A. DEFINISI
Bronkitis digambarkan sebagai inflamasi dari pembuluh bronkus Inflamasi
menyebabkan bengkak pada permukaannya, mempersempit pembuluh dan menimbulkan
sekresi dari cairan inflamasi.
Bronchitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi (ektasis) bronkus lokal
yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Perubahan bronkus tersebut disebabkan oleh
perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis dan
otot-otot polos bronkus. Bronkus yang terkena umumnya bronkus kecil (medium size),
sedangkan bronkus besar jarang terjadi. Hal ini dapat memblok aliran udara ke paru-paru dan
dapat merusaknya.
Bronkitis kronik didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3
bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. Sekresi yang menumpuk dalam
bronkioles mengganggu pernapasan yang efektif (Perawatan Medikal Bedah 2, 1998, hal :
490).
Bronkhitis kronis adalah penyakit atau gangguan pernapasan paru obstruktif yang
ditandai dengan produksi mukus yang berlebih (sputum mukoid) selama kurang 3 bulan
berturut-turut dalam 1 tahun untuk 2 tahun berturut turut. (Elizabeth .J. Corwin)
Bronkhitis kronis adalah gangguan pernapasan atau inflamasi jalan napas dan
peningkatan produksi sputum mukoid menyebabkan ketidak cocokan ventilasi perfusi dan
penyebab sianosis. (Sylvia .A. Price)
Bronkhitis kronis (BK) secara fisiologis di tandai oleh hipertrofi dan hipersekresi
kelenjar mukosa bronkial, dan perubahan struktural bronki serta bronkhioles. Bronkhitis
Kronik dapat di sebabkan oleh iritan fisik atau kimiawi (misalnya, asap rokok, polutan
udara ) atau di sebabkan infeksi ( bakteri atau virus). Secara harfiah bronchitis dapat
digambarkan sebagai penyakit gangguan respiratorik dengan gejala utama adalah batuk. Ini
berarti bronchitis bukan merupakan penyakit yang berdiri sendiri, tetapi juga penyakit lain
dengan bronchus sebagai pemegang peranan (Perawatan Anak Sakit, EGC, 1995)
Istilah bronchitis kronis menunjukkan kelainan pada bronchus yang sifatnya menahun
(berlangsung lama), merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus
trakeobronkial yang berlebihan sehingga cukup untuk menimbulkan batuk dengan
ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun untuk lebih dari 2 tahun secara berturut-turut.
Secara klinis, Bronkitis kronis terbagi menjadi 3 jenis, yakni:
1. Bronkitis kronis ringan ( simple chronic bronchitis), ditandai dengan batuk berdahak dan
keluhan lain yang ringan.
2. Bronkitis kronis mukopurulen ( chronic mucupurulent bronchitis), ditandai dengan batuk
berdahak kental, purulen (berwarna kekuningan).
3. Bronkitis kronis dengan penyempitan saluran napas ( chronic bronchitis with obstruction ),
ditandai dengan batuk berdahak yang disertai dengan sesak napas berat dan suara mengi.
B. ETIOLOGI
Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu rokok,
infeksi dan polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan dan status
sosial.
1. Rokok
Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control, rokok adalah
penyebab utama timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan
penurunan VEP (volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis rokok berhubungan
dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan
juga dapat menyebabkan bronkostriksi akut.
2. Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus
yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak
adalah Hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie.
3. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah merokok
resiko akan lebih tinggi. Zat zat kimia dapat juga menyebabkan bronchitis adalah zat zat
pereduksi seperti O2, zat zat pengoksida seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
4. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada
penderita defisiensi alfa 1 antitripsin yang merupakan suatu problem, dimana kelainan ini
diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang sering
dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.
5. Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah,
mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek
C. EPIDEMIOLOGI
Bronkitis kronik terjadi pada 20 - 25% laki - laki 40 - 65 tahun. Dinegara barat,
kejadian bronchitis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara populasi. Di Inggris dan Amerika
penyakit paru kronik merupakan salah satu penyebab kematian dan ketidakmampuan pasien
untuk bekerja. Kejadian setinggi itu ternyata mengalami penurunan yang berarti dengan
pengobatan memakai antibiotik. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang
pasti mengenai penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini sering ditemukan di klinik-klinik dan
diderita oleh laki-laki dan wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai dari anak bahkan dapat
merupakan kelainan congenital. Penyakit dan gangguan saluran napas khususnya bronkitis
kronik ini masih menjadi masalah terbesar di Indonesia pada saat ini. Angka kematian akibat
penyakit saluran napas dan paru seperti infeksi saluran napas akut, tuberkulosis asma
khususnya bronkitis kronik masih menduduki peringkat tertinggi. Infeksi virus dan bakteri
merupakan penyebab yang sering terjadi.
D. PATOFISIOLOGI
Dokter akan mendiagnosis bronkhitis kronis jika pasien mengalami batuk atau mengalami
produksi sputum selama kurang lebih tiga bulan dalam satu tahun atau paling sedikit dalam
dua tahun berturut-turut. Serangan bronkhitis disebabkan karena tubuh terpapar agen infeksi
maupun non infeksi (terutama rokok). Iritan (zat yang menyebabkan iritasi) akan
menyebabkan timbulnya respons inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti,
edema mukosa, dan bronkospasme. Tidak seperti emfisema, bronkhitis lebih memengaruhi
jalan napas kecil dan besar dibandingkan alveoli. Dalam keadaan bronkhitis, aliran udara
masih memungkinkan tidak mengalami hambatan.
Pasien dengan bronkhitis kronis akan mengalami:
a. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronkhus besar sehingga meningkatkan
produksi mukus.
b. Mukus lebih kental
c. Kerusakan fungsi siliari yang dapat menunjukkan mekanisme pembersihan mukus.
Bronkhitis kronis mula-mula hanya memengaruhi bronkhus besar, namun lambat laun
akan memengaruhi seluruh saluran napas.
Mukus yang kental dan pembesaran bronkhus akan mengobstruksi jalan napas terutama
selama ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami kolaps dan udara terperangkap pada
bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolus,
hipoksia, dan acidosis. Pasien mengalami kekurangan 02, iaringan dan ratio ventilasi perfusi
abnormal timbul, di mana terjadi penurunan PO2 Kerusakan ventilasi juga dapat
meningkatkan nilai PCO,sehingga pasien terlihat sianosis. Sebagai kompensasi dari
hipoksemia, maka terjadi polisitemia (produksi eritrosit berlebihan).
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Untuk mengurangi demam dan rasa tidak enak badan, kepada penderita dewasa bisa
diberikan aspirin atau acetaminophen, kepada anak-anak sebaiknya hanya diberikan
acetaminophen. Dianjurkan untuk beristirahat dan minum banyak cairan.
Antibiotik diberikan kepada penderita yang gejalanya menunjukkan bahwa penyebabnya
adalah infeksi bakteri (dahaknya berwarna kuning atau hijau dan demamnya tetap tinggi) dan
penderita yang sebelumnya memiliki penyakit paru-paru. Kepada penderita dewasa diberikan
trimetoprim-sulfametoksazol, tetracyclin atau ampisilin. Erythromycin diberikan walaupun
dicurigai penyebabnya adalah Mycoplasma pneumoniae. Kepada penderita anak-anak
diberikan amoxicillin. Jika penyebabnya virus, tidak diberikan antibiotik.
Jika gejalanya menetap atau berulang atau jika bronkitisnya sangat berat, maka
dilakukan pemeriksaan biakan dari dahak untuk membantu menentukan apakah perlu
dilakukan penggantian antibiotik.
a. Pengelolaan umum
a) Pengelolaan umum ditujukan untuk semua pasien bronchitis, meliputi :
Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat untuk pasien :
Contoh :
i. Membuat ruangan hangat, udara ruangan kering.
ii. Mencegah / menghentikan rokok
iii. Mencegah / menghindari debu,asap dan sebagainya.
b) Memperbaiki drainase secret bronkus, cara yang baik untuk dikerjakan adalah sebagai
berikut :
i. Melakukan drainase postural
Pasien dilelatakan dengan posisi tubuh sedemikian rupa sehingga dapat dicapai drainase
sputum secara maksimum. Tiap kali melakukan drainase postural dilakukan selama 10 20
menit, tiap hari dilakukan 2 sampai 4 kali. Prinsip drainase postural ini adalah usaha
mengeluarkan sputum ( secret bronkus ) dengan bantuan gaya gravitasi. Posisi tubuh saat
dilakukan drainase postural harus disesuaikan dengan letak kelainan bronchitisnya, dan dapat
dibantu dengan tindakan memberikan ketukan padapada punggung pasien dengan punggung
jari.
ii. Mencairkan sputum yang kental
Dapat dilakukan dengan jalan, misalnya inhalasi uap air panas, mengguanakan obat-obat
mukolitik dan sebagainya. Mengatur posisi tempt tidur pasien. Sehingga diperoleh posisi
pasien yang sesuai untuk memudahkan drainase sputum.
iii. Mengontrol infeksi saluran nafas.
Adanya infeksi saluran nafas akut ( ISPA ) harus diperkecil dengan jalan mencegah
penyebaran kuman, apabila telah ada infeksi perlu adanya antibiotic yang sesuai agar infeksi
tidak berkelanjutan.
b. Pengelolaan khusus.
a) Kemotherapi pada bronchitis
Kemotherapi dapat digunakan secara continue untuk mengontrol infeksi bronkus
( ISPA ) untuk pengobatan aksaserbasi infeksi akut pada bronkus/paru atau kedua-duanya
digunakan Kemotherapi menggunakan obat-obat antibiotic terpilih, pemkaian antibiotic
antibiotic sebaikya harus berdasarkan hasil uji sensivitas kuman terhadap antibiotic secara
empiric.
Walaupun kemotherapi jelas kegunaannya pada pengelolaan bronchitis, tidak pada
setiap pasien harus diberikan antibiotic. Antibiotik diberikan jika terdapat aksaserbasi infeki
akut, antibiotic diberikan selama 7-10 hari dengan therapy tunggal atau dengan beberapa
antibiotic, sampai terjadi konversi warna sputum yang semula berwarna kuning/hijau menjadi
mukoid ( putih jernih ). Kemotherapi dengan antibiotic ini apabila berhasil akan dapat
mengurangi gejala batuk, jumlah sputum dan gejala lainnya terutama pada saat terjadi
aksaserbasi infeksi akut, tetapi keadaan ini hanya bersifat sementara. Drainase secret dengan
bronkoskop. Cara ini penting dikerjakan terutama pada saat permulaan perawatan pasien.
Keperluannya antara lain:
i. Menentukan dari mana asal secret
ii. Mengidentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus
iii. Menghilangkan obstruksi bronkus dengan suction drainage daerah
obstruksi.
b) Pengobatan simtomatik
Pengobatan ini diberikan jika timbul simtom yang mungkin mengganggu atau mebahayakan
pasien.
c) Pengobatan obstruksi bronkus
Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari hasil uji faal paru (%FEV 1 <
70% ) dapat diberikan obat bronkodilator.
d) Pengobatan hipoksia.
Pada pasien yang mengalami hipoksia perlu diberikan oksigen.
e) Pengobatan haemaptoe.
Tindakan yang perlu segera dilakukan adalah upaya menghentikan perdarahan. Dari berbagai
penelitian pemberian obat-obatan hemostatik dilaporkan hasilnya memuaskan walau sulit
diketahui mekanisme kerja obat tersebut untuk menghentikan perdarahan.
f) Pengobatan demam.
Pada pasien yang mengalami eksaserbasi inhalasi akut sering terdapat demam, lebih-lebih
kalau terjadi septikemi. Pada kasus ini selain diberikan antibiotic perlu juga diberikan obat
antipiretik.
g) Pengobatan pembedahan
Tujuan pembedahan : mengangkat ( reseksi ) segmen/ lobus paru yang terkena.
i. Indikasi pembedahan :
Pasien bronchitis yang yang terbatas dan resektabel, yang tidak berespon yang tidak
berespon terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat. Pasien perlu dipertimbangkan
untuk operasi
Pasien bronchitis yang terbatas tetapi sering mengaami infeksi berulang atau
haemaptoe dari daerakh tersebut. Pasien dengan haemaptoe massif seperti ini mutlak perlu
tindakan operasi.
ii. Kontra indikasi
Pasien bronchitis dengan COPD, Pasien bronchitis berat, Pasien bronchitis dengan koplikasi
kor pulmonal kronik dekompensasi.
iii. Syarat-ayarat operasi.
1) Kelainan ( bronchitis ) harus terbatas dan resektabel
2) Daerah paru yang terkena telah mengalami perubahan ireversibel
3) Bagian paru yang lain harus masih baik misalnya tidak ada bronchitis atau bronchitis kronik.
iv. Cara operasi.
1) Operasi elektif : pasien-pasien yang memenuhi indikasi dan tidak terdaat kontra indikasi,
yang gagal dalam pengobatan konservatif dipersiapkan secara baik utuk operasi. Umumnya
operasi berhasil baik apabila syarat dan persiapan operasinya baik.
2) Operasi paliatif : ditujukan pada pasien bronchitis yang mengalami keadaan gawat darurat
paru, misalnya terjadi haemaptoe masif ( perdarahan arterial ) yang memenuhi syarat-syarat
dan tidak terdapat kontra indikasi operasi.
v. Persiapan operasi :
1) Pemeriksaan faal paru : pemeriksaan spirometri,analisis gas darah, pemeriksaan
broncospirometri ( uji fungsi paru regional )
2) Scanning dan USG
3) Meneliti ada atau tidaknya kontra indikasi operasi pada pasien
Memperbaiki keadaan umum pasien.
I. PENGKAJIAN
A. Biodata Pasien
Data yang dikaji disini meliputi Nama, Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Alamat,
Penanggung
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Keluhan utama pada klien dengan bronchitis kronis meliputi batuk kering dan produktif
dengan sputum purulen, demam dengan suhu tubuh dapat mencapai >40C dan sesak nafas.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien pada umumnya mengeluh sering batuk sering terjadi pada pagi hari dan dalam jangka
waktu yang lama desertai dengan produksi sputum, demam, suara serak dan kadang nyeri
dada
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pada pengkajian riwayat penyakit dahulu ditemukan adanya batuk yang
berlangsung lama (3 bulan atau lebih)
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga pasien yang mempunyai penyakit berat lainnya atau
penyakit yang sama dengan. Dari keterangan tersebut untuk penyakit familial dalam hal ini
bronchitis kronik berkaitan dengan polusi udara rumah, dan bukan penyakit yang diturunkan.
C. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
1. Bernafas
Pasien umumnya mengeluh sesak dan kesulitan dalam bernafas karena terdapat sekret.
13. Rekreasi
Mengungkapkan bagaimana manajemen stress yang biasa dilakukan oleh pasien dan yang
dilakukan ketika ia sakit.
14. Pengetahuan
Menjelaskan sejauhmana pasien mengetahui tentang kondisi penyakit yang dideritanya.
D. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
1) Tingkat keamanan
2) GCS
b. Keadaan fisik
1) Kepala dan leher
Kepala : Kaji bentuk dan ada tidaknya benjolan.
Mata : Kaji warna sklera dan konjungtiva.
Hidung : Kaji ada tidaknya pernafasan cuping hidung.
Telinga : Kaji kebersihannya
Mulut : Kaji mukosa dan kebersihannya.
Leher : Ada tidaknya pembesaran vena jugularis.
2) Sistem Integumen
Rambut : Kaji warna dan kebersihannya.
Kulit : Kaji warna dan ada tidaknya lesi.
Kuku : Kaji bentuk dan kebersihannya.
3) Sistem Pernafasan
speksi : biasanya pada klien bronkhitis terjadi sesak, bentuk dada barrel chest, kifosis.
Palpasi : Iga lebih horizontal.
Auskultasi : Adakah kemungkinan terdapat bunyi napas tembahan, biasanya
terdengar ronchi.
4) Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi : Kaji apakah ada pembesaran vena ingularis.
Palpasi : Kaji apakah nadi teraba jelas dan frekwensi nadi.
Auskultasi : Kaji suara s1, s2 apakah ada suara tambahan.
5) Sistem Pencernaan
Inspeksi : Kaji bentuk abdomen, ada tidaknya lesi.
Palpasi : Kaji apakah ada nyeri tekan
Perkusi : Kaji apakah terdengar bunyi thympani
Auskultasi : Kaji bunyi peristaltik usus.
6) Sistem Reproduksi
Kaji apa jenis kelamin klien dan apakah klien sudah menikah.
8) Sistem Persyaratan
Kaji tingkat kesadaran klien dan GCS.
9) Sistem Perkemihan
Kaji apakah ada gangguan eliminasi urin.
E. Data Penunjang
1. Analisa gas darah
- Pa O2 : rendah (normal 80 100 mmHg)
- Pa CO2 : tinggi (normal 36 44 mmHg).
- Saturasi hemoglobin menurun.
- Eritropoesis bertambah
: Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen
paru : Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi.
X rontgen
Suara Nafas
Tidak terdapat
tambahan : Ronchi,
suara nafas
(akibat obstruksi
tambahan
bronkus)
Terdapat sputum
Tidak terdapat
sputum
Pasien tidak sesak nafas Gangguan pertukaran
gas
Pasien mengatakan
sesak napas Tidak terjadi sianosis
Pa O2 : (normal 80
Sianosis 100 mmHg)
Pasien mengatakan
sesak napas Pola nafas teratur
Pernafasan normal
Pola Napas tidak
teratur Tidak menggunakan
otot bantu pernafasan
Dispnea
Terdapat
penggunaan otot
bantu pernapasan
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan
Pasien mengatakan Pasien nafsu makan
tidak nafsu makan
Do :
buruk/anoreksia
Berat badan ideal
Penurunan berat
badan
B. Analisa Masalah
1. P : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
E : Peningkatan produksi sekret
S : Pasien mengatakan hidungnya tersumbat, suara nafas tambahan : ronchi, (akibat obstruksi
bronkus), terdapat sputum
III. INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Pengkajian 1. Beberapa derajat spas
bersihan jalan tindakan keperawatan 1. Auskultasi bunyi nafas bronkus terjadi deng
napas b.d 3x24 jam obstruksi jalan nafas d
2. Kaji/pantau frekuensi
peningkatan ketidakefektifan dapat dimanifestasik
pernafasan.
produksi sekret bersihan jalan nafas dengan adanya bu
teratasi 3. Observasi karakteristik nafas.
batuk
KH : 2. Tachipnoe biasanya
HE pada beberapa derajat d
- Suara nafas(vesicular):
nilai 3 4. informasikan kepada pasien dapat ditemukan selam
8. meningkatkan kual
oksigen lingkungan un
ambilan nafas
6. Dapat memperbaiki/
mencegah buruknya
hipoksia.
7. Untuk mempertahank
asam basah.
8 Mempertahankan kead
umum pasien agar te
stabil saat dilakuk
tindakan tersebut.
9 Mempertahak
kebersihan mulut sup
pasien b
berkomunikasi deng
baik tanpa ada rasa mal
3. Pola nafas tidak Setelah dilakukan
1. Ajarkan pasien pernafasan
1. Membantu pas
efektif tindakan keperawatan diafragmatik dan pernafasan memperpanjang wa
berhubungan 3x24 jam pola nafas bibir ekspirasi. Dengan tek
2. Berikan dorongan untuk
dengan tidak efektif teratasi ini pasien akan berna
menyelingi aktivitas dan
broncokontriksi, KH: lebih efisien dan efektif
periode istirahat 2. Memungkinkan pas
mukus.
- Pola nafas teratur 3. Berikan dorongan penggunaan
untuk melakukan aktiv
pelatihan otot-otot pernafsan
- Pernafasan normal tanpa distres berlebihan
jika diharuskan 3. menguatkan d
- Menggunakan otot
mengkondisikan otot-o
bantu pernafasan
pernafasan
seperlunya
7 . Dapat menghasilk
distensi abdomen ya
mengganggu na
abdomen dan gerak
diafragma,dan da
meninkatkan dispnea.
8 . berguna un
menentukan kebutuh
kalori,menyusun tuju
berat badan,dan evalu
keadekuatan.
IV. IMPLEMENTASI
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam
rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu
dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon
pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan
perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan
jalan nafas, mempermudah pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah
komplikasi, memperlambat memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses
penyakit (Doenges Marilynn E, 2000, Remcana Asuhan Keperawatan)
V. EVALUASI
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap
perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai.
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan,
respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan
kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien yang
mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu :
jalan nafas efektif, pola nafas efektif, pertukaran gas adekuat, masukan nutrisi adekuat,
infeksi tidak terjadi, intolerans aktivitas meningkat, kecemasan berkurang/hilang, pasien
memahami kondisi penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA
E, Marilynn Doenges, Mary Frances Moorhouse and Alice C. Geissler. 1999. EGC:Rencana Asuhan
Keperawatan.Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 . Jakarta :
EGC