2.2.2 Patogenesis
Temuan patologis utama pada bronkitis kronik adalah
hipertrofi kelenjar mukosa bronkus dan peningkatan jumlah dan
ukuran sel-sel goblet, dengan infiltraasi sel-sel radang dan
edema mukosa bronkus. Pembentukan mukus yang meningkat
mengakibatkan gejala khas yaitu batuk kronis. Batuk kronik
yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya
mempengaruhi bronkiolus kecil sehingga bronkiolus tersebut
rusak dan dindingnya melebar. Faktor etiologi utama adalah
merokok dan polusi udara yang lazim di daerah industri. Polusi
udara yan terus menerus juga merupakan predisposisi infeksi
rekuren karena polusi memperlambat aktivitas silia dan
fagositsis, sehingga timbunan mukus menigkat sedangkan
mekanisme pertahanannya sendiri melemah. Pada bronkitis
kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus,
metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos
pernapasan serta distorsi akibat fibrosis1.
2.2.2.1 Komplikasi
Komplikasi jarang terjadi kecuali pada anak yang tidak sehat.
Komplikasi meliputi antara lain PPOK, bronkhiektasis, dilatasi
yang bersifat irreversible dan destruksi dinding bronkhial.
2.3.1 Outcome
Tanpa adanya komplikasi yang berupa superinfeksi bakteri,
bronkhitis akut akan sembuh dengan sendirinya, sehingga
tujuan penatalaksanaan hanya memberikan kenyamanan
pasien, terapi dehidrasi dan gangguan paru yang
ditimbulkannya. Namun pada bronkhitis kronik ada dua tujuan
terapi yaitu: pertama, mengurangi keganasan gejala kronik
kemudian yang kedua menghilangkan eksaserbasi akut dan
untuk mencapai interval bebas infeksi yang panjang.
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat
penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser
tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada
derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow
release) atau obat berefek panjang (long acting).
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral
atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang
terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison.
Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila
terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1
pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
c. Antibiotika
Untuk batuk yang menetap > 10 hari diduga adanya
keterlibatan Mycobacterium pneumoniae sehingga penggunaan
antibiotika disarankan. Untuk anak dengan batuk > 4 minggu
harus menjalani pemeriksaan lebih lanjut terhadap
kemungkinan TBC, pertusis atau sinusitis.
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup,
digunakan N - asetilsistein.
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis
kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi
pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai
pemberian rutin.
2.3.4 KIE
2.3.5 Monitoring
Monitoring yang dilakukan yaitu mencakup :
3 Monitoring fungsi paru secara periodik
4 Monitoring dispnea dan frekuensi eksaserbasi
5 Memantau bising mengi, Volume dan purulen sputum, reaksi
obat bantu nafas
6 Memantau efek samping obat yang mungkin terjadi
7 Memantau kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi
Data pasien
Nama : Ny. HA
Umur : 26 th
BB : 50 kg
TB : 165 cm
Gejala meliputi :
- Sering flu
- Hilangnya selera makan
- Dada sesak
- Bunyi mengi
- Tidak enak badan
Tanda :
- FEV1 60 %
- Peningkatan volume sputum
- Batuk dengan Mengeluarkan dahak purulen
Dapat di simpulkan pasien ini menderita penyakit Bronkitis
Kronik Tipe II (FEV1 60 %, peningkatan volume sputum dan
karakterisik sputum purulen) dan Eksaserbasi Type 1
(Peningkatan sesak, peningkatan volume sputum dan purulensi
sputum).
Non farmakologi:
KIE:
1. Hindari asap rokok
2. Hindari debu
3. Hindari makan makanan berlemak
4. Hindari mengkonsumsi alkohol
5. Memakai pakaian yang longgar
6. Kurangi mengkonsumsi natrium (garam)
7. Memakai masker saat bepergian
8. Memakai jaket pada saat malam hari