PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma spinal atau cedera pada tulang belakang adalah cedera yang mengenai
servikalis, vertebralis dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang
belakang. Trauma pada tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak pada tulang
belakang yaitu ligamen dan diskus, tulang belakang sendiri dan susmsum tulang
belakang atau spinal kord (Arif Muttaqin, 2008).
Cedera medulla sinalis kebanyakan (80%) terjadi pada usia sekitar 15-30
tahun. Kebanyakan dialami oleh laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan
8:1, sebagian besar penyebabnya karena kecelakaan lalulintas dan kecelakaan kerja.
Sedangkan penyebab lainya adalah karena jatuh dari ketinggian, cidera olah raga, RA
(Reumatoid Artritis) atau osteoporosis bahkan akibat penganiayaan. Dari data yang
diperoleh di Amerika serikat tingkat insiden ini mencapai 40 kasus per 1 juta
penduduk setiap tahunnya, di perkirakan 12.000 kasus baru pertahun. Sekarang
diperkirakan terdapat 183.000-230.000 pasien dengan cidera medulla spinalis yang
masih bertahan hidup di Amerka Serikat. Sedangkan dari RSUD Dr.Soetomo
Surabaya Jawa Timur ditemukan 111 kasus pertahun utuk kejadian cidera medulla
spinalis. Pasien dengan cedera medulla spinalis memerlukan penyesuaian terhadap
berbagai aspek, antara lain masalah mobilitas yang terbatas, psikologis, urologis,
pernafasan, kulit, disfungsi seksual, dan ketidakmampuan untuk bekerja.
Menurut UU No. 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan, Keperawatan adalah
kegiatan pemberian asuhan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat,
baik dalam keadaan sakit maupun sehat. Perawat mempunyai peranan yang sangat
penting dalam setiap tindakan keperawatan. Intervensi keperawatan yang tepat
diperlukan untuk merawat klien baik secara fisik maupun psikis. Dalam hal ini, peran
perawat sangat dibutuhkan dalam membantu klien yang mengalami cedera medulla
spinalis agar mempu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan
aktivitas daily living untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Oleh karena itu,
kami sempat tertarik untuk membahas asuhan keperawatan pada klien dengan cedera
medulla spinalis.
1
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian trauma medula spinalis?
2. Bagaimana etiologi trauma medula spinalis?
3. Bagaimana patofisiologi trauma medula spinalis?
4. Bagaimana pathways trauma medula spinalis?
5. Apasajah manifestasi klinis trauma medula spinalis?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik trauma medula spinalis?
7. Bagaimana komplikasi trauma medula spinalis?
8. Bagaimana penatalaksanaan medis trauma medula spinalis?
9. Bagaimana pengkajian keperawatan pada pasien trauma medula spinalis?, dan,
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Tn. S dengan gangguan sistem
persyarafan akibat trauma medula spinalis?.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan Laporan Kasus ini adalah agar penulis dapat mengetahui
asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma medula spinalis di Rumah Sakit.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat mengetahui dan mampu:
a. Melakukan pengkajian trauma medula spinalis
b. Merumuskan diagnosa keperawatan
c. Menyususn intervensi keperawatan
d. Melakukan implementasi keperawatan
e. Melakukan evaluasi keperawatan
f. Melakukan dokumentasi keperawatan pada Tn.S dengan gangguan trauma
medula spinalis
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar
1. Definisi
Trauma medulla spinalis atau Spinal Cord Injury (SCI)
didefinisikan sebagai cidera atau kerusakan pada medulla spinalis yang
menyebabkan perubahan fungsional, baik secara mental maupun
permanen, pada fungsi motorik, sensorik, atau otonom. Trauma pada
medulla spinalis dapat bervariasi dari trauma ekstensi fiksasi ringan yang
terjadi akibat benturan secara mendadak sampai yang menyebabkan
transeksi lengkap dari medulla spinalis dengan quadriplegia (Fransiska B.
Batticaca 2008).
