Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konsep Dasar Teori
1.1.1 Pengertian
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg, pada
manula hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik lebih dari 160 mmHg dan
tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Brunner and Suddarth, 2002).
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik 140
mmHg dan tekanan distolik sedikitnya 90 mmHg (Price, 2006).
Penyakit hipertensi sering disebut sebagai the Silent Diseaseatau penyakit
tersembunyi sebutan awal dari banyaknya orang yang tidak sadar telah mengidap
penyakit hipertensi sebelum mereka melakukan pemeriksaan tekanan darah,
hipertensi dapat menyerang siapa saja, dari berbagai kelompok umur dan status
sosial ekonomi, para penderita hipertensi dengan tekanan darah lebih besar dari
140/90 mmHg (Sutanto, 2010).
Hipertensi adalah penyakit yang biasa menyerang siapa saja, baik muda
maupun tua, entah kaya maupun miskin, hipertensi merupakan salah satu penyakit
mematikan di dunia, namun hipertensi tidak dapat secara langsung membunuh
penderitanya, melainkan dapat memicu terjadinya penyakit lain yang tergolong
kelas berat alias mematikan (Adib, 2009).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah
peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan distolik
lebih dari 90 mmHg dengan gejala nyeri kepala, epistaktis, marah, rasa berat
dikepala, pusing, mata berkunang dan sukar tidur.

1.1.2

Etiologi

Menurut Mansjoer (2001), berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi


dua golongan, yaitu:
1) Hipertensi esensial atau hipertensi primer.
Terdapat sekitar 95% kasus banyak faktor yang mempengaruhinya seperti
genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem reninangiotensin, defek dalam ekskresi natrium, peningkatan natrium dan kalsium
intraselular dan faktor-faktor yang meningkatkan resiko seperti obesitas,
alkohol, merokok dan polisitemia.
2) Hipertensi renal atau hipertensi sekunder
Terdapat sekitar 5% kasus penyebab spesifiknya diketahui, seperti gangguan
estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme
primer dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta dan hipertensi
yang berhubungan dengan kehamilan.
1.1.3

Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi menurut: JNC VII (Price, 2006).
Kategori

Optimal

< 120

Diastol
< 80

Normal

< 130

< 85

Normal-tinggi
Tingkat 1 (hipertensi ringan)

130-139
140-159

85- 89
90-99

Sub-grup perbatasan
Tingkat 2 (hipertensi sedang)
Tingkat 3 (hipertensi berat)

140-149
160-179
180

90-94
100-109
110

1.1.4

Sistol

Manifestasi Klinis
Manisfestasi klinis menurut Widian Nur Indriani 2009:

1) Sakit kepala atau nyeri di daerah kepala bagian belakang


2) Kelelahan

3) Mual muntah
4) Sesak nafas
5) Gelisah
6) Pandangan kabur
7) Mata berkunang-kunang
8) Mudah marah
9) Telinga berdengung
10) Sulit tidur
11) Epistaksis
12) Muka pucat
1.1.5

Patofisiologi
Dalam keadaan normal jantung memiliki kemampuan untuk memompa

lebih dari daya pompanya dalam keadaan istirahat, kalau jantung menderita beban
volume atau tekanan berlebihan secara terus-menerus, maka ventrikel dapat
melebar untuk meningkatkan daya kontraksi sesuai dengan hukum starling yaitu
hipertrophi untuk meningkatkan jumlah otot dan kekuatan memompa sebagai
kompensator alamiah, jika mekanisme pengkompensasian tidak dapat menopang
perfusi perifer yang memadai, maka aliran harus dibagi sesuai kebutuhan. Darah
akan dipindahkan dari daerah-daerah yang tidak vital seperti kulit dan ginjal
sehingga perfusi darah ke otak dan jantung dapat dipertahankan. Akibatnya tanda
permulaan dari syok atau perfusi jaringan yang tidak adekuat adalah berkurangnya
pengeluaran air seni, kulit dingin. Perubahan bermakna pada aliran darah yang
menuju organ vital terjadi, tekanan arteri sistemik ditimbulkan oleh cardiac output
dan tahanan perifer total, cardiac output ditentukan oleh isi sekuncup (stroke
volume) dan denyut jantung, sedang tahan perifer dipelihara oleh sistem saraf
otonom dan sirkulasi hormon. Setiap perubahan pada tahanan perifer, denyut
jantung dan stroke volume akan merubah tekanan arteri sistemik.
Terdapat empat sistem kontrol yang mempertahankan tekanan darah yaitu
sistem baroreseptor arteri, regulasi volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin
dan autoregulasi vaskuler, stimulasi baroreseptor di sinus karotikus dan arkus
aorta akan merangsang sistem saraf simpatik sehingga menimbulkan peningkatan
epinefrin dan norepinefrin. Keadaan ini menimbulkan peningkatan cardiac output
dan resistensi vaskuler sistemik, perubahan volume cairan akan mempengaruhi
tekanan arteri sistemik. Jika di dalam tubuh terdapat air dan garam yang
berlebihan, maka akan meningkatkan aliran balik vena, cardiac output dan

tekanan. Autoregulasi pembuluh darah adalah proses yang mempertahankan


perfusi ke suatu jaringan tetap konstan. Jika aliran berubah, proses autoregulasi
akan menurunkan resistensi vaskuler sehingga mengakibatkan penurunan atau
peningkatan aliran, meskipun jelas bahwa aterosklerosis dan hipertensi ada
hubungannya, hal ini tidak tentu mana penyebab dan mana akibat, dalam beberapa
kasus aterosklerosis, meningkatnya tekanan arteri dan resistensi perifer terhadap
aliran darah, memberikan dampak terhadap aliran darah yang meningkat.
Renin merupakan enzim yang disekresikan oleh sel jukstaglumerulus ginjal
dan terikat dengan aldeosteron dalam lingkungan umpan balik negatif produk
akhir kerja renin pada subtratnya adalah pembentukan angiotensin peptida II,
mempengaruhi aldosteron untuk terjadi pengikatan natrium dan air ke interstitial
sehingga volume pembuluh darah meningka, ketidakcocokan sekresi renin
meningkatkan perlawanan periphenal, mitral eskemi arteri ginjal akan
membebaskan renin yang menyebabkan kontraksi arteri dan meningkatkan
tekanan darah, dalam rokok terdapat nikotin yang dapat mengendap di dalam
pembuluh darah yang mengakibatkan arteriosklerosis sehingga kerja dalam
pembuluh darah tidak dapat sempurna yang berakibat timbulnya peningkatan
tekanan darah, stres, dapat meningkatkan produksi hormon kortisol, hormon ini
merupakan jenis hormon kortikosteroid yang meningkatkan tekanan darah.
Naiknya tekanan darah menyebabkan kelainan pada dinding pembuluh nadi,yang
menyebabkan penurunan kapasitas seseorang untuk mempertahankan aktifitas
sampai ke tingkat yang di inginkan.
Nyeri (Sakit kepala) keadaan dimana seorang individu mengalami nyeri
yang menetap atau intermiten yang berlangsung selama enam bulan atau lebih.
Yang di tandai dengan peningkatan pembuluh darah ke otak, intoleransi aktifitas
terjadi karena penurunan aktifitas seseorang untuk mempertahankan aktifitas
sampai ketingkat yang di inginkan.di karenakan suplai O2 menurun sehingga
terjadi kelemahan fisik, kurang informasi yang tidak adekuat yang menyebabkan
individu atau kelompok mengalami defisiensi pengetahuan kognitif atau
ketrampilan psikomotor berkenaan dengan kondisi atau rencana pengobatan
sehingga terjadi kurang pengetahuan, penurunan curah jantung adalah keadaan di
mana seseeorang individu mengalami penurunan jumlah darah yang di pompakan
di karenakan beban kerja jantung meningkat dan suplai O2 ke otak menurun.

Web Of Caution Hipertensi

1.1.6
1.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada hipertensi (Mansjoer, 2000):
Pemeriksaan Laboratorium
1) Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti:
hipokoagulabilitas, anemia.
2) BUN atau Creatinin: memberikan informasi tentang perfusi atau fungsi
ginjal.
3) Glukosa: Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapatdiakibatkan
oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
4) Urinalis: darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danada

2.
3.

DM.
CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
EKG: Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P

4.
5.

adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.


IUP: Mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,perbaikan ginjal.
Foto dada: Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,pembesaran jantung.
1.1.7 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Non Farmakologis
1) Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat
menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin
dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
2) Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan
denganbatasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan,
jogging, bersepeda atau berenang.
2. Penatalaksanaan Farmakologis
Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Mempunyai efektivitas yang tinggi.


Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
Tidak menimbulkan intoleransi.
Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
Memungkinkan penggunaan jangka panjang.

Golongan obat-obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi


sepertigolongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium, golongan
penghambat konversi rennin angitensin.
1.1.8

Komplikasi
Hipertensi dapat menimbulkan gangguan pada (Widian Nur Indriani, 2009):

1. Otak: Menyebabkan stroke dengan pecahnya pembuluh darah diotak dan


kelumpuhan.
2. Mata: Menyebabkan retinopati hipertensi atau perdarahan pada selaput bening
retina mata dan dapat menyebabkan kebutaan.
3. Jantung: Menyebabkan gagal jantung, serangan jantung, penyakit jantung
koroner.
4. Ginjal: Menyebabkan penyakit ginjal kronik dan gagal ginjal terminal.

\
1.2 Manajemen Keperawatan
1.2.1 Pengkajian Keperawatan
1. Identitas pasien
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan,
suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
2. Keluhan utama
Keluhan utama: merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit biasanya pada pasien dengan hipertensi
didapatkan keluhan berupa sakit kepala dan pusing.
3. Riwayat penyakit sekarang: biasanya pada pasien dengan hipertensi didapatkan
keluhan pusing, tengkuk bagian belakang terasa berat, mata berkunang-kunang,
dan adanya riwayat merokok dan alkohol.

4. Riwayat penyakit dahulu: perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita


penyakit seperti hipertensi, jantung, dan penyakit ginjal, hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
5. Riwayat penyakit keluarga: perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit-hipertensi.
6. Pemeriksaan Fisik B1-B6
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan
peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang
sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan kesadaran (koma).
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian inspeksi
pernapasannya tida ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan taktil premitus
seimbang kanan dan kiri, auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan,
dipnea yang berkaitan dengan aktivitas atau kerja, takipnea.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya
terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah > 200
mmHg, kulit pucat, sianosis, diforesis (kongesti, hipoksemia), kenaikan
tekanan darah, hipertensi postural (mungkin berhubungan dengan regimen
obat), takikardi, bunyi jantung terdengar S2 pada dasar, S3 (CHF dini), S4
(pengerasan ventrikel kiri/hipertropi ventrikel kiri, murmur stenosis valvurar,
desiran vascular terdengar diatas diatas karotis, femoralis atau epigastrium
(stenosis arteri), dan DVJ (distensi vena jugularis).
3) B3 (Brain)
Keluhan pening atau pusing, GCS 4-5-6, kelemahan pada satu sisi tubuh,
gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur), epitaksis, status mental
mengalami perubahan, respons motorik terjadi penurunan kekuatan

genggaman tangan atau refleks tendon dalam, sklerosis atau penyempitan


arteri ringan sampai berat.
4) B4 (Bladder)
Adanya infeksi pada gangguan gijal, adanya riwayat gangguan (susah BAK,
sering berkemih pada malam hari).
5) B5 (Bowel)
Biasanya terjadinya penurunan nafsu makan, sulit menelan, mual, dan
muntah, pada fase akut pola degekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus adanya inkontinensia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neorologis usus.
6) B6 (Bone)
Kelemahan, letih, dan keterbatasan melakukan aktivitas.
7. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya.
8. Personal Hygiene
Pada pasien dengan kelemahan ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan
rutin dan penurunan kesadaran semua kebutuhan perawatan diri dibantu oleh
petugas atau keluarga.
1.2.2

Diagnosa Keperawatan
Menurut Doenges (2009), diagnosa keperawatan dari penyakit Hipertensi yaitu:
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi dan peningkatan
afterload.
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan peningkatan vaskuler
serebral.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik, menurunnya
oksigenisasi jaringan karena perfusi jaringan yang tidak adekuat.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan
berlebihan sehubungan dengan kebutuhan metabolik dan pola hidup yang
menonton.
5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) berhubungan dengan kurang
pengetahuan atau daya ingat dan keterbatasan informasi.

1.2.3 Intervensi Keperawatan


1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi dan peningkatan
afterload.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
tidak terjadi penurunan curah jantung.
Kriteria hasil:
1) Intervensi keperawatan Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD
atau beban kerja jantung.
2) Mempertahankan tekanan darah dalam rentang individu yang dapat diterima.
3) Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang normal
pasien.
Intervensi:
1) Pantau tekanan darah.
Rasional: perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih
lengkap tentang keterlibatan atau bidang masalah vascular.
2) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
Rasional: denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin
teramati/terpalpasi, denyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan
efek dari vasokontriksi dan kongesti vena.
3) Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
Rasional: S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya
hipertrofi atrium (peningkatan volume/tekanan atrium), perkembangan S3
menunjukkan hipertrofi ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakles,
mengi dapat mengidentifikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya
atau gagal jantung kronik.
4) Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisihan kapiler.
Rasional: adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler
lambat mungkin berkaitan dengan vasokontriksi atau mencerminkan
dekompensasi/penurunan curah jantung.
5) Catat edema umum/ tertentu.
Rasional: dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau
vascular.
6) Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas/keributan lingkungan.
Batasi jumlah penunjung dan lamanya tinggal.
Rasional: membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan
relaksasi.

7) Pertahankan pembatasan aktivitas, seperti, istirahat di tempat tidur/kursi;


jadwal periode istirahat tanpa gangguan, bantu pasien melakukan aktivitas
perawatan diri sesuai kebutuhan.
Rasional: menurunkan stress dan ketegangan yang mempengaruhi tekanan
darah dan perjalanan penyakit hipertensi.
8) Lakukan tindakan-tindakan yang nyaman, seperti; pijatan punggung dan
leher, meninggikan kepala tempat tidur.
Rasional: mengurangi ketidaknyamanan dan dapat menurunkan rangsang
simpatis.
9) Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan.
Rasional: dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stres, membuat
efek tenang, sehingga akan menurunkan TD.
10) Pantau respons terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah.
Rasional: respons terhadap terapi obat stepped (yang terdiri atas diuretik,
inhibitor simpatis dan vasodilator) tergantung pada individu dan efek
sinergis obat, karena efek samping tersebut, maka penting untuk
menggunakan obat dalam jumlah paling sedikit dan dosis paling rendah.
11) Kolaborasi.
Berikan obat-obat sesuai indikasi, contoh: Diuretic tiazid misalnya
klorotiazid.
Rasional: tiazid mungkin digunakan sendiri atau dicampur dengan obat lain
untuk menurunkan TD pada pasien dengan fungsi ginjal yang relatif normal,
diuretic ini memperkuat agen-agen antihipertensif ,lain dengan membatasi
retensi cairan.
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan peningkatan vaskuler
serebral.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
nyeri berkurang atau terkontral.
Kriteria hasil:
1) Melaporkan nyeri atau ketidaknyamanan berkurang atau terkontrol
2) Mengungkapkan metode yang memberikan pengurangan
3) Mengikuti regimen farmakologi.
Intervensi:
1) Mempertahankan tirah baring selama fase akut.
Rasional: meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi.

2) Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, mis :


kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, tenang, redupkan
lampu kamar, teknik relaksasi (panduan imajinasi, distraksi) dan aktivitas
waktu senggang.
Rasional: tindakan yang menurunkan tekanan vascular serebral dan yang
memperlambat/memblok respons simpatis efektif dalam menghilangkan
sakit kepala dan komplikasinya.
3) Hilangkan/minimalkan aktivitas vasokonstriksi yang dapat meningkatkan
sakit kepala, mis: mengejan saat bab, batuk panjang, membungkuk.
Rasional: aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit
kepala pada adanya peningkatan tekanan vaskular serebral.
4) Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
Rasional: pusing dan penglihatan kabur sering berhubungan dengan sakit
kepala, pasien juga dapat mengalami episode hipotensi postural.
5) Berikan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang teratur bila terjadi
perdarahan hidung atau kompres hidung telah dilakuakan untuk
menghentikan perdarahan.
Rasional: meningkatkan kenyamanan umum, kompres hidung dapat
mengganggu menelan atau membutuhkan napas dengan mulut,
menimbulkan stagnasi sekresi oral dan mengeringkan membran mukosa.
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgatik,diazepam.
Rasional: menurunkan/mengontrol nyeri dan menurunkan rangsangan sistem
saraf simpatis, dapat mengurangi tegangan dan ketidaknyamanan yang
diperberat oleh stres.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik, menurunnya
oksigenisasi jaringan karena perfusi jaringan yang tidak adekuat.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
tidak terjadi intoleransi aktivitas.
Kriteria hasil:
1) Berpatisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ diperlukan
2) Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
3) Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi.
Intervensi:
1) Kaji respons pasien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi lebih dari
20x/m di atas frekuensi istirahat, peningkatan TD yang nyata selama/sesudah

aktivitas(tekanan sistolik meningkat 40 mmHg atau tekanan diastolic


meningkat 20 mmHg), dispnea atau nyeri dada, keletihan dan kelemahan
yang berlebihan, diaphoresis, pusing atau pingsan.
Rasional: menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respons
fisiologi terhadap stress aktivitas dan, bila ada merupakan indikator dari
kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.
2) Instruksikan pasien tentang teknik penghematan energi, mis. menggunakan
kursi saat mandi, duduk saat menyisir rambut atau menyikat gigi, melakukan
aktivitas dengan perlahan.
Rasional: teknik menghemat energi mengurangi penggunaan energi, juga
membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
3) Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika
dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional: kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung
tiba-tiba. Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong
kemandirian dalam melakukan aktivitas.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan
berlebihan sehubungan dengan kebutuhan metabolik dan pola hidup yang
menonton.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
tidak terjadi perubahan nutrisi.

Kriteria hasil:
1) Mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dan kegemukan.
2) Menunjukkan perubahan pola makan (mis : pilihan makanan, kuantitas, dan
sebagainya), mempertahankan berat badan yang diinginkan dengan
pemeliharaan kesehatan optimal.
3) Melakukan/mempertahankan program olah raga yang tepat secara
individual.
Intervensi:
1) Kaji pemahaman pasien tentang hubungan langsung antara hipertensi dan
kegemukan.

Rasional: kegemukan adalah resiko tambahan pada tekanan darah tinggi


karena disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah jantung
berkaitan dengan peningkatan massa tubuh.
2) Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan
lemak, garam, dan gula sesuai indikasi.
Rasional: kesalahan kebiasaan makanan menunjang terjadinya aterosklerosis
dan kegemukan, yang merupakan predisposisi untuk hiprtensi dan
komplikasinya, misalnya stroke, penyakit ginjal, gagal jantung, kelebihan
masukan garam memperbanyak volume cairan intravaskular dan dapat
merusak ginjal, yang lebih memperburuk hipertensi.
3) Tetapkan keinginan pasien menurunkan berat badan.
Rasional: motivasi untuk penurunan berat badan adalah internal. Individu
harus berkeinginan untuk menurunkan berat badan, bila tidak maka program
sama sekali tidak berhasil.
4) Kaji ulang pemasukan kalori harian dan pilihan diet.
Rasional: mengidentivikasi kekuatan/kelemahan dalam program diet
terakhir. pembantu dalam menentukan kebutuhan individu untuk
penyesuaian/penyuluhan.
5) Tetapkan rencana penurunan berat badan yang realistik dengan pasien, mis:
penurunan berat badan 0,5 kg per minggu.
Rasional: penurunan masukan kalori seseorang sebanyak 500 kalori/hari
secara teori dapat menurunkan berat badan 0,5 kg/minggu. Penurunan berat
badan yang lambat mengindikasikan kehilangan lemak melalui kerja otot
dan umumnya dengan cara mengubah kebiasaan makan.
6) Dorong pasien untuk mempertahankan masukan makanan harian termasuk
kapan dan dimana makan dilakukan dan lingkungan dan perasaan sekitar
saat makanan dimakan.
Rasional: memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang
dimakan, dan kondisi emosi saat makan, membantu untuk memfokuskan
perhatian pada faktor mana pasien telah/dapat mengontrol perubahan.

7) Instruksikan dan bantu memilih makanan yang tepat, hindari makanan


dengan kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, eskrim, daging) dan
kolesterol (daging berlemak, kuning telur, produk kalengan, jeroan).
Rasional: menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol penting
dalam mencegah perkembangan aterogenesis.
8) Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi.
Rasional: Memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi kebutuhan
diet individual.
5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) berhubungan dengan kurang
pengetahuan atau daya ingat dan keterbatasan informasi.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
pasien sudah menyatakan pemahaman tentang proses penyakit.
Kriteria hasil:
1) Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan.
2) Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang
perlu diperhatikan.
3) Mempertahankan TD dalam parameter normal.

Intervensi:
1) Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar. Termasuk orang terdekat.
Rasional: kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena perasaan
sejahtera yang sudah lama dinikmati mempengaruhi minat pasien/orang
terdekat untuk mempelajari penyakit, kemajuan, dan prognosis.
2) Tetapkan dan nyatakan batas TD normal. Jelaskan tentang hipertensi dan
efeknya pada jantung, pembuluh darah, ginjal dan otak.
Rasional: memberikan dasar untuk pemahaman tentang penin gkatan TD dan
mengklarifikasi istilah medis yang sering digunakan, pemahaman bahwa TD
tinggi dapat terjadi tanpa gejala adalah ini untuk memungkinkan pasien
melanjutkan pengobatan meskipun ketika merasa sehat.
3) Hindari mengatakan TD normal dan gunakan istilah terkontrol dengan
baik saat menggambarkan TD pasien dalam batas yang diinginkan.

Rasional: karena pengobatan untuk hipertensi adalah sepanjang kehidupan,


maka dengan penyampaian ide terkontrol akan membantu pasien untuk
memahami kebutuhan untuk melanjutkan pengobatan/medikasi.
4) Bantu pasien dalam mengidentifikasi faktor-faktor resiko kardiovaskular
yang dapat diubah, mis: obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan kolesterol,
pola hidup mononton, merokok dasn minum alkohol (lebih dari 60 cc/hari
dengan teratur), pola hidup penuh stres.
Rasional: faktor-faktor resiko ini telah menunjukkan hubungan dalam
menunjang hipertensi dan penyakit kardiovaskular serta ginjal.
5) Atasi masalah dengan pasien untuk mengidentifikasi cara dimana perubahan
gaya hidup yang tepat dapat dibuat untuk mengurangi faktor-faktor diatas.
Rasional: faktor-faktor resiko dapat meningkatkan proses penyakit atau
memperburuk gejala, dengan mengubah pola perilaku yang
biasa/memberikan rasa aman dapat sangat menyusahkan, dukungan,
petunjuk dan empati dapat meningkatkan keberhasilan pasien dalam
menyelesaikan tugas ini.
6) Bahas pentingnya menghentikan merokok dan bantu pasien dalam membuat
rencana untuk berhenti merokok.
Rasional: nikotin meningkatkan pelepasan katekolamin, mengakibatkan
peningkatan frekuensi jantung, TD, dan vasokontriksi, mengurangi
oksigenasi jaringan, dan meningkatkan beban kerja miokardium.
7) Beri penguatan pentingnya kerja sama dalam regimen pengobatan dan
mempertahankan perjanjian tindak lanjut.
Rasional: kurangnya kerja sama adalah alasan umum kegagalan terapi
antihipertensif, oleh karenanya, evaluasi yang berkelanjutan untuk kepatuhan
pasien adalah penting untuk keberhasilan pengobatan, terapi yang efektif
menurunkan insiden stroke, gagal jantung, gangguan ginjal dan
kemungkinan MI.
8) Instruksikan dan peragakan teknik pemantauan TD mandiri. Evaluasi
pendengaran, ketajaman penglihatan dan keterampilan manual serta
koordinasi pasien.

Rasional: dengan mengajarkan pasien atau orang terdekat untuk memantau


tekanan darah adalah meyakinkan untuk pasien, karena hasilnya memberikan
penguatan visual/positif akan upaya pasien.
9) Bantu pasien untuk mengembangkan jadwal yang sederhana, memudahkan
untuk minum obat.
Rasional: dengan mengnidividualsisasikan jadwal pengobatan sehingga
sesuai dengan kebiasaan/kebutuhan pribadi pasien dapat memudahkan kerja
sama dengan regimen jangka panjang.
10) Jelaskan tentang obat yang diresep bersamaan dengan rasional, dosis, efek
samping yang diperkirakan serta efek yang merugikan, dan idiosinkrasi.
Rasional: informasi yang adekuat dan pemahaman bahwa efek samping
adalah umum dan sering menghilang dengan berjalannya waktu dengan
demikian meningkatkan kerja sama rencana pengobatan.
11) Sarankan untuk mengubah posisi, olah raga kaki saat berbaring.
Rasional: menurunkan bendungan vena perifer yang dapat ditimbulkan oleh
vasodilator dan duduk/berdiri terlalu lama.
12) Rekomendasikan untuk menghindari mandi air panas, ruang penguapan, dan
penggunaan alkohol yang berlebihan.
13) Rasional: mencegah vasodilatasi yang tak perlu dengan bahaya efek samping
yaitu pingsan dan hipotensi.
14) Anjurkan pasien untuk berkonsultasi dengan pemberi perawatan sebelum
menggunakan obat-obatan yang diresepkan atau tidak diresepkan.
15) Rasional: tindak kewaspadaan penting dalam pencegahan interaksi obat yang
kemungkinan berbahaya. Setiap obat yang mengandung stimulan saraf
simpatis dapat meningkatkan TD atau dapat melawan efek antihipertensif.
16) Instruksikan pasien tentang peningkatan masukan makanan/cairan tinggi
kalium, mis: jeruk, pisang, tomat, kentang, aprikot, kurma, buah ara, kismis,
gatorade, sari buah jeruk, dan minum yang mengandung tinggi kalsium, mis:
susu rendah lemak, yogurt atau tambahan kalsium sesuai indikasi.
Rasional: Diuretik dapat menurunkan kadar kalium, penggantian diet lebih
baik dari pada obat dan semua ini diperlukan untuk memperbaiki
kekurangan, beberapa penelitian menunjukkan bahwa mengkonsumsi
kalsium 400-200 mg per hari dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan
diastolik.memperbaiki kekurangan mineral dapat juga mempengaruhi TD.

17) Jelaskan rasional regimen diet yang diharuskan (biasanya diet rendah
natrium, lemak jenuh, dan kolesterol).
Rasional: kelebihan lemak jenuh, kolesterol, natrium, alkohol, dan kalori
telah didefinisikan sebagai resiko nutrisi dalam hipertensi, diet rendah lemak
dan tinggi lemak poli-tak jenuh menurunkan tekanan darah, kemungkinan
melalui keseimbangan prostaglandin, pada orang-orang normotensif dan
hipertensi.
18) Bantu pasien untuk mengidentifikasi sumber masukan natrium, (misalnya;
garam meja, makanan bergaram, daging dan keju olahan, saus, sup kaleng,
dan sayuran, soda kue, baking powder, MSG), tekankan pentingnya
membaca label kandungan makanan dan obat yang dijual bebas.
Rasional: diet rendah garam selama dua tahun mungkin sudah mencukupi
untuk mengontrol hipertensi sedang atau mengurangi jumlah obat yang
dibutuhkan.
19) Dorong pasien untuk menurunkan atau menghilangkan kafein, mis: kopi,
teh, cola, coklat.
Rasional: kafein adalah stimulan jantung dan dapat memberikan efek
merugikan pada fungsi jantung.
20) Tekankan pentingnya perencanaan/penyelesaian periode istirahat harian.
Rasional: dengan menyelingi istirahat dan aktivitas akan meningkatkan
toleransi terhadap kemajuan aktivitas
21) Anjurkan pasien untuk memantau respons fisiologis sendiri terhadap
aktivitas (misalnya: frekuensi nadi, sesak napas) laporkan penurunan
toleransi terhadap aktivitas, dan hentikan aktivitas yang menyebabkan nyeri
dada, sesak napas, pusing, keletihan berat, atau kelemahan.
Rasional: keterlibatan pasien dalam memantau toleransi aktivitasnya sendiri
penting untuk keamanan dan/atau memodifikasi aktivitas kehidupan seharihari.
22) Dorong pasien untuk membuat program olahraga sendiri seperti olahraga
aerobik (berjalan, berenang) yang pasien mampu lakukan. Tekankan
pentingnya menghindari aktivitas isometrik.
Rasional: Selain membantu menurunkan tekanan darah, aktivitas aerobik
merupakan alat menguatkan sistem kardiovaskular. Latihan isometrik dapat
meningkatkan kadar katekolamin serum, akan lebih meningkatkan TD.

23) Berikan informasi tentang sumber-sumber di masyarakat dan dukungan


pasien dalam membuat perubahan pola hidup.lakukan untuk rujukan bila ada
indikasi.
Rasional: Sumber-sumber dimasyarakat seperti Yayasan Jantung Indonesia,
coronary club. klinik berhenti merokok, rehabilitasi alkohol, program
penurunan berat badan, kelas penanganan stres, dan pelayanan konseling
dapat membantu pasien dalam upaya mengawali dan mempertahankan
perubahan pola hidup.
1.2.4

Implementasi
Implementasi merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan

dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang


telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan, dalam tahap ini perawat
harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan
pada pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman
tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien.
(Hidayat, 2004).
1.2.5

Evaluasi
Evaluasi keperawatan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara

melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak, di dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memilki pengetahuan dan
kemempuan dalam memahami respons terhadap intervensi keperawatan, kemempuan
menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam
menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil (Hidayat, 2004).

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, D. 2002. Buku Ajar Keperawatan Bedah. (Ed.8) Vol 1. Jakarta:
EGC.
Doenges, Marilynn E. 2009. Rencana Asuhan Keperewatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
Effendi Nasrul. 2007. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
EGC.
Friedman, M. Marylyn. 1988. Keperawatan Keluarga: Teori dan Praktik. Jakarta:
EGC.
Hidayat, A. Aziz. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Kapita
Selekta.
Muttaqin, Arif. 2009. Askep Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan
Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan. 2007. Ilmu dan Aplikasi Ilmu Pendidikan. PT.
Imperial Bhakti Utama.

Anda mungkin juga menyukai