Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

“HIPERTENSI”

EVI NOVIANA NINGSI

BT2001009

TINGKAT 2A

CI LAHAN CI INSTITUSI

Ns.Firkawati,S.kep A.Agus Muhajid,S.kep

AKADEMI KEPERAWATAN BATARI TOJA

WATAMPONE

2022
I. KONSEP MEDIS
a. Definisi
Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal
dan diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda. Seseorang
dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari
140/90 mmHg (Elizabeth dalam Ardiansyah M., 2012).
Menurut Price (dalam Nurarif A.H., & Kusuma H. (2016),
Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya
140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi tidak
hanya beresiko tinggi menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita
penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal, dan pembuluh darah dan makin
tinggi tekanan darah, makin besar resikonya.
Sedangkan menurut Hananta I.P.Y., & Freitag H. (2011),
Hipertensi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam
pembuluh darah arteri secara terus-menerus lebih dari suatu periode.
Hipertensi dipengaruhi oleh faktor risiko ganda, baik yang bersifat
endogen seperti usia, jenis kelamin dan genetik/keturunan, maupun yang
bersifat eksogen seperti obesitas, konsumsi garam, rokok dan kopi.
b. Etiologi
Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 golongan (Ardiansyah
M., 2012) :
1. Hipertensi primer (esensial) Hipertensi primer adalah hipertensi esensial
atau hiperetnsi yang 90% tidak diketahui penyebabnya. Beberapa faktor
yang diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial
diantaranya :
a) Genetik Individu dengan keluarga hipertensi memiliki potensi lebih
tinggi mendapatkan penyakit hipertensi.
b) Jenis kelamin dan usia Lelaki berusia 35-50 tahun dan wanita yang
telah menopause berisiko tinggi mengalami penyakit hipertensi.
c) Diit konsumsi tinggi garam atau kandungan lemak. Konsumsi garam
yang tinggi atau konsumsi makanan dengan kandungan lemak yang
tinggi secara langsung berkaitan dengan berkembangnya penyakit
hipertensi.
d) Berat badan obesitas Berat badan yang 25% melebihi berat badan
ideal sering dikaitkan dengan berkembangnya hipertensi.
e) Gaya hidup merokok dan konsumsi alkohol Merokok dan konsumsi
alkohol sering dikaitkan dengan berkembangnya hipertensi karena
reaksi bahan atau zat yang terkandung dalam keduanya.
2. Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang
diketahui penyebabnya. Hipertensi sekunder disebabkan oleh beberapa
penyakit, yaitu :
a) Coarctationaorta, yaitu penyempitan aorta congenital yang mungkin
terjadi beberapa tingkat pada aorta toraksi atau aorta abdominal.
Penyembitan pada aorta tersebut dapat menghambat aliran darah
sehingga terjadi peningkatan tekanan darah diatas area kontriksi.
b) Penyakit parenkim dan vaskular ginjal. Penyakit ini merupakan
penyakit utama penyebab hipertensi sekunder. Hipertensi
renovaskuler berhubungan dengan penyempitan
c) Satu atau lebih arteri besar, yang secara langsung membawa darah ke
ginjal. Sekitar 90% lesi arteri renal pada pasien dengan hipertensi
disebabkan oleh aterosklerosis atau fibrous dyplasia (pertumbuhan
abnormal jaringan fibrous). Penyakit parenkim ginjal terkait dengan
infeksi, inflamasi, serta perubahan struktur serta fungsi ginjal.
d) Penggunanaan kontrasepsi hormonal (esterogen). Kontrasepsi secara
oral yang memiliki kandungan esterogen dapat menyebabkan
terjadinya hipertensi melalui mekanisme renin-aldosteron-mediate
volume expantion. Pada hipertensi ini, tekanan darah akan kembali
normal setelah beberapa bulan penghentian oral kontrasepsi.
e) Gangguan endokrin. Disfungsi medulla adrenal atau korteks adrenal
dapat menyebabkan hipertensi sekunder. Adrenal-mediate
hypertension disebabkan kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan
katekolamin.
f) Kegemukan (obesitas) dan malas berolahraga.
g) Stres, yang cenderung menyebabkan peningkatan tekanan darah untuk
sementara waktu.
h) Kehamilan
i) Luka bakar
j) Peningkatan tekanan vaskuler
k) Merokok. Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin.
Peningkatan katekolamin mengakibatkan iritabilitas miokardial,
peningkatan denyut jantung serta menyebabkan vasokortison yang
kemudian menyebabkan kenaikan tekanan darah
c. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak dipusat vasomotor pada medulla diotak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis
di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk implus yang bergerak kebawah melalui system saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron pre-ganglion melepaskan
asetilkolin, yang merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh
darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor, seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap
rangsang vasokonstriktor. Klien dengan hipertensi sangat sensitive
terhadap norepineprin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut dapat terjadi.
Pada saat bersamaan ketika system saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula
adrenal menyekresi epineprin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal menyekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan
renin.
Renin yang dilepaskan merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II , vasokontriktor kuat, yang
pada akhirnya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.
Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume instravaskuler. Semua factor tersebut
cenderung menyebabkan hipertensi (Aspiani, 2016).

Gangguan
Gangguan pola Intoleransi mobilitas Defisit
tidur Aktifitas perawatan
diri
d. Manifestasi Klinik
Menurut Tambayong (dalam Nurarif A.H., & Kusuma H., 2016),
tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
1. Tidak ada gejala Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan
dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh
dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan
pernah terdiagnosa jika tekanan darah tidak teratur.
2. Gejala yang lazim Seing dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai
hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataanya ini
merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang
mencari pertolongan medis. Beberapa pasien yang menderita hipertensi
yaitu :
a) Mengeluh sakit kepala, pusing
b) Lemas, kelelahan
c) Sesak nafas
d) Gelisah
e) Mual
f) Muntah
g) Epistaksis
h) Kesadaran menurun
e. Komplikasi
Menurut Ardiansyah, M. (2012) komplikasi dari hipertensi adalah :
1. Stroke
Stroke akibat dari pecahnya pembuluh yang ada di dalam otak atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh nonotak. Stroke bisa terjadi
pada hipertensi kronis apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak
mengalami hipertrofi dan penebalan pembuluh darah sehingga aliran
darah pada area tersebut berkurang. Arteri yang mengalami aterosklerosis
dapat melemah dan meningkatkan terbentuknya aneurisma.
2. Infark Miokardium
Infark miokardium terjadi saat arteri koroner mengalami
arterosklerotik tidak pada menyuplai cukup oksigen ke miokardium
apabila terbentuk thrombus yang dapat aliran darah melalui pembuluh
tersebut. Karena terjadi hipertensi kronik dan hipertrofi ventrikel maka
kebutuhan okigen miokardioum tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi
iskemia jantung yang menyebabkan infark.
3. Gagal Ginjal
Kerusakan pada ginjal disebabkan oleh tingginya tekanan pada
kapiler-kapiler glomerulus. Rusaknya glomerulus membuat darah
mengalir ke unti fungsionla ginjal, neuron terganggu, dan berlanjut
menjadi hipoksik dan kematian. Rusaknya glomerulus menyebabkan
protein keluar melalui urine dan terjadilah tekanan osmotic koloid plasma
berkurang sehingga terjadi edema pada penderita hipertensi kronik.
4. Ensefalopati
Ensefalopati (kerusakan otak) terjadi pada hipertensi maligna
(hipertensi yang mengalami kenaikan darah dengan cepat). Tekanan yang
tinggi disebabkan oleh kelainan yang membuat peningkatan tekanan
kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium diseluruh
susunan saraf pusat. Akibatnya neuro-neuro disekitarnya terjadi koma
dan kematian.
Kompikasi hipertensi menurut (Trianto, 2014):

1. Penyakit jantung

Komplikasi berupa infark miokard, angina pectoris, dan gagal


jantung.

2. Ginjal

Terjadinya gagal ginjal dikarenakan kerusakan progresif akibat


tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Rusaknya
glomerulus, darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal dan
nefron akan terganggu sehingga menjadi hipoksik dan kematian.
Rusaknya membrane glomerulus , protein akan keluar melalui urin
sehingga tekanan osmotic koloid plasma berkurang dan menyebabkan
edema.

3. Otak

Komplikasi berupa stroke dan serangan iskemik. Stroke dapat


terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi
otak mengalami hipertrofi dan menebal sehingga aliran darah ke
daerahdaerah yang diperdarahi berkurang.

4. Mata

Komplikasi berupa perdarahan retina, gangguan


penglihatan,hingga kebutaan.

5. Kerusakan pada pembuluh darah arteri

Jika hipertensi tidak terkontrol, dapat terjadi kerusakan dan


penyempitan arteri atau yang sering disebut dengan aterosklerosis dan
arterosklerosis (pengerasan pembuluh darah).

f. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan antisan covid: untuk mengetahui adanya reaktif atau non
reaktif pada pasien.
2. Pemeriksaan DL atau darah lengkap: untuk menegetahui adanya reaktif
dan non reaktif pada pasien.
g. Penatalaksanaan medis
Tujuan deteksi dan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan
risiko penyakit kardiovaskular dan mortalitas serta morbiditas yang
berkaitan. Tujuan terapi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan
sistolik dibawah 140 mmHg dan tekanan distolik dibawah 90 mmHg dan
mengontrol factor risiko. Hal ini dapat dicapai melalui modifikasi gaya
hidup saja, atau dengan obat antihipertensi (Aspiani, 2016).
Penatalaksanaan faktor risiko dilakukan dengan cara pengobatan
setara non-farmakologis, antara lain:
1. Pengaturan diet Berbagai studi menunjukan bahwa diet dan pola hidup
sehat atau dengan obat-obatan yang menurunkan gejala gagal jantung
dan dapat memperbaiki keadaan hipertrofi ventrikel kiri. Beberapa diet
yang dianjurkan:
a) Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan tekanan darah
pada klien hipertensi. Dengan pengurangan konsumsi garam dapat
mengurangi stimulasi system renin-angiotensin sehingga sangat
berpotensi sebagai anti hipertensi. Jumlah asupan natrium yang
dianjurkan 50-100 mmol atau setara dengan 3-6 gram garam per
hari.
b) Diet tinggi kalium, dapat menurunkan tekanan darah tetapi
mekanismenya belum jelas. Pemberian kalium secara intravena
dapat menyebabkan vasodilatasi, yang dipercaya dimediasi oleh
oksidanitrat pada dinding vascular.
c) Diet kaya buah dan sayur
d) Diet rendah kolestrol sebagai pencegah terjadinya jantung koroner.
2. Penurunan berat badan.
Mengatasi obesitas pada sebagian orang, dengan cara menurunkan
berat badan mengurangi tekanan darah, kemungkinan dengan
mengurangi beban kerja jantung dan volume sekuncup. Pada beberapa
studi menunjukan bahwa obesitas berhubungan dengan kejadian
hipertensi dan hipertrofi ventrikel kiri. Jadi, penurunan berat badan
adalah hal yang sangat efektif untuk menurunkan tekanan darah.
3. Olahraga.
Olahraga teratur seperti berjalan, lari,berenang, bersepeda
bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah dan memperbaiki keadaan
jantung.
4. Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat
Berhenti merokok dan tidak mengonsumsi alcohol, penting untuk
mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok diketahui
menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan
kerja jantung. (Aspiani, 2016).
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, bangsa, alamat.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan hal yang pertama kali dikeluhkan klien
kepada perawat / pemeriksa
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Tanyakan pada klien sejak kapan keluhan dirasakan, kapan
timbulnya keluhan & apakah menetap atau hilang timbul', hal apa yang
mengakibatkan terjadinya keluhan, apa saja yang dilakukan untuk
mengurangi keluhan yang dirasakan, tanyakan pada klien apakah klien
sering mengkomsumsi obat tertentu atau tidak.

P: Yang menjadi penyebab timbulnya nyeri


Nyeri diperberat, jika (beraktifitas, duduk, berdiri, olahraga, jalan,
membungkuk, batuk).
Nyeri berkurang, jika (tirah baring, istirahat, miring kanan/kiri, relaksasi,
obat-obatan).
Q: Kualitas nyeri : (tertusuk, tajam, diris-iris, ngilu, terbakar, tertekan,
kaku/kesemutan.
R: Lokasi Nyeri : apakah nyeri menjalar/menyebar? (tidak/ya)
sebutkan.
S: Skala Nyeri (ringan, sedang, berat)
T: Nyeri terjadi sejak? : frekuenzi nyeri (kadang kala, hilang timbul,
sering, menetap)
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Tanyakan pada klien apakah klien dulu pernah menderita penyakit
yang sama sebelumnya, apakah klien pernah mengalami kecelakaan atau
trauma, apakah klien pernah menderita penyakit gangguan tulang atau otot
sebelumnya.
e. Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya tidak ada pengaruh penyakit keturunan dalam keluarga.

2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis yang mungkin muncul pada kasus dispepsia yaitu:
1) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot.
2) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur..
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas.
3. Intervensi Keperawatan
3.Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan inisiatif dari rencana tindakan


untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah
rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu
rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor
yang mempengaruhi masalah kesehatan klien .
Pada waktu perawat memberikan pelayanan keperawatan, proses
pengumpulan dan analisa data berjalan terus-menerus, guna perubahan
atau penyesuaian tindakan keperawatan, pengorganisasian pekerjaan
perawat serta lingkungan fisik untuk pelayanan yang dilakukan.

4.Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap ahkir dari proses keperawatan. Evaluasi
menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah
direncanakan dengan merupkan perbandingan dari hasil yang diamati
dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan. Pernyataan
evaluasi terdiri dari dua komponen yaitu data yang tercatat yang
menyatakan kasus kesehatan sekarang dan pernyataan konklusi yang
menyatakan efek dari tindakan yang di berkan pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, R. yuli. (2016). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskular.

Jasa, Z. K., Saleh, S. C., & Rahardjo, S. (n.d.). Dan Intraventrikular Yang
Dilakukan Vp-Shunt Emergensi Outcome Of Patients With Intracerebral And
Intraventricular Haemorrhage After An Emergency Vp-Shunt InsertioN. 1(3),
158–162.

Trianto,(2014). Pelayanan Peperawatan Pagi Penderita Hipertensi.Jakarta: Bumi


Aksara.

Depkes, 2014, HIPERTENSI, Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI.

Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi, Direktorat


Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Direktorat Jenderal PP & PL,
Kementerian Kesehatan R.I., 2006.

Tim Pokja SDKI DPP, PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat: Jakarta Selatan.

Tim Pokja SIKI DPP, PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat: Jakarta Selatan.

Tim Pokja SIKI DPP, PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat: Jakarta Selatan.

Anda mungkin juga menyukai