c. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab penyakit bronkhitis,
tetapi bila ditambah merokok, faktor akan lebih tinggi.
d. Keturunan
Belum diketahui jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali dengan
penderita dengan defisiensi alpha-1 anti tripsin yang merupakan suatu protein. Kerja
protein ini adalah menetralkan enzim proteolitik yang merusak jaringan, sehingga
defisiensi alpha-1 anti tripsin menyebabkan kerusakan jaringan.
f. Usia Tua
Dengan bertambahnya usia, daya tahan tubuh akan menurun, sehingga pria yang sejak
awal merokok tentu akan lebih rentan terhadap penyakit ini.
3. Patofisiologi
Gambaran khas pada bronkitis kronis adalah hipersekresi mukus, yang dimulai di saluran
nafas besar. Meskipun faktor penyebab terpenting adalah merokok, polutan udara lain, seperti
sulfur dioksida dan nitrogen dioksida, juga berperan. Berbagai iritan ini memicu hipersekresi
kelenjar mukosa bronkus, menyebabkan hipertrofi kelenjar mukosa, dan menyebabkan
pembentukan metaplastik sel goblet penghasil musin di epitel permukaan bronkus. Selain itu,
zat tersebut juga menyebabkan peradangan dengan infiltrasi sel T CD8+, makrofag, dan
neutrofil. Berbeda dengan asma, pada bronkitis kronis eosinofil jarang ditemukan, kecuali jika
pasien mengidap bronkitis asmatik. Dipostulasikan bahwa banyak efek iritan lingkungan pada
epitel pernafasan diperantarai melalui reseptor faktor pertumbuhan epidermis. Sebagai contoh,
transkripsi gen musin MUC5AC, yang meningkat sebagai akibat terpajan asap tembakau, baik
in vitro maupun in vivo pada model eksperimental, sebagian diperantarai oleh jalur reseptor
faktor pertumbuhan epidermis. Infeksi mikroba sering terjadi, tetapi hanya berperan sekunder,
terutama dengan mempertahankan peradangan dan memperparah gejala (Robin, 2007).
Temuan patologis utama pada bronkitis kronik adalah hipertrofi kelenjar mukosa bronkus
dan peningkatan jumlah dan ukuran sel-sel goblet, dengan infiltraasi sel-sel radang dan edema
mukosa bronkus. Pembentukan mukus yang meningkat mengakibatkan gejala khas yaitu
batuk kronis. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya
mempengaruhi bronkiolus kecil sehingga bronkiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar.
Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara yang lazim di daerah industri. Polusi
udara yan terus menerus juga merupakan predisposisi infeksi rekuren karena polusi
memperlambat aktivitas silia dan fagositsis, sehingga timbunan mukus menigkat sedangkan
mekanisme pertahanannya sendiri melemah. Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran
kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan
serta distorsi akibat fibrosis.
Berbagai faktor risiko untuk terjadinya bronkitis kronis (merokok, polusi udara, infeksi
berulang, dll) menimbulkan kondisi inflamasi pada bronkus. Perubahan patologi yang terjadi
pada trakea, bronki dan bronkiolus terus sampai ke saluran napas kecil (diameter 2-4 mm)
berupa infiltrasi permukaan epitel jalan napas, kelenjar duktus, kelenjar-kelenjar dengan
eksudat inflamasi (sel dan cairan) yang didominasi oleh sel T limfosit (CD8+), makrofag dan
neutrofil. Proses inflamasi kronik itu berhubungan dengan metaplasia sel goblet dan sel
squamosa dari epitelium, peningkatan ukuran epitelepitel kelenjar, peningkatan banyak otot
polos dan jaringan penunjang pada dinding jalan napas, serta degenerasi tulang rawan jalan
napas. Semua perubahan patologi itu bertanggung jawab terhadap gejala pada bronkitis kronis
yaitu batuk kronik dan produksi sputum berlebihan seperti yang dijelaskan sebagai definisi
bronkitis kronis dengan kemungkinan berkombinasi dengan masalah jalan napas perifer dan
emfisema.
