Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN MENINGITIS

Rizka Putri Yulianti 14220180044


Rifka Riska Mr 14220180041
Tisna HS Sianu 14220180035
Dwi Nurul Hijrayanti 14220180036
Ayu Sasmitha 14220180037
Widyahsari Yujianti 14220180038
Hastri Arifin Kasan 14220180043

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi otak merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada jaringan otak.
Penyakit infeksi otak bermacam-macam seperti Meningitis,
Meningoensefalitis, dan Abses serebri. Peradangan pada meningen khususnya
pada bagian araknoid dan piamater (leptomeningens) disebut meningitis.
Meningitis merupakan peradangan pada meningen yaitu membrane yang
melapisi otak dan medulla spinalis.
Meningitis atau radang selaput otak merupakan infeksi pada cairan
serebrospinal (CSS) disertai radang pada pia dan araknoid, ruang subaraknoid,
jaringan superficial otak dan medulla sipinalis. Kuman-kuman dapat masuk ke
setiap bagian ruang subaraknoid dengan cepat sekali menyebar ke bagian lain,
sehingga leptomening medulla spinalis terkena. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa meningitis selalu merupakan suatu proses serebrospinal.
Organisme yang merupakan penyebab umum meningitis meliputi
Neisseria meningitis (meningitis meningokok), Haemopbilus influenzae, dan
Streptococcus pneumoniae (organism ini biasanya terdapat di nasofaring).
Organisme penyebab meningitis yang sering menyerang bayi (sampai usia 3
bulan) adalah Escberichid coli dan Listeria monocytogenes. Berdasarkan
penyebabnya, meningitis dapat dibagi menjadi meningitis aseptik (aseptic
meningitis) yang disebabkan oleh virus, dan meningitis bakterial (bacterial
meningitis) yang disebabkan oleh berbagai bakteri.
Dampak yang timbul akibat meningitis yaitu peningkatan tekanan
intracranial, hyrosephalus, infark serebral, abses otak, dan kejang.
Ventrikulitis atau abses intraserebral dapat menyebabkan obstruksi pada CSS
dan mengalir ke foramen antara ventrikel dan cairan serebral sehingga
menyebabkan penurunan CSS di dalam granulasi araknoid juga dapat
mengakibatkan hidrosefalus, Thrombosis septik dari vena sinus dapat terjadi,
mengakibatkan peningkatan TIK yang dihubungkan dengan hidrosefalus.
Kelumpuhan saraf kranial merupakan komplikasi umum pada meningitis
bakterial, stroke dapat mengakibatkan gangguan atau kerusakan hemisfer pada
batang otak, dampak lanjutan yang dapat dialami oleh pasien adalah menjadi
tuli akibat kerusakan saraf kranial. Masalah keperawatan yang biasa muncul
pada pasien meningitis yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan otak, resiko
cedera, ketidakefektifan bersihan jalan nafas, ketidakefektifan pola nafas, dan
hipertermi.
Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
meningitis dapat berupa pengobatan akan kebutuhan fisik serta kebutuhan
psikologis pasien. Perawat dalam merawat pasien dengan meningitis harus
memantau kondisi pasien yang lemah mengharuskan pasien untuk menjaga
kondisinya agar tidak terjadinya peningkatan tekanan intracranial (TIK)
dengan memaksimalkan dan meminimalkannya. Membantu pasien meningitis
untuk bisa kembali ke keadaan sebelum hospitalisasi serta memberikan
kebutuhan psikologis pasien seperti menghilangkan ansietas, memberikan
dukungan spiritual dan mendiskusikan masalah yang berhubungan dengan
rasa sakit yang dirasakan oleh pasien meningitis merupakan salah satu peran
yang bisa dilakukan oleh seorang perawat.
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep medis penyakit Meningitis
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan penyakit Meningitis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Medis
1. Definisi
Meningitis adalah radang pada meningitis (membran yang melindungi
otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau jamur
(Brunner and Suddarth, 2001) dalam (Ns. Andra Saferi Wijaya & Ns.
Yessie Mariza Putri, 2013).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan
serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada
sistem saraf pusat (Ns. Andra Saferi Wijaya & Ns. Yessie Mariza Putri,
2013).
