Anda di halaman 1dari 78

RANGKUMAN SIDANG

FARMAKOLOGI

1. Judul TA:
Aktivitas Antihipertensi Dan Perbaikan Elastisitas Pembuluh Darah Ekstrak Daun Pegagan (Centella
asiatica)
2. Ekstrak kategori obat/bukan?
Ekstrak belum dapat dikategorikan sebagai obat, karena untuk dapat dikategorikan sebagai obat, ekstrak
harus melalui proses isolasi hingga diperoleh isolat yaitu senyawa spesifik yang memiliki aktivitas.
Setelah itu barulah isolat tersebut dapat diproses oleh industri modern untuk dilakukan pengujian
selanjutnya dan diproduksi sebagai obat
3. Syarat obat :
a. Aman
b. Berkhasiat
c. Memiliki mutu/karakter
4. Definisi fitofarmaka :
Sediaan yang berasal dari alam, dimana khasiat dan keamanannya telah diuji secara praklinik dan uji
klinis, dimana bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang telah distandarisasi sesuai
persyaratan yang berlaku
5. Bedanya obat dengan fitofarmaka
Obat fitofarmaka
Bahan : sintetis tanaman/herbal
Komposisi : tunggal campuran
Pemakaian : riset-klinis empiris-klinis
Perbandingan efek : farmakoterapi-farmaka fitoterapi-fitofarmaka
6. Syarat fitofarmaka :
a. Aman
b. Berkhasiat
c. Mutu/karakter
d. Melewati uji praklinik – klinik
e. Bahan baku dan produk jadi telah distandarisasi
7. Definisi obat :
Obat adalah bahan/zat yang aktif secara farmakologi (memiliki aktivitas farmakologi) dan
mempengaruhi sistem biologi (tubuh) untuk mencapai tujuan upaya pengobatan diantaranya :
a. Kuratif (penyembuhan)
b. Preventif (pencegahan)
c. Rehabilitative (pemulihan)
d. Kontraseptif (pencegahan kehamilan)
e. Diagnosis (penetapan penyakit
f. Manipulasi kedokteran (pembedahan, transplantasi, dll)
8. Uji praklinis :
Pengujian yang dilakukan untuk menilai keamanan suatu obat (uji toksisitas) dan khasiat
(farmakodinamika) suatu obat
9. Uji klinis :
a. Fase 1
Tahap awal (tahap pengujian rancangan terbuka) : tidak menggunakan pembanding, dilakukan untuk
melihat gambaran farmakokinetik obat (ADME), kesimpulan yang dihasilkan masih sementara,
pemeriksaan meliputi : anamnesa, pemeriksaan klinik, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan
khusus
b. Fase 2 dan 3
Tahap lanjut ( tahap pengujian terkendali) : menggunakan pembanding, subjek/pasien dibagi secara
acak menjadi 3 kelompok yaitu kelompok calon fitofarmaka, kontrol negative/placebo, kontrol
positif/pembanding, merupakan uji definitive yang menggunakan subjek dalam jumlah banyak, dan
menggunakan metode serta monitoring yang ketat
c. Fase 4
Tahap pemantauan : merupakan tahap untuk mengetahui efek samping yang jarang terjadi dan
biasanya timbul setelah waktu yang panjang, dimana belum terdeteksi pada saat uji klinis
sebelumnya, merupakan bagian dari MESO (monitoring efek Samping Obat) nasional, tidak
menutup kemungkinan bahwa obat yang sudah lama beredar di pasaran, dan ketika suatu waktu
menimbulkan efek yang merugikan maka akan ditarik kembali dari pasar.
10. Uji efek
Uji efek/uji aktivitas/uji farmakodinamik adalah pengujian eksperimental yang digunakan untuk
mengetahui efek/aktivitas dari suatu objek dan dpat dilakukan secara in vivo ataupun in vitro
11. Hipertensi
Anfisman
Di ppt yaaaaaaaaa
Penyakit kardiovaskular yang diakibatkan karena peningkatan tekanan darah arteri dalam jangka
waktu yang lama. Akibatnya, tekanan darah di jantung mengalami peningkatan, dimana tekanan darah
sistolik ≥ 140 mmHg serta tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg ketika dalam keadaan istirahat.
Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah dengan kekuatan yang tinggi terhadap dinding arteri
sewaktu jantung berkontraksi (berdetak).
Tekanan darah diastolik adalah tekanan darah dengan kekuatan yang rendah terhadap pembuluh darah
arteri sewaktu jantung berelaksasi (beristirahat).
Jenis dan penyebab hipertensi
a. Hipertensi primer (tidak diketahui penyebabnya).
 Faktor genetik (seperti mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stres,
reaktifitas pembuluh darah terhadap vasokontriktor, dan resistensi insulin)
 Faktor lingkungan (seperti pola makan, kebiasaan merokok, dan obesitas).
b. Hipertensi sekunder (dapat diketahui penyebabnya)
 Penyakit ginjal kronis
 Hipertensi renovaskular (tekanan darah tinggi akibat penyempitan arteri yang membawa
darah ke ginjal)
 Sleep apnea (gangguan tidur)
Kualitas tidur yang kurang baik akan memicu stress psikologis dan fisik yang berpengaruh
terhadap organ ginjal pada bagian adrenal korteks yang menghasilkan hormon kortisol, sehingga
memicu kelenjar pituari mensekresikan Adreno Corticotropin Hormone (ACTH). Dimana,
ACTH ini berperan membantu menghasilkan aldesteron yang menyebabkan peningkatan
penyerapan ion natrium dan air pada ginjal, akibatnya terjadi hiperterofi atrium dan ventrikel kiri
jantung kemudian meningkatkan kerja jantung akibatnya terjadilah peningkatan tekanan darah.
 Sindrom cushing (kumpulan gejala klinis akibat kelebihan kadar hormon kortisol dalam
tubuh)
 Induksi oleh obat dan alcohol
 Pheochromocytoma (tumor langka pada kelenjar adrenal)
 Penyakit hipotiroid (kekurangan hormon tiroid) dan hipertiroid (kelebihan hormon tiroid)
Hormon tiroid meningkatkan metabolisme tubuh total dan konsumsi oksigen yang secara tidak
langsung meningkatkan beban kerja jantung. Selain itu, hormon tiroid juga menyebabkan efek
inotropik, kronotropik, dan dromotropik yang mirip dengan efek stimulasi adrenergic
(meningkatkan kekuatan dan frekuensi denyut jantung.
 Penyakit hiperparatiroid (kelebihan hormon paratiroid)
 Penyempitan aorta

Klasifikasi hipertensi menurut ESH


Kategori Tekanan Darah Sitolik Tekanan Darah Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Optimal < 120 <80
Normal 120-129 80-84
Normal Tinggi 130-139 85-89
Derajat 1 hipertensi 140-19 90-99
Derajat 2 hipertensi 160-179 100-109
Derajat 3 hipertensi >180 >110
Hipertensi sistolik terisolasi >140 <90

Patofisiologi
Berikut adalah gambar mengenai patofisiologi menurut Dipiro dkk (2012).

Hipertensi umumnya terjadi karena adanya gangguan pada ginjal, yang menyebabkan penurunan fungsi
ginjal, sehingga mengaktivasi saraf simpatis, afferent arteriol, dan sel juxtaglomerular sehingga terjadi
pelepasan renin yang akan meningkatakan signal macula densa, meningkatkan stimulasi saraf simpatik,
dan menurunkan renal arteri. Renin mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin, dengan adanya
ACE (Angiotensin Converting Enzym) akan mengubah angiotensin 1 menjadi angiotensin 2. Jika
angiotensin 2 terbentuk maka akan menyebabkan vasokonstriksi, terbentuknya angiotensin 2 akan
mempengaruhi beberapa organ seperti : pada adrenal kortex akan menyebabkan peningkatan pada
sintesis aldosteron sehingga terjadi reabsorpsi natrium dan air yang dapat menyebabkan peningkatan
pada volume darah, pada ginjal dan usus menyebabkan reabsorpsi natrium dan air, pada SSP (sistem
saraf pusat) akan menyebabkan vasopresssin, pada sistem saraf perifer menyebabkan peningkatan
resisten perifer total, pada otot polos menyebabkan vasokontriksi, pada jantung menyebabkan
peningkatan kontraktilitas yang dapat meningkatkan CO (cardiac output). Sehingga dapat disimpulkan
bahwa peningkatan sintesis aldosteron, reabsorpsi natrium dan air, peningkatan Total resistance
Peripheral (TPR), vasokonstriksi dan peningkatan cardiac ouput itu yang menyebabkan peningkatan
pada tekanan darah.

Faktor resiko hipertensi


1. Diabetes mellitus
Terjadi karena perubahan kadar gula darah, dimana kadar gula darahnya tinggi,
sehingga menempel pada dinding pembuluh darah. Kemudian terjadi proses oksidasi, dimana
gula darah akan bereaksi dengan protein dari pembuluh darah yang membentuk AGEs (zat yang
dibentuk dari kelebihan gula dan protein yang saling berikatan). Pembentukan AGEs ini akan
menarik lemak yang jenuh atau kolesterol yang kemudian menempel pada dinding pembuluh
darah, akibatnya merusak dinding pembuluh darah bagian dalam dan terjadi reaksi inflamasi
yang membentuk plak (bersatunya sel darah merah, dan sel pembekuan darah). Dimana, plak
tersebut membuat dinding pembuluh darah menjadi keras, kaku, dan akhirnya timbul
penyumbatan yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah.

2. Dyslipidemia
Terjadi karena peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma, yang
menyebabkan peningkatan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kenaikan kadar trigliserida, dan
penurunan kadar HDL. Akibatnya terjadi penebalan dinding pembuluh darah dan akhirnya
meningkatkan tekanan darah.

3. Obesitas
Obesitas terjadi akibat jumlah kalori yang masuk lewat makanan dan minuman lebih
besar dari pada jumlah kalori yang dikeluarkan untuk tumbuh kembang. Akibatnya massa
tubuh semakin besar, sehingga volume darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan
makanan ke jaringan tubuh semakin meningkat. Akibatnya dinding arteri mendapatkan
tekanan yang lebih besar, sehinggga jantung akan bekerja lebih kuat dan terjadi peningkatan
tekanan darah.
Selain itu, obesitas juga dapat menyebabkan hipertensi melalui mekanisme pengaktifan
system RAAS dan peningkatan aktivitas simpatis, sehingga berhubungan dengan leptin.
Dimana, leptin yang disekresikan oleh sel adipose berikatan dengan reseptor pada hipotalamus,
sehingga meningkatkan penyerapan ion natrium dan air pada ginjal, serta mengubah substansi
vasoaktif seperti NO, akibatnya terjadi hiperterofi atrium dan ventrikel kiri jantung, meningkatkan
kerja jantung, dan terjadilah peningkatan tekanan darah.

4. Microalbuminuria
Terjadi kerusakan organ ginjal, sehingga menyebabkan kerusakan endotel di
glomerulus dan pembuluh darah sistemik. Dimana, hal tersebut nantinya akan menyebabkan
aterosklesrosis dan terjadi peningkatan tekanan darah.

5. Merokok
Terjadi karena nikotin merangsang sistem saraf simpatik, sehingga melepaskan
hormon stres norephinephrine dan segera mengikat reseptor hormon alfa-1. Kemudian hormon
ini mengalir dalam pembuluh darah ke seluruh tubuh, sehingga jantung akan berdenyut lebih
cepat (takikardia) dan pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi. Selanjutnya akan
menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan menghalangi aliran darah secara normal, sehingga
tekanan darah akan meningkat.

6. Stress
Teradi karena stress akan memicu pelepasan hormon adrenalin, kemudian akan
meningkatkan tekanan darah melalui kontraksi arteri (vasokontriksi) dan peningkatan denyut
jantung. Apabila stres berlanjut, tekanan darah akan tetap tinggi sehingga orang tersebut akan
mengalami hipertensi.

Kriteria Sindrom Metabolik dan Goal tekanan darah


Indeks Biokimia Jenis Kelamin Parameter
Lingkar pinggang Pria Lebih kecil dari 35 inci.
Wanita Lebih kecil dari 31 inci.

Kolesterol HDL Pria Lebih besar dari 50 mg/dL.


Wanita Lebih besar dari 40 mg/dL.

Trigliserida Pria dan wanita Lebih kecil dari atau sama dengan 150 mg/dL.
Glukosa darah Pria dan wanita Lebih kecil dari atau sama dengan 100 mg/dL.
puasa
Tekanan darah Pria dan wanita Lebih kecil dari atau sama dengan 130/85 mmHg.

Kriteria ESH/ESC 2013 2014 Hypertension


guideline
Tanpa komplikasi <140/90 mmHg ≥ 60 tahun
<150/90 mmHg
< 60 tahun atau ≥ 18 tahun
<140/90 mmHg
Pasien dengan <140/85 mmHg ≥ 18 tahun
diabetes atau CKD <140/90 mmHg
Lansia (≥ 80 tahun) 140/90 mmHg sampai 150/90 -
mmHg

Jenis Obat Antihipertensi


1. Terapi nonfarmakologi
a. Mengurangi asupan natrium
Mengurangi asupan natrium kurang lebih sebanyak 2,4 gram merupakan salah satu
upaya untuk menurunkan tekanan darah, karena apabila penderita hipertensi mengurangi
konsumsi natrium, maka konsentrasi natrium pada cairan di luar sel akan menurun,
sehingga tidak akan menyebabkan penumpukan cairan di ruangan ekstrasel, akibatnya jantung
tidak harus bekerja keras untuk memompa darah ke seluruh tubuh, dan tidak menyebabkan
peningkatan tekanan darah.
b. Menurunkan bobot badan pada individu yang mengalami obesitas
Penurunan bobot badan dilakukan dengan cara menerapkan pola makan DASH (Dietary
Approach to Stop Hypertension) yang kaya akan kalium dan kalsium seperti : buah, sayur, dan
produksi susu rendah lemak.
c. Mengurangi konsumsi alcohol
Mengurangi konsumsi alkohol dapat menurunkan tekanan darah, karena dengan
mengurangi konsumsi alkohol, maka tidak akan muncul efek seperti peningkatan keasaman
darah, sehingga darah tidak akan menjadi lebih kental dan jantung tidak bekerja lebih keras
untuk memompa darah, akibatnya tidak terjadi peningkatan tekanan darah.
d. Melakukan aktifitas fisik secara teratur
Melakukan aktivitas fisik secara teratur dapat menurunkan tekanan darah, karena dapat
menyebabkan relaksasi pembuluh darah, sehingga dapat mengurangi tahanan perifer,
akibatnya aktifitas jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh akan berkurang sehingga
terjadi penurunan denyut jantung, curah jantung, dan terjadi penurunan tekanan darah.

2. Terapi farmakologi

Golongan Obat Nama Obat Mekanisme Kerja Target Obat Efek Samping
ACE Inhibitor Kaptopril Menghambat ACE yang Enzim ACE Batuk kering,
memperantarai pembentukan hiperkalemia,
Angiotensin I menjadi Angiotensin insufisiensi
II sebagai vasokontriktor, sehingga ginjal,
terjadi penurunan sistem saraf angioedema
simpatis, penurunan resistensi
vaskular perifer, penurunan
aldosteron, penurunan retensi air dan
Na+, peningkatan otot polos
vaskular, serta peningkatan
bradikinin, sehingga terjadi
penurunan tekanan darah.

Angiotensin II Losartan Menghambat aktivitas Angiotensin AT II dengan Hiperkalemia,


Antagonis II, sehingga terjadi penurunan sistem reseptor AT 1 defisiensi
saraf simpatis, peningkatan otot fungsi ginjal,
polos vaskular, peningkatan angioedema,
bradikinin, penurunan aldosteron, hipotensi.
penurunan retensi air dan Na+,
sehingga terjadi penurunan tekanan
darah.
Penghambat Propanolol  Menurunkan frekuensi denyut Reseptor B-1 Hipoglikemia,
adrenoreseptor jantung, sehingga dapat selektif hiperkalemia,
beta (antagonis menurunkan curah jantung, dan (jantung dan dan
β2) akhirnya dapat menurunkan ginjal) hiperlipidemia
tekanan darah.
 Menghambat renin, sehingga Reseptor B-1
menurunkan pembentukan dan B-2, B-2
Angiotensin II, yang (paru-paru)
mengakibatkan penurunan
aldosteron, penurunan retensi air
dan Na+, penurunan volume
darah, penurunan curah jantung,
dan penurunan tekanan darah.

Penghambat Amlodipin Menghambat saluran Ca2+ dalam sel, Jantung dan Hiperplasia
kanal Ca2+ sehingga terjadi penurunan jumlah otot polos gingival dan
Ca2+ diluar sel, yang menyebabkan takikardia
vasodilatasi dan kontraksi otot refleks.
jantung.

Diuretik Thiazid Menurunkan tekanan darah dengan Tubulus distal Hipokalemia


(hidroklorotia cara meningkatkan asupan Na+ dan dan
zid) ekskresi air, sehingga menurunkan ketidakseimba
volume darah, menurunkan curah ngan elektrolit
jantung, dan menurunkan resistensi lainnya.
perifer.
Efek negatif
pada
glukosadan
lipid.

Loop diuretik Menghambat transport bersamaan Lengkung Hipokalemia


(furosemid) antara Na+/ K+/ Cl-, sehingga henle dan
menyebabkan retensi air, Na+, dan ketidakseimba
Cl-. ngan elektrolit
lainnya.

Diuretik Amilorid dan triamteren Tubulus distal Hiperkalemia


hemat kalium (menghambat pengangkut epitel Na+ dan koligens dan
(amilorid, pada tubulus distal dan tubulus ginekomastia
triamteren, koligens).
spironolakton
, dan Spironolakton dan eplerenon
eplerenon) (menurunkan volume darah,
meningkatkan sekresi urin serta
mengatasi kekurangan K+ dan Na+
akibat diuretik lain, serta
menurunkan remodelling jantung
yang terjadi pada gagal jantung).
Vasodilator Isosorbid Menyebabkan relaksasi otot polos Pembuluh Edema,
dinitrat, vaskular sehingga dapat menurunkan darah dan otot hipertrikosis
minoxidil, resistensi dan tekanan darah. polos (minoxidil),
hidralazin takikardia,
sindrom
seperti lupus
(hidralazin).

Obat pembanding (kaptopril)


1. Memiliki struktur kimia 1-[(2S)-3-mercapto-2-methylpropionyl]-L-proline

2. Memiliki bentuk kristal putih yang memiliki sedikit bau belerang, larut dalam air (sekitar 160 mg /
mL), metanol, etanol, dan sedikit larut dalam kloroform serta etil asetat.
3. Kekuatan sediaannya 12,5 mg, 25 mg, 50 mg, dan 100 mg yang diberikan secara oral.
4. Bahan aktif: selulosa mikrokristalin, pati jagung, laktosa, dan asam stearat.
5. Farmakokinetik
Absorpsi
 Diberikan secara oral yaitu melalui mulut, masuk ke lambung dan di dalam lambung obat
tersebut dihancurkan kedalam bentuk partikel-partikel kecil untuk di absorbsi di usus halus.
 Rata-rata minimal obat yang di absorbsi adalah 75% dan berkurang menjadi 30-40% dengan
adanya makanan, serta 25-30% captopril akan berikatan dengan protein.
 Durasi pada dosis tunggal selama 6-12 jam dengan onset 1 jam.
 Waktu paruh dipengaruhi oleh fungsi ginjal dan jantung yaitu kurang dari 3 jam.
 Bioavailabilitasnya kurang lebih 65%, serta konsentrasi puncak dalam plasma adalah 45-60
menit setelah di berikan secara oral.

Distribusi
Melewati plasenta dan dalam jumlah yang kecil masuk kedalam air susu, sehingga distribusi obat
ini tidak melewati blood brain barrier.
Metabolisme
Terjadi di hati sekitar 50% dan diekskresikan melalui urin (95%) dalam waktu 24 jam.
Eksresi
Terjadi di ginjal, dimana lebih dari 95% dosis yang di absorbsi dikeluarkan dalam urin.

6. Farmakodinamik
 Menghambat ACE untuk mengubah angiostensin I yang belum aktif menjadi angiostensin II
yang bersifat aktif.
 Karena pembentukan angiostensin II terhambat, maka :
a. Terjadi vasodilatasi, penurunan sekresi aldosterone (karena meningkatkan serum potassium
level) sehingga ginjal mensekresi natrium dan cairan, mensekresi kalium, akhirnya
mengurangi beban jantung, baik after-load maupun preload.
b. Mengurangi resistensi arteri perifer dan meningkatkan cardiac output.
c. Meningkatkan aliran darah di ginjal tetapi tidak memberikan efek pada filtrasi di
glomerulus.
d. Meningkatkan pengeluaran bradikinin (vasodilator kuat) sehingga menstimulus pelepasan
prostaglandin dan nitric oxide. Peningkatan bradikinin dapat meningkatkan efek
penurunan tekanan darah, tetapi juga dapat memberikan efek samping berupa batuk
kering.
e. Penurunan tekanan darah biasanya 60-90 menit setelah obat ini di berikan secara oral.

7. Dosis yang harus diberikan


 Untuk orang dewasa, dosis awalnya adalah 12,5 mg dua kali sehari. Bila setelah 2 minggu
penurunan tekanan darah masih belum memuaskan, maka dosis dapat ditingkatkan menjadi
25 mg tiga kali sehari.
 Maksimum dosis captopril untuk hipertensi tidak boleh lebih dari 450 mg.
 Captopril diberikan 3 kali sehari dan pada saat perut kosong yaitu setengah jam sebelum
makan atau 2 jam setelah makan.

8. Kontraindikasi pada pasien yang hipersensitif terhadap obat kaptopril misalnya pasien yang
mengalami angioedema.
9. Interaksi obat dan makanan
 Kombinasi inhibitor RAS
a. Dapat menyebabkan peningkatan resiko hipotensi, hiperkalema, dan perubahan fungsi ginjal.
b. Pantau tekanan darah, fungsi ginjal, dan elektrolit.
c. Jangan menggunakan aliskiren bersama Capoten pada pasien dengan diabetes dan pada
pasien dengan gangguan ginjal (GFR <60 ml/menit).
 COX 2 inhibitor
a. Dapat menurunkan fungsi ginjal, termasuk kemungkinan gagal ginjal akut.
b. Dapat mengurangi efek yang ditimbulkan oleh kaptopril.
c. Pantau fungsi ginjal secara berkala.
 Diuretik HCT
a. Tingkat keparahan interaksi moderat
b. Jenis interaksi farmakodinamik
c. Dapat menurunkan efek loop diuretic
d. Pantau volume cairan dan berat badan pasien
 Metformin dan glimepirid
a. Tingkat keparahan interaksi moderat
b. Jenis interaksi farmakokinetik
c. Dapat meningkatkan efek metformin dalam menurunkan kadar gula darah (hipoglikemia)
d. Pantau hipoglikemia dan perlu dilakukan penyesuaian dosis.
 Meloxicam
a. Tingkat keparahan interaksi moderat
b. Jenis interaksi farmakokinetik
c. Dapat menurunkan tekanan darah (hipotensi), mengurangi efek kaptopril.
d. Pantau tekanan darah, parameter hemodinamik, dan fungsi ginjal.
 Allopurinol
a. Tingkat keparahan interaksi mayor
b. Jenis interaksi belum diketahui
c. Dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas parah
d. Pantau jumlah sel darah putih, menghentikan obat jika terjadi dyspnea, penyempitan
tenggorokan dll.
 Metilprednisolon dan diklofenak
a. Tingkat keparahan interaksi moderat
b. Jenis interaksi farmakokinetik
c. Dapat menginduksi natrium dan retensi cairan.
d. Pantau tekanan darah, kadar elektrolit, dan berat badan secara teratur.
 Aspirin
a. Tingkat keparahan interaksi moderat
b. Jenis interaksi farmakokinetik
c. Dapat mengurangi efek hipotensi dan vasodilator.
d. Pantau tekanan darah dan fungsi ginjal.

Metode Hipertensi
Untuk melakukan pengukuran tekanan darah dapat dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan metode
langsung (invasive) dan metode tidak langsung (non invasive). Metode langsung (invasive) merupakan
metode yang dapat digunakan dalam menentukan akurasi alat tekanan darah tidak langsung. Alat yang
biasa digunakan pada metode langsung yaitu radiometri dan kateter.
1. Radiometri
 Merupakan alat tekanan darah yang melibatkan pemancaran radio dalam tubuh hewan pengerat.
 Keuntungannya dapat mengukur tekanan darah secara terus menerus pada hewan uji yang
bergerak bebas.
 Kekurangannya timbul kesakitan yang terkait dengan pembedahan implantasi awal dari
pemancaran radio, peningkatan stres pada hewan terutama tikus, serta memerlukan biaya yang
tinggi untuk pengaturan peralatan awal dan pemancar karena harus dilakukan perawatan yang
rutin.
2. Kateter
 Merupakan alat tekanan darah yang dilakukan dengan cara dimasukkan ke dalam arteri.
 Keuntungan dapat memberikan hasil yang sangat tepat.
 Kekurangannya dapat menyebabkan bahaya yang timbul saat pemasangan kateter, seperti:
terjadi inflamasi pada area penusukan, tertekuknya kateter sehingga menimbulkan pembekuan
darah, serta tromboflebitis (peradangan dan pembekuan dalam pembuluh darah)

Metode Tidak Langsung (non-invasive)


1. Dilakukan menggunakan metode Tail Cuff (CODATM), dengan cara memasukkan tikus terlebih
dahulu kedalam restainer (kandang individual) dengan ukuran yang tepat untuk satu tikus, namun
ekor tikus dibiarkan menjuntai keluar
2. Setelah itu ekor tikus dijepit dengan alat pressure kit yang dihubungkan dengan pressure meter
3. Lalu cuff akan digelembungkan sampai mencapai tekanan darah diatas tekanan darah sistolik,
sehingga nadi menghilang.
4. Kemudian cuff akan dikurangi secara perlahan hingga mencapai tekanan darah dibawah tekanan
darah sistolik, sehingga nadi akan muncul dan dapat dilihat pada komputer yang terhubung dengan
alat CODATM

12. Elastisitas Pembuluh Darah


Hubungan hipertensi dan elastisitas pembuluh darah
a. Hipertensi dan kekakuan arteri akan meningkat seiring bertambahnya usia, sehingga penyakit
ini sangat berhubungan dengan peningkatan morbiditas serta mortalitas yang diakibatkan karena
penyakit kardiovaskular.
b. Kekakuan arteri dapat timbul pada penderita hipertensi karena pada umumnya obat hipertensi
yang tersedia saat ini hanya dapat menurunkan tekanan darah, namun belum tentu dapat
memperbaiki elastisitas pembuluh darah. Akibatnya penderita hipertensi mengalami tekanan
darah yang terkontrol, sedangkan untuk elastisitas pembuluh darahnya belum tentu
terkontrol.Oleh karena itu penderita hipertensi tersebut masih mengalami komplikasi pada organ
lain, seperti : otak (mengakibatkan stroke), mata (mengakibatkan retinopati hipertensif), jantung
(mengakibatkan infark miokard, jantung koroner, dan gagal jantung kongesif), serta ginjal
(mengakibatkan gagal ginjal kronis.

Patofisiologi
a. Pada kondisi fisiologis yang sehat, gelombang nadi berjalan menyusuri aorta dan sebagian
direfleksikan kembali ke jantung, sedangkan gelombang yang tersisa akan ditransmisikan ke
sistem peredaran darah kecil, sehingga akan meningkatkan aliran darah pulsatil yang rendah
dalam jaringan.
b. Ketika aorta mengalami kekakuan, gelombang tekanan nadi bergerak menuju aorta dengan
kecepatan yang meningkat dan jumlah yang lebih besar dari gelombang yang ditransmisikan
ke sistem peredaran darah kecil.
c. Peningkatan gelombang yang ditransmisikan ini akan menghasilkan aliran darah pulsatil yang
lebih besar pada jaringan, sehingga menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil,
terjadinya hipertensi dan iskemia miokardial, serta dapat menyebabkan kerusakan pada organ
jantung, otak, dan ginjal.

Metode elastisitas pembuluh darah


a. Menggunakan alat pulse wave velocity dan elektrokardiogram.
b. Keuntungannya tingkat akurasi yang tinggi, pengukuran dilakukan tanpa melakukan pemberian
obat anestesi, dan membutuhkan waktu yang relatif singkat.
c. Alat ini menggunakan 2 sensor ultasonik, yaitu : sensor elektrokardiogram (EKG) dan
photoplethysmography (PPG).
d. Sensor elektrokardiogram memiliki kemampuan untuk mengukur potensi yang berbeda antara
kaki depan kiri dan kanan dengan kaki belakang kanan akibat kontraksi otot-otot jantung.
Hal ini dilakukan dengan cara menandai waktu ketika ventrikel berkontraksi untuk memompa darah
keluar dari jantung yang ditempatkan di kaki depan kiri dan kanan, serta kaki belakang kanan hewan
uji.
e. Sedangkan sensor PPG memiliki kemampuan untuk mengukur perubahan volume darah yang
ditempatkan di dasar ekor. Sinyal kaki dari sensor PPG digunakan sebagai waktu acuan kedua
untuk menandai waktu masuknya darah yang dipompa dari jantung.
f. Kemudian sensor EKG dan PPG analog ini akan menghasilkan nilai PWV dengan cara dihitung
menggunakan rumus berikut:
𝐿
𝑃𝑊𝑉 =
𝑃𝐴𝑇 − 𝑃𝐸𝑃

L = panjang arteri yang diukur dari titik posisi jantung ke posisi sensor PPG dipangkal
ekor
PEP = 15 ms
PAT = jumlah dari nilai PEP dengan PTT

g. Hasil pengukuran PWV rata-rata untuk tikus normal adalah sekitar 300-500 cm/s. Sedangkan
hasil pengukuran PWV rata-rata untuk tikus normal berusia 1 – 3 bulan yaitu sebesar 480 cm/s.

Denyut jantung
Denyut jantung merupakan parameter yang sangat penting dalam menentukan resiko penyakit
kardiovaskular. Karena, denyut jantung ini menandakan kondisi fisiologi dan keadaan aktivitas sistem
saraf otonom yang dapat dilihat dari berapa kali denyut jantung per menit.

13. Metode Induksi Antihipertensi Dan Elastisitas Pembuluh Darah


a. Makanan tinggi lemak
Efek : peningkatan BB akibat penimbunanan lemak di jar. Adiposa dan nafsu makan
Mekanisme:
 Terjadi peningkatan produksi angiotensinogen di jaringan lemak, yang pada akhirnya akan
menstimulasi sistem Renin Angiotensin Aldosteron (mediator disfungsi vaskuler dan stress
oksidatif) serta jaringan kardial.
 Stimulasi yang ditimbulkan oleh Renin Angiotensin Aldosteron akan berdampak terhadap
penurunan ekspresi protein eNOS (berfungsi sebagai vasodilator kuat) yang akan
menghasilkan Nitric Oxide.
 Sehingga apabila produksi eNOS ini mengalami penurunan, maka akan terjadi vasokontriksi
pembuluh darah, dan pada akhirnya menimbulkan peningkatan tekanan darah.
 Selain itu, menimbulkan peningkatan penyempitan pembuluh darah karena memicu
terjadinya peningkatan kadar kolesterol dalam darah, terutama kadar kolesterol LDL (low
density lipoprotein).
 Kadar kolesterol LDL ini akan menempel dan mengendap pada dinding pembuluh darah,
sehingga akan terbentuk plaque, yang pada akhirnya plaque tersebut akan menyumbat
pembuluh darah, dan memaksa jantung memompa lebih kuat, akibatnya berpengaruh
terhadap tekanan darah dan elastisitas pembuluh darah.

b. Minuman fruktosa 25%


Efek:
1. Hiperurisemia
Timbul karena metabolisme fruktosa membutuhkan ATP yang sangat banyak, akibatnya
terjadi pembentukan asam urat yang berlebihan, yang kemudian akan menyebabkan
kerusakan endotel pembuluh darah, dan akhirnya terjadi peningkatan tekanan darah.
2. Peningkatan vasokontriksi
 Pemberian minuman fruktosa dapat menimbulkan pembentukan senyawa aldehid (hasil
metabolisme fruktosa) yang akan berikatan dengan membran protein golongan
sulfihidril, sehingga menimbulkan gangguan pada kanal Ca + yang terdapat dalam
membran sel otot polos pembuluh darah.
 Gangguan pada kanal Ca+ ini akan menyebabkan peningkatan kadar kalsium bebas dalam
sitosol otot polos vaskuler sehingga akan muncul efek seperti: hiperaktivitas vaskuler,
vasokontriksi (penyempitan pembuluh darah), menonaktifkan vasodilator, peningkatan
resistensi perifer, yang pada akhirnya akan menimbulkan peningkatan tekanan darah.
3. Peningkatan reabsorpsi natrium dan air diusus halus
Pemberian minuman fruktosa dapat menyebabkan terjadinya peningkatan volume cairan
(reabsorpsi natrium dan air), yang pada akhirnya akan meningkatkan curah jantung.

14. Definisi dosis


a. D. efektif : dosis yang memberikan efek terapi
b. ED50 : dosis yang memberikan efek terhadap 50% hewan percobaan
c. D. letal : dosis yang menyebabtkan kematian
d. LD50 : dosis yang menyebabkan kematian pada 50% hewan percobaan
e. D. toksik : dosis yang memberikan efek racun
f. D. minimum : dosis terkecil yang masih dapt diberikan dan memiliki efek farmakologi
g. D. maksimum : dosis terbesar yg memberikan efek farmol dan tidak menimbulkan gejala keracunan
-
15. Toksisitas
Definisi IT (LD50/ED50)
- Indeks terapi merupakan rentang keamanan suatu obat yang merupakan perbandingan antara LD 50
dengan ED 50.
- Semakin besar nilai IT maka semakin aman suatu obat karena rentang antara LD 50 dengan ED 50
nya besar, sedangkan semakin kecil nilai IT maka semakin tidak aman suatu obat, karena rentang
atara LD 50 dengan ED 50 nya sempit.

Tujuan uji toksisitas :


Untuk menguji keamanan obat tradisional, meliputi penetapan spektrum efek toksik, menilai gejala klinis
dan mempelajari mekanisme kematian
Uji toksisitas secara umum
a. Uji toksisitas akut
Tujuan : untuk mengetahui rentang toksisitas akut (LD 50), menentukan spectrum efek toksik,
menilai gejala klinis, mengetahui mekanisme kematian
Hewan : rodent/non rodent 4-6 kelompok, 2 jenis kelamin
Lama pengujian : 7-14 hari
Pemberian sediaan : awalnya diberikan sediaan dosis tunggal, kemudian dosis ditingkatkan untuk
mendapat efek letal, dosis empiris digunakan sebagai dosis terendah dan kemudian ditingkatkan
sesuai dengan ratio tertentu, cara pemberian disesuaikan dengan penggunaan di masyarakat.
Pengujian : dilakukan sejak masa adaptasi, lamanya 7-14 hari, selain melihat timbulnya kematian
pada hewan, diamati pula kondisi patologi pada organ vital seperti hati, jantung, dan hematopoietic,
hewan yang mati kemudian diotopsi untuk dilakukan pemeriksaan makro dan mikroskopik organ
untuk dapat dipelajari kondisi dan dapat menjelaskan kondisi patologis organ,untuk hewan yang
masih hidup sampai akhir masa percobaan juga tetap dilakukan otopsi untuk mengetahui
perbandingan kondisi organ vital pada hewan hidup dan hewan mati. Lalu dibuat berkas pelaporan
hasilnya
b. Uji toksisitas subrkonis dan kronis
Tujuan : uji toksisitas jangka panjang, dimana untuk mengetahui spectrum efek toksik namun
dengan pemberian sediaan uji dalam waktu yang lama,
Lama pengujian : 1-3 bulan
Uji toksisitas kronis 3-6 bulan/ selama hidup hewan
Hewan uji : sama seperti uji toksisitas akut
Pengujian : penggunaan 3 dosis yg berasal dari uji toksisitas akut yaitu dosis rendah, dosis tengah
dan dosis atas.
Bedanya dengan toksisitas kronis, subkronis ditambah kelompok satelit yaitu kelompok yang diberi
perlakuan selama90 hari+30 hari tanpa diberi sediaan uji dgn tujuan untuk menilai efek toksik yang
tertunda atau pemulihan efek toksik
Pemeriksaan : toleransi, akumulasi, metabolisme
c. Uji toksisitas khusus : uji teratogenik, mutagenic, karsinogenik
Dilakukan apabila : formula sediaan uji dicurigai mengandung zat yang dapat menimbulkan efek
khusus, formula sediaan uji potensial digunakan untuk perempuan usia subur dan ditakutkan
meimbulkan efek teratogenik, dan melihat kondisi epidemiologi di masyarakat terkait penyakit yang
berhubungan dengan konsumsi obat tradisional tersebut.
16. Dasar farmakologi
a. Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari antar aksi antara senyawa kimia (obat) dengan sistem
biologi (tubuh).
b. Efek farmakologi adalah segala gejala yang timbul setelah pemakaian obat, baik itu efek yang
diinginkan maupun efek yang tidak diinginkan.
c. Interaksi obat : modifikasi efek obat oleh obat lain yang ada secara bersamaan di dalam darah
maupun di permukaan tubuh.
d. Jenis interaksi obat :
Interaksi farmakokinetik : interaksi pada proses ADME yg menyebabkan perubahan konsentrasi
obat di dalam plasma
Interaksi farmakodinamik : perubahan interaksi obat dengan reseptor yang menyebabkan perubahan
efek secara klinis
e. Jenis interaksi obat farmakodinamik :
sumasi : interaksi obat yg menghasilkan efek yg besarnya sama dengan efek masing2 obat namun
mekanisme kerjanya berbeda
adisi : interaksi obat yg menghasilkan efek yg besarnya sama dg efek masing2 dan mekanisme
kerjanya sama
supraadisi : interaksi obat yg menghasilkan efek lebih besar dari efek masing2 dan mekanisme
kerjanya sama
potensiasi : interaksi obat yg menghasilkan efek lebih besar dripada efek masing2 dan mekanisme
kerjanya berbeda
antagonis/infraadisi : interaksi obat yg menghasilkan efek lebih kecil daripada efek masing-masing
f. Informasi obat
Indikasi : kondisi patologis dimana obat dapat diberikan
Kontraindikasi : kondisi patologis dimana obat tidak dapat diberikan
g. Konversi dosis
Untuk memperkirakan timbulnya efek farmakologi yang sama pada spesies hewan coba yang
berbeda maupun pada manusia
17. Jenis penyakit: Degeneratif dan infeksi, bedanya:
Infeksi: disebabkan oleh mikroorganisme spt bakteri, jamur, virus; Menular. Contoh: TBC
Degeneratif: disebabkan penurunan/kerusakan fungsi/struktur tubuh; biasanya berlangsung lama; tidak
menular. Contoh: DM, kanker, PJK, sroke.
18. Bedanya Invivo, Invitro, Insitu:
Invivo: seluruh sistem biologi mempengaruhi, (dalam keadaan hidup)
Invitro: dlm lingkungan yg terkendali diluar organisme hidup (dlm kaca). Contoh: kultur dgn media ttt
shg mempengaruhi metabolisme obat dlm tubuh.
Insitu:

FITOKIMIA
1. Klasifikasi tanaman pegagan
a. Kingdom : Plantae
b. Divisi : Magnoliophyta
c. Kelas : Magnoliopsida (Dicots)
d. Anak kelas : Rosidae
e. Bangsa : Apiales
f. Familia : Apiaceae
g. Genus : Centella
h. Spesies : Centella asiatica (L.) Urb.
i. Sinonim : Hydrocotyle asiatica L.

2. Singkat cerita yang sudah dilakukan:


a. Pengumpulan bahan
b. Determinasi bahan
c. Penyiapan simplisia
d. Skrining fitokimia
e. Karakteristik simplisia
f. Pembuatan ekstrak etanol daun pegagan
g. Penyiapan hewan percobaan
h. Penyiapan dan pembuatan sediaan uji
i. Pengujian aktivitas

3. Simplisia
 Merupakan bahan alam yang telah dikeringkanyang digunakan untuk pengobatan dan belum
mengalami pengolahan, kecuali dinyatakan lain suhu pengeringan simplisia tidak lebih dari
60°C.
 Sumber simplisia
1. Nabati
Tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat (isi sel secara spontan keluar atau dikeluarkan, atau
zat tertentu dipisahkan dari tanaman dan belum berupa zat murni.
2. Hewani
Hewan utuh, bagian hewan, zat-zat berguna dari hewan dan belum zat murni.
3. Pelican
Pelican yang belum diolah atau diolah dengan cara sengat sederhana, belum berupa zat murni.

4. Proses Penyiapan simplisia:


a. Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing
lainnya dari bahan simplisia. Pada pembuatan simplisia daun jambu air dilakukan dengan pemilihan
daun yang utuh atau bagus, tidak ada kerusakan seperti daun yang berlubang. Pembersihan simplisia
dari tanah dapat mengurangi jumlah kontaminasi mikrobiologi.
b. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya yang melekat pada bahan
simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya air dari mata air, air sumur atau air PAM.
c. Perajangan
Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah pada proses pengeringan, pengepakan
dan penggilingan. Perajangan atau pengecilan ukuran tanaman ini dapat dilakukan dengan pisau atau
mesin perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang
dikehendaki.
d. Pengeringan
Pengeringan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak,
sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi kadar air dan
menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau perusakan simplisia. Pengeringan
simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau menggunakan suatu alat pengering.
Hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban
udara, aliran udara, luas permukaan bahan dan waktu pengeringan.
e. Sortasi Kering
Tujuan sortasi kering, yaitu untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian tumbuhan
yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia
kering.

5. Karakterisasi simplisia
a. Kadar air : untuk menentukan kadar air yg dikandung simplisia, menentukan masa simpan.
diharapkan <10% untuk menghindari reaksi enzimatis yang dapat merusak senyawa aktif dan timbul
mikroba.
b. Kadar abu total : untuk mengetahui kandungan mineral anorganik baik internal maupun eksternal
dalam simplisia sejak awal proses sampai dengan diperoleh ekstrak
c. Kadar abu larut air : mengetahui jumlah logam alkali tanah (He, Li, Na, K, Ca, dll)
d. Kadar abu tdk larut asam : mengetahui jumlah logam berat (Pb, Hg, dll)
e. Susut pengeringan : untuk mengetahui jumlah / kadar senyawa yang bersifat mudah menguap atau
mudah hilang selama proses pemanasan.
f. Kadar sari larut air : untuk mengetahui senyawa yang dapat larut dalam pelarut air (bersifat polar)
g. Kadar sari larut etanol : untuk mengetahui senyawa yang dapat larut dalam pelarut organic (bersifat
universal polar, semipolar, nonpolar)

6. Ekstraksi
Proses penarikan atau pelarutan senyawa metabolit yang terdapat pada campuran (simplisia)
menggunakan pelarut yang cocok secara selektif.

Cairan pelarut : etanol 96%/ etanol murni/absolut (C2H5  4% air), untuk lbh murni 100% bisa didapat
dgn dikocok dgn drying agent (CaO)refluks, hasil 99,5%  +Mg dan Kristal I2, destilasi  etanol
100%.

Senyawa terlarut : komponen polar, semi polar, non polar

Jenis ekstraksi
a. Berdasarkan bentuknya :
Ekstraksi cair-padat : maserasi, refluks, soklet
Ekstraksi cair-cair : ektraksi bertahap (corong pisah) dan ekstraksi sinambung (craig)
b. Beradarkan waktu kontak:
Ekstraksi bertahap : maserasi, refluks, ecc (corong pisah)
Ekstraksi sinambung : ecc (alat craig)
c. Berdasarkan energi
Cara dingin : ekstraksi untuk senyawa yang belum diketahui sifatnya atau yang sudah diketahui sifatnya
dan bersifat termolabil. Contoh: maserasi, perkolasi
Cara panas : ektraksi untuk senyawa yang sudah diketahui sifatnya yaitu termolabil
Contoh : refluks, soxlet, dekoktasi (dibedakan dr suhu dan lama waktu), infusa, dan destilasi

Definisi jenis ekstraksi


a. Perkolasi : cara penyarian dengan cara mengalirkan penyari melalui serbuk simplisia yang telah
dibasahi. Prinsipnya yaitu ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
(exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada suhu ruangan.
b. Maserasi : suatu contoh metode ekstraksi padat cair bertahap yang dilakukan dengan jalan
membiarkan padatan terendam dalam suatu pelarut, prinsipnya yaitu pengikatan zat aktif
berdasarkan kelarutannya dalam suatu pelarut
c. Reflux : ekstraksi dengan pelarut yang dilakukan pada titik didih pelarut tersebut, selama waktu
tertentu dan sejumlah pelarut tertentu dengan adanya pendingin balik (kondensor). Umumnya
dilakukan tiga sampai lima kali pengulangan proses pada residu pertama, hingga proses ekstraksi
sempurna.
d. Sokletasi : proses penyarian simplisia secara berkesinambungan, dimana cairan penyari akan
dipanaskan kemudian menguap, uap penyari akan terkondensasi melalui pendingin dan akan menjadi
molekul-molekul air dan masuk untuk menyari simplisia kemudian kembali lagi ke dalam labu dasar
bulat
e. Dekoktasi : proses penyarian secara dekokta hampir sama dengan infusa, perbedaannya hanya terletak
pada lamanya waktu pemanasan. Waktu pemanasan pada dekokta lebih lama dibanding metode
infusa, yaitu 30 menit dihitung setelah suhu mencapai 90oC.
f. Infusa : proses ekstraksi dengan merebus sample (khusunya simplisia) selama 15 menit pada suhu
90°C
g. Destilasi : suatu proses yang terdiri atas beberapa tahap yaitu mengubah suatu senyawa menjadi
bentuk uapnya, mengkondensasikan uap yang terbentuk menjadi cair kembali dan menampung hasil
kondensasi (kondensat) ke dalam suatu penampung, untuk bahan yang mudah menguap

7. Penapisan fitokimia
adalah prosedur yang dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder di dalam
simplisia
8. Hasil penapisan
Positif : Flavonoid, saponin, tannin, kuinon, steroid/triterpenoid
Negatif : Alkaloid

9. Prosedur penapisan
a. Alkaloid (gugus N yg bereaksi)
2 gr serbuk simplisia ditambahkan dengan amoniak 25% kemudian digerus dalam mortar lalu
ditambahkan 20 ml kloroform. Setelah itu disaring dan filtrate yang diperoleh (lar.A) diteteskan
pada kertas saring kemudian ditambahkan pereaksi dragendorff.

Filtrate semula kemudian diekstraksi kembali dengan HCL kemudian disaring dan dibuang bagian
airnya, filtrate yang diperoleh ditambahkan dengan pereaksi meyer.
Hasil : dengan pereaksi dragondorf = warna merah bata (kompleks N-Bi)
dengan pereaksi meyer = endapan putih (kompleks N-Hg)
b. Flavonoid
1 bram serbuk simplisia ditambahkan 100 ml aquades kemudian dididihkan selama 15 menit dan
dinginkan kemudian disaring, filtrat (lar. C) sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi
kemudian ditambah dengan serbuk Mg dan larutan (alcohol:HCl) (1:1) setelah itu ditambah dengan
amil alcohol lalu dikocok kuat dan dibiarkan memisah
Hasil : terdapat warna kuning pada lapisan amilalkohol (C2H5Mg(OH)2)
Mg + (alkohol:HCl)  Mg(OH)2 + C2H5Mg(OH)2 + HCl (gugus O pada C 5, 7 dan 4 berikatan dgn
OH dr alkohol, meren)
c. Saponin
(lar. C) dimasukkan ke dalam tabung reaksi sekitar 10 ml kemudian dikocok vertical selama 10
detik setelah itu didiamkan selama 10 menit.
Hasil : terbentuk busa yang stabil karena ada gugus aglikon pada sampel uji +sapogenin
d. Tannin
(lar.C) dibagi menjadi 3 bagian. Bag. 1 ditambhan FeCl3 1%,(positif seny. Polifenol bila terbentuk
warna biru tinta. Bag.2 ditambah gelatin (positif tannin bila ada endapan putih). Bag.3 ditambah
pereaksi steasny lalu dipanaskan pada suhu 90oC bila terbentuk endapan merah muda (tannin
katekat), lalu endapan tersebut disaring, filtrate yang diperoleh ditambah Na-asetat dan FeCl3 bila
terbentuk warna biru kehitaman (tannin galat)
FeCl3  Fe3+ + 3 Cl- (Fe dr FeCl3 berikatan dgn OH dr polifenol/tanin  biru/hitam)
e. Kuinon
Sejumlah serbuk simplisia dimaserasi dengan 10 ml HCl 10% kemudian disaring dan dibagi 2
bagian. Bag.1 diekstraksi dengan benzene, Bag.2 diekstraksi dengan eter:kloroform (2:1). Kedua
fase dikeringkan dengan Na2SO4 kemudian diuapkan, lalu dikocok dengan NaOH.
Hasil : terbentuk warna kuning
f. Steroid/triterpenoid
Sejumlah serbuk simplisia dimaserasi dengan eter (n-heksan), lalu disaring. Filtrate yg diperoleh
diuapkan hingga menyisakan sedikit residu, residu tersebut ditambah pereaksi Liebermann burchard.
Hasil : terbentuk warna biru/hijau (+ steroid=simplisia) dan ungu/merah (+triterpen=ekstrak)

10. Prinsip alkaloid (bentuk garam, sifat basa) : Senyawa yg mgd atom N, biasanya dlm cincin
heterosiklik
a. Penambahan amoniak : untuk melarutkan senyawa alkaloid agar dapat terpisah dari simplisia, karena
ammonia memiliki atom N dan alkaloid memiliki atom N, sehingga kelarutan menjadi besar. Tetapi
ammonia dapat memutuskan ikatan glikosida pada alkaloid.
b. Penggerusan: untuk menghancurkan dinding sel sehingga senyawa metabolit sekunder mudah
diambil.
c. Penambahan kloroform : untuk melarutkan ikatan glikosida yang terputus akibat penambahan
amonia
d. Penambahan HCl : menggaramkan kembali untuk ↑ kelarutan
e. Pereaksi mayer membentuk endapan putih karena pereaksi akan berikatan dengan alkaloid melalui
ikatan koordinasi antara atom N dengan Hg sehingga menghasilkan senyawa kompleks merkuri
(nonpolar) sehingga membentuk endapan putih.
f. Pereaksi dragendorff membentuk endpan merah bata karena merupakan logam berat yang memiliki
gugus N (1 pasang electron bebas), sehingga senyawa alkaloid mampu mengikat ion logam berat
yang mempunyai muatan positif sehingga membentuk endapan merah bata.
g. Sifat alkaloid : basa
h. Klasifikasi
True alkaloid : terbiosintesis dari asam amino dan atom N nya terletak di dalam cincin heterosiklik.
Contoh : nikotin
Proto alkaloid : terbiosintesis dari asam amino dan atom N nya terletak diluar cincin heterosiklik.
Contoh : efedrin
Pseudo alkaloid : terbiosintesis buka dari asam amino. Contoh : kafein
i. Struktur

j. Ciri-cirinya
 Salah satu golongan Metabolit sekunder, yang mengandung atom N ( heterosiklik) yang
diturunkan dari asam amino Phe, Tyr, Trp, Lys, dan Orn
 Bersifat basa karena memiliki pasangan elektron bebas dari N
k. Fungsinya sebagai pertahanan tubuh, antihipertensi, antibakteri (sanguinarin), stimulant (kafein),
narkotik (kokain, morfin), antimalarial (kinin), batuk (kodein)
l. Reaksi alkaloid
 Positif palsu
Senyawa yang apabila bereaksi dengan pereaksi alkaloid memberikan reaksi yang positif
(terbentuk endapan) karena mengandung gugus N baik dari asam amino, amina, asam nukleat.
 Negative palsu
Senyawa yang apabila bereaksi dengan pereaksi alkaloid memberikan reaksi yang negative
karena tertutup warna latar belakang, jumlah sampel terlalu sedikit, atau sbg alkaloid quartener
(pasangan electron bebas sudah terikat).

11. Flavonoid : 2 cincin benzene yg dihubungkan oleh propane (C15), dibiosintesis dr flavon).
Golongan:
a. Flavon
b. Flavonol
c. Isoflavon
d. Flavanon
e. F;avononols
f. Katekin
g. Antosianidin
h. Leucoantosoanidin
i. Kalkon
j. Dihidrokalkon
k. Aurons
l. Flavon
Sifat: Polar
Penambahan Mg dan HCl:etanol (1:1) untuk melarutkan senyawa flavon yang terdapat di flavonoid.
Dengan cara HCl memutuskn ikatan glikosida (larut air) dalam bentuk bebas, sehingga akan masuk ke
lapisan amil alcohol.
Reaksi Flavonoid:
Mg + HCl = MgCl2 + H2
Atom hydrogen hasil dari reaksi tsb akan menyerang atom oksigen pada gugus keton struktur flavonoid.
Hingga membentuk kerangka sianida yang pada lapisan amil alcohol berwarna kuning

Struktur

Cirinya mempunyai 2 cincin benzene yang dipisahkan oleh unit propane C6-C3-C6.
Contoh : quersetin dan kaempferol
Fungsi :
 Mengaktivasi produksi nitrit oksida oleh superoksida.
 Mereduksi stres oksidatif.
 Menurunkan tekanan darah dengan cara :
- Menghambat Angiotensin Converting Enzym (ACE) sehingga tidak dapat membentuk
Angiotensin II.
- Menghambat kontriksi pembuluh darah yang diinduksi oleh penurunan endothelin-1 dan ion
kalsium (vasodilator).

Kadar Flavonoid
Penetapan kadar flavonoid secara kolorimetri dengan menggunakan metode ordon, yaitu suatu metode
klorimetri dengan menggunakan AlCl3 sebagai pembentuk kompleks, yang akan membentuk warna
dengan flavonoid. Intesitas warna diukur secara spektrofotometri, absorban terukur menunjukan
flavonoid. Kadar flavonoid dihitung dengan kuersetrin sebagai pembanding. Sampel dan standar
dilarutkan dalam methanol P.a, kemudian ditambahkan AlCl 3 2% (1:1), kemudian diinkubasi selama 60
menit. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 420nm dengan menggunakan spektrofotometer Uv-
vis. Kadar flavonoid dihitung terhadap kurva kalibrasi kuerstrin dan dinyatakan sebagai mg quercetrin
equivalence per 100 mg ekstrak. (Ordonez, et al., 2006)

𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙𝑒𝑘𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛
(𝑚𝑔𝑄𝐸/𝑚𝑙) 𝑥 𝑣 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
1000
Kadar flavonoid = 𝑥 100
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔)
Sampel ekivalen didapat dari persamaan regresi linear larutan standar kuersetrin. Yang dicari x nya , x
absorban sampel.

12. Saponin: Merupakan suatu glikosida yang terdiri dari glikon dan aglikon.
Glikon (gula) ex : glukosa
Aglikon (bukan gula) ex : netral : steroid, asam : triterpenoid
Gula  glukosa
Bukan gula  sapogenin (yg dpt menimbulkan busa)
+HCl, adanya sapogenin atau gugus aglikon menyebabkan busa stabil saat +HCl
Pengocokan sercara vertical karena saponin memiliki gugus hidrofil dan hidrofob yang bertindak sebagai
permukaan aktif dalam pembentukan busa.
Penambahan HCl 2 N berfungsi untuk menguji kestabilan busa, karena apabila busa terlalu banyak dapat
menurunkan permukaan aktif.
13. Tannin: Senyawa polifenol dengan berat molekul yang besar, suatu glikosida
Klasifikasi tannin
a. Tannin Terhidrolisis: As. galat + gula  +HCl untuk menghidrolisis gula, +FeCl3 u/ kompleks dgn
as galat jd biru kehitaman (lainnya: +gelatin u/ uji spesifik fenol) hasil berupa tanin galat
b. Tannin Terkondensasi: Katekin  merah
Bedanya
a. Tannin galat (tannin terhodrolisis) : adalah tannin yang ketika dihidrolisis oleh adanya air akan
menghasilkan asam galat
b. Tannin katekin (tannin terkondensasi) : adalah tannin yang terbiosintesis dari katekin
14. Glikosida : golongan metabolit sekunder yang terdiri dari komponen glikon (gula) dan aglikon
(bukan gula)
Glikosida tannin
Glikon : gula
Aglikon : Asam galat/katekin
Polifenol: senyawa aromatic dengan gugus OH
15. Steroid/triteropenoid: senyawa yg dpt larut dlm non lemak, mrp komponen lemak
Steroid: c/:kolesterol
Penambahan eter untuk mengeluarkan steroid/triterpene karena sama-sama bersifat nonpolar
Triterpen (C30, 6 isopren): gol. Senyawa terpen (tersusun dr isopren C5), kepala ekor lbh stabil dari ekor-
ekor di alam.
Struktur

Cirinya
 Tersusun oleh kerangka karbon.
 Terdiri dari 2 unit atau lebih isoprene yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan.
 Larut dalam lemak dan terdapat dalam sitoplasma sel tumbuhan.
Golongan senyawa triterpenoid
 Dua isoprene (c10), golongan monoterpene
 Tiga isoprene (c15), golongan seskuiterpen
 Empat isoprene (c20), golongan diterpen
 Enam isoprene (c30), golongan triterpenoid dan sterol
 Delapan isoprene (c40), pigmen karoten
Contoh : asiatikosida, asam asiatik, madekasida, dan madekasosida
Fungsi :
 Memperlancar peredaran darah menuju otak.
 Memberikan efek yang menenangkan
 Menguatkan sel-sel kulit
 Merangsang sel darah dan sistem imun
 Antibiotik alami

16. Isi pereaksi


a. Dragendorf: (54g KI+air) : (0,85g Bi Nitrat+40mLas asetat glasial+air)  1:1 (masing-masing ad air
50mL)  100mL dragendorf (alkaloid)
b. Mayer : 5 g KI dalam 10 ml air + 1,36 g HgCl2 dalam 60 ml air  100mL mayer (alkaloid)
c. Steasny : formaldehid 30% : HCL (2:1) (tanin)
d. Liberman Burchard : 2 tetes asam asetat anhidrat + 1 tetes H2SO4 pekat (tdk dibuat larutan stok, tp
langsung di tetesi saat uji steroid/triterpenoid)

17. Isolasi simplisia


Prosdur
a. Preparasi sampel :
Pengumpulan bahan (determinasi dan pembuatan simplisia)
Simplisia dioleh hingga menjadi bentuk serbuk dengan tujuan untuk memperbesar luas
permukaan serbuk agar dapat dengan mudah kontak dengan larutan penyari pada saat proses
ekstraksi
Kasrakterisasi dan penapisan simplisia
b. Ekstraksi :
Proses penarikan senyawa dari simplisia menggunakan pelarut yang cocok. Pemilihan proses
ektraksi juga perlu diperhatikan. Disesuaikan dengan sifat senyawa yang akan diisolasi hingga
didapat ekstrak
c. Fraksinasi 1 (ECC):
Proses memisahkan menjadi fraksi-fraksi berdasarkan kepolaran pelarut, dimana dilakukan secara
bertahap dimulai dari pelarut non poar (missal n-heksan) kemudian semipolar (missal etilasetat) dan
polar (missal air). Caranya dengan menggunakan corong pisah terlebih dahulu dilakukan untuk
pelarut non polar kemudian diambil bagian atasnya lalu proses dihentikan jika fraksi n heksan sudah
tidak berwarna/jernih. Begitupun seterusnya untuk etilasetat dan air hingga didapat fraksi
Fraksinasi 2 (KCV atau kromatografi kolom klasik) hingga didapat subfraksi
Pemurnian (rekristalisasi atau KLT preparatif) hingga didapat isolat
d. Isolasi :
Dilakukan dengan menggunakan KCV atau kolom konvensional. Adapun keuntungan KCV adalah
adanya vakum yang akan mempercepat proses pemisahan, namun jika terlalu cepat pun akan
menyebabkan waktu kontak dengan kolom silica terlalu cepat maka pemisahan tidak sempurna.

Lain hal nya dengan kromatografi kollom konvensional, meskipun proses pemisahan berlangsung
lama, akan tetapi waktu kontak dengan kolom silica menjado lebih maksimal, maka proses
pemisahan berlangsung sempurna
e. Uji kemurnian (KLT 2 dimensi dan KLT 3 pengembang yang berbeda):
Uji kemurnian dapat dilakukan dengan menggunakan KLT 2 dimensi. Dimana prinsip kerjanya sama
dengan KLT biasa, hanya ketika eluen segera mencapai finish, maka dilakukan pembalikkan plat
KLT. Jika setelah dibalikkan hanya ada 1 spot bercak kLT maka senyawa tersebut murni.
f. Elusidasi struktur (identifikasi dan kemurnian):
Setelah dilakukan uji kemurnian, maka kita dapat melakukan elusidasi struktur untuk mengetahui
gugus fungsi dari senyawa yang telah diisolasi. Hal ini melibatkan beberapa alat analisis yaitu
Spektrofotometri diantaranya : Sp. Uv-vis, Sp IR, Sp Massa, dan Sp NMR.

Analisisi kuantitatif
a. Spektroskopi IR
Prinsip : interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik
Fungsi : untuk mengetahui gugus fungsi senyawa yang dianalisis
b. Prinsip KLT
Partisi
Fase diam : silica gel
Fase gerak : pelarut organic
18. Macam-macam minyak atsiri
a. M. atsiri hidrokarbon : minyak terpentin
b. M. atsiri alcohol : minyak peppermint
c. M. atsiri fenol : minyak adas
d. M. atsiri oksida : minyak kayu putih
e. M. atsiri ester : minyak gandapura
19. Kenapa disebut minyak atsiri
Karena bersifat mudah menguap dan berbau aromatic
Bersifat larut dalam pelarut organik
20. Selulosa: Tergolong polisakarida yang terdiri dari rantai panjang glukosa dengan ikatan beta-(1,4).
Bedanya pati dengan glukosa
Pati (polisakarida)
Glukosa (monosakarida)
Macam-macam pati
a. Amilosa (rantai lurus)
b. Amilopektin (rantai bercabang)
21. Jenis-jenis Silica Gel
Berdasarkan pengikat
a. Silica gel G : pengikatnya adalah gypsum (CaSO4 5-15%)
b. Silica gel S : pengikatnya adalah pati/starch
c. Silica gel GF : pengikatnya gypsum dan dapat berfluoresensi dibawah sinar uvi pada panjang gel.
Tertentu
Tanpa pengikat
a. Silica gel H
b. Silica gel N
22. Arti silica gel GF 254: pengikatnya gypsum dan dapat berfluoresensi dibawah sinar uv pada panjang
gelombang 254 nm
FARMAKOKIMIA

1. Reaksi kimia dalam analisis farmasi berdasarkan tujuan analisisnya


a. Analisis kualitatif adalah analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi :
Ada/tidaknya unsur/ion dalam sampel
Ada/tidaknya bahan pengawet dalam makanan/minuman
Ada/tidaknya bahan kimia obat dalam sediaan obat tradisional (jamu)
Kriteria reaksi kimia
1. Spesifik
- Hanya mempunyai reaksi atau hasil pengamatan yang khas terhadap zat tertentu.
- Co: Identifikasi borat dengan pembakaran menghasilkan warna hijau (warna khas)
2. Selektif
- Satu pereaksi hanya dapat bereaksi dengan gugus tertentu
- Jika pereaksi tersebut digunakan untuk gugus/golongan lain tidak akan memberikan hasil positif
- Reaksi yang terjadi atas sekelompok bahan yang berbeda-beda atas suatu pereaksi serta dapat
berfungsi untuk memisahkan golongan yang berbeda.
- Co: untuk senyawa amin aromatis (zat + PDAB – (+) Kuning jingga) semua golongan dari
senyawa amin aromatis akan memberikan hasil reaksi yang sama, tetapi semua senyawa di luar
golongan ini tidak memberikan reaksi +
3. Sensitive
- Peka, mampu menunjukkan keberadaan zat dalam jumlah sedikit tapi sudah tampak hasil yang
jelas (positif).
- Dalam kadar yang kecil
4. Ada perubahan yang teramati
- Terbentuknya warna
a. Pembentukan senyawa kompleks antara molekul organic dengan logam
b. Contoh: identifikasi fenol dengan feri klorida

OH + FeCl3 Fe(O- )3

- Terbentuknya endapan
a. Hasil reaksi/produk merupakan senyawa dengan kelarutan yang sangat kecil
b. Contoh : identifikasi klor dengan penambahan perak
Cl- + Ag+  AgCl
(larut dalam air) (larut dalam air) ( tidak larut dalam air/mengendap)
- Terbentuknya bau
a. Metanol + asam salisilat  + H2SO4, dipanaskan, bau metil salisilat (bau balsem)
b. Proses ini dinamakan proses esterifikasi
c. Alkohol + asam karboksilat  ester

Identifikasi golongan
1. Golongan alcohol (gugus fungsi hidroksil)
a. Alkohol dapat berupa siklik atau tidak siklik
b. Dapat mengandung ikatan rangkap, suatu atom halogen atau mengandung gugus hidroksil
lainnya
c. Alkohol paling sederhana adalah metil alkohol dan etil alcohol
d. Reaksi diazo : zat + diazo A:B (4:1) + NaOH = Mera frambos + amil alcohol = warna merah
tidak tertarik
e. Uji konfirmasi (penegasan) : uji lucas

Terbentuk emulsi atau warna awan


Alkohol primer (etanol, methanol, propanol) tidak berwarna pada uji lucas
Zat + KMNO4 = ungu + H2SO4 = ungu hilang

Zat + reagen Schiff = merah violet

Alkohol sekunder (2-ptopanol, 2-butanol)


Zat + aqua bromate + legal rothera (na nitroprusida 5% + NH4OH) = merah coklat/violet
Alkohol tersier (2-metil 2-propanol)
Zat + HgO + H2SO4 = Hg2SO4 (kuning), dipanaskan = endapan abu

f. Reaksi spesifik
- Esterifikasi
Alkohol + asam karboksilat  Ester (bau/wangi)
- Iodoform
Zat + NaOH + larutan I2 lebih banyak, panaskan  endapan kuning, bau iodoform, endapan
dilihat di bawah mikroskop.
Zat + H2SO4 pk+ vanilin  warna-warna
Zat + H2SO4 pk + asam tartrat  warna-warna

Identifikasi etanol
- Organoleptis
Bentuk, bau, rasa, warna, kelarutan, fluoresensi
- Konfirmasi
Uji lucas (ZnCl2 + HCl)
Zat + pereaksi lucas = larutan jernih
Kesimpulan alkohol primer
- Reaksi golongan
Reaski diazo
Zat + diazo A + diazo B (4:1) + NaOH, panaskan = merah prambos (tidak dapat ditarik dengan
amil alcohol)
- Reaksi spesifik
Reaksi esterifikasi (+)
Zat + asam asetat + H2SO4 pkt, panaskan = bau etil asetat / cutex
Zat + asam benzoat + H2SO4 pkt, panaskan = bau frambos
Reaksi lodoform (+) (Kristal Iodoform)
Zat + NaOH + larutan I2 lebih banyak, panaskan = endapan kuning, bau iodoform, endapan
dilihat di bawah mikroskop.
Zat + H2SO4 pkt + K2Cr2O7 = hijau

Identifikasi fenol
- Larut dalam air + FeCl3 = warna (tergantung senyawa turunan fenol yang diperiksa) + alcohol
= warna hilang
- Reaksi diazo = merah frmabos dapat ditarik dengan eter dan amil alcohol
- Reaksi pougnet (zat dalam H2SO4 + formalin encer timbul cincin warna merah, coklat, jingga,
ungu, hijau)
Zat + beberapa tetes CHCl3 + 3 tetes air = KOH/NOH pada dipanaskan = timbul warna

Identifikasi gliserin
- Uji organoleptis
 Cairan tidak berwarna hingga kuning, tidak berasa manis, bertekstur kental, higroskopis.
 Larutan dalam air, alcohol, etil asetat, dan eter.
 Tidak larut dalam benzene, kloroform, kabron tetraklorida, karbon disulfide, petroleum
eter, dan minyak.
- Reaksi golongan (umum)
Reaksi diazo (zat + diazo + zat diazo B (4:1) + NaOH, panaskan = merah frambos (tidak dapat
tertarik amil alcohol)
- Reaksi spesifik
Reaksi esterifikasi menghasilkan bau yang khas
Reaksi cupril (zat dalam air + CuSO4 1% + NaOH = biru tua, dipanaskan tetap biru)
Reaksi gula (zat+HNO3 dipanaskan lalu didinginkan, encerkan dengan air + Na2CO3 +
luff = endapan merah bata)

2. Golongan karbohidrat

KH

Gugus Jumlah gula Jumlah atom C

Aldosa Ketosa Monosakarida Disakarida Polisakarida Pentosa Hexosa

Aldosa : glukosa, galaktosa, maltosa, laktosa


Ketosa : fruktosa dan sukrosa
Monosakarida : glukosa, galaktosa, fruktosa
Disakarida : sukrosa (glukosa+fruktosa), maltosa (glukosa+glukosa), dan
laktosa
(glukosa+galaktosa)
Polisakarida : selulosa, pati, dan glikogen

a. Molisch
Zat + air + 5 tetes a-naftol (dalam alcohol) + H2SO4 = cincin ungu
b. Benedict
Reaksi ini spesifik untuk karbohidrat yang mempunyai gugus karbonil bebas, yaitu semua
monosakarida dan disakarida kecuali sukrosa dan trehalosa

c. Barfoed
- Terdiri atas tembaga (II) asetat dan asam asetat dalam pelarut air
- Digunakan untuk membedakan antara monosakarida dan disakarida. Dengan reaksi:
Monosakarida + Cu2+ → Cu2O (cepat)
Disakarida + Cu2+ → Cu2O (lambat)

d. Seliwanoff
- Untuk mengetahui gula-gula yang mempunyai gugus keton (ketosa)
- Gula + air + resorcin + HCl 4 N, panaskan 20 C = larutan merah
3. Golongan karboksilat
a. Dapat memerahkan kertas lakmus biru
b. Dengan logam dapat menghasilkan hidrogen.
c. Dengan alkohol dapat menghasilkan ester yang berbau harum.
d. Dapat melepaskan iodium dari campuran KI dan KIO3, dan iodium yang terbentuk dapat
membirukan amilum.

e. Dapat melepaskan belerang dari larutan tiosulfat


Zat + alcohol + H2SO4 = ester
Zat + FeCl3 = warna merah, coklat, ungu, kuning

f. Halide asam
- Senyawa turunan asam karboksilat dengan rumus molekul R(C=O)X.
- Penamaan: Menyebutkan nama halide setelah gugus alkil
- Contoh: Asetil klorida = CH3COCl

g. Amida
- Senyawa derivate asam karboksilat dengan gugus amino (-NH2) terikat pada gugus karboksil
sebagai pengganti atom hydrogen
- Penamaan:Menghilangkan kata asam dan akhiran –oat dengan –amida
- Contoh: Etanamida = CH3CONH2

h. Ester
- Esterifikasi adalah reaksi pengubahan dari suatu asam karboksilat dan alkohol menjadi suatu
ester dengan menggunakan katalis asam.
- Ester adalah suatu senyawa yang mengandung gugus -COOR dengan R dapat berbentuk alkil
maupun aril.
- Reaksi esterifikasi merupakan reaksi dapat balik (reversible).
- Ester biasanya mudah menguap dan mempunyai bau yang enak.
- Tabel berikut menunjukkan ester dengan cita rasa atau aromanya.

i. Asam anhidrida
- Senyawa turunan asam karboksilat yang mempunyai asil (RC=O) terikat pada oksigen
sebagai pengganti hydrogen.
- Rumus umum = [RC=O]O[O=CR]
- Tata nama:Mengganti kata asam dengan anhidrida
- Contoh: anhidrida asetat = CH3CO-O-OCH3

4. Golongan sulfonamide (gugus fungsi amin)


a. Amina adalah senyawa organik yang mengandung atom-atom nitrogen trivalent yang
terikat pada satu atom atau lebih.
b. Misal: R-NH2, R2-NH, R3N.
c. Amina seperti ammonia bersifat basa karena adanya pasangan elektron bebas pada amonia
aromatik.
d. Reaksi terhadap amin
- Reaksi batang korek api
Zat uji + HCl encer → celupkan batang korek api → jingga intensif sampai kuning
- Reaksi erlich (amin aromatic primer)
Zat uji + DAB + HCl = kuning sampai jingga
Kuning sitrun : sulfamezatin, sulfadiazine, sulfamerasin
Kuning : elkosin
Jingga : sulfaguanidin
Kuning tua : sulfanilamide

e. Reaksi cuprifil
Zat uji + 1 ml air + 3 tetes HCl 3N + 5 tetes larutan CuSO4 2% + 1-2 ml NaOH 3N →
warna biru ungu (sulfonamid) → jika dikocok dengan 1 ml eter maka lapisan eter berwarna
merah (efedrin) atau warna lain seperti biru muda, hijau sampai violet coklat sedangkan
dan lapisan air tetap

f. Reaksi parri
- Reagen Parri berisi Co(NO3)2 dalam metanol
- Zat + Parri + NH4OH (r.p) biru, hijau sampai merah

g. Vanillin test
Pada kaca objek tambahkan zat dan 1 tetes H2SO4 pekat + kristal vanilin, dipanaskan
kuning, hijau sampai merah jingga

h. Reaksi Kristal
Larutan zat + aseton, diteteskan pada kaca objek, ditetesi air, dibiarkan sebentar, amati di
bawah mikroskop

b. Analisisi kuantitatif adalah analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi :


Berapa kadar masing-masing konstituen dalam sampel
Berapa kadar karbo, lemak, dan protein dalam sampel makanan tertentu
Berapa kadar obat dalam sediaan farmasi seperti tablet, kapsul, sirup, dan dalam sampel biologis
Kriteria reaksi kimia
1. Spesifik
2. Selektif
3. Sensitive
4. Reaksi berjalan spontan (apakah yang dimaksud dengan reaksi berjalan dengan spontan?)
5. Perhitungan kadar berdasarkan stoikiometri (apakah pengertian stoikhiometri pada titrasi?)

c. Analisis struktur adalah analisis untuk mengetahui gugus fungsi dari suatu senyawa/molekul

2. Metode analisis
1. Titrasi/ titrimetri adalah metode analisis berdasarkan pengukuran volume larutan baku yang bereaksi
dengan analit
2. Spektrofotometri adalah metode analisis yang digunakan bedasarkan pada daya serapa/absorpsi
sinar monokromatis oleh larutan berwarna pada panjang gelombang spesifik. Atau berdasarkan
pengukuran dan interaksi radiasi elektromagnetik yang diemisikan atau diserap oleh analit
3. Kromatografi adalah metode pemisahan yang melibatkan fasa gerak fasa diam dan analit, atau
metode yang dilakukan berdasarkan sifat fisiks/kimia analit yang terpisah
4. Elektrokimia adalah metode analisis yang didasarkan pada perubahan energy kimia menjadi energy
listrik, atau berdasarkan sifat elektris dari analit di dalam larutan

3. Jenis-jenis titrasi
1. Titrasi asam basa
Prinsip : perpindahan proton dari asam atau basa dan sebaliknya dimana dapat dilakukan dalam
lingkungan berair maupun tidak (titrasi bebas air)
Jenis :
- Titrasi asam oleh basa (alkalimetri)
Basa sebagai pentiter. Kurva sebagai hubungan antara volume basa SbX dan pH SbY.
Melengkung dari bawah ke atas
- Titrasi asam oleh basa (asidimetri)
Asam sebagai pentiter. Kurva sebagai hubungan antara volume asam SbX dengan pH SbY.
Melengkung dari atas ke bawah
Indikator : adalah senyawa organic (asam lemah atau basa lemah) dimana memiliki warna dalam
larutan yang berbeda ketika dalam bentuk molekul dan bentuk ionnya
Indikator : adalah senyawa yang sensitive dan akan menghasilkan perubahan warna ketika analit
habis bereaksi atau pada saat titik akhir titrasi
Titik ekivalen adalah titik dimana saat terjadi setara secara stoikiometri
Titik akhir titrasi adalah titik dimana proses titrasi diakhiri dan ditandai dengan perubahan warna
indikatorf.
Larutan standar/baku adalah larutan yang dibuat dengan cara menimbang secara teliti dan seksama
suatu zat dengan kemurnian tinggi kemudian melarutkannya dengan sejumlah tertentu pelarut.
 Larutan baku primer (sudah diketahui konsentrasinya)
Harus 100% murni, stabil pada suhu kamar maupun pada saat pemanasan, mudah diperoleh,
memiliki Mr yang tinggi, dan memenuhi standar farmakope
 Larutan baku sekunder adalah larutan yang belum diketahui konsentrasinya, melainkan
konsentrasinya tersebut diketahui dengan cara titrasi dengan larutan baku primer

2. Titrasi argentometric
Adalah metode titrasi yang dilakukan untuk menetapkan kadar senyawa yang dapat menghasilkan
endapat dengan perak nitrat (AgNO3).
Jenis pengujian:
a. Cara Mohr
Untuk menganalisis Br dan Cl dalam suasana netral, dengan indicator kalium kromat, TA
ditandai dengan terbentuknya warna merah
b. Cara volhard
Untuk menganalisis Br, Cl dan I dalam suasana asam, dimana digunakan indicator besi (III)
nitrat yang dilakukan dalam suasana asam dengan titrasi balik, dimana dilakukan penambahan
perak nitrat berlebihm kemudian kelebihan perak nitrat tersebut dititrasi kembali dengan larutan
baku tiosianat
c. Cara K. Fajans
Penggunaan indicator absorbsi (flurosense), dimana pada saat terjadi ttik akhir titrasi terbentuk
warna yang tidak jelas bukan pada larutan melainkan pada permukaan endapan

d. Metode liebig
Tidak menggunakan indicator melainkan mengamati adanya kekeruhan.

Senyawa yg dapat dititrasi dgn argentometri adalah :


Ammonium klorida
Natrium klorida
Kalium klorida
Thiamfenikol

3. Titrasi kompleksometri
Berdasarkan pada pembentukan senyawa kompleks antara pentiter (senyawa pengompleks) dengan
ion logam.
Pentiter : Dinatrium Etilen Diamin Tetrasetat (Na2EDTA)
Indicator logam : dimana harus membentuk kompleks segara antara indicator logan dengan senyawa
logam yang dianalisis bukan bukan antara pentiter dengan ion logam
Jenis titrasi
a. Titrasi langsung: digunakan bagi logam yang cepat membentuk kompleks dengan titran
b. Titrasi tidak langsung: digunakan bagi logam yang lambat membentuk kompleks dengan titran

4. Titrasi Nitrimetri
Adalah titrasi dengan pentiter NaNO2 dan tujuannya untuk menetapkan kadar senyawa yang
mengandung gugua amin aromatic primer.
Prinsip : pembentukan garam diazonium yang berasal dari senyawa yang dianalisis dengan asam
nitrit yang berasal dari natrium nitrit dan asam klorida.
Senyawa :
a. Amin aromatic primer
b. Amin aromatik sekunder : harus dihidrolisis terlebih dahulu
c. Amin aromatic tersier : harus direduksi terlebih dahulu
Pembakuan NaNO2 : dengan menggunakan asam, sulfanilat + KBr + HCl
Indicator :
a. 5 tetes tropeolin OO + 3 tetes metilenblue : perubahan warna dari ungu ke biru kehijauan
b. Indicator Luar : Pasta kanji KI. Dimana terbentuk warna biru setelah sampel sigoreskan pada
pasta kanji-KI
c. Potensiometer : dengan melihat jarum tidak kembali pada posisi semula
5. Titrasi redoks
a. Prinsip : perpindahan electron antara titran dengan analit
b. Oksidasi : peristiwa pelepasan electron
c. Reduksi : peristiwa pengikatan elektron
d. Jenis :
- Titrasi yang melibatkan iodium
Titrasi iodimetri (titrasi langsung):
Disebut titrasi langsung karena bahan pereduksi langsung dioksidasi dengan larutan baku
iodium.
Prinsip
Iodium merupakan oksidator kuat, dimana ketika dalam reaksi iodium akan direduksi
menjadi iodide
Fungsi
Untuk menetapkan kadar senyawa yang memiliki potensial reduksi yang lebih kecil
daripada iodium
Mekanisme
Iodium merupakan oksidator lemah, sehingga hanya zat yang merupakn reduktor yang
cukup kuat yang dapat dititrasi. Metode ini analit dioksidasi oleh I2 sehingga I2 tereduksi
menjadi ion iodide.
Indicator
Larutan kanji karena dapat membentuk senyawa kompleks dengan iodium yang sulit
dilepaskan, selain itu larutan kanji dapat menimbulkan warna biru tua yang sukar
dihilangkan warnanya karena rangkaiannya panjang dan bercabang, sehingga titik akhir
titrasi terlihat jelas.
Contoh : Vit.C, Na askorbat, Metampiron, Na tiosulfat, kaptopril
Indikator : amilum (TA: terbentuk warna biru)

Titrasi Iodometri (titrasi tidak langsung)


Prinsip dan tujuan : untuk menetapkan kadar senyawa yang memiliki potensial reduksi
lebih besar dibandingkan dengan kompleks iodium-iodida
Cara kerja : sampel yang bersifat oksidator akan direduksi dengan KI berlebih hingga
menghasilkan iodium, kemudian dititrasi kembali dengan larutan baku Na tiosulfat.
Hasilnya volume na tiosulfat yang digunakan setara dengan jumlah iodium dan setara
dengan banyaknya sampel.
Contoh : penetapan kadar Cl

- Titrasi Permanganometri
Titrasi yang menggunakan KMnO4 atau kalium permabganat dalam suasana asam yang bersifat
sebagai oksidator kuat.
Contoh : penetapan kadar H2O2

- Serimetri
Prinsipnya melibatkan Serium (IV) sulfat, yang bersifat oksidator kuat dan lebih kuat
dibandingkan dengan kalium permanganate.
Sifatnya lebihn stabil
Contoh senyawa yang dpat dititrasi : besi (III) fumarat, besi (II) sulfat, Vit K, Vit E

- Bromometri
Prinsipnya melibatkan Brom sebagai oksidator kuat
Menggunakan larutan baku tiosulfat.
Contoh senyawa yang dpat dititrasi : klorokesol, fenol, timol, resorsinol

- Titrasi yang melibatkan Kalium Iodat (Iodatometri)


Titrasi dengan menggunakan Kalium iodide dengan indicator kloroform atau ccl4. Digunakan
untuk menetapkan kadar zat pewarna seperti amaranth, brilliant dan ponceau.
- Titrasi yang melibatkan kalium bromat
Titrasi dengan kalium bromide yang dilakukan dengan menggunakan indicator jingga metal,
hingga diperoleh warna kuning pada saat titik akhir titrasi.

6. Titrasi dengan metode gravimetric


Prinsip : penimbangan bobot konstan. Dimana unsur atau senyawa yang ditetapkan dirubah ke dalam
bentuk senyawa murni agar mudah dilakukan penimbangan. Unsure yang sudah diperoleh kemudian
dianalisis untuk diketahui bobotnya berdasarkan pada struktur molekul dan bobot molekuln.
Tahapannya :
a. Pengendapan
Proses pengendapan analit menjadi bentuk yang sukar larut, agar tidak ada banyak kehilangan
saat proses penyaringan, pencucian hinggga pengeringan
b. Penyaringan
Untuk memperoleh endapan yang benar-benar telah terpisah dari larutan (cairan induknya)
c. Pencucian endapan
Untuk membersihkan endapan dari cairan induk yang mungkin masih terbawa.
Syarat cairan pencuci :
- Tidak melarutkan endapat tetapi melurutkan pengotor
- Tidak meredispersi endapan
- Tidak boleh membentuk senyawa kompleks dengan endapan
- Cairan harus mudah menguap saat pemanasan
d. Pengeringan
Sebelum dilakukan penimbangan, maka senyawa tersebut harus dirubah dahulu menjadi
molekul yang susunannya tetap. Dengan cara pemanasan (suhu < 250 oC) atau pemijaran (suhu
250-1000oC).
Senyawa yang dapat dititrasi adalah katio-anion organic, dan senyawa netral.

7. Titrasi bebas air


Adalah titrasi tanpa menggunakan air melinkan menggunakan pelarut organic.
Titrasi ini dilakukan terhadap asam atau basa lemah.
Jenis pelarut TBA :
a. Pelarut protolitik adalah pelarut yang mengandung proton-proton yang tidak dapat member
ataupun menerima. Missal : benzene, nitrobenzene.
Cara mengetahui hasilnya biasanya dengan penambahan basa
b. Pelarut amfiprotolitik adalah pelarut yang dapat member atau menerima proton.
Contoh pelarut yang banyak digunakan adalah Cuka Blank

8. Titrasi potensiometri
Untuk menentukan titik akhir titrasi , ketika indicator secara alami tidak dapat digunakan.
Prinsip : pengukuran konsentrasi ion dalam larutan berdasarkan harga potensial yang diukur.

9. Teori asam basa


a. Menurut Arhenius :
Asam : senyawa yang jika dilarutkan di dalam air akan melepaskan ion H+
Basa : senyawa yang jika dilarutkan dalam air akan melepaskan ion OH-
b. Menurut Bronstedlowry
Asam : donor proton
Basa : akseptor proton
c. Menurut Lewis
Asam : akseptor electron
Basa : donor electron

10. Jenis spektrofotometri


1. Sp. UV-Visible
Prinsip : absorpsi radiasi elektromagnetik oleh molekul
Syarat : molekul harus mempunyai gugus kromofor (yaitu sistem/gugusan atom pada molekul
yang mengabsorbsi. Kromofor : tersusun atas ikatan rangkap tak jenuh dan terkonjugasi/selang
satu) hati-hati terhadap auksokrom yaitu gugus yang mengganggu gugus kromofor misalnya –
OH pada daerah UV jauh
Transisi : vi – vi* dimana merupakan transisi utama dengan panjang gelombang 200-700 nm
Panjang gelombang : UV (200-400 nm) Visible (400-800 nm)
Instrumentasi :
a. Sumber : tungsten (UV) dan Deutrium (Visibel)
b. Celah
c. Polikromator
d. Monokromator (prisma atau kisi)
e. Wadah sampel/kuvet
f. Detector diodearay untuk menggambarkan spectrum

Syarat terjadinya absorpsi radiasi uv-vis oleh senyawa


a. Adanya gugus kromofor
- Aromatic (ikatan rangkap terdelokalisasi)
- Ikatan rangkap terkonjugasi
- Ikatan rangkap tiga
b. Adanya gugus ausokrom
Gugus fungsi yang memiliki pasangan elektron bebas, terikat langsung pada sistem konjugasi

Daerah uv-vis
a. Daerah uv dekat (200-400 nm)
b. Daerah vakum (100-200 nm)
c. Daerah visible (400-700 nm)

Aplikasi :
a. Uji identitas kemurnian yang digunakan dalam monografi farmakope
 Pengukuran spektrum UV/VIS suatu zat, perbandingan dengan spektrum baku
pembanding atau dengan spektrum dari literatur
 Panjang gelombang maksimum
 Penentuan Absorptivitas pada panjang gelombang maksim
b. Penentuan kadar
 One poin method (cukup 1 larutan baku,konsentrasi harus dekat dengan
konsentrasi sampel) : baku eksternal dan penambahan baku
 Multi poin method, kurva kalibrasi (dibuat larutan dengan pengenceran
bertingkat, pembuatan kurva kalibrasi/regresi linier konsentrasi vs absorbansi )
: baku eksternal, penambahan baku
 Senyawa tunggal multikomponen
 Sebagai detector : HPLC dan CE

2. Spektrofotometri Inframerah (IR)


Prinsip : interaksi antara molekul dengan radiasi elektromagnetik
Pada bilangan gelombang : 4000-200 cm-1 atau pada panjang gel 2,5-50 mikronmeter.
Untuk : menentukan gugus fungsi dari senyawa
Gugus fungsi yang sering terukur adalah :
a. –OH : 3000-3300 nm lebar
b. –NH : 3000-3300 nm lancip
c. C=0 : 1700-1600 nm lancip
Syarat : murni bebas air
Preparasi sampel :
a. Padat : 1-5 mg sampel ditambah KBr lalu dicetak sepet]rti tablet lalu dimasukkan ke dalam sel
b. Cair : minyak nuzol + kloroform : dioleskan pada kaca objek
Instrumentasi :
a. Sumber radiasi
Nesrst glowed an kawat pijar
b. Monokromator (u/spektro IR disperse) dan interferometer (u/spektro IR nondispersi)
c. Sel
d. Detector
Termal transducer, photoconducting transducer, pyroelektrik transducer

Kurva antara : Absorban dengan bilangan gelombang


Pembagian rentang panjang gelombang
a. Daerah IR dekat
0,75-2,5 um (13000-4000 cm-1)
b. Daerah IR pertengahan
2,5-50 um (4000-200 cm-1)
c. Daerah IR jauh
50-1000 um (200-10 cm-1)

Daerah IR
a. Daerah gugus fungsi (3600-1400 cm-1)
Berguna untuk identifikasi gugus fungsional
b. Daerah sidik jari (1400-600 cm-1)
Bersifat khas untuk setiap senyawa
Hanya senyawa yang sama yang memiliki spectrum IR yang sama

Aplikasi :
a. Dapat digunakan pada semua frekuensi dari sumber cahaya secara simultan sehingga analisis
dapat dilakukan lebih cepat daripada menggunakan cara sekuensial atau scanning.
b. Sensitifitas dari metoda Spektrofotometri FTIR lebih besar daripada cara dispersi, sebab radiasi
yang masuk ke sistim detektor lebih banyak karena tanpa harus melalui celah (slitless).

3. Spektrofotometri serapan atom (AAS)


Prinsip : atomisasi karena adanya sumber energy
Untuk : analisis logam
Metode : sensitive dan spesifik
Syarat sampel : larutan
Preparasi sampel dengan destruksi :
- Destruksi kering : pemanasan pada 200-600oC
Penambahan pereaksi
Penambahan HCl dan HNO3
- Destruksi basah : penambahan pelarut atau campuran pelarut

Instrumentasi :
a. Nebulizer : agar terjadi nebulasi dan menyebabkan atomisasi (pengubahan menjadi atom)
b. Sumber cahaya : nyala turner, gravit turnace
c. Wadah sampel
d. Monokromator
e. Detector
f. Recorder

Gangguan :
a. Spectra : berimpitnya panjang gelombang dengan panjang gelombang cemaran
b. Kimia : bentuk sampel terlalu padat
c. Fisika : viskositas terlalu tinggi

4. Spektrometri massa
Prinsip : pengukuran bobot molekul yang terfragmentasi atau fragmentasi gugus fungsi
Proses : fragmentasi karena adanya ionisasi dari sumber ion
Instrumentasi :
a. Sampel : larutan
b. Sumber ion
c. Masa analyzer
d. Detector
Fungsi :
untuk molekul dengan rantai bercabang atau rantai tidak bercabang, untuk cincin aromatis, keton,
hidroksi, dll

5. Spektrofotometri NMR/RMI (resonansi magenetik inti)


Prinsip : resonansi, medan magnet, inti atom, menentukan jumlah C dan H
Proses : penggunaan gelombang radio 60-100 MHz . akan menyebabkan perubahan molekul akibat
medan magnet
Instrumentasi :
a. medan magnet
b. sel
c. sumber gel.radio
d. recorder

6. Spektrofluorometri
Sama seperti UV tetapi ada proses eksitasi dan emisi
Instrument Fluorometer:
a. sumber UV/Vis
b. pemilih panjang gel eksitasi
c. sampel
d. monokromator
e. pemilih panjang gel emisi
f. detector
g. data output
Instrument fosforimeter : sama dengan fluorometer tetapi ditambah Fosforoskop yang berputar dan
berguna untuk menghilangkan spectrum fluoresensi

11. Penjelasan elusidasi struktur


Terdiri dari 3 tahap :
a. karakterisasi : mengumpulkan semua data dari spektroskopi, tidak memerlukan interpretasi
b. konfirmasi : mengkonfirmasi strktur yang telah diketahui, hasilnya confirm atau tidak
c. elusidasi : menentukan struktur tanpa ada prediksi terlebih dahulu, harus memerlukan
interpretasi
Proses melibatkan :
a. Sp. UV/Vis
b. Sp. IR
c. Sp. Massa
d. Sp. NMR
e. Analisis struktur

12. Bedanya KCKT, KG, KLT


a.) KCKT/HPLC
Prinsip : fasa gerak, fasa diam, analit
Instrumentasi :
a. Pompa : bertekanan rendah-tinggi, untuk mengukur laju alir, penarikan fasa gerak
b. Wadah fasa gerak
c. Injector : untuk preparasi sampel larutan, harus disaring dengan ukuran pori-pori 0,2
mikron, bebas dari udara
d. Kolom : sebagai jantung pemisah. Harus dijaga agar awet dengan syarat : menggunakan
larutan proHPLC, harus disaring, ph-3-7, pemanasan tdk lebih dari 60oC, sering
dibersihkan, terhindar dari tekanan fisik, penggunakan pelindung/procolom
e. Detector : Uv, R indeks, fluoresensi
f. Sistem data/parameter : plat teoritis N, simetris, resolusi, factor kapasitas, selektifitas

Fase gerak :
a. Pro HPLC
b. Air : proinjeksi
c. Bebas Nitrogen dan oksigen : dengan cara degassing
d. Laju alir 1 ml/menit
e. Sistem : isokratik (komposisi fase gerak tetap selama analisis) atau gradient (komposisi
fase gerak berubah terhadap waktu)

Pemilihan fase gerak :


a. Viskositas
b. Kompresibilitas
c. Refraktif indeks
d. Tekanan uap
e. Kemudahan terbakar

Kelebihan KCKT :
a. Pemisahan cepat 5-30 menit
b. Resolusi / daya pisah 1,5
c. Banyak jenis fase diam-fase gerak-dan detector
d. Dapat digabung dengan Sp. Massa

Kelemahan :
a. Mahal
b. Sistem deteksi yan g terlalu cepat

b.) Kromatografi Gas (KG)


Prinsip :
a. Fase gerak : gas inert seperti (He dan N)
b. Menggunakan temperature tinggi
c. Interaksi antara analit dengan fase diam
Syarat :
a. Sampel harus yang mudah menguap
b. Jika sampel sulit menguap harus di derivatisasi

Instrumentasi :
a. Gas : H2, N2, He
b. Injector
c. Kolom : kolom kemasan, kapiler
d. Detector
- Universal
- TCD (termal konduktivitas detector ) : sampel general
- ECD : organohalogen
- NPD : Nitrogen dan Fosfor
- FPD : S dan P
e. Sistem data

Keuntungan :
a. Tekanan
b. Laju alir
c. Banyak detektornya
d. Dapat digabung dengan MS

Kelemahan :
a. Senyawa yang mudah menguap terbatas
b. Temperatur tinggi-mudah terurai
c. Mahal

c.) Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Mekanisme : adsorbsi
Adsorben : silica, alumina, selulosa
Penyangganya : plat kaca/plastic/alumunium
Fase diamnya : sorben yang melekat pada kaca/plastic
Fase gerak : cairan/campuran yang bergerak keatas dengan adanya gaya kapiler
Analisisnya berdasarkan :
Rf : yaitu ratio antara jarak yang ditempuh sampel dengan jarak yang ditempuh fase gerak
Penamapak bercak untuk mendteksi secara visual : menggunakan Asal sulfat

13. Parameter dalam spektro :


a. Akurasi (ketelitian/kecermatan) : hasil yang diperoleh mendekati hasil sebenarnya, missal kadar
sampel dibandingkan dengan kadar sebenarnya lalu dikali 100% hasilnya antara 95-100%
b. Presisi (ketepatan/keseksamaan) : hasil yang diperoleh mendekati hasil sebenarnya dalam satu
seri pengukuran.

14. Aplikasi analisis kuantitatif senyawa obat


KAPTOPRIL

a. Spektro uv-vis
Rata-rata pada panjang gelombang 265 nm
b. Titrasi iodimetri (metode langsung)
Penetapan blangko
Tiap mL kalium iodat 0,1 N setara dengan 21,73 mg C9H15NO3S.
Penetapan kadar
Menimbang saksama lebih kurang 300 mg kapopril, masukkan ke dalam labu erlenmeyer
bersumbat kaca berisi 100 mL air, larutkan, tambahkan 10 mL asam sulfat 3,6 N, 1 g kalium
iodida P, dan 2 mL kanji LP. Titrasi dengan kalium iodat 0,1 N sampai warna biru lemah yang
bertahan selama tidak kurang dari 30 detik.
Persyaratan farmakope IV
Tablet kaptopril mengandung kaptopril tidak kurang dari 90,0 % dan tidak lebih dari 110,0 %
dari jumlah yang tertera pada etiket.

FUROSEMID
Titrasi asam basa
Menimbang seksama 200 mg furosemide, kocok dengan 300 Ml NaOH 0,1 N selama 10 menit,
tambahkan NaOH 0,1 N secukupnya hingga 500 ml, saring. Encerkan 5 ml dengan NaOH 0,1 N
secukupnya hingga 500 ml.
15. Tata nama kimia

16. Gugus fungsi


Gugus fungsi adalah gugus atom dalam molekul yang menentukan ciri atau sifat suatu senyawa.
TEKNOLOGI FARMASI (TEKFAR)
1. Definisi obat :
Obat adalah suatu bahan/zat yang aktif secara farmakologi (memiliki aktivitas farmakologi) yang dapat
mempengaruhi respon biologi (tubuh) dalam upaya untuk mencapai tujuan pengobatan : kuratif,
preventif, rehabilitative, kontraseptif, diagnosis, manipulasi kedokteran.
2. Perbedaan waktu hancur dengan disolusi
Waktu hancur adalah waktu yang diperlukan oleh suatu sediaan untuk hancur setelah kontak dengan
saluran cerna. Akan tetapi jika sediaan telah hancur akan menjamin bahwa obat akan segera diabsorpsi.
Disolusi adalah kelarutan zat aktif dari sediaan terhadap medium pelarut (cairan lambung atau usus)
pada waktu tertentu, untuk kemudian diabsorpsi dan memberikan efek farmakologi.
3. Jenis-jenis sediaan : definisi, keuntungan/kerugian, formulasi, kerusakan, evaluasi
1.) Larutan adalah campuran dua atau lebih cairan yang terdispersi secara homogeny dalam skala
molekuler.
Komponennya : pelarut (solvent) dan zat terlarut (solute)
Formulasi : zat aktif, eksipien (pengawet, dapar, antioksidan, pewarna, perasa, pengental,
dll), pelarut

2.) Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi
Komponen sekaligus bahan tambahan tablet :
a. Zat aktif
b. Zat pengisi/diluen : untuk mencapai bobot tablet yang diinginkan atau meningkatkan volume
agar bisa dikempa. contoh : amilum, sukrosa, avicel
c. Zat pengikat/binder : untuk meningkatkan kohesi antar partikel sehingga pada saat pencetakan
diperoleh tablet yang kompak. Contoh : PVP, gelatin, CMC
d. Zat penghancur/disintegran : untuk mempercepat hancurnya tablet saat kontak dengan saluran
pencernaan. Contoh : pati dan amilum yang dimodifikasi
e. Zat pelincir/ lubrikan : untuk mencegah gesekan dengan alat serta memudahkan tablet lepas dari
alat pencetaknya saat proses pencetakan. Contoh : talk
f. Zat pelicin : untuk memperbaiki sifat aliran dan mengurangi gesekan . contoh : Mg Stearat ,
aerosil
g. Antiadheren : untuk mencegah penempelan pada cetakan yaitu punch dan die. Contoh : talk, na
laurel sulfat
h. Glidan : untuk memperbaiki sifat alir dan meratakan kepadatan tablet. Contoh : tablet dan
aerosol
i. Zat warna : pewarna (coloring), pemanis (corrigensia), pewangi untuk estetika
j. Zat pemberi rasa

Formulasi tablet :
Fase dalam (92%)
Zat aktif
Zat pengisi/ laktosa
Amilum kering /penghancur 10%
Pvp/pengikat 3%
Fase luar (8%)
Mg stearat 1 %/pelicin
Talk 3%/lubrikan/glidan
Amilum kering 5%/disintegrator

Mesin pencetak tablet


Komponen dasar
1. Hopper, tempat untuk menyimpan granul dan yang mengalirkan granul untuk di kempa
2. Die, tempat granul akan di cetak, menentukan ukuran dan bentuk tablet
3. Punch atas, alat untuk mengempa granul yang telah brada di die
4. Punch bawah, alat untuk mengeluarkan tablet yang tlah di cetak.
Cara kerja
1. Serbuk atau granul-granul dialirkan dari hopper masuk kedalam die (aliran sesuai gravitasi).
2. Dilakukan penyusunan ulang dari struktur granul, sehingga ketika punch atas mengempa
granul, distribusi granul akan tersusun ulang diantara punch atas dan punch bawah.
3. Perubahan bentuk granul dan pembentukan ikatan, karena penekanan, pada awalnya terjadi
deformasi elastis kemudian plastis.
4. Pembentukan ikatan intergranul, hasil dari penekanan menyebabkan granul termampatkan dan
terjadi ikatan antar granul sehingga menjadi tablet.
5. Kemudian hopper akan kembali pada tempatnya dan punch atas akan turun mengempa granul
menjadi tablet.
6. Setelah Tablet dikempa, punch atas akan kembali ketempat aslinya kemudian punch bawah
akan bergerak keatas membawa tablet sejajar dengan die.
7. Setelah itu hopper akan bergerak untuk mengisi granul kedalam die sehingga tablet akan
tergeser oleh hopper

Komponen yang mempengaruhi hasil pencetakan


a. Lubricants adalah bahan yang berfungsi untuk mengurangi friksi antara permukaan dinding/tepi
tablet dengan dinding die selama kompresi dan ejeksi.
b. Glidants ditambahkan dalam formulasi untuk menaikkan/meningkatkan fluiditas massa yang
akan dikempa, sehingga massa tersebut dapat mengisi die dalam jumlah yang seragam.
c. Antiadherents adalah bahan yang dapat mencegah melekatnya (sticking) permukaan tablet pada
punch atas dan punch bawah.
d. Pengikat

Metode pembuatan tablet :


a. Granulasi basah
Definisi
Memproses partikel ZA dengan eksipien menjadi partikel yang lebih besar kemudian
ditmbahkan bahan pengikat dalam jumlah yang sesuai sehingga terbentuk massa lembab yang
siap digranulasi.
Kelebihan :
a. Memperbaiki sifat alir
b. Meningkatkan kompresibilitas
c. Mempercepat disolusi
d. Keseragaman bobot jenis
e. Dapat digunakan untuk zat yang tahan panas dan lembab
Kekurangan :
a. Banyak proses yang harus divalidasi
b. Biaya cukup tinggi
c. Tidak dapat digunakan untuk zat yang tidak tahan panas dan lembab
Prosedur pembuatan
a. Menghaluskan dan mencampur obat dan eksipien
b. Pembuatan larutan pengikat
c. Membasahi massa dengan penambahan larutan pengikat
d. Pengayakan massa basah
e. Pengeringan granul basah
f. Pengayakan granul kering
g. Pencampuran dengan lubrikan dan disintegran utk menghasilkan serbuk dgn alir baik
h. Pengempaan tablet

b. Granulasi kering
Definisi
Memproses partikel zat aktif dan eksipien dengan cara mengempa dengan tekanan untuk
mendapatkan ukuran partikel yang lebih besar dari sebelumnya/ slug yang kemudian
digranulasi/dipecah kembali menjadi granul.
Kelebihan :
a. Tidak banyak memerlukan peralatan
b. Tidak banyak proses yang harus divalidasi
c. Waktu hancur lebih cepat karena tidak menggunakan pengikat
d. Dapat dilakukan untuk zat aktif yang dosisnya terlalu besar untuk di kempa langsung
e. Digunakan untuk zat yang tidak tahan panas dan lembab
Kekurangan :
a. Harus menggunakan alat khusus untuk membuat slug
b. Tidak dapat mendistribusikan zat warna secara seragam
c. Pada prosesnya banyak menghasilkan debu sehingga ada kemungkinan terjadi kontaminasi
silang
Prosedur pembuatan
a. Menghaluskan dan mencampur obat dgn eksipien
b. Melakukan kompresi mjd slug menggunakan alat roll compactor
c. Menghaluskan dan mengayak slug dan serbuk dikempa
d. Mencampurkan lubrikan dan disintegran
e. Pengempaan tablet

c. Cetak langusng
Kelebihan
a. Tidak banyak proses yang harus divalidasi
b. Digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan lembab
c. Waktu hancur dan disolusinya lebih baik
Kekurangan
a. Tidak dapat dilakukan untuk zat aktif yang dosisnya terlau besar
b. Harga bahan pengisi mahal
c. Adanya keterbatasan untuk menghasilkan talet berwarna
Prosedur pembuatan
a. Menghaluskan dan mencampur obat dan eksipien
b. Pengempaan tablet

Kerusakan pada tablet :


a. Capping: pemisahan sebagian atau seluruhnya bagian atas atau bagian bawah dari bahan
tablet
b. Laminasi : pemisahan tablet menjadi dua bagian atau lebih
c. Chipping : bagian bawah tablet terpotong
d. Cracking : tablet pecah dibagian atas atau tengah
e. Picking : permukaan tablet menempel pada permukaan punch
f. Sticking : granul menempel pada dinding die
g. Motling : distribusi zat warna tidak merata

Penyebab kerusakan pada tablet :


a. Pelincir tidak cocok
b. Perbandingan anti adheren, lubrikan, dan glidan tidak seimbang
c. Granul terlalu keras atau lembut
d. Granul lembab/ kering
e. Bahan pengikat kurang, atau kurang baik

Evaluasi granul :
a. Keseragaman ukuran granul dengan granulometri
b. Bobot jenis (sejati, nyata, dan nyata setelah mampat)
c. Kemampatan (jika %T <20 maka granul memliki aliran yang baik)
d. Kompreksibilitas
5-10% Aliran sangat baik
11-20% Aliran cukup baik
21-25% Aliran cukup
>26% Aliran buruk

e. Kecepatan alir
Metode corong, jika 100 g granul mengalir dalam 10 detik maka mempunyai aliran yang
baik.
Metode sudut istirahat
25-30 Sangat mudah mengalir
30-40 Mudah Mengalir
40-45 Mengalir
>45 Kurang mengalir

Evaluasi tablet :
a. Organoleptic: warna, bau, dan rasa
b. Keseragaman bobot (ditimbang 20 tablet, lalu hitung rata-rata tiap tablet)
Penyimpanan bobot rata – rata dalam %

Bobot rata – rata A B

<25 mg 15% 30%

26 mg - 150 mg 10% 20%

151 mg - 300 mg 7,5% 15%

>300 mg 5% 10%

- Tidak boleh lebih dari 2 tablet menyimpang dari bobot rata2 lebih besar dari harga yang
ditetapkan pada kolom A
- Tidak boleh ada satu tablet pun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata2 lebih dari
harga kolom B
- Jika perlu dapat diulang dgn 10 tab & tdk boleh ada satu tablet pun yang bobotny
menyimpang lebih besar dari bobot rata2 yang ditetapkan dalam kolom A maupun
kolom B

c. Keseragaman bentuk
Cara kerjanya 10 tablet diukur diameter dan tebal masing2 dengan jangka sorong, lalu
ditentukan rata-rata dan tebalnya.
Syarat : 4/3 < D < 3 x T
d. Kekerasan (memberikan tekanan pada tablet sampai tablet pecah) menggunakan alat
hardness tester Stokes Monsato.
e. Friksibilitas/keregasan
Ketahanan tablet terhadap gesekan selama proses produksi, di alat yang bundernya kecil.
f. Friabilitas/kerenyahan
Ketahanan permukaan tablet terhadap gesekan dengan gambaran bagaimana tablet
bertahanan didalam kemasannya serta didalam peti kemas selama pengangkutan, distribusi
dan penyimpangan.
Menggunakan alat friabilator 100x putaran/menit
Syarat <1%, lebih baik <0,8%
g. Uji waktu hancur (disintegrasi)
Alatnya disintegration tester
Cara kerjanya 6 tablet dimasukkan ke dalam keranjang, diatasnya di taruh kertas cakram
agar tablet tidak keluar. Alat dihidupkan (keranjang naik turun) dalam media tertentu, 37
±2C. Bila 1 tablet atau 2 tablet tidak hancur sempurna, ulangi pengujian dengan 12
tablet lainnya: tidak kurang 16 dari 18 tablet yang diuji harus hancur sempurna
h. Uji disolusi
Alatnya dissolution tester

3.) Suspensi adalah sistem dua fase dispersi cair-padat yang terdiri dari partikel padat sebagai fase
terdispersi dan fase cair sebagai medium pendispersi.
Kegunaan :
a. Untuk memformulasi ZA yang sukar larut dalam air,
b. Menutupi baud an rasa yang tidak enak dari bahan obat
c. Memperlama kerja obat.
Suspensi yang baik :
a. Mudah dituang/mudah ditakar
b. Homogenitas tingga
c. Teksturnya lembut / tidak kasar
d. Tahan terhadap mikroba
Keuntungan :
a. Bagi pasien yang sulit menelan tablet/kapsul
b. Daya absorbsinya lebih cepat daripada tablet
c. Menutupi rasa tidak enak
d. Mengurangi penguraian ZA oleh air
Kerugian :
a. Stabilitas terganggu menyebabkan caking
b. Ketepatan dosis lebih rendah dari larutan
c. Fluktuasi suhu menyebabkan pembentukan Kristal
Kerusakan :
a. Deflokulasi : sistem disperse masing2 maka kecepatan sedimentasinya lambat, ketika
mengendap sulit di redispersi
Solusi : penambahan floculating agent
b. Flokulasi : sistem disperse berupa agregat yang menyebabkan kecepatan sedimentasinya baik,
ketika mengendap mudah diredispersi tetapi menyebabkan penampilan kurang menarik
Solusi : penambahan surfaktan
c. Flotasi : partikel2 padat mengapung ke permukaan : karena perbedaan massa jenis, hanya
sebagian yang terbasahi, adala lapisan udara yang terperangkap pada lapisan partikel padat.
Solusi : penambahan wetting agent/humektan dengan mekanisme menurunkan tegangan
permukaan, mengusir lapisan udara yang terperangkap pada partikel, sehingga memaksimalkan
proses pembasahan serbuk
d. Pertumbuhan Kristal : sebagai akibat naik turunnya suhu lingkungan
Solusi : penambahan surfaktan
Formulasi : zat aktif dan eksipien
Eksipien :
a. suspending agent,
untuk menjerat partikel agar tidak mengendap.
Jenisnya :
- dispersi dengan air dingin : PGA, tragakhan
- dispersi dengan air panas tanpa pengadukan kuat : agar, CMC Na
- dispersi dengan air panas dengan pengadukan kuat : bentonit, veegum
- disperse dengan air panas kemudian mengambang dalam es : thylosa
b. dapar,
c. pengawet,
d. antioksidan,
untuk senyawa yang mudah teroksidasi
e. pewarna, perasa, pewangi,
f. anticaking,
untuk mencegah pengkristalan pada botol sehingga sulit untuk dibuka
g. pembawa

Evaluasi suspensi :
a. volume sedimentasi
b. rheologi/viskositas
c. distribusi ukuran partikel
d. organoleptik
e. penetapan pH
f. volume terpindahkan

Suspensi rekonstitusi adalah suspense yang dibuat untuk zat aktif yang mudah terhisrolisis
formula : zat aktif dan eksipien
eksipien : ditambah adsorbent dan pengikat
pembawa: suspending agent yang digunakan harus segera terhidrasi dalam suhu ruangan dengan
pengadukan minimal. Contoh : CMC Na FSH, Avicel RC 591

4.) Emulsi adalah sediaan cair yang merupakan sistem disperse heterogen (cair-cair) yang terdiri dari
2 cairan yang tidak saling bercampur yaitu fase air dan fase minyak
Alasan dibuat emulsi :
a. memperbaiki penampilan
b. meningkatkan stabilitas
c. menutupi rasa tidak enak
d. memperlama cara kerja obat
Jenis/tipe emulsi :
a. emulsi o/w adalah emulsi dimana fase terdispersi/fase internalnya adalah minyak dan fase
pendispersi / fase eksternalnya air
b. emulsi w/o adalah emulsi dimana fase terdispersi/fase internalnya adalah air dan fase
pendispersi/fase eksternalnya adalah minyak
Emulsi yang baik:
globul-globulnya terdistribusi dengan baik dan stabil
Kerusakan dalam emulsi :
a. flukulasi adalah keadaan dimana globul-globul bersatu membentuk agregat, lalu agregat
tersenut teredispersi kembali menjadi globul. (agregasi nya bersifat reversible)
b. koalesen adalah keadaan dimana lapisan film telah hilang kemudian globul bersatu menjadi
globul yang lebih besar, sehingga terjadi perubahan distribusi ukuran partikel. (agregasinya
irreversible)
c. creaming adalah kondisi globul globul naik ke permukaan akibat gravitasi.
Solusi : dengan memperkecil ukuran globul dan meningkatkan viskositas
d. breaking/demulsifikasi adalah pecahnya globul akibat hilangnya lapisan film karena pengaruh
suhu
Penting : EMULGATOR
adalah zat yang ditambahkan dalam sediaan emulsi dengan tujuan untuk menghindari
penggabungan globul dengan cara membentuk lapisan film pada antar muka globul sehingga proses
penggabungan globul tidak terjadi.
Jenis emulgator :
a. emulgator surfaktan adalah emulgator yang bekerja membentuk lapisan tipis monolayer pada
antar muka globul.
Surfaktan anionic : Na LAuril sulfat
Surfaktan kationik : Setil trimetil ammonium bromide
Surfaktan non inonik : tween dan span
b. emulgator koloid hidrofil adalah emulgator yang membentuk lapisan multilayer
c. emulgator partikel halus juga membentuk laipas monolayer
formulasi :
a. zat aktif
b. eksipien : emulgator, pemanis, pengawet, antioksidan, dll
c. pembawa (minyak/air)
pembuatan : zat aktif dgn emulgator alam akan terbentuk korpus:
a. korpus emulsi kering : minyak:emulgatir:air:distirer kemudian air ditambahkan
seluruhnya/sekaligus
b. korpus emulsi basah : minyak:emulgator:air:distirer kemudian ari ditambahkan sedikit demi
sedikit.
Dengan surfaktan : fase air dan fase minyak masing2 dipanaskan pada suhu 70oC kemudian
dicampurkan.
Evaluasi sediaan :
a. viskositas, rheologi
b. distribusi ukuran partikel
c. penetapan pH
d. volume terpindahkan
e. bobot jenis
f. organoleptik
g. penentuan tipe emulsi
Penentuan tipe emulsi :
a. cara kobal klorida : o/w dari biru ke merah ,uda
b. cara konduktometri : o/w menghantarkan listrik, w/o sebaliknya
c. cara pengenceran : o/w diencerkan dengan air, w/o tidak
d. uji arah creaming : o/w ke atas, w/o kebawah
e. cara pewarnaan : o/w dibawah mikroskop : air, w/o : minyak
f. uji kertas saring : o/w mudah menyebar, w/o tidak
g. uji fluoresensi : o/w fluoresensi pada globul saja, w/o sebaliknya.

5.) Eliksir adalah larutan manis yang mengandung alcohol sebagai pelarut campurnya
Formulasi : zat aktif, eksipien, pelarut/pelarut campur
Evaluasi sediaan LARUTAN/ELIKSIR :
Evaluasi kimia : pH, stabilitas obat, kadar obat
Evaluasi fisika : viskositas, Bobot Jenis, Organoleptik, Volume Terpindahkan, kejernihan

6.) Salep adalah sediaan setengah padat yang digunakan untuk pemakain pada permukaan kulit atau
selaput lender.
Jenis : salep epidermik, endodermik, diadermik
Syarat : plastis, punya struktur gel, ikatan van der walls, punya aliran tiksotropik
Basis salep : basis hidrokarbon, basis absorbs, basis yang dapat dicuci dengan air, basis yang dapat
larut dalam air
Formulasi :
a. Zat aktif
b. basis
c. Eksipien (pengawet)

7.) Krim adalah sediaaan semisolid kental, biasanya merupakan emulsi o/w atau w/o
Hal-hal penting :
a. Pemakaian zat aktif harus bentuk aktifnya
b. Basis harus sesuai dengan sifat zat aktif
c. Penggunaan emulgator sesuai jenis emulsinya
d. Penambahan pengawet
e. Penambahan antioksidan
f. Penggunaan tube
Formulasi :
a. Zat aktif
b. Basis
c. Eksipien : emulgator, dapar, antioksidan, pengawet
Ketidakstabilan :
a. Cracking
b. Creaming
c. Flokulasi

8.) Gel adalah sediaan sediaan sistem semi padat yang terdiri dari molekul anorganik kecil atau molekul
organic besar yang terpenetrasi dalam cairan.
Jenis : hidrogel, organogel, xerogel
Sifat :
sweaaling (mengembang)
Sineresis (pecah)
Efek suhu
Efek elektrolit
Elastisitas
Rheologi
Formulasi :
Zat aktif
basis
Eksipien (pengawet)

9.) Pasta adalah sediaan setengah padat yang terdiri dari satu atau lebih bahan obat dan digunakan
untuk permukaan kulit.
Jenis : pasta larut air dan pasta berlemak
Kelebihan : absorbs lebih cepat
Kekurangan : kurang nyaman pada permukaan tubuh berbulu
Formulasi :
Zat aktif
Basis
Eksipien : emulsifier, emollient, surfaktan, dll

Metode pembuatan semisolid dan evaluasinya :


a. Metode triturasi adalah metode pencampuran semua bahan sampai homogeny dan tercampur rata.
Digunakan bagi bahan yang tidak tahan panas
b. Metode pelelehan adalah metode pencampuran dimana fase minyak dan fase air dipanaskan
masing-masing pada suhu 70oC kemudian dicampurkan

Evaluasi sediaan ;
a. Penampilan
b. Homogenitas
c. Isi minimum
d. Kebocoran tube
e. Viskositas
f. Penetapan pH
g. Uji stabilitas
h. Distribusi ukuran molekul
i. Pelepasan bahan aktif dari sediaan
j. Penentuan tipe emulsi (untuk krim)

10.) Kapsul adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat di dalam cangkang keras atau lunak
yang dapat larut. Cangkang kapsul dapat terbuat dari gelatin, metilselusosa, atau bahan lain yang
cocok

Kelebihan :
a. Penampilan menarik, praktis
b. Mudah ditelan
c. Cepat diabsorbsi
d. Pengerjaannya mudah
Kekurangan :
a. Tidak bisa digunakan utk zat yang mudah menguap
b. Untuk zat yang higroskopis
c. Zat yang bereaksi dengan cangkang
d. Tidak dapat dibagi-bagi
Ukuran kapsul besar : 000,00,0
Ukuran kapsul sedang : 3,2,1
Formulasi :
a. Zat aktif
b. Cangkang kapsul
c. Eksipien :
- Zat pengisi, digunakan apabila dosis zat aktif atau volume bahan yang dihasilkan tidak
memenuhi ukuran/bobot/volume kapsul contoh : amilum
- Lubrikan, digunakan untuk mencegah penempelan bahan pada mesin contoh : talk
- Glidan, digunakan untuk mencegah gesekan antar partikel dan juga alat contoh : aerosol
- Adsorben, digunakan untuk mencegah terjadinya kelembaban
Contoh : aerosol
Proses pengolahan serbuk :
a. Spatulasi : untuk skala kecil dengan cara mengerus menggunakan spatula
b. Triturasi : menggerus di dalam lumping
c. Tumbling/penggulingan : diputar bolak balik dengan mesin
d. Penggilingan : dilakukan dengan mesin untuk skala industry
Evaluasi granul : sama dengan tablet
Evaluasi kapsul : ditambah uji higroskopisiras

11.) Serbuk/pulvis/pulveres
Sediaan obat yang digunakan untuk bagian dalam maupun luar yang diserbukkan
Sifat :
a. S. dimensi
b. S. permukaan
c. S. aliran
d. S. teknologi farmasi

12.) Suppositoria
Adalah sediaan bentuk tetap, bertakaran, dalam aturannya berbentuk silinder atau kerucut dan
ditetapkan untuk pemberian melalui, rectal, vaginal, uretral dan sifatnya mudah melebur pada suhu
tubuh. Bobot yang disarankan adalah 2 g atau 1 g untuk anak-anak

Kelebihan :
a. Dapat diberikan pada pasien yang sukar mengkonsumsi obat secara oral
b. Tidak merusak lambung
c. Digunakan pada kondisi pasien tidak sadar
d. Terhindar dari rasa yang tidak enak
e. Dapat diberikan pada bayi, anak, dewasa, lansia

Kekurangan :
a. Daerah absorbsinya sempit
b. Pemakaiannya tidak praktis
c. Absorbsinya dengan difusi pasif
Basis supositoria
a. Basis berlemak
b. Basis yang larut air dan mudah bercampur dengan air
c. Basis surfaktan
13.) Sediaan steril injeksi
Adalah sediaan steril larutan emulsi atau suspense yang harus dlarutkan dulu sebelum digunakan
dan diberikan dengan cara diinjeksikan merobek jaringan ke dalam kulit atau selaput lender
Formulasi :
a. Zat aktif
b. Pembawa
c. Zat tambahan : pengatur tonisitas, dapar, antioksidan, pengawet (multiple dose), anestetika
local, suspending agent, zat pengompleks
STERILISASI : proses/metode yang dilakukan untuk membunuh mikroorganisme gidup
(vegetative maupun nonvegetatif)
a. S. panas kering
b. Panas uap
c. Uv
d. Sinar pengion
e. Gas kimia
f. Filtrasi
g. Bahan kimia
TONISITAS ; tekanan osmosis yang diberikan oleh suatu larutan

14.) Injeksi rekonstitusi


Untuk za yang mudah terhidrolisis, harus steril, bebas pirogen, stabil
Formula : sama dengan injeksi biasa, ditambah bahan pengkelat dan flocculating agent

EVALUASI INJEKSI:
INJEKSI REKONSTITUSI :
a. Kimia : pH, stabilitas, kadar
b. Fisika : volume sedimentasi, pH, freeze and thaw, crystal growth
c. Biologi : uji sterilitas, pirogen, biologi

15.) Infus
Sediaan steril berupa larutan, suspense atau emulsi yang sedapat mungkin isotonis terhadap darah
dan disuntikkan langsung ke dalam vena.

Formula umum :
a. Zat aktif
b. Eksipien /pengisotonis
c. Pembawa (air)

EVALUASI INJEKSI DAN INFUS :


a. Kejernihan
b. Homogenitas
c. pH
d. integritas kemasan
e. uji sterilitas
f. uji partikulat
g. uji kebocoran
h. kadar
i. uji endotoksin

16.) sediaan semisolid steril: penjelasannya sama dengan sediaan non steril

17.) sediaan opthalmik: larutan/suspensi steril bebas partikel asing dan digunakn untuk tujuan
penggunaan pada mata
a. larutan opthalmik
- zat aktif
- eksipien :
pengisotonis
dapar
peningkat viskositas
antioksidan
surfaktan
pengawet
- pelarut
b. suspense opthalmik
- zat aktif
- eksipien ;
pengisotonis
dapar
suspending agent
antioksidan
surfaktan
pengawet
- pelarut
evaluasi sediaan :
kimia :pH, stabilitas, kadar
fisika : viskositas, BJ, volum terpindahkan, homogenitas, distribusi
biologi : efketivitas pengawet, sterilitas

18.) Tetes hidung: larutan/suspensi steril bebas partikel asing dan digunakn untuk tujuan penggunaan
pada hidung
formulasi dan evaluasi sama dengan tetes mata

Wadah obat
1. Kategori kualitas wadah
a. Wadah tertutup baik, harus melindungi isinya terhadap pemasukan bahan padat dari luar dan
mencegah kehilangan isi waktu pengurusan, pengangkutan, penyimpanan, dan penjualan dalam
kondisi normal.
b. Wadah tertutup rapat, harus melindungi isinya terhadap masuknya bahan padat, lengas dari luar
dan mencegah kehilangan, pelapukan, pencairan, dan penguapan pada waktu pengurusan,
pengangkutan, penyimpanan dan penjualan dalam kondisi normal.
c. Wadah tertutup kedap, harus mencegah menembusnya udara atau gas pada waktu pengurusan,
pengangkutan, penyimpanan, dan penjualan dalam kondisi normal.
2. Kategori wadah
a. Wadah satuan tunggal, harus tertutup sehingga isinya tidak dapat dipindahkan tanpa merusak
tutupnya. Wadah satuan tunggal untuk injeksi disebut wadah dosis tunggal.
b. Wadah dosis satuan, adalah wadah satuan tunggal untuk bahan yang digunakan bukan secara
parenteral dalam dosis tunggal langsung dari wadah.
c. Wadah satuan ganda, memungkinkan dapat diambil sebagian isinya tanpa ada perubahan
potensi, mutu, dan kemurnian zat dalam wadah. Wadah satuan ganda untuk injeksi disebut wadah
dosis ganda.

3. Kemasan
a. Kemasan primer
Kemasan yg bersinggungan lgsung dgn obat dan makanan
Contoh : botol, ampul, vial, strip, blister, kaca, plastik, kertas,
b. Kemasan sekunder
Kemasan yg melindungi kemasan primer
Contoh : kotak karton utk wadah susu dlm kaleng
Harus mencantumkan
1. Nama dagang obat
2. Kandungan obat dan dosis
3. Aturan pemakaian, indikasi, kontraindikasi, efek samping (tertera pd brosur)
4. Nomor registrasi
5. Tgl pembuatan
6. Tgl kadaluarsa
7. Nama pabrik yg memproduksi
8. Tempat pabrik yg memproduksi
9. HET
10. Logo golongan obat (bebas, terbatas, keras)
11. arcode

Pada brosur hrs tertera:merk dagang, btk sediaan, kekuatan, kemasan, komposisi, efek
farmakologi, mekanisme kerja, indikasi, aturan pakai, kontra indikasi, efek samping, interaksi obat
stabilitas penyimpanan, peringatan dan perhatian

c. Kemasan tersier
Kemasan yg digunakan utk menggabungkan seluruh kemasan sekunder utk memudahkan proses
transportasi dan mencegah kerusakan produk

Persyaratan bahan pengemas


a. Memiliki permeabilitas thd udara yg baik
b. Bersifat tdk toksik dan inert
c. Mampu menjaga produk yg dikemas agar tetap bersih dan merpkan pelindung thd pengaruh panas,
kotoran, dan kontaminan lain
d. Harus melindungi dari kerusakan fisik dan cahaya
e. Harus mudah dibuka n ditutup dan dpt meningkatkan kemudhan penanganan, pengangkutan dan
distribusi
f. Harus mampu menjelaskan identifikasi dan informasi dr bahan yg dikemasnya shg dpt membntu
promosi atw mmperlancar proses penjualanb

Penyimpanan obat
a. Obat harus disimpan sehingga tercegah cemaran dan peruraian, terhindar dari pengaruh udara,
kelembapan, panas, dan cahaya.
b. Obat yang mudah menguap atau terurai harus disimpan dalam wadah tertutup rapat.
c. Obat yang mudah menyerap lembab harus disimpan dalam wadah tertutup rapat berisi kapur tohor.
d. Obat yang menyerap CO2 harus disimpan dalam wadah dengan pertolongan kapur tohor atau zat lain
yang cocok.
e. Penyimpanan pada suhu kamar adalah disimpan pada suhu 15°C hingga 30°C
f. Penyimpanan di tempat sejuk adalah disimpan pada suhu 5°C hingga 15°C
g. Penyimpanan di tempat dingin adalah disimpan pada suhu 0°C hingga 5°C
h. Penyimpanan di tempat lewat dingin adalah disimpan pada suhu -15°C hingga 0°
ILMU DASAR HUMANIORA

1. Kaidah sitasi
a. Sitasi adalah cara kita memberitahu pembaca bahwa bagian-bagian tertentu dari tulisan kita berasal
dari sumber yang ditulis penulis lain. Tujuan dilakukannya sitasi untuk menjunjung kejujuran
akademik/intelektual dan menghindari plagiarisme.
b. Sistem HARVARDStyle, dimana yang dituliskan adalah “Nama Belakang Penulis”dan “Tahun
Publikasi”dikutip dalam teks,dan Daftar Pustaka (Daftar Semua Kutipan/Referensi Yang
Digunakan) disertakan pada akhir Laporan Penelitiansesuai denganurutan Alfabet Nama Penulis.
c. Berikut tata cara pengutipan berdasarkan sumber referensinya :
1. Nama Penulis Dituliskan Didalam Teks
 Notoatmodjo (2009) menyatakan bahwa penelitian pada dasarnya penelitian merupakan
cara ilmiah untuk....….
atau,
 Penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk....…. (Notoatmodjo, 2009)
2. Terdapat Lebih Dari Satu Penulis yang Dikutip
 Thomas (2001) dan Andrew (2005) menunjukkan bahwa ............................
atau,
 Penelitian merupakan .................................. (Thomas,2001; Andrew, 2005)
3. Dua Penulis Dari Satu Sumber
 Ibnu dan Sunindya (2009) mengemukanan bahwa penelitian .................
atau,
 Penelitian................... (Ibnu & Sunindya, 2009).
4. Lebih Dari Dua Penulis dari Satu Sumber
Bila terdapat lebih dari dua penulis, hanya nama pertama saja yang disebut, diikuti ’et al’(untuk
referensi berbahasa asing) atau ’dkk’ (untuk referensi berbahasa Indonesia)
 Thomas et al (2009) menyatakan bahwa pada umumnya ..................
 Fajar, dkk (2009) mengatakan bahwa ....................................
 Penelitian terbaru menunjukkan bahwa...... (Thomas et al, 2009)
5. Tanpa Nama
 Jika penulis tidak dapat diidentifikasikan gunakan ’Anonim’ disertai judul tulisan dan tahun
penerbitan dituliskan dengan huruf miring (italic).
 Social Marketing Strategy (Anonim, 1999)
6. Sumber Sekunder Atau Sumber Kedua
Dalam pengutipan, sebisa mungkin menggunakan sumber asli (sumber primer) sebagai rujukan.
Namun ada kalanya suatu teks yang telah dikutip oleh orang lain tidak dapat ditemukan sumber
rujukan aslinya, maka dalam hal ini kutipan tersebut dapat di gunakan. Sumber seperti ini disebut
sebagai sumber sekunder dan harus dinyatakan seperti itu dalam pengutipannya:
 Penelitian adalah.............. (Brown 1996 dalam Bassett 1986)
 Pada penelitian yang dilakukan oleh Brown (1996 dikutip dalam Bassett 1986) ditemukan
bahwa ..........
 White, seperti yang dipaparkan oleh Black (1994) menjelaskan bahwa
7. Beberapa Tulisan Oleh Satu Penulis Dalam Tahun Yang Berbeda
Bila terdapat lebih dari satu publikasi dari seorang penulis yang menggambarkan hal yang sama
dan tulisan tersebut dipublikasikan dalam tahun yang berbeda, maka referensinya harus
dituliskan dalam urutan waktu (yang awal dituliskan lebih dahulu) :
 Dijelaskan oleh Sugiyono(1999, 2001) bahwa penelitian merupakan.........
 Penelitian adalah.......................... (Sugiyono, 1999, 2001).

8. Beberapa Tulisan Dari Satu Penulis Dalam Tahun Yang Sama


Jika beberapa tulisan yang dirujuk dipublikasikan pada tahun yang sama oleh penulis yang sama
maka sumber rujukan dibedakan dengan menambahkan huruf kecil pada tahun :
Dalam penelitian terdahulu oleh William (1999a) ditemukan bahwa ........, namun pada penelitian
selanjutnya yang juga dilakukan oleh William (1999b) dihasilkan .......

9. Institusi
Jika suatu tulisan atau karya dituliskan oleh suatu organisasi maka penulisan rujukan dilakukan atas
nama organisasi tersebut, baik oleh asosiasi, perusahaan, ataupun departemen pemerintahan.
Penggunaan singkatan dari nama sebuah organisasi (misalnya BPS) dapat dilakukan, dengan
menuliskan nama lengkapnya pada kutipan pertama.
 Kutipan pertama : Badan Pusat Statistik (BPS), 2007
 Kutipan kedua dan selanjutnya : BPS, 2007

10. Tabel dan diagram


Bila menyajikan data dari sebuah diagram atau tabel, atau mengcopy keseluruhan tabel atau diagram,
maka sumbernya harus disebutkan. Rujukan yang diambil dari teks menjadi sebuah tabel harus
disebutkan penulis dan halamannya (misalnya Soekidjo 2005, hal 43), agar pembaca dapat
melakukan verifikasi data resebut. Bila data tersebut bukan milik si penulis tetapi diambil dari
sumber lain, maka rujukan tersebut menjadi sumber sekunder.
Contoh 1:

Gambar 1
Periode Prevalence ISPA Tahun 2013 (Kemenkes RI, 2013)

Contoh 2:

Sumber: Ditjen P2PL Kementerian Kesehatan RI, 2013.

2. Cara penulisan daftar pustaka (harvard style)


Adapun cara dan susunan penulisan Daftar Pustaka yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Buku
Cara Penulisan: Nama, Inisial., Tahun. Judul buku. Edisi. Tempat Penerbitan : Penerbit.
Ketentuan:
a. Nama belakang penulis tanpa gelar ditulis dengan huruf awal kapital diikuti oleh koma
b. Inisial nama depan dan tengah : singkatan nama, ditulis dengan huruf kapital diikuti titik setelah
setiap inisial dan koma setelah titik pada inisial terakhir
c. Tahun : Tahun penerbitan diikuti titik
d. Judul : Judul lengkap buku dalam huruf Italic dengan huruf kapital huruf awal pada kata pertama
saja (TIDAK SETIAP KATA/ SENTENCE CASE). Diikuti oleh titik kecuali terdapat sub judul.
e. Sub judul: Diikuti titik dua setelah judul, tanpa huruf kapital kecuali kata yang diharuskan untuk
ditulis dalam huruf kapital. Diikuti oleh titik
f. Edisi : Nomor edisi ditulis hanya bila buku yang digunakan bukan edisi pertama dengan
menggunakan angka diikuti titik.
g. Tempat Penerbitan : Kota atau negara dimana buku diterbitkan diikuti oleh titik dua
h. Penerbit : perusahaan penerbit diikuti titik.
i. Bila dalam teks kutipan terdapat tiga atau empat penulis dan nama penulis pertama dituliskan
diikuti ”dkk” atau et al namun pada daftar pustaka semua nama penulis harus dituliskan. Bila
lebih dari empat penulis, barulah nama penulis pertama dituliskan dengan diikuti ”dkk”
(referensi dalam bahasa Indonesia) atau et al (referensi berbahasa asing)

3. Contoh Penulisan Daftar Pustaka dari BUKU:


 Oleh Satu Penulis
Hadi, S., 2001. Metode penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
 Oleh Dua sampai Empat Penulis
Untuk buku dengan Dua sampai Empat Penulis, nama dituliskan dalam urutan seperti urutan yang
ada didalam dokumen/buku. Gunakan tanda ”&”, dan bukan ”dan” atau ”and” untuk
menghubungkan dua nama terakhir.
Contoh :
Heriyanto, A., & Sandjaja, B., 2006. Panduan penelitian. Jakarta : Prestasi Pustaka.
Besanko, D., Dranove, D., Shanley, M & Schaefer, S., 2003. Economic of strategy.3rd Ed, New
York : J. Willey.
 Lebih Dari Empat Penulis
Bila terdapat lebih dari empat penulis, maka hanya penulis pertama yang dicantumkan, diikuti oleh
“dkk” atau “et al”.
Contoh:
Fajar, I. dkk., 2009. Statistika untuk praktisi kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Buku Terjemahan/Saduran
Contoh:
Karyadi dan Suwarni, S (penyadur)., 1978. Marketing management. Surakarta: Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret.

Penulis Dengan Lebih Dari Satu Karya Dalam Tahun Yang Sama
Bila terdapat beberapa karya oleh seorang penulis dalam tahun yang sama yang digunakan dalam teks,
maka mereka dibedakan dengan menambahkan huruf kecil setelah tahun dimana urutannya sesuai
dengan urutan pengutipan dalam teks.
Contoh :
Soros, G., 1966a. The road to serfdom. Chicago: University of Chicago Press.
Soros, G., 1966b. Beyond the road to serfdom. Chicago: University of Chicago Press.
Hal ini juga berlaku jika terdapat beberapa penulis dengan nama belakang yang sama. Sebagai alternatif,
inisial dituliskan juga dalam pengutipan.

Bahan Kuliah atau Handout (Nasir, A. 2011)


Cara penulisan:
a. Nama Pengarang (ditulis dari Nama Akhir/Belakang, diikuti dengan Inisial Nama Depan dan
selanjutnya).
b. Tahun
c. Judul Topik Handout/Bahan Kuliah: DICETAK MIRING
d. Tulisan Lecture Handout/Bahan Kuliah/Materi Kuliah dikuti dengan Nama Mata Kuliah: DICETAK
TEBAL.
e. Kota tempat perguruan tinggi tersebut
f. Nama Perguruan Tinggi
Contoh:
Setyawan, D.A., 2011. Pengantar dasar-dasar statistik deskriptif. Materi Kuliah: Statistika
Kesehatan. Surakarta. Politeknik Kesehatan Kemenkes Surakarta.

Buku Elektronik (E-Books)


Penulis, inisial., tahun. Judul buku. [tipe media]. Tempat Penerbitan : Penerbit
Alamat website/URL secara detail, digarisbawahi & [tanggal akses]
Contoh :
Fishman, R., 2005. The rise and fall of suburbia. [e-book]. Chester: Castle Press
http://www.libweb.anglia.ac.uk/E-books [diakses 5 Juni 2006]
Employment law and practice. 2005. [CD-ROM]. London: Gee http://www.libweb.anglia.ac.uk/E-books
[diakses 5 Juli 2006]

Artikel Jurnal
Penulis, Inisial., Tahun. Judul artikel. Judul Lengkap Jurnal, Nomor Volume (nomor issu/bagian),
halaman.
Catatan :
a. Nama belakang penulis tanpa gelar ditulis dengan huruf awal kapital diikuti oleh koma
b. Inisial nama depan dan tengah : singkatan nama ditulis dengan huruf kapital diikuti titik setelah
setiap inisial dan koma setelah titik pada inisial terakhir
c. Tahun : Tahun penerbitan diikuti titik
d. Judul : Judul lengkap artikel TIDAK dalam huruf Italic dengan huruf kapital pada huruf awal kata
pertama. Diikuti oleh titik kecuali terdapat sub judul
e. Sub judul : Diikuti titik dua setelah judul, tanpa huruf kapital kecuali kata yang diharuskan untuk
ditulis dalam huruf kapital. Diikuti oleh titik
f. Judul Jurnal : Judul lengkap jurnal, dalam huruf miring, dengan huruf kapital pada huruf pertama
setiap kata kecual kata penghubung, diikuti oleh koma
g. Nomor Volume :
h. Nomor issu : didalam kurung, diikuti koma
i. Halaman : tuliskan p atau hal diikuti titik, lalu halaman pertama dan halaman akhir artikel tersebut
dihubungan tanda ”-”. Diikuti titik.
Contoh :
Perry, C., 2001. What health care assistansts know about clean hands. Nursing Times, 97 (22), p. 63-
64.
Amqam, H., 2006. ISO 14001 adoption by local authotities. Media Kesehatan Masyarakat
Indonesia, 1 (22), hal. 273-285.

Artikel Surat Kabar


Penulis, Inisial., Tahun. Judul artikel. Nama Koran, tanggal dan bulan dikuti halaman.
Contoh :
Budiono, B., 2008. Hati-hati konsumsi suplemen antioksidan. Tribun Timur, 7 Feb. Hal.4.

Artikel Jurnal Dari Sumber Elektronik dari Internet


Penulis, inisial.,tahun. Judul artikel. Judul jurnal, [tipe media] Nomor volume (nomor issu/bagian),
halaman jika ada. Alamat website/URL secara detail dan digarisbawahi. Pada bagian ini, yang dicetak
miring adalah Nama JURNAL-nya BUKAN Judul Artikelnya. Penulisan Daftar Pustaka dari Jurnal
Elektronik (Internet) ini juga dapat menggunakan aplikasi Mendeley Desktop dengan Style Sitation :
Harvard.
Contoh :
Boulos, M.N.K., Roudsari, A.V. & Carson, E.R., 2001. Health Geomatics : An Enabling Suite of
Technologies in Health and Healthcare. Journal of Biomedical Informatics, 34, pp.195-219.
Available at: http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1532046401910159.
Mccrory, P. et al., 2012. Efficacy of acupuncture for chronic knee pain : protocol for a randomised
controlled trial using a Zelen design. Bmc Complementary And Alternative Medicine. Available at:
http://www.biomedcentral.com/1472-6882/12/161/abstract.

Internet
Kemampuan teknologi khususnya teknologi informasi berkembang begitu pesat menyebabkan perang
dengan mudah mengakses informasi melalui internet. Kemudahan ini tidak bisa disalahgunakan untuk
memperoleh informasi tanpa memperhatikan otoritas keilmuan dan kepakaran orang atau lembaga
penyedia informasi tersebut. Acuan berupa hasil penelitian, data base dan perangkat lunak (software)
untuk analisis data tersedia dalam situs web dengan alamat Warning Wera Wanua (World Wide Web,
WWW) tertentu. BUKAN http://google.com, http://yahoo.com, http://wikipedia.com dan lain-lain,
sebab situs-situs sejenis ini hanya berfungsi sebagai Mesin Pencari (Search Engine).
Cara Penulisan Daftar Pustaka dengan referensi dari Internet adalah :
Penulis, Inisial., Tahun. Judul dokumen, [tipe media]. Alamat website/URL secara detail, digarisbawahi
[tanggal akses]
Contoh :
National electronic Library for Health. 2003. Can walking make you slimmer and healthier?. [online].
(diupdate 16 Januari 2005). http://www.nhs.hth.walking [diakses 10 April 2005]
Penulisan alamat elektronik tersebut diperoleh saat mengunduh (men-download) judul tersebut harus
dicatat dengan baik sebab setelah disimpan pada media penyimpan (flash disk/hard disk) maka
alamat tersebut tidak nampak di layar monitor lagi.

Korespondensi Melalui Email Atau Bahan Diskusi


Bila ingin menggunakan rujukan dari korenspondensi pribadi melalui email atau diskusi milis, yang
harus diperhatikan betul adalah ijin untuk menggunakan rujukan tersebut.
Cara Penulisan :
Penulis, Tahun. Judul surat atau postingan. [tipe media]. Nama penerima. Alamat korespondensi. tanggal
pengiriman, termasuk waktu pengiriman. Alamat URL.[tanggal diakses]
Contoh :
jones@jones.com, 2005. Mobile phone developments. [E-mail]. Email kepada R.G.Schmit
(r.g.schmit@syy.ac.uk). Dikirim Senin 7 Juni 2005, 08.15
http://gog.defer.com/2004_07_01_defer_archive.html. [diakses 7 Juli 2005]

Laporan Penelitian, Thesis dan Disertasi


Penulis, tahun. Judul Laporan Penelitian, tesis atau disertasi. Jenis. Nama program pendidikan. Nama
perguruan tinggi, tempat. Pada bagian ini yang dicetak miring adalah Jenis Laporannya (Skripsi, Tesis,
Disertasi).
Contoh :
Salam,A., 2005. Hubungan Pengetahuan, Sikap Dan Pola Konsumsi Vitamin A Dengan Tingkat
Kecukupan Vitamin A Anak Sekolah Kelas IV-V Di SD Inpres Bontomanai Kota Makassar. Skripsi.
Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin, Makassar.
Maraqa, M.A. 1995. Transport of dissolved volatile on yield and morphology of Amaranthus cruentus
and Amarantus hypochondriatus. Thesis. Univ. of Arkansas, Fayeffeville.

Prosiding Konferensi Ilmiah


Contoh :
Onaga, K. 1983. Develepment and environmental protection in coastal zones. Proc. of the Okinawa
conference on the importance of bypassed area in Asian economic development. Tokyo: Nasional
institute for research advancement, p.80-108
Caviness, C.E. & F.C Collins. 1985. Double cropping. P.1032-1038. In R. Shibles (ed.) World soybean
research III. Proc. World Soybean Res. Conf. 3rd, Ames, IA. 12-27 Aug. 1984. Westview Press,
Boulder, CO.
Harris, H.C.,P.J.M. Cooper, & M. Pala. 1991. Soil and crop management for improved water use
efficiency in rainfed areas. Proc. Int. workshop, Ankara, Turkey. 15-19 May 1989.

Peraturan Pemerintah dan Undang-undang


Contoh:
UU No 23 Tahun 1997. Tentang pengelolaan lingkungan hidup. Jakarta : Kementrian Lingkungan
Hidup.

Publikasi Resmi Dari Suatu Institusi


Contoh:
BPS, 2002. Statistik Indonesia 2000. Jakarta : Badan Pusat Statistik
Badan POM, 2005. National profile on the infrastructure management of chemicals in Indonesia. Jakarta
: Kelompok Kerja Profil Nasional Badan POM.

Sumber Tanpa Nama


Contoh:
Anonim, 1973. The knew book of knowledge. Canada : Grolier Inc.
Bila terdapat sumber rujukan tanpa nama dengan tahun yang sama, tambahkan huruf kecil dibelakang
tahun yang diurut sesuai dengan urutan kutipan dalam teks.
Contoh:
Anonim, 1990a. The land resources of Indonesia. Jilid 3. Jakarta : PT. Cipta Adipustaka.
Anonim, 1990b. Indonesian national forestry action plan. Ministry of Agriculture & FAO.

DVD atau Video


Cara Penulisan : Penulis, Tahun publikasi. Judul lengkap DVD atau Video [media]. Tempat Publikasi :
Penerbit
Contoh:
Warner Brothers, 2005. Great films from the 80s : a selection of clips from Warner Brothers top films
from the 1980s. [DVD]. New York : Warner Brothers.
Dream Land Home Video, 2006. The privileged planet : the search for the purpose of the universe.
[VCD]. Indonesia. PT Magixtama Etika.

Jika bibliografi atau daftar pustaka berisi beberapa tulisan dari penulis yang sama, maka tulisan
kedua dan seterusnya tidak perlu disebutkan nama penulisnya, tetapi cukup dengan memberi garis saja.
Contoh:
Ishikawa, S. 1967. Economic development in asian perspective. Tokyo: Kynokuniya Book Store.
-------------.1972. A note on choice of technology in China. Jour. Dev. Stud. Vol.9, October 1972, pp.161-
186.

4. Plagiarisme
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010
dikatakan: “Plagiat adalah perbuatan sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau mencoba
memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah, dengan mengutip sebagian atau seluruh karya
dan atau karya ilmiah pihak lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber secara
tepat dan memadai”
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) disebutkan:“Plagiat adalah pengambilan
karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan menjadikannya seolah‐olah karangan (pendapat)
sendiri”.
a. Ruang Lingkup Plagiarisme
Berdasarkan beberapa definisi plagiarisme di atas, berikut ini diuraikan ruang lingkup plagiarisme:
1. Mengutip kata‐kata atau kalimat orang lain tanpa menggunakan tanda kutip dan tanpa
menyebutkan identitas sumbernya.
2. Menggunakan gagasan, pandangan atau teori orang lain tanpa menyebutkan identitas
sumbernya.
3. Menggunakan fakta (data, informasi) milik orang lain tanpa menyebutkan identitas sumbernya.
4. Mengakui tulisan orang lain sebagai tulisan sendiri.
5. Melakukan parafrase (mengubah kalimat orang lain ke dalam susunan kalimat sendiri tanpa
mengubah idenya) tanpa menyebutkan identitas sumbernya.
6. Menyerahkan suatu karya ilmiah yang dihasilkan dan/atau telah dipublikasikan oleh pihak lain
seolah‐olah sebagai karya sendiri.

b. Tipe Plagiarisme
Menurut Soelistyo (2011) ada beberapa tipe plagiarisme:
1. Plagiarisme Kata demi Kata (Word for word Plagiarism). Penulis menggunakan kata‐kata
penulis lain (persis) tanpa menyebutkan sumbernya.
2. Plagiarisme atas sumber (Plagiarism of Source). Penulis menggunakan gagasan orang lain tanpa
memberikan pengakuan yang cukup (tanpa menyebutkan sumbernya secara jelas).
3. Plagiarisme Kepengarangan (Plagiarism of Authorship). Penulis mengakui sebagai pengarang
karya tulis karya orang lain.
4. Self Plagiarism. Termasuk dalam tipe ini adalah penulis mempublikasikan satu artikel pada
lebih dari satu redaksi publikasi dan mendaur ulang karya tulis/ karya ilmiah. Yang penting
dalam self plagiarism adalah bahwa ketika mengambil karya sendiri, maka ciptaan karya baru
yang dihasilkan harus memiliki perubahan yang berarti. Artinya karya lama merupakan bagian
kecil dari karya baru yang dihasilkan. Sehingga pembaca akan memperoleh hal baru, yang
benar‐benar penulis tuangkan pada karya tulis yang menggunakan karya lama.

c. Alasan Plagiarisme Terjadi


Ada beberapa alasan pemicu atau faktor pendorong terjadinya tindakan plagiat yaitu:
1. Terbatasnya waktu untuk menyelesaikan sebuah karya ilmiah yang menjadi beban
tanggungjawab seseorang, sehingga terdorong untuk copy‐paste atas karya orang lain.
2. Rendahnya minat baca dan minat melakukan analisis terhadap sumber referensi yang dimiliki.
3. Kurangnya pemahaman tentang kapan dan bagaimana harus melakukan kutipan.
4. Kurangnya perhatian dari guru, dosen dan pembimbing akademik terhadap persoalan
plagiarisme.

d. Pencegahan Plagiarisme
Berikut ini, pencegahan dan berbagai bentuk pengawasan yang dilakukan antara lain (Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 17 Tahun 2010 Pasal 7):
1. Karya mahasiswa (skripsi, tesis dan disertasi) dilampiri dengan surat pernyataan bermeterai,
yang menyatakan bahwa karya ilmiah tersebut tidak mengandung unsur plagiat.
2. Pimpinan Perguruan Tinggi berkewajiban mengunggah semua karya ilmiah yang dihasilkan di
lingkungan perguruan tingginya, seperti portal Garuda atau portal lain yang ditetapkan oleh
Direktorat Pendidikan Tinggi.
3. Sosialisasi terkait dengan UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 17 Tahun 2010 kepada seluruh masyarakat akademis.

e. Langkah yang harus diperhatikan untuk mencegah atau menghindarkan kita dari
plagiarisme, yaitu melakukan pengutipan dan/atau melakukan paraphrase.
Pengutipan
1. Menggunakan dua tanda kutip, jika mengambil langsung satu kalimat, dengan menyebutkan
sumbernya.
2. Menuliskan daftar pustaka, atas karya yang dirujuk, dengan baik dan benar.
Yang dimaksud adalah sesuai panduan yang ditetapkan masing‐masing institusi dalam
penulisan daftar pustaka.

Parafrase
Melakukan parafrasa dengan tetap menyebutkan sumbernya. Parafrasa adalah mengungkapkan
ide/gagasan orang lain dengan menggunakan kata‐kata sendiri, tanpa merubah maksud atau makna
ide/gagasan dengan tetap menyebutkan sumbernya.
f. Tips Menulis, Agar Terhindar Dari Plagiarisme
1. Tentukan buku yang hendak anda baca
2. Sediakan beberapa kertas kecil (seukuran saku) dan satukan dengan penjepit.
3. Tulis judul buku, pengarang, penerbit, tahun terbit, tempat terbit, jumlah halaman pada kertas
kecil paling depan
4. Sembari membaca buku, salin ide utama yang anda dapatkan pada kertas‐kertas kecil tersebut.
5. Setelah selesai membaca buku, anda fokus pada catatan anda
6. Ketika menulis artikel, maka jika ingin menyitir dari buku yang telah anda baca, fokuslah pada
kertas catatan.
7. Kembangkan kalimat anda sendiri dari catatan yang anda buat.
8. Tuliskan sumber kutipan.
9. Untuk lebih meyakinkan bahwa tulisan kita jauh dari unsur plagiarisme, anda dapat
menggunakan aplikasi/software untuk mengecek tingkat plagiarisme tulisan yang sudah kita
hasilkan. Beberapa aplikasi pendukung antiplagiarisme berbayar maupun gratis, misalnya
Turnitin, Wcopyfind, vyper, plagiarism‐detect, AiMOS, dan sebagainya. Selain itu untuk
pengelolaan sitasi dan daftar pustaka anda bisa menggunakan aplikasi Zotero, Mendeley,
Endnote dan lain‐lain

5. Statistik
Anova merupakan singkatan dari “analysis of varian“. Analysis of Varian adalah salah satu uji
komparatif yang digunakan untuk menguji perbedaan mean (rata-rata) data lebih dari dua kelompok.
Misalnya kita ingin mengetahui apakah ada perbedaan rata-rata IQ antara siswa kelas SLTP kelas I, II,
dan kelas III. Ada dua jenis Anova, yaitu analisis varian satu faktor (one way anova) dan analisis varian
dua faktor (two ways anova).
Anova adalah sebuah analisis statistik yang menguji perbedaan rerata antar grup. Grup disini
bisa berarti kelompok atau jenis perlakuan. Anova ditemukan dan diperkenalkan oleh seorang ahli
statistik bernama Ronald Fisher.
a. Asumsi Uji ANOVA
Untuk melakukan uji Anova, harus dipenuhi beberapa asumsi, yaitu:
1. Sampel berasal dari kelompok yang independen.
2. Varian antar kelompok harus homogen.
3. Data masing-masing kelompok berdistribusi normal (Pelajari juga tentang uji normalitas).
b. Kegunaan Anova
Anova digunakan sebagai alat analisis untuk menguji hipotesis penelitian yang mana menilai
adakah perbedaan rerata antara kelompok. Hasil akhir dari analisis ANOVA adalah nilai F test atau
F hitung. Nilai F Hitung ini yang nantinya akan dibandingkan dengan nilai pada tabel f. Jika nilai f
hitung lebih dari f tabel, maka dapat disimpulkan bahwa menerima H1 dan menolak H0 atau yang
berarti ada perbedaan bermakna rerata pada semua kelompok.
c. Ciri-ciri ANOVA
Ciri khasnya adalah adanya satu atau lebih variabel bebas sebagai faktor penyebab dan satu
atau lebih variabel response sebagai akibat atau efek dari adanya faktor. Contoh penelitian yang
dapat menggambarkan penjelasan ini: “Adakah pengaruh jenis bahan bakar terhadap umur thorax
mesin.” Dari judul tersebut jelas sekali bahwa bahan bakar adalah faktor penyebab sedangkan umur
thorax mesin adalah akibat atau efek dari adanya perlakuan faktor.
d. Jenis ANOVA
Jenisnya adalah berdasarkan jumlah variabel faktor (independen variable atau variabel bebas)
dan jumlah variabel responsen (dependent variable atau variabel terikat). Pembagiannya adalah
sebagai berikut:
Univariat:
1. Univariate One Way Analysis of Variance. Apabila variabel bebas dan variabel terikat jumlahnya
satu.
2. Univariate Two Way Analysis of Variance. Apabila variabel bebas ada 2, sedangkan variabel
terikat ada satu.
3. Univariate Multi way Analysis of Variance. Apabila variabel bebas ada > 2, sedangkan variabel
terikat ada satu.
Multivariat:
1. Multivariate One Way Analysis of Variance. Apabila variabel bebas dan variabel terikat
jumlahnya lebih dari satu.
2. Multivariate Two Way Analysis of Variance. Apabila variabel bebas ada 2, sedangkan variabel
terikat jumlahnya lebih dari satu.
3. Multivariate Multi way Analysis of Variance. Apabila variabel bebas ada > 2, sedangkan variabel
terikat jumlahnya lebih dari satu.

e. Jenis lain yang menggunakan prinsip ini adalah:

1. Repeated Measure Analysis of variance.


2. Analysis of Covariance (ANCOVA).
Uji ANCOVA adalah teknik analisis yang berguna untuk meningkatkan presisi sebuah
percobaan karena didalamnya dilakukan pengaturan terhadap pengaruh peubah bebas lain yang
tidak terkontrol. ANCOVA digunakan jika peubah bebasnya mencakup variabel kuantitatif dan
kualitatif. Dalam ANCOVA digunakan konsep ANOVA dan analisis regresi.

Tujuan ANCOVA adalah untuk mengetahui atau untuk melihat pengaruh perlakuan
terhadap peubah respon dengan mengontrol peubah lain yang kuantitatif.

a. Tipe Ancova
Type I:
Dalam SS Type I, proses dilakukan dengan memasukkan covariate ke dalam
persamaan/model terlebih dahulu dan diasumsikan covariate memiliki hubungan linier
dengan peubah respon. Sehingga pengujian hipotesis hanya dilakukan satu kali yaitu untuk
mengetahui pengaruh perbedaaan kategori perlakuan terhadap peubah respon.
Type III:
Dalam SS Type I, proses dilakukan tanpa didasari asumsi apapun, apakah covariate atau
perlakuan yang masuk ke dalam persamaan/model terlebih dahulu. Sehingga pengujian
hipotesis dilakukan dua kali yaitu untuk mengetahui adanya hubungan linier antara
covariate dengan peubah respon dan untuk mengetahui pengaruh perbedaaan kategori
perlakuan terhadap peubah respon. (default dalam SPSS adalah SS Type III)
b. Kriteria Keputusan Uji Ancova
Jika angka Sig.>0.05 maka H0 tidak ditolak, yang berarti tidak hubungan linier antara
covariate dengan peubah respon.
Jika angka Sig.<0.05 maka H0 ditolak, yang berarti hubungan linier antara covariate
dengan peubah respon.
Pengujian untuk mengetahui pengaruh perbedaaan perlakuan terhadap peubah respon,
dengan menghilangkan pengaruh covariate.

3. Multivariate Analysis of covariance (MANCOVA).


Uji ini merupakan bentuk multivariat dari uji Ancova. Perbedaan dengan uji Ancova
adalah terletak pada jumlah variabel dependen, pada uji Ancova hanya ada satu variabel
dependen yang berskala data interval atau rasio, sedangkan pada Mancova ada lebih dari satu
variabel dependen yang berskala data interval atau rasio.

Sebagai Contoh kita akan melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pekerjaan
Orang Tua dan IQ Siswa Terhadap Nilai Ujian Matematika dan Fisika Siswa Kelas A”. Dari
Judul di atas, perhatikan dan identifikasi sebagai berikut:

Variabel Independen:

 Pekerjaan: Skala Data Kategorik dengan kategori: 1=tani, 2=Buruh, 3=PNS


 IQ: Skala Data Interval.
Variabel Dependen:

 Matematika: Skala Data Interval.


 Fisika: Skala Data Interval.

6. Latar belakang masalah


a. Empiris
b. Mencari literatur jurnal-jurnal ilmiah
c. Bahan alam (daun sepat jarang diexplore tetapi banyak mempunyai manfaat)
d. Hipertensi silent killer
e. Prevalensi hipertensi

7. Tujuan
Menyeleseiakn masalah dengan menggunakan metode CODA dan Diuretik.
8. Kesimpulan
Menjawab tujuan.
9. Gugus fungsi, tata nama kimia dan molekul zat aktif
CAPTOPRIL FUROSEMID
FLAVONOID

1. Captopril  Karbonil (R-CO), karboksil (R-COOH), amida (R-CONRR), tiol(R-SH).


2. Furosemid  Karboksil, alkoksi (eter), amin sekunder (RRNH), amin primer (RNH2).
3. Flavonoid  Hidroksil (R-OH), alkoksi (eter), karbonil (keton).

10. GUGUS FUNGSI YANG MEMILIKI AKTIVITAS


1. Captopril  Kaptopril mengandung gugus SH yang dapat berinteraksi membentuk kelat dengan ion Zn
dalam tempat aktif ACE, terjadi hambatan secara kompetitif ACE sehingga peredaran angiotensin II dan
kadar aldosteron menurun. Akibatnya, tidak terjadi vasokonstriksi dan retensi Na, sehingga tekanan
darah menurun Mekanisme yang lain dari senyawa penghambat ACE adalah menghambat pemecahan
bradikinin menjadi fragmen tidak aktif, sehingga kadar bradikinin dalam darah meningkat, menyebabkan
vasodilatasi dan penurunan tekanan darah. Penghambat ACE memiliki peran khusus yang penting dalam
pengobatan pasien dengan nefropati diabetes karena dapat mengurangi proteinuria dan menstabilkan
fungsi ginjal (bahkan walaupun tidak terjadi penurunan tekanan darah).
2. Furosemid  hubungan struktur dan aktivitasnya, subtituen pada posisi 3 harus bersifat asam, karena
gugus karboksilat mempunyai aktivitas diuretik optimum; Gugus sulfomoil pada posisi 1 merupakan
gugus fungsi untuk aktivitas diuretik yang optimum.
3. Flavonoid  Hasil pengamatan kerja ACE inhibisi pada antosianin in vitro dapat dapat dapat dijelaskan
dengan kemampuan pengikatan metal dari flavonoid dengan gugus hidroksil pada posisi 3, 5, 7 dan 3’,
4’. penelitian Flavonoid dengan Menggunakan Model Molekuler hal –hal yang paling berpengaruh dari
inti flavonoid pada aktifitas ACE inhibisi adalah; ikatan ganda C2=C3, 4’-O-metoksilasi, 3’ –
hidroksilasi, 3-O-glikosilasi.
Furosemide merupakan turunan asam 5-sulfamoil-2-aminobenzoat (sulfamoil benzoat). Struktur kimianya
sebagai berikut

Adapun hubungan struktur dan aktivitasnya, subtituen pada posisi 3 harus bersifat asam, karena gugus
karboksilat mempunyai aktivitas diuretik optimum; Gugus sulfomoil pada posisi 1 merupakan gugus fungsi
untuk aktivitas diuretik yang optimum; Gugus aktivitas pada posisi 6 bersifat penarik elektron, seperti gugus-
gugus Cl, CF3, dapat pula diganti dengan gugus fenoksi (C6H5-O-), alkoksi, aniline (C6H5-NH-), benzyl,
benzoil, atau C6H5-S-, dengan disertai penurunan aktivitas; Pada turunan asam 5-sulfamoil-2-aminobenzot,
subtutusi pada posisi 4 amino relatif terbatas, hanya gugus furfuran, benzyl dan tienilmetil yang menunjukkan
aktivitas diuretik optimal; Pada turunan asam 5-sulfamoil-2-aminobenzot, subtutuen pada posisi 5 amino
relatif lebih banyak tanpa mempengaruhi aktivitas diuretik optimum (Siswandono, 2008).

4. Farmakokinetik Furosemid
Furosemide cukup mudah diserap disaluran pencernaan, bioavailabilitas forusemid sekitar 60 sampai 70%.
Waktu paruh furosemid sekitar 2 jam, dan lebih panjang pada neonatal dan pasien dengan gangguan ginjal
atau hati. Furosemid 99% terikat dengan albumin plasma (Sweetman, 2009). Sekitar 65% furosemid
diekskresikan didalam urin dalam bentuk tidak berubah, sisanya berkonjugasi dengan asam glukuronat di
ginjal, dan t ½ forosemid diperpanjang pada pasien dengan penyakit ginjal (Goodman and Gilman, 2011).
Awal kerja obat terjadi dalam 0,5-1 jam setelah pemberian oral, lama kerja 6-8 jam, kadar darah maksimal
dicapai 0,5-2 jam setelah pemberian oral, waktu paruh biologis ±2 jam (siswandono, 2008). Secara golongan
diuretik loop mempunyai waktu paruh eliminasi yang singkat dan tidak tersedia sediaan lepas diperlama.
Akibatnya, interval pemberian dosis sering kali terlalu singkat untuk mempertahankan kadar diuretik loop
yang cukup di lumen tubulus (Goodman and Gilman, 2011).

5. Farmakodinamik Furosemid
Furosemid, seperti diuretik loop lainnya menghambat sistem transport Na+/K+/Cl- di ascending limb tebal
pada lengkung henle. Dengan menghambat pratranspor ini, diuretik tersebut menurunkan reabsorbsi NaCl
dan juga mengurangi potensial positif lumen normal yang didapat dari daur ulang K+. Efek diuretik furosamid
dapat menyebabkan penurunan natrium, klorida, air dan mineral lainnya (Shchekochikhin D, et al., 2013).
6. Efek Samping Furosemid
Meskipun diuretik loop adalah agen utama yang digunakan dalam mengobati kemacetan pada pasien gagal
jantung, ada beberapa efek negatif potensial dikaitkan dengan penggunaannya. Overdiuresis lanjut dapat
mengurangi curah jantung di gagal jantung yang dapat mengurangi fungsi ginjal. Seperti sindrom cardiorenal
dikaitkan dengan hasil yang lebih buruk. Diuretik loop memblokir serapan natrium klorida oleh makula densa
dan dengan demikian merangsang RAAS, ini bisa memperburuk remodeling jantung oleh angiotensin dan
aldosteron (Schrier Robert, 2011).
Semua diuretik, kecuali diuretik hemat kalium, dapat menyebabkan hyperuricemia dan menyebabkan
eksaserbasi gout. Selain itu, diuretik diinduksi hipokalemia dan hipomagnesemia dan alkalosis metabolik
mungkin predisposisi aritmia jantung dan bahkan kematian mendadak. Diuretik menginduksi pembuangan
kalium, hal ini merupakan hasil dari peningkatan pengiriman natrium dan air ke lokasi sekresi kalium pada
aldosteron. Peningkatan sekresi aldosteron tidak jarang karena penurunan volume diuretik yang diinduksi
serta akibat penyakit yang mendasari seperti gagal jantung (Ellison, 2001). diuretik loop meningkatkan
calciuresis, menurunkan kadar kalsium serum, dan dapat berkontribusi untuk kemajuan osteoporosis
(Shchekochikhin D, et al., 2013).
7. Interaksi Furosemid
Penggunaan bersamaan dengan allopurinol, Furosemide telah terbukti mengurangi ekskresi oxypurinol.
Dalam sebuah penelitian terhadap subjek sehat, penggunaan furosemid iv 20 mg mengurangi ekskresi
oxypurinol kemih hingga 40% (T. Yamamoto, et al., 2001). Diuretik dapat mengurangi volume plasma
menyebabkan berkurangnya aliran darah ginjal. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi
kreatinin serum. ginjal dapat mengkompensasi melalui sistem renin-angiotensin oleh konstriksi arteriol ginjal
eferen untuk meningkatkan tekanan filtrasi glomerulus dan air nikmat dan retensi natrium. NSAID, dengan
menghambat prostaglandin dan bradikinin, menghasilkan vasokonstriksi arteriol ginjal aferen dan
mengurangi kemampuan ginjal untuk mengatur (kenaikan) aliran darah glomerulus. Administrasi NSAID
ditambah diuretik atau ACEI atau ARB dapat mengurangi efek hipotensi. Tetapi, ketika tiga terapi dengan
NSAID ditambah diuretik dan ACEI atau ARB, ginjal tidak dapat menggunakan mekanisme kompensasi
normal dan mungkin menderita pengurangan akut pada filtrasi glomerulus yang ditandai dengan kreatinin
serum meningkat (Horn, 2013). Aminoglikosida diikuti dengan pemberian furosemide dapat meningkatkan
risiko untuk ototoksik (Bates, 2002).

Furosemid dapat meningkatkan efek ACE inhibitor. Hal ini kemungkinan karena adanya penghambatan
produksi Angiotensin II oleh ACE inhibitor. Diuretik merangsang sekresi renin dan mengaktifkan sistem
Renin Angiotensin Aldosteron sehingga memberi efek sinergistik dengan penghambat ACE. Oleh karena itu
pada pasien yang menggunakan kombinasi obat ini harus dimonitoring status cairan dan berat badan secara
hati-hati (Stockley, 1994). Kombinasi furosemid dan digoxin dapat menyebabkan aritmia karena
hipokalemia.

11. TATA NAMA BIOLOGI

Tata nama dalam biologi telah mengalami perubahan berkali-kali semenjak manusia mencatat
berbagai macam organisme. Plinius dari masa Kekaisaran Romawi telah menulis sejumlah nama tumbuhan
dan hewan dalam ensiklopedia yang dibuatnya dalam bahasa Latin. Sistem penamaan organisme kesudahan
selalu mempergunakan bahasa Latin dalam tradisi pencatatan Eropa. Hingga sekarang sukar dijumpai sistem
penulisan nama organisme yang dipakai dalam tradisi Arab atau Tiongkok. Kemungkinan dalam tradisi ini
penulisan nama mempergunakan nama setempat (nama lokal). Keadaan berubah sehabis metode penamaan
yang lebih sistematik diperkenalkan oleh Carolus Linnaeus dalam kitab yang ditulisnya, Systema Naturae
("Sistematika Alamiah").

Tata nama binomial (binomial berarti 'dua nama') merupakan aturan penamaan baku bagi seluruh
organisme (makhluk hidup) yang terdiri dari dua akap dari sistem taksonomi (biologi), dengan mengambil
nama genus dan nama spesies. Nama yang dipakai yaitu nama baku yang diberikan dalam bahasa Latin atau
bahasa lain yang dilatinkan. Aturan ini pada awalnya dilanjutkan bagi fungi, tumbuhan dan hewan oleh
penyusunnya (Carolus Linnaeus), namun kesudahan segera dilanjutkan bagi bakteri pula. Istilah yang
disepakati bagi nama ini yaitu 'nama ilmiah' (scientific name). Awam seringkali mengatanya sbg "nama latin"
meskipun istilah ini tidak tepat sepenuhnya, karena sebagian luhur nama yang diberikan bukan istilah asli
dalam bahasa latin melainkan nama yang diberikan oleh orang yang pertama kali memberi pertelaan atau
deskripsi (disebut deskriptor) lalu dilatinkan.

Penamaan organisme pada kala ini ditata dalam Peraturan Internasional bagi Tata Nama Botani
(ICBN) bagi tumbuhan, sebagian alga, fungi, dan lumut kerak, serta fosil tumbuhan; Peraturan Internasional
bagi Tata Nama Zoologi (ICZN) bagi hewan dan fosil hewan; dan Peraturan Internasional bagi Tata Nama
Prokariota (ICNP). Aturan penamaan dalam biologi, khususnya tumbuhan, tidak perlu dikacaukan dengan
aturan lain yang berlaku bagi tanaman budidaya (Peraturan Internasional bagi Tata Nama Tanaman
Budidaya, ICNCP).

Aturan penulisan
 Aturan penulisan dalam tatanama binomial selalu memberikan tempat nama ("epitet" dari epithet)
genus di awal dan nama ("epitet") spesies menurutkannya.
 Nama genus SELALU diawali dengan huruf kapital (huruf luhur, uppercase) dan nama spesies
SELALU diawali dengan huruf biasa (huruf kecil, lowercase).
 Penulisan nama ini tidak menurutkan tipografi yang menyertainya (artinya, suatu teks yang
seluruhnya mempergunakan huruf kapital/balok, misalnya pada judul suatu naskah, tidak
menjadikan penulisan nama ilmiah menjadi huruf kapital semua) kecuali bagi hal berikut:
1. Pada teks dengan huruf tegak (huruf latin), nama ilmiah ditulis dengan huruf miring (huruf
italik), dan sebaliknya. Contoh: Glycine soja, Pavo muticus. Perlu diperhatikan bahwa
metode penulisan ini yaitu konvensi yang berlaku kala ini sejak awal masa abad ke-20.
Sebelumnya, seperti yang dilanjutkan pula oleh Carolus Linnaeus, nama atau epitet spesies
diawali dengan huruf luhur jika diambil dari nama orang atau tempat.
2. Pada teks tulisan tangan, nama ilmiah diberi garis bawah yang terpisah bagi nama genus
dan nama spesies.
 Nama komplit (untuk hewan) atau singkatan (untuk tumbuhan) dari autoritas boleh diberikan di
belakang nama spesies, dan ditulis dengan huruf tegak (latin) atau tanpa garis bawah (jika tulisan
tangan). Jika suatu spesies digolongkan dalam genus yang berbeda dari yang berlaku sekarang, nama
autoritas ditulis dalam tanda kurung. Contoh: Glycine max Merr., Passer domesticus (Linnaeus,
1978) — yang dibelakang sekali semula diisikan dalam genus Fringilla, sehingga diberi tanda
kurung (parentesis).
 Pada penulisan teks yang menyertakan nama umum/trivial, nama ilmiah pada publiknya menyusul
dan diletakkan dalam tanda kurung.
Contoh pada suatu judul: "PENGUJIAN DAYA TAHAN KEDELAI (Glycine max Merr.)
TERHADAP BEBERAPA TINGKAT SALINITAS". (Penjelasan: Merr. yaitu singkatan dari
autoritas (dalam contoh ini E.D. Merrill) yang hasil karyanya diakui bagi menggambarkan Glycine
max. Nama Glycine max diberikan dalam judul karena kedatangan spesies lain, Glycine soja, yang
juga dikata kedelai.).

 Nama ilmiah ditulis komplit apabila disebutkan pertama kali. Penyebutan kesudahan cukup dengan
mengambil huruf awal nama genus dan diberi titik lalu nama spesies secara komplit. Contoh:
Tumbuhan dengan bunga terbesar dapat ditemukan di hutan-hutan Bengkulu, yang dikenal sbg
padma raksasa (Rafflesia arnoldii). Di Pulau Jawa ditemukan pula kerabatnya, yang dikenal sbg R.
patma, dengan ukuran bunga yang lebih kecil.
Istilah E. coli atau T. rex berasal dari konvensi ini.

 Singkatan "sp." (zoologi) atau "spec." (botani) dipergunakan jika nama spesies tidak dapat atau tidak
perlu dinyatakan. Singkatan "spp." (zoologi dan botani) merupakan bentuk jamak. Contoh: Canis
sp., berarti satu macam dari genus Canis; Adiantum spp., berarti jenis-jenis Adiantum.
 Sering dikacaukan dengan singkatan sebelumnya yaitu "ssp." (zoologi) atau "subsp." (botani) yang
menyatakan subspesies yang belum diidentifikasi. Singkatan ini berarti "subspesies", dan bentuk
jamaknya "sspp." atau "subspp."
 Singkatan "cf." (dari confer) dipakai jika identifikasi nama belum tentu. Contoh: Corvus cf.
splendens berarti "sejenis burung menyerupai dengan gagak (Corvus splendens) tapi belum
dipastikan sama dengan spesies ini".
 Penamaan fungi menurutkan penamaan tumbuhan.
 Tatanama binomial dikenal pula sbg "Sistem Klasifikasi Binomial".

Penyebutan autoritas
 (tumbuhan) Amaranthus retroflexus L. – "L." yaitu singkatan baku bagi "Linnaeus".
 (tumbuhan) Hyacinthoides italica (L.) Rothm. – Linnaeus pertama kali menamakan tumbuhan ini
sbg Scilla italica; Rothmaler memindahkannya ke genus Hyacinthoides.
 (hewan) Passer domesticus (Linnaeus, 1758) – nama asli diberikan oleh Linnaeus sbg Fringilla
domestica; tidak seperti ICBN, ICZN tidak memerlukan penulisan nama orang yang memindahkan
nama spesies ke genus lainnya.

12. PRINSIP CODA


Sama seperti sfigmomamometer. Cuff mengembang menekan ekor tikus yang dialiri darah, denyut aliran
darah akan terdeteksi sebagai sistol dan diastol. TD sistolik  TD tertinggi dalam pembuluh darah dan terjadi
saat jantung berkontraksi/berdetak. (CO) TD diastolik  TD terendah dalam pembuluh darah diantara detak
jantung saat otot jantung relaksasi. (TRP)
13. PRINSIP EKG DAN PWP
Prinsipnya berdasarkan sensor ekg (menandai waktu ketika ventrikel berkontraksi) dan sensor ppg (menandai
waktu ketika ventrikel berelaksasi).
14. STANDAR DEVIASI
Standar deviasi adalah bentuk pengukuran yang digunakan untuk mengukur jumlah variasi atau sebaran
sejumlah nilai data. Standar deviasi dalam statistik deskriptif ini banyak digunakan untuk menghitung
variabilitas atau keragaman yang digunakan dalam statistik dan teori probabilitas. Standar deviasi juga biasa
dikenal sebagai simpangan baku atau dalam simbol yunani biasa disebut sigma.
Nilai standar deviasi pada dasarnya menggambarkan besaran sebaran suatu kelompok data terhadap rata-
ratanya atau dengan kata lain gambaran keheterogenan suatu kelompok data. Selain digunakan untuk analisis
statistik, standar deviasi juga bisa digunakan untuk menentukan jumlah risiko dan volatilitas terkait dengan
investasi tertentu.
Interpretasi dari standar deviasi ini bisa dijelaskan jika didapati nilai standar deviasi suatu sampel data
sama dengan 0 (nol) maka hal tersebut menunjukkan bahwa semua nilai dalam data tersebut adalah sama.
Semakin besar nilai standar deviasi suatu data maka semakin besar jarak setiap titik data dengan nilai rata-rata.

15. Nama latin bagian tanaman

Radix : Akar

Rhizome : Rimpang

Bulbus : Umbi lapis

Tubera : Ubi

Flos : Bunga
Fructus : Buah

Semen : Biji

Lignum : Kayu

Cortex : Kulit kayu

Caulis : Batang

Folia : Daun

Herba : Seluruh bagian tanaman

Amylum : Pati
68

FARMASI KLINIK DAN KOMUNITAS

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2016


TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2016


TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2016


TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS

1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
2. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker
3. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga
kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.
4. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang
berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien.
5. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk paper
maupun electronik untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku.
6. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
7. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi
atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. www.peraturan.go.id
2017, No.49 -4-
8. Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang
digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang
sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi
tubuh.
9. Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk penggunaan sekali pakai (single
use) yang daftar produknya diatur dalam peraturan perundang-undangan.
10. Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan
kefarmasian di Rumah Sakit.
11. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah
jabatan apoteker.
12. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani Pekerjaan
Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, dan Analis Farmasi.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG


PEKERJAAN KEFARMASIAN

1. Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi,


pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan
obat tradisional.
2. Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker
dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
3. Fasilitas Kesehatan adalah sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
4. Fasilitas Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian.
5. Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi adalah sarana yang digunakan untuk memproduksi obat, bahan
baku obat, obat tradisional, dan kosmetika.
69

6. Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi adalah sarana yang digunakan untuk
mendistribusikan atau menyalurkan Sediaan Farmasi, yaitu Pedagang Besar Farmasi dan Instalasi
Sediaan Farmasi.
7. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan
kefarmasian, yaitu apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek
bersama.
8. Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk
pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
9. Toko Obat adalah sarana yang memiliki izin untuk menyimpan obat-obat bebas dan obat-obat bebas
terbatas untuk dijual secara eceran.
10. Standar Profesi adalah pedoman untuk menjalankan praktik profesi kefarmasian secara baik.
11. Standar Kefarmasian adalah pedoman untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada fasilitas
produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan kefarmasian.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap
orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

LO/ LEARNING OUTCOME

1.Mampu mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah terkait obat berlandaskan prinsip-prinsip ilmiah
untuk mengoptimalkan terapi?
 Rasional, DRP’s, EPO, Desain EPO,
 Rasional menurut WHO
Def: Pasien menerima pengobatan yg sesuai dgn kebutuhan klinik mereka, dalam dosis yg sesuai dgn
kebutuhan individual, untuk jangka waktu yg tepat dan dalam biaya terapi yg terendah bagi pasien
maupun bagi komunitas mereka
 7 Tepat (obat Rasional)
70

1. Tepat Pasien
2. Tepat Indikasi
3. Tepat Obat
4. Tepat Dosis
5. Tepat Waktu Cara Pemberian
6. Tepat CaraPemberian
7. Tepat Dokumentasi

 Drug Related Problem (DRPs)


Definisi
DRPs a/ peristiwa dgn kejadian yg tdk diinginkan, yg menyertai terapi obat, yg aktual dan potensial
mempengaruhi keadaan pasien dlm mencapai hasil medik yg optimal
 Tanggung Jawab dalam DRPs
1. Identifikasi Masalah Wawancara sejarah obat, Memiliki DRPs slama masuk RS, Pasien lansia
dgn banyak penyakit
2. Solusi Masalah
3. Tindakan Pencegahan DRPs
 Masalah yang berkaitan dengan obat
 Indikasi yg tidak diobati
1. Pasien mengalami masalah medis yg memerlukan terapi obat (suatu indikasi untuk penggunaan
obat), tetapi tidak menerima obat utk indikasi itu. contoh nyeri lambung, sakit perut
2. Seleksi obat yg tidak tepat
Pasien mempunyai indikasi pengobatan, tetapi menggunakan obat yg salah.
c/ isotretinoin to jerawat vs kehamilan
3. Dosis subterapi
Pasien mempunyai masalah medis dan diobati dgn obat yg benar, terapi dosisnya terlalu kecil. c/
ispa 10 hari vs 3 hari (jangka wkt yg salah)
4. Gagal menerima obat
Pasien mempunyai masalah medis yg merupakan hasil tidak menerima obat (misalnya, alasan
farmasetik, psikologi, sosiologi atau ekonomi). c/ pasien tdk patuh, obat mahal tdk dibeli
5. Lewat dosis
Pasien mempunyai masalah medis dan diobati dgn obat yg benar, tetapi dosisnya tllu tinggi. c/
fenitoin >< toksik
6. Reaksi Obat Merugikan (ROM)
Pasien mempunyai masalah medis yg merupakan hasil reaksi obat merugikan atau pengaruh
merugikan. c/ pseudoefedrin >< hipertensi
7. Interaksi Obat
Pasien mempunyai masalah medis yangmerupakan hasil dari interaksi obat-obat, atau obat uji
laboratorium
8. Menggunakan obat tanpa indikasi
Pasien menggunakan obat untuk indikasi yg tidak absah secara medis. Contoh : ranitidin vs stress.

Evaluasi Penggunaan Obat

 (EPO) di rumah sakit adalah suatu proses jaminan mutu yang terstruktur, dilaksanakan terus-menerus,
dan diotorisasi rumah sakit, ditujukan untuk memastikan bahwa obat-obatan digunakan dengan tepat,
aman, dan efektif
 Desain EPO
1. Retrospektif
71

Obat yang telah di gunakan untuk penderita di pelajari dan di nilai tepat atau tidak terhadap kriteria
penggunaan obat. Metode retrospektif mudah dan praktis di laksanakan.
2. Konkuren
Metode konkuren akan memberikan kesempatan untuk tindakan perbaikan karena penderita masih
ada di rumah sakit tetapi pelaksanaan lebih rumit di bandingkan metode retrospektif karena
kesalahan yang terjadi harus dibicarakan dengan dokter.
3. Prospektif
Dilakukan dengan membuat kriteria penggunaan obat. Metode ini memberikan pendidikan yang
baik bagi apoteker, tetapi pelaksanaannya harus baik agar tidak terjadi konfrontasi dengan dokter.
Prakteknya apoteker harus mempelajari order obat pada saat penderita menerima resep, jika terjadi
masalah maka obat tidak di tetapkan sampai masalah tersebut didiskusikan dengan dokter

 Mampu memberikan sediaan farmasi sesuai kebutuhan pasien disertai penjaminan mutu sediaan farmasi?
(Kepatuhan Obat, Mutu Obat(EES dan perbedaannya), Penyimpanan Obat)
-Suatu obat harus memenuhi persyaratan mutu sbb:
 Efficacy
 Efisien
 Safety
- Jenis ketidakpatuhan
o Kegagalan menebus obat/ resep
o Melalaikan dosis
o Kesalahan dosis
o Kesalahan dalam waktu pemberian/konsumsi obat
o Penghentian obat sebelum waktunya
- Penyimpanan obat
 Vaksin , : suhu 2-8 derajat celcius
 Insulin : 8-12 derajat
 High Alert (obat yang perlu diwaspadai yang dapat menyebabkan komplikasi atau
membahayakan pasien secara signifikan) ex : metformin, digoksin, amiodaron, heparin.
3. Mampu mencari, mengevaluasi, menyiapkan dan memberikan informasi tentang obat, pengobatan, dan
penggunaan obat yang rasional?
 PIO (semua org spt: pasien, teman sejawat, rekan profesi lainnya)
 Konseling :
1. Pasien kondisi khusus spt: anak, lansia, ibu hamil, menyusui, gangguan fungsi hati/ginjal)
2. pasien dengan obat intruksi khusus: inhaler, nebu, suppo, insulin, kondom, ovula, kortikostreroid
tappering off.
3. pasiaen menggunakan obat dengan terapi jangka panjang : TB, AIDS, epilepsy.

PENGKAJIAN RESEP DOKTER


72

1.Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat


Merupakan riwayat penggunaan obat untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh obat/sediaan
farmasi lain, yg pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara
atau data rekam medik/pencatatan penggunaan obat pasien.
2. Rekonsiliasi Obat
Merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan obat yang telah didapat dari pasien.
Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan obat, seperti obat tidak diberikan, duplikasi
, kesalahan dosis atau interaksi obat.
3. Pelayanan Informasi Obat
Merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang akurat, tidak bias,
terkini dan komprehensif
4. Konseling
Suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi obat dari apoteker kepada pasien dan atau
keluarganya. Pemberian konseling obat, bertujuan untuk mengoptimalkan resiko reaksi obat yang
tidak dikehendaki dan meningkatkan cost effectiveness yg pada akhirnya meningkatkan keamanan
penggunaan obat untuk pasien
5. Visite
Merupakan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan oleh apoteker secara mandiri atau
bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji
masalah terkait obat, memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan
terapi obat yang rasional dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional
kesehatan lainnya.
6. Pemantauan Terapi Obat
Merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif,
dan rasional bagi pasien.
Tujuannya : meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan resiko reaksi obat yang tidak
dikehendaki
7. Evaluasi Penggunaan Obat
Merupakan suatu program jaminan mutu yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif
dan kuantitatif.
8. Monitoring Efek Samping Obat
Kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang tidak dikehendaki, yg terjadi pada dosis
lazim yg digunakan pada manusia untuk tujuan profilkasis, dignosa dan terapi
Efek samping obat adalah reaksi obat yang tidak dikehendaki yg terkait dengan kerja farmakologi
9. Dispensing Sediaan Steril
Dilakukan di IFRS dengan teknik aseptis untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan
melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian
obat
Penanganan sediaan sitostatika : penanganan obat kanker secara aseptis dalam kemasan siap pakai
oleh tenaga farmasi yang terlatih, petugas maupun sediaannya dari efek toksik dan kontaminasi dgn
menggunakan alat pelindung diri.
 Pengkajian Resep meliputi:
1. Kajian Administrasi
- nama pasien
- Tanggal penulisan R
- Umur
- Nama Obat
- Jenis kelamin
- Berat badan
- Nama dokter
- Nomor SIP
- Alamat dokter
73

- No telepon dokter
- Paraf
 Kajian farmasetik meliputi :
- Bentuk sediaan
- kekuatan sediaan
- Aturan, cara dan lama penggunaan obat
- Stabilitas dan ketersediaan
- Kompatabilitas (OTT)
 Kajian klinis meliputi : .
- Ketepatan indikasi dan dosis
- Duplikasi atau polifarmasi
- Alergi dan efek samping obat
- Kontraindikasi
- Interaksi obat
4. Mampu melaksanakan pekerjaan secara bertanggung jawab sesuai ketentuan perundang-undangan,
norma, etika kefarmasian?
7 Stars Of Pharmacist adalah istilah yang diungkapkan World Health Organization (WHO), untuk
menggambarkan peran seorang farmasis dalam pelayanan kesehatan yang seiring waktu bertambah
menjadi 9 stars farmasi. oke baiklah sobat IF, langsung saja, 9 stars farmasi antara lain ;
1. Care-Giver
Seorang Farmasi/apoteker merupakan profesional kesehatan yg peduli, dalam wujud nyata memberi
pelayanan kefarmasian kepada pasien dan masyarakat luas, berinteraksi secara langsung, meliputi
pelayanan klinik, analitik, tehnik, sesuai dengan peraturan yang berlaku (PP No 51 tahun 2009), misalnya
peracikan obat, memberi PIO (Pelayanan Informasi Obat), konseling, konsultasi, screening resep,
monitoring, visite, dan banyak tugas kefarmasian lainnya.
2. Decision-Maker
Seorang farmasi/apoteker merupakan seorang yang mampu menetapkan/ menentukan keputusan terkait
pekerjaan kefarmasian, misalnya memutuskan dispensing, penggantian jenis sediaan, penyesuaian dosis,
pengantian obat jika ditemukan bahaya yg signifikan, serta keputusan2 lainnya yg bertujuan agar
pengobatan lebih aman, efektif dan rasional.
3. Communicator
Seorang farmasi/apoteker harus mampu menjadi komunikator yang baik, sehingga pelayanan
kefarmasian dan interaksi kepada pasien, masyarakat, dan tenaga kesehatan berjalan dengan baik,
misalnya menjadi komunikator yang baik dalam PIO (Pelayanan Informasi Obat),
Penyuluhan, konseling dan konsultasi obat kepada pasien, melakukan visite ke bangsal/ruang perawatan
pasien, Pengajar, Narasumber, dan sebagainya.
4. Manager
Seorang farmasi/apoteker merupakan seorang manajer dalam aspek kefarmasian non klinis, kemampuan
ini harus ditunjang kemampuan manajemen yang baik, contoh sebagai Farmasis manajer (APA) di apotek
, Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit, harus mampu mengelola perbekalan farmasi dan mengelola
karyawan agar dapat melayani dg optimal dan produktif dalam hal kinerja & profit. contoh lainnya
sebagai Pedagang Besar Farmasi/PBF), manager Quality Control (QC), Quality Assurance (QA),
Manajer Produksi, dan lain lain.
5. Leader
Seorang farmasi/apoteker harus mampu menjadi seorang pemimpin, mempunyai visi dan misi yang jelas,
dan dapat mengambil kebijakan yg tepat untuk memajukan institusi/perusahaan/lembaga yang dipimpin,
misalnya sebagai Rektor, Dekan, Direktur Rumah Sakit, Direktur Utama di industri farmasi, Direktur
marketing, Direktur bagian produksi dan sebagainya.
6. Life-Long Learner
Seorang farmasi/apoteker harus memiliki semnangat belajar sepanjang waktu, karna informasi/ilmu
kesehatan terutama farmasi (obat, penyakit dan terapi) terus berkembang pesat dari waktu ke waktu,
sehingga kita perlu meng-update pengetahuan dan kemampuan agar tidak ketinggalan.
74

7. Teacher
Seorang farmasi/apoteker dituntut dapat menjadi pendidik/akademisi/edukator bagi pasien, masyarakat,
maupun tenaga kesehatan lainnya terkait ilmu farmasi dan kesehatan, baik menjadi guru, dosen, ataupun
sebagai seorang farmasis/apoteker yg menyampaikan informasi kepada pasien masyarakat dan tenaga
kesehatan lain yang membutuhkan informasi.
8. Research
Seorang farmasi/apoteker merupakan seorang peneliti terutama dalam penemuan dan pengembangan
obat-obatan yang lebih baik. disamping itu farmasi juga dapat meneliti aspek lainnya misal data konsumsi
obat, kerasionalan obat, pengembangan formula, penemuan sediaan baru (obat, alat kesehatan, dan
kosmetik).

9. Entrepreneur
Seorang farmasi/apoteker diharapkan terjun menjadi wirausaha dalam mengembangkan kemandirian
serta membantu mensejahterakan masyarakat. misalnya dengan mendirikan perusahaan obat, kosmetik,
makanan, minuman, alat kesehatan, baik skala kecil maupun skala besar, mendirikan apotek, serta bisnis
tanaman obat dan lai lainnya.

 Hapal PP 51(TTK melakukan pekerjaan farmasi) : -compounding: meracik- pelabelan,


- dispensing: penerimaan resep dr pasien –
penyerahan obat ke pasien
 Apoteker : melakukan edukasi dan konseling
 TTK : hanya dapat melakukan PIO

A. Pharmaceutical Care

 Definisi

Misi apoteker a/ mlaksanakan kpedulian farmasi. Kepedulian farmasi a/ penyediaan pelayanan langsung dan
bertanggung jawab yg berkaitan dgn obat, dgn mksud pencapaian hasil yg pasti meningkatkan mutu kehidupan
pasien

 Unsur – unsur Pharmaceutical care


1. Adanya tanggung jawab apoteker
2. Perbaikan kualitas hidup pasien (sembuh,perbaikan, dll)
3. Pasien terhindar dr efek samping toksisitas (ROM)

B. IFRS
 Definisi IFRS
Suatu Unit/bag di rumah sakit, tempat atau fasilitas penyelenggaraan smua fungsi pkerjaan kefarmasiany
g meengelola smua aspek obat mulai dari produksi, pengembangan, pelayanan farmasi untuk smua
individu pasien, profesional kesehatan, dan program rumah sakit
 IFRS  dipimpinan seorang apoteker dibantu oleh beberapa apoteker sesuai kebutuhan dan memenuhi
persyaratan peraturan perundang-undangan yg berlaku,kompeten secara profesional serta tenaga
pendukung lainnya.
 Tujuan IFRS Mengadakan, melaksanakan fungsi dan pelayanan farmasi yg langsung serta
bertanggung jawab dalam mencapai hasil (outcomes) yg pasti, guna meningkatkan mutu kehidupan
individu pasien dan anggota masyarakat
 Fungsi IFRS
a. IFRS Sebagai Organisasi Produksi
Sbg organisasi/lembaga produksi, ruang lingkup fungsi IFRS terutama menyediakan dan menjamin
mutu produk yg diproduksinya (termasuk yg dibeli), serta berupaya memastikan terapi obat yg
75

efektif, aman, dan rasional. IFRS juga mengadakan pengendalian penggunaan serta sistem distribusi
obat yg tanggap dan akurat bagi seluruh pasien.
b. IFRS sebagai Organisasi Jasa/Pelayanan
IFRS a/ suartu organisai pelayanan dgn sistem keterampilan, kompetensi, fasilitas yg terorganisasi
sedemikian sehingga memberikan manfaat yg sebesar-besarnya serta kepuasan pada konsumen
(pasien dan profesional pelayanan kesehatan)
c. IFRS Sebagai Organisasi Pengembangan
perkembangan ilmu dalam bidang kesehatan sangat pesat, mencakup antara lain ilmu kedoteran,
farmasi, penyakit, perawat dan sebagainya. IFRS wajib mengikuti dan menerapkan perkembangan
tersebut dalam pelayanan di rumah sakit, agar selalu sepadan dgn kemajuan pelayanan medik dan
keperawatan
 PELAYANAN KLINIK & NONKLINIK
a. NONKLINIK pelayanan tidak langsung biasanya tidak memerlukan interaksi langsung dgn
pasien dan profesional kesehatan lain.
b. KLINIK diberikan secara langsung kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi
dan menimialkan resiko terjadinya efek samping karena obat
 PELAYANAN IFRS BERBASIS FARMASI KLINIK
Def: sbg suatu keahlian khas ilmu kesehatan, bertanggung jawab untuk memastikan penggunaan obat yg
aman dan sesuai pada pasien, melalui penerapan pengetahuan dan berbagai fungsi terspesialisasi dalam
penerapan pasien yg memerlukan pedidikan khusus (spesialisasi) dan atau pelatihan terstruktur tertentu.
 FUNGSI PELAYANAN KLINIK
1. Fungsi yg memastikan tersedianya obat yg paling sesuai, efektif, aman, rasional dan memadai
2. Fungsi yg memastikan, langsung mempengaruhi penulisan serta penggunaan obat yg paling tepat dan
rasional
3. Fungsi yg memastikan upaya peningkatan keamanan dan kepatuhan pasien dlm penggunaan obat
4. Fungsi pelayanan yg segera dapat dilakukan tanpa penambahan biaya yg besar
5. Fungsi pelayanan yg menjadi keahlian serta keterampilan apoteker
6. Fungsi dan pelayanan atas permintaan profesional kesehatan lainnya

 FUNGSI DAN PELAYANAN IFRS


1. Pelayanan dalam kegiatan TFT dan sistem formularium
2. Pelayanan dalam proses penggunaan obat
3. Pengembangan sentra informasi obat dan perlayanan informasi obat
4. Pelayanan edukasi/konsultasi propesional kesehatan
5. Pelayanan pemantauan dan pelaporan Reaksi Obat Merugikan (ROM)
6. Pelayanan pencampuran sediaan intravena
7. Pelayanan penanganan bahan/obat sitotoksik/bahan berbahaya
8. Pelayanan dalam Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

C. Parameter Farmakokinetik & Farmakodinamik Obat serta Parameter Penggunaan Obat

 Farmakodinamik: Mempelajari efek obat terhadap tubuh


misalnya parasetamol cara kerja ? mekanisme analgetiknya ?
 Farmakokinetik : Mempelajari kinetika obat (absorbsi, distribusi, metabolisme, eksresi) atau ada
referensi yg menyebut pengaruh tubuh terhadap obat
misalnya berapa waktu paruh parasetamol di dalam tubuh? berapa konstanta absorbsi dan
eliminasinya?
 Farmakodinamik dan Farmakokinetik sangat saling berhubungan
76

 (onset of action) cepat atau lambatnya obat mulai bekerja,


 (duration of action)  lamanya obat bekerja
 Absorpsi Setelah obat diminum, obat ini akan mengalami disolusi di lambung. Setelah itu zat aktif
akan melewati dinding lambung / usus dan masuk ke pembuluh darah.
Faktor yang mempengaruhi absorpsi:
pH Obat yang bersifat asam lemah akan diabsorpsi di lambung karena di pH lambung adalah asam
sehingga obat tersebut akan banyak dalam bentuk molekul yang mudah untuk di absorpsi oleh dinding
lambung. Untuk obat basa lemah diabsorpsinya di usus.

 Distribusi  Setelah obat melewati dinding usus/lambung, masuk ke aliran darah. Di aliran darah masuk
ke organ2.
 Metabolisme obat bisa:
1. Merubah obat yang semula aktif menjadi bentuk tidak aktif
2. Merubah obat tidak aktif (prodrug) menjadi bentuk aktifnya
3. Tidak merubah sifat obat (aktif tetap aktif)
4. Merubah senyawa menjadi lebih polar. Supaya mudah larut dalam urin untuk dikeluarkan

Beberapa parameter yang harus kita perhatikan


1. MEC atau Minimum Effect Concentration merupakan kadar minimal yang harus dicapai obat agar
berefek. Jika konsentrasi obat masih dibawa MEC maka obat belum berefek
2. MTC atau Minimum Toxic Concentration merupakan kadar dimana obat mulai bersifat toksis bagi tubuh.
3. Therapeutic Range merupakan konsentrasi dimana obat berefek dalam batas yang aman dan tidak toksik.
beberapa obat seperti digoksin memiliki therapeutic range yang sempit sehingga dalam pengobatan harus
berhati-hati karena jika berlebihan dapat menyebabkan toksisitas
4. Onset merupakan waktu dimana obat mulai berefek atau memasuki MEC
5. t max merupakan waktu dimana kadar obat dalam plasma sampai pada puncaknya
6. Cmax merupakan kadar maksimum yang dapat dicapai obat pada plasma
7. AUC atau Area Under Curve menunjukkan jumlah obat di dalam plasma
8. Duration of Action menunjukkan rentang waktu dimana obat berefek (memasuki MEC) sampai tidak
berefek (turun dari MEC)
KET:
- Jika frekuensi pemberian kecil berarti eliminasi obat lebih lambat
- Jika kadar/waktu lebih besar, berarti eliminasi lebih cepat
- Jika t1/2 (waktu dimana obat tereliminasi 1/2nya) lebih kecil (cepat). berati eliminasinya lebih cepat
77

 Indikasi  dari suatu khasiat a/ penggunaan dari suatu obat


 Kontraindikasi  tidak diberikan pada keadaan tertentu/penggunaan obat yang tidak diperbolehkan
c/: paracetamol diindikasikan sebagai analgetik dan antipiretik, dikontraindikasikan gangguan fungsi
hati
 Perhatian/peringatan : Daftar W waarschuwing (peringatan)

a. P.No.1 Awas! Obat Keras, Bacalah Aturan Pemakaiannya


Sediaan Obat Pereda Flu / Pilek (Ex : Neozep, Ultraflu, Procold)
Sediaan Obat Batuk (Ex : OBH, Woods, Komix, Actifed)
b. P.No.2 Awas! Obat Keras, Hanya untuk kumur, jangan ditelan
Contoh : Sediaan obat kumur mengandung Povidone Iodine (Ex : Betadine) Sediaan obat kumur yang
mengandung Hexetidine (Ex : Hexadol)
c. P.No.3 Awas! Obat Keras, Hanya untuk bagian luar dari badan
Betadine, Kalpanax, Albothyl
Sediaan salep/krim untuk penyakit kulit yang tidak mengandung antibiotik
Sediaan tetes mata yang tidak mengandung antibiotik (Insto, Braito)

d. P.No.4 Awas! Obat Keras, Hanya untuk dibakar


Sediaan untuk obat asma (berbentuk rokok) à sudah tidak ada
e. P.No.5 Awas! Obat Keras, Tidak boleh ditelan
Sediaan obat Sulfanilamid puyer 5 g steril à antibiotik untuk infeksi topikal/kulit termasuk untuk infeksi
vagina. Sediaan ovula
f. P.No.6 Awas! Obat Keras, Obat wasir, jangan ditelan
Sediaan suppositoria untuk wasir/ambeien

 DOSIS OBAT Jumlah/takaran obat yang diberikan kepada pasien dalam satuan berat (gram,
miligram,mikrogram) atau satuan isi (milimiter, liter) atau unit-unit lainnya (Unit Internasional)

 Faktor yg mempengaruhi dosis obat


1. Faktor obat : sifat fisika kimia, fisika obat dan toksisitas
2. Cara pemberian obat kpd pasien : oral, parenteral, rektal/vaginal, topikal, sublingual dll
3. Faktor pasien : umur, BB, jenis kelamin, keadaan patofisiologi
D. Evidence Based Medicine
 Evidence Based Medicine
78

a/ suatu pendekatan medik yg didasarkan pd bukti2 ilmiah terkini u/ kepentingan pelayanan kesehatan
penderita (Sackett at al, 2002).
a/ proses yg digunakan secara sistematik u/ menemukan, menelaah atau mereview dan memanfaatkan
hasil2 studi sbg dasar dari pengambilan keputusan klinik (Hall et al,1999)
 Tujuan Untuk membantu proses pengambilan keputusan2 klinik, baik utk kepentingan pencegahan,
diagnosis, terapeutik maupun rehabilitatif yg didasarkan pd bukti2 ilmiah terkini yg terpercaya dan dpt
dipertanggungjawabkan. (Sackett et al, 2002)
 Evidence Based Medicine  didefinisikan sebagai suatu pendekatan pd praktek medis yg mernggunakan
hasil penelitaian mengenai patient care dan bukti objektif lainnya yg diperoleh sbg komponen dlm
membuat keputusan klinis.
 7 level Evidence Based Medicine (EBM)
1. Level I merup. hasil penelitian dgn metode eksperimental, Randomiced Control Trial (RCT), dgn
sampel yg besar yg diperoleh dr gabungan pusat2 penelitian dgn desain yg sama (meta analisis dan
multicenter)
2. Level II merup. hasil penelitian dgn metode eksperimental, Randomiced Control Trial (RCT) yg
diperoleh dari suatu pusat penelitian saja
3. Level III merup. hasil penelitian dgn metode observasional, kohort, desain penelitianyg baik
4. Level IV merup. hasil penelitian dgn metode observasional, case control, desain penelitian yg baik
5. Level V merup. Hasil penelitian tanpa kelompok kontrol atau kelompok kontol yg kurang, dgn
desain penelitian yg baik
6. Level VI merup. EBM yg memiliki byk pertentangan dikalangan medis, tetapi cenderung
difavoritkan sbg EBM
7. Level VII pendapat atau opini Ahli

Anda mungkin juga menyukai