4. Tanda dan gejala
Biasanya penyakit dimulai dengan tanda – tanda infeksi saluran pernapasan
akut (ISPA) atas yang disebabkan oleh virus. Batuk mula – mula kering, setelah 2
atau 3 hari batuk mulai berdahak dan menimbulkan suara lendir. Pada anak dahak
yang mukoid (kental) susah ditemukan karena sering ditelan. Mungkin dahak
berwarna kuning dan kental tetapi tidak selalu berarti telah terjadi infeksi bakteri sekunder.
Anak besar sering mengelauh rasa sakit retrosternal dan pada anak kecil
dapat terjadi sesak napas.
Pada beberapa hari pertama tidak terdapat kelainan pada pemeriksaan dada
tetapi kemudian dapat timbul ronki basah kasar dan suara napas kasar. Batuk
biasanya akan menghilang setelah 2 – 3 minggu. Bila setelah 2 minggu batuk
masih tetap ada,mungkin telah terjadi kolaps paru segmental atau terjadi infeksi
paru sekunder. Mengi (Wheezing) mungkin saja terdapat pada pasien bronkitis.
Mengi dapat murni merupakan tanda bronkitis akut, tetapi juga kemungkinan
merupakan manifestasi asma pada anak tersebut, lebih – lebih bila keadaan ini
sudah terjadi berulang kali (Ngastiyah, 2005).
Adapun tanda dan gejala umum bronkitis , adalah sebagai berikut :
1. Batuk berdahak (dahaknya bisa berwarna kemerahan)
2. Sesak napas ketika melakukan olahraga atau aktivitas ringan.
3. Sering menderita infeksi pernapasan (misalnya, flu)
4. Napas berat
5. Mudah lelah
6. Pembengkakan pergelangan kaki dan tungkai kiri dan kanan.
7. Wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna kemerahan
8. Pipi tampak kemerahan
9. Sakit kapala dan
10. Gangguan penglihatan.
5. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain :
a. Bronchitis kronik
b. Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering mengalami infeksi
berulang biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas. Hal ini
sering terjadi pada mereka drainase sputumnya kurang baik.
c. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia.
Umumnya pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
d. Efusi pleura atau empisema
e. Abses metastasis diotak, akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi supuratif pada
bronkus. Sering menjadi penyebab kematian
f. Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena ( arteri
pulmonalis ) , cabang arteri ( arteri bronchialis ) atau anastomisis pembuluh darah.
Komplikasi haemaptoe hebat dan tidak terkendali merupakan tindakan beah gawat
darurat.
g. Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran nafas
h. Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-cabang arteri dan
vena pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi arterio-venous shunt, terjadi
gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia.
Pada keadaan lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik,.
Selanjutnya akan terjadi gagal jantung kanan.
i. Kegagalan pernafasan merupakan komlikasi paling akhir pada bronchitis yang berat da
luas
j. Amiloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai komplikasi klasik
dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi ini dapat ditemukan
pembesaran hati dan limpa serta proteinurea.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar X dada
c. TLC
Tes ini dilakukan untuk melihat peningkatan pada luasnya bronkitis dan
kadang-kadang pada asma, penurunan emfisema.
d. FEV/FVC
Rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada
bronkitis dan asma.
e. GDA
f. Bronkogram
7. Penatalaksanaan
a. Batuk Efektif dan Napas Dalam
Batuk efektif adalah tindakan yang diperlukan untuk membersihkan sekret.
Tujuan napas dalam dan batuk adalah untuk meningkatkan ekspansi paru, mobilisasi
sekresi, dan mencegah efek samping dari retensi sekresi. Pasien diberi posisi duduk
tegak pada tepi tempat tidur atau kursi dengan kaki disokong. Pasien dianjurkan
untuk mengambil napas dalam dan perlahan. Bila sekret terauskultasi, kemudian
batuk dimulai pada inspirasi maksimum.
b. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka
panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow
release) atau obat berefek panjang (long acting). Macam - macam bronkodilator:
-
Golongan antikolinergik: digunakan pada derajat ringan sampai berat,
disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal
4 kali perhari)
-
Golongan agonis beta – 2: bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak,
peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya
eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet
yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk
injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
-
Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2: kombinasi kedua golongan
obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai
tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih
sederhana dan mempermudah penderita.
-
Golongan xantin: dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan
pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat.
Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk
suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan
jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
c. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang
diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1
pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
d. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan:
-
Lini I : amoksisilin, makrolid
-
Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid
baru
e. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N -
asetilsistein.
f. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang
viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak
dianjurkan sebagai pemberian rutin.
a. Anamnesa
1) Biodata
Kaji biodata mulai dari nama, alamat, usia, pendidikan, agama.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan pada klien. Apakah klien pernah atau sedang menderita suatu penyakit
lainnya dan pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya. Dan tanyakan juga
tindakan apa saja yang telah dilakukan serta obat apa saja yang telah dikonsumsi
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Klien pada umumnya mengeluh sering batuk, demam, suara serak dan kadang nyeri
dada.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji adakah keluarga klien yang sedang atau pernah mengalami penyakit yang sama
dengan penyakit klien. Dan tanyakan apakah ada anggota keluarga klien yang
mempunyai penyakit berat lainnya.
5) Aktivitas sehari-hari di rumah
Kaji pola makan, minum, eliminasi BAB, eiminasi BAK, istirahat tidur dan kebiasaan
klien.
6) Riwayat Psikososial-Spiritual
Psikologis : apakah klien menerima penyakit yang dideritanya atau menarik
diri ?
Sosial : bagaimana interaksi klien terhadap lingkungan sekitar sebelum dan
selama sakit dan apakah klien dapat beradaptasi dengan lingkungan baru (rumah
sakit) ?
Spiritual : apakah dan bagaimana klien mengerjakan ibadahnya saat sakit ?
b. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Tingkat keamanan
GCS
a. Tanda-tanda vital
Tekanan darah :
Suhu :
Nadi :
Repsirasi rate :
Pengkajian per sistem
(a) Kepala dan leher
Kepala : Kaji bentuk danada tidaknya benjolan.
Mata : Kaji warna sklera dan konjungtiva.
Hidung : Kaji ada tidaknya pernafasan cuping hidung.
Telinga : Kaji
Mulut : Kaji mukosa dan kebersihannya.
Leher : Ada tidaknya pembesaran vena jugularis.
(b) Sistem Integumen
a. Rambut : Kaji warna dan kebersihannya.
b. Kulit : Kaji warna dan ada tidaknya lesi.
c. Kuku : Kaji bentuk dan kebersihannya.
d. Sistem Pernafasan
e. Inspeksi : biasanya pada klien bronkhitis terjadi sesak, bentuk
dada barrel chest, kifosis.
f. Palpasi : Iga lebih horizontal.
g. Auskultasi : Adakah kemungkinan terdapat bunyi napas
tembahan, biasanya terdengar ronchi.
(c) Sistem Kardiovaskuler
a. Inspeksi : Kaji apakah ada pembesaran vena ingularis.
b. Palpasi : Kaji apakah nadi teraba jelas dan frekwensi nadi.
c. Auskultasi : Kaji suara s1, s2 apakah ada suara tambahan.
(d) Sistem Pencernaan
a. Inspeksi : Kaji bentuk abdomen, ada tidaknya lesi.
b. Palpasi : Kaji apakah ada nyeri tekan
c. Perkusi : Kaji apakah terdengar bunyi thympani
d. Auskultasi : Kaji bunyi peristaltik usus.
(e) Sistem Reproduksi
Kaji apa jenis kelamin klien dan apakah klien sudah menikah.
(f) Sistem Pergerakan Tubuh
Kaji kekuatan otot klien.
(g) Sistem Persyaratan
Kaji tingkat kesadaran klien dan GCS.
(h) Sistem Perkemihan
Kaji apakah ada gangguan eliminasi urin.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
-
Darah rutin : Hb, Ht dan leukosit boleh didapatkan meningkat3
-
Analisa gas darah : hipoksia dan hiperkapnia
2. Pemeriksaan faal paru
-
Spirometri : Ditemukan adanya penurunan kapasitas vital (VC) dan volume
ekspirasi kuat (FEV) serta peningkatan volume residual (RV) dengan kapasitas
paru total (TC) normal atau meningkat.
3. Radiologi
Rontgen thorax (PA/Lateral)
-
Corakan bronkovaskuler meningkat
-
Tram-track appearance : penebalan dinding bronkial3
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme
bronchus.
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
e. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
3. Rencana Keperawatan
3 Pola Nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin
selama 3x 24 jam diharapkan kondisi klien lift atau jaw thrust bila perlu
Definisi : Pertukaran udara inspirasi memenuhi kriteria hasil :
2. Posisikan pasien untuk
dan/atau ekspirasi tidak adekuat
memaksimalkan ventilasi
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan
Batasan karakteristik : suara nafas yang bersih, tidak ada 3. Identifikasi pasien perlunya
1. Penurunan tekanan pemasangan alat jalan nafas buatan
inspirasi/ekspirasi sianosis dan dyspneu (mampu
4. Pasang mayo bila perlu
2. Penurunan pertukaran udara per mengeluarkan sputum, mampu bernafas
menit dengan mudah, tidak ada pursed lips) 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
3. Menggunakan otot pernafasan 2. Menunjukkan jalan nafas yang paten
(klien tidak merasa tercekik, irama nafas, 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau
tambahan
frekuensi pernafasan dalam rentang suction
4. Nasal flaring
5. Dyspnea normal, tidak ada suara nafas abnormal) 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya
6. Orthopnea suara tambahan
7. Perubahan penyimpangan dada 3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal
(tekanan darah, nadi, pernafasan) 8. Lakukan suction pada mayo
8. Nafas pendek
9. Assumption of 3-point position 9. Berikan bronkodilator bila perlu
10. Pernafasan pursed-lip
10. Berikan pelembab udara Kassa basah
11. Tahap ekspirasi berlangsung
NaCl Lembab
sangat lama
12. Peningkatan diameter anterior- 11. Atur intake untuk cairan
posterior mengoptimalkan keseimbangan.
13. Pernafasan rata-rata/minimal
12. Monitor respirasi dan status O2
a. Bayi : < 25 atau > 60
b. Usia 1-4 : < 20 atau > 30
Terapi Oksigen
c. Usia 5-14 : < 14 atau > 25
d. Usia > 14 : < 11 atau > 24 1. Bersihkan mulut, hidung dan secret
14. Kedalaman pernafasan trakea
15. Dewasa volume tidalnya 500 ml 2. Pertahankan jalan nafas yang paten
saat istirahat
16. Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg 3. Atur peralatan oksigenasi
17. Timing rasio 4. Monitor aliran oksigen
18. Penurunan kapasitas vital
5. Pertahankan posisi pasien
Faktor yang berhubungan : 6. Onservasi adanya tanda tanda
1. Hiperventilasi hipoventilasi
2. Deformitas tulang
7. Monitor adanya kecemasan pasien
3. Kelainan bentuk dinding dada
terhadap oksigenasi
4. Penurunan energi/kelelahan
5. Perusakan/pelemahan muskulo- 8. Vital sign Monitoring
skeletal
6. Obesitas Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
7. Posisi tubuh
8. Kelelahan otot pernafasan 9. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
9. Hipoventilasi sindrom 10. Monitor VS saat pasien berbaring,
10. Nyeri duduk, atau berdiri
11. Kecemasan 11. Auskultasi TD pada kedua lengan dan
12. Disfungsi Neuromuskuler bandingkan
13. Kerusakan persepsi/kognitif
14. Perlukaan pada jaringan syaraf 12. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
tulang belakang selama, dan setelah aktivitas
15. Imaturitas Neurologis 13. Monitor kualitas dari nadi
14. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
15. Monitor suara paru
16. Monitor pola pernapasan abnormal
17. Monitor suhu, warna, dan kelembaban
kulit
18. Monitor sianosis perifer
19. Monitor adanya cushing triad (tekanan
nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
20. Identifikasi penyebab dari perubahan
vital sign
4 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
selama 3x 24 jam diharapkan kondisi klien pasien lain
Definisi : Peningkatan resiko memenuhi kriteria hasil :
2. Pertahankan teknik isolasi
masuknya organisme patogen
1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 3. Batasi pengunjung bila perlu
Faktor-faktor resiko : 2. Mendeskripsikan proses penularan
penyakit, factor yang mempengaruhi 4. Instruksikan pada pengunjung untuk
1. Prosedur Infasif
penularan serta penatalaksanaannya, mencuci tangan saat berkunjung dan
2. Ketidakcukupan pengetahuan
setelah berkunjung meninggalkan
untuk menghindari paparan patogen
3. Menunjukkan kemampuan untuk pasien
3. Trauma
mencegah timbulnya infeksi
4. Kerusakan jaringan dan 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk
peningkatan paparan lingkungan 4. Jumlah leukosit dalam batas normal cuci tangan
5. Ruptur membran amnion
5. Menunjukkan perilaku hidup sehat 6. Cuci tangan setiap sebelum dan
6. Agen farmasi (imunosupresan)
sesudah tindakan kperawtan
7. Malnutrisi
8. Peningkatan paparan lingkungan 7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai
patogen alat pelindung
9. Imonusupresi
8. Pertahankan lingkungan aseptik selama
10. Ketidakadekuatan imum buatan
pemasangan alat
11. Tidak adekuat pertahanan
sekunder (penurunan Hb, 9. Ganti letak IV perifer dan line central
Leukopenia, penekanan respon dan dressing sesuai dengan petunjuk
inflamasi)
12. Tidak adekuat pertahanan tubuh umum
primer (kulit tidak utuh, trauma
10. Gunakan kateter intermiten untuk
jaringan, penurunan kerja silia, cairan
menurunkan infeksi kandung kencing
tubuh statis, perubahan sekresi pH,
perubahan peristaltik) 11. Tingktkan intake nutrisi
13. Penyakit kronik
12. Berikan terapi antibiotik bila perlu
5 Intoleransi aktivitas b/d curah jantung Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Observasi adanya pembatasan klien
yang rendah, ketidakmampuan selama 3x 24 jam diharapkan kondisi klien dalam melakukan aktivitas
memenuhi metabolisme otot rangka, memenuhi kriteria hasil :
2. Dorong anal untuk mengungkapkan
kongesti pulmonal yang 1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa
perasaan terhadap keterbatasan
menimbulkan hipoksinia, dyspneu disertai peningkatan tekanan darah, nadi
dan status nutrisi yang buruk selama dan RR 3. Kaji adanya factor yang menyebabkan
sakit 2. Mampu melakukan aktivitas sehari hari kelelahan
(ADLs) secara mandiri
4. Monitor nutrisi dan sumber energi
Intoleransi aktivitas b/d fatigue
tangadekuat
Definisi : Ketidakcukupan energu
secara fisiologis maupun psikologis 5. Monitor pasien akan adanya kelelahan
untuk meneruskan atau fisik dan emosi secara berlebihan
menyelesaikan aktifitas yang diminta 6. Monitor respon kardivaskuler
atau aktifitas sehari hari. terhadap aktivitas
7. Monitor pola tidur dan lamanya
Batasan karakteristik :
tidur/istirahat pasien
a. melaporkan secara verbal adanya
kelelahan atau kelemahan.
b. Respon abnormal dari tekanan
Activity Therapy
darah atau nadi terhadap aktifitas
c. Perubahan EKG yang 1. Kolaborasikan dengan Tenaga
menunjukkan aritmia atau iskemia Rehabilitasi Medik
d. Adanya dyspneu atau dalammerencanakan progran terapi
ketidaknyamanan saat beraktivitas. yang tepat.
2. Bantu klien untuk mengidentifikasi
Faktor factor yang berhubungan : aktivitas yang mampu dilakukan
4. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah di susun pada tahap perencanaan.
Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki
kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan rencana keperawatan, perawat harus
mempunyai kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan
tindakan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi
kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi
5. Evaluasi
a. Pasien tidak mengalami nyeri
b. Gangguan mobilitas fisik teratasi
c. Pasien menunjukkan pengetahuan tentang proses penyakit
d. Klien kecemasan teratasi
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, Arthur C., and John E. Hall. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-
9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Indikator Diagnostik). Jakarta Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Definisi
dan Tindakan Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI