FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA TAHUN 2021 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi otak merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada jaringan otak. Penyakit infeksi otak bermacam-macam seperti Meningitis, Meningoensefalitis, dan Abses serebri. Peradangan pada meningen khususnya pada bagian araknoid dan piamater (leptomeningens) disebut meningitis. Meningitis merupakan peradangan pada meningen yaitu membrane yang melapisi otak dan medulla spinalis. Meningitis atau radang selaput otak merupakan infeksi pada cairan serebrospinal (CSS) disertai radang pada pia dan araknoid, ruang subaraknoid, jaringan superficial otak dan medulla sipinalis. Kuman-kuman dapat masuk ke setiap bagian ruang subaraknoid dengan cepat sekali menyebar ke bagian lain, sehingga leptomening medulla spinalis terkena. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa meningitis selalu merupakan suatu proses serebrospinal. Organisme yang merupakan penyebab umum meningitis meliputi Neisseria meningitis (meningitis meningokok), Haemopbilus influenzae, dan Streptococcus pneumoniae (organism ini biasanya terdapat di nasofaring). Organisme penyebab meningitis yang sering menyerang bayi (sampai usia 3 bulan) adalah Escberichid coli dan Listeria monocytogenes. Berdasarkan penyebabnya, meningitis dapat dibagi menjadi meningitis aseptik (aseptic meningitis) yang disebabkan oleh virus, dan meningitis bakterial (bacterial meningitis) yang disebabkan oleh berbagai bakteri. Dampak yang timbul akibat meningitis yaitu peningkatan tekanan intracranial, hyrosephalus, infark serebral, abses otak, dan kejang. Ventrikulitis atau abses intraserebral dapat menyebabkan obstruksi pada CSS dan mengalir ke foramen antara ventrikel dan cairan serebral sehingga menyebabkan penurunan CSS di dalam granulasi araknoid juga dapat mengakibatkan hidrosefalus, Thrombosis septik dari vena sinus dapat terjadi, mengakibatkan peningkatan TIK yang dihubungkan dengan hidrosefalus. Kelumpuhan saraf kranial merupakan komplikasi umum pada meningitis bakterial, stroke dapat mengakibatkan gangguan atau kerusakan hemisfer pada batang otak, dampak lanjutan yang dapat dialami oleh pasien adalah menjadi tuli akibat kerusakan saraf kranial. Masalah keperawatan yang biasa muncul pada pasien meningitis yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan otak, resiko cedera, ketidakefektifan bersihan jalan nafas, ketidakefektifan pola nafas, dan hipertermi. Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien meningitis dapat berupa pengobatan akan kebutuhan fisik serta kebutuhan psikologis pasien. Perawat dalam merawat pasien dengan meningitis harus memantau kondisi pasien yang lemah mengharuskan pasien untuk menjaga kondisinya agar tidak terjadinya peningkatan tekanan intracranial (TIK) dengan memaksimalkan dan meminimalkannya. Membantu pasien meningitis untuk bisa kembali ke keadaan sebelum hospitalisasi serta memberikan kebutuhan psikologis pasien seperti menghilangkan ansietas, memberikan dukungan spiritual dan mendiskusikan masalah yang berhubungan dengan rasa sakit yang dirasakan oleh pasien meningitis merupakan salah satu peran yang bisa dilakukan oleh seorang perawat. B. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui konsep medis penyakit Meningitis 2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan penyakit Meningitis BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Medis 1. Definisi Meningitis adalah radang pada meningitis (membran yang melindungi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau jamur (Brunner and Suddarth, 2001) dalam (Ns. Andra Saferi Wijaya & Ns. Yessie Mariza Putri, 2013). Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Ns. Andra Saferi Wijaya & Ns. Yessie Mariza Putri, 2013). Meningitis bakteri adalah proses inflamasi meningen (selaput otak), khususnya arakhnoid dan pia mater berkaitan dengan invasi bakteri ke ruangan subarakhnoid 2. Etiologi a. Bakteri : Mycobacterium tuberculosa, Diploccacus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptocacus haemalyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophillus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudamonas aeruginosa. b. Penyebab lain : Virus, Toxoplasma gondhi dan Ricketsia. c. Faktor predisposisi : Jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan wanita. d. Faktor maternal : Ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan. e. Faktor imunologi : Defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobin. f. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem persarafan. (Ns. Andra Saferi Wijaya & Ns. Yessie Mariza Putri, 2013). 3. Patofisiologi Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas. Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan ssluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen, semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri (Ns. Andra Saferi Wijaya & Ns. Yessie Mariza Putri, 2013). Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksduat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier otak), edema serebral dan peningkatan TIK (Ns. Andra Saferi Wijaya & Ns. Yessie Mariza Putri, 2013). Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindrom Waterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus (Ns. Andra Saferi Wijaya & Ns. Yessie Mariza Putri, 2013). Adanya faktor predisposisi a. Organisme masuk kedalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan dibawah daerah korteks, yang menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan darah serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis yang dapat menyebabkan kemunduran neurologis, sumbatan aliran darah normal otak dan dapat menyebabkan hydrocephalus dan peningkatan TIK (Ns. Andra Saferi Wijaya & Ns. Yessie Mariza Putri, 2013). b. Akibat peningkatan dalam waktu yang lama, aliran darah otak akan terganggu mengakibatkan gg metabolisme jaringan otak seperti hipoksia dan iskemia jaringan otak lama-lama kerusakan pada otak (Ns. Andra Saferi Wijaya & Ns. Yessie Mariza Putri, 2013). c. Iskemia merangsang pusat vasomotor dan TD sistemik akan meningkat sebanding dengan peningkatan TIK. Jika TIK melebihi tek arteri sirkulasi otak terhenti kematian otak (infark cerebri) (Ns. Andra Saferi Wijaya & Ns. Yessie Mariza Putri, 2013). 4. Manifestasi Klinis a. Gejala infeksi akut : Lesu, kelelahan, sakit pada otot, panas, nausea, vomitus, sakit kepala dan mudah teranfsang. b. Gejala peningkatan TIK : Nyeri kepala, kesadaran menurun, muntah proyektil, pailla edema, kejang, vocal twicing, photofobia, disfungsi saraf III, IV dan VI. c. Gejala rangsang meningkat : Rigiditas nukal (kaku leher), tanda kernig (+), brudzinski. d. Ruam pada kulit (pada meningokokus). e. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia, seperti demam tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata. f. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran. (Ns. Andra Saferi Wijaya & Ns. Yessie Mariza Putri, 2013). 5. Komplikasi a. Komplikasi akut : Peningkatan tekanan intrakranial dan koma. b. Komplikasi kronis: Gangguan kejiwaan, kejang berulang, defisit neurologis fokal, abnormalitas serebrovaskular, tuli sensorineural dan gangguan intelektualitas. (Ainun) c. Hidrosefalus obstruktif d. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC, perdarahan adrenal bilateral) e. Efusi subdural f. Edema dan herniasi serebral g. Gangguan mental h. Attention deficit disorder i. Cerebral palsy (Ns. Andra Saferi Wijaya & Ns. Yessie Mariza Putri, 2013). 6. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan LCS (Liquor Cerebro Spinal) : pemeriksaan baku - Tekanan saat opening : > 100 – 200 mmHg - Leukosit : < 5 atau > 100 mm3 - Predominan neurofil : > 80% - Pengecatan Gram dari LCS : positif pada 60% - 90% pasien - Protein LCS : > 50 mg/dL - Glukosa LCS : < 40 mg/dL - Kultur positif pada 65% - 90% pasien - Antgen bakteri LCS : sensitivitas 50% - 100% Pemeriksaan laboratorium didapatkan : Leukositosis, kultur darah, peningkatan CRP (C- Reactive Protein) dan peningkatan prokalsitonin. b. Pemeriksaan Radiologis Dilakukan pemeriksaan CT-Scan atau MRI kepala jika terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial, koma dan defisit neurologis. 7. Penatalaksanaan a. Terapi Non Farmakologis - Terapi Cairan Untuk menghindari syok hipovolemik. Jika terdapat tanda syok maka berikan bolus cairan melalui intravena atau intraosseus NaCl 0,9% 20 ml/kg dalam 5 – 10 menit. - Koreksi Elektrolit Ketidakseimbangan elektrolit yang umum terjadi adalah hiponatremia yang akan menyebabkan peningkatan intrakranial. - Menurunkan Tekanan Intrakranial Meninggikan bagian kepala sebesar 30° dan hiperventilasi untuk mempertahankan PaCO2 berkisar antara 27 dan 30 mmHg. b. Terapi Farmakologis - Terapi Antibiotik Terapi antibiotik dilakukan sesegera mungkin sesuai dengan hasil sensitifotas, terapi empiris segera dilakukan bila belum mendapatkan hasil sensitivitas, sefalosporin generasi ketiga, seperti cefriaxone atau cefotaxime, telah menjadi pilihan pertama dalam pengobatan meningitis bakteri karena spektrum kerja yang luas. Lama pemberian terapi antibiotik selama 10 – 14 hari dan diberikan secara parenteral (terutama intravena). - Terapi Anti Inflamasi Pemberian dexamethasone 10 mg setiap 6 jam selama 4 hari mampu menurunkan angka mortalitas. - Diuresis Osmotik Manitol 20% dan urea yang akan menarik cairan dalam sel otak sehingga mengurangi edema cerebri. - Heparinisasi - Antikonvulsan (Ainun) - Kejang Diazepam / fenitoin. - AB sesuai organisme penyebab : Penisilin G Pneumococcus, meningococcus, streptococcus. Gentamicyn Klebsiella, pseudomonas, proleus. Clorampenikol Haemofillus influenza. Therapi TBC (streptomicyn, INH) M. TB 8. Prognosis Angka mortalitas meningitis bakteri sebesar 21% dan 30 – 50% dari pasien yang selamat memiliki gejala sisa neurologis permanen. (ainun) B. Konsep Keperawatan 1. Pengkajian a. Anamnesa 1. Identitas pasien 2. Keluhan Utama : Sakit kepala dan demam 3. Riwayat Penyakit - Riwayat Penyakit Sekarang : Harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti sakit kepala, demam, dan keluhan kejang. Kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk, bagaimana sifat timbulnya, dan stimulus apa yang sering menimbulkan kejang (Purwanto, 2016) - Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat sakit TB paru, infeksi jalan napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya perlu ditanyakan pada pasien. Pengkajian pemakaian obat obat yang sering digunakan pasien, seperti pemakaian obat kortikostiroid, pemakaian jenis jenis antibiotic dan reaksinya (untuk menilai resistensi pemakaian antibiotic) (Purwanto, 2016). - Riwayat Psikososial : Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien juga penting untuk menilai pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Purwanto, 2016). b. Pemeriksaan Fisik - B1 (Breath) : Peningkatan kerja pernapasan pada fase awal - B2 (Blood) : TD meningkat, nadi menurun, tekanan nadi berat (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh pada pusat vasomotor), takikardia, disritmia (pada fase akut) seperti disritmia sinus - B3 (Brain) : Afasia/kesulitan dalam berbicara, mata (ukuran/ reaksi pupil), unisokor atau tidak berespon terhadap cahaya (peningkatan TIK) nistagmus (bola mata bergerak-gerak terus menerus), kejang lobus temporal, otot mengalami hipotonia/ flaksid paralysis (pada fase akut meningitis), hemiparese/ hemiplegi, tanda Brudzinski (+) dan atau tanda kernig (+) merupakan indikasi adanya iritasi meningeal (fase akut), refleks tendon dalam terganggu, babinski (+), refleks abdominal menurun/ tidak ada, refleks kremastetik hilang pada laki-laki. - B4 (Bladder) : Adanya inkontinensia dan/atau retensi - B5 (Bowel) : Muntah, anoreksia, kesulitan menelan - B6 (Bone) : Turgor kulit jelek (Purwanto, 2016) 2. Diagnosis Keperawatan 1. D.0077 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi) 2. D.0017 Risiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan infeksi otak (meningitis) 3. D.0136 Risiko cedera dibuktikan dengan hipoksia jaringan, perubahan fungsi kognitif 4. D.0032 Risiko defisit nutrisi dibuktikan dengan ketidakmampuan menelan makan (PPNI, 2016). 3. Intervensi Keperawatan
Diagnosis Luaran/Outcome Intervensi Keperawatan
Keperawatan D.0077 Nyeri akut Luaran Utama Intervensi Utama : Manajemen berhubungan dengan : Tingkat Nyeri Nyeri (I.08238) agen pencedera (L.08066) Observasi : fisiologis (inflamasi) Setelah dilakukan 1. Lokasi, karakteristik, tindakan keperawatan durasi, frekuensi, kualitas, ..x.. maka tingkat intensitas nyeri nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri dengan 3. Identifikasi respon nyeri Kriteria Hasil : non verbal 1. Kemampuan 4. Identifikasi faktor yang menuntaskan memperberat dan aktivitas memperingan nyeri meningkat 5. Identifikasi pengetahuan 2. Keluhan nyeri dan keyakinan tentang menurun nyeri 3. Meringis 6. Identifikasi pengaruh menurun budaya terhadap respon 4. Sikap protektif nyeri menurun 7. Identifikasi pengaruh 5. Gelisah menurun nyeri pada kualitas hidup 6. Kesulitan tidur 8. Monitor keberhasilan menurun terapi komplementer yang 7. Menarik diri sudah diberikan menurun 9. Monitor efek samping 8. Perasaan depresi penggunaan analgetik menurun Terapeutik : 9. Perasaan takut 1. Berikan teknik mengalami nonfarmakologis untuk cedera berulang mengurangi rasa nyeri menurun (mis. TENS, hypnosis, 10. Ketegangan otot akupresur, terapi musik, menurun biofeedback, terapi pijat, 11. Pupil dilatasi aroma terapi, teknik menurun imajinasi terbimbing, 12. Muntah kompres hangat/dingin, menurun terapi bermain) 13. Mual menurun 2. Control lingkungan yang 14. Frekuensi nadi memperberat rasa nyeri membaik (mis. Suhu ruangan, 15. Pola napas pencahayaan, kebisingan) membaik 3. Fasilitasi istirahat dan 16. Tekanan darah tidur membaik 4. Pertimbangkan jenis dan 17. Proses berpikir sumber nyeri dalam membaik pemilihan strategi 18. Focus membaik meredakan nyeri 19. Pola tidur Edukasi : membaik 1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri 3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat 5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi : 1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu D.0017 Risiko Luaran Utama : Intervensi Utama : perfusi serebral tidak Perfusi Serebral Pemantauan Tekanan efektif dibuktikan (L.02014) Intrakaranial (I.06198) dengan infeksi otak Setelah dilakukan Observasi : (meningitis) tindakan keperawatan 1. Observasi penyebab ..x.. maka perfusi peningkatan TIK (mis. serebral meningkat Lesi menempati ruang, dengan gangguan metabolism, Kriteria Hasil : edema sereblal, 1. Tingkat peningkatan tekanan vena, kesadaran obstruksi aliran cairan meningkat serebrospinal, hipertensi 2. Kognitif intracranial idiopatik) meningkat 2. Monitor peningkatan TD 3. Tekanan 3. Monitor pelebaran tekanan intracranial nadi (selish TDS dan menurun TDD) 4. Sakit kepala 4. Monitor penurunan menurun frekuensi jantung 5. Gelisah menurun 5. Monitor ireguleritas irama 6. Kecemasan jantung menurun 6. Monitor penurunan tingkat 7. Demam menurun kesadaran 8. Nilai rata-rata 7. Monitor perlambatan atau tekanan darah ketidaksimetrisan respon membaik pupil 9. Kesadaran 8. Monitor kadar CO2 dan membaik pertahankan dalm rentang 10. Reflex saraf yang diindikasikan membaik 9. Monitor tekanan perfusi serebral 10. Monitor jumlah, kecepatan, dan karakteristik drainase cairan serebrospinal 11. Monitor efek stimulus lingkungan terhadap TIK Terapeutik : 1. Ambil sampel drainase cairan serebrospinal 2. Kalibrasi transduser 3. Pertahankan sterilitas system pemantauan 4. Pertahankan posisi kepala dan leher netral 5. Bilas sitem pemantauan, jika perlu 6. Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien 7. Dokumentasikan hasil pemantauan Edukasi : 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan 2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu D.0136 Risiko Luaran Utama : Intervensi Utama : Pencegahan cedera dibuktikan Tingkat Cedera Cedera (I.14537) dengan hipoksia (L.14136) Observasi : jaringan, perubahan Setelah dilakukan 1. Identifikasi area fungsi kognitif tindakan keperawatan lingkungan yang ..x.. maka tingkat berpotensi menyebabkan cedera menurun cedera dengan 2. Identifikasi obat yang Kriteria Hasil : berpotensi menyebabkan 1. Toleransi cedera aktivitas 3. Identifikasi kesesuaian meningkat alas kaki atau stoking 2. Nafsu makan elastis pada ekstremitas meningkat bawah 3. Toleransi Terapeutik : makanan 1. Sediakan pencahayaan meningkat yang memadai 4. Kejadian cedera 2. Gunakan lampu tidur menurun yang memadai 5. Ketegangan otot 3. Gunakan lampu tidur menurun selama jam tidur 6. Ekspresi wajah 4. Sosialisasikan pasien dan kesakitan keluarga dengan menurun lingkungan ruang rawat 7. Gangguan (mis. Penggunaan telepon, mobilitas tempat tidur, penerangan menurun ruangan dan lokasi kamar 8. Gangguan mandi) kognitif menurun 5. Gunakan alas lantai jika 9. Tekanan darah berisiko mengalami membaik cedera serius 10. Frekuensi nadi 6. Sediakan alas kaki membaik antislip 11. Frekuensi 7. Sediakan pispot atau pernapasan urinal untuk elimanasi membaik ditempat tidur, jika perlu 12. Pola 8. Pastikan bel panggilan istirahat/tidur atau telepon mudha membaik dijangkau 9. Pastikan barang-barang pribadi mudah dijangkau 10. Pertahankan posisi tempat tidur di posisi terendah saat digunakan 11. Gunakan pengaman tempat tidur sesuai dengan kebijakan fasilitas pelayanan kesehatan 12. Diskusikan mengenai latihan dan terapi fisik yang diperlukan 13. Diskusikan bersama anggota keluarga yang dapat mendampingi pasien 14. Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien, sesuai kebutuhan Edukasi : 1. Jelaskan intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan keluarga D.0032 Risiko defisit Luaran Utama Intervensi Utama : Manajemen nutrisi dibuktikan : Status Nutrisi Nutrisi (I.03119) dengan (L.03030) Observasi : ketidakmampuan Setelah dilakukan 1. Identifikasi menelan makan tindakan keperawatan status nutrisi ..x.. maka status 2. Identifikasi nutrisi membaik alergi dan intoleransi dengan makanan Kriteria Hasil : 3. Identifikasi 1. Porsi makanan makanan yang disukai yang dihabiskan 4. Identifikasi meningkat kebutuhan kalori dan jenis 2. Kekuatan otot nutrient pengunyah 5. Identifikasi meningkat perlunya penggunaan 3. Kekuatan otot selang nasogastrik menelan 6. Monitor asupan meningkat makanan 4. Frekuensi 7. Monitor berat makanan badan membaik 8. Monitor hasil 5. Nafsu makan pemeriksaan laboratorium membaik Terapeutik : 6. Membrane 1. Lakukan oral hygiene mukosa sebelum makan, jika perlu membaik 2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan) 3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai 4. Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi 5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein 6. Berikan suplemen makanan, jika perlu 7. Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan oral dapat ditoleransi Edukasi : 1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu 2. Ajarkan diet yang diprogramkan Kolaborasi : 1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu