Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN Ny.

R
DENGAN HIPERTENSI

Oleh:
Nama : Komang Ayu Krisnayanti
NIM : P07120221122
Absen : 21
Kelas : 1C
Prodi/Jurusan : S.Tr/ Keperawatan

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR


JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
HIPERTENSI
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal


tekanan darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkut darah dari jantung
dan memompa keseluruh jaringan dan organ–organ tubuh secara terus–menerus
lebih dari suatu periode (Irianto, 2014).
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan siastoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90
mmHg. Pada populasi manula hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik
160 mmHg dan tekanan diastoliknya 90 mmHg.
Klasifikasi Hipertensi
Tekanan darah TD Sistolik/mmhg TD Diastolik/mmHg
Normal < 120 dan < 80
Pre hipertensi 120-129 atau 80-89
Hipertensi stage I 140-159 atau 90-99
Hipertensi stage II > 160 atau > 100

2. Etiologi

a) Hipertensi esensial atau primer

Penyebab pasti dari hipertensi esensial belum dapat diketahui, sementara


penyebab sekunder dari hipertensi esensial juga tidak ditemukan. Pada
hipertensi esensial tidak ditemukan penyakit renivaskuler, gagal ginjal
maupun penyakit lainnya, genetik serta ras menjadi bagian dari penyebab
timbulnya hipertensi esensial termasuk stress, intake alkohol moderat,
merokok, lingkungan dan gaya hidup (Triyanto, 2014)

b) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder penyebabnya dapat diketahui seperti kelainan
pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid),
hiperaldosteronisme, penyakit parenkimal (Buss & Labus, 2013).

3. Gejala Klinis

Gambaran klinis pasien hipertensi meliputi nyeri kepala saat terjaga, kadang-
kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial.
Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi. Ayunan langkah yang tidak
mantap karena kerusakan susunan saraf pusat. Nokturia karena peningkatan aliran darah
ginjal dan filtrasi glomerulus. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan
tekanan kapiler. Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu
pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk
terasa pegal dan lainlain.

4. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk pasien hipertensi menurut


Amin & Hardhi (2015) adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan laboratorium
1. Hemoglobin/hematokrit: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap
volume cairan (viskositasi) dan dapat mengindikasikan faktor resiko
seperti: hipokoagulasi, anemia.
2. BUN/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
3. Glukosa: hiperglekemi (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin
4. Urinalisasi: darah, protein, glukosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal dan
adanya diabetes.
5. CT-Scan: mengkaji adanya tumor cerebral, enselopati
6. EKG: dapat menunjukan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi.
7. IVP: mengindikasikan penyebab hipertensi seperti: batu ginjal, parenkim
ginjal, dan ureter.

5. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis yang diterapakan pada penderita hipertensi adalah


sebagai berikut:
1) Terapi oksigen
2) Pemantauan hemodinamik
3) Pemantauan jantung
4) Obat-obatan/farmakologik
Menurut Susilo. Y dan Ari W (2011) pengobatan farmakologik pada
setiap penderita hipertensi memerlukan pertimbangan berbagai faktor seperti
beratnya hipertensi, kelainan organ dan faktor lain. Jenis obat anti hipertensi yang
sering digunakan adalah sebagai berikut :
a) Diuretik adalah obat yang memperbanyak kencing, mempertinggi pengeluaran
garam (NaCl). Dengan turunnya kadar Na+, maka tekanan darah akan turun,
dan efek hipotensinya kurang kuat. Obat yang banyak beredar adalah
spironolactone, HCT, chlortalidone, dan iodopanide.
b) Alfa-blocker adalah obat yang dapat memblokir reseptor alfa dan
menyebabkan vasodilatasi perifer serta turunnya tekanan darah. Karena efek
hipotensinya ringan sedangkan efek sampingnya agak kuat. Obat yang
termasuk dalam jenis alfa-blocker adalah prazosin dan terazosin.
c) Beta-blocker

Mekanisme kerja obat beta-blocker belum diketahui dengan pasti. Diduga


kerjanya berdasarkan beta blokase pada jantung sehingga mengurangi daya
dan frekuensi jantung. Obat yang terkenal dari jenis beta-blocker adalah
propanolol, atenolol, pindolol dan sebagainya.
d) Obat yang bekerja sentral

Obat yang bekerja sentral dapat mengurangi pelepasan noradrenalin


sehingga menurunkan aktivitas saraf adrenergik perifer dan turunnya tekanan
darah. Penggunaan obat ini perlu memperhatikan efek hipotensi ortostatik.
Obat yang termasuk dalam jenis ini adalah clonidine, gauanfacine, dan
metildopa.
e) Vasodilator

Obat vasodilator dapat langsung mengembangkan dinding arteriola


sehingga daya tahan pembuluh perifer berkurang dan tekanan darah menurun.
Obat yang termasuk dalam jenis ini adalah Hidralazine dan Ecarazine.
f) Antagonis kalsium

Mekanisme obat antagonis kalsium adalah menghambat pemasukan ion


kalsium ke dalam sel otot polos pembuluh dengan efek vasodilatasi dan
turunnya tekanan darah. Obat jenis antagonis kalsium adalah nifedipin dan
verapamil.
g) Penghambat ACE

Obat penghambat ACE ini menurunkan tekanna darah dengan cara


menghambat angiotension converting enzim yang berdaya vasoikonstriksi
kuat. Obat jenis ini yang popular adalah captopril (Ccpoten) dan enalapril.
6. Komplikasi
a) CVD/Stroke
Apabila pembuluh darah sudah menebal dan aliran darah tidak lagi
sempurna, sedikit dan tersendat maka otak akan menderita kekurangan
pasokan darah dan oksigen. Bila terjadi terus-menerus akan menyebabkan
infark dan bila terjadi ruptur akan menyebabkan stroke.
b) Hipertropi ventrikel kiri
Terjadi gangguan aliran darah ke jantung maka beban kerja jantung
meningkat untuk memenuhi suplai oksigen dan darah ke sistemik yang
apabila berlangsung lama dapat terjadi hipertropi ventrikel kiri.
c) Gagal ginjal
Terjadi ketika jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh.

7. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah


terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis keluar
dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatisdi toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai ketakutan dan kecemasan
dapat mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstroktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa
terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstroksi. Medula adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi
kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor
pembuluh darah. Vasokonstriksi yang menyebabkan penurunan aliran darah ke
ginjal, mengakibatkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan peningkatan volume intravaskuler.
Semua factor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Pertimbangan Gerontologis. Perubahan structural dan fungsional pada
system pembuluh darah perifer bertangguangjawab pada perubahan tekanan
darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi arterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan
daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh
jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan
peningkatan tahanan perifer.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai