Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA KEPALA RINGAN

S U H EN D R I
0442282200004

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN UMMI BOGOR
2022

1
1. Konsep Teori
A. Definisi

Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi kepala yang

disertai atau tanpa pendarahan interstitial dalam substansi kepala tanpa diikuti

terputusnya kontinuitas kepala (Pretyana D A, 2017). Cedera kepala merupakan

adanya pukulan atau benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan

kesadaran (Febriyanti dkk, 2017).

Cedera kepala adalah salah satu penyebab kematian.Secara global insiden

cedera kepala meningkat dengan tajam terutama karena peningkatan penggunaan

kendaraan bermotor (Ucha & Rekha, 2016).

B. Klasifikasi

Cedera kepala dapat dibagi menjadi 3 menurut Prasetyo, (2016) yaitu :

a. Cedera Kepala Ringan

Glaslow Coma Scale > 12, tidak ada kelainan dalam CT-Scan, tiada lesi

operatif dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit. Trauma kepala ringan

atau cedera kepala ringan adalah hilangnya fungsi neurologi atau

menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya.

Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS : 15 (sadar penuh)

tidak kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala, hematoma,

laserasi dan abrasi. Cedera kepala ringan adalah cedera kepala karena

tekanan atau terkena benda tumpul. Cedera kepala ringan adalah cedera

kepala tertutup yang ditandai dengan hilangnya kesadaran sementara. Pada

suatu penelitian kadar laktat rata-rata pada penderita cedera kepalaa ringan

1,59 mmol/L.

b. Cedera Kepala Sedang

Glaslow Coma Scale 9-12, lesi operatif dan abnormalitas dalam CT-Scan

2
dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit. Pasien mungkin bingung atau

somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti perintah sederhana (GCS 9-

13). Pada suatu penelitian cedera kepala sedang mencatat bahwa kadar asam

laktat rata-rata 3,15 mmol/L.

c. Cedera Kepala Berat

Glaslow Coma Scale < 9 dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit. Hampir

100% cedera kepala berat dan 66% cedera kepala sedang menyebabkan

cacat yang permanen. Pada cedera kepala berat terjadinya cedera kepala

primer sering kali disertai cedera kepala sekunder apabila proses

patofisiologi sekunder yang menyertai tidak segera dicegah dan dihentikan.

Penelitian pada penderita cedera kepala secara klinis dan eksperimental

menunjukan bahwa pada cedera kepala berat dapat disertai dengan

peningkatan titer asam laktat dalam jaringan kepala dan cairan

serebrospinalis (CSS) ini mencerminkan kondisi asidosis kepala. Pada suatu

penelitian penderita cedera kepala berat menunjukan kadar rata-rata asam

laktat 3,25 mmol/L.

C. Etiologi

Etiologi cedera otak menurut Amin & Hardhi, (2013) yaitu:

1. Cedera akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak

bergerak

2. Cedera deselerasi terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek diam,

seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca

depan mobil

3. Cedera akselerasi-deselerasi sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan

bermotor dan episode kekerasan fisik

3
4. Cedera coup-countre coup terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan

otak bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat mengenai area tulang

tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang pertama kali terbentur

5. Cedera rotasional terjadi jika pukulan menyebabkan otak berputar dalam

rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau robeknya neuron

dalam substansia alba serta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak

dengan bagian dalam rongga tengkorak.

D. Manifestasi Klinis
Tanda gejala pada pasien dengan cedera otak menurut Wijaya dan Putri (2013),
adalah:
1. Cedera otak ringan – sedang
a. Disorientasi ringan
b. Amnesia post traumatik
c. Hilang memori sesaat
d. Sakit kepala
e. Mual muntah
f. Vertigo dalam perubahan posisi
g. Gangguan pendengaran

2. Cedera otak sedang – berat


a. Oedema pulmonal
b. Kejang
c. Infeksi
d. Tanda herniasi otak
e. Hemiparase
f. Gangguan syaraf kranial

E. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan cedera otak menurut Pretyana D
A (2017), antara lain:

4
1. Deficit neurologis
2. Infeksi sistemik (pneumonia, septikemia)
3. Infeksi bedah neuro (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventrikulitis,
abses otak)
4. Osifikasi heterotrofik (nyeri tulang pada sendi-sendi yang menunjang berat
badan)
5. Epidural hematoma (EDH) adalah berkumpulnya darah di dalam ruang
epidural di antara tengkorak dan dura meter. Keadaan ini sering di akibatkan
karena terjadi fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri meningeal
tengah terputus atau rusak (laserasi) dimana arteri ini berada diantara dura
meter dan tengkorak daerah inferior menuju bagian tipis tulang temporal dan
terjadi hemoragik sehingga menyebabkan penekanan pada otak.

F. Pemeriksaan Diagnosis Terkait


Menurut Arif Mutaqin 2008 Pemeriksaan Penujunang Pasien cedera Kepala :
1. CT Scan
Mengidentifikasi luasnya lesi, pendarahan, determinan, ventrikuler, dan
perubahan jaringan otak.
2. MRI
Digunakan sama dengan CT scan dengan/tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral Angiography
Menunjukan anomaly sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak
sekunder menjadi edema, pendarahan, dan trauma.
4. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis
5. Sinar X
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang
6. BAER
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil
7. PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8. CSS
Lumbal pungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid

5
9. Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan
intrakranial
10. Screen toxilogy
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan
kesadaran
11. Rontgen thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
Rontgen thoraks menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural
12. Toraksentesis menyatakan darah/cairan
13. Analisa Gas Darah (AGD/Astrup)
Analisa gas darah adalah salah satu tes diagnostic untuk menentukan status
repirasi. Status respirasi yang dapat digambarkan melalui pemeriksaan AGD
ini adalah status oksigenasi dan status asam basa,

G. Penatalaksanaan Dasar
1. Keperawatan
a. Observasi 24 jam
b. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah, hanya
cairan infus dextrose 5%, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari
terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak
c. Berikan terapi intravena bila ada indikasi
d. Pada anak diistirahatkan atau tirah baring
2. Medis
a. Terapi obat-obatan
1) Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema
serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma
2) Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu
mannitol 20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %
3) Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin)
atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol
4) Pembedahan bila ada indikasi (hematom epidural besar,
hematom sub dural, cedera kepala terbuka, fraktur impresi >1
diplo)

6
5) Lakukan pemeriksaan angiografi serebral, lumbal fungsi, CT
Scan dan MRI (Satynagara, 2010)

2. Pathway

Resiko Perfusi
Selebral tidak
efektif

Defisit nutrisi

7
3. Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan cedera kepala difokuskan pada penilaian terhadap
status neurologis pasien cedera kepala merupakan tindakan utama yang harus
dilakukan sebelum pengobatan diberikan.
1) Identitas
Identitas pasien meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, no. register,
tanggal masuk rumah sakit, diagnose medis (Desmawati, 2013).
2) Riwayat Keperawatan
a. Keluhan utama
Pada klien dengan cedera kepala biasanya mengalami penurunan
kesadaran (Hariyani & Budiyono, 2012)
b. Riwayat penyakit sekarang
yang mungkin didapatkan meliputi penurunan kesadaran, lateragi,
mual muntah, sakit kepala, wajah tidak simetris, lemah, paralysis,
perdarahan, fraktur, hilang keseimbangan, sulit menggenggam,
amnesia seputar kejadian, tidak bias beristirahat, kesulitan
mendengar, mengecap dan menciumbau, sulit mencerna atau
menelan makanan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien pernah mengalami penyakit system persyarafan, riwayat
trauma masa lalu, riwayat penyakit systemic atau
pernafasan,cardiovaskuler dan metabolik.
d. Pengkajian Pola Fungsional
a) Nutrition (nutrisi)
Mengalami penurunan berat badan karena adanya
penurunan intake nutrisi akibat mual/muntah (Desmawati,
2013
b) Eliminasi
Gangguan ginjal, hematemesis ,feses dengan darah segar,
melena, diare, konstipasi, distensi abdomen (Desmawati,
2013).

8
c) Aktivitas dan Istirahat
Keletihan, kelemahan, toleransi terhadap latihan rendah,
kebutuhan untuk istirahat lebih banyak, takikardia,
takipnea, kelemahan otot dan penurunan kekuatan
(Desmawati, 2013)
d) Presepsi / Kognitif
Keyakinan agama/budaya mempengaruhi pilihan
pengobatan (Desmawati, 2013).
e) Self perception
Menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah,
marah, (Muttaqin, 2012).
f) Role Relationship
lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya (Desmawati,
2013).
g) Sexuality
Perubahan pada fungsi seksual pada saat sakit (Desmawati,
2013).
h) Coping/ stress tolerance
Interaksi sosial: stress karena keadaannya, kesulitan biaya
ekonomi, kesulitan koping dengan stressor yang ada
(Muttaqin, 2012).
i) Life Principles
Sering sakit kepala, mudah marah, tidak mampu
berkonsentrasi dan rentan terhadap infeksi (Desmawati,
2013).
j) Safety / protection
Bebas dari cedera fisik atau gangguan system imun
k) Comfort /kenyamanan / nyeri Nyeri kepala, sakit kepala
(Desmawati, 2013).
l) Growth / development
Penurunan kemampuan bekerja dan aktivitas fisik, dampak
negatife terhadap system pertahanan tubuh dalam melawan
penyakit (Desmawati, 2013).

9
e. Pemeriksaan fisik

1) Kaji GCS

a) Cidera kepala ringan (CKR) jika GCS antara 13-15, dapat

terjadi kehilangan kesadaran kurang lebih 30 menit.

b) Cidera kepala sedang (CKS) jika GCS antara 9-12, hilang

kesadaran atau amnesia antara 30 menit-24 jam.

c) Cidera kepala berat (CKB) jika GCS 3-8, hilang kesadaran

lebih dari 24 jam.

2) Disorientasi tempat atau waktu

Kehilangan kesadaran, amnesia, perubahan kesadaran sampai

koma, penurunan dalam ingatan dan memori baik jangka pendek

maupun jangka panjang.

3) Refleksi patologis dan fisiologis

Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan

menghilang. Setelah beberapa hari reflex fisiologis akan muncul

kembali didahului dengan reflex patologis.

4) Perubahan status mental

Cedera kepala dapat menyebabkan cacat permanen, gangguan

mental, dan bahkan kematian. Gegar otak menyebabkan

perubahan status mental seseorang dan dapat mengganggu fungsi

otak dari otak.

5) Nervus cranialis XII

NI : penurunan daya penciuman.

NII: pada trauma frontalis terjadi penurunan penglihatan. NIII,

NIV, NVI:penurunan lapang pandang, reflex cahaya menurun,

10
perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti

perintah, anisokor.

NV: gangguan mengunyah.


NVII, NXII: lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa

pada 2/3 anterior lidah.

NVIII: penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh. NIX,

NX, NXI:jarang ditemukan.

6) Status motoric

Skala kelemahan otot 0 : tidak ada kontrak 1 : ada kontraksi

2 : bergerak tidak bias menahan gravitasi 3 : bergerak mampu

menahan gravitasi

4 : normal

7) Perubahan pupil atau penglihatan kabur, diplopia, foto pobhia,

kehilangan sebagian lapang pandang.

8) Perubahan tanda – tanda vital

9) Gangguan pengecapan dan penciuman serta pendengaran

10) Peningkatan TIK

Tekanan Intra Kranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan

otak, volume darah intracranial dan cairan cerebrospiral di dalam

tengkorak pada 1 satuan waktu. Keadaan normal dari TIK

bergantung pada posisi pasien dan berkisar ±15 mmHg. Karena

keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam tengkorak, adanya

peningkatan salah 1 dari komponen ini menyebabkan perubahan

pada volume darah cerebral tanpa adanya perubahan, TIK akan

naik.

11
Peningkatan TIK yang cukup tinggi, menyebabkan turunnya batang

otak (Herniasi batang otak) yang berakibat kematian (Brunner

&Suddart, 2012).

11) Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi berbeda

12) Respons menarik diri pada rangsangan nyeri yang hebat

3. Diagnosis Keperawatan

Kemungkinan Diagnosa Keperawatan yang bias muncul pada

pasien dengan Cedera kepala, Diantaranya:

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

2. Resiko Perfusi Serebral Tidak efektif berhubungan dengan cedera

kepala

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan

4. Resiko infeksi

5. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit

6. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan fisik tidak bugar

7. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

hambatan mobilitas fisik

8. Ansietas berhubungan dengan keadaan penyakit yang diderita

12
4. Intervensi

NO SDKI SLKI SIKI


1 Nyeri Akut Luaran utama : Intervensi utama :
Definisi: Pengalaman sensorik atau emosional yang Tingkat nyeri Manajemen nyeri
berkaitan dengan kerusakan jaringan usic atau Luaran tambahan:
fungsional,dengan onset mendadak atau lambat dan Fungsi gastrointedtinial Observasi :
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung Kontrol nyeri a) Identifikasi lokasi,
kurang dari 3 bulan Mobilitas fisik karakteristik, durasi, frekuensi,
Penyembuhan luka kualitas intensitas nyeri
Penyebab: Perfusi miokard b) Identifikasi skla nyeri
1.agen pencedera fisiologis Perfusi perifer c) Identifikasi respon nyeri non
(mis:inflamasi,iskemia,neoplasma) Pola tidur verbal
2.agen pencedera kimia (mis:terbakar,bahan kimia Status kenyamanan d) Identifikasi usic yang
iritan) Tingkat cedera memperberat dan memperingan
3.agen pencedera fisik nyeri
(mis:abses,amputasi,terbakar,terpotong,mengangkat Dengan kriteria hasil : e) Identifikasi pengetahuan dan
berar,prosedur operasi,trauma,latihan fisik a) Keluhan nyeri meningkat keyakinan tentang nyeri
berlebihan) b) Meringis meningkat f) Identifikasi pengaruh budaya
c) Sikap protektif meningkat terhadap respon nyeri
d) Gelisah meningkat e) Kesulitan tidur identifikasi nyeri pada kualitas
Gejala dan tanda mayor: meningkat hidup
Subjektif: g) Monitor keberhasilan terapi
1.mengeluh nyeri komplemeter yang sudag
diberikan
Objektif: h) Monitor efek samping
1.tampak mringis penggunaan analgetik
2.bersikap protektif (mis:waspada,posisi
menghindari nyeri) Terapeutik :
3.gelisah a) Berikan tehknik non
4.frekwensi nadi meningkat farmakologis untuk mengurangi
5.sulit tidur rasa nyeri (mis. Hipnosis,

13
akupresur, terapi usic,
Gejala dan tanda minor biofeedback terapi pijat,
Subjektif: (tidak tersedia) aromaterapi, tehknik imajinasi
Objektif: terbimbing, kompres hangat
1.tekanan darah meningkat atau dingin)
2.pola nafas berubah b) Kontrol lingkunngan yang
3.nafsu makan berubah memperberat rasa nyeri(mis.
proses berfikir terganggu Suhu ruangan, pencahayaan,
5.menarik diri kebisingan)
6/berfokus pada diri sendiri c) Fasilitas istirahat dan tidur
7.diaforesis
Edukasi :
Kondisi klinis terkait: a) Jelaskan penyebab, periode
1.kondisi pembedahan dan pemicu nteri
2.cedera traumatis b) Jelaskan strategi meredakan
3.infeksi nyeri
4.sindrom usic akut c) Anjurkan memonitor nyeri
5. glaukoma secara mandiri d) Anjurkan
menggunakan analgetik secara
tepat
e) Ajarkan tekhnik non
farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
2 Resiko Perfusi Serebral Tidak efektif
Definisi Perfusi Serebral (L.02014) Manajemen Peningkatan
Berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke Tekanan Intrakranial
Definisi (I.09325)
otak
Faktor Risiko
Keadekuatan aliran darah serebral untuk Definisi
menunjang fungsi otak
1. Keabnormalan masa protrombin dan atau
Mengidentifikasi dan
tromboplastin parsial
Ekspektasi mengelola peningkatan tekanan
2. Penurunan kinerja ventrikel kiri
dalam rongga kranial

14
3. Aterosklerosis aorta
4. Diseksi arteri Meningkat Tindakan
5. Fibrilasi atrium
6. Tumor otak Kriteria Hasil Observasi
7. Stenosis karotis
8. Miksoma atrium 1. Tingkat kesadaran meningkat  Identifikasipenyebab
9. Aneurisma serebri 2. Kognitif meningkat peningkatan TIK
10. Koagulopati (mis. anemia sel sabit) 3. Tekanan intrakranial menuru (mis. lesi, gangguan
11. Dilatasi kardiomiopati 4. Sakit kepala menuru metabolisme, edema
12. Koagulopati intravaskuler diseminata 5. Gelisah menurun serebral)
13. Embolisme 6. Kecemasan menurun  Monitor tanda atau
14. Cedera kepala 7. Agitasi menurun gejala peningkatan
15. Hiperkolesteronemia 8. Demam menurun TIK (mis. tekanan
16. Hipertensi 9. Nilai rata-rata tekanan darah darah meningkat,
17. Endocarditis infektif membaik tekanan nadi melebar,
18. Katup prostetik mekanis 10. Kesadaran membaik bradikardia, pola
19. Stenosis mitral 11. Tekanan darah sistolik membaik napas ireguler,
20. Neoplasma otak 12. Takanan darah diastolik membaik kesadaran menurun)
21. Infark miokard akut 13. Refkeks saraf membaik  Monitor MAP (Mean
22. Sindrom sick sinus Arterial Pressure)
23. Penyalahgunaan zat  Monitor CVP (Central
24. Terapi trombolitik Verious Pressure),
25. Efek samping tindakan (mis. tindaka jika perlu
operasi bypass)  Monitor PAWP, jika
perlu
Kondisi Klinis Terkait  Monitor PAP, jika perlu
 Monitor ICP (Intra
1. Stroke Cranial Pressure), jika
2. Cedera kepala tersedia
3. Aterosklerotik aortik  Monitor CPP (Cerebral
4. Infark miokard akut Perfusion Pressure)
5. Diseksi arteri  Monitor gelombang ICP

15
6. Embolisme  Monitor status
7. Endokarditis infektif pernapasan
8. Fibrilasi atrium  Monitor intake dan
9. Hiperkolesteronemia output cairan
10. Hipertensi  Monitor cairan serebro-
11. Dilatasi kardiomiopati spinalis (mis. warna,
12. Koagulasi intravaskuler diseminata konsistensi)
13. Miksoma atrium
14. Neoplasma otak Terapeutik
15. Segmen ventrikel kiri akinetik
16. Sindrom sick sinus  Minimalkan stimulus
17. Steosis karotid dengan menyediakan
18. Stenonsis mitral lingkungan yang
19. Hidrosefalus tenang
20. Infeksi otak (mis. meningitis, ensefalitis,  Berikan posisi semi
abses serebri) Fowler
 Hindari manuver
Valsava
 Cegah terjadinya kejang
 Hindari penggunaan
PEEP
 Hindari pemberian
cairan IV hipotonik
 Atur ventilator agar
PaCO2 optimal
 Pertahankan suhu tubuh
normal

Kolaborasi

 Kolaborasipemberian
sedasi dan anti

16
konvulsan, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
diuretik osmosis, jika
perlu
 Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika
perlu

3 Defisit nutrisi Luaran utama : Intervensi utama :


Definisi: Asupan nutrisi tidak cukup untuk Status nutrisi Manajemen nutrisi
memenuhi kebutuhan metabolisme Luaran tambahan :
Penyebab : Berat badan Observasi :
1) Kurangnya asupan makanan Eliminasi fekal a) Identifikasi status nutrisi
2) Ketidakmampuan menelan makanan Fungsi gastrointestial b) Identifikasi alergi dan
3) Ketidakmampuan mencerna makanan Nafus makan intoteransi makanan
4) Ketidakmampuan mengabsorsi nutrien Perilaku meningkatkan berat badan c) Indentifikasi makanan
5) Peningkatan kebutuhan metabolisme Status menelan disukai
6)Faktor ekonomi (mis. Finansial tidak mencukupi) Tingkat depresi d) Identifikasi kebutuhan kalori
7)Faktor psikologis (mis. stress, keenggangan Tingkat nyeri dan jenis nutrision
untuk makan) e) Identifikasi perlunya
Dengan kriteria hasil : penggunaan selang nasogastrik
Gejala dan tanda mayor: a) Porsi makanan yang dihabiskan menurun f) Moitor asupan makanan
Subjektif : (Tidak tersedia) b) Kekuatan otot pengunyah menurun g) Monitor berat badan
Objektif : Berat badan menurun,minimal 10% c) Kekuatan otot menelan menurun h) Monitor hasil pemeriksaan
dibawah rentang ideal d) Nafsu makan memburuk laboraturium

Gejala dan tanda minor: Terapeutik :


Subyektif a) Lalukan oral hygine
1.Cepat kenyang setalah makan sebelum makan, jika perlu
2.Kram/nyeri abdomen b) Sajikan makanan secara
3.Nafsu makan menurun menarik dan suhu yang sesuai

17
c) Fasilitasi menentukan
Objektif: pedoman diet
1.Bising Usus Hiperaktif d) Berikan makanan tinggi serat
2.Otot Pengunyah Melemah untuk mencegah konstipasi
3.Membran Mukosa Pucat e) Berikan makanan tinggi
4.Sariawan kalori dan tinggi protein
5.Serum Albumin Turun f) Berikan suplemen makanan,
6.Rambut Rontok Berlebihan jika perlu
7.Diare g) Hentikan pemberian makan
melalui selang nasogratik jika
asupan oral dapat di toleransi
Kondisi klinis:
1.Stroke Edukasi :
2.Parkinson a) Anjurkan posisi duduk, jika
3.Mobiussyndrom/ perlu
4.Cerebral Palsy/ b) Ajarkan diet yang di
5.Cleft Lip programkan
6.Cleft Palate
7.Amyotropic Lateral Sclerosis
8.Kerusakan Neuromuskular
9.Luka Bakar
10.Kanker
11.Infeksi
12.Aids
13.Penyakit Kronis
14.Enterokolitis
15.Fibrosis Kistic

18
2.1.2 Implentasi Keperawatan

Pelaksanaan atu implementasi adalah tindakan yang di


rencpasienan dalam rencana keperawatan (Tarwoto Wartonah,
2015). Perawat melakukan pengawasan terhadap efektifitas
intervensi yang dilakukan, bersamaan pula menilai
perkembangan pasien terhadap pencapaian tujuan atau hasil
yang diharapkan. Pelaksanaan atau implementasi keperawatan
adalah suatu komponen dari proses keperawatan yang
merupakan kategori dari perilaku keperawatan di mana tindakan
yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan yang dilakukan dan
diselesaikan (Perry & Potter, 2015).

2.1.3 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan tahap terakhir dalam


proses keperawatan dengan cara menilai sejauh mana tujuan dari
rencana keperawatan tercapai atau tidak. Evaluasi yang
dilakukan pada pasien dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh
pasien pada pasien Cedera Kepala. Dalam perumusan evaluasi
keperawatan menggunakan SOAP, yaitu:
1. S (Subjektif) merupakan data berupa keluhan pasien,
2. O (Objektif) merupakan hasil dari pemeriksaan,
3. A (Analisa Data) merupakan pembanding data dengan teori,
4. P (Perencanaan) merupakan tindakan selanjutnya yang
akan dilakukan oleh perawat (Hidayat, 2012).

19
DAFTAR PUSTAKA

PERKERNI.(2015).Konsensus pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di


Indonesia. Jakarta :PERKERN

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Dianostik .
jakarta: DPP PPNI. PPNI. (2018).

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan . jakarta :


DPP PPNI . PPNI. (2018).

Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisidan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta:


DPP PPNI.

Tandra, H. (2017). Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes . Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama (21-6) .

Hasdianah. (2012). Mengenal Diabetes Mellitus Pada Orang Dewasa dan Anak Anak Dengan
Solusi Herbal . Yogyakarta: Nuha Medika.

Jauhar, T. B. (2013). Asuhan Keperawatan : Panduan lengkap menajdi Perawat Profesional


jilid 2. Jakarta : Prestasi Pustaka. Kusnanto. (2013). pengantar profesi dan praktik
keperawatan profesional . Jakarta : EGC.

Mulyati. (t.thn.). Hubungan Indeks Masa Tubuh (IMT) Dengan Kadar Gula Darah Penderita
Diabetes Mellitus Tipe 2 . Gizi Universitas muhammadiyah .

Muttaqin. (2012). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan . Jakarta: Salemba


Medika. Nugroho. (2015). Keperawatan Gerontik & Geriatrik Edisi 3. jakarta : EGC.

20

Anda mungkin juga menyukai