Anda di halaman 1dari 18

BRONKITIS KRONIS

2.1 Defenisi Bronkitis kronik


Bronkhitis adalah kondisi peradangan pada daerah
trakheobronkhial. Peradangan tidak meluas sampai alveoli.
Bronkhitis seringkali diklasifikasikan sebagai akut dan kronik.
Bronkhitis akut mungkin terjadi pada semua usia, namun
bronkhitis kronik umumnya hanya dijumpai pada dewasa. Pada
bayi penyakit ini dikenal dengan nama bronkhiolitis. Bronkhitis
akut umumnya terjadi pada musim dingin, hujan, kehadiran
polutan yang mengiritasi seperti polusi udara, dan rokok.

Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang ditandai


oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun,
sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak
disebabkan penyakit lainnya.

Bronkitis kronis adalah suatu kondisi peningkatan


pembengkakan dan lendir (dahak atau sputum) produksi dalam
tabung pernapasan (saluran udara). Obstruksi jalan napas
terjadi pada bronkitis kronis karena pembengkakan dan lendir
ekstra menyebabkan bagian dalam tabung pernapasan lebih
kecil dari normal. Diagnosis bronkitis kronis dibuat berdasarkan
gejala batuk yang menghasilkan lendir atau dahak di hampir
setiap hari, selama tiga bulan, selama dua tahun atau lebih
(setelah penyebab lain untuk batuk telah dikeluarkan).

Bronkitis kronik merupakan penyakit saluran napas yang


sering didapat di masyarakat. Penyakit ini menjadi masalah
kesehatan oleh karena sifatnya yang kronis dan persisten dan
progresif. Infeksi saluran nafas merupakan masalah klinis yang
sering dijumpai pada penderita bronkitis kronik yang dapat
memperberat penyakitnya. Bronkitis kronik ditandai dengan
batuk dan produksi sputum yang berlebihan (ekspektorasi)
dengan disertai rasa kelelahan/lemah dan tidak nyaman akibat
batuk kronik berdahak tersebut. Eksaserbasi infeksi akut
akanbronkitis kronik yang dapat memperberat penyakitnya.
Eksaserbasi infeksi akut akan mempercepat kerusakan yang
telah terjadi, disamping itu kuman yang menyebabkan
eksaserbasi juga berpengaruh terhadap mortalitas dan
morbiditas penyakit ini. Semakin sering terjadi eksaserbai,
maka mortalitas juga akan dan morbiditas penyakit ini.
Semakin sering terjadi eksaserbasi, maka mortalitas juga akan
semakin meningkat.

2.2.1 Epidemologi dan Etiologi


Bronkitis kronis adalah penyakit non spesifik yang terutama
mempengaruhi orang dewasa. Antara 10% dan 25% dari
populasi orang dewasa 40 tahun atau lebih tua menderita
bronkitis kronis, yang mengakibatkan substansial perawatan
kesehatan dengan biaya yang tinggi dan kehilangan berat
badan. Penyakit ini begitu umum bahwa bronkitis akut dan
bronchitis kronik eksaserbasi akut terdapat sekitar 14 juta
kunjungan dokter per tahun di Amerika Serikat. Mirip dengan
bronkitis akut kondisi dingin, iklim lembab dan adanya
konsentrasi udara yang tinggi dengan zat asing dapat
mendukung penyakit Bronkitis kronis. Ini terjadi lebih umum
pada pria dibandingkan pada wanita.

Bronkitis kronis adalah hasil dari beberapa faktor; itu yang


paling menonjol diantaranya merokok; ekspos terhadap debu
kerja, asap, dan pencemaran lingkungan; dan infeksi bakteri
(dan mungkin virus). Pengaruh masing-masing faktor dan lain-
lain, baik sendiri atau dalam kombinasi, memberikan kontribusi
untuk bronkitis kronis tidak diketahui. Asap rokok adalah agen
iritasi terkenal dan diyakini menjadi faktor dominan dalam
etiologi bronchitis kronik. Studi dari paru-paru pada individu
merokok dan tidak merokok individu jelas telah menunjukkan
peningkatan yang substansial dalam jumlah makrofag alveolar,
serta adanya peradangan bronkial, pada individu yang
merokok. Meskipun mayoritas pasien yang menderita bronkitis
kronis memiliki merokok positif, tidak ada riwayat merokok
dapat diidentifikasi dalam sebanyak 10% dari pasien. Temuan
ini menunjukkan bahwa ada iritasi saluran napas tambahan,
baik sendiri atau lebih mungkin dalam kombinasi, bertanggung
jawab untuk pathogenesis bronkitis kronis.

2.2.1.1 Tanda, Diagnosis & Penyebab


Tanda Bronkhitis memiliki manifestasi klinik sebagai berikut :
Batuk yang menetap yang bertambah parah pada malam hari
serta biasanya disertai sputum. Rhinorrhea sering pula
menyertai batuk dan ini biasanya disebabkan oleh rhinovirus.
Sesak napas bila harus melakukan gerakan eksersi (naik
tangga, mengangkat beban berat).
Lemah, lelah, lesu.
Nyeri telan (faringitis).
Laringitis, biasanya bila penyebab adalah chlamydia.
Nyeri kepala.
Demam pada suhu tubuh yang rendah yang dapat
disebabkan oleh virus influenza, adenovirus ataupun infeksi
bakteri.
Adanya ronchii.
Skin rash dijumpai pada sekitar 25% kasus

Diagnosis bronkhitis dilakukan dengan cara: Tes C- reactive


protein (CRP) dengan sensitifitas sebesar 80-100%, namun
hanya menunjukkan 60-70% spesifisitas dalam
mengidentifikasi infeksi bakteri. Metodediagnosis lainnya
adalah pemeriksaan sel darah putih, dimana dijumpai
peningkatan pada sekitar 25% kasus. Pulse oksimetri, gas
darah arteri dan tes fungsi paru digunakan untuk mengevaluasi
saturasi oksigen di udara kamar. Pewarnaan Gram pada
sputum tidak efektif dalam menentukan etiologi maupun respon
terhadap terapi antibiotika.

Penyebab bronkhitis kronik berkaitan dengan penyakit paru


obstruktif, merokok, paparan terhadap debu, polusi udara,
infeksi bakteri.

2.2.1.2 Faktor Risiko


Penularan bronkhitis melalui droplet. Faktor risiko terjadinya
bronkhitis adalah sebagai berikut:
Merokok.
Infeksi sinus dapat menyebabkan iritasi pada saluran
pernapasan atas dan menimbulkan batuk kronik.
Bronkhiektasi.
Anomali saluran pernapasan.
Foreign bodies.
Aspirasi berulang

2.2.2 Patogenesis
Temuan patologis utama pada bronkitis kronik adalah
hipertrofi kelenjar mukosa bronkus dan peningkatan jumlah dan
ukuran sel-sel goblet, dengan infiltraasi sel-sel radang dan
edema mukosa bronkus. Pembentukan mukus yang meningkat
mengakibatkan gejala khas yaitu batuk kronis. Batuk kronik
yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya
mempengaruhi bronkiolus kecil sehingga bronkiolus tersebut
rusak dan dindingnya melebar. Faktor etiologi utama adalah
merokok dan polusi udara yang lazim di daerah industri. Polusi
udara yan terus menerus juga merupakan predisposisi infeksi
rekuren karena polusi memperlambat aktivitas silia dan
fagositsis, sehingga timbunan mukus menigkat sedangkan
mekanisme pertahanannya sendiri melemah. Pada bronkitis
kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus,
metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos
pernapasan serta distorsi akibat fibrosis1.

Berbagai faktor risiko untuk terjadinya bronkitis kronis


(merokok, polusi udara, infeksi berulang, dll) menimbulkan
kondisi inflamasi pada bronkus. Perubahan patologi yang
terjadi pada trakea, bronki dan bronkiolus terus sampai ke
saluran napas kecil (diameter 2-4 mm) berupa infiltrasi
permukaan epitel jalan napas, kelenjar duktus, kelenjar-
kelenjar dengan eksudat inflamasi (sel dan cairan) yang
didominasi oleh sel T limfosit (CD8+), makrofag dan neutrofil.
Proses inflamasi kronik itu berhubungan dengan metaplasia sel
goblet dan sel squamosa dari epitelium, peningkatan ukuran
epitelepitel kelenjar, peningkatan banyak otot polos dan
jaringan penunjang pada dinding jalan napas, serta degenerasi
tulang rawan jalan napas. Semua perubahan patologi itu
bertanggung jawab terhadap gejala pada bronkitis kronis yaitu
batuk kronik dan produksi sputum berlebihan seperti yang
dijelaskan sebagai definisi bronkitis kronis dengan
kemungkinan berkombinasi dengan masalah jalan napas
perifer dan emfisema.

