Anda di halaman 1dari 17

A.

DEFINISI

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan penyakit infeksi

akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari

hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya

seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Irianto, 2015).

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

melibatkan organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah.

Infeksi ini disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri. ISPA akan menyerang host, apabila

ketahanan tubuh (immunologi) menurun. Penyakit ISPA ini paling banyak di temukan

pada anak di bawah lima tahun karena pada kelompok usia ini adalah kelompok yang

memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit

(Karundeng Y.M, et al. 2016). Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan

penyakit yang banyak

dijumpai pada balita dan anak -anak mulai dari ISPA ringan sampai berat. ISPA yang

berat jika masuk kedalam jaringan paru- paru akan

menyebabkan Pneumonia. Pneumonia merupakan penyakit infeksi yang dapat

menyebabkan kematian terutama pada anak-anak (Jalil, 2018).

B. ETIOLOI

Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia. Bakteri

penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus, Staphylococcus,

Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA


antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus,

Micoplasma, Herpesvirus dan lain-lain. (Suriadi,Yuliani R, 2011).

C. PATOFISIOLOGI

Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan

tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang

terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring

atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka

virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran

Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering.

Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas

kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi

pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan

tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling

menonjol adalah batuk.

Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri.

Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan

mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga

memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti

streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa

yang rusak tersebut .Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah

banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga

menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-
faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa

dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan

gangguan gizi akut pada bayi dan anak .

Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang

lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar

ke saluran nafas bawah. Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran

nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran

pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga

menyebabkan pneumonia bakteri.

Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek

imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang

sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada

umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang

tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa

IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas

bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam

mempertahankan integritas mukosa saluran nafas.

Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi

empat tahap, yaitu:

1. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan

reaksi apa-apa.

2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh

menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul

gejala demam dan batuk.

4. Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh

sempurna,sembuh dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal akibat pneumonia.


D. PATHWAY
E. MANIFESTASI KLINIS

a. Tanda dan gejala dari penyakit ISPA adalah sebagai berikut:

1.   Batuk

2.   Nafas cepat

3.   Bersin

4.   Pengeluaran sekret atau lendir dari hidung

5.   Nyeri kepala

6.   Demam ringan

7.   Tidak enak badan

8.   Hidung tersumbat

9.   Kadang-kadang sakit saat menelan

b. Tanda-tanda bahaya klinis ISPA

1.    Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi

dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang,

grunting expiratoir dan wheezing.

2.    Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan

cardiac arrest.

3.    Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung,

papil bendung, kejang dan coma.

4.    Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak (Naning R, 2012)
F. PEMFIS

Keadaan Umum

Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.

b. Tanda vital :

Bagaimana suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah klien. TD

menurun, nafas sesak, nadi lemah dan cepat, suhu meningkat, sianosis

c. TB/BB

Sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan

d. Kuku

Bagaimana kondisi kuku, apakah sianosis atau tidak, apakah ada

kelainan.

e. Kepala

Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala,

apakah ada kelainan atau lesi pada kepala

f. Wajah

Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak

g. Mata

Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera

ikterik/ tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam

penglihatan

h. Hidung

Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung

serta cairan yang keluar, ada sinus / tidak dan apakah ada gangguan
dalam penciuman

i. Mulut

Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah

kotor/tidak, apakah ada kemerahan/tidak pada lidah, apakah ada

gangguan dalam menelan, apakah ada kesulitan dalam berbicara.

j. Leher

Apakah t erjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan

distensi vena jugularis.

k. Telinga

Apakah ada kotoran atau cairan dalam telinga, bagaimanakan bentuk

tulang rawanya, apakah ada respon nyeri pada daun telinga.

. Thoraks

Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah

ada wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan.

Pemeriksaan Fisik Difokuskan Pada Pengkajian Sistem Pernafasan

1) Inspeksi

a) Membran mukosa- faring tampak kemerahan

b) Tonsil tampak kemerahan dan edema

c) Tampak batuk tidak produktif

d) Tidak ada jaringan parut dan leher

e) Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan,

pernafasan cuping hidung

2) Palpasi
a) Adanya demam

b) Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah

leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis

c) Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid

3) Perkusi

Suara paru normal (resonance)

4) Auskultasi

Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.

Jika terdengar adanya stridor atau wheezing menunjukkan tanda

bahaya. (Suriani, 2018).

m. Abdomen

Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah

terdapat nyeri tekan pada abdomen, apakah perut terasa kembung,

lakukan pemeriksaan bising usus, apakah terjadi peningkatan bising

usus/tidak.

n. Genitalia

Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin, warna

rambut kelamin. Pada laki -laki lihat keadaan penis, apakah ada

kelainan/tidak. Pada wanita lihat keadaan labia minora, biasanya labia

minora tertutup oleh labia mayora.

o. Integumen

Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/ti dak, turgor kulit kering/

tidak, apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.
p. Ekstremitas

Inspeksi : adakah oedem, tanda sianosis, dan kesulitan bergerak

Palpasi : adanya nyeri tekan dan benjolan

Perkusi : periksa refek patelki dengan reflek hummar

Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta

kelainan bentuk.

G. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

H. PEMERIKSA PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :

1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan

kuman (+) sesuai dengan jenis kuman,

2.  Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai

dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia

dan, Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Suryadi, Yuliani R, 2011).

I. KOMPLIKASI

1.      Penemonia

2.      Bronchitis

3.      Sinusitis

4.      Laryngitis

5.      Kejang deman
J. TERAPI FARMAKOLOGIS

1. Analgesik – antipiretik untuk mengobati gejala demam seperti parasetamol dan

ibuprofen

2. Kombinasi dekongestan dan anti alergi untuk pilek dan flu. Contoh : pseudoefedrin,

fenil propanolamin, dan dipenhidramin.

3. Ekspektoran untuk batuk berdahak. Contoh : ammonium klorida

4. Mukolitik untuk batuk berdahak. Contoh : ambroksol, bromheksin,

gliserilgualakolat.

5. Antitutif untuk meringankan gejala batuk kering. Contoh : dekstrometorfan.

6. Antibiotic tidak disarankan untuk ISPA yang disebabkan oleh virus karena

antibiotic tidak dapat membunuh virus.DIET

K. ANALISA DATA

Data Etiologi Problem

1.      Biasanya pasien Penupukan secret Bersihan jalan nafas

ditandai dengan adanya

secret, suara

ronchi/wising, otot bantu

pernafasan, cuping

hidung, dada terasa sesak.

2.      Adanya penupukan

secret, infeksi pada Kongesti hidung Pola nafas tidak efektif


saluran pernafasan,

adanya otot bantu

pernafasan

3.      Ditandai adanya,

sianosis, otot bantu Ventilasi pervusi Gangguan pertukaran gas

pernafasan, expansi

didinding dada, suara

ronchi/wising

4.      Ditandai

dengan penuran BB Input/autput tidak Gangguan nutrisi kurang

sebnyak 20%, kulit kriput, adekuat dari kebutuhan tubuh.

klien terlihat kurus, nafsu

makan menurun, mual

muntah, nyeri abdomen

5.      Adanya tanda-tanda

infeksi seperti: tumor,

dolor, calor, rubor, dan Resiko infeksi

disfusilaesa. Dan cek Agen bakteri/virus

leukosit tinggi/ rendah

6.      Ditandai dengan

adanya panas lebih dari

37,6°C, akral panas, bibir Hipertermi

merah, wajah tampak Proses infeksi


merah.

L. DIAGNOSA KEPERAWATAN MENURUT PRIORITAS

Bersihan jalan napas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan

b. Hipertermia b.d proses penyakit (infeksi bakteri stertococcus)

c. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan oksigen

d. Ansietas b.d kurang terpaparnya informasi.

M. RENCANA KEPERAWATAN

Perencanaan
Diagnosa
Rencana Implementasi
Keperawatan Tujuan
Tindakan

Ketidakefektifa Setelah dilakukan a.  Monitor rata- a.   Memonitor rata-rata

n bersihan jalan kunjungan rata kedalaman, kedalaman, irama dan

napas keperawatan irama dan usaha usaha respirasi,, suara

berhubungan selama 3x respirasi nafas dan pola nafas

dengan mukus diharapkan


b.  Posisikan b.   Memberi posisi
berlebih kebutuhan oksigen
pasien untuk pasien semi fowler agar
terpenuhi dengan
memaksimalkan mudah dalam respirasi
kriteria hasil:
-     Peningkatan ventilasi c.   Mengauskultasi suara

ventilasi dan nafas dan suara


c.  Auskultasi
oksigen yang tambahan
suara nafas, catat
adekuat
area d.   Mengajarkan batuk

-     Memelihara penurunan/tidak efektif

kebersihan paru adanya ventilasi


e.   Memberikan obat
dan suara
-     Tanda-tanda Dexametorphan 15 mg,
tambahan
vital normal 3X1 tablet

d.  Berikan

bronkodilatator

bila perlu

Gangguan Setelah dilakukan a.  Kaji a.   Mengurangi tindakan

kebutuhan kunjungan kemampuan selama jam makan,

nutrisi keperawatan pasien untuk sehingga tindakan

berhubungan selama 3x mendapatkan dilakukan setelah jam

dengan diharapkan nutrisi yang makan

anoreksia kebutuhan nutrisi dibutuhkan


b.   Menghindari
terpenuhi dengan
b.  Monitor makanan panas
kriteria hasil :
turgor kulit
c.   Konsultasi dengan
-  Intake nutrisi
c.  Monitor kadar ahli gizi pemberian diit
pasien meningkat
albumin, total TKTP

protein dan HB
d.  Jadwalkan d.   Memberi snack

pengobatan dan

tiundakan selama

jam makan

e.  Hindari

makanan panas

f.   Beri makanan

yang terpilih

(konsultasi

dengan ahli gizi)

Resiko tinggi Setelah dilakukan a.  Batasi a.   Menjaga

penularan kunjungan pengunjung keseimbangan antara

infeksi keperawatan sesuai indikasi istirahat dan aktivitas

berhubungan selama 3x
b.  Jaga b.   Menganjurkan tutup
dengan tidak diharapkan Tidak
keseimbangan mulut dan hidung jika
adekuatnya terjadi penularan
antara istirahat bersin, jika ditutup
pertahanan infeksi dan tidak
dan aktivitas dengan tissue, buang
sekunder terjadi komplikasi,
segera ke tempat sampah
c.  Tutup mulut
(adanya infeksi dengan kriteria
dan hidung jika c.   Menganjurkan pada
penekanan hasil:
hendak bersin, pasien untuk
imun)
-     Tidak terjadi
jika ditutup mengkonsumsi vitamin
tanda-tanda infeksi
dengan tissue, C, A dan mineral seng
buang segera ke atau anti oksidan jika

tempat sampah kondisi menurun atau

asupan makan berkurang


d.  Meningkatka

n daya tahan

tubuh

e.  Kolaborasi

pemberian obat

sesuai hasil

kultur
DAFTAR PUSTAKA

Irianto, K. 2015. Memahami Berbagai Penyakit. Bandung: Alfabeta.

Suriadi,Yuliani R,2011,Asuhan Keperawatan pada Anak,CV sagung Seto,Jakarta

Naning R. 2012. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Handout kuliah Ilmu Kesehatan Anak)

Anda mungkin juga menyukai