Cedera medula spinalis (CMS) atau spinal cord injury (SCI )
ditandai dengan adanya tetralegia atau paraplegia, parsial atau komplit,
dan tingkatan atau level tergantung area terjadinya lesi atau CMS.
Tetraplegia atau quadriplegia adalah kehilangan fungsi sensorik dan
motorik di segmen servikal medulla spinalis. Sedangkan paraplegia adalah
gangguan fungsi sensorik dan motorik di segmen thorakal, lumbal dan
sakrum ( Kirshblum & Benevento, 2009).
Cedera Medula Spinalis adalah cedera yang mengenai Medula
Spinalis baik itu bagian servikalis, torakalis, lumbal maupun sakral akibat
dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang. (Arif Muttaqin,2008).
2. Etiologi
Menurut Arif Muttaqin (2008) penyebab dari cidera medulla
spinalis adalah :
a. Otomobil/industri
Kecelakaan yang hebat dapat menyebabkan suatu benturan dari
organ tubuh salah satu yang terjadi adalah cidera tulang belakang
secara langsung yang mengenai tulang belakang dan melampui batas
kemampuan tulang belakang dalam melindungi saraf –saraf yang
berada didalamnya
b. Terjatuh/olahraga
3
Peristiwa jatuh karena suatu kegiatan merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi terjadinya cidera salah satunya karena kegiatan
olahraga yang berat contohnya adalah olahraga motor GP , lari,
lompat.
c. Luka tusuk/tembak
Luka tusuk pada abdomen atau tulang belakang dapat dikatakan
menjadi faktor terjadinya cidera karena terjadi suatu perlukaan atau
insisi luka tusuk atau luka tembak.
d. Tumor
Tumor merupakan suatu bentuk peradangan, jika terjadi komplikasi
pada daerah tulang belakang spinal, Ini merupakan bentuk cidera
tulang belakang/medulla spinalis
3. Patofisiologi
Menurut Arif Muttaqin 2008, kerusakan medulla spinalis berkisar
dari komosis sementara (dimana pasien sembuh sempurna) sampai
kontusio, laserasi, dan kompresi substansi medulla (baik salah satu atau
dalam kombinasi), sampai transeksi lengkap medulla (yang membuat
pasien paralisis di bawah tingkat cedera). Bila hemoragi terjadi pada
daerah medulla spinalis darah dapat merembes ke ekstradural, subdural
atau daerah subarakhnoid pada kanal spinal. Segera setelah terjadi
kontusion atau robekan akibat cedera, serabut-serabut saraf mulai
membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke substansi grisea medulla
spinalis menjadi terganggu. Tidak hanya hal ini saja yang terjadi pada
cedera pembuluh darah medulla spinalis, tetapi proses patogenik dianggap
menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cedera medulla spinalis akut.
Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulkan iskemia,
hipoksia, edema, dan lesi-lesi hemoragi, yang pada gilirannya
mengakibatkan mielin dan akson. Reaksi sekunder ini, diyakini menjadi
penyebab prinsip degenerasi medulla spinalis pada tingkat cedera,
sekarang dianggap reversibel 4 sampai 6 jam setelah cedera. Untuk itu jika
kerusakan medulla tidak dapat diperbaiki, maka beberapa metode
mengawali pengobatan dengan menggunakan kortikosteroid dan obat-obat
antiinflamasi lainnya yang dibutuhkan untuk mencegah kerusakan
4
sebagian dari perkembangannya, masuk kedalam kerusakan total dan
menetap.
4. Pathway
5
5. Tanda dan Gejala
Menurut Diane C. Baughman (2000) tanda dan gejala Medula
Spinalis Meliputi :
1. Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang
terkena
2. Paraplegia
3. Tingkat neurologic
4. Paralisis sensorik motorik total
5. Kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung
kemih)
6. Penurunan keringat dan tonus vasomotor
7. Penurunan fungsi pernafasan
8. Gagal nafas
9. Pernafasan dangkal
6. Penatalaksanaan
Menurut Francisca B. Batticaca,(2008) penatalaksanaan Medula
Spinalis Meliputi:
a. Terapi dilakukan untuk mempertahankan fungsi neurologis yang masih
ada, memaksimalkan pemulihan neurologis, tindakan atas cidera lain,
yang menyertai, mencegah, serta mengobati komplikasi dan kerusakan
neural lebih lanjut. Reabduksi atas subluksasi (dislokasi sebagian pada
sendi di salah satu tulang-ed). Untuk mendekompresi koral spiral dan
tindakan imobilisasi tulang belakang untuk melidungi koral spiral.
b. Operasi lebih awal sebagai indikasi dekompresi neural, fiksasi internal,
atau debrideben luka terbuka.
c. Fikasi internal elekif dilakukan pada klien dengan ketidakstabilan
tulang belakang, cidera ligaemn tanpa tanpa fraktur, deformitas tulang
belakang progresif, cidera yang tak dapat direbduksi, dan fraktur non-
union.
d. Terapi steroid, nomidipin, atau dopamine untuk perbaiki aliran darah
koral spiral. Dosis tertinggi metil prednisolon/bolus adalah 3mg/kgBB
diikuti 5,4 mg/kgBB/jam untuk 23 jam berikutnya. Bila diberikan
dalam 8 jam sejak cedera akan memperbaiki pemulihan neurologis.
6
Gangliosida mungkin juga akan memperbaiki pemulihan setelah
cedera koral spiral.
e. Penilaian keadaan neurologis setiap jam, termasuk pengamatan fungsi
sensorik, motorik, dan penting untuk melacak deficit yang progresif
atau asenden.
f. Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat, fungsi ventilasi, dan
melacak keadaan dekompensasi.
g. Pengelolaan cedera stabil tanpa deficit neurologis seperti angulasi atau
baji dari bahan luas tulang belakang, fraktr psoses transverses,
spinosus, dan lainnya, tindakannya simptomatis (istirahat baring
hingga nyeri berkurang), imobilisasi dengan fisioterapi untuk
pemulihan kekuatan otot secara bertahap.
h. Cedera tak stabil disertai deficit neurologis. Bila terjadi pergeseran,
fraktur memerlukan reabduksi dan posisi yang sudah baik harus
dipertahankan.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien fraktur
lumbal menurut Mahadewa dan Maliawan, (2009) adalah :
1) Foto Polos
Pemeriksaan foto yang terpenting adalah AP Lateral
dan Oblique view. Posisi lateral dalam keadaan fleksi dan
ekstensi mungkin berguna untuk melihat instabilitas ligament.
Penilaian foto polos, dimulai dengan melihat kesegarisan pada
AP dan lateral, dengan identifikasi tepi korpus vertebrae, garis
spinolamina, artikulasi sendi facet, jarak interspinosus. Posisi
oblique berguna untuk menilai fraktur interartikularis, dan
subluksasi facet.
2) CT Scan
CT scan baik untuk melihat fraktur yang kompleks, dan
terutama yang mengenai elemen posterior dari medulla spinalis.
Fraktur dengan garis fraktur sesuai bidang horizontal, seperti
Chane fraktur, dan fraktur kompresif kurang baik dilihat
7
dengan CT scan aksial. Rekonstruksi tridimensi dapat digunakan
untuk melihat pendesakan kanal oleh fragmen tulang, dan melihat
fraktur elemen posterior.
3) MRI
MRI memberikan visualisasi yang lebih baik terhadap
kelainan medulla spinalis dan struktur ligament. Identifikasi
ligament yang robek seringkali lebih mudah dibandingkan yang
utuh. Kelemahan pemakaian MRI adalah terhadap penderita yang
menggunakan fiksasi metal, dimaka akan memberikan artefact
yang mengganggu penilaian fisik. Kombinasi antara foto polos,
CT Scan dan MRI, memungkinkan kita bias melihat kelainan
pada tulang dan struktur jaringan lunak (ligament, diskus dan
medulla spinalis).
4) Elektromiografi dan Pemeriksaan Hantaran Saraf
Kedua prosedur ini biasannya dikerjakan bersama-sama
satu sampai dua minggu setelah terjadinya trauma.
Elektromiografi dapat menunjukan adanya denerfasi pada
ekstremitass bawah. Pemeriksaan pada otot paraspinal dapat
membedakan lesi pada medulla spinalis atau cauda equine,
dengan lesi pada pleksus lumbal atau sacral
b. Sedangkan menurut Arif Mutaqim, (2005) pemeriksaan radiologi
yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Pemeriksaan Rontgen
Pada pemeriksaan Rontgen, rnanipulasi
penderita harus dilakukan secara hati-hati. Pada fraktur C-2,
pemeriksaan posisi AP dilakukan secara khusus dengan
membuka mulut. Pemeriksaan posisi AP secara lateral dan
kadang-kadang oblik dilakukan untuk menilai hal-hal sebagai
berikut.
a) Diameter anteroposterior kanal spinal.
b) Kontur, bentuk, dan kesejajaran vertebra.
c) Pergerakan fragmen tulang dalam kanal spinal.
8
d) Keadaan simetris dari pedikel dan prosesus
spinosusKetinggian ruangan diskus
intervertebralisPembengkakanjaringan lunak.
2) Pemeriksaan CT-scan terutama untuk melihat fragmentasi dan
pergeseran fraktur dalam kanal spinal
3) Pemeriksaan CT-scan dengan mielografi.
4) Pemeriksaan MRI terutama untuk melihat jaringan lunak, yaitu
diskus intervertebralis dan ligamentum flavum serta lesi dalam
sumsum medulla spinalis.
8. Komplikasi
a. Neurogenik shock
Syok Neurogenik adalah kondisi medis yang ditandai dengan
ketidakcukupan aliran darah ke tubuh yang disebabkan karena
gangguan sistem saraf yang mengendalikan konstriksi dari pembuluh-
pembuluh darah. Gangguan ini menyebabkan kehilangan sinyal saraf
tiba-tiba, yang menyebabkan terjadinya relaksasi dan pelebaran
pembuluh-pembuluh darah
b. Hipoksia.
Hipoksia merupakan kondisi di mana berkurangnya suplai oksigen
ke jaringan di bawah level normal yang tentunya tidak dapat
memenuhi kebutuhan tubuh.
c. Hipoventilasi
Hipoventilasi adalah kurangnya ventilasi dibandingkan dengan
kebutuhan metabolik, sehingga terjadi peningkatan PCO2 dan asidosis
respiratorik
d. Instabilitas spinal
Instabilitas spinal adalah hilangnya kemampuan jaringan lunak
pada spinal (contoh : ligamen, otot dan diskus) untuk mempertahankan
kontrolintersegmental saat terjadinya beban atau stress fisiologis.
e. Orthostatic Hipotensi
Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan darah yang terjadi
tiba-tiba saat berubah posisi dari telentang ke posisi duduk atau tegak.
9
Hal ini lebih sering pada pasien yang mengambil obat antihipertensi.
Gejala seperti lemah tiba-tiba, pusing, terasa pingsan dan pingsan
dapat terjadi.
f. Ileus Paralitik
Ileus paralitik adalah keadaan abdomen akut berupa kembung
distensi usus karena usus tidak dapat bergerak (mengalami
dismolititas).
g. Infeksi saluran kemih
Infeksi Saluran Kemih adalah infeksi bakteri yang mengenai
bagian dari saluran kemih. Ketika mengenai saluran kemih bawah
dinamai sistitis (infeksi kandung kemih) sederhana, dan ketika
mengenai saluran kemih atas dinamai pielonefritis (infeksi ginjal).
h. Kontraktur
Kontraktur adalah hilangnya atau kurang penuhnya lingkup gerak
sendi secara pasif maupun aktif karena keterbatasan sendi, fibrosis
jaringan penyokong, otot dan kulit.
i. Dekubitus
Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan
dibawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat
adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga
mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat. Dekubitus atau
luka tekan adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir yang disebabkan
karena adanya kompresi jaringan yang lunak diatas tulang yang
menonjol (bony prominence) dan adanya tekanan dari luar dalam
jangka waktu yang lama.
j. Inkontinensia blader
Inkontinensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih
yang tidak terkendali atau terjadi di luar keinginan.
(Brunner&Suddarth, 2002).
k. Konstipasi (Fransisca B. Batticaca 2008)
Konstipasi adalah kondisi tidak bisa buang air besar secara
teratur atau tidak bisa sama sekali. Jika mengalaminya, Anda biasanya
akan mengalami gejala-gejala tertentu. Misalnya tinja Anda menjadi
keras dan padat dengan ukuran sangat besar atau sangat kecil.
10
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian :
a. Aktivitas dan istirahat
Tanda :
Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok spinal) pada
bawah lesi.
Kelemahan umum atau kelemahan otot (trauma dan adanya
kompresi saraf).
b. Sirkulasi
Gejala : berdebar-debar , pusing saat melakukan perubahan posisi.
Tanda :
Hipotensi , hipotensi postural , ektremitas dingin dan pucat.
Hilangnya keringat pada daerah yang terkena.
c. Eliminasi
Tanda :
Inkontinensia defekasi dan berkemih .
Retensi urine.
Distensi berhubungan dengan omen , peristaltic usus hilang.
Melena , emesis berwarna seperti kopi, tanah (hematemesis).
d. Inegritas ego
Gejala : menyangkal , tidak percaya , sedih , marah.
Tanda : takut , cemas , gelisah , menarik diri.
e. Makanan dan cairan
Tanda :
Mengalami distensi yang berhubungan dengan omentum.
Peristaltic usus hilang ( ileus paralitik )
f. Hygiene
Tanda : sangat ketergantungan dalam melakukan aktivitas sehari-
hari (bervariasi).
11
g. Neurosensorik
Gejala :
Kebas , kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki.
Paralisis flaksid atau spastisitas dapat terjadi saat syok spinal
teratasi , bergantung pada area spinal yang sakit.
Tanda :
Kelumpuhan , kesemutan (kejang dapat berkembang saat
terjadi perubahan pada syok spinal ).
Kehilangan tonus otot atau vasomotor.
Kehilangan atau asimetris termasuk tendon dalam.
Perubahan reaksi pupil , ptosis , hilangnya keringat dari
berbagai tubuh yang terkena karena pengaruh spinal.
h. Nyeri /kenyamanan
Gejala :
Nyeri atau nyeri tekan otot.
Hiperestesia tepat di daerah trauma
Tanda :
Mengalami deformitas.
Postur dan nyeri tekan vertebral.
i. Pernapasan
Gejala : napas pendek , kekurangan oksigen , sulit bernapas.
Tanda : pernapasan dangkal atau labored , periode apnea ,
penurunan bunyi napas, ronkhi , pucat, sianosis.
j. Keamanan
Gejala : suhu yang berluktuasi ( suhu tubuh di ambil dalam suhu
kamar ).
k. Seksualitas
Gejala : keinginan untuk kembali berfungsi normal
Tanda : ereksi tidak terkendali (pripisme) , menstruasi tidak teratur.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d kompresi akar saraf servikalis
b. Ketidakefektifan pola nafas b.d kerusakan tulang punggung ,disfungsi
neurovascular, kerusakan system muskuloskletal
12
c. Resiko penurunan curah jantung b.d kerusakan jaringan otak.
d. Gangguan atau kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan
gangguan neurovascular
e. Ketidaseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
b.d ketidakmampuan menelan sekunder terhadap paralisis
f. Risiko cedera atau trauma yang b.d paralisis
3. Intervensi
2 Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan intervensi a. Observasi tanda vital tiap jam atau sesuai respons klien.
nafas b.d kerusakan selama 1×24 jam, dengan
b. Istirahatkan klien dalam posisi semiflowler.
tulang punggung kriteria:
,disfungsi neurovascular, c. Pertahankan oksigenasi NRM 8-
kerusakan system
10/mnt.
muskuloskletal
a. Klien akan merasa d. Kolaborasi pemeriksaan AGD.
nyaman.
b. Klien mengatakan
sesak berkurang dan
dapat membandingkan
dengan keadaan sesak
pada saat serangan
yang berbeda waktu.
c. TTV dalam batas
normal
d. AGD dalam
batas normal
3 Resiko penurunan curah Setelah dilakukan intervensi a. Ubah posisi klien secara berangsur.
jantung b.d kerusakan keperawatan, klien tidak
b. Atur posisi klien bedrest.
jaringan otak. menunjukkan adanya
13
peningkatan TIK, dengan c. Jaga suasana tenang
kriteria:
d. Kurangi cahaya ruangan.
a. Klien akan mengatakan e. Tinggikan kepala
tidak sakit kepala dan
f. Konsul dengan dokter untuk pemberian therapy obat.
merasa nyaman.
b. Mencegah cedera
c. GCS dalam batas normal
(E4, V5,M6).
d. Peningkatan
pengetahuan pupil
membaik.
e. Tanda vital dalam batas
normal.
4. Impementasi
Menurut Setiadi,(2012) dalam buku Konsep & Penulisan Asuhan
Keperawatan, implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan.
5. Evaluasi
Menurut Setiadi,(2012) dalam buku Konsep & Penulisan Asuhan
Keperawatan, Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang
sistematis dan terencaan tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan
klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.
14
BAB III
TINJAUAN KASUS
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data
1) Identitas
a) Identitas klien
Nama : Tn. S
Umur : 38 Tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Status : Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Buruh pabrik
Diagnosa Medis : Medulla Spinalis
No.Reg : xxx-xxx
Alamat : Cirebon
b) Identitas penanggung jawab
Nama : Tn. D
Umur : 23 Tahun
Pekerjaan : Buruh pabrik
Hubungan dengan klien : Anak
Alamat : Cirebon
2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat kesehatan terdahulu
Klien mengatakan bahwa klien baru pertama kali dirawat di rumah sakit,
15
b) Riwayat penyakit sekarang
Klien mengatakan sudah mengalami nyeri lebih dari 1 minggu setelah
mengalami nyeri hebat, keluarga klien panik dengan kondisi klien, klien
klien minum obat nyeri dan nyeri bertambah apabila klien melakukan
klien sangat mengganggu aktifitas dan istirahat, nyeri pada bagian tulang
16
3) Data biologis
No Pola Sebelum sakit Selama sakit
1 Nutrisi:
a. Makan
1) Frekuensi 3xsehari 3xsehari
2) Porsi 1 porsi ½ porsi
3) Menu makanan Nasi, lauk pauk Nasi, lauk pauk
4) Pantangan Tidak ada Tidak ada
b. Minum
1) Frekuensi 8xsehari 6xsehari
2) Jumlah 2000cc 1500cc
3) Jenis minuman Air putih Air putih
4) Pantangan Tidak ada Tidak ada
2 Eliminasi
a. BAB
1) Frekuensi 1xsehari 1xsehari
2) Konsistensi Lembek Lembek
3) Warna Kuning Kuning
4) Bau Khas Khas
5) Masalah Tidak ada Tidak ada
b. BAK
1) Frekuensi 6xsehari 6xsehari
2) Jumlah 1500cc 1200 cc
3) Bau Khas Khas
4) Warna Kuninng jernih Kuning jernih
5) Masalah Tidak ada Tidak ada
3 Istirahat dan tidur
a. Siang
1) Frekuensi 1 x sehari 1 x sehari
2) Lamanya 2 jam 2 jam
3) Kualitas Nyenyak Tidak nyenyak
4) Masalah Tidak ada Susah tidur
b. Malam
17
1) Frekuensi 1 x semalam 1 x semalam
2) Lamanya 8 jam 4 jam
3) Kualitas Nyenyak Tidak nyenyak
4) Masalah Susah tidur
4 Personal hygiene
a. mandi 2 x sehari 1 x seahri
b. gosok gig 2 x sehari 1 x sehari
c. cuci rambut 1 x sehari 1 x sehari
d. gunting kuku 1 x seminggu Belum pernah
e. ganti pakaian 1 x sehari 1 x sehari
f. masalah Tidak ada Tidak ada
5 Aktivitas Mandiri Di bantu
a. masalah Tidak ada Gangguan
mobilitas fisik
5) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Keadaan umum sedang, klien terpasang infus, tidak terpasang oksigen, klien
meringis kesakitan, BB : 55 Kg, tinggi badan 155 Cm.
b) Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran Composmentis, GSC : Eye: 4, Motorik: 6, Verbal: 5, total 15.
c) Tanda-tanda Vital
(1) Tekanan darah : 120/80 MmHg
(2) Nadi : 88 x/ menit
(3) Respirasi : 22 x/ menit
(4) Suhu tubuh : 37 oC
d) Kulit
Warna kulit sama dengan daerah sekitar, tidak ada lesi, tidak ada petteng edema,
tekstur kulit lunak, turgor kulit normal kembali dalam keadaan semula.
18
e) Kepala
Rambut berawarna hitma legam, distribusi dan penyebaran merata, kualitas tidak
mudah dicabut, tidak terdapat alopesia, tidak terdapat seborhea, tidak ada lesi,
tidak terdapat edema, bentuk simetris, fontanel normal dan tidak ada nyeri tekan
saat dipalpasi.
f) Mata
Alis mata tumbuh di atas rot, simetris, distribusi dan penyebaran merata, kualitas
tidak mudah ronrok, tidak ada nyeri tekan, reflek kedip secara sepontan, enam
lapang pandang normal, fisus mata normal, sclera mata berwarna putih jernih,
konjungtiva ananemis dan tidak ada tanda-tanda penurunan fungsi penglihatan.
g) Hidung
Ukuran dan bentuk simetris, warna sama dengan daerah sekitar, terdapat 2 lubang
hidung yang disekat dengan satu septum, terdapat silia, warna mukosa hidung
merah muda, tidak terdapat sekret di dalam hidung, tidak terdapat nyeri saat di
palpasi, fungsi penciuman normal saat di lakukan test.
h) Mulut
Warna bibir merah, bentuk simetris, tidak terdapat tanda-tanda hipoksia, bibir
lembab, terdapat 32 susunan gigi, tidak ada karries, tidak terdapat pembesaran
tonsil, uvula bergetar saat bersuara, mukosa mulut merah muda, tidak ada
stomatitis dan indra pengecapan normal.
i) Telinga
Bentuk simetris dan sejajar dengan kantus mata, tidak ada lesi, kulit sama dengan
daerah sekitar, terdapat serumen, test pendengaran baik dan tidak terdepat nyeri
tekan.
j) Leher
Warna kulit sama dengan daerah sekitar, kedudukan trakea normal, tidak terjadi
pembengkakan pada limfe maupun kelenjar tiroid dan paratiroid, tidak tampak
peningkatan vena jugularis maupun arteri karotis, ROM normal dan tidak ada
nyeri tekan.
19
k) Thorax
Warna kulit sama dengan daerha sekitar, postur dada baik, bentuk simetris, tidak
terdapat lesi maupun edema, tidak terdengar bunyi wheezing, setidor, gurgling
maupun ronchy, otot bantu pernafasan positif, nafas dalam, irama jantung reguler,
tidak ada kelainan pada jantung, tidak ada nyeri tekan pada bagian mamae,
terdapat puting susu yang dikelilingi areola.
l) Abdomen
Bentuk simetris, tidak ada lesi, tidak ada edema, tidak terda[pat distensi abdomen,
tidak terdapat pembengkakan hepar, bising usus 10x / menit dan tidak ada nyeri
tekan maupun lepas.
m) Ektremitas
Tidak ada lesi, tidak ada edema, reflek trisep maupun bisep normal, tonus otot
normal, akral hangat, CRT kurang dari 1 detik dan tidak ada tanda-tanda cyanosis.
n) Genetelia
Bentuk normal, tidak ada lesi dan pulva hygiene bagus.
20
2. Analisa data
No Symptom Etiologi Problem
1 DS: terjatuh Nyeri Akut
a. Klien mengeluh nyeri
pada tulang belakang kerusakan medula
DO: spinalis
a. Klien tampak meringis
b. Skala nyeri 6 (0-10) Hemoragi
Serabut-serabut
membengkak
Trauma medula
spinalis
Spasme otot
paravertebralis
Respon nyeri
nyeri akut
2 DS: trauma medula Intoleransi aktivitas
a. klien mengatakan spinalis
lemas
kerusakan lumbal 2-5
b. klien mengatakan
susah beraktivitas paraplegia paralitis
DO:
penurunan pergerakan
a. Klien terlihat lemas sendi
b. Aktivitas klien di
intoleransi aktivitas
bantu
21
3. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan trauma medula spinalis
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan pergerakan sendi
22
4. Nersing Care Planing
No Diagnosa Tujuan Intervensi
NOC NIC
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan a. Kaji skala nyeri
berhubungan dengan keperawatan selama 1×24 b. Istirahatkan leher pada
trauma medula jam diharapkan nyeri posisi fisiologis.
spinalis berkurang 2 skala dari c. Ajarkan teknik
skala sebelumnya , dengan relaksasi napas dalam
criteria hasil: pada saat nyeri
muncul.
a. Secara subjektif pasien
d. Batasi jumlah
mengatakan nyeri
pengunjung dan
berkurang.
ciptakan lingkungan
b. Pasien tidak gelisah.
tenang.
e. Kolaborasi dengan tim
medis untuk
pemberian analgetik.
23
5. Implementasi
No tanggal DX Tindakan dan Respon Paraf
1 15-01-2018 1 14:30 WIB
T1: mengkaji skala nyeri
R1: skala nyeri 4 (0-10)
24
T4: berkolaborasi dengan fisioterapi
latihan berpindah(ROM)
R4: klien beraktivitas
6. Evaluasi
No tanggal DX Evaluasi Paraf
1 16-01-2018 I S:
a. Klien mengatakan nyeri
berkurang
O:
a. Klien tampak tenang
b. Skala nyeri 2 (1-10)
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
2 16-01-2018 II S:
a. Klien mengatakan bisa
beraktivitas sendiri
O:
a. Klien tidak tampak lemas
b. Aktivitas klien tidak di bantu
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
25
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cedera Medula Spinalis adalah cedera yang mengenai Medula Spinalis baik itu bagian
servikalis, torakalis, lumbal maupun sakral akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang
belakang. Akibat trauma medula spinalis pasien dan keluarga mengalami perubahan fisik
maupun psikologis, sehingga asuhan keperawatan pada penderita trauma medula spinalis
memiliki peranan penting terutama dalam pencegahan komplikasi.
B. Saran
Penulis menghimbau kepada semua pembaca pada umumnya dan mahasiswa S1
Keperawata Universitas Muhammadiyah Cirebon pada khususnya agar selalu menjaga
Kepala dari benturan maupun hantaman, sebaliknya apabila seorang terkena trauma
medula spinalis harus secepatnya dilarikan ke Rumah Sakit untuk mencegah komplikasi
yang lebih parah.
26
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 3 . Jakarta :
EGC.
Muttaqin, arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta. Salemba Medika.
Batticaca, F. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta.
Salemba Medika. Riyawan.com | Kumpulan Artikel & Makalah Farmasi Keperawatan
Irapanussa, Frans. 2012. Diagnosis Dan Diagnosis Banding Cedera Spinalis. Maluku.
Diunduh dari : http://irapanussa.blogspot.co.id/2012/06/diagnosis-dan-diagnosis-banding-
cedera.html.
Setiawan, Iwan & Intan Mulida. 2010. Cedera Saraf Pusat Dan Asuhan Keperawatannya.
Yogyakarta. Nuha Medika
Snell RS. Neuroanatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Jakarta: EGC; 2007. h. 20, 190.
Setiadi (2012), Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan, Yogyakarta: Graha Ilmu
27