2. Epidemologi
The Asia Pacific CPOD Roundtable Group memperkirakan, jumlah
penderita PPOK sedang hingga berat di negara-negara Asia Pasifik mencapai 56,6
juta penderita dengan angka prevalensi 6,3 persen (Kompas, 2006)
Angka prevalensi bagi masing-masing negara berkisar 3,5-6,7% antara
lain China dengan angka kasus mencapai 38,160 juta jiwa, jepang (5,014
juta orang), dan vietnam (2,068 penderita).
Sementara itu, di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta penderita
dengan prevalensi 5,6 persen.
Kejadian meningkat makin banyaknya jumlah perokok (90% penderita
COPD) adalah smoker atau ex-smoker)
3. Etiologi
Penyebab PPOK yaitu :
- Merokok
Merokok dapat disebut sebagai faktor penyebab terpenting terhadap
bronkitis menahun, juga ada hubungannya dengan patogenesis empisema
paru.
- Polusi Udara dan polusi lingkungan kerja
- Alergi
- Umur, Genetik
-
4. Faktor Predisposisi
5. Patofisiologi
PPOK dapat terjadi oleh karena terjadinya obstruksi jalan nafas yang
berlangsung bertahun-tahun. Salah satu penyakit yang dapat memicu terjadinya
PPOK ini adalah asma. Hipersensitif yang terjadi karena bahan-bahan alergen
menyebabkan terjadinya penyempitan bronkus ataupun bronkiolus akibat
bronkospasme, edema mukosa ataupun hipersekresi mukus yang kental. Karena
perubahan anatomis tersebut menyebabkan kesulitan saat melakukan ekspirasi
dan menghasilkan suara mengi. Apabila asma initerus berlangsung lama, semakin
menyempitnya bronkus atau bronkiolus selama bertahun-tahun dapat
menyebabkan PPOK terjadi.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah
oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh.
Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru.
Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem
respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor resiko tersebut diatas seperti rokok dan polusi udara
menyebabkan pembesaran kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel goblet
akan meningkat jumlahnya, serta fungsi silia menurun menyebabkan terjadinya
peningkatan produksi lendir yang dihasilkan akan mendatangkan proses inflamasi
bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis.
Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus
terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara
yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak
terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal
inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak nafas dengan segala akibatnya.
Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan mmenimbulkan kesulitan ekspirasi
dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru : ventilasi,
ditribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan
6. Patway
7. Klasifikasi
a. Bronkitis Kronis
Adanya gangguan klinis yang di tandai dengan hiperproduksi mukus dari
percabangan bronkus dengan pencerminan bentuk yang menahun. Simtom
tersebut terus terdapat setiap hari selama 2 tahun berturut-turut. Hal ini
terdapat pada TBC Paru, Tumor Paru, Abses Paru.
b. Empisema
Adanya kelainan paru dengan pelebaran abnormal dari ruang udara distal
dari bronkiolus terminal yang disertai dengan penebalan dan kerusakan di
dinding alveoli.
c. Bronkitis Empisema
Adanya campuran bronkitis menahun dan empisema
d. Asma Kronis dan Bronkitis Asmatis
Asma menahun pada asma bronkial menahun yang menunjukkan
adanya obstruksi jalan nafas
Bronkitis Asmatis adalah bronkitis yang menahun kemudian
menunjukkan tanda-tanda hiperaktifitas bronkus, yang ditandai
dengan sesak nafas dan wheezing
e. Penyakit TBC yang berkembang menjadi PPOM
8. Gejala Klinis
Batuk adalah keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien PPOK. Batuk
bersifat produktif yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian berlangsung
lama sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang pada awalnya
sedikit dan mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan purulen seiring
dengan semakin bertambahnya parahnya batuk penderita.
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama, sepanjang
hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali, hal ini
menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah
yang biasanya membawa penderita PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak
dirasakan memberat saat melakukan aktifitas dan pada saat mengalami
eksaserbasi akut. Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi :
a. Kelemahan badan
b. Batuk bertambah berat
c. Sesak nafas
d. Whezing
e. Ekspirasi memanjang
f. Produksi sputum bertambah
g. Sputum berubah warna
h. Bertambahnya keterbatasan aktifitas
9. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Normal, kepala tegak lurus, tulang kepala umumnya bulat dengan tonjolan
frontal di bgian anterior dan oksipitalis di bagian posterior
b. Rambut
Biasanya tersebar merata, tidak terlalu kering, tidak terlalu berminyak
c. Mata
Biasanya tidak ada gangguan bentuk dan fungsi mata. Mata anemis, tidak
ikterik, tidak ada nyeri tekan
d. Telinga
Normalnya bentuk dan posisi simetris. Tidak ada tanda-tanda infeksi dan
tidak ada gangguan fungsi pendengaran
e. Hidung
Bentuk dan fungsi normal, tidak ada infeksi dan nyeri tekan
f. Mulut
Mukosa bibir kering, tidak ada gangguan perasa
g. Leher
Normal
h. Dada
Tidak ada kelainan pada dada
i. Hepar
Biasanya tidak ada pembesaran hepar
j. Ekstremitas
Biasanya tidak ada gangguan pada ekstremitas
10. Pemeriksaan Dignostik atau Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
- Hematologi
Leokosit
Eritrosit
HB
BBS atau LED
Analisa darah arteri (PO2 dan saturasi rendah)
Semuanya sama dengan penyakit primernya
b. Radiologi
- Foto Thorak
Bayangan lobus
Corakan paru bertambah (bronkitis kronis)
Defesiensi arterial corakan paru bertambah (emfisema)
c. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah
terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada
hantaran II, III, dan Avf. Voltase QRS rendah di V1 rasio R/S lebih dari
satu dan V6 rasio R/S kurang dari 1.
11. Prognosis
Kegagalan respirasi akibat sesak nafas atau dispneu
Kardiovaskuler yaitu kor pulmonsl aritmea jantung
Ulkus peptikum sukar diketahui
PPOK umumnya berjalan secara progresif dalam jangka waktu yang lama,
penderita jadi cacat dan tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari
Kematian biasanya terjadi karena kegagalan respirasi dan kematian
mendadak karena aritmia jantung
12. Therapy
Pengobatan terutama ditujukan pada obstruksi jalan nafas atau sesak nafas
Bronkodilator
- Golongan adrenalin (emipatomemiatik)
Adrenalin, isoprote NCL, ossiprenalin
- Golongan xantin
Aminopilin, teopilin
Kortekosteroid
Untuk edema mukosa dan bronkospasme
Antibiotika
Penicillin, tetracikilin, ampicillin
Ekspektoransia
Amnium karbonst, acetil sistein, bronheksin, bisolvon, tripsin
Indikasi Oksigen
- Pemberian oksigen dilakukan pada hipoksia akut atau menahun yang
tak dapat diatasi dengan obat
- Serangan jangka pendek dengan ekserbasi akut, dan serangan akut
pada asma
13. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis dari Penyakit Paru Obtruksi Kronik adalah :
a. Penatalaksanaan Medis
Berhenti merokok harus menjadi prioritas
Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam
memperpanjang usia pasien dengan gagal nafas kronis
Rehabilitas paru khususnya latihan olahraga memberikan manfaat
simtomatik yang signifikan pada pasien dengan penyakit sedang – berat
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Mempertahankan patensi jalan nafas
Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas
Meningkatkan masukan nutrisi
Mencegah komplikasi memperlambat memburuknya kondisi
Memberikan informasi tentang proses penyakit prognosis dan
program pengobatan
4) Pengkajian Fisik
Pemerikasaan fisik dilakukan untuk mengkaji tingkat pernafasan
jaringan klien yang meliputi evaluasi keseluruhan sistem kardiopulmonar.
Teknik inspeksi , palpasi , auskultasi, dan perkusi digunakan dalam
pemeriksaan fisik ini.
a. Inspeksi, saat melakukan teknik inpeksi, perawat melakukan
observasi dari kepala sanpai ke ujung kaki klien untuk mengkaji
kulit dan warna membrane mukosa, penampilan umum, tingkat
kesadaran, keadekuatan sistemik, pola pernafasan dan gerakan
dinding dada.
b. Palpasi, dilakukan untuk mengkaji beberapa daerah. Dengan
palpasi jenis dan jumlah kerja thoraks, daerah nyeri tekan dapat
diketahui dan perawat dapat mengidentifikasi taktil fremitus,
getaran pada dada (thrill), angkatan dada (heaves) dan titik implus
jantung maksimal. Palpasi juga memungkinkan untuk meraba
adanya massa atau tonkolan diaksila dan jaringan payudara.
Palpasi pada ekstremitas menghasilkan data tentang sirkulasi
perifer, adanya nadi perifer, temperatr kulit, warna dan pengisian
kapiler.
c. Perkusi, tindakan mengetuk–ngetuk suatu objek untuk mengetahui
adanya udara, cairan atau benda padat yang berada di bawah
jaringan tersebut. Perkusi menimbulkan getaran dari daerah di
bawah area yang diketuk dengan kedalaman 4-6 cm. lima nada
perkusi yaitu, resonansi, hiperesonansi, redup datar dan timpani.
d. Auskultasi, untuk mengidentifikasi bunyi paru, dan jantung yang
normal maupun tidak normal. Auskultasi sistem kardiovaskuler
harus meliputi pengkajian, dalam menditeksi bunyi, S1 dan S2
normal, menditeksi adanya suara S3 dan S4 yang tidak normal,
bunyi murmur, serta bunyi gesekan, pemeriksaan harus
mengidentifikasi lokasi, radiasi, intensitas, nada, dan kualitas
bunyi murmur. Auskultasi bunyi paru dilakukan untuk
mendengarkan gerakan udara di sepanjang lapangan paru. Suara
nafas tambahan, terdapatnya cairan di suatu lapangan paru, atau
terjadinya obstruksi. Auskultasi juga untuk mengevaluasi
meningkatnya status pernafasan (Potter & Perry, 2006).
2. Analisa Data
Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status
kesehatan klien, kemampuan klien mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri
dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya. Data fokus adalah
data tentang perubahan-perubahan atau respon klien terhadap kesehatan dan
masalah kesehatannya serta hal-hal yang mencangkup tindakan yang di
laksanakan terhadap klien.
Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang klien yang
dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah serta kebutuhan
keperawatan dan kesehatan lainnya. Dari informasi yang terkumpul didapatkan
data dasar tentang masalah-masalah yang di hadapi klien.
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama untuk klien dengan masalah Penyakit Paru
Obstruksi Kronik adalah :
Yang biasanya ditentukan melalui PES (Problem, Etiologi, Symtom) dengan cara
penyususnan diagnosa keperawatan yaitu : Problem berhubungan dengan Etiologi
yang di tandai dengan Symtom yang diperoleh dari DS dan DO.
4. Intervensi
5 Implementasi Keperawatan
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang di buat
6 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencanakan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah
ditetapkan di lakukan dengan cara melibatkan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Murwani Arita. 2011. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Yogyakarta : Penerbit Gosyen
Publishing
Potter & Perry.2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Buku 3, Edisi 7. Jakarta EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Defenisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI