Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Bronkitis merupakan penyakit infeksi pada saluran pernapasan yang
menyerang bronkus. Penyakit ini banyak menyerang anak-anak yang
lingkungannya banyak polutan, misalnya orang tua yang merokok dirumah,
asap kendaraan bermotor, asap hasil pembakaran pada saat masak yang
menggunakan bahan bakar kayu. Di Indonesia masih banyak keluarga yang
setiap hari menghirup polutan ini, kondisi ini menyebabkan angka kejadian
penyakit bronkhitis sangat tinggi (Marni, 2014).
Pada tahun 2007 di Negara berkembang seperti Indonesia infeksi
saluran pernafasan bawah masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang penting. Resiko penularan setiap tahun di Indonesia di anggap cukup
tinggi. Di Indonesia yang terinfeksi bronkhitis sekitar 1.6 juta orang.
Bronkhitis adalah suatu peradangan pada bronkus, bronkhiali, dan trakhea
(saluran udara ke paru-paru). Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada
akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki
penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-paru) dan
usia lanjut, bronkhitis bisa menjadi masalah serius (Arif, 2008).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Rekam Medik RSUD Surakarta
pada tahun 2014 ditemukan jumlah kasus bronkitis sebanyak 207 kasus.
Sedangkan jumlah kasus Bronkhitis yang terjadi pada tahun 2015 sampai
dengan bulan April sebanyak 53 kasus. Di RSUD Surakarta mencatat kejadian
Bronkhitis hingga saat ini terus bertambah di bangsal anak Anggrek 8 RSUD
Surakarta (Rekam medik RSUD Surakarta, 2015). Dari studi kasus yang sudah
dilakukan di RSUD Surakarta tentang bronkitis, maka penulis tertarik untuk
mengangkat kasus tersebut menjadi karya tulis ilmiah yang bertujuan untuk
mendapatkan pengetahuan dan pengalaman serta dapat menetapkan standar
asuhan keperawatan anak.

1
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Penulis mendapatkan pengalaman dalam peranan asuhan keperawatan
pada anak dengan Bronkitis di Ruang Arofah RS Nur Hidayah.
2. Tujuan Khusus
Penulis mengetahui dan mampu:
a. Melakukan pengkajian keperawatan anak dengan pemenuhan kebutuhan
oksigenasi pada bronkitis.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan anak dengan pemenuhan kebutuhan
oksigenasi pada bronkitis.
c. Menyusun rencana Asuhan Keperawatan anak dengan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi pada bronkitis.
d. Melakukan implementasi keperawatan anak dengan pemenuhan kebutuhan
oksigenasi pada bronkitis.
e. Melakukan evaluasi keperwatan anak dengan pemenuhan kebutuhan
oksigenasi pada bronkits.
f. Menganalisa kondisi pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada bronkitis.

2
BAB II
KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
Bronkitis adalah suatu infeksi saluran pernafasan yang menyebabkan
inflamasi yang mengenai trakea, bronkus utama dan menengah yang
bermanifestasi sebagai batuk, dan biasanya akan membaik tanpa terapi dalam
2 minggu. Bronkitis umumnya disebabkan oleh virus rubeola, dan
paramyxovirus dan bronkitis karena bakteri biasanya dikaitkan dengan
Mycoplasma pneumonia, Bordetella pertussis, atau Corynebacterium
diphtheriae (Rahajoe,2012).
Bronkitis adalah suatu peradangan pada saluran bronkial atau bronki.
Peradangan tersebut disebabkan oleh virus, bakteri, merokok, atau polusi
udara (Samer Qarah, 2007).
Bronkitis akut adalah batuk dan kadang-kadang produksi dahak tidak
lebih dari tiga minggu (Samer Qarah, 2007).
Bronkitis adalah suatu peradangan pada bronkus yaitu saluran/ pipa udara
ke paru-paru menyempit. Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada
akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki
penyakit menahun dan pada usia lanjut, bronkitis bisa bersifat serius.
Bronkhitis adalah hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-
ulang minimal selama 3 bulan pertahun atau paling sedikit dalam 2 tahun
berturut-turut pada pasien yang diketahui tidak terdapat penyebab lain
(Smeltzer, 2001)
Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh
sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya
penyakit jantung atau penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut, bronkitis bisa
bersifat serius.

B. ETIOLOGI
1. Merokok merupakan satu-satunya penyebab kausal yang terpenting.
Peningkatan resiko mortalitas akibat bronkitis hampir berbanding lurus

3
dengan jumlah rokok yang dihisap setiap hari (Rubenstein, et al., 2007).
2. Polusi udara yang terus menerus juga merupakan predisposisi infeksi
rekuren karena polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositosis. Zat-
zat kimia yang dapat juga menyebabkan bronkitis adalah O2, N2O,
hidrokarbon, aldehid, ozon.
3. Infeksi. Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan
infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri.
Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah Hemophilus influenza dan
streptococcus pneumonie dan organisme lain seperti Mycoplasma
pneumonia.
4. Defisiensi alfa-1 antitripsin adalah gangguan resesif yang terjadi pada
sekitar 5% pasien emfisema (dan sekitar 20% dari kolestasis neonatorum)
karena protein alfa-1 antitripsin ini memegang peranan penting dalam
mencegah kerusakan alveoli oleh neutrofil elastase (Rubenstein, et al.,
2007).
5. Terdapat hubungan dengan kelas sosial yang lebih rendah dan lingkungan
industri banyak paparan debu, asap (asam kuat, amonia, klorin, hidrogen
sufilda, sulfur dioksida dan bromin), gas-gas kimiawi akibat kerja.
6. Riwayat infeksi saluran napas. Infeksi saluran pernapasan bagian atas
pada penderita bronkitis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian
bawah, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah.

C. PATOFISIOLOGI
Serangan bronkhitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau
dapat timbul kembali sebagai eksaserbasi akut dari bronkhitis kronis. Pada
umumnya, virus merupakan awal dari serangan bronkhitis akut pada infeksi
saluran napas bagian atas. Dokter akan mendiagnosis bronkhitis kronis jika
pasien mengalami batuk atau mengalami produksi sputum selama kurang
lebih tiga bulan dalam satu tahun atau paling sedikit dalam dua tahun
berturut-turut.
Serangan bronkhitis disebabkan karena tubuh terpapar agen infeksi
maupun non infeksi (terutama rokok). Iritan (zat yang menyebabkan iritasi)
akan menyebabkan timbulnya respons inflamasi yang akan menyebabkan

4
vasodilatasi, kongesti, edema mukosa, dan bronkospasme. Tidak seperti
emfisema, bronkhitis lebih memengaruhi jalan napas kecil dan besar
dibandingkan alveoli. Dalam keadaan bronkhitis, aliran udara masih
memungkinkan tidak mengalami hambatan.
Pasien dengan bronkhitis kronis akan mengalami:
a. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronkhus besar
sehingga meningkatkan produksi mukus.
b. Mukus lebih kental
c. Kerusakan fungsi siliari yang dapat menunjukkan mekanisme
pembersihan mukus.
Pada keadaan normal, paru-paru memiliki kemampuan yang disebut
mucocilliary defence, yaitu sistem penjagaan paru-paru yang dilakukan oleh
mukus dan siliari. Pada pasien dengan bronkhitis akut, sistem mucocilliary
defence paru-paru mengalami kerusakan sehingga lebih mudah terserang
infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan
hiperplasia (ukuran membesar dan jumlah bertambah) sehingga produksi
mukus akan meningkat. infeksi juga menyebabkan dinding bronkhial
meradang, menebal (sering kali sampai dua kali ketebalan normal), dan
mengeluarkan mukus kental. Adanya mukus kental dari dinding bronkhial
dan mukus yang dihasilkan kelenjar mukus dalam jumlah banyak akan
menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara
besar. Bronkhitis kronis mula-mula hanya memengaruhi bronkhus besar,
namun lambat laun akan memengaruhi seluruh saluran napas.
Mukus yang kental dan pembesaran bronkhus akan mengobstruksi
jalan napas terutama selama ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami
kolaps dan udara terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi
ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolus, hipoksia, dan acidosis. Pasien
mengalami kekurangan 02, iaringan dan ratio ventilasi perfusi abnormal
timbul, di mana terjadi penurunan PO2 Kerusakan ventilasi juga dapat
meningkatkan nilai PCO,sehingga pasien terlihat sianosis. Sebagai
kompensasi dari hipoksemia, maka terjadi polisitemia (produksi eritrosit
berlebihan).

5
Pada saat penyakit bertambah parah, sering ditemukan produksi
sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonari. Selama
infeksi, pasien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV
dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hipoksemia akan timbul
yang akhirnya menuiu penyakit cor pulmonal dan CHF (Congestive Heart
Failure).

D. KLASIFIKASI
Bronchitis terbagi menjadi 2 jenis sebagai berikut :
1. Bronchitis akut. Yaitu, bronchitis yang biasanya datang dan sembuh
hanya dalam waktu 2 hingga 3 minggu saja. Kebanyakan penderita
bronchitis akut akan sembuh total tanpa masalah yang lain.
2. Bronchitis kronis. Yaitu, bronchitis yang biasanya datang secara
berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama. Terutama, pada perokok.
Bronchitis kronis ini juga berarti menderita batuk yang dengan disertai
dahak dan diderita selama berbulan-bulan hingga tahunan.

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Batuk berdahak (dahaknya bisa berwarna kemerahan)
2. Sesak nafas ketika melakukan olah raga atau aktivitas ringan.
3. Sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu)
4. Bengek (nafas berbunyi)
5. Lelah
6. Pembengkakan pergelangan kaki, kaki dan tungkai kiri dan kanan
7. Wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna kemerahan
8. Pipi tampak kemerahan
9. Sakit kepala
10. Gangguan penglihatan
11. Sedikit demam.
12. Nyeri dada
13. Nafas cuping hidung

6
F. KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada pasien, antara
lain :
1. Bronchitis kronik
2. Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering mengalami
infeksi berulang biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas
bagian atas. Hal ini sering terjadi pada mereka drainase sputumnya
kurang baik.
3. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya
pneumonia. Umumnya pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
4. Efusi pleura atau empisema
5. Abses metastasis diotak, akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi
supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian
6. Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena ( arteri
pulmonalis ) , cabang arteri ( arteri bronchialis ) atau anastomisis
pembuluh darah. Komplikasi haemaptoe hebat dan tidak terkendali
merupakan tindakan beah gawat darurat.
7. Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran nafas
8. Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-
cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi
arterio-venous shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis
sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi
hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik,. Selanjutnya akan terjadi
gagal jantung kanan.
9. Kegagalan pernafasan merupakan komlikasi paling akhir pada bronchitis
yang berat dan luas.
10. Amiloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai
komplikasi klasik dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami
komplikasi ini dapat ditemukan pembesaran hati dan limpa serta
proteinurea.

7
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar x dada. Dapat menyatakan hiperinflasi paru – paru, mendatarnya
diafragma, peningkatan area udara retrosternal, hasil normal selama
periode remisi. Tes fungsi paru untuk menentukan penyebab dispnoe,
melihat obstruksi, memperkirakan derajat disfungsi. TLC : Meningkat.
2. Volume residu: Meningkat.
3. FEV1/FVC : Rasio volume meningkat.
4. GDA : PaO2 dan PaCO2 menurun, pH Normal. Bronchogram
menunjukkan di latasi silinder bronchus saat inspirasi, pembesaran duktus
mukosa.
5. Sputum : Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi
patogen.
6. EKG : Disritmia atrial, peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF

H. PENATALAKSANAAN
Untuk mengurangi demam dan rasa tidak enak badan, kepada
penderita diberikan aspirin atau acetaminophen; kepada anak-anak sebaiknya
hanya diberikan acetaminophen. Dianjurkan untuk beristirahat dan minum
banyak cairan.Antibiotik diberikan kepada penderita yang gejalanya
menunjukkan bahwa penyebabnya adalah infeksi bakteri (dahaknya berwarna
kuning atau hijau dan demamnya tetap tinggi) dan penderita yang sebelumnya
memiliki penyakit paru-paru. Kepada penderita dewasa diberikan
trimetoprim-sulfametoksazol, tetracyclin atau ampisilin. Erythromycin
diberikan walaupun dicurigai penyebabnya adalah Mycoplasma pneumoniae.
Kepada penderita anak-anak diberikan amoxicillin.Jika penyebabnya virus,
tidak diberikan antibiotik.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Biodata ( nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, diagnose medis, dll )
2. Identitas penanggung Jawab ( nama, umur, pendidikan, pekerjaan,
alamat, dan hubungan dengan klien )
3. Riwayat kesehatan

8
a. Keluhan utama
Batuk persisten, produksi spuntum seperti warna kopi, dipsnea
dalam beberpa keadaan, whezzing pada saat ekspirasi, sering
mengalami infeksi pada sistem respirasi.
b. Riwayat penyakit sekarang
Berisi latar belakang penyakit (mulai dirasakan oleh pasien),
berkembang dan tindakan yang dilakukan dalam mengatasi
penyakitnya
c. Riwayat kesehatan dahulu
Batuk atau produsi spuntum selam beberapa hari bulan dalam 1
tahun dan paling sedikit dalam 2 tahun berturut – turut . adanya
riwayat merokok.
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Kaji keadaan umum pasien meliputi, tingkat kesadaran, ekspresi
wajah, dan posisi klien saat datang.
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital
Suhu meningkat, tekanan darah meningkat, Respirasi meningkat
c. Sistem Kardiovaskuler
Peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, Bunyi jantung
redup.
d. Pemeriksaan Dada
Bentuk barel chest, gerakan diafragma minimal, terdengar Bunyi
nafas ronchi, perkusi hyperresonan pada area paru, warna pucat
dengan cyanosis bibir dan dasar kuku, abu – abu keseluruhan, pada
Auskultasi terdengar Ronchi +/+, kedua lapang paru, Wizing
kadang (+), kadang samar.
e. Pemeriksaan Abdomen
f. Pemeriksaan anggota gerak
Bisa terdapat edema dependen, warna kulit/membran mukosa
normal/cyanosis, pucat, dapat menunjukkan anemi, turgor kulit
buruk, edema dependen, berkeringat.
g. Pola aktifitas sehari-hari dengan:
1) Aspek biologi : Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia,
ketidakmampuan untuk makan, penurunan berat badan
2) Aspek Psiko : Ansietas, ketakutan, peka terhadap rangsangan.
3) Aspek Sosio : Terjadi hubungan ketergantungan, kegagalan
dukungan dari/ terhadap pasangan/ orang terdekat.

9
5. Pemeriksaan penunjang
a. Rontgen Thoraks
Gerakan kasar, pada apek paru, laboratorium, terjadi peningkatan
leucocyt, kadang-kadang LED ↑
b. Radiologi
Tubular shadow atau traun lines terlihat bayangan garis yang
paralel, keluar dari hilus menuju apeks paru. bayangan tersebut
adalah bayangan bronchus yang menebal, corak paru bertambah

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas (00030) berhubungan dengan Obstruksi jalan
nafas (oleh sekret, spasme broncus)
2. Hipertermi (00007) berhubungan dengan sepsis (peradangan broncus)

C. PERENCANAAN

No Diagnosa Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi


1 Gangguan pertukaran 1. kemampuan 1. Monitor suara
gas (00030) b/d untuk paru-paru
mengeluarkan 2. Berikan posisi
obstruksi jalan nafas yang sesuai untuk
secret meningkat
(oleh sekret, spasme (041012) memperlancar
broncus) 2. Tidak ada suara pengeluaran sekret.
tambahan 3. Lakukan suction
whezing (041007) pada saluran nafas
3. Irama pernapasan bila diperlukan.
normal (041005) 4. Kolaborasi dengan
dokter untuk
pemberian obat
antibiotik.

2 Hipertermi (00030) 1. Terjadi 1. Monitor TD, Nadi,


penurunan suhu Suhu, dan RR
berhubungan dengan
tubuh (080018) dengan tepat
sepsis (peradangan 2. Suhu tubuh 2. Mengkaji faktor
penyebab
broncus) kembali normal
hipertermia
(080201) 3. Memantau adanya
3. Tidak mengalami takikardi, takipnea
dehidrasi 4. Lakukan

10
(080014) pengompresan
sesuai indikasi
5. Kolaborasi
pemberian
antipiretik.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Bronchitis akut adalah infeksi saluran pernapasan yang secara umum
menyertai infeksi saluran pernapasan bagian atas. Sebagai akibat dari infeksi
virus (pling umum) atau bakteri jalan napas menjadi terinflamasi dan
teriritasi, dan produki mucus meningkat. Penderita bronchitis ini mulai dari
umur anak-anak sampai orang dewasa.
Sedangkan bronchitis kronis ditandai dengan gejala yang berlangsung
lama (6 bulan dalam setahun selama 2 tahun berturut – turut). Pada bronchitis
kronik peradangan bronkus tetap berlanjut selama beberapa waktu dan terjadi
obstruksi / hambatan pada aliran udra yang normal didalam bronkus.
Bronchitis ini disebabkan oleh keadaan lingkungan yang dipengaruhi
oleh kebiasaan atau pola hidup seseorang atau orang yang ada disekitar
penderita. Salah satu penyebabnya adalah merokok. Didalam merokok
terdapat zat racun yang bersifat merusak tubuh yang menyebabkan penyakit
broncitis.

11
B. SARAN
Dalam pembuatan Laporan Pendahuluan dan Konsep Asuhan
Keperawatan semoga dapat menambah pengetahuan dan menambah referensi
pembaca. Dalam pembuatan laporan pendahuluan dan konsep asuhan
keperawatan banyak kekurangan, kritik dan saran saya harapkan untuk
kesempurnaan pembuatan laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA
Carolin, Elizabeth J. 2002. Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, alih bahasa; I
Made Kariasa, editor;Monica Ester, Edisi 3. EGC: Jakarta.
Long, Barbara C. 1998. Perawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta.
Rahajoe Nastini, SupriyantoBambang, dkk. Buku ajar Respirologi Anak Edisi
1.IDAI,2012
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, alihbahasa; Agung Waluyo, editor; Monica Ester, Edisi
8. EGC: Jakarta.
Soeparman, Sarwono Waspadji. 1998. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II. Penerbit
FKUI: Jakarta.
Tucker, Susan Martin. 1998. Standar Perawatan Pasien; Proses Keperawatan,
Diagnosis dan Evaluasi, Edisi 5. EGC. Jakarta.

12

Anda mungkin juga menyukai