Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN MALARIA


Dosen Pengampu : Ratna Setiyaningsih, S.Kep.,Ns.,MPH

Disusun oleh :
1. Maghfiroh Romadhoni [ 18121059 ]
2. Nando Kurniawan [ 18121061 ]
3. Putri Puspitasari [18121067]

POLITEKNIK KESEHATAN BHAKTI MULIA SUKOHARJO


PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN MALARIA

A. Definisi
Penyakit malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan parasit dari kelompok
Plasmodium yang berada di dalam sel darah merah, atau sel hati yang ditularkan oleh
nyamuk anopheles. Sampai saat ini telah teridentifikasi sebanyak 80 spesies
anopheles dan 18 spesies diantaranya telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria.
Penyakit malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh sporozoa dari
genus plasmodium yang berada di dalam sel darah merah, atau sel hati. Sampai saat
ini dikenal cukup banyak spesies dari plasmodia yang terdapat pada burung, monyet,
kerbau, sapi, binatang melata.
Malaria adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang disebabkan
oleh protozoa genus plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan
splenomegali (Mansjoer, 2001, hal 406).
Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam berkala, yang disebabkan oleh
Parasit Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk Anopeles (Tjay & Raharja,
2000).

B. Insiden
Penyakit malaria ini sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di
Indonesia, khususnya di bagian Indonesia Timur.Angka mortalitas akibat penyakit ini
dibeberapa daerah di Indonesia sampai saat ini cukup tinggi yaitu sebesar 20,9 – 50
%. Seperti di Propinsi Nusa Tenggara Timur yang merupakan salah satu daerah
endemis malaria dan penyakit ini menduduki rangking ke 2 dari 10 besar dari
penyakit utama di Puskesmas. Berdasarkan Profil Kesehatan Propinsi Nusa Tenggara
Timur dari tahun 2006 s/d 2007, Insiden penyakit malaria yang diukur berdasarkan
Annual Malaria Incidence (AMI) sejak tahun 2006 s/d 2007 cenderung meningkat
(Departemen Kesehatan RI, 2000).

C. Klasifikasi
Menurut Harijanto (2000) pembagian jenis-jenis malaria berdasarkan jenis
plasmodiumnya antara lain sebagai berikut :
1. Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum)
Malaria tropika/ falciparum malaria tropika merupakan bentuk yang paling
berat, ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia
yang banyak dan sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria
tropika menyerang semua bentuk eritrosit. Disebabkan oleh Plasmodium
falciparum. Plasmodium ini berupa Ring/ cincin kecil yang berdiameter 1/3
diameter eritrosit normal dan merupakan satu-satunya spesies yang memiliki 2
kromatin inti (Double Chromatin). Klasifikasi penyebaran Malaria Tropika:
Plasmodium Falcifarum menyerang sel darah merah seumur hidup. Infeksi
Plasmodium Falcifarum sering kali menyebabkan sel darah merah yang
mengandung parasit menghasilkan banyak tonjolan untuk melekat pada lapisan
endotel dinding kapiler dengan akibat obstruksi trombosis dan iskemik lokal.
Infeksi ini sering kali lebih berat dari infeksi lainnya dengan angka komplikasi
tinggi (Malaria Serebral, gangguan gastrointestinal, Algid Malaria, dan Black
Water Fever).

2. Malaria Kwartana (Plasmoduim Malariae)


Plasmodium Malariae mempunyai tropozoit yang serupa dengan Plasmoduim
vivax, lebih kecil dan sitoplasmanya lebih kompak/ lebih biru. Tropozoit matur
mempunyai granula coklat tua sampai hitam dan kadang-kadang mengumpul
sampai membentuk pita. Skizon Plasmodium malariae mempunyai 8-10 merozoit
yang tersusun seperti kelopak bunga/rossete. Bentuk gametosit sangat mirip
dengan Plasmodium vivax tetapi lebih kecil. Ciri-ciri demam tiga hari sekali
setelah puncak 48 jam. Gejala lain nyeri pada kepala dan punggung, mual,
pembesaran limpa, dan malaise umum. Komplikasi yang jarang terjadi namun
dapat terjadi seperti sindrom nefrotik dan komplikasi terhadap ginjal lainnya. Pada
pemeriksaan akan di temukan edema, asites, proteinuria, hipoproteinemia, tanpa
uremia dan hipertensi.

3. Malaria Ovale (Plasmodium Ovale)


Malaria Tersiana (Plasmodium Ovale) bentuknya mirip Plasmodium malariae,
skizonnya hanya mempunyai 8 merozoit dengan masa pigmen hitam di tengah.
Karakteristik yang dapat di pakai untuk identifikasi adalah bentuk eritrosit yang
terinfeksi Plasmodium Ovale biasanya oval atau ireguler dan fibriated. Malaria
ovale merupakan bentuk yang paling ringan dari semua malaria disebabkan oleh
Plasmodium ovale. Masa inkubasi 11-16 hari, walau pun periode laten sampai 4
tahun. Serangan paroksismal 3-4 hari dan jarang terjadi lebih dari 10 kali walau
pun tanpa terapi dan terjadi pada malam hari.

4. Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax)


Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) biasanya menginfeksi eritrosit muda
yang diameternya lebih besar dari eritrosit normal. Bentuknya mirip dengan
plasmodium Falcifarum, namun seiring dengan maturasi, tropozoit vivax berubah
menjadi amoeboid. Terdiri dari 12-24 merozoit ovale dan pigmen kuning tengguli.
Gametosit berbentuk oval hampir memenuhi seluruh eritrosit, kromatinin
eksentris, pigmen kuning. Gejalamalaria jenis ini secara periodik 48 jam dengan
gejala klasik trias malariadan mengakibatkan demam berkala 4 hari sekali dengan
puncak demam setiap 72 jam. Dari semua jenis malaria dan jenis plasmodium
yang menyerang system tubuh, malaria tropika merupakan malaria yang paling
berat ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemis
yang banyak, dan sering terjadinya komplikasi.

D. Etiologi
Agen penyebab malaria dari genus Plasmodium, Familia Plasmodiidae, dari
ordo Coccidiidae. Penyebab malaria pada manusia di Indonesia sampai saat ini empat
spesies plasmodium yaitu Plasmodium falciparum sebagai penyebab malaria tropika
yakni nyamuk anopheles, Plasmodium vivax sebagai penyebab malaria tertiana,
Plasmodium malarie sebagai penyebab malaria kuartana dan Plasmodium ovale, jenis
ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika. (Pampana E.J. 1969; Gunawan
S. 2000). Jenis Plasmodium yang sering menyebabkan kekambuhan adalah P. vivax
dan P. ovale (Departemen Kesehatan RI, 2000).

E. Manifestasi Klinis
Gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa serangan demam dengan
interval tertentu (parokisme), yang diselingi oleh suatu periode (periode laten) dimana
penderita bebas sama sekali dari demam. Jadi gejala klinis utama dari penyakit malaria
adalah demam, menggigil secara berkala dan sakit kepala disebut “Trias Malaria”
(Malaria paroxysm). Secara berurutan.
Kadang-kadang menunjukkan gejala klinis lain seperti : badan terasa lemas dan
pucat karena kekurangan sel darah merah dan berkeringat, napsu makan menurun, mual-
mual, kadang-kadang diikuti muntah, sakit kepala dengan rasa berat yang terus menerus,
khususnya pada infeksi dengan falsiparum. Dalam keadaan menahun (kronis) gejala
tersebut diatas disertai dengan pembesaran limpa. Pada malaria berat, gejala-gejala
tersebut diatas disertai kejang-kejang dan penurunan kesadaran sampai koma. Pada anak,
makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya, tetapi yang menonjol adalah diare
dan anemia serta adanya riwayat kunjungan atau berasal dari daerah malaria.
1. Stadium menggigil
Dimulai dengan menggigil dan perasaan sangat dingin, nadi cepat lemah, bibir
dan jari pucat/kebiruan. Penderita mungkin muntah dan pada anak-anak sering terjadi
kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 sampai 1 jam.
2. Stadium demam
Setelah merasa kedinginan penderita merasa kepanasan, muka merah, kulit
kering, dan terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala, nadi lebih kuat.
Penderita merasa sangat haus dan suhu tubuh bisa mencapai 41 ºC. Stadium ini
berlangsungantara 2-4 jam.
3. Stadium berkeringat
Penderita berkeringat banyak, suhu badan menurun dengan cepat, kadang-
kadang samapai di bawah suhu normal, dapat tidur nyenyak dan setelah bangun tidur
badan terasa lelah tetapi tidak ada gejala lain. Stadium ini berlangsung antara 2-4
jam. Beberapa keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria adalah : (Departemen
Kesehatan RI, 2000).

F. Patofisiologi
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh protozoal blood parasite
yaitu spesies plasmodium. Plasmoodium yang menimbulkan penyakit pada manusia
terdapat 4 spesies. Plasmodium falciparum menyebabkan malaria tropikana,
Plasmodium vivax menyebabkan malaria tertiana, Plasmodium ovale menyebabkan
malaria ovale, Plasmodium malariae menyebabkan malaria kuartana.Untuk
membedakan jenis infeksi dari masing – masing plasmodium dapat dianalisis dari
pemeriksaan penunjang yang menunjukkan perbedaan morfologi dari hapusan darah,
serta manifestasi klinis baik karakteristik demam, serta manifestasi klinis lainnya
yang khas pada setiap plasmodium.

Infeksi plasmodium melibatkan manusia sebagai host dan nyamuk sebagai


vektor dan hosr definitif. Siklus hidup plasmodium terdiri dari fase seksual dan
aseksual. Fase seksual eksogen (sporogoni) dalam tubuh nyamuk. Fase aseksual
(skizogoni) dalam tubuh hospes perantara/manusia ; daur dalam darah (skozogoni
eritrosit),daur dalam sel parenkim hati/stadium jaringan (skizogoni ekso-eritrosit).

Vektor malaria adalah Nyamuk Anopheles betina, yang merupakan inang


definitif. Dalam lambung nyamuk mikrogametosit dan makrogametosit Plasmodium,
masing-masing telah menjadi mikrogamet dan makrogamet yang kemudian kawin
(singami): zigot - ookinet - oosista (proses sprogoni) dalam dinding lambung nyamuk
- lisis - keluar puluhan ribu – ratusan ribu sporozoit yang akan menuju kelenjar liur
nyamuk inangnya.

Melalui gigitan nyamuk Anopheles, sporozoit masuk aliran darah selama 1/2-1
jam menuju hati untuk berkembang biak. Selanjutnya berpuluh-puluh ribu merozoit
masuk ke dalam darah dan masuk ke dalam eritrosit untuk berkembang biak menjadi
tropozoit. Skizon eritrosit pecah (disebut sporulasi), sambil membesarkan puluhan
merozoit sebagian skizon masuk kembali ke eritrosit baru dan sebagian lagi
membentuk mikro dan makro gametosit. Gametosit akan terisap oleh nyamuk
Anopheles saat menghisap darah penderita untuk memulai fase sporogoni.
(Darmowandowo,2007)

Gigitan nyamuk yang terinfeksi dimulai dari bentuk aseksual yaitu sporozoite
ke dalam sirkulasi darah. Sporozoite menuju hepatocytes (sel hati) membentuk
schizont (bentuk asexsual). . Schizonts mengalami maturasi dan multiplikasi disebut
hepatic schizogony atau preerythrocytic. Pada infeksi P vivax and P ovale , sporozoite
berubah menjadi hupnozoite yang merupakan bentuk dorman sehingga dapat
menyebabkan penyakit setelah terinfeksi beberapa bulan atau tahun. (WHO,2010)

Preerythrocytic schizogony membutuhkan waktu 6-16 hari dan menghasilkan


pecahnya sel dan ledakan invasi ribuan merozoites di darah . Merozoites menuju
erythrocytes dan menginisiasi asexual reproductive siklus, kemudian disebut
erythrocytic schizogony. Parasite sukses meleawati fase tersebut kemudian menjadi
trophozoite dan schizont, dan akhirnya berhsil membentuk merozoites yang lebih
poten. Merozoites yang matur menyebabkan rupturnya sel darah merah dan
melepaskan merozoite baru multiple antigenic and pyrogenic (substansi yang
menyebabkan demam) menuju aliran darah. Sebagian merozoite yang baru akan
menginfeksi sel darah merah yang baru, dan sebagian berdiferensiasi membentuk fase
seksual : gametosis jantan dan betina yang merupakan bagian dari siklus erythrocytic
schizogony. Nyamuk yang menghisap darah pasien dengan gametocymia
mendapatkan betuk seksualyang merupakan bagian dari siklus hidup plasmodium.
(WHO,2011)

Rupturnya banyak eritrosit bersamaan dengan pelepasan banyak pyrigen yang


menyebakan paroxysms dari demam malaria. Periode demam malaria sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan untuk siklus eritrosit yang mendefinisikan masing-masing
jenis plasmodium. P malariae memerlukan 72 jam untuk setiap siklus , disebut
quartan malaria. Dan tiga spesies lain memerlukan 48 jam untuk 1 siklus dan
menyebabkan alternatife demam di lain hari (tertian malaria). Namun periode ini
sesuai dengan perkembangan parasit dan stimulasi pelepasan substansi kimia biila
tidak singkron maka periode demam tidak dapat diamati.
Selain melalui gigitan nyamuk , malaria juga dapat ditularkan melalui tranfusi
darah dan penularan tranplancental. Parasitemia pada donor kadang tidak
menimbulkan manifestasi klini berupa demam. Hal ini disebabkan karena merozoit
tidak mengivasi sel hati. Karena tidak terjadi perkembangan dalam hati bila maka
pengobatan pada serangan akut merupakan pilihan pengobatan yang lengkap. Selain
ini transmisi juga dapat terjadi melalui transplantasi organ. Penularan lain yaitu
transplancental dari ibu dengan malaria kepada bayinya di dalam kandungan. Orang
yang berisiko tinggi lainnya adalah orang yang bepergian dari daerah endemis, serta
pasca bepergian namun tidak lengkap mendapatkan chemoprofilaksis, serta bayi dan
orang dengan imunocompromise (WHO,2010) Beberapa keadaan klinik dalam
perjalanan infeksi malaria adalah : serangan primer, periode latent, recrudescense,
relapse atau rechute. Periode latent mulai akhir masa inkubasi hingga timbul gejala
paroksima trias malaria (dingin, demam, dan berkeringat), Periode latent yaitu masa
tanpa keluhan fisik dan tanpa parasitemia.Recrudescense adalah berulangnnya
parasitemia setelah 24 minggu berakhirnya serangan primer. Relaps adalah
berulangnnya keluhan klinik lama setelah terjadi masa latent biasanya terjadi pada P
vivax atau ovale. (Harijanto,2007)

Infeksi P falciparum menyebabkan malaria yang parah. Spesies ini lebih


virulen dari yang lain karena menyebabkan parasitemia yang tinggi dan tumpukan
virus yang berkontribusi pada kematian sel organ. Faktor parasit yang mempengaruhi
P,falcifaraum adalah sitoadherensi (perlekatan eritrosit parasit pada permukaan
endotel vaskuler sehingga memiliki variasi antigenik yang sangat besar), sekuetrasi
(karena adanya sitoadherensi menyebabkan P.falciparum terperangkap dalam
mikrovaskuler dan menghabiskan seluruh siklus hidupnya pada pembuluh darah
perifer, otak, hepar,ginjal, paru, jantung, usus, dan kulit yang mememgang peranan
patofisiologi malaria berat), Rosetting (berkelompoknya eritrosit parasit matur
diselubungi 10 atau lebih eritrosit non parasit; rosetting akan menyebabkan obstruksi
dan mempermudah terjadinya sitoadherensi yang lebih besar), sitokin dan NO (Nitrit
oksida) yang berlebihan karena respon infeksi.Penyimpanan bagian dari parasite ini
merupakan cirri spesifik dari spesies ini. Sesuai dengan perkembangan siklusnya
setiap 48 jam bagain kecil dari P falcifarum masih tertingal pada pembulu
postcapilary yang kecil . Karena alasan ini hanya pada awal infeksi parasit ini dapat
dideteksi pada pembuluh darah perifer dan merupakan waktu penting diagnostik
malaria infeks P falcifarum. Sequestrasi dari parasit menyebabkan perubaman status
mental hingga koma pada infeksi P falciparum pada anak kejang, konvulsi sering
menuju kematian karena infeksi hingga microvaskular pada jaringan otak.Selain itu
cytokine dan ivasi parasit dalam jumlah besar menyebabkan kematian sel tertuama
pada cental venous system (CNS), paru-paru dan ginjal. Bebberapa penderita infeksi
P falciparum meninggalkan sequele seperti (hemiparesis, cerebellar ataxia, aphasia,
spasticity)

Manifestasi lainnya dalah hipoglycemia karena glukosa darah banyak diambil


alih oleh plasmodium. Anemia berat dapat karena banyaknya sel darah merah yang
lisis. Mekanisme lain dari anemia pada malaria adalah dyserythropoiesis, dan
hypersplenism sehingga anemia pada malaria cenderung berat dan dapat
menyebabkan kematian. Berkurangnya umur sel darah merah yang beredar diikuti
dengan penekanan sumsum tulang ditunjukkan dengan trombositopenia mengganggu
koagulasi intravaskular sehingga dapat mengarah pada perdarahan sistemik. Anemia
kronik pada anak menyebabkan malnutrisi dan terhentinya pertumbuhan.malaria
serebral diduga disebabkan adanya obstruksi pembuluh kapiler darah di otak karena
sitoadherensi dan sekuetrasi. Kadar laktat dalam CSS cenderung meningkat biasanya
disertai dengan gangguan fungsi organ lain ikterik,gagal ginjal, hipoglikemik, dan
edema paru. Gagal ginjal akut sering terjadi pada penderita malaria dewasa diduga
disebabkan adanya anoksia karena penurunan darah ke ginjal akibat dari obstruksi
kapiler. Kecenderungan terjadinya perdarahan karena trombositopenia karena
pengaruh sitokin sehingga terjadi gangguan intrakoagulai pada infeksi P falciparum.
Edema paru yang disebabkan adanya kelebihan cairan dibuktikan dalam otopsi
terdapat edema yang difus, kongesti paru, perdarahan dan pembentukan membran
hialin. Manifestasi gastrointestinal yang sering muncul adalah nausea dan muntah ,
diare, konstipasi, kembung diduga terkait dengan proses infeksi virus. Hiponatremia
bersamaan penurunan osmolalitas plasma akibat kehilangan cairan dan garam melalui
muntah dan mencret (Harijanto,2007)

G. Pathway 

H. Komplikasi
1. Anemia parah
Komplikasi ini terjadi karena banyaknya sel darah merah yang hancur atau rusak
(hemolysis) akibat parasit malaria.
2. Malaria otak
Komlikasi ini terjadi saat sel darah dipenuhi parasit sehingga menghambat
pembuluh darah kecil pada otak. Akibatnya otak menjadi bengkak atau rusak.
Gejalanya berupa kejang dan koma.
3. Gagal fungsi organ tubuh tubuh
Ada beberapa organ yang dapat terganggu karena parasit malaria, antara lain
ginjal, hati atu limpa. Kondisi tersebut dapat membahayakan nyawa penderita.

4. Gangguan pernafasan
Komplikasi ini terjadi saat cairan menumpuk pada paru-paru (edema paru),
sehinngga membuat penderita sulit bernapas.
5. Hipoglikemia
Malaria yang parah dapat menyebabkan hipoglikemia atau kadar gula darah
rendah.Gula darah yang sangat rendah bisa berakibat koma atau bahkan kematian
(Mansjoer 1999).

I. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosa malaria didasarkan atas manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji
imunoserologis dan menemukan parasit (Plasmodium) malaria dalam darah penderita.
Penegakan diagnosis melalui pemeriksaan laboratorium memerlukan persyaratan
tertentu agar mempunyai nilai diagnostik yang tinggi yaitu : waktu pengambilan
sampel harus tepat yaitu pada akhir periode demam memasuki periode berkeringat,
karena pada periode ini jumlah trophozoite dalam sirkulasi mencapai maksimal dan
cukup matur sehingga memudahkan identifikasi spesies parasit. Volume darah yang
diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler. Kualitas preparat harus baik untuk
menjamin identifikasi spesies Plasmodium yang tepat (Purwaningsih, 2000).
Diagnosa malaria dibagi dua (Departemen Kesehatan RI., 2000), yaitu :
1. Secara laboratorium (Dengan Pemeriksaan Sediaan Darah)
Darah Lengkap dilakukan guna mengetahui kadar eritrosit, leukosit, dan
trombosit. Biasanya pada kasus-kasus malaria, dijumpai kadar eritrosit dan
hemoglobin yang menurun. Hal ini disebabkan karena pengrusakan eritrosit oleh
parasit, penekanan eritropoesis dan mungkin sangat penting adalah hemolisis oleh
proses imunologis. Pada malaria akut juga terjadi penghambatan eritropoesis pada
sumsum tulang, dapat dijumpai trombositopenia yang dapat mengganggu proses
koagulasi. Pada malaria tropika yang berat maka plasma fibrinogen dapat
menurun yang disebabkan peningkatan konsumsi fibrinogen karena terjadinya
koagulasi intravskuler.
2. Tes Antigen : p-f test
Yaitu mendeteksi antigen dari P.falciparum (Histidine Rich Protein II).
Deteksi sangat cepat hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus,
sensitivitasnya baik, tidak memerlukan alat khusus. Deteksi untuk antigen vivaks
sudah beredar dipasaran yaitu dengan metode ICT. Tes sejenis dengan mendeteksi
laktat dehidrogenase dari plasmodium (pLDH) dengan cara
immunochromatographic telah dipasarkan dengan nama tes OPTIMAL. Optimal
dapat mendeteksi dari 0-200 parasit/ul darah dan dapat membedakan apakah
infeksi P.falciparum atau P.vivax. Sensitivitas sampai 95 % dan hasil positif salah
lebih rendah dari tes deteksi HRP-2. Tes ini sekarang dikenal sebagai tes cepat
(Rapid test).
3). Tes Serologi
Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai tekhnik
indirect fluorescent antibody test. Tes ini berguna mendeteksi adanya antibody
specific terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes
ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antibody baru terjadi setelah
beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian
epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer > 1:200 dianggap sebagai
infeksi baru ; dan test > 1:20 dinyatakan positif . Metode-metode tes serologi
antara lain indirect haemagglutination test, immunoprecipitation techniques,
ELISA test, radio-immunoassay.
4). Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) --->pemeriksaan infeksi
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan tekhnologi amplifikasi DNA,
waktu dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi.
Keunggulan tes ini walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan
hasil positif. Tes ini baru dipakai sebagai sarana penelitian dan belum untuk
pemeriksaan rutin.
J. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Non Farmakologi
The Center for disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan
hal berikut untuk membantu mencegah merebaknya malaria:
1) Semprotkan atau gunakan obat pembasmi nyamuk di sekitar tempat tidur
2) Gunakan pakaian yang bisa menutupi tubuh disaat senja sampai fajar
3) Atau bisa menggunkan kelambu di atas tempat tidur, untuk menghalangi
nyamuk mendekat
4) Jangan biarkan air tergenang lama di got, bak mandi, bekas kaleng atau
tempat lain yang bisa menjadi sarang nyamuk

b. Terapi Farmakologi
Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan
membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia. Adapun
tujuan pengobatan radikal untuk mendapat kesembuhan kilinis dan
parasitologik serta memutuskan rantai penularan.
Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut
kosong karena bersifat iritasi lambung, oleh sebab itu penderita harus makan
terlebih dahulu setiap akan minum obat anti malaria.

c. Pemberian Obat Anti Malaria


1) Skizontisid jaringan primer yang membasmi parasit pra-eritrosit, yaitu
proguanil, pirimetamin
2) Skizontisid jaringan sekunder yang membasmi parasit ekso-eritroit, yaitu
primakuin
3) Skizontisid darah yang membasmi parasit fase eritrosit, yaitu kina,
klorokuin, dan amodiakuin
4) Gametosid yang menghancurkan bentuk seksual. Primakuin adalah
gametosid yang ampuh bagi keempat spesies. Gametosid untuk P.vivax,
P.malaria, P.ovale, adalah kina, klorokuin, dan amidokuin
5) Sporontosid mencegah gametosid dalam darah untuk membentuk ookista
dan sporozoid dalam nyamuk anopheles, yaitu primakuin dan proguanil.

d. Pemberian Obat Anti Malaria Berat


Artesunat parenteral direkomendasikan untuk digunakan di Rumah Sakit
atau Puskesmas perawatan, sedangkan artemeter intramuskular
direkomendasikan untuk di lapangan atau Puskesmas tanpa fasilitas
perawatan. Obat ini tidak boleh diberikan pada ibu hamil trimester 1 yang
menderita malaria berat.
Kemasan dan cara pemberian artesunatArtesunat parenteral tersedia dalam
vial yang berisi 60 mg serbuk kering asam artesunik dan pelarut dalam ampul
yang berisi 0,6 ml natrium bikarbonat 5%. Untuk membuat larutan artesunat
dengan mencampur 60 mg serbuk kering artesunik dengan larutan 0,6 ml
natrium bikarbonat 5%. Kemudian ditambah larutan Dextrose 5% sebanyak 3-
5 ml. Artesunat diberikan dengan loading dose secara bolus: 2,4 mg/kgbb per-
iv selama ± 2 menit, dan diulang setelah 12 jam dengan dosis yang sama.
Selanjutnya artesunat diberikan 2,4 mg/kgbb per-iv satu kali sehari sampai
penderita mampu minum obat. Larutan artesunat ini juga bisa diberikan secara
intramuskular (i.m.) dengan dosis yang sama.
Bila penderitasudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan
dengan regimen artesunat + amodiakuin + primakuin (Lihat dosis pengobatan
lini pertama malaria falsiparum tanpa komplikasi).
Kemasan dan cara pemberian artemeter. Artemeter intramuskular tersedia
dalam ampul yang berisi 80 mg artemeter dalam larutan minyak Artemeter
diberikan dengan loading dose: 3,2mg/kgbb intramuskular Selanjutnya
artemeter diberikan 1,6 mg/kgbb intramuskular satu kali sehari sampai
penderita mampu minum obat. Bila penderita sudah dapat minum obat, maka
pengobatan dilanjutkan dengan regimen artesunat + amodiakuin + primakuin.

e. Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis bertujuan untuk. mengurangi resiko terinfeksi malaria
sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat Kemoprofilaksis ini
ditujukan kepada orang yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam
waktu yang tidak terlalu lama, seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan
lain-lain Untuk kelompok atau individu yang akan bepergian/tugas dalam
jangka waktu yang lama, sebaiknya menggunakan personaI protection seperti
pemakaian kelambu, repellent, kawat kassa dan Iain-lain.
Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi Plasmodium
falciparum terhadap klorokuin, maka doksisiklin menjadi pilihan untuk
kemoprofilaksis Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis 2 mg/kgbb
selama tidak Iebih dari 4-6 minggu. Doksisiklin tidak boleh diberikan kepada
anak umur < 8 tahun dan ibu hamil.
Kemoprofilaksis untuk Plasmodium vivax dapat diberikan klorokuin
dengan dosis 5 mg/kgbb setiap minggu. Obat tersebut diminum satu minggu
sebelum masuk ke daerah endemis sampai 4 minggu setelah kembali.
Dianjurkan tidak menggunakan klorokuin lebih dan 3-6 bulan.

2. Keperawatan
a. Pertahankan fungsi vital (sirkulasi, kebutuhan cairan dan infuse)
b. Hindari trauma (bagaimana tindakan yang dilakukan supaya klien tidak mengalami
truma)
c. Hati-hati komplikasi (perhatikan keadaan klien agar tidak terjadi akibat lanjut)
d. Posisi tidur sesuai dengan kebutuhan (mengatur posisi klien agar lebih nyaman)
e. Monitoring (temperatur, nadi,TD, dan respirasi)
f. Perbaikan diet (diet yang digunakan pada pasien)

Selain itu juga dilaksanakan pencegahan malaria dengan cara :


a. Menggunakan kelambu
b. Menggunakan pembasmi nyamuk
c. Timpat tinggal jauhkan dari kandang ternak
d. Membersihkan sarang nyamuk dan tempat hinggap nyamuk
e. Memasang kawat kassa pada jendela dan ventilasi
f. Membunuh jentik nyamuk dengan menyemprot bubuk obat
g. Hindari rumah yang gelap, kotor, lembab dari genangan air (Sudoyo,1999:1736)

K. Fokus Pengkajian
1. Kaji Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah Pasien biasanya mengeluh suhu tubuhnya panas, pusing, mual,
muntah, lemah, sesak nafas, pucat yang menunjukkan anemia.
2. Kaji Riwayat penyakit sekarang
Pasien biasanya mengeluh suhu tubuhnya panas, pusing, Kulit kuning dan
perut kelihatan  membesar bila sudah dalam kondisi parah, hilangnya nafsu makan
dan kadang mual. Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian
atas infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang
berfungsi sebagai alat transport.  
3. Kaji Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan pada RPD meliputi adanya Riwayat
transfuse darah/ komponen darah, penyakit ginjal kronis, hepar, kanker, infeksi
kronis, pernah mengalami pendarahan, dan alergi multiple.

4. Kaji Riwayat penyakit keluarga


Perlu dikaji apakah kedua orang tua menderita malaria, maka anaknya
berisiko menderita malaria. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu
dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin
disebabkan karena keturunan.

5. Kaji Keadaan umum


Klien biasanya terlihat lemah dan tampak pucat, perut membuncit akibat
hepatomegali, bentuk muka mongoloid, ditemukan ikterus.
6. Kaji TTV
7. Kaji Review of system
a. BI (Breath)
Pasien dengan Malaria Bila gejala telah lanjut klien mengeluh sesak nafas,
pernafasan dangkal, cepat, melaui hidung disertai penggunaan otot bantu
pernafasan.
b. B2 (Blood)
Hasil pemeriksaan kardiovaskuler klien Malaria dapat ditemukan tekanan
darah hipotensi, nadi bradikardi, takikardi. Frekuensi nadi cepat dan lemah
berhubungan dengan homeostatis tubuh dalam upaya menyeimbangkan
kebutuhan oksigen perifer.
Biasanya ketika dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi didapatkan
gambaran Anisositosis (sel darah tidak terbentuk secara sempurna), Hipokrom
(jumlah sel berkurang), Poikilositosis (adanya bentuk sel darah yang tidak
normal), Pada sel target terdapat fragmentosit dan banyak terdapat sel
normablast, Kadar haemoglobin rendah dijumpai pada malaria berat disertai
syndroma anemia, yaitu kurang dari 6 mg/dl.
c. B3 (Brain)
Status mental pada pasien malaria kondisi lanjut bisa terjadi penurunan
kesadaran, gelisah, kejang.
d. B4 (Bladder)
Pada klien dengan malaria biasanya ditemukan BAK lebih sering, bisa
terjadi urine berwarna gelap, Palpasi adanya distesi bladder (kandung kemih).

e. B5 (Bowel)
Selaput mukosa kering, kesulitan dalam menelan, kembung, nyeri tekan pada
epigastrik, nafsu makan menurun, mual muntah, pembesaran limpa, pembesaran
hati, abdomen tegang, terdapat pembesaran limpa dan hati (hepato dan
splemagali).
f. B6 (Bone)
Kulit kelihatan pucat karena adanya penurunan kadar hemoglobin dalam
darah, selain itu  warna kulit kekuning- kuningan. Nyeri otot / sendi, kelemahan,
penurunan aktifitas.
L. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang sering muncul pada pasien malaria adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan suhu tubuh/ hipertermia b.d peningkatan tingkat metabolisme,
dehidrasi, perubahan pada regulasi temperatur.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d mual, muntah dan anoreksia.
3. Nyeri akut, sakit kepala b.d peningkatan tekanan vaskular serebral
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d muntah, kelebihan volume
cairan, kekurangan volume cairan, muntah
5. Kekurangan volume cairan b.d output berlebih sekunder terhadap muntah dan
berkeringat banyak
6. Gangguan perfusi jaringan otak/perifer b.d penurunan suplai O2 ke otak / perifer

M. Fokus Intervensi Keperawatan


1. Peningkatan suhu tubuh/ hipertermia b.d peningkatan tingkat metabolisme,
dehidrasi, perubahan pada regulasi temperatur.
Intervensi:
 Pantau suhu pasien, perhatikan pasien menggigil/ diaforesis.
R: Suhu 38,9- 41,1 c menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Pola
demam dapat membantu dalam diagnosis mis: kurva demam lanjut
berakhir lebih dari 24 jam menunjukkan pneumonia, demam. Menggil
merupakan puncak suhu.
 Pantau suhu lingkungan , batasi / tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi.
R: Suhu ruangan/ jumalh selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu
mendekati normal.
 Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol.
R: Dapat membantu mengurangi demam.
 Berikan selimut pendingin
R: Digunakan untuk mengurangi demam dengan umumnya lebig besar dari
39,5- 40 c pada waktu terjadi kerusakan/ gangguan pada otak.
 Kolaborasi
Berikan antipiretik misalnya : ASA (Aspirin), asetaminofen (Tylenol).
R: Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentral pada
hipotalamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi
pertumbuhan organisme dan meningkatkan autodestruksi dari sel- sel yang
terinfeksi.

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d mual, muntah dan anoreksia.


Intervensi:
 Catat status nutrisi pasien, catat turgor kulit , berat badan dan derajat
kekurangan berata badan, integritas kulit, adanya tonus usus, riwayat mual/
muntah atau diare.
R: Berguna untuk mendefinisikan derajat/ luasnya masalah dan pilihan
intervensi yang tepat.
 Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai/ tidak disukai.
R: Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/ kekuatan khusus.
Pertimbangkan keinginan individu untuk memperbaiki makanan.
 Awasi masukan/ pengeluaran dan berat badan secara periodik.
R: Berguna dalam menukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
 Selidiki anoreksia, mual, muntah dan catat kemungkinan hubungan dengan
obat. Awasi frekuensi, volume, konsistensi feses.
R: Dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi area pemecahan
masalah untuk meningkatkan pemasukan / penggunaan nutrien.
 Dorong makan dengan sering dengan porsi sedikit.
R: Membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhan metabolik
meningkat saat demam.
 Berika perawatan mulut sesudah maupun sebelum tindakan.
R: Menurunkan rasa tak enak karena sisa muntah atau obat untuk pengobatan
respirasi yang merangsang pusat muntah.

 Dorong orang terdekat untuk memberikan makanan.


R: Membuat lingkungan sosial lebih normal selama makan dan membantu
memenuhi kebutuhan personal dan kultural.
 Kolaborasi
Rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
R: Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk
kebutuhan metabolik pasien.

3. Nyeri akut, sakit kepala b.d peningkatan tekanan vaskular serebral


Intervensi:
 Pertahankan tirah baring pada pasien selama fase akut.
R: Meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi.
 Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, misal;
kompres dingin, pijat, relaksasi.
R: Menurunkan tekanan vaskular serebral dan memperlambat respon simpatis
efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
 Minimalkan aktivitas yang dapat meningkatkan sakit kepala.
R: Aktivitas yang meningkat menyebabkan sakit kepala karena adanya
peningkatan tekanan vaskular serebral.
 Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
R: Pasien biasanya mengalami pusing juga kadang mengalami hipotensi
postural.
Meningkatkan kenyamanan umum.
 Berikan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang teratur jika terjadi
perdarahan hidung.
R: Kompres hidung dapat mengganggu menelan atau membutuhkan napas
mulut.
 Kolaborasi:
Berikan analgesic sesuai indikasi
R: Menurunkan nyeri dan menurunkan rangsang simpatis.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d muntah, kelebihan volume
cairan, kekurangan volume cairan, muntah

Intervensi :
 Ukur tanda - tanda vital, pengisian kapiler, status membran mukosa, dan tugor
kulit
R: indikator keadekauatan volume sirkulasi dan cairan
 Ukur haluran urine dengan akurat
R: Untuk mengetahui jumlah intake dan jumlah output
 Kaji hasil tes fungsi elektrolit / ginjal
R: gangguan volume cairan dapat menggangu fungsi ginjal dan memerlukan
intervensi tambahan
 Beri tambahan kalium, oral atau IV sesuai indikasi
R: untuk mempercepat kesembuhan
5. Kekurangan volume cairan b.d output berlebih sekunder terhadap muntah dan
berkeringat banyak
Intervensi:
 Ukur tanda - tanda vital, pengisian kapiler, status membran mukosa, dan tugor
kulit
R: indikator keadekauatan volume sirkulasi dan cairan
 Ukur haluran urine dengan akurat
R: Untuk mengetahui jumlah intake dan jumlah output
 Kaji hasil tes fungsi elektrolit / ginjal
R: gangguan volume cairan dapat menggangu fungsi ginjal dan memerlukan
intervensi tambahan
 Beri tambahan kalium, oral atau IV sesuai indikasi
R: untuk mempercepat kesembuhan

6. Gangguan perfusi jaringan otak/perifer b.d penurunan suplai O2 ke otak / perifer


Intervensi:
 Ukur tanda vital, pengisian kapiler, status membran mukosa, dan dasar kuku
R: sebagai indikator keadekauatan perfusi jaringan dan menentukan kebutuhan
intervensi
 Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi
R: iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial infark

 Tinggikan tempat tidur sesuai toleransi


R: meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi kebutuhan
seluler

 Anjurkan/ ajarkan klien untuk megurangi aktivitas/ istirahat


R: banyak aktivitas dapat mengurangi kebutuhan O2 terhadap jaringan
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer. A. (2001). Kapita selekta kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius


Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2000, Mikrobiologi Malaria, PT Elex Media
Komputindo, Jakarta.
Depkes, 2000, Pedoman Nasional Penanganan Malaria, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Depkes, 2001, Pedoman Nasional Penanganan Malaria, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Harijanto PN, 2000. Malaria : Epidemiologi, Patogenesi, Manifestasi Klinis dan
Penanganan
Jakarta: Penerbit EGC.
Darmowandowo, 2007. Buku Saku Pedoman Tatalaksana Malaria. Government &
Nonprofit.Jakarta.
Mansjoer. A. (2000). Kapita selekta kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.
Purwaningsih S, 2000, Diagnosa Malaria, Buku Kedokteran: EGC. Jakarta.
Sutojo, PN, 1999.Malaria epidemiologi. Buku Kedokteran: EGC. Jakarta.
Mansjoer. A. (1999). Kapita selekta kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Spiritia. (2000), Malaria. (http://medicafarma..com/2008/05/malaria.html, diperoleh pada
tanggal 04 Maret 2013.
Syamsiah Anwar. https://www.scribd.com/doc/134824600/Laporan-Pendahuluan-Malaria,
diperoleh pada tanggal 12 September 2019.
Fahreza Alvandi. https://www.academia.edu/9389535/Isi_Malaria, diperoleh pada tanggal 14
September 2019

Anda mungkin juga menyukai