Meningitis bakteri adalah proses inflamasi meningen (selaput otak),
khususnya arakhnoid dan pia mater berkaitan dengan invasi bakteri ke
ruangan subarakhnoid
2. Etiologi
a. Bakteri : Mycobacterium tuberculosa, Diploccacus
pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok),
Streptocacus haemalyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophillus
influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudamonas
aeruginosa.
b. Penyebab lain : Virus, Toxoplasma gondhi dan Ricketsia.
c. Faktor predisposisi : Jenis kelamin laki-laki lebih sering
dibandingkan wanita.
d. Faktor maternal : Ruptur membran fetal, infeksi maternal
pada minggu terakhir kehamilan.
e. Faktor imunologi : Defisiensi mekanisme imun, defisiensi
imunoglobin.
f. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang
berhubungan dengan sistem persarafan.
(Ns. Andra Saferi Wijaya & Ns. Yessie Mariza Putri, 2013).
3. Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti
dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis
bagian atas. Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas,
otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain,
prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis.
Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan
ssluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen,
semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri (Ns.
Andra Saferi Wijaya & Ns. Yessie Mariza Putri, 2013).
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi
radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat
menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan
serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksduat meningen,
vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar
otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran
ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan
fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada
darah, daerah pertahanan otak (barier otak), edema serebral dan
peningkatan TIK (Ns. Andra Saferi Wijaya & Ns. Yessie Mariza Putri,
2013).
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum
terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan
adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi
(pada sindrom Waterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya
kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh
meningokokus (Ns. Andra Saferi Wijaya & Ns. Yessie Mariza Putri,
2013).
Adanya faktor predisposisi
a. Organisme masuk kedalam aliran darah dan menyebabkan reaksi
radang di dalam meningen dan dibawah daerah korteks, yang
menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan
darah serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat
meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar
sampai dasar otak dan medula spinalis yang dapat menyebabkan
kemunduran neurologis, sumbatan aliran darah normal otak dan dapat
menyebabkan hydrocephalus dan peningkatan TIK (Ns. Andra Saferi
Wijaya & Ns. Yessie Mariza Putri, 2013).
b. Akibat peningkatan dalam waktu yang lama, aliran darah otak akan
terganggu mengakibatkan gg metabolisme jaringan otak seperti
hipoksia dan iskemia jaringan otak  lama-lama kerusakan pada otak
(Ns. Andra Saferi Wijaya & Ns. Yessie Mariza Putri, 2013).
c. Iskemia merangsang pusat vasomotor dan TD sistemik akan meningkat
sebanding dengan peningkatan TIK. Jika TIK melebihi tek arteri 
sirkulasi otak terhenti  kematian otak (infark cerebri) (Ns. Andra
Saferi Wijaya & Ns. Yessie Mariza Putri, 2013).
4. Manifestasi Klinis
a. Gejala infeksi akut : Lesu, kelelahan, sakit pada otot,
panas, nausea, vomitus, sakit kepala dan mudah teranfsang.
b. Gejala peningkatan TIK : Nyeri kepala, kesadaran menurun,
muntah proyektil, pailla edema, kejang, vocal twicing, photofobia,
disfungsi saraf III, IV dan VI.
c. Gejala rangsang meningkat : Rigiditas nukal (kaku leher), tanda
kernig (+), brudzinski.
d. Ruam pada kulit (pada meningokokus).
e. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia, seperti demam
tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda
koagulopati intravaskuler diseminata.
f. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK
akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda
perubahan karakteristik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan pulsa
dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan
penurunan tingkat kesadaran.
(Ns. Andra Saferi Wijaya & Ns. Yessie Mariza Putri, 2013).
5. Komplikasi
a. Komplikasi akut : Peningkatan tekanan intrakranial dan koma.
b. Komplikasi kronis: Gangguan kejiwaan, kejang berulang, defisit
neurologis fokal, abnormalitas serebrovaskular, tuli sensorineural dan
gangguan intelektualitas.
(Ainun)
c. Hidrosefalus obstruktif
d. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC, perdarahan adrenal
bilateral)
e. Efusi subdural
f. Edema dan herniasi serebral
g. Gangguan mental
h. Attention deficit disorder
i. Cerebral palsy
(Ns. Andra Saferi Wijaya & Ns. Yessie Mariza Putri, 2013).
