Anda di halaman 1dari 19

Laporan Pendahuluan

Hipertensi

1. Definisi Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan
darah sistolik lebih 140 mmHg dan tekanan darah diastolic lebih dari 90
mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam
keadaan istrahat/tenang ( Kemenkes.RI, 2014). Sedangkan menurut
(Triyanto,2014) Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan
peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian / mortalitas.
Tekanan darah 140/90 mmHg didasarkan pada dua fase dalam setiap denyut
jantung yaitu fase sistolik 140 menunjukan fase darah yang sedang dipompa
oleh jantung dan fase diastolik 90 menunjukan fase darah yang kembali ke
jantung .

2. Etiologi
Menurut (Aspiani,2016) penyebab hipertensi dapat dikelompookan
menjadi dua yaitu:

a. Hipertensi primer atau esensial Hipertensi primer artinya


hipertensi yang belum diketahui penyebab dengan jelas. Berbagai faktor
diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer, seperti
bertambahnya usia, sters psikologis, pola konsumsi yang tidak sehat, dan
hereditas (keturunan). Sekitar 90% pasien hipertensi diperkirakan termasuk
dalam kategori ini.

b. Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder yang penyebabnya sudah


di ketahui, umumnya berupa penyakit atau kerusakan organ yang
berhubungan dengan cairan tubuh, misalnya ginjal yang tidak berfungsi,
pemakaiyan kontrasepsi oral, dan terganggunya keseimbangan hormon yang
merupakan faktor pengatur tekanan darah. Dapat disebabkan oleh penyakit
ginjal, penyakit endokrin, dan penyakit jantung.

3. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak.Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di
toraks dan abdomen.Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin,
yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhirespon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriksi.Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut
bisa terjadi.Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi.Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi.Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokonstriktor pembuluh darah.Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan
rennin.Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler.

Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi untuk


pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional pada
system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah
yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi
dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang
dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan
curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Brunner & Suddarth,
2002).

4. Manifestasi Klinis
Menurut (Ahmad, 2011) sebagian besar penderita tekanan darah
tinggi umumnya tidak menyadari kehadirannya. Bila ada gejala, penderita
darah tinggi mungkin merasakan keluhan-keluhan berupa : kelelahan,
bingung, perut mual, masalah pengelihatan, keringat berlebihan, kulit pucat
atau merah, mimisan, cemas atau gelisah, detak jantung keras atau tidak
beraturan (palpasi), suara 11 berdenging di telinga, disfungsi ereksi, sakit
kepala, pusing. Sedangkan menurut (Pudiastuti,2011) gejala klinis yang
dialami oleh para penderita hipertensi biasanya berupa : pengelihatan kabur
karena kerusakan retina, nyeri pada kepala, mual dan muntah akibatnya
tekanan kranial, edema dependen dan adanya pembengkakan karena
meningkatnya tekanan kapiler.

5. Klasifikasi
Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokkan sesuai dengan
rekomendasi dari “The Sixth Report of The Join National Committee,
Prevention, Detection and Treatment of High Blood Pressure “ (JNC – VI,
1997) sebagai berikut :

No Kategori Sistolik Diastolik


(mmHg) (mmHg)
1 Optimal <120 <80
2 Normal 120-129 80-84
3 High Normal 130-139 85-89
4 Hipertensi
Grade I (ringan) 140-159 90-99
Grade 2 (Sedang) 160-179 100-109
Grade 3 (Berat) 180-209 100-119
Grade 4 (Sangat >210 >120
Berat)

6. Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan
pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.(5)
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :

a. Penatalaksanaan Medis
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis
penatalaksanaan:
b. Penatalaksanaan Non Farmakologis.
1) Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat
menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas
rennin dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
2) Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan
dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti
berjalan, jogging, bersepeda atau berenang.
c. Penatalaksanaan Farmakologis
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
1) Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2) Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3) Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4) Tidak menimbulakn intoleransi.
5) Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
6) Memungkinkan penggunaan jangka panjang.

Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi


seperti golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis
kalsium, golongan penghambat konversi rennin angitensin.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
b. Pemeriksaan retina
c. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti
ginjal dan jantung
d. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
e. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
f. Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal,
pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin.
g. Foto dada dan CT scan.

8. Komplikasi
Hipertensi yang tidak ditanggulangi dalam jangka panjang
akanmenyebabkan kerusakan arteri didalam tubuh sampai organ yang
mendapat suplai darah dari arteri tersebut. Komplikasi hipertensi dapat
terjadi pada organ-organ tubuh menurut Wijaya & Putri (2013), sebagai
berikut :

a. Jantung
Hipertensi dapat menyebab terjadinya gagal jantung dan penyakit
jantung koroner. Pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan
meningkat, otot jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya,
yang disebut dekompensasi. Akibatnya, jantung tidak lagi mampu
memompa sehinggabanyaknya cairang yang tetahan diparu maupun
jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak nafas atau oedema.
Kondisi ini disebut gagal jantung.
b. Otak
Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan resiko stroke, apabila
tidak diobati resiko terkena stroke 7 kali lebih besar.
c. Ginjal
Hipertensi juga menyebabkan kerusakan ginjal, hipertensi dapat
menyebabkan kerusakan system penyaringan didalam ginjal akibat
lambat laun ginjal tidak mampu membuang zat-zat yang tidak
dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah dan terjadi
penumpukan di dalam tubuh.
d. Mata
Hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya retinopati hipertensi dan
dapat menimbulkan kebutaan.
KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Aktifitas/Istirahat
Gejala: Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : 1) Frekuensi jantung meningkat
2) Perubahan irama jantung
3) Takipnea
b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner /
katup dan penyakit serebrovaskuler.
Tanda: 1) Kenaikan TD (pengukuran serial dari kenaikan tekanan
darah diperlukan untuk diagnosis.
2) Nadi: Denyutan jelas dari kerotis, jugularis, radialis.
3) Ekstremitas: perubahan warna kulit, suhu dingin
(vasokonstriksi perifer), pengisian kapiler mungkin
lambat/tertunda (vasokonstriksi)
4) Kulit pucat, sianosis dan diaforesis (kongesti,
hipoksemia), kemerahan.
c. Integritas ego
Gejala: 1) Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi,
euphoria, atau marah kronik (dapat mengindikasikan
kerusakan serebral)

2) Faktor-faktor stress multiple (hubungan keuangan yang


berkaitan dengan pekerjaan)
Tanda: 1) Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu
perhatian tangisan yang meledak
2) Gerak tangan empati, otot muka tegang (khususnya sektor
mata), gerakan fisik cepat, pernafasan menghela,
peningkatan pola bicara.
d. Eliminasi
Gejala: Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti
infeksi/obstruksi atau riwayat penyakit ginjal masa yang
lalu).

e. Makanan/Cairan
Gejala: 1) Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan
tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol (seperti
makanan yang digoreng, keju, telur), gula-gula yang
berwarna hitam, kandungan tinggi kalori.
2) Mual, muntah
3) Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat/menurun)
4) Riwayat penggunaan diuretik
Tanda: 1) Berat badan normal atau obesitas
2) Adanya oedema
f. Neurosensori
Gejala: 1) Keluhan pening/pusing

1) Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun


dan menghilang secara spontan setelah beberapa jam)
2) Episode kebas, dan atau kelemahan pada satu sisi tubuh
3) Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur)
4) Episode epistaksis
g. Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala: 1) Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung)
2) Nyeri hilang timbul pada tungkai/klaudikasi (indikasi
arteriosklerosis pada arteri ekstremitas bawah)
3) Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi
sebelumnya
4) Nyeri abdomen atau massa (feokromositoma)
h. Pernafasan
Gejala: 1) dispneu yang berkaitan dengan aktifitas/ kerja
2) takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal
3) batuk dengan atau tanpa sputum
4) riwayat merokok
Tanda: 1) distress respirasi/penggunaan obat aksesori pernafasan
2) bunyi nafas tambahan (krekles/mengi)
3) Sianosis
i. Keamanan
Gejala: 1) gangguan koordinasi atau cara berjalan
2) episode parestesia unilateral transion
3) hipotensi postural
j. Pembelajaran/penyuluhan

Gejala: 1) faktor-faktor risiko keluarga: hipertensi, aterosklerosis,


penyakit jantung, diabetes mellitus, penyakit
serebrovaskuler/ginjal.
2) Pengguaan pil KB atau hormone lain; penggunaan obat
atau alkohol (Doenges, 2000; Ruhyanudin, 2007).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan hipertensi yang muncul menurut (Doenges, 2000 ;
Nathea, 2008) adalah sebagai berikut:

1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan


vasokontriksi pembuluh darah.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak
seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
3. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
4. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
masukan berlebih sehubungan dengan kebutuhan metabolik.
5. Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak
efektif, harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistik.
6. Kurang pengetahuan mengenai konndisi penyakitnya berhubungan
dengan kurangnya informasi.

C. RENCANA TINDAKAN
1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan
vasokontriksi pembuluh darah.
Intervensi:
a. Observasi tekanan darah
Rasional : Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang
lebih lengkap tentang keterlibatan/bidang masalah
vaskuler.
b. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
Rasional: Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis
mungkin teramati/palpasi. Dunyut pada tungkai
mungkin menurun, mencerminkan efek dari
vasokontriksi.
c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
Rasional : S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena
adanya hipertropi atrium, perkembangan S3
menunjukan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi,
adanya krakels, mengi dapat mengindikasikan kongesti
paru sekunder terhadap terjadinya atau gagal jantung
kronik).
d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
Rasional : Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian
kapiler lambat mencerminkan dekompensasi/penurunan
curah jantung.
e. Catat adanya demam umum/tertentu.
Rasional: dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal
atau vaskuler.
f. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi
aktivitas/keributan ligkungan, batasi jumlah pengunjung dan
lamanya tinggal.
Rasional: membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis,
meningkatkan relaksasi.
g. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi.
Rasional: Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan
stress, membuat efek tenang, sehingga akan
menurunkan tekanan darah.
h. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti
hipertensi, diuretik.
Rasional: Menurunkan tekanan darah.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak


seimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
a. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunakan
parameter: frekwensi nadi 20 per menit diatas frekwensi istirahat,
catat peningkatan TD, dipsnea, atau nyeri dada, kelelahan berat dan
kelemahan, berkeringat, pusing atau pingsan.
Rasional: Parameter menunjukan respon fisiologis pasien
terhadap stress, aktivitas dan indikator derajat pengaruh
kelebihan kerja/jantung.
b. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh: penurunan
kelemahan/kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan
perhatian pada aktivitas dan perawatan diri.
Rasional: Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk
memajukan tingkat aktivitas individual.
c. Dorong memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri. (Konsumsi
oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan
jumlah oksigen yang ada.
Rasional: Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan
tiba-tiba pada kerja jantung.
d. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi
mandi, menyikat gigi/rambut dengan duduk dan sebagainya.
Rasional: teknik penghematan energi menurunkan penggunaan
energi dan sehingga membantu keseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen.
e. Dorong pasien untuk partisipasi dalam memilih periode aktivitas.
Rasional: Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap
kemajuan aktivitas dan mencegah kelemahan.
3. Nyeri (akut): nyeri kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskuler serebral.
Intervensi:
a. Pertahankan tirah baring selama fase akut.
Rasional: Meminimalkan stimulasi meningkatkan relaksasi.
b. Beri tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala,
misalnya: kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher.
Rasional: Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral
dengan menghambat/memblok respon simpatik, efektif
dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
c. Hilangkan/minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat
meningkatkan sakit kepala : mengejan saat BAB, batuk panjang,
dan membungkuk.
Rasional: Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi
menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatkan
tekanan vakuler serebral.
d. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
Rasional: Meminimalkan penggunaan oksigen dan aktivitas yang
berlebihan yang memperberat kondisi klien.
e. Beri cairan, makanan lunak. Biarkan klien itirahat selama 1 jam
setelah makan.
Rasional: menurunkan kerja miocard sehubungan dengan kerja
pencernaan.
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti
ansietas, diazepam dll.
Rasional: Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan
rangsangan saraf simpatis.
4. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
masukan berlebihan sehubungan dengan kebutuhan metabolik.
Intervensi:
a. Kaji pemahaman klien tentang hubungan langsung antara
hipertensi dengan kegemukan.
Rasional: Kegemukan adalah resiko tambahan pada darah tinggi,
kerena disproporsi antara kapasitas aorta dan
peningkatan curah jantung berkaitan dengan massa
tumbuh.
b. Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi
masukan lemak, garam dan gula sesuai indikasi.
Rasional: Kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya
aterosklerosis dan kegemukan yang merupakan
predisposisi untuk hipertensi dan komplikasinya,
misalnya, stroke, penyakit ginjal, gagal jantung,
kelebihan masukan garam memperbanyak volume
cairan intra vaskuler dan dapat merusak ginjal yang
lebih memperburuk hipertensi.

c. Tetapkan keinginan klien menurunkan berat badan.


Rasional: motivasi untuk penurunan berat badan adalah internal.
Individu harus berkeinginan untuk menurunkan berat
badan, bila tidak maka program sama sekali tidak
berhasil.
d. Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet.
Rasional: mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dalam program
diit terakhir. Membantu dalam menentukan kebutuhan
inividu untuk menyesuaikan/penyuluhan.
e. Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian
termasuk kapan dan dimana makan dilakukan dan lingkungan dan
perasaan sekitar saat makanan dimakan.
Rasional: memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi
yang dimakan dan kondisi emosi saat makan,
membantu untuk memfokuskan perhatian pada faktor
mana pasien telah/dapat mengontrol perubahan.
f. Intruksikan dan Bantu memilih makanan yang tepat , hindari
makanan dengan kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, es
krim, daging dll) dan kolesterol (daging berlemak, kuning telur,
produk kalengan, jeroan).
Rasional: Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan
kolesterol penting dalam mencegah perkembangan
aterogenesis.
g. Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi.
Rasional: Memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi
kebutuhan diet individual.
5. Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak
efektif, harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistik.
Intervensi:
a. Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku,
Misalnya: kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian,
keinginan berpartisipasi dalam rencana pengobatan.
Rasional: Mekanisme adaptif perlu untuk megubah pola hidup
seorang, mengatasi hipertensi kronik dan
mengintegrasikan terapi yang diharuskan kedalam
kehidupan sehari-hari).
b. Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan
konsentrasi, peka rangsangan, penurunan toleransi sakit kepala,
ketidak mampuan untuk mengatasi/menyelesaikan masalah.
Rasional: Manifestasi mekanisme koping maladaptife mungkin
merupakan indikator marah yang ditekan dan diketahui
telah menjadi penentu utama TD diastolik.
c. Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan
kemungkinan strategi untuk mengatasinya.
Rasional: pengenalan terhadap stressor adalah langkah
pertama dalam mengubah respon seseorang terhadap
stressor)
d. Libatkan klien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan
partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan.
Rasional: keterlibatan memberikan klien perasaan kontrol diri
yang berkelanjutan. Memperbaiki keterampilan koping,
dan dapat menigkatkan kerjasama dalam regiment
terapiutik.
e. Dorong klien untuk mengevaluasi prioritas/tujuan hidup. Tanyakan
pertanyaan seperti: apakah yang anda lakukan merupakan apa yang
anda inginkan?.
Rasional: Fokus perhatian klien pada realitas situasi yang relatif
terhadap pandangan klien tentang apa yang diinginkan.
Etika kerja keras, kebutuhan untuk kontrol dan fokus
keluar dapat mengarah pada kurang perhatian pada
kebutuhan-kebutuhan personal.
f. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan
perubahan hidup yang perlu. Bantu untuk menyesuaikan ketimbang
membatalkan tujuan diri/keluarga.
Rasional: Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara
realistis untuk menghindari rasa tidak menentu dan
tidak berdaya
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan
dengan kurangnya informasi.
Intervensi:
a. Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor-faktor resiko
kardivaskuler yang dapat diubah, misalnya: obesitas, diet tinggi
lemak jenuh, dan kolesterol, pola hidup monoton, merokok, dan
minum alcohol (lebih dari 60 cc/hari dengan teratur) pola hidup
penuh stress.
Rasional: Faktor-faktor resiko ini telah menunjukan hubungan
dalam menunjang hipertensi dan penyakit
kardiovaskuler serta ginjal.
b. Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar termasuk orang
terdekat.
Rasional: Kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena
perasaan sejahtera yang sudah lama dinikmati
mempengaruhi minimal klien/orang terdekat untuk
mempelajari penyakit, kemajuan dan prognosis. Bila
klien tidak menerima realitas bahwa membutuhkan
pengobatan kontinu, maka perubahan perilaku tidak
akan dipertahankan.
c. Kaji tingkat pemahaman klien tentang pengertian, penyebab, tanda
dan gejala, pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut.
Rasional: Mengidentifikasi tingkat pegetahuan tentang proses
penyakit hipertensi dan mempermudah dalam
menentukan intervensi.
d. Jelaskan pada klien tentang proses penyakit hipertensi
(pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pencegahan, pengobatan,
dan akibat lanjut) melalui pendkes.
Rasional: Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan klien
tentang proses penyakit hipertensi (Doenges, 2000;
Ncithea, 2008).
DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. (2009). Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung


dan Stroke. Edisi I. Yogyakarta: CV. Dianloka.

Gleadle, J. (2015). Anamesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga.

Muttaqin, A. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.

Ruhyanudin, F. (2017). Asuhan keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan


Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: UPT Penerbitan Universitas
Muhammadiyah Malang.

Sudoyo, A. W; Bambang, S & Idrus, A, et al. (2016). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam.Edisi Keempat Jilid 3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai