Anda di halaman 1dari 16

1.

Pengertian Hipertensi
Writing Group American Society of Hypertension (WG-ASH)
menyatakan, hipertensi adalah penyakit kardiovaskuler yang kompleks,
dimana tidak hanya tekanan darah yang diukur dalam kisaran normal,
tetapi juga apakah ada risikonya misalnya kelainan fisiologi dan system,
dan penyakit kardiovaskuler yang disebabkan oleh tekanan darah tinggi
(Brook, 2005). (Kurnia, 2020)
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang paling sering
muncul di negara berkembang seperti Indonesia. Seseorang dikatakan
hipertensi dan beresiko mengalami masalah kesehatan apabila setelah
dilakukan beberapa kali pengukuran, nilai tekanan darah tetap tinggi, nilai
tekanan darah sistolik 140 MmHg ke atas atau diastolik 90 MmHg ke
atas (Tagle, 2018).
Penyakit hipertensi adalah penyakit kronis yang sering terjadi
tanpa gejala dan membutuhkan kontrol yang optimal serta kepatuhan
secara terus-menerus dalam menjalankan terapinya agar dapat mengurangi
resiko kardiovaskular, serebrovaskular dan ginjal. Hipertensi adalah suatu
kondisi dimana tekanan darah mengalami peningkatan yang terus menerus
menyebabkan suatu organ di dalam tubuh. Hal ini dapat menyebabkan
kerusakan yang lebih parah, seperti stroke (terjadi di otak dan
menyebabkan kematian yang tinggi), penyakit jantung koroner (kerusakan
pembuluh darah jantung), dan hipertrofi ventrikel kiri (terjadi pada otot
jantung) (Moncloa, 2018).
2. Etiologi
Etiologi dari hipertensi bisa dilihat dari banyak faktor, dengan
penyebab yang tidak dapat diidentifikasi, tetapi beberapa yang umumnya
terlibat berkaitan dengan homeostatik. Tekanan darah akan tetap tinggi
dan terus naik dari waktu ke waktu karna peningkatan progresif dalam
resistansi arteri perifer. Kenaikan terus menerus dalam resistensi arteri
nadalah karna retensi ginjal yang tidak sesuai terhadap garam dan air atau
ketidaknormalan pada dinding pembuluh darah. Kondisi tingkat keparahan
berhubungan langsung dengan adanya jumlah dan besarnya faktor resiko,
lamanya keberadaan faktor resiko, dan adanya status penyakit yang
menyertai. Tingkat keparahan komplikasi hipertensi meningkat saat
tekanan darah baik sistol maupun diastol meningkat (Moncloa, 2018)
1) Hipertensi Primer
Hipertensi primer (esensial) disebut juga hipertensi
ideopatik akrna tidak diketahui penyebabnya. Faktor yang
mempengaruhinya yaitu: genetik, lingkungan, hiperaktifitas saraf
simpati sistem renin. Angiotensin dan peningkatan Na+Ca
intraseluler. Faktor-faktor yang meningkatkan resiko: obesitas,
merokok, alkohol dan polistemia
2) Hipertensi Sekunder
Pada klien yang terkena hipertensi dari sebab yang dapat di
diidentfikasi dengan keadaan penyakit atau salah yang spesifik di
diagnosa dengan hipertensi sekunder dan dalam banyak kasus
penyebab utamanya dapat di perbaiki. Oleh karna itu penting untuk
mengisolasi akar permasalah sehingga regimen pengobatan yang
tepat dapat diresepkan. Tingkat keparahan tergantung dari
penyebab pokonya, faktor-faktor personal, lingkungan serta durasi
status penyakit yang menyertai.

3. Patofisiologi
Pada dasarnya, terjadinya hipertensi disebabkan oleh peningkatan
aktivitas vasomotor sentral dan peningkatan kadar neropineprin dan
plasma, yang menyebabkan tidak berfungsinya sistem kendali tekanan
darah termasuk disfungsi reflek baroreseptor ataupun kemoreseptor.
Epineprin adalah zat yang disekresikan pada dari saraf simpatis atau
ujung saraf vasokontriktor dan langsung bekerja pada otot polos
pembuluh darah yang menyebabkan vasokontriksi (Guyton, 2019).
Impuls bereseptor menghambat pusat vasokonstriktor di medulla
oblongata dan menstimulasi pusat saraf vagus. Efeknya adalah
memperluas pembulu darah dari seluruh sistem peredaran darah perifer
dan mengurangi frekuensi dan intensitas kontraksi. Oleh karena itu,
stimulasi reseptor dan barorefleksi pada arteri dapat menyebabkan
tekanan darah menjadi turun (Guyton, 2019). Pada saat yang sama,
ketika komposisi kimiawi darah berubah, misalnya, ketika darah
berubah, mekanisme refleks kemoreseptor terjadi, kandungan oksigen
rendah, kandungan karbon dioksida dan hidrogen tinggi, atau nilai pH
turun. Kondisi ini merangsang reseptor kimiawi yang ada di sinus
caroticus dan mengirim rangsangan yang berjalan di sepanjang saraf
dan saraf vagus ke pusat vasomotor di area kompresi atau
vasokonstriktor, yang juga mengandung bagian dari akselerator
jantung, yang di sebut pelepasan stimulus, berjalan dalam saraf
simpatis menuju ke jantung, zona vasokonstriktor mengirimkan
rangsang ke pembuluh darah sehingga menyebabkan kecilnya diameter
pembuluh darah, disfungsi kedua reflek dapat mengakibatkan aktivasi
pusat vasomotor di batang otak . (Nurrahmani, 2019)

4. Pemeriksaan Penunjang
Pada awal proses diagnosis, dokter akan menanyakan gejala yang
dialami, riwayat penyakit yang sama dalam keluarga, riwayat medis
penderita, serta obat-obat yang sedang dikonsumsi oleh penderita.
Dokter juga akan melakukan pemeriksaan fisik untuk menilai kondisi
jantung, paru-paru, serta melihat tanda adanya pembengkakan pada
tungkai dan pergelangan kaki. Guna memastikan diagnosis, beberapa
pemeriksaan penunjang juga perlu dilakukan, diantaranya:
a. Foto Rontgen dada.
Tes ini bertujuan untuk mengetahui adanya pembengkakan
pada bilik kanan jantung atau pembuluh darah paru-paru, yang
merupakan tanda dari hipertensi pulmonal.
b. Elektrokardiogram (EKG)
Untuk mengetahui aktivitas listrik jantung dan mendeteksi
gangguan irama jantung.
c. Ekokardiografi.
Ekokardiografi atau USG jantung dilakukan untuk
menghasilkan citra jantung dan memperkirakan besarnya tekanan
pada arteri paru-paru serta kerja kedua bagian jantung untuk
memompa darah.
d. Tes fungsi paru.
Tes fungsi paru dilakukan untuk mengetahui aliran udara yang
masuk dan keluar dari paru-paru, menggunakan sebuah alat yang
bernama spirometer.
e. Kateterisasi jantung.
Tindakan ini dapat dilakukan setelah pasien menjalani
pemeriksaan ekokardiografi untuk memastikan diagnosis hipertensi
pulmonal sekaligus mengetahui tingkat keparahan kondisi ini.
Dengan katerisasi jantung kanan, dokter dapat mengukur tekanan
arteri pulmonal dan ventrikel kanan jantung.
f. Pemindaian.
Pemindaian seperti CT scan atau MRI digunakan untuk
memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai ukuran dan
fungsi jantung, penggumpalan pada pembuluh darah, dan aliran
darah pada pembuluh darah paru-paru. V/Q scan atau ventilation-
perfusion scan. Pemindaian ini bertujuan mendeteksi adanya
gumpalan darah yang menyebabkan hipertensi pulmonal. Dalam
pemindaian ini, zat radioaktif khusus akan disuntikkan pada
pembuluh vena di lengan guna memetakan aliran darah dan udara
pada paru-paru.
g. Tes darah.
Untuk melihat keberadaan zat seperti metamfetamin, atau
penyakit lain seperti penyakit hati yang dapat memicu hipertensi
pulmonal.
h. Polisomnografi.
Digunakan untuk mengamati tekanan darah dan oksigen,
denyut jantung, dan aktivitas otak selama pasien tertidur. Alat ini
juga digunakan untuk mengenali gangguan tidur, seperti sleep
apnea. Biopsi paru. Dilakukan dengan cara mengambil sampel
jaringan paru-paru untuk melihat kelainan di paru-paru yang dapat
menjadi penyebab hipertensi pulmonal (Tagle, 2018).

5. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan hipertensi meliputi terapi non farmakologi dan
terapi farmakologi. Terapi non farmakologi berupa modifikasi gaya
hidup meliputi pola diet, aktivitas fisik, larangan merokok dan
pembatasan konsumsi alkohol. Terapi farmakologis dapat diberikan
antihipertensi tunggal maupun kombinasi. Pemilihan obat anti
hipertensi dapat didasari ada tidaknya kondisi khusus (komorbid
maupun komplikasi) (Adrianus Kosasih, 2019).
a. Non Farmakologi
Terapi non farmakologi untuk penanganan hipertensi berupa
anjuran modifikasi gaya hidup. Pola hidup sehat dapat menurunkan
darah tinggi. Pemberian terapi farmakologi dapat ditunda pada
pasien hipertensi derajat 1 dengan risiko komplikasi penyakit
kardiovaskular rendah. Jika dalam 4-6 bulan tekanan darah belum
mencapai target atau terdapat faktor risiko penyakit kardiovaskular
lainnya maka pemberian medikamentosa sebaiknya dimulai.
Rekomendasi terkait gaya hidup adalah sebagai berikut:
1. Penurunan berat badan.
Target penurunan berat badan perlahan hingga mencapai
berat badan ideal dengan cara terapi nutrisi medis dan
peningkatan aktivitas fisik dengan latihan jasmani.
2. Mengurangi asupan garam.
Garam sering digunakan sebagai bumbu masak serta
terkandung dalam makanan kaleng maupun makanan cepat saji.
Diet tinggi garam akan meningkatkan retensi cairan tubuh.
Asupan garam sebaiknya tidak melebihi 2 gr/ hari.
3. Diet
Diet DASH merupakan diet yang direkomendasikan. Diet
ini pada intinya mengandung makanan kaya sayur dan buah,
serta produk rendah lemak. Pemerintah merekomendasikan diet
hipertensi berupa pembatasan pemakaian garam dapur ½
sendok teh per hari dan penggunaan bahan makanan yang
mengandung natrium seperti soda kue. Makanan yang dihindari
yakni otak, ginjal, paru, jantung, daging kambing, makanan
yang diolah menggunakan garam natrium (crackers, kue,
kerupuk, kripik dan makanan kering yang asin), makanan dan
minuman dalam kaleng (sarden, sosis, kornet, buah-buahan
dalam kaleng), makanan yang diawetkan, mentega dan keju,
bumbu-bumbu tertentu (kecap asin, terasi, petis, garam, saus
tomat, saus sambal, tauco dan bumbu penyedap lainnya) serta
makanan yang mengandung alkohol (durian, tape).
1) Olah raga.
Rekomendasi terkait olahraga yakni olahraga secara
teratur sebanyak 30 menit/hari, minimal 3 hari/ minggu.
2) Mengurangi konsumsi alcohol
Pembatasan konsumsi alkohol tidak lebih dari 2 gelas
per hari pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita dapat
menurunkan hipertensi.
3) Berhenti merokok.
Merokok termasuk faktor risiko penyakit
kardiovaskular. Oleh karena itu penderita hipertensi
dianjurkan untuk berhenti merokok demi menurunkan
risiko komplikasi penyakit kardiovaskular (Santoso, 2018).
b. Farmakologi
Pada hipertensi stadium 2 dan juga hipertensi stadium 1 jika
perubahan gaya hidup dalam 4-6 bulan gagal menurunkan tekanan
darah hingga mencapai target. AHA merekomendasikan inisiasi
terapi farmakologis jika : TD ≥140/90 mmHg pada pasien yang
tidak memiliki penyakit kardiovaskular dan memiliki risiko
penyakit kardiovaskular aterosklerosis dalam 10 tahun <10%. TD
≥130/80 mmHg Terdapat penyakit kardiovaskular atau memiliki
risiko penyakit kardiovaskular aterosklerosis dalam 10 tahun >10%
Lansia (≥65 tahun) Memiliki penyakit komorbid tertentu (DM,
CKD, CKD paska transplantasi ginjal, gagal jantung, angina
pectoris stabil, penyakit arteri perifer, pencegahan sekunder stroke
lacunar) (Santoso, 2018).
Menurut Adrianus Kosasih, (2019), ada lima golongan obat
anti hipertensi utama yang rutin direkomendasikan yaitu:
1. ACE
2. ARB beta bloker
3. CCB
4. Diuretic
B. Pengkajian
Pengkajian dapat dilakukan minimal sekali, tetapi dapat dilakukan
beberapa kali secara teratur, misal setiap jam pada pasien kritis. Tekhnik
pengkajian meliputi :
1. Anamnesa atau wawancara :
a. Keluhan utama :
Tanyakan tentang gangguan terpenting yang dirasakan klien
sehingga perlu pertolongan. Keluhan yang harus diperhatikan antara
lain sesak napas, nyeri dada menjalar ke arah lengan, cepat lelah,
batuk lendir atau berdarah, pingsan, berdebar-debar, dan lainnya
sesuai dengan patologi penyakitnya.
b. Riwayat penyakit sekarang (RPS)
Tanyakan tentang perjalanan penyakit sejak keluhan hingga klien
meminta pertolongan. Misal: Tanyakan sejak kapan keluhan
dirasakan, berapa kali keluhan terjadi, bagaimana sifat keluhan,
kapan dan apa penyebab keluhan, keadaan apa yang memperburuk
dan memperingan keluhan
c. Riwayat penyakit terdahulu (RPD)
Tanyakan tentang penyakit yang pernah dialami sebelumnya :
Tanyakan apakah klien pernah dirawat sebelumnya, dengan penyakit
apa, pernahkah mengalami sakit yang berat, riwayat tambahan
disesuaikan dengan patologi penyakitnya, riwayat keluarga, riwayat
pekerjaan, riwayat geografi, riwayat alergi, kebiasaan social,
kebiasaan merokok (Nurhidayat, 2019).
2. Aktivitas / istirahat
a. Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
b. Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
takipnea
3. Sirkulasi
a. Gejala :
1) Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/
katup dan penyakit serebrovaskuler
2) Episode palpitasi
b. Tanda :
1) Peningkatan tekanan darah
2) Nadi denyutan jelas dari karotis,ugularis,radialis, takikardia
3) Murmur stenosis vulvular
4) Distensi vena jugularis
5) Kulit pucat,sianosis ,suhu dingin (vasokontriksi perifer)
6) Pengisian kapiler mungkin lambat / tertunda
4. Integritas ego
a. Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress
multiple (hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan
pekerjaan).
b. Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan perhatian,
tangisan meledak, otot uka tegang, menghela nafas, peningkatan
pola bicara.
5. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini (seperti obstruksi) atau riwayat
penyakit ginjal pada masa yang lalu.
6. Makanan / cairan
a. Gejala :
1) Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi
garam, lemak serta kolesterol
2) Mual, muntah dan perubahan berat badan saat ini
(meningkat/turun)
3) Riwayat penggunaan diuretic
b. Tanda :
1) Berat badan normal atau obesitas
2) Adanya edema
3) Glikosuria
4) Neurosensori
7. Pemeriksaan fisik (Chepalokaudal)
 Keadaan Umum
 KU baik/sedang/lemah
 Kesadaran : Compos Mentis, Apatis, Stupor, Koma
 Vital sign
 Kepala
 Rambut
 Telinga
 Hidung
 Mata
 Mulut dan gigi
 Leher : Kaji adanya pembesaran lnn, kaji adanya JVP (missal
pembesaran lnn (-) peningkatan JVP (-).
 Thoraks : Inspeksi : Lihat adanya jejas, lihat gerak dada dan
pengembangan dada, adakah kelainan, lihat adanya retraksi
dada, sesuaikan dengan alasan masuk. Palpasi : Kaji
pengembangan dada, rasakan adakah perbedaan antara dada
kanan dan kiri. Perkusi : Lakukan perkusi pada semua area paru.
Auskultasi: Lakukan auskultasi pada semua area paru dan
jantung (Nurhidayat, 2019).
8. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
Peralatan Pemeriksaan Non Invasive Jantung Peralatan
Pemeriksaan Invasive Jantung: Pemeriksaan Non Invasive, Foto Thorax,
EKG, Treadmill exercise Chest test/Treadmill test, Echocardiography,
Nuclear cardiology, MRI/CT imaging (Nurhidayat, 2019).
3. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan cerebral b.d peningkatan tekanan vaskuler
selebral dan iskemia
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif
c. Ansietas
4. Rencana Asuhan Keperawatan
SIKI
SDKI SLKI
Gangguan perfusi Setelah dilakukan Manajemen peningkatan
jaringan cerebral tidak Tindakan keperawatan tekanan intrakranial
efekti berhubungan diharapkan tingkat Observasi
dengan peningkatan nyeri berkurang 1. Identifikasi penyebab
tekanan vaskuler dengan kriteria hasil : peningkatan TIK
selebral 2. Monitor tanda/gejala
1. Tingkat kesadaran
peningkatan TIK ( mis.
meningkat
Tekanan darah meningkat,
2. Sakit kepala
tekanan nadi
menurun
melebar,bardikardia,pola
3. Nilai rata-rata
nafas ireguler,kesadaran
tekanan darah
menurun)
membaik
3. Monitor MAP ( mean arterial
4. Tekanan darah
pressure)
diastolik membaik
4. Monitor CVP (central
Venous pressure)
Terapeutik

1. Meminimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
2. Berikan posisi semi
flower
3. Hindari Maneuver
Valsava
4. Cegah terjadinya kejang

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian sedasi


dan anti konvulsan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
diuretik osmosis, jika perli
3. Kolaborasi pemberian peluna
tinja, jika perlu
Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan Manajemen Nafas
tidak efektif asuhan keperawatan, Observasi
diharpakan,sekret - Monitor pola nafas
berkurang dan jalan (frekuensi, kedalaman,
nafas tetap paten, usaha nafas)
dengan kriteria hasil; - Monitor bunyi nafas
1. Produksi sputum tambahan (mis.
berkurang Gurgling, mengi,
2. Frekuensi nafas wheezing, ronkhi
membaik kering).
- Monitor sputum
(jumlah,, warna,
aroma).
Teraupetik
- Pertahan kan kepatenan
jalan nafas dengan
Head-tift dan chin-lift
( jaw-thrust jika curiga
trauma servikal)
- Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
- Berikan oksigen, Jika
perlu
Edukasi
- Anjurkan asupan cairan
2000 ML per hari Jika
tidak terkontraindikasi.
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
mukolitik, Jika perlu
Ansietas Setelah dilakukan Reduksi ansietas
tindakan keperawatan Observasi
diharapkan tingkat
1. Indentifikasi saat tingkat
ansietas menurun,
ansietas berubah
dengan kriteria hasil :
2. Monitor tanda-tanda

1. Perilaku gelisah ansietas

menurun Terapeutik

2. Perilaku tegang 3. Temani pasien untuk


menurun
mengurangi kecemasan
4. Motivasi
mengidentifikasi situasi
yang memicu kecemasan
Edukasi

5. Jelaskan prosedur
termasuk sensasi yang
mungkin yang mungkin
dialami
6. Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien
7. Latih teknik relaksasi
1. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan, tahap ini
muncul jika perencanaan yang dibuat di aplikasikan pada klien. Implementasi
terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan yang merupakan tindakan
keperawatan khusus yang digunakan untuk melaksanakan intervensi
(Debora, 2017).
2. Evaluasi
Evaluasi adalah proses keberhasilan tindakan keperawatan yang
membandingka antara proses dengan tujuan yang telah ditetapkan, dan
menilai efektif tidaknya dari proses keperawatan yang dilaksanakan serta
hasil dari penilaian keperawatan tersebut digunakan untuk bahan perencanaan
selanjutnya apabila masalah belum teratasi. Perumusan evaluasi formatif ini
meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif
(data berupa keluhan klien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data
(perbandingan data dengan teori dan pelaksanaan.
DAFTAR PUSTAKA

Adrianus Kosasih. (2019). Penatalaksanaan hipertensi 2019 (Antonia, Ed.).


Jakart: SH.

Azizah, L. M. R. (2017). Keperawatan Lanjut Usia (Edisi 1). Yogyakarta: Graha


Ilmu.

Debora. (2017). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba


Medika.

Ekasari, Riasmini & Hartini, 2019. Meningkatkan Kualitas Hidup Lansia: Konsep
& Berbagai Strategi Intervensi. Wineka Media; Malang.

Moncloa, A. B. (2018). Redefinición de la hipertensión arterial SIMPOSIUM


Redefinition of high blood pressure. 64(2), 191–196.

Rekawati dkk, 2019. Model Keperawatan Keluarga Santun Lansia dalam Upaya
Peningkatan Kualitas Asuhan Keluarga pada Lansia: A Literature Review.
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes; Volume 10, Nomor 3.

Suarjana. (2018). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III edisi V. Jakarta:
InternaPublishing.

Tagle, R. (2018). Arterial Hypertension Diagnosis. Revista Clínica Las Condes,


29(1), 12–20. https://doi.org/10.1016/j.rmclc.2017.12.005

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Defenisi dan Indikator Diagnostik (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia :
Defenisi dan Kriteria Hasil Keperwatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Yanti & Vera, 2020. Penyuluhan Cara Penggunaan Obat Hipertensi secara
Benar Kepada Lansia di Desa Labuhan Labo. Jurnal Education and
Development; Vol.

Anda mungkin juga menyukai