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan LCS (Liquor Cerebro Spinal) : pemeriksaan baku
- Tekanan saat opening : > 100 – 200 mmHg
- Leukosit : < 5 atau > 100 mm3
- Predominan neurofil : > 80%
- Pengecatan Gram dari LCS : positif pada 60% - 90% pasien
- Protein LCS : > 50 mg/dL
- Glukosa LCS : < 40 mg/dL
- Kultur positif pada 65% - 90% pasien
- Antgen bakteri LCS : sensitivitas 50% - 100%
Pemeriksaan laboratorium didapatkan : Leukositosis, kultur darah,
peningkatan CRP (C- Reactive Protein) dan peningkatan prokalsitonin.
b. Pemeriksaan Radiologis
Dilakukan pemeriksaan CT-Scan atau MRI kepala jika terdapat tanda
peningkatan tekanan intrakranial, koma dan defisit neurologis.
7. Penatalaksanaan
a. Terapi Non Farmakologis
- Terapi Cairan
Untuk menghindari syok hipovolemik. Jika terdapat tanda syok
maka berikan bolus cairan melalui intravena atau intraosseus NaCl
0,9% 20 ml/kg dalam 5 – 10 menit.
- Koreksi Elektrolit
Ketidakseimbangan elektrolit yang umum terjadi adalah
hiponatremia yang akan menyebabkan peningkatan intrakranial.
- Menurunkan Tekanan Intrakranial
Meninggikan bagian kepala sebesar 30° dan hiperventilasi untuk
mempertahankan PaCO2 berkisar antara 27 dan 30 mmHg.
b. Terapi Farmakologis
- Terapi Antibiotik
Terapi antibiotik dilakukan sesegera mungkin sesuai dengan hasil
sensitifotas, terapi empiris segera dilakukan bila belum
mendapatkan hasil sensitivitas, sefalosporin generasi ketiga, seperti
cefriaxone atau cefotaxime, telah menjadi pilihan pertama dalam
pengobatan meningitis bakteri karena spektrum kerja yang luas.
Lama pemberian terapi antibiotik selama 10 – 14 hari dan
diberikan secara parenteral (terutama intravena).
- Terapi Anti Inflamasi
Pemberian dexamethasone 10 mg setiap 6 jam selama 4 hari
mampu menurunkan angka mortalitas.
- Diuresis Osmotik
Manitol 20% dan urea yang akan menarik cairan dalam sel otak
sehingga mengurangi edema cerebri.
- Heparinisasi
- Antikonvulsan
(Ainun)
- Kejang  Diazepam / fenitoin.
- AB sesuai organisme penyebab :
Penisilin G  Pneumococcus, meningococcus, streptococcus.
Gentamicyn  Klebsiella, pseudomonas, proleus.
Clorampenikol  Haemofillus influenza.
Therapi TBC (streptomicyn, INH)  M. TB
8. Prognosis
Angka mortalitas meningitis bakteri sebesar 21% dan 30 – 50% dari
pasien yang selamat memiliki gejala sisa neurologis permanen.
(ainun)
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1. Identitas pasien
2. Keluhan Utama : Sakit kepala dan demam
3. Riwayat Penyakit
- Riwayat Penyakit Sekarang :
Harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti
sakit kepala, demam, dan keluhan kejang. Kapan mulai
serangan, sembuh atau bertambah buruk, bagaimana sifat
timbulnya, dan stimulus apa yang sering menimbulkan kejang
(Purwanto, 2016)
- Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat sakit TB paru, infeksi jalan napas bagian atas, otitis
media, mastoiditis, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala
dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya perlu
ditanyakan pada pasien. Pengkajian pemakaian obat obat yang
sering digunakan pasien, seperti pemakaian obat kortikostiroid,
pemakaian jenis jenis antibiotic dan reaksinya (untuk menilai
resistensi pemakaian antibiotic) (Purwanto, 2016).
- Riwayat Psikososial :
Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan
pasien juga penting untuk menilai pasien terhadap penyakit yang
dideritanya dan perubahan peran pasien dalam keluarga dan
masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
(Purwanto, 2016).
b. Pemeriksaan Fisik
- B1 (Breath) : Peningkatan kerja pernapasan pada fase awal
- B2 (Blood) : TD meningkat, nadi menurun, tekanan nadi berat
(berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh pada pusat
vasomotor), takikardia, disritmia (pada fase akut) seperti disritmia
sinus
- B3 (Brain) : Afasia/kesulitan dalam berbicara, mata (ukuran/
reaksi pupil), unisokor atau tidak berespon terhadap cahaya
(peningkatan TIK) nistagmus (bola mata bergerak-gerak terus
menerus), kejang lobus temporal, otot mengalami hipotonia/
flaksid paralysis (pada fase akut meningitis), hemiparese/
hemiplegi, tanda Brudzinski (+) dan atau tanda kernig (+)
merupakan indikasi adanya iritasi meningeal (fase akut), refleks
tendon dalam terganggu, babinski (+), refleks abdominal menurun/
tidak ada, refleks kremastetik hilang pada laki-laki.
- B4 (Bladder) : Adanya inkontinensia dan/atau retensi
- B5 (Bowel) : Muntah, anoreksia, kesulitan menelan
- B6 (Bone) : Turgor kulit jelek
(Purwanto, 2016)
2. Diagnosis Keperawatan
1. D.0077 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
(inflamasi)
2. D.0017 Risiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan infeksi
otak (meningitis)
3. D.0136 Risiko cedera dibuktikan dengan hipoksia jaringan, perubahan
fungsi kognitif
4. D.0032 Risiko defisit nutrisi dibuktikan dengan ketidakmampuan
menelan makan
(PPNI, 2016).
3. Intervensi Keperawatan

Diagnosis Luaran/Outcome Intervensi Keperawatan


Keperawatan
D.0077 Nyeri akut Luaran Utama Intervensi Utama : Manajemen
berhubungan dengan : Tingkat Nyeri Nyeri (I.08238)
agen pencedera (L.08066) Observasi :
fisiologis (inflamasi) Setelah dilakukan 1. Lokasi, karakteristik,
tindakan keperawatan durasi, frekuensi, kualitas,
..x.. maka tingkat intensitas nyeri
nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
dengan 3. Identifikasi respon nyeri
Kriteria Hasil : non verbal
1. Kemampuan 4. Identifikasi faktor yang
menuntaskan memperberat dan
aktivitas memperingan nyeri
meningkat 5. Identifikasi pengetahuan
2. Keluhan nyeri dan keyakinan tentang
menurun nyeri
3. Meringis 6. Identifikasi pengaruh
menurun budaya terhadap respon
4. Sikap protektif nyeri
menurun 7. Identifikasi pengaruh
5. Gelisah menurun nyeri pada kualitas hidup
6. Kesulitan tidur 8. Monitor keberhasilan
menurun terapi komplementer yang
7. Menarik diri sudah diberikan
menurun 9. Monitor efek samping
8. Perasaan depresi penggunaan analgetik
menurun Terapeutik :
9. Perasaan takut 1. Berikan teknik
mengalami nonfarmakologis untuk
cedera berulang mengurangi rasa nyeri
menurun (mis. TENS, hypnosis,
10. Ketegangan otot akupresur, terapi musik,
menurun biofeedback, terapi pijat,
11. Pupil dilatasi aroma terapi, teknik
menurun imajinasi terbimbing,
12. Muntah kompres hangat/dingin,
menurun terapi bermain)
13. Mual menurun 2. Control lingkungan yang
14. Frekuensi nadi memperberat rasa nyeri
membaik (mis. Suhu ruangan,
15. Pola napas pencahayaan, kebisingan)
membaik 3. Fasilitasi istirahat dan
16. Tekanan darah tidur
membaik 4. Pertimbangkan jenis dan
17. Proses berpikir sumber nyeri dalam
membaik pemilihan strategi
18. Focus membaik meredakan nyeri
19. Pola tidur Edukasi :
membaik 1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
D.0017 Risiko Luaran Utama : Intervensi Utama :
perfusi serebral tidak Perfusi Serebral Pemantauan Tekanan
efektif dibuktikan (L.02014) Intrakaranial (I.06198)
dengan infeksi otak Setelah dilakukan Observasi :
(meningitis) tindakan keperawatan 1. Observasi penyebab
..x.. maka perfusi peningkatan TIK (mis.
serebral meningkat Lesi menempati ruang,
dengan gangguan metabolism,
Kriteria Hasil : edema sereblal,
1. Tingkat peningkatan tekanan vena,
kesadaran obstruksi aliran cairan
meningkat serebrospinal, hipertensi
2. Kognitif intracranial idiopatik)
meningkat 2. Monitor peningkatan TD
3. Tekanan 3. Monitor pelebaran tekanan
intracranial nadi (selish TDS dan
menurun TDD)
4. Sakit kepala 4. Monitor penurunan
menurun frekuensi jantung
5. Gelisah menurun 5. Monitor ireguleritas irama
6. Kecemasan jantung
menurun 6. Monitor penurunan tingkat
7. Demam menurun kesadaran
8. Nilai rata-rata 7. Monitor perlambatan atau
tekanan darah ketidaksimetrisan respon
membaik pupil
9. Kesadaran 8. Monitor kadar CO2 dan
membaik pertahankan dalm rentang
10. Reflex saraf yang diindikasikan
membaik 9. Monitor tekanan perfusi
serebral
10. Monitor jumlah,
kecepatan, dan
karakteristik drainase
cairan serebrospinal
11. Monitor efek stimulus
lingkungan terhadap TIK
Terapeutik :
1. Ambil sampel drainase
cairan serebrospinal
2. Kalibrasi transduser
3. Pertahankan sterilitas
system pemantauan
4. Pertahankan posisi kepala
dan leher netral
5. Bilas sitem pemantauan,
jika perlu
6. Atur interval pemantauan
sesuai kondisi pasien
7. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
D.0136 Risiko Luaran Utama : Intervensi Utama : Pencegahan
cedera dibuktikan Tingkat Cedera Cedera (I.14537)
dengan hipoksia (L.14136) Observasi :
jaringan, perubahan Setelah dilakukan 1. Identifikasi area
fungsi kognitif tindakan keperawatan lingkungan yang
..x.. maka tingkat berpotensi menyebabkan
cedera menurun cedera
dengan 2. Identifikasi obat yang
Kriteria Hasil : berpotensi menyebabkan
1. Toleransi cedera
aktivitas 3. Identifikasi kesesuaian
meningkat alas kaki atau stoking
2. Nafsu makan elastis pada ekstremitas
meningkat bawah
3. Toleransi Terapeutik :
makanan 1. Sediakan pencahayaan
meningkat yang memadai
4. Kejadian cedera 2. Gunakan lampu tidur
menurun yang memadai
5. Ketegangan otot 3. Gunakan lampu tidur
menurun selama jam tidur
6. Ekspresi wajah 4. Sosialisasikan pasien dan
kesakitan keluarga dengan
menurun lingkungan ruang rawat
7. Gangguan (mis. Penggunaan telepon,
mobilitas tempat tidur, penerangan
menurun ruangan dan lokasi kamar
8. Gangguan mandi)
kognitif menurun 5. Gunakan alas lantai jika
9. Tekanan darah berisiko mengalami
membaik cedera serius
10. Frekuensi nadi 6. Sediakan alas kaki
membaik antislip
11. Frekuensi 7. Sediakan pispot atau
pernapasan urinal untuk elimanasi
membaik ditempat tidur, jika perlu
12. Pola 8. Pastikan bel panggilan
istirahat/tidur atau telepon mudha
membaik dijangkau
9. Pastikan barang-barang
pribadi mudah dijangkau
10. Pertahankan posisi tempat
tidur di posisi terendah
saat digunakan
11. Gunakan pengaman
tempat tidur sesuai
dengan kebijakan fasilitas
pelayanan kesehatan
12. Diskusikan mengenai
latihan dan terapi fisik
yang diperlukan
13. Diskusikan bersama
anggota keluarga yang
dapat mendampingi
pasien
14. Tingkatkan frekuensi
observasi dan pengawasan
pasien, sesuai kebutuhan
Edukasi :
1. Jelaskan intervensi
pencegahan jatuh ke
pasien dan keluarga
D.0032 Risiko defisit Luaran Utama Intervensi Utama : Manajemen
nutrisi dibuktikan : Status Nutrisi Nutrisi (I.03119)
dengan (L.03030) Observasi :
ketidakmampuan Setelah dilakukan 1. Identifikasi
menelan makan tindakan keperawatan status nutrisi
..x.. maka status 2. Identifikasi
nutrisi membaik alergi dan intoleransi
dengan makanan
Kriteria Hasil : 3. Identifikasi
1. Porsi makanan makanan yang disukai
yang dihabiskan 4. Identifikasi
meningkat kebutuhan kalori dan jenis
2. Kekuatan otot nutrient
pengunyah 5. Identifikasi
meningkat perlunya penggunaan
3. Kekuatan otot selang nasogastrik
menelan 6. Monitor asupan
meningkat makanan
4. Frekuensi 7. Monitor berat
makanan badan
membaik 8. Monitor hasil
5. Nafsu makan pemeriksaan laboratorium
membaik Terapeutik :
6. Membrane 1. Lakukan oral hygiene
mukosa sebelum makan, jika perlu
membaik 2. Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
4. Berikan makan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
5. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen
makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasigastrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi :
1. Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu

Anda mungkin juga menyukai