2.2.2.1 Komplikasi
Komplikasi jarang terjadi kecuali pada anak yang tidak sehat.
Komplikasi meliputi antara lain PPOK, bronkhiektasis, dilatasi
yang bersifat irreversible dan destruksi dinding bronkhial.

2.2.2.2 Klasifikasi Bronkitis Kronik


Berdasarkan klinis dibedakan menjadi 3 :
- Bronkitis kronis ringan (simple chronic bronchitis), ditandai
dengan batuk berdahak dan keluhan lain yang ringan.
- Bronkitis kronis mukopurulen (chronic mucupurulent
bronchitis), ditandai dengan batuk berdahak kental, purulen
(berwarna kekuningan).
- Bronkitis kronis dengan penyempitan saluran napas (chronic
bronchitis with obstruction), ditandai dengan batuk berdahak
yang disertai dengan sesak napas berat dan suara mengi.

2.2.2.3 Kontribusi Infeksi Terhadap Perjalanan klinis


Bronkitis Kronik:
Eksaserbasi infeksi akut mempercepat kerusakan yang telah
terjadi.
Kuman yang menyebabkan eksaserbasi berpengaruh pada
morbiditas dan mortalitas.
Terjadi kolonisasi.
Infeksi saluran napas berulang pada anak merupakan faktor
predisposisi terhadap terjadinya bronkitis kronik.

Bronkitis kronik eksaserbasi akut ditandai dengan


bertambahnya batuk dengan produksi sputum yang
purulent/mukopurulent atau sputum berwarna kuning/hijau dan
adanya peningkatan dyspnoe dan/atau bertambahnya volume
sputum. Semakin sering terjadi fase eksaserbasi akan
menyebabkan semakin cepatnya perburukan faal paru.
Kebanyakan eksaserbasi akut dipercaya oleh karena infeksi,
tetapi paparan allergen, polutant dan merokoksigaret dapat
berperan dalam perburukan bronkitis kronik. Organisme
patogen tersering adalah H.Influeza, pneumococcus dan
M.Catarrhalis, organisme partogen seperti klebsiella,
mycoplasma, legionella dan gram negatif lainnya jarang.

BKEA diklasifikasikan dalam 3 tingkatan keparahan:


Eksaserbasi type I :peningkatan sesak, peningkatan volume
sputum dan purulensi sputum
Eksaserbasi type II :adanya dua dari tiga gejala diatas
Eksaserbasi type III :adanya satu dari tiga gejala ditambah
salah satu dari (demam 37,5, 38,50C; sakit tenggorokan dan
hidung berlendir dalam 5 hari, bertambahnya wheezing atau
batuk).

Menurut literature lain Bronkitis kronik eksaserbasi akut


ditandai dengan 3 kriteria klinis mayor yaitu
- peningkatan purulensi sputum (batuk dengan produksi
sputum yang purulent/mukopurulent atau sputum berwarna
kuning/hijau)
- peningkatan dyspnoe
- peningkatan volume sputum

Semakin sering terjadi fase eksaserbasi akan menyebabkan


semakin cepatnya perburukan faal paru.
Terdapat tambahan kriteria minor dari gejala BKEA,
diantaranya :
- infeksi saluran pernafasan atas selama 5 hari
- peningkatan wheezing
- peningkatan batuk
- demam tanpa sumber yang jelas
- peningkatan 20% dari respiratory rate atau heart rate.

a. Dimana Derajat BKEA dapat dilihat pada table berikut :


Derajat 1 (Mild) : bila terdapat 1 dari kriteria mayor dan 1
kriteria minor
Derajat 2 ( Moderate ) : bila terdapat dua dari 3 kriteria mayor
Derajat 3 ( Severe ) : bila terdapat 3 kriteria mayor

2.3.1 Outcome
Tanpa adanya komplikasi yang berupa superinfeksi bakteri,
bronkhitis akut akan sembuh dengan sendirinya, sehingga
tujuan penatalaksanaan hanya memberikan kenyamanan
pasien, terapi dehidrasi dan gangguan paru yang
ditimbulkannya. Namun pada bronkhitis kronik ada dua tujuan
terapi yaitu: pertama, mengurangi keganasan gejala kronik
kemudian yang kedua menghilangkan eksaserbasi akut dan
untuk mencapai interval bebas infeksi yang panjang.

2.3.2.1 Terapi Non Farmakologi

Terapi Non Farmakologi yang dapat dilakukan yaitu sebagai


berikut :
Melakukan senam fisik atau senam asma
Banyak minum air putih
Makan teratur
Diet kaya dengan buah dan sayuran dan rendah lemak jenuh
Hiruplah uap air panas sekali sehari

2.3.2.2 Terapi Farmakologi

a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat
penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser
tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada
derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow
release) atau obat berefek panjang (long acting).

Macam - macam bronkodilator :


- Golongan antikolinergik: digunakan pada derajat ringan
sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga
mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari)
- Golongan agonis beta 2: bentuk inhaler digunakan untuk
mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat
sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek
panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka
panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta 2: kombinasi
kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi,
karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda.
Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana
dan mempermudah penderita.
- Golongan xantin: dalam bentuk lepas lambat sebagai
pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada
derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk
mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau
drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka
panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.

b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral
atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang
terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison.
Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila
terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1
pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.

c. Antibiotika
Untuk batuk yang menetap > 10 hari diduga adanya
keterlibatan Mycobacterium pneumoniae sehingga penggunaan
antibiotika disarankan. Untuk anak dengan batuk > 4 minggu
harus menjalani pemeriksaan lebih lanjut terhadap
kemungkinan TBC, pertusis atau sinusitis.
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup,
digunakan N - asetilsistein.

e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis
kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi
pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai
pemberian rutin.

Untuk pasien yang secara konsisten menunjukkan


keterbatasan klinis di aliran udara, tantangan terapi
bronkodilator (seperti albuterol aerosol) harus dipertimbangkan.
Tes fungsi paru dapat dilakukan sebelum dan setelah
pemberian aerosol 2-agonis untuk menentukan lebih objektif
kecenderungan pasien untuk mendapatkan keuntungan dari
tambahan Terapi aerosol. Namun, penilaian laboratorium ini,
sering dilakukan pada saat-saat kesehatan yang lebih baik,
tidak mungkin secara akurat memprediksi pasien potensi
manfaat dari aerosol 2 selama bronkitis kronis eksaserbasi
akut.

Albuterol adalah paling sering digunakan, 1-2 puff dari inhaler


meteran-dosis tiga sampai empat kali setiap hari. Peran
surfaktan aerosol juga telah dinilai pada pasien bronkitis kronis
adalah stabil dan menunjukkan hasil yang menggembirakan
sehubungan dengan peningkatan fungsi paru dan transportasi
dahak oleh silia (yaitu, clearance). Peran surfaktan sebagai
kendaraan pembawa untuk obat aerosol lainnya juga muncul
menjanjikan dan kemungkinan besar akan terus dievaluasi.
Penggunaan antimikroba untuk bronkitis kronis adalah
kontroversial. Banyak evaluasi komparatif, termasuk terkontrol
placebo. Studi administrasi antibiotik dengan pengobatan akut
dan kronis dari bronchitics kronis, telah menyarankan manfaat
klinis yang pasti, sedangkan penelitian lain yang sejenis tidak
memiliki. Antibiotik yang paling sering dipilih memiliki variabel
dalam kegiatan vitro terhadap sputum umum isolat H.
influenzae, S. pneumoniae, M. catarrhalis, dan M.
pneumoniae.

Secara umum, hasil ini yang bertentangan muncul


independen yang antibiotik digunakan atau rejimen
dibandingkan. Disparitas yang lebar yang ada dalam hasil dari
studi ini, dikombinasikan dengan kesulitan dalam pengakuan
dan kurangnya kriteria diagnostik standar untuk bronkitis kronis
eksaserbasi akut, berfungsi sebagai dasar untuk besar
kontroversi seputar keadaan penggunaan antibiotik. Ini Lebih
rumit pemilihan antibiotik adalah meningkatkan resistensi dari
bakteri patogen umum untuk agen lini pertama. Sebagai
Sebanyak 30% sampai 40% dari H. influenzae dan 95% dari M.
catarrhalis menghasilkan beta-laktamase. Selain itu, hingga
30% dari S. pneumoniae isolate menunjukkan resistensi
terhadap penisilin (konsentrasi hambat minimum [MIC] = 0,1-2
mg / L), dengan sekitar 14% dari isolat yang sangat tahan
(MIC> 2 mg / L) . Selain itu, resistensi Pneumonia meningkat
karena kejadian dari macrolide resistensi adalah sekitar 20%.
Meskipun ini perubahan kerentanan bakteri, dianjurkan untuk
memulai terapi dengan agen lini pertama pada pasien yang
kurang terpengaruh. Skema ini diuraikan dalam Tabel 2. dapat
digunakan sebagai panduan awal dalam pemilihan antibiotic
berdasarkan beratnya penyakit (kelas I sampai IV). Pedoman
ini cukup konsisten, yang baru-baru ini diterbitkan oleh
Canadian Thoracic dan Penyakit Infeksi Societies.
Terlepas dari antibiotik yang dipilih, perhatian terhadap ukuran
hasil yang telah ditentukan harus dipantau ketat di setiap
pasien untuk menentukan keberhasilan atau kegagalan terapi
Antibiotik oral intervensi. Dengan spektrum antibakteri yang
lebih luas (misalnya, cefixime, amoksisilin-klavulanat,
fluoroquinolones, atau azalides) yang memiliki lebih kuat dalam
kegiatan vitro terhadap isolat sputum umumnya tidak
diperlukan sebagai terapi awal karena respon klinis sering
muncul independen dari patogen di kerentanan vitro untuk
banyak pasien.

Sebuah hasil klinis pemilihan obat mengarahkan variabel


penting dan kriteria untuk mulai antibiotik pada pasien individu
adalah periode bebas infeksi ketika bronchitics kronis berhenti
antibiotik. Sebenarnya panjang periode waktu bebas infeksi,
serta perubahan dalam jumlah kunjungan praktek dokter dan
rumah sakit dengan penerimaan rejimen antibiotik tertentu,
sangat penting untuk mengidentifikasi, bila memungkinkan,
untuk setiap pasien. Regimen antibiotik yang dihasilkan pada
periode bebas infeksi terpanjang mendefinisikan "rejimen
pilihan" untuk pasien khusus untuk eksaserbasi akut masa
depan penyakit mereka.

Antibiotik harus dipilih yang efektif terhadap bertanggung


jawab patogen, yang menunjukkan risiko paling interaksi obat,
dan yang dapat diberikan dengan cara yang mempromosikan
kepatuhan. Antibiotik yang biasa digunakan dalam pengobatan
pasien dan mereka dewasa masing mulai dosis diuraikan
dalam Tabel 3. Dosis antibiotik harus disesuaikan sesuai
kebutuhan untuk efek klinis yang diinginkan dan kejadian
terendah efek samping yang dapat diterima. Sebuah sering
digunakan strategi klinis untuk meningkatkan durasi periode
bebas gejala menggabungkan regimen antibiotik dosis tinggi
menggunakan batas atas dosis harian yang direkomendasikan
antibiotik untuk jangka waktu 10 sampai 14 hari.

Secara tradisional, ampisilin telah dianggap sebagai obat


pilihan untuk pengobatan eksaserbasi akut bronkitis kronis.
Sayangnya, kebutuhan untuk dosis harian beberapa ulangi
(empat kali sehari), peningkatan kejadian efek samping
gastrointestinal, dan meningkatnya

Insiden penisilin-tahan -laktamase-memproduksi strain


bakteri (lihat Tabel 2 dan 3) telah membatasi kegunaan biaya-
efektif antibiotik aman dan sangat ini. Seperti yang dinyatakan
sebelumnya, sistem klasifikasi yang diusulkan diuraikan dalam
Tabel 2 menawarkan Pilihan pertama pengobatan lini kedua
untuk bronkitis kronis eksaserbasi akut yang diarahkan oleh
status klinis awal pasien. Rekomendasi perawatan ini dapat
digunakan untuk memulai terapi di pasien dengan kelas I
sampai IV penyakit.

Nilai erythromycins ketika Mycoplasma terlibat adalah


dipertanyakan, sedangkan nilai, jika ada, dari eritromisin baru
Analog azitromisin atau klaritromisin sebagai agen lini pertama
dalam pengobatan pasien ini tidak diketahui. Azitromisin harus
dipertimbangkan macrolide/azalide sebagai pilihan ketika
mempertimbangkan obat dalam spektrum antibakteri aktivitas
vitro, karakteristik jaringan distribusi, dan kurangnya berbasis
interaksi metabolism obat-obat ini. Sebaliknya,
fluoroquinolones telah muncul sebagai alternatif agen yang
efektif, terutama ketika patogen gram negatif yang terlibat atau
pasien lebih klinis atau sakit berat (lihat Tabel 2). Meningkatkan
resistensi patogen dipilih untuk ciprofloxacin mungkin
memerlukan penggunaan analog yang lebih baru dengan yang
lebih besar dalam aktivitas antibakteri vitro, termasuk penisilin-
toleran atau tahan S. pneumoniae (misalnya, gatifloksasin).
Biaya peningkatan fluoroquinolones mungkin sebanding oleh
kemungkinan keunggulan fluoroquinolones di awal jelas
mereka tingkat keberhasilan dan periode lebih lama.

Waktu bebas infeksi Pada pasien yang sejarah menunjukkan


eksaserbasi berulang penyakit yang mungkin timbul dari
peristiwa tertentu (misalnya, itu adalah musiman atau terkait
dengan musim dingin), percobaan antibiotik profilaksis mungkin
akan bermanfaat. Jika tidak ada perbaikan klinis tepat dicatat
melalui jangka waktu (2-3 bulan per tahun selama 2 sampai 3
tahun), lebih lanjut upaya terapi profilaksis dapat dihentikan.
Demikian pula, uji antibiotik-pasien tertentu dapat dilakukan
pada individu mengalami eksaserbasi akut, berfokus pada
mendefinisikan periode bebes infeksi. Meskipun kurang
diinginkan, metode penilaian klinis mungkin membedakan
pasien yang akan mendapatkan keuntungan dari profilaksis
terapi antibiotik dari mereka tidak.

Sementara Terapi yang dianjurkan untuk Bronkitis Kronik


Eksaserbasi Akut (BKEA) adalah dengan antibiotika oral, tetapi
harus mencapai konsentrasi yang tinggi di jaringan, ditolerensi
dengan baik, berspektrum luas dan mempunyai onset kerja
yang cepat. Kondisi diatas ini dipenuhi oleh ciprofloxacin,
inhibitor fluroquinolonegyrase yang spetrum anti bakterinya
mencakup gram negatif dan gram positif. Salah satu standard
di dalam pengobatan terhadap BKEA adalah amoxycilin, sering
dikombinasi dengan asam klavulanat. Dalam membandingkan
antara terapi standard menggunakan amoxycilin dengan
ciprofloxacin. Ciprofloxacin sangat baik untuk mengatasi
penderita BKEA walaupun hanya diberikan per oral denga
dosis 2 x 500 mg per hari selam 7 hari. Efektifitas pengobatan
ciprofloxacul sedikit lebih baik dibanding amoxycilin yang
diberikan dengan dosis 3 x 500 mg. Selain itu Keuntungan dari
ciprofloxacin dalam resistensi tidak mudah terjadi.

2.3.3 Terapi Pendukung


Stop rokok, karena rokok dapat menggagalkan mekanisme
pertahanan tubuh.
Bronkhodilasi menggunakan salbutamol, albuterol.
Analgesik atau antipiretik menggunakan parasetamol, NSAID.
Antitusiv, codein atau dextrometorfan untuk menekan batuk.
Vaporizer

2.3.4 KIE

KIE (Konseling, Informasi, Edukasi) yang dilakukan pada


pasien yaitu
Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit bronkhitis kronik
yang diderita
Memberitahukan kepada pasien mengenai obat-obat yang
diberikan
Memberitahukan kepada pasien mengenai terapi non
farmakologi yang harus dijalankan oleh pasien untuk
menunjang terapi farmakologi
Menerangkan tentang bahaya dan keburukan merokok
sehingga pasien mau berhenti merokok
Memberikan edukasi tentang self medication terhadap pasien
jikalau sesaknya kambuh
Memberikan nasihat pada pasien agar segera melaporkan ke
dokter atau apoteker jika ada keluhan dalam menggunakan
obat sehingga tidak memperparah sakit yang dideritanya.
Menekankan pada pasien untuk kembali datang dan
memeriksakan diri jika setelah diberi obat justru muncul gejala
lain yang diakibatkan oleh obat agar segera ditangani dengan
tepat.

2.3.5 Monitoring
Monitoring yang dilakukan yaitu mencakup :
3 Monitoring fungsi paru secara periodik
4 Monitoring dispnea dan frekuensi eksaserbasi
5 Memantau bising mengi, Volume dan purulen sputum, reaksi
obat bantu nafas
6 Memantau efek samping obat yang mungkin terjadi
7 Memantau kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi

2.4 Contoh Kasus Bronkitis Kronik


Kasus :

Ny HA. Umur 26 Th, BB 50 kg, TB 165 cm datang ke


Puskesmas dengan keluhan batuk. Di mengaku alergi dingin
dan debu serta sering sekali menderita flu. Ny. HA 5 tahun
terakhir didiagnosa Asma oleh dokter dan mendapat
pengobatan Salbutamol. Selama 3 bulan terakhir dia
mengalami batuk berdahak dan sering sekali flu. Saat ini Ny.
HA kehilangan selera makan dan tidak enak badan, dada
sesak dan bunyi mengi.

Hasil pemeriksaan fisik: TD: 135/90 mmHg, Suhu 380 C, Nadi


130 x/menit.
Hasil uji fungsi paru: FEV: 60%
Karakteristik Sputum: Purulen dan ada peningkatan volume.
Tentukan permasalahan pasien dan bagaimana tatalaksana
terapinya.
Jawab:

Data pasien

Nama : Ny. HA
Umur : 26 th
BB : 50 kg
TB : 165 cm

Riwayat penyakit : asma 5 th terakhir


Riwayat pengobatan : salbutamol
Pengobatan saat ini : - (tidak ada)
Hasil leb : pemeriksaan fisik:
TD : 135/90 mmHg
Denyut nadi : 130/menit
Suhu badan : 38oC
Hasil uji Fungsi Paru : FEV : 60 %
Permasalahan pasien : batuk berdahak selama 3 bulan
terakhir dan sering sekali flu, setiap batuk dada terasa sesak
dan bunyi mengi.
Gejala dan tanda:

Gejala meliputi :
- Sering flu
- Hilangnya selera makan
- Dada sesak
- Bunyi mengi
- Tidak enak badan

Tanda :
- FEV1 60 %
- Peningkatan volume sputum
- Batuk dengan Mengeluarkan dahak purulen
Dapat di simpulkan pasien ini menderita penyakit Bronkitis
Kronik Tipe II (FEV1 60 %, peningkatan volume sputum dan
karakterisik sputum purulen) dan Eksaserbasi Type 1
(Peningkatan sesak, peningkatan volume sputum dan purulensi
sputum).

Tata laksana terapi:

Non farmakologi:

1. Melakukan senam fisik atau senam asma


2. Banyak minum air putih
3. Makan teratur
4. Diet kaya dengan buah dan sayuran dan rendah lemak jenuh

Drug of choice (Farmakologi):


Ambroksol 30 mg 3 x 1 sehari (Mukolitik)
Ciprofloxasin (Antibiotik) 2 x 500 mg selama 14 hari, 3 strip @
Rp 5.000,- Harga Rp 15.000,-
Salbutamol (Bronkodilator) inhalasi (100 mcg) 3-4 kali sehari 2
semprot

KIE:
1. Hindari asap rokok
2. Hindari debu
3. Hindari makan makanan berlemak
4. Hindari mengkonsumsi alkohol
5. Memakai pakaian yang longgar
6. Kurangi mengkonsumsi natrium (garam)
7. Memakai masker saat bepergian
8. Memakai jaket pada saat malam hari

Anda mungkin juga menyukai