legionella).
3. Noninfeksi: polusi udara, rokok, dan lain-lain. Penyebab bronkitis akut yang paling
sering adalah infeksi virus yakni sebanyak 90% sedangkan infeksi bakteri hanya sekitar
< 10% (Jonssonet al, 2015).

Bronchitis kronik dan batuk berulang adalah sebagai berikut:

1. Asma
2. Infeksi kronik saluran napas bagian atas (misalnya sinobronchitis).
3. Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus, infeksi mycoplasma, chlamydia,
pertusis, tuberkulosis, fungi/jamur.
4. Penyakit paru yang telah ada misalnya bronchiectasis.
5. Sindrom aspirasi.
6. Penekanan pada saluran napas.
7. Benda asing
8. Kelainan jantung bawaan
9. Kelainan sillia primer
10. Defisiensi imunologis

Tidak seperti bronchitis akut, bronchitis kronis terus berlanjut dan merupakan penyakit
yang serius.Merokok adalah penyebab yang paling besar, tetapi polusi udara dan debu atau
gas beracun pada lingkungan atau tempat kerja juga dapat berkontribusi pada penyakit ini.
Faktor yang meningkatkan risiko terkena bronchitis antara lain:

1. Merokok
2. Daya tahan tubuh yang lemah, dapat karena baru sembuh dari sakit atau kondisi
lain yang membuat daya tahan tubuh menjadi lemah.
3. Kondisi dimana asam perut naik ke esophagus (gastroesophageal reflux disease).
4. Terkena iritan, seperti polusi, asap atau debu.

C. Klasifikasi
Bronchitis terbagi menjadi 2 jenis sebagai berikut :
1. Bronchitis akut.
Yaitu, bronchitis yang biasanya datang dan sembuh hanya dalam waktu 2 hingga 3
minggu saja. Kebanyakan penderita bronchitis akut akan sembuh total tanpa masalah
yang lain.
2. Bronchitis kronis.
Yaitu, bronchitis yang biasanya datang secara berulang-ulang dalam jangka waktu yang
lama. Terutama, pada perokok. Bronchitis kronis ini juga berarti menderita batuk yang
dengan disertai dahak dan diderita selama berbulan-bulan hingga tahunan.

D. Manifestasi Klinis
Tanda yang mencul pada bronkitis kronik dan akut yaitu:
1. Pada bronkitis akut diantaranya:
 Demam
 Batuk,
 Terdapat suara tambahan
 Wheezing
 Produksi sputum meningkat.
2. Pada bronkitis kronis diantaranya:

 Sering mengalami infeksi saluran pernafasan disertai dengan batuk,


 Tanda bronkitis akut bisa berlansung selama kurang lebih 2-3 minggu,
 pernafasan menjadi sulit disebabkan saluran pernafasan atas tersumbat, dan
 Produksi sekret meningkat dan berwarna hijau atau kuning (Nanda, 2015).

E. Patofisiologis
Terjadinya bronkitis itu bisa diakibatkan oleh paparan infeksi maupun non infeksi.
Apabila terjadi iritasi maka timbullah inflamasi yang mengakibatkan vasodilatasi, kongesti,
edema mukosa dan bronkospasme. Hal ini dapat menyebabkan aliran udara menjadi
tersumbat, oleh sebab itu mucocilliary defence pada paru mengalami peningkatan serta
kerusakan, dan cenderung lebih mudah terjangkit infeksi, pada saat timbulnya infeksi maka
kelenjar mukus akan terjadi hepertropi serta hyperplasia sehingga meningkatnya produksi
secret dan dinding bronkial akan menjadi tebal sehingga aliran udara akan terganggu.
Sekret yang mengental dan berlebih akan mengganggu dan alian udara menjadi
terhambat baik itu aliran udara kecil maupun aliran udara yang besar. Pembengkakan
bronkus serta sekret yang kental akan mengakibatkan rusaknya jalan pada pernafasan dan
terganggunya pertukaran gas pada alveolus terutama pada saat ekspirasi. Saluran pernafasan
akan terpeangkap di distal paru dan akan mengalami kolaps. Rusaknya hal tersebut dapat
mengakibatkan penurunan ventilasi alveolar, asidosis, dan hipoksia.
Apabila penderita oksigennya kurang maka akan terjadinya resiko ventilasi yang tidak
normal, maka penurunan PaO2 akan terjadi dan apabila sampai ventlasi rusak maka akan
mengalami peningkatan PaCO2, hal itu dilihat dari sianosisnya. Apabila menyakit mulai
memarah maka produksi sekret akan berwarna kehitaman disebabkan oleh infeksi pulmona
(Somantri,2016
F. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain :
1. Bronchitis kronik
2. Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering mengalami infeksi berulang
biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian ata. Hal ini sering terjadi
pada mereka drainase sputumnya kurang baik.
3. Pleuritis.
4. Efusi pleura atau empisema
5. Abses metastasis diotak, akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi supuratif pada
bronkus. Sering menjadi penyebab kematian
6. Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena (arteri pulmonalis),
cabang arteri (arteri bronchialis) atau anastomisis pembuluh darah. Komplikasi
haemaptoe hebat dan tidak terkendali merupakan tindakan bedah gawat darurat.
7. Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran nafas
8. Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabangcabang arteri dan
vena pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi arterio-venous shunt, terjadi
gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada
keadaan lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik,. Selanjutnya akan
terjadi gagal jantung kanan.
9. Kegagalan pernafasan merupakan komlikasi paling akhir pada bronchitis yang berat dan
luas
10. Amiloidosis, keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai komplikasi klasik
dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi ini dapat ditemukan
pembesaran hati dan limpa serta proteinurea.

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan fungsi paru Bertujuan untuk melihat batas normal kapasitas paru dan
volume, apabila ada kelebih atau kekurang itu menunjukkan malfungsi pada system
paru. Normalnya yaitu 12-16x / menit, yang dapat mengangkat udara sekitar lima liter
pada usia dewasa, dan pada usia anak normalnya adalah 24x / menit. Nama alatnya yaitu
spirometer.
2. Rontgen thoraks Jika melihat konsolidasi di bagian paru itu menunjukan kapasitas paru
menurun.
3. Kadar gas darah Untuk mengetahui ukuran oksigenasi, saturasi O2, kadar pada CO2,
pH/keseimbangan asam basa, kadar bikarbonat, dan kurang lebihnya basa. Analisa
pengukuran pada gas darah:
 Saturasi O2 lebih dari 90%.
 PaCO2 normal 35-45 mmHg,
 PH normal 7,35-7,45, d. Nilai normal PaO2 adalah 80-100 mmHg,
 Total nilai normal CO2 yang terdapat pada plasma yaitu 24-31 mEq/l, dan
 Nilai normal HCO3 yaitu 21-30 mEq/l.
4. Pemeriksaan laboratorium Tujuan dari pemeriksaan laboratorium agar dapat melihat
perubahan terhadap peningkatan eosinophil Sputum (Nanda, 2015)

H. Penatalaksanaan
1. Tindakan keperawatan
 Mengontrol batuk dan mengeluarkan sputum atau dahak (fisioterapi dada),
 Memberi minumm yang banyak
 Sering mengubah posisi pasien,
 Melakukan nebulizer, dan
 Inhalasi.
2. Tindakan medis
 Sebaiknya tidak diberikan obat antihistamin yang berlebih,
 Pemberian antibiotic bila dicurigai adanya infeksi bacterial,
 Berikan efedrin 0,5-1 mg/kg (berat badan) 3x dalam sehari, dan
 Pembeian Chloran hidran 30 mg/kg BB sebagai sedative.
Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data melalui wawancara, observasi, pemeriksaan
fisik pada sasaran yang dituju, selain itu pengumpulan data dapat diperoleh dari
klien,keluarga,tenaga kesehatan, catatan medis, medical recod dan literature.(Nurarif ,
2015). Hal-hal yang dibagi pada klien antara lain:
Menurut Nuraruf & Kusuma (2015), meliputi :
a. Biodata Identitas
Pasien berisikan nama pasien, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, tanggal masuk
sakit, rekam medis.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma adalah dispnea (sampai bisa
berhari-hari atau berbulan-bulan), batuk, dan mengi (pada beberapa kasus lebih
banyak paroksimal).
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor prediposisi timbulnya penyakit
ini, di antaranya adalah riwayat alergi dan riwayat penyakit saluran nafas bagian
bawah (rhinitis, utikaria, dan eskrim).
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien dengan asma sering kali didapatkan Adanya riwayat penyakit turunan,
tetapi pada beberapa klien lainnya tidak ditemukan adanya penyakit yang sama pada
anggota keluarganya.
e. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
a) Pemeriksaan dada dimulai dari torak posterior,
b) Dada diobservasi
c) Tindakan dilakukan dari atas (apeks) sampai kebawah
d) Inspeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan kondisinya, skar, lesi,
massa, dan gangguan tulang belakang, seperti kifosis, skoliosis, dan lordosis.
e) Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan pergerakkan
dada.
f) Observasi tipe pernapasan, seperti pernapasan hidung pernapasan diafragma,
dan penggunaan otot bantu pernapasan.
g) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan fase
eksifirasi (E). Rasio pada fase ini normalnya 1:2. Fase ekspirasi yang
memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada jalan napas dan sering
ditemukan pada klien Chronic Airflow Limitation (CAL) / Chornic
obstructive Pulmonary Diseases (COPD).
h) Observasi kesimetrisan pergerakkan dada. Gangguan pergerakan atau tidak
adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru atau pleura
i) Observasi trakea abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang dapat
mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
2. Palpasi
a) Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi
abnormalitas, mengidentifikasikan keadaan kulit, dan mengetahui vocal/
tactile premitus (vibrasi)
b) Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi
seperti : massa, lesi, bengkak.
c) Vocal premitus, yaitu gerakan dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara
(Nuraruf & Kusuma, 2015)
3. Perkusi
Suara perkusi normal :
a) Resonan (sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan paru
normal.
b) Dullnes : bunyi yang pendek serta lemah, ditemukan diatas bagian jantung,
mamae, dan hati
c) Timpani : musical, bernada tinggi dihasilkan di atas perut yang berisi udara
d) Hipersonan (hipersonor) : berngaung lebih rendah dibandingkan dengan
resonan dan timbul pada bagian paru yang berisi darah.
e) Flatness : sangat dullnes. Oleh karena itu, nadanya lebih tinggi. Dapat
terdengar pada perkusi daerah hati, di mana areanya seluruhnya berisi
jaringan. (Nuraruf & Kusuma, 2015)
4. Auskultasi
a) Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan
bunyi nafas normal, bunyi nafas tambahan (abnormal).
b) Suara nafas abnormal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan
nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih.
c) Suara nafas normal meliputi bronkial, bronkovesikular dan vesikular.
d) Suara nafas tambahan meliputi wheezing : peural friction rub, dan
crackles.(Nuraruf & Kusuma, 2015)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan ( D.0001)
2. Hipertermi b.d proses penyakit ( infeksi) (D.0130)
3. Defisit nutrisi b.d faktor psikologis ( keenganan untuk makan) (D.0019)

C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Kode SLKI Kode SIKI


1 Bersihan jalan L.01001 Goal : Pasien akan I.010 Manajemen jalan
napas tidak mepertahankan 11 napas (I.01011)
efektif b.d kepatenan jalan napas Observasi
sekresi yang selama dalam 1. Monitor pola napas
tertahan ( perawatan (frekuensi,
D.0001) Objektif : Dalam kedalaman, usaha
jangka waktu pasien napas)
mampu meningkatkan 2. Monitor bunyi napas
membersihkan sekret tambahan (mis.
untuk mempertahankan Gurgling, mengi,
jalan napas tetap paten weezing, ronkhi
dengan kriteria hasil kering)
Luaran: 3. Monitor sputum
Bersihan Jalan Napas (jumlah, warna,
: aroma)
1. Meningkatkan
batuk efektif Terapeutik
2. Produksi sputum
menurun 4. Pertahankan
3. Mengi menurun kepatenan jalan
napas dengan head-
4. Wheezing menurun tilt dan chin-lift (jaw-
5. Dispnea menurun thrust jika curiga
6. Ortopnea menurun trauma cervical)
7. Sulit bicara 5. Posisikan semi-
menurun Fowler atau Fowler
8. Gelisah menurun 6. Berikan minum
9. Frekuensi napas hangat
membaik 7. Lakukan fisioterapi
10. Pola napas dada, jika perlu
membaik 8. Lakukan
penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
9. Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum
10. Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsepMcGill
11. Berikan oksigen, jika
perlu

Edukasi

12. Anjurkan asupan


cairan 2000 ml/hari,
jika tidak
kontraindikasi.
13. Ajarkan teknik batuk
efektif

Kolaborasi

14. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

3 Hipertermi b.d L.14134 Goal : pasien akan I.155 Manajemen


proses bebas dari hipertermi 06 hipertermia
penyakit ( selama dalam Observasi
infeksi) perawatan I.145 1. Identifikasi penyebab
(D.0130) Objektif : setelah 78 hipertermia (mis.
dilakukan tindakan Dehidrasi, terpapar
keperawatan selama 1 lingkungan panas,
x 30 menit suhu tubuh penggunaan
menurun. inkubator)
Luaran : I.031 2. Monitor suhu tubuh
Termoregulasi 28 3. Monitor komplikasi
Dengan ekspetasi akibat hipertermia
membaik dari Terapeutik
meningkat (1) menjadi 4. Longgarkan atau
cukup meningkat (4) lepas pakaian
dengan kriteria hasil : 5. Berikan cairan oral
1. Suhu tubuh normal Edukasi
(36.5-37.5c) 6. Anjurkan tirah baring
2. Kulit merah Kolaborasi
3. Kelembaban 7. Kolaborasi
membran mukosa pemberian cairan dan
(lembab) elektrolit intravena,
jika perlu
Regulasi temperatur
Observasi
1. Monitor suhu bayi
sampai stabil (36.5c
– 37.5c)
2. Monitor suhu tubuh
anak tiap dua jam,
jika perlu
3. Monitor tekanan
darah, frekuensi
pernapasan dan nadi
4. Monitor dan catat
tanda dan gejala
hipotermia atau
hipertermia
Terapeutik
5. Tingkatkan asupan
cairan dan nutrisi
yang adekuat
Kolaborasi
6. Kolaborasi
pemberian antipiretik
7. Monitor frekuensi
pernapasan dan nadi

5 Deficit nutrisi L.03030 Goal :Nutrisi pasien I.0311 Manajemen nutrisi


b.d faktor akan membaik selama 9 Observasi:
psikologis ( dalam perawatan 1. Identifikasi status
keenganan Objetif : Setelah nutrisi
makan) dilakukan tindakan 2. Identifikasi alergi
keperawatan dalam dan intoleransi
jangka waktu 3x24 makanan
menit diharapakan 3. Identifikasi
status nutrisi normal makanan yang
dengan kriteria hasil : disukai
1. Berat badan 4. Monitoring BB
meningkat Terapeuik:
2. Indeks massa tubuh 5. Lakukan oral
IMT membaik hygiene sebelum
3. Napsu makan makan
meningkat 6. Berikan makanan
4. Frekuensi makan tinggi kalori dan
membaik protein
7. Berikan suplemen
makan jika perlu.
Edukasi:
8. Anjurkan posisi
duduk jika mampu
9. Ajarkan diet yang
programkan.
Kaloborasi:
10. Kolaborasi
pemberian
medikasi sebelum
makan jika perlu
11. Kolaborasi dengan
alih gizi jika perlu

D. Implementasi
Setelah intervensi keperawatan, selanjutnya rencana tindakan tersebut diterapkan dalam
situasi yang nyata untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Tindakan keperawatan harus
mendetail. Agar semua tenaga keperwatan dapat menjalankan tugasnya dengan baik dalam
jangka waktu yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, perawat
dapat langsung memberikan pelayanan kepada ibu dan atau dapat juga didelegasikan kepada
orang lain yang dipercayai dibawah pengawasan yang masih seprofesi dengan perawat.

E. Evaluasi
Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang
hendak dicapai. Evaluasi dari proses keperawatan adalah menilai hasil yang diharapkan
terhadap perubahan perilaku ibu dan untuk megetahui sejauh mana masalah ibu dapat
teratasi. Disamping itu, perawat juga melakukan umpan balik. Atau pengkajian ulang jika
yang ditetapkan belum tercapai dan proses keperawatan segera dimodifikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, H. K. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda
NIc-NOC. (3, Ed.). Jogjakarta: Mediaction publishing.

Sumantri. (2016). Strategi pembelajaran: teori dan praktik di tingkat pendidikan dasar. Jakarta:
Rajawali Pers
Nurarif & Kusuma, (2015). Aplikasi Asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan
NANDA Nic-Noc. Yogyakarta

PPNI, Tim Pokja SIKI Dpp . (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

PPNI, Tim Pokja SLKI Dpp . (2019) Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

PPNI, Tim Pokja SIKI Dpp . (2018) Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai