Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA TN. A


DENGAN DIAGNOSA MEDIS ABSES FEMUR SINISTRA

OLEH :
AHMAD HIDAYAT
RAHMATIYA SARIF PULOLI, A.Md.Kep

PELATIHAN SCRUB NURSE ANGKATAN XV


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulilahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan


rahmat dan hidayah-nya sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini
disusun untuk memenuhi salah satu tugas Pelatihan Scrub Nurse Angkatan XV di Rumah
Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih dengan judul “Laporan Kasus Asuhan Keperawatan
Perioperatif Pada Tn. A dengan Diagnosa Medis Abses Femur Sinistra”.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan pembaca pada umumnya.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Jakarta, Februari 2020

Penyusun

i
Daftar isi

KATA pengantar…............................................................................................................... i

Daftar isi.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang ......................................................................................................1
B. Tujuan....................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI...........................................................................................4
A. Anatomi fisiologi integumen..................................................................................4
B. konsep penyakit abses..........................................................................................18
C. Konsep Asuhan Keperawatan...............................................................................26
BAB III Tinjauan kasus…………………………………………………………………………………………..………34

BAB IV PEMBAHASAN……………………………………………………………………………………………..……58

BAB V PENUTUPAN………………………………………………………………………………………………………61

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………………………62

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hampir setiap orang pernah mengalami infeksi. Tingkat prevalensi
penyakit infeksi di Indonesia masih tergolong tinggi dan menjadi suatu
masalah kesehatan di Indonesia (Adila et al., 2013). Penyakit infeksi ini dapat
terjadi dan berkembang di bagian tubuh mana saja. yang sebagian besar dapat
menghasilkan nanah serta dapat berlanjut menjadi penyakit saluran
pencernaan (diare) yang kerap kali mengganggu masyarakat (Jawetz et al.,
2012).
Abses adalah pengumpulan nanah dalam suatu ruangan terbatas di
dalam tubuh. Abses biasanya timbul sendiri (Oswari, 2015). Abses adalah
pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari infeksi yang
melibatkan organisme piogenik. Nanah merupakan suatu campuran dari
jaringan nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati, yang
dicairkan oleh enzim autolitik (Morison, 2014).
Abses dapat muncul pada permukaan kulit, namun abses juga dapat
muncul pada jaringan dalam organ. Beberapa jenis abses akan hilang dengan
sendirinya ketika pecah dan nanah mulai mengering ( Abses terjadi karena
adanya proses infeksi atau biasanya oleh bakteri atau parasit atau karena
adanya benda asing, misalnya serpihan, luka peluru, atau jarum suntik
(Siregar, 2014). Penyebab abses biasanya kokus pyogen, yaitu Staphylococcu
aureus (Oswari, 2015)
Staphylococcus aureus merupakan salah satu kuman patogen pada
manusia yang dapat menyebabkan berbagai macam infeksi baik lokal maupun
sistemik. Staphylococcus masuk dan menyebar melalui membran mukosa,
sehingga dapat ditularkan langsung atau tidak langsung melalui tangan dan
obyek kontaminan lain ( Tanda dan gejala suatu abses berupa nyeri, nyeri

1
tekan, teraba hangat, pembengkakan, kemerahan, demam dan hilangnya fungsi
(Smaltzer & Bare, Sedangkan Lewis, S.M et al (2010).
Tanda gejala pada abses meliputi nyeri lokal, bengkak dan kenaikan
suhu tubuh. Leukositosis juga terjadi naik pada Abses. Abses luka biasanya
membutuhkan penanganan menggunakan antibiotik. Namun demikian, kondisi
tersebut butuh ditangani dengan intervensi bedah, debridement dan kuratase
(Marison, 2003). Apabila menimbulkan resiko tinggi, tindakan pembedahan
dapat ditunda. Memberikan kompres hangat dan meninggikan posisi anggota
gerak dapat dilakukan untuk membantu penanganan abses.
Pada tahun 2005, di Amerika Serikat, 3,2 juta orang pergi ke
depertemen darurat dengan abses. Sedangkan di Australia sekitar orang
dirawat di rumah sakit pada tahun 2008 dengan kondisi ini, Sedangkan
menurut data ruangan di ruang Kelimutu RSUD Prof.Dr.W.Z. Johannes
Kupang, pada tahun 2017 terdapat 14 orang yang dirawat dengan Abses.
1. Tujuan Studi Kasus
1) Tujuan Umum
Mengetahui gambaran penerapan asuhan keperawatan pada klien
Tn.A dengan Abses femur simistra di ruang kamar bedah di
Rumah sakit Islam Cempaka Putih Jakarta Pusat.
2) Tujuan Khusus
a) Mampu memahami konsep Abses femur sinistra
b) Mampu melakukan pengkajian pada klien Tn.A dengan Abses
femur sistra di ruang kamar bedah di Rumah sakit Islam Cempaka
Putih Jakarta Pusat.
c) Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien Tn. A
dengan Abses femur sinistra di ruang kamar bedah di Rumah sakit
Islam Cempaka Putih Jakarta Pusat.
d) Mampu merumuskan intervensi keperawatan pada klien Tn.A
Abses femur sinistra di ruang kamar bedah di Rumah sakit Islam
Cempaka Putih Jakarta Pusat.

2
e) Mampu melakukan implementasi keperawatan klien Tn.A
dengan Abses femur di ruang kamar bedah di Rumah sakit Islam
Cempaka Putih Jakarta Pusat.
f) Mampu melaksanakan evaluasi tindakan keperawatan pada klien
Tn.A dengan Abses femur sinistra di ruang kamar bedah di Rumah
sakit Islam Cempaka Putih Jakarta Pusat.
g) Mampu menyusun laporan ilmiah klien Tn.A deng an Abses
femur sinistra di ruang kamar bedah di Rumah sakit Islam
Cempaka Putih Jakarta Pusat.dengan pendekatan proses
keperawatan.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi Sistem Integumen
Integumen membentuk lapisan terluar pada tubuh. Integumen terdiri
dari kulit dan beberapa derivatif kulit tertentu antara lain rambut, kuku, dan
beberapa jenis kelenjar.
1. Komponen integumen
Integumen terdiri dari beberapa komponen, yaitu kulit, kuku,
rambut, dan kelenjar kulit.
a. Kulit
Kulit adalah lapisan terluar pada tubuh manusia. Struktur
kulit dibagi menjadi tiga, yaitu epidermis, dermis, dan subkutan.

Gambar 2.1. Struktur kulit


1) Epidermis
Epidermis merupakan lapisan terluar kulit, lapisan sel
dengan ketebalan berbeda tergantung dengan ketebalan berbeda
tergantung letaknya pada tubuh. Epidermis tersusun oleh lapisan
padat jaringan yang berserat (kolagen) dan elastis. Lapisan ini

4
tidak memiliki pembuluh darah dan sel-selnya sangat rapat.
Bagian epidermis yang paling tebal dapat ditemukan pada
telapak tangan dan telapak kaki. Selain sel-sel epitel, epidermis
juga tersusun atas lapisan melanosit, sel langerhans, sel merkel,
dan keratinosit.
a) Melanosit, yaitu sel yang menghasilkan melanin melalui
proses melanogenesis (Junuqueira dan Carneiro, 2007).
b) Sel Langerhans, yaitu sel yang merupakan makrofag turunan
sumsum tulang yang merangsang sel limfosit T. Sel
Langerhans juga mengikat, mengolah, dan
merepresentasikan antigen kepada sel Limfosit T (Djuanda,
2007). Dengan demikian, sel Langerhans berperan penting
dalam imunologi kulit (Junqueira dan Carneiro, 2007).
c) Sel merkel, yaitu sel yang berfungsi sebagai mekanoreseptor
sensoris dan berhubungan fungsi dengan sistem
neuroendokrin difus (Tortora dkk., 2006).
d) Keratinosit, yang secara bersusun dari lapisan paling luar
hingga paling dalam terdiri dari stratum korneum, stratum
lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan
stratum basalis.

Gambar 2.2. Lapisan keratinosit

5
(1) Stratum Korneum
Stratum korneum adalah lapisan epidermis teratas
yang melindungi tubuh terhadap lingkungan, terdiri dari
dua puluh lima lapisan sampai tiga puluh lapisan sisik
tidak hidup yang sangat terkeratinisasi dan semakin
gepeng saat mendekati permukaan kulit. Lapisan ini
merupakan lapisan epidermis yang melapisi seluruh
tubuh, kecuali pada telapak tangan dan telapak kaki.
(2) Stratum Lusidum
Stratum lusidum adalah lapisan jernih dan tembus
cahaya dari sel-sel gepeng tidak bernukleus yang mati
atau hampir mati dengan ketebalan empat sampai tujuh
lapisan sel.
(3) Stratum Granulosum
Stratum granulosum terdiri dari tiga lapisan atau
barisan sel dengan granula-granula keratohialin yang
merupakan prekursor pembentukan keratin.
(4) Stratum Spinosum
Stratum spinosum adalah lapisan sel spina atau
tanduk, disebut demikian karena sel-sel tersebut
disatukan oleh tonjolan yang menyerupai spina. Spina
adalah bagian penghubung intraselular yang disebut
desmosom.
(5) Stratum Germinativum (Basalis)
Stratum germinativum adalah lapisan tunggal sel-
sel yang melekat pada jaringan ikat dari lapisan kulit di
bawahnya, yaitu dermis. Pembelahan sel yang cepat

6
berlangsung pada lapisan ini dan sel baru didorong
masuk ke lapisan berikutnya.

2) Dermis
Dermis merupakan lapisan kulit yang lebih sensitive.
Dermis terdiri atas fibrosit yang membentuk jaringan kolagen
dan elastis, saraf tepi dan sirkulasi darah perifer. Dermis
mengandung pembuluh darah, limfa, saraf, kelenjar, dan folikel
rambut yang muncul ke permukaan dalam bentuk papillae.
Lapisan ini dipisahkan dari epidermis dengan adanya membran
dasar atau lamina.
3) Subkutis
Subkutis merupakan lapisan khusus dari jaringan berserat
adiposa (lemak) serta pembuluh darah arteri dan vena.
Ketebalan lapisan ini sangat berbeda-beda, tergantung tempat
serta bentuk tubuh dan berat badan seseorang.
Perbedaan warna kulit terjadi akibat beberapa faktor, antara
lain:
1) Melanosit
Melanosit terletak pada stratum basalis, memproduksi
pigmen melanin, yang bertanggung jawab untuk perawata kulit
dari coklat sampai hitam. Pada rentang yang terbatas, melanin
melindungi kulit dari sinar ultraviolet matahari yang merusak.
Peningkatan produksi melanin berlangsung jika terpapar sinar
matahari. Perbedaan genetik dalam besarnya jumlah produksi
melanin dan pemecahan pigmen yang lebih melebar
mengakibatkan perbedaan ras. Puting susu, areola, skrotum,
penis, dan labiya mayora adalah tempat terjadinya pigmentasi

7
yang besar, sedangkan telapak kaki dan telapak tangan
mengandung sedikit pigmen.
2) Pembuluh Darah
Darah dalam pembuluh darah dermal di bawah lapisan
epidermis dapat terlihat dari permukaan dan menghasilkan
pewarnaan merah muda. Ini lebih jelas terlihat pada kulit orang
putih.
3) Pigmen kuning
Keberadaan dan jumlah pigmen kuning hanya ditemukan
pada stratum korneum, dermis, dan subkutan yang menyebabkan
beberapa perbedaan warna kulit.
b. Kuku
Kuku jari tangan dan kuku jari kaki adalah lempeng
pelindung yang berasal dari perpanjangan dari epidermis ke dermis.
Kuku adalah lempeng kertain keras berlekuk yang terletak di atas
dasar kuku yang nutrisinya disuplai dari pembuluh darah. Badan
kuku tumbuh dari akar kuku yang tertanam di kulit. Pertumbuhan
kuku kira-kira 0,5 mm perminggu, lebih cepat di musim panas
daripada di musim dingin. Struktur kuku terdiri dari akar kuku (nail
root), badan kuku (nail plate), alur kuku (nail grove), eponikium,
dan hiponikium.

Gambar 2.3. Struktur Rambut

8
1) Akar kuku (nail root) merupakan bagian yang tertanam dalam
kulit jari.
2) Badan kuku (nail plate) merupakan bagian terbuka di atas
jaringan lunak kulit pada ujung jari.
3) Alur kuku (nail grove) atau lunula merupakan sisi kuku yang
tampak mencekung.
4) Eponikium atau kutikel merupakan lipatan epidermis berlekuk
yang menutupi akar kuku.
5) Hiponikium adalah stratum korneum tebal di bawah ujung lepas
kuku.
c. Rambut
Rambut ada pada hampir semua bagian tubuh, tetapi sebagian
besar berupa rambut vellus yang kecil dan tidak berwarna atau
tersamar. Sedangkan rambut terminal biasanya kasar dan dapat
dilihat. Rambut terminal tertanam di kulit kepala, alis, dan bulu
mata, ketika masa pubertas rambut ini akan menggantikan posisi
rambut vellus di area ketiak, pubis, dan di wajah laki-laki yang
merupakan bagian dari karakteristik seksual sekunder.
Rambut berasal dari folikel rambut yang terbentuk sebelum
lahir melalui pertumbuhan dari epidermis ke dalam dermis. Folikel
rambut tubular membengkak pada bagian dasarnya, kemudian
membentuk bulbus rambut. Bulbus rambut ini kemudian
diinvaginasi suatu massa yang tersusun dari jaringan ikat renggang,
pembuluh darah, dan syaraf yang disebut papilla dermal yang
memberikan nutrisi pada pertumbuhan rambut. Sel-sel bulbus
rambut yang terletak tepat di atas papilla disebut matriks germinal
rambut dan analog dengan sel-sel stratum basalis pada epidermis.
Setelah mendapat nutrisi dari pembuluh darah papila, sel-sel matriks
germinal kemudian membelah dan terdorong kea arah permukaan
kulit untuk menjadi rambut yang terkeratinisasi. Rambut terdiri dari

9
akar yang merupakan bagian tertanam di bagian folikel dan batang
bagian di atas permukaan kulit.

Gambar 2.4. Struktur rambut

Pertumbuhan rambut bersifat siklus, diantaranya:


1) Fase istirahat, jika rambut telah mencapai batas pertumbuhan
maksimal. Selama masa istirahat, bagian dasar rambut berubah
menjadi suatu massa terkeratinisasi menyerupai pentungan yang
tetap melekat pada folikel.
2) Fase setelah masa istirahat, bulbus rambut yang baru terbentuk
dari bagian bawah massa yang lama. Rambut yang baru
mendorong keluar rambut yang lama, sehingga rambut lama
menjadi rontok. Rambut di kulit kepala tumbuh dalam masa 2
sampai 6 tahun dan kemudian memasuki fase istirahat selama 3
bulan sebelum rontok. Rambut di tubuh tumbuh sepanjang 0,05
inci perminggu, sedangkan rambut pada kulit kepala
membutuhkan waktu sekitar 7 minggu untuk dapat tumbuh
sepanjang satu inci.

10
d. Kelenjar Kulit
Kelenjar kulit terdiri dari dua, yaitu:
1) Kelenjar Sebasea
Kelenjar sebasea merupakan kelenjar yang melekat pada
folikel rambut dan melepaskan lipid yang dikenal sebagai sebum
menuju lumen (Harien, 2011). Sebum dikeluarkan ketika
muskulus arektor pili berkontraksi menekan kelenjar sebasea
sehingga sebum dikeluarkan ke folikel rambut lalu ke
permukaan kulit. Sebum tersebut merupakan campuran dari
trigliserida, kolestrol, protein, dan elektrolit. Sebum berfungsi
menghambat pertumbuhan bakteri, melumasi dan memproduksi
keratin (Tortora dkk., 2015).
2) Kelenjar Keringat (Sudoriferus)
Kelenjar sudoriferus terbagi menjadi dua jenis berdasarkan
struktur dan lokasinya.
a) Kelenjar Apokrin
Kelenjar apokrin terdapat di daerah aksila, payudara,
dan pubis, serta aktif pada usia pubertas dan menghasilkan
secret yang kental dan bau yang khas (Djuanda, 2013).
Kelenjar apokrin bekerja ketika ada sinyal dari sistem saraf
dan hormo sehingga sel-sel mioepitel yang ada di sekeliling
kelenjar berkontraksi dan menekan kelenjar apokrin.
Akibatnya kelenjar apokrin melepaskan sekretnya ke folikel
rambut lalu ke permukaan luar (Tortora dkk., 2015).

11
b) Kelenjar Merokrin (Ekrin)
Kelenjar ekrin merupakan kelenjar yang
penyebarannya meluas ke seluruh tubuh, terutama di daerah
telapak tangan dan kaki. Sekretnya mengandung air,
elektrolit, nutrient organic, dan sampah metabolisme
(Harien, 2011). Kadar pH-nya berkisar 4,0-6,8 dan fungsi
dari kelenjar ekrin adalah mengatur temperatur permukaan,
mengekskresikan air dan elektrolit serta melindungi dari
agen asing dengan cara mempersulit perletakan agen asing
dan menghasilkan dermicidine, sebuah peptida kecil dengan
sifat antibiotik (Djuanda, 2013).
2. Fisiologi Kulit
Kulit memiliki banyak fungsi yang berguna dalam menjaga
homeostatis tubuh. Fungsi-fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi fungsi
proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh
(termoregulasi), dan pembentukan vitamin D (Djuanda, 2007). Kulit juga
sebagai barrier infeksi dan memungkinkan bertahan dalam berbagai
kondisi lingkungan (Harien, 2011). Berikut ini uraian dari fungsi-fungsi
kulit, yaitu:
a. Fungsi Proteksi
Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai
cara sebagai berikut:
1) Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi (gerakan), panas, dan
zat kimia.

12
2) Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi dari permukaan kulit
dan dehidrasi, selain itu juga mencgeah masuknya air dari
lingkungan luar tubuh melalui kulit.
3) Sebum yang berminyak dari kelenjar sebasea mencegah kulit dari
rambut dan kekeringan serta mengandung zat bakterisid yang
berfungsi membunuh bakteri di permukaan kulit.

4) Pigmen melanin melindungi dari efek sinar ultraviolet yang


berbahaya. Pada stratum basal, sel-sel melanosit melepaskan
pigmen melanin ke sel-sel di sekitarnya. Pigmen ini bertugas
melindungi materi genetik dari sinar matahari, sehingga materi
genetik dapat tersimpan dengan baik. Apabila terjadi gangguan
pada proteksi oleh melanin, maka dapat timbul kegenasan.
5) Selain itu ada sel-sel yang berperan sebagai sel imun yang
protektif. Yang pertama adalah sel Langerhans, yang
merepresentasikan antigen terhadap mikroba. Kemudian ada sel
fagosit yang bertugas memfagositosis mikroba yang masuk
melewati keratin dan sel Langerhans (Martini, 2012).
b. Fungsi Absorpsi
Kulit tidak bias menyerap air, tapi bias menyerap material
larut-lipid seperti vitamin A, D, E, K, obat-obatan tertentu, oksigen
dan karbon dioksida (Djuanda, 2013). Permeabilitas kulit terhadap
oksigen, karbon dioksida dan uap air memungkinkan kulit ikut
mengambil bagian pada fungsi respirasi. Selain itu beberapa material
toksik dapat diserap seperti aseton, CCI, dan merkuri (Harien, 2011).
Beberapa obat juga dirancang untuk larut lemak, seperti kortison,
sehingga mampu berpenetrasi ke kulit dan melepaskan antihistamin di
tempat peradangan (Martini, 2012).
Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya
kulit, hidrasi, kelembaban, metabolism, dan jenis vehikulum.

13
Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antarsel atau melalui
muara saluran kelanjar, tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel
epidermis daripada yang melalui muara kelenja (Tortora dkk., 2015).

c. Fungsi Ekskresi
Kelenjar kulit mengeluarkan zat yang tidak berguna (zat sisa
metabolisme) dari dalam tubuh berupa Na, Cl, urea, asam urat, dan
amonia. Kelenjar kulit juga mengeluarkan sebum mengandung minyak
utama untuk melindungi kulit dan menahan air yang berlebihan
sehingga kulit tidak menjadi kering. Produksi kelenjar lemak dan
kelenjar keringat menyebabkan keasaman pada kulit.
d. Fungsi Persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan
subkutan (Djuanda, 2013). Terhadap rangsangan panas diperankan
oleh badan-badan ruffini di dermis dan subkutan. Terhadap dingin
diperankan oleh badan-badan krause yang terdapat dalam dermis,
badan taktil meissner terletak di papilla dermis berperan terhadap
rabaan, demikian pula badan merkel ranvier yang terletak di epidermis,
sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan paccini di
epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di
daerah yang erotik (Tortora dkk., 2015).
e. Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (Termoregulasi)
Kulit berkontribusi terhadap pengaturan suhu tubuh
(termoregulasi) melalui dua cara, yaitu pengeluara keringat dan
menyesuaikan aliran darah di pembuluh kapiler (Djuanda, 2013). Pada
saat suhu tubuh tinggi, tubuh akan mengeluarkan keringat dalam

14
jumlah banyak serta memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi)
sehingga panas akan terbawa keluar dari tubuh. Sebaliknya, pada suhu
tubuh rendah akan mengeluarkan lebih sedikit keringat dan
mempersempit pembuluh darah (vasokonstriksi) sehingga mengurangi
pengeluaran panas oleh tubuh (Harien, 2011).

Suhu Dingin Suhu Panas

Gamba 2.5. Termoregulasi oleh kulit

f. Fungsi Pembentukan Vitamin D


Sintesis vitamin D dilakukan dengan mengaktivasi prekusor 7
dihidroksi kolestrol dengan bantuan sinar ultraviolet (Djuanda, 2007).
Enzim di hati dan ginjal lalu memodifikasi prekusor dan menghasilkan
kalsitriol, bentuk vitamin D yang aktif. Kalsitriol adalah hormon yang
berperan dalam mengabsorpsi kalsium makanan dari traktus
gastrointestinal ke dalam pembuluh darah (Tortora dkk., 2006).
B. Konsep Penyakit
1. Pengertian

15
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil
yang telah mati yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena
adanya infeksi (biasanya oleh bakteri atau parasit) atau karena adanya
benda asing (misalnya serpihan, luka peluru, atau jarum suntik). Proses
ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah
penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses adalah
infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah
(Siregar, 2011).

Abses adalah pengumpula nanah yang terlokalisir sebagai


akibat dari infeksi yang melibatkan organisme piogenik, nanah
merupakan suatu campuran dari jaringan nekrotik, bakteri, dan sel
darah putih yang sudah mati yang dicairkan oleh enzim autolitik
(Morison, 2013).
Abses (misalnya bisul) biasanya merupakan titik “mata”, yang
kemudian pecah; rongga abses kolaps dan terjadi obliterasi karena
fibrosis, meninggalkan jaringan parut yang kecil (Hasanah, 2016).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa abses adalah
suatu infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri/parasit atau karena
adanya benda asing (misalnya peluru maupun jarum suntik) dan
mengandung nanah yang merupakan campuran dari jaringan nekrotik,
bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang dicairkan oleh enzim
autolitik.
2. Jenis-jenis Abses
a. Abses Ginjal
Abses ginjal yaitu peradangan ginjal akibat infkesi ditandai
dengan pembentukan sejumlah bercak kecil bernanah atau abses yang
lebih besar yang disebabkan oleh infkesi yang menjalar ke jaringan
ginjal melalui aliran darah.
b. Abses Perimandibular

16
Bila abses menyebar sampai di bawah otot-otot penguyahan,
maka akan timbul bengkak-bengkak yang keras, di mana nanah akan
sukar menembus otot untuk keluar sehingga untuk mengeluarkan
nanah tersebut harus dibantu dengan operasi pembukaan abses.
c. Abses Rahang Gigi
Radang kronis, yang terbungkus dengan terbentuknya nanah
pada ujung akar gigi atau geraham. Menyebar ke bawah selaput tulang
(sub-periostal) atau di bawah selaput ledir mulut (submucosal) atau ke
bawah kulit (sub-cutaneus). Nanah bisa keluar dari saluran pada
permukaan gigi atau kulit mulut (fistel). Perawatannya bisa dilakukan
dengan mencabut gigi yang menjadi sumber penyakitnya atau
perawatan dari akar gigi tersebut.
d. Abses Sumsum Rahang
Bila nanah menyebar ke ringga-rongga, maka sumsum tulang
akan terkena radang (osteomyelitis). Bagian-bagian dari tulang
tersebut dapat mati dan kontradiksi dengan tubuh. Dalam hal ini nanah
akan keluar dari beberapa tempat (multiple fitsel).
e. Abses Dingin ( Cold Abses)
Pada abses ini, karena sedikitnya radang, maka abses ini
merupakan abses menahun yang terbentuk secara perlahan-lahan.
Biasanya terjadi pada penderita tuberculosis tulang, persendian atau
kelenjar limfa akibat perkijauan yang luas.
f. Abses Hati
Abses ini akibat komplikasi disentri amuba yang sesungguhnya
bukan abses, karena rongga ini tidak berisi nanah, melainkan jaringan
nekrotik yang disebabkan oleh amuba. Jenis abses ini dapat dikenali
dengan ditemukannya amuba pada dinding abses dengan pemeriksaan
histopatologis dari jaringan.
g. Abses (Lat. Absessus)
Rongga abnormal yang berada di bagian tubuh,
ketidaknormalan di bagian tubuh, disebabkan karena pengumpulan

17
nanah di tempat rongga itu akibat proses radang yang kemudian
membentuk nanah. Dinding rongga abses biasanya terdiri atas sel yang
telah cedera, tetapi masih hidup. Isi abses yang berupa nanah tersebut
terdiri atas sel darah putih dan jaringan yang nekrotik dan mencair.
Abses biasanya disebabkan oleh kuman pathogen misalnya: bisul.

3. Etiologi
Menurut Siregar (2012) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan
abses melalui beberapa cara:
a. Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan
jarum yang tidak steril
b. Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
c. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia
dan tidak menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan
terbentuknya abses.
Peluang terbentuknya suatu abses meningkat jika:
1) Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi
2) Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
3) Terdapat gangguan sistem kekebalan
4. Patofisiologi
Jika bakteri masuk ke dalam jaringan yang sehat, maka akan
terjadi suatu infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga
yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang
merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi bergerak ke dalam
rongga tersebut, dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati,
sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah mengisi rongga
tersebut.

18
Akhir penimbunan nanah ini, maka jaringan disekitarnya akan
terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan
menjadi dinding pembatas. Abses dalam hal ini merupakan mekanisme
tubuh mencegah penyebaran infkesi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah di
dalam tubuh, maka infeksi menyebar ke dala tubuh maupun di bawah
permukaan kulit, tergantung pada lokasi abses (Utama, 2011).

Pathway

19
Sumber : (Hardjatmo Tjokro Negoro, PHD dan Hendra Utama, 2011)
5. Manifestasi Klinis
Karena abses merupakan salah satu manifestasi peradangan, maka
manifestasi lain yang mengikuti abses dapat merupakan tanda dan gejala
dari proses inflamasi, yakni: kemerahan (rubor), panas (calor),
pembengkakan (tumor), rasa nyeri (dolor), dan hilangnya fungsi organ.
Abses adalah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali
dengan proses yang disebut peradangan. Awalnya, seperti bakteri
mengaktifkan sistem kekebalan tubuh, beberapa kejadian terjadi:
a. Darah mengalir ke daerah meningkat.

20
b. Suhu daerah meningkat karena meningkatnya pasokan darah (color).
c. Wilayah membengkak akibat akumulasi air, darah, dan cairan lainnya
(tumor) dan menjadi kemerahan (rubor).
d. Terasa sakit karena iritasi dari pembengkakan dan aktivitas kimia
(dolor).
Suatu abses yang terbentuk di bawah kulit biasanya tampak
sebagai suatu benjolan. Jika abses akan pecah maka daerah pusat benjolan
akan lebih putih karena kulit atasnya menipis. Suatu abses dalam tubuh
sebelum menimbulkan gejala sering kali terlebih dahulu tumbuh menjadi
besar.
6. Komplikasi
Komplikasi abses adalah penyebaran abses ke jaringan sekitar
atau jaringan yang jauh dan kematian jaringan setempat yang ekstensif
(gangren). Suatu abses dapat menimbulkan konsekuensi yang fatal
(meskipun jarang) apabila abses tersebut mendesak struktur yag vital,
misalnya abses leher dalam yang menekan trakea.
7. Penatalaksanaan
a. Pembedahan
Pada umumnya abses memerlukan tindakan pembedahan,
debridement, dan kuretase untuk meringankan nyeri dan
mengeluarkan pus atau drainase sehingga mempercepat proses
penyembuhan. Abses yang disebabkan oleh benda asing, maka benda
asing tersebut harus diambil terlebih dahulu. Bila tidak maka cukup
diambil absesnya atau dikeluarkan pusnya bersamaan dengan
pemberian obat analgesik dan mungkin antibiotik.
Drainase abses dengan menggunakan pembedahan biasanya
diindikasikan bila abses telah berkembang dari peradangan serosa
yang keras menjadi tahap nanah yang lebih lunak. Apabila
menimbulkan resiko tinggi, misalnya pada area-area yang kritis maka
tindakan ini dijadikan sebagai alternatif terakhir.
b. Konservatif

21
Penanganan konservatif meliputi pemberian obat antibiotik
dan analgesik. Karena sering kali abses disebabkan oleh
staphylococcus aureus, maka antibiotik anti staphylococcus seperti
flucloxacillin atau dicloxacillin sering digunakan. Dengan munculnya
staphylococcus aureus resisten Methicillin (MRSA) yang didapat
melalui komunitas, maka antibiotik biasa tersebut menjadi tidak
efektif. Untuk menangani MRSA ini digunakan antibiotik antara lain:
clindamycin, trimethoprim, sulfanethosazole dandoxyycyclin.
Sedangkan pemberian analgesik hanya diindikasikan jika klien terasa
nyeri dengan adanya anbes atau pembedahan yang ada.

C. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Asuhan Keperawatan pada Pasien Pre Operasi
a. Pengkajian
1) Kesadaran
2) Jam kedatangan
3) Status Psikososial:
a) Tenang
b) Cemas
c) Ekspresi wajah
d) Gelisah
4) Tanda-tanda vital:
a) Tekanan darah
b) Nadi
c) Penapasan
d) Suhu
5) Puasa atau tidak

b. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1) Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan
2) Ansietas berhubungan dengan tindakan pembedahan

22
3) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
c. Tujuan Keperawatan
1) Nyeri akut : Nyeri berkurang ditandai dengan skala nyeri yang
dilaporkan berkurang dan ekspresi wajah rileks
2) Ansietas : Ansietas pasien berkurang/menunjukkan
pengendalian diri terhadap anisetas setelah dilakukan tindakan.
3) Resiko infeksi : Tidak terjadi.
d. Intervensi Keperawatan
1) Nyeri akut:
a) Kaji skala nyeri
b) Berikan posisi yang nyaman
c) Anjurkan untuk relaksasi nafas dalam setiap kali timbul nyeri
d) Observasi tanda-tanda vital
e) Kolaborasi untuk pemberian terapi analgesik.
2) Ansietas:
a) Kaji tingkat kecemasan pasien
b) Observasi tanda-tanda vital
c) Jelaskan tindakan pembedahan yang akan dilakukan
3) Resiko infeksi:
a) Pertahankan teknik aseptik dan antiseptik
b) Pastikan kadaluarsa alat dan bahan sebelum digunakan
e. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Wulandari,
2017).

f. Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam
menilai perencanaan keperawatan, untuk mengetahui pemenuhan

23
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan. Dengan kata lain, evaluasi keperawatan merupakan
penilain hasil pencapaian perencanaan dan pelaksanaan keperawatan
(Wulandari, 2017).
2. Asuhan Keperawatan pada Pasien Intra Operasi
a. Pengkajian
1) Tanda-tanda vital:
a) Tekanan darah
b) Nadi
c) Pernapasan
d) Suhu
e) SPO2
b. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1) Nyeri akut berhu
2) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
3) Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan prosedur
invasif (pembedahan yang lama dan perdarahan).
c. Tujuan Keperawatan
1) Resiko infeksi : Tidak terjadi infeksi.
2) Resiko ketidakseimbangan cairan : Ketidakseimbangan volume
cairan tidak terjadi.
d. Intervensi Keperawatan
1) Resiko infeksi
a) Kaji faktor-faktor yang beresiko menyebabkan infeksi
b) Pertahankan teknik aseptik dan antiseptik
c) Pastikan kadaluarsa alat dan bahan sebelum digunakan
d) Pastikan operator, asisten, dan perawat instrument melakukan
scrubbing, gowning, dan gloving sesuai prosedur
e) Pastikan pemberian profilaksis maksimal sebelum 30-60 menit
sebelum operasi
f) Siapkan lokasi operasi menurut prosedur khusus

24
g) Tutup luka operasi dengan pembalut yang steril
2) Resiko ketidakseimbangan cairan
a) Pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan
b) Monitor tanda-tanda vital
c) Monitor keluaran cairan dan elektrolit
d) Pantau status hidrasi
e) Kolaborasi dengan dokter control perdarahan dan pemberian
cairan elektrolit
e. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Wulandari,
2017).
f. Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam
menilai perencanaan keperawatan, untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan. Dengan kata lain, evaluasi keperawatan merupakan
penilain hasil pencapaian perencanaan dan pelaksanaan keperawatan
(Wulandari, 2017).
3. Asuhan Keperawatan pada Pasien Post Operasi
a. Pengkajian
1) Tanda-tanda vital:
a) Tekanan darah
b) Nadi
c) Pernapasan
d) Suhu

2) Kulit
a) Turgor
b) Luka

25
3) Adanya implan/tidak
4) Intake dan output
b. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1) Nyeri akut berhubungan dengan tindakan pembedahan
2) Resiko hipotermi berhubungan dengan prosedur invasive
3) Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan prosedur
invasif (pembedahan yang lama dan perdarahan)
4) Resiko cedera
c. Tujuan Keperawatan
1) Nyeri akut : Nyeri berkurang ditandai dengan skala nyeri yang
dilaporkan berkurang dan ekspresi wajah rileks
2) Resiko hipotermi : Hipotermi tidak terjadi.
3) Resiko ketidakseimbangan cairan : Keseimbagan volume cairan
dapat dipertahankan.
4) Resiko cedera : Pasien aman setelah
pembedahan.
d. Intervensi Keperawatan
1) Nyeri akut
a) Kaji skala nyeri
b) Berikan posisi yang nyaman
c) Anjurkan untuk relaksasi nafas dalam setiap kali timbul nyeri
d) Observasi tanda-tanda vital
e) Kolaborasi untuk pemberian terapi analgesik.
2) Resiko hipotermi
a) Kaji faktor-faktor yang menyebabkan hipotermi
b) Observasi tanda-tanda vital
c) Berikan cairan hangat sesuai suhu tubuh
d) Berikan penghangat (blanker)
e) Ganti bila duk atau tenun basah
3) Resiko ketidakseimbangan cairan
a) Kaji status hidrasi pasien

26
b) Pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan
c) Monitor tanda-tanda vital
d) Monitor keluaran cairan dan elektrolit
e) Pantau status hidrasi pasien
f) Kolaborasi dengan dokter kontrol perdarahan dan pemberian
cairan dan elektrolit.
4) Resiko cedera
a) Kaji faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya cedera
b) Siapkan peralatan dan bantalan untuk posisi yang dibutuhkan
sesuai prosedur operasi
c) Stabilkan tempat tidur pada waktu pemindahan pasien
d) Pasang pengaman tempat tidur
e) Kolaborasi perubahan posisi pada ahli anestesi dan/atau dokter
bedah sesuai kebutuhan
e. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Wulandari,
2017).
f. Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam
menilai perencanaan keperawatan, untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan. Dengan kata lain, evaluasi keperawatan merupakan
penilain hasil pencapaian perencanaan dan pelaksanaan keperawatan
(Wulandari, 2017).

BAB III

TINJAUAN KASUS

27
A. PENGKAJIAN
Hari / tanggal : Rabu / 26-02-2020
Tempat : Ruang
Jam : 13.05 WIB
Metode : Observasi dan anamnesa
Sumber : Klien dan rekam medik

1. Identitas klien
a. Nama : Tn. A
b. Tanggal lahir : 07-11-1961
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Pekerjaan : Pengusaha
e. Status : Menikah
f. No. RM : 01037551
g. Tanggal masuk :
2. Penangung jawab
a. Nama : Ny. I
b. Umur : 56 tahun
c. Hubungan dg klien : Istri
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri.
b. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengatakan nyeri terasa ketika ditekan dan mendapat
gesekan. Klien mengatakan nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk.
Klien mengatakan nyeri pada benjolan yang pecah di paha kiri.
Klien mengatakan skala nyeri terasa berada pada angka 6 (sedang)
di skala 0-10. Klien mengatakan nyerinya hilang timbul dengan
durasi 3-5 menit. Klien mengatakan benjolan di paha pecah pada
hari ketujuh (hari sabtu, yaitu empat hari yang lalu), setelah itu
luka dibiarkan tertutup. Hari senin tanggal 24 Februari 2020 klien

28
berkunjung ke dokter untuk memeriksakan lukanya, setelah
dilakukan pemeriksaan klien dirawat jalan dan direncanakan
tindakan operasi pada hari rabu tanggal 26 Februari 2020.
c. Riwayat penyakit terdahulu
Klien mengatakan sebelumnya belum pernah mengalami penyakit
yang sama. Klien tidak memiliki riwayat penyakit kencing manis
(Diabetes Melitus).
d. Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan tidak ada keluarga yang menderita penyakit
kencing manis (Diabetes Melitus).
4. Pengkajian pre operasi
a. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran : Compos mentis
2) Jam kedatangan : 13.02 WIB
3) Status Psikososial :
a) Klien tampak tegang
b) Klien tampak merasa tidak nyaman
4) Tanda-tanda vital:
a) Tekanan darah: 108/80 mmHg
b) Nadi : 62 x/menit
c) Pernapasan : 20 x/menit
d) Suhu : 36,3˚C
b. Klien tidak puasa
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Hasil Laboratorium
Hasil laboratorium Tn. A pada hari Senin, tanggal 24-02-2020.

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan Interpretasi


HEMATOLOGI
Hemoglobin 12.9 g/dL 13.2-17.3 Rendah
Jumlah leukosit 8.37 103µL 3.80-10.60 Normal

29
Hematokrit 38 % 40-52 Rendah
Jumlah Trombosit 227 103µL 150-440 Normal
Eritrosit 4.14 106µL 4.40-5.90 Rendah
MCV/VER 92 fL 80-100 Normal
MCH/HER 31 pg 26-34 Normal
MCHC/KHER 34 g/dL 32-36 Normal
FAAL HEMOSTASIS
Masa Pendarahan 3.00 menit 1.00-300 Normal
(IVY)
Masa Pembekuan 5.00 menit 4.00-6.00 Normal

KIMIA KLINIK
DIABETES
Glukosa Darah 92 mg/dL 70-200 Normal
Sewaktu
IMUNOSEROLOGI
HEPATITIS
HBsAg (Kualitatif) (-) Negatif (-) Negatif

d. Obat-obatan
Klien mengonsumsi obat Asam Mefenamat 3 x sehari (500 mg)
dan Cefadroxil 2 x sehari (200 mg) yang diberikan oleh dr. Winoto
sudah 3 hari.
5. Sign in
a. Menerima klien
1) Memfasilitasi klien untuk mengganti baju
2) Membaringkan klien di tempat tidur dan memasang penutup
kepala
3) Hari/tgl/bulan/tahun : Rabu/26-02-2020

30
4) Pukul : 13.05 WIB
b. Konfirmasi /verivikasi
1) Nama : Tn. A
2) Tanggal lahir : 07-11-1961
3) Nomor Rekam Medis : 01037551
4) Nama operasi : Insisi
5) Lokasi operasi : Paha Kiri (Femur Sinistra)
6) Informed Consent : (+)
7) Nama operator : dr. Winoto, Sp.B
8) Riwayat alergi : (-)
9) Riwat asma : (-)
10) Rencana pemasangan implan : (-)
c. Menyiapkan catatan permintaan obat dan alkes
1) Tanggal : 26-02-2020
2) Nama : Tn. A
3) No registasi/rm : 01037551
4) Ruang/kelas : ODC
5) Dokter bedah/Dokter Anestesi : dr. Winoto, Sp.B
6) Jaminan : Umum
7) Diagnosis/tindakan : Abses Femur Sinistra/Insisi
8) Alkes : Insisi
a) Hand scoen 6 ½ :2
b) Hand scoen 7 :1
c) Hand scoen 7 ½ :1
d) Betadin 75 ml :1
e) Blade no. 11/20 : 1/1
f) Sofsilk 2/0 :1
g) Eramycetin :1
h) Kasa biasa : 3 yang dipakai 2
i) T-scrub :3
j) Wrapping paper kecil :1

31
k) H2O2 25 ml :1
l) Nacl 0,9 % :1
m) Plain Cutgut 2/0 :1
d. Menyiapkan ruang operasi dan instrument
1) ESU disiapkan tapi tidak dipakai.
2) Suction disiapkan tapi tidak digunakan karena perdarahannya
sedikit.
e. Mencuci tangan
Setelah pasien dipindahkan ke meja operasi operator dan perawat
instrument mencuci tangan prosedural 6 langkah menggunakan
chlorhexidine 4 % dan air mengalir:
1) Menggosok kedua tangan .
2) Menggosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dan tangan
kanan sebaliknya.
3) Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari.
4) Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengikuti.
5) Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan
dan lakukan sebaliknya.
6) Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di
telapak tangan kiri dan sebaliknya.
f. Perawat instrument dan operator tidak memakai jas steril
g. Memakai Sarung Tangan Terbuka :
1) Membuka bungkus sarung tangan yang akan digunakan sesuai
ukuran
2) Gunakan tangan kiri untuk mengambil sarung tangan kanan
tanpa merubah lipatan.
3) Tangan kanan masuk sarung tangan dengan 3 jari, lalu 2 jari
mengikuti.
4) Tangan mengambil sarung tangan kiri dengan cara masuk ke
dalam lipatan, lalu memasukkan tangan kiri.
h. Menyiapkan instrument dimeja besar diantaranya :

32
1) Sponge Holding Forcep 1 buah
2) Towel Clams 6 buah
3) Scaple Handle dan Blade No. 11 di dalam Nearbeken
4) Pinzet Anatomis 1 buah
5) Pinzet Cirurgis 1buah
6) Klem Bengkok/Hemostatic Forceps 3 buah
7) Klem Lurus/Hemostatic Forceps 3 buah
8) Gunting Operator/Mayo Distering 1 buah
9) Gunting Benang/Mayo Lexer 1 buah
10) Gunting Lurus/Lexer 1 buah
11) Nedle Horder 1 buah
12) Bowl 2 buah
i. Menyiapkan pasien dimeja operasi
a) Aseptik dan antiseptik daerah operasi dengan isodine dengan
yoderm dan kassa dengan cara dari tengah ke arah luar
b) Drapping (pemberian batas tegas pada daerah yang akan
diinsisi)
6. Time Out
1) Konfirmasi anggota tim operasi
1) Assalamu’alaikum wr. Wb
2) Time out ya dok
3) Hari/bulan/tahun : Rabu/26 Februari 2020
4) Nama klien : Tn. A
5) Tanggal lahir : 07 November 1961
6) Diagnosa : Abses Femur Sinistra
7) Rencana tindakan : Insisi
8) Dokter Operator : dr. Winoto, Sp.B
9) Asisten Operator : Raras
10) Perawat Instrumen : Raras
11) Dr. Anestesi : Tidak ada
12) Perawat Anestesi : Tidak ada

33
13) Perawat Sirkuler : Laila
14) Antibiotik sudah diberikan atau belum
15) Tidak ada persiapan darah
16) Operasi dimulai pukul : 13.45 WIB
7. Proses Operasi
1) Operator dan asisten operator sekaligus instrumentator melakukan
cuci tangan bedah.
2) Memakan hand glove terbuka.
3) Perawat instrument menyusun instrument di meja besar.
4) Perawat sirkuler mengatur posisi prone pada pasien.
5) Dokter operator melakukan aseptic dan antiseptic.
6) Melakukan drapping dengan duk lubang.
7) Memberikan kepada operator injeksi lidocain 6 ampul (anestesi
lokal).
8) Membacakan time out.
9) Memberikan blade nomor 11 untuk insisi benjolan.
10) Memberikan pinset sirurgis untuk menahan kulit.
11) Memberikan sendok kuret untuk eksplorasi pus.
12) Memberikan cairan H2O2 kepada operator.
13) Melakukan Nacl 0.9 % untuk pembilasan luka setelah diberi H2O2.
14) Memberikan kassa untuk mengeringkan luka.
15) Dilakukan penjahitan oleh operator dengan Plain Cutgut 2/0 pada
subkutis dan kulit.
16) Mengambil tissue forcep dan kassa untuk menghentikan
perdarahan.
17) Memberikan potongan hand scoon steril kepada operator untuk
drainase.
18) Melakukan Sign Out.
19) Dilakukan dressing dengan kassa kering lalu diplester.
20) Operasi selesai.
21) Rapikan klien.

34
22) Rapikan alat.
8. Pengkajian Intra Operasi
Jam pengkajian: 13.48 WIB
a. Tanda-tanda vital:
1) Tekanan darah : 110/70 mmHg
2) Nadi : 76 x/menit
3) Pernapasan : 20 x/menit
b. Data Subjektif :-
c. Data Objektif :
1) Tampak instrument yang digunakan dalam keadaan steril
dengan indicator internal dan eksternal yang masih dapat
digunakan.
2) Tampak operator dan tim sudah melakukan cuci tangan bedah.
3) Tampak operator dan instrument sekaligus asisten
menggunakan sarung tangan steril sesuai prosedur,
4) Tampak dilakukan tekhnik aseptik dan antiseptik.
9. Pengkajian Post Operasi
Jam pengkajian 14.00
a. Tanda-tanda vital:
1) Tekanan darah : 110/60 mmHg
2) Nadi : 68 x/menit
3) Pernapasan : 20 x/menit
b. Turgor kulit : Elastis, terdapat luka insisi di femur
sinistra
c. Intake dan Output : - Tidak diberikan cairan infus
- Perdarahan dan pus ±5 cc
d. Data Subjektif
- Klien mengatakan nyeri terasa ketika ditekan, mendapat
gesekan, dan ketika paha kiri digerakkan. Klien mengatakan
nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk. Klien mengatakan nyeri pada
benjolan yang pecah di paha kiri. Klien mengatakan skala nyeri

35
terasa berada pada angka 6 (sedang) di skala 0-10. Klien
mengatakan nyerinya hilang timbul dengan durasi 3-5 menit.
e. Data Objektif
- Klien tampak meringis
10. Sign Out
a. Konfirmasi secara verbal
1) Selesai pukul : 14.00 WIB
2) Nama tindakan yang dilakukan : Insisi dan drainase
3) Kelengkapan instrument : Lengkap
Kassa di bawah 6
Kassa di atas 4
4) Memberikan identitas jaringan : Ya, atas nama Tn. A,
Pus (PA) dr. Winoto, Sp.B
5) Klien tidak ada pengawasan khusus
6) Setelah dari kamar operasi klien di rawat di Ruang One Day
Care (ODC)

11. Pengkajian Post Operasi


Jam pengkajian 14.00
a. Tanda-tanda vital:
1) Tekanan darah : 110/60 mmHg
2) Nadi : 68 x/menit
3) Pernapasan : 20 x/menit
b. Turgor kulit : Elastis, terdapat luka insisi di femur
sinistra

c. Intake dan Output : - Tidak diberikan cairan infus


- Perdarahan dan pus ±5 cc
f. Data Subjektif

36
- Klien mengatakan luka operasi, nyeri terasa seperti ditusuk-
tusuk, nyeri terasa pada paha kiri, skala nyeri terasa berada
pada angka 7 (berat) di skala 0-10, nyeri terasa ketika ditekan
dan mendapatk gesekan.
g. Data Objektif
- Klien tampak meringis

B. Analisa Data

Tanggal Data Klien Etiologi Masalah


Jam Keperawatan

Pre.Op Data Subjektif: Mengeluarkan Nyeri Akut


26.02.2020 P: Klien mengatakan enzim
13.05 WIB nyeri terasa ketika hyaluronidase
ditekan dan dan enzim
mendapat gesekan. koagulase
Q: Klien 
mengatakan nyeri Transport nutrisi
terasa seperti antar sel
ditusuk-tusuk. R: terganggu
Klien mengatakan 
nyeri pada benjolan Jaringan rusak
yang pecah di paha 
kiri. Media bakteri
S: Klien mengatakan yang baik
skala nyeri terasa 

37
berada pada angka 6 Jaringan
(sedang) di skala 0- terinfeksi
10. 
T: Klien mengatakan Peradangan
nyerinya hilang 
timbul dengan durasi Nyeri
3-5 menit.

Data Objektif:
- Klien tampak
tegang
- Klien tampak
merasa tidak
nyaman
- Tanda-tanda
vital:
Tekanan darah
: 108/80
mmHg
Nadi
: 62 x/menit
Pernapasan: 20
x/menit
Suhu
: 36,3˚C
- Terdapat luka
abses di femur
sinistra
Intra.Op Data Subjektif: Dilakukan Resiko Infeksi
26-02- - prosedur invasif
2020

38
13.45 WIB Data Objektif:
- Tampak
instrument yang
digunakan dalam
keadaan steril
dengan indicator
internal dan
eksternal yang
masih dapat
digunakan.
- Tampak operator
dan tim sudah
melakukan cuci
tangan bedah.
- Tampak operator
dan instrument
sekaligus asisten
menggunakan
sarung tangan
steril sesuai
prosedur,
- Tampak
dilakukan
tekhnik aseptik
dan antiseptik.
Post.Op Data Subjektif: Pembedahan Nyeri Akut
26.02.2020 P: Klien mengatakan 
14.00 WIB nyeri terasa ketika Luka insisi
ditekan, mendapat 
gesekan, dan ketika Nyeri
paha kiri digerakkan.

39
Q: Klien
mengatakan nyeri
terasa seperti
ditusuk-tusuk.
R: Klien
mengatakan nyeri
pada luka operasi di
paha kiri.
S: Klien mengatakan
skala nyeri terasa
berada pada angka 7
(berat) di skala 0-10.
T: Klien mengatakan
nyerinya hilang
timbul dengan durasi
3-5 menit.

Data Objektif:
- Tanda-tanda
vital:
Tekanan darah:
110/60 mmHg
Nadi: 68 x/menit
Pernapasan: 20
x/menit
- Klien tampak
meringis
- Terdapat luka
insisi di femur
sinistra

40
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif.
3. Nyeri akut berhubungan dengan tindakan pembedahan.

D. Intervensi Keperawatan

Tanggal Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
26.02.2020 Nyeri akut Setelah Manajemen Nyeri
berhubungan dilakukan 1. Kaji skala
dengan proses tindakan nyeri
peradangan keperawatan 2. Berikan posisi
selama 1x1 jam yang nyaman
nyeri berkurang, 3. Anjurkan
dengan kriteria untuk
hasil: relaksasi
- Skala nyeri nafas dalam
berkurang setiap kali
menjadi 2-3 timbul nyeri
(ringan) 4. Observasi
- Ekspresi tanda-tanda
wajah rileks. vital
5. Kolaborasi
untuk
pemberian
terapi
analgesik.
26-02-2020 Resiko infeksi Setelah Kontrol Infeksi
berhubungan dilakukan 1. Kaji faktor-
dengan prosedur tindakan faktor yang
invasif keperawatan beresiko

41
selama 1x30 menyebabkan
menit resiko infeksi
infeksi tidak 2. Pertahankan
terjadi. teknik aseptic
dan antiseptic
3. Pastikan
kadaluarsa
alat dan bahan
sebelum
digunakan
4. Pastikan
operator,
asisten, dan
instrument
melakukan
scubing,
gowning, dan
gloving sesuai
prosedur.
5. Pastikan
pemberian
profilaksis
maksimal 30-
6- menit
sebelum
operasi
6. Siapkan
lokasi operasi
menurut
prosedur
khusus

42
7. Tutup luka
operasi
dengan
pembalut
yang steril
26-02-2020 Nyeri akut Setelah Manajemen Nyeri
berhubungan dilakukan 1. Kaji skala
dengan tindakan tindakan nyeri
pembedahan keperawatan 2. Berikan posisi
selama 1x1 jam yang nyaman
nyeri berkurang, 3. Anjurkan
dengan kriteria untuk
hasil: relaksasi
- Skala nyeri nafas dalam
berkurang setiap kali
menjadi 2-3 timbul nyeri
(ringan) 4. Observasi
- Ekspresi tanda-tanda
wajah rileks. vital
5. Kolaborasi
untuk
pemberian
terapi
analgesik.

E. Implementasi Keperawatan

Tanggal Diagnosa Implementasi


Jam
26-02-2020 Nyeri akut berhubungan Manajemen Nyeri
13.08 WIB dengan proses peradangan 1. Mengkaji skala nyeri klien

43
2. Memberikan posisi yang nyaman
3. Menganjurkan untuk relaksasi nafas
dalam setiap kali timbul nyeri
4. Mengobservasi tanda-tanda vital
5. Berkolaborasi untuk pemberian terapi
analgesik.
26-02-2020 Resiko infeksi berhubungan Kontrol Infeksi
13.45 WIB dengan prosedur invasif 1. Mengkaji faktor-faktor yang beresiko
menyebabkan infeksi
2. Mempertahankan teknik aseptic dan
antiseptic
3. Mempastikan kadaluarsa alat dan
bahan sebelum digunakan
4. Memastikan operator, asisten, dan
instrument melakukan scubing,
gowning, dan gloving sesuai prosedur.
5. Memastikan pemberian profilaksis
maksimal 30-6- menit sebelum operasi
6. Menyiapkan lokasi operasi menurut
prosedur khusus.
7. Menutup luka operasi dengan
pembalut yang steril.
26-02-2020 Nyeri akut berhubungan Manajemen Nyeri
14.00 WIB dengan tindakan 1) Mengkaji skala nyeri klien
pembedahan 2) Memberikan posisi yang nyaman
3) Menganjurkan untuk relaksasi nafas
dalam setiap kali timbul nyeri
4) Mengobservasi tanda-tanda vital
5) Berkolaborasi untuk pemberian terapi
antiinflamasi nonsteroid: Natrium
Diklofenak 3 x sehari (25 mg)

44
F. Evaluasi

No. Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi


1. 26-02-2020 Nyeri akut berhubungan S : - Klien mengatakan nyeri
dengan proses peradangan berkurang apabila
diberikan posisi nyaman
sesuai keinginan pasien.
- Klien mengatakan nyeri
berkurang pada skala 3
(ringan) dengan rentang
skala 0-10.
O : - Klien tampak tenang dan
rileks
- Klien tampak menahan
nyeri apabila posisi klien
menekan lukanya.
A : Nyeri akut teratasi sebagian
P : Lanjutkan implementasi
sampai operasi dimulai
2. 26-02-2020 Resiko infeksi berhubungan S : -
dengan prosedur invasif O :
- Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 110/70
mmHg
Nadi : 76 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
- Tampak dilakukan tekhnik
aseptik dan antiseptik
- Operator dan instrument
melakukan scrubing dan
gloving sesuai prosedur

45
A : Resiko infeksi teratasi
sebagian
P : Lanjutkan implementasi
3. 26-02-2020 Nyeri akut berhubungan S : - Klien mengatakan nyeri
dengan tindakan berkurang apabila
pembedahan. diberikan posisi nyaman
sesuai keinginan pasien
dan tidak menekan luka
operasi .
- Klien mengatakan nyeri
berkurang pada skala 4
(sedang) dengan rentang
skala 0-10.
O : - Klien tampak tenang dan
rileks
- Klien tampak menahan
nyeri apabila posisi klien
menekan luka operasi.
A : Nyeri akut teratasi sebagian
P : Lanjutkan implementasi
dengan operan pada perawat
ruang ODC.

46
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini akan membahas megenai kesamaan teori dan kejadian kasus
dilapangan pada pasien abses femuralis sinistra. Tinjauan kasus merupakan
kasusu kelolahan kelompok selama di ok mulai dari awal pengkajian , analisa
data, diagnosa, intervensi dan implemantasi ,serta evaluasi.

A. Pengkajian
Pengkajian telah dilakukan pada klien berinisial Tn. A dan
diapatkan data Seorang pasien datang ke ruang OK IBS pada tanggal 26
februari 2020 dengan keluhan nyeri pada area abses femur sinistra, klien
masuk keruangan ODC terakhir mendapatkan tindakan medis oleh dokter,
lalu di anjurakan untuk dilakukan operasi dan keluarga setuju. Pada saat
pengkajian didapatkan data Pasien mengeluh abses yang tedapat di paha

47
kiri terasa nyeri, tampak adanya kelainan fisiologis, pasien tampak
meringis, tingkat kesadaran compos mentis, GCS 15 (E 4, V 5, M 6), TD :
108/ 80 mmhg, Nadi : 62 x/menit, Suhu : 36,3 c, Pernapasan: 20x/ menit.

B. Diagnosa keperawatan
Tahap ini merupakan langkah awal yang di lakukan kelompok
dalam melakukan asuhan keperawatan pada Tn.A yaitu menentukan
diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien adalah:
1. Pre operasi :
a. Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan
b. Ansietas b.d ancaman kematian prosedur pembedahan
c. Nyeri akut b.d cidera fisik
2. Intra operasi
a. Nyeri akut berhu
b. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
c. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan prosedur
invasif (pembedahan yang lama dan perdarahan).
3. Post operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan tindakan pembedahan
b. Resiko hipotermi berhubungan dengan prosedur invasive
c. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan prosedur
invasif (pembedahan yang lama dan perdarahan)
d. Resiko cedera

C. Intervensi Keperawatan
Penyusunan intervensi keperawatan dilakukan sesuai dengan
diagnosa keperawatan yang telah ditegakkan, adapun acuan dalam
penyusunan dalam intervensi keperawatan, kelompok menggunakan
referensi diagnosa NANDA dan yang disesuaikan dengan keadaan klien.
Rencana keperawatan yang dibuat mengacu pada kebutuhan yang

dibutuhkan dan dirasaka saat pengkajian serta landasan teori. Rencana yang

48
dibuat telah diprioritaskan sesuai dengan masalah kesehatan yang dihadapi

klien saat ini.

D. Implementasi

Implementasi merupakan tindakan nyata yang dilakukan perawat

dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien untuk mengurangi

permasalahan yang dialami klien. Asuhan keperawatan pada Tn.A

dilakukan dari tanggal 26 Februari 2020 dengan menyesuaikan jadwal

dinas kelompok. Dimana kelompok memberikan dan memantau

perkembangan kesehatan klien, mengevaluasi masalah kesehatan yang

dialami klien .

E. Evalausi

Kelompok melakukan evaluasi kepada klien setelah intervensi diberikan.


Intervensi diberikan selama 1 hari

49
BAB V

PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang


telah mati yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya infeksi
(biasanya oleh bakteri atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya
serpihan, luka peluru, atau jarum suntik). Proses ini merupakan reaksi
perlindungan oleh jaringan untuk mencegah penyebaran/perluasan infeksi ke
bagian tubuh yang lain. Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala
berupa kantong berisi nanah (Siregar, 2011).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa abses adalah suatu
infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri/parasit atau karena adanya benda
asing (misalnya peluru maupun jarum suntik) dan mengandung nanah yang
merupakan campuran dari jaringan nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang
sudah mati yang dicairkan oleh enzim autolitik.
Pada kasus yang di dapat kelompok pada tanggal 26 february 2020
dengan diagnosa yaitu abses femuralis sinistra dimana pembesaran yang
terjadi di bagian femur sinistra yang terjadi pada tn.A sejak 7 hari yang lalu
sebelum masuk rumah sakit.

B. Saran

Penulis menyadari dalam penulisan dan penyelesaian makalah ini


masih banyak kekurangan sehingga disini kelompok mengharapkan kritik dan
saran yang membangun untuk meningkatkan pemberian asuahan keperawatan
pada pasien op.

50
Daftar Pustaka

Batticaca, F. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. SJakarta: Salemba Medika.
Brunner & Suddarth (2003). Keperawatan Medical-Bedah Vol 2. Penerbit : Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Doenges M.E, Moorhouse M.F & Geissler A.C (2009). Rencana Asuhan Keperawatan
Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasin Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit :
Buku Kedokteran EGC. Jakarta
McPhee, S. J., & Ganong, W. F. (2012). Patofisiologi penyakit pengantar menuju
kedokteran klinis. Jakarta: EGC. Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013).
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2. Alih bahