CEDERA KEPALA
2. Etiologi
Menurut Taqiyyah Bararah, M Jauhar (2013). Penyebab utama terjadinya
cedera kepala adalah sebagai berikut:
a. Kecelakaan lalu lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kendaraan bermotor
bertabrakan dengan kendaraan yang lain atau benda lain sehingga
menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada pengguna jalan raya.
b. Jatuh
Menurut KBBI, jatuh didefenisikan sebagai (terlepas) turun atau
meluncur ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika
masih di gerakkan turun turun maupun sesudah sampai ke tanah
c. Kekerasan
Menurut KBBI, kekerasan di defenisikan sebagai suatu perihal atau
perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau
matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik pada barang
atau orang lain (secara paksa).
Menurut Andra Saferi Wijaya, Yessie Mariza Putri (2013). Ada 2 macam
cedera kepala yaitu:
a. Trauma tajam
Adalah trauma oleh benda tajam yang menyebabkan cedera setempat
dan menimbulkan cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi Contusio
serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan
perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.
b. Trauma tumpul
Adalah trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera
menyeluruh (difusi). Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi
dalam 4 bentuk: cedera akson, kerusakan otak hipoksia,
pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multiple pada otak
koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer cerebral, batang
otak atau kedua-duanya.
Menuurut NANDA (2013) mekanisme cidera kepala meliputi Cedera
Akselerasi, Deselersi, Akselerasi-Deselerasi, Coup-Countre Coup, dan
Cedera Rotasional.
a. Cedera Akselerasi
Tejadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak bergerak,
missal, alat pemukul menghantam kepala atau peluru yang
ditembakkan ke kepala.
b. Cedera Deselerasi
Terjadi jika kepala bergerak membentur objek diam, seperti pada
kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca depan
mobil.
c. Cedera Akselerasi-Deselerasi
Sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor dan
kekerasan fisik.
d. Cedera Coup-Countre Coup
Terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak bergerak dalam
ruang cranial dan denga kuat mengenai area tulang tengkorak yang
berlawanan serta area kepala yang pertamakali terbentur. Sebagai
contoh pasien dipukul dibagian belakang kepala.
e. Cedera Rotasional
Terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan otak berputar di dalam
rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau robeknya
neuron dalam substansi alba serta robeknya pembuluh darah yang
menfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak.
3. Patofisiologi
Trauma kranio serebral menyebabkan cedera pada kulit, tengkorak dan
jaringan otak. Ini bisa sendiri atau secara bersama-sama. Beberapa
keadaan yang dapat empengeruhi luasnya cedera kepala pada kepala
yaitu:
a. Lokasi dari tempat benturan lansung
b. Kecepatan dan energi yang dipindahkan
c. Daerah permukaan energy yang dipindahkan
d. Keadaan kepala saat benturan (Wahyu Widagdo, dkk, 2007)
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut akan mudah
untuk mengalami cedera dan kerusakan. Cedera kepala dapat
mengakibatkan malapetakan besar bagi seseorang. Tepat diatas tengkorak
terletak galea aponeurotika, yaitu jaringan fibrosa padat, dapat digerakkan
dengan bebas yang membantu menyerap kekuatan trauma eksternal
diantara kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan membran
dalam yang mengandung pembuluh-pembuluh besar. Bila robek
pembuluh-pembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi dan dapat
menyebabkan kehilangan darah bermakna pada penderita laserasi kulit
kepala.
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa
dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan
oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa
sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%,
karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari
seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma
turun sampai 70% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi serebral
(Bararah & Jauhar. 2013 ).
Cedera Kepala
7. Manifestasi klinis
Menurut Andra Saferi Wijaya, Yessie Mariza Putri (2013).
a. Cedera kepala ringan-sedang
1.) Disorientai ringan
2.) Amnesia post trauma
3.) Hilang memori sesaat
4.) Sakit kepala
5.) Mual dan muntah
6.) Vertigo dalam perubahan posisi
7.) Gangguan pendengaran
b. Cerdera kepala sedang-berat
1.) Oedema pulmonal
2.) Kejang
3.) Infeksi
4.) Tanda herniasi otak
5.) Hemiparise
6.) Gangguan akibat saraf cranial
8. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan pasien dengan cedera kepala meliputi sebagai berikut
(Wahyu Widagdo, dkk, 2007).
a. Non pembedahan
1.) Glukokortikoid (dexamethazone) untuk mengurangi edema
2.) Diuretic osmotic (manitol) diberikan melalui jarum dengan filter
untuk mengeluarkan kristal-kristal mikroskopis
3.) Diuretic loop (misalnya furosemide) untuk mengatasi peningkatan
tekanan intracranial
4.) Obat paralitik (pancuronium) digunakan jika klien dengan
ventilasi mekanik untuk megontrol kegelisahan atau agitasi yang
dapat meningkatkan resiko peningkatan tekanan intracranial
b. Pembedahan
Kraniotomi di indikasikan untuk:
1.) Mengatasi subdural atau epidural hematoma
2.) Mengatasi peningkatan tekanan cranial yang tidak terkontrol
3.) Mengobati hidrosefalus
ii. Kualitatif
(1) Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang
keadaan sekelilingnya, nilai GCS: 15 - 14.
(2) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh,
nilai GCS: 13 - 12.
(3) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang
berhayal, nilai GCS: 11-10.
(4) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun,
respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun
kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan)
tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal,
nilai GCS: 9 – 7.
(5) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap,
tetapi ada respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
(6) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada
respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon
kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada
respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS: ≤ 3 (Satyanegara.
2010).
2.) Fungsi motorik
Setiap ekstermitas diperiksa dan dinilai dengan skala berikut ini
yang digunakan secara internasional:
Tabel 2.2
Kekuatan otot
Respon Skala
Kekuatan normal 5
Kelemahan sedang, Bisa terangkat, bisa melawan 4
gravitasi, namun tidak mampu melawan tahanan
pemeriksa, gerakan tidak terkoordinasi
Kelemahan berat, Terangkat sedikit < 450, tidak 3
mampu melawan gravitasi
Kelemahan berat, Dapat digerakkan, mampu 2
terangkat sedikit
Gerakan trace/ Tidak dapat digerakkan, tonus otot 1
ada
Tidak ada gerakan 0
(Sumber: Wijaya dan Yessi. 2013)
f. Aspek neurologis
1.) Kaji GCS (cedera kepala ringan 14-15, cedera kepala sedang 9-13,
cedera kepala berat 3-8).
2.) Disorientasi tempat/waktu
3.) Reflek patologis dan fisiologis
4.) Perubahan status mental
5.) Nervus Cranial XII (sensasi, pola bicara abnormal)
6.) Perubahan pupil/penglihatan kabur, diplopia, fotophobia,
kehilangan sebagian lapang pandang
7.) Perubagan tanda-tanda vital
8.) Gangguan pengecapan dan penciuman, serta pendengaran
9.) Tanda-tanda peningkatan TIK
a.) Penurunan kesadaran
b.) Gelisah letargi
c.) Sakit kepala
d.) Muntah proyektil
e.) Pupil edema
f.) Pelambatan nadi
g.) Pelebaran tekanan nadi
h.) Peningkatan tekanan darah systole
g. Aspek kardiovaskuler
1.) Peubahan tekanan darah (menurun/meningkat)
2.) Denyut nadi (bradikardi, tachi kardi, irama tidak teratur)
3.) TD naik, TIK naik
h. System pernafasan
1.) Perubahan poa nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi),
nafas berbunyi stridor, tersedak
2.) Irama, frekuensi, kedalaman, bunyi nafas
3.) Ronki, mengi positif
i. Kebutuhan dasar
1.) Eliminasi : perubahan pada BAB/BAK (inkontinensia, obstipasi,
hematuri)
2.) Nutrisi : mual, muntah, gangguan pencernaan/menelan makanan,
kaji bising usus
3.) Istirahat : kelemahan, mobilisasi, kelelahan, tidur kurang
j. Pengkajian psikologis
1.) Gangguan emosi/apatis, delirium
2.) Perubahan tingkah laku atau kepribadian
k. Pengkajian social
1.) Hubungan dengan orang terdekat
2.) Kemampuan komunikasi, afasia motorik atau sensorik, bicara
tanpa arti, disartria, anomia
l. Nyeri/kenyamanan
1.) Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi berbeda
2.) Gelisah
m. Nervus cranial
1.) N.I : penurunan daya penciuman
2.) N.II : pada trauma frontalis terjadi penurunan penglihatan
3.) N.III, IV, VI : penurunan lapang pandang, reflek cahaya menurun,
perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah,
anisokor
4.) N.V : gangguan mengunyah
5.) N.II, XII : lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa pada
2/3 anterior lidah
6.) N.VIII : penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh
7.) N.IX, X, XI : jarang ditemukan
2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan diagnostic
1.) X-ray/CT scan
a.) Hematom serebral
b.) Edema serebral
c.) Perdarahan intracranial
d.) Fraktur tulang tengkorak
2.) MRI : Dengan/tanpa mempengaruhi kontras.
3.) Angiografi serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral
4.) EEG : memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya
gelombang patologis.
5.) BAER (Brain Auditory Evoked Respons) : menentukan fungsi
korteks dan batang otak.
6.) PET (Positron Emission Tomograpfy) : menunjukan perubahan
aktivitas metabolism pada otak.
b. Pemeriksaan laboratorium
1.) AGD, PO2, PH, HCO3 : untuk mengkaji keadekuatan ventilasi
(mempertahankan AGD dalam rentang normaluntuk menjamin
aliran darah serebral adekuat) atau untuk melihat masalah
oksigenasi yang dapat meningkatkan TIK.
2.) Elektrolit serum : cedera kepala dapat dihubungkan dengan
gangguan regulasi natrium, retensi Na dapat berakhir beberap hari,
diikuti dengan dieresis Na, peningkatan letargi, konfusi dan kejang
akibat ketidakseimbangan elektrolit.
3.) Hematologi : leukosit, Hb, albumin, globulin, protein serum.
4.) CSS : menentukan kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid
(warna, komposisi, tekana).
5.) Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mengakibatkan
penurunan kesadaran.
6.) Kadar Antikonvulsan darah : untuk mengetahui tingkat terapi yang
cukup efektif mengatasi kejang.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak b/d gangguan serebrovaskular,
edema cerebri, meningkatnya aliran darah ke otak (TIK).
b. Resiko Ketidakefektifan pola nafas b/d kerusakan neurovaskuler,
obstruksi trakeobronkial, kerusakan medula oblongata.
c. Nyeri akut b/d cedera fisik, peningkatan tekanan intrakranial, danalat
traksi.
d. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d akumulasi cairan, trauma.
e. Gangguan persepsi sensori b/d penurunan kesadaran,
peningkatantekanan intra cranial.
f. Gangguan mobilitas fisik b/ d spastisitas kontraktur, kerusakan
sarafmotorik.
g. Resiko infeksi b/d jaringan trauma, kerusakan kulit kepala.
h. Resiko kekurangan volume cairan b/d haluaran urine danelektrolit
meningkat.
i. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
kelemahan otot untuk menguyah dan menelan.
j. Resiko cedera b/d penurunan tingkat kesadaran, gelisah, agitasi,
gerkan involunter dan kejang.
k. Ansietas b/d stress ancaman kematian. (NANDA. 2015).
4. Intervensi keperawatan
Tabel 2.3
Intervensi keperawatan
No Diagnosa
NOC NIC
Keperawatan
1. Ketidakefektifan NOC: NIC:
perfusi jaringan a. Circulation status Oxygen Therapy
serebral Kriteria hasil: a) Periksa mulut,
Definisi: 1) Tekanan systole hidung, dan sekret
penurunan sirkulasi dan diastole dalam trakea
jaringan otak yang rentang yang b) Pertahankan jalan
dapat mengganggu diharapkan napas yang paten
kesehatan. 2) Tidak ada c) Atur peralatan
ortostatik oksigenasi
Batasan hipertensi d) Monitor aliran
Karakteristik: 3) Tidak ada tanda- oksigen
a) Massa tanda peningkatan e) Pertahankan posisi
tromboplastin tekanan pasien
parsial intrakranial f) Observasi tanda-
abnormal tanda hipoventilasi
b) Massa b. Perfusi jaringan: g) Monitor adanya
protrombin serebral kecemasan pasien
abnormal Kriteria hasil: terhadap oksigenasi
c) Aterosklerosis 1) Mempertahankan
aerotik tekanan Monitoring Peningkatan
d) Diseksi arteri intrakranial Intrakranial
e) Stenosis karotid 2) Tekanan darah a) Monitor tekanan
f) Aneurisme dalam rentang perfusi serebral
serebri normal b) Catat respon pasien
g) Koagulopati 3) Tidak ada nyeri terhadap stimulasi
h) Kardiomiopati kepala c) Monitor tekanan
dilatasi 4) Tidak ada muntah intrakranial pasien
i) Embolisme 5) Memonitor dan respon neurologi
j) Hiperkolesterol tingkat kesadaran terhadap aktifitas
emia d) Monitor intake dan
k) Hipertensi output cairan
e) Kolaborasi dalam
pemberian antibiotic
f) Posisikan pasien pada
posisi semi fowler
g) Minimalkan stimulasi
dari lingkungan
Analgesic
c. Comfort Level Administration
Indikator : 1. Tentukan lokasi,
1) Nyeri berkurang karakteristik,
2) Kecemasan kualitas, dan derajat
berkurang nyeri sebelum
3) Stres berkurang
pemberian obat
4) Ketakutan berkurang
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis
obat,dosis dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
5. Berikan analgesik
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
6. Evaluasi efektifitas
analgesik, tanda dan
gejala.
5. Implementasi keperawatan
Implementasi dilakukan berdasarkan pengkajian diagnose keperawatan
dan intervensi keperawatan
6. Evaluasi keperawatan
Evaluasi dilakukan bedasarkan pengkajian, diagnose keperawatan,
intervensi keperawatan dan implementasi keperawatan yang dilihat dari
hasil perkembangan klein/pasien selama melakukan asuhan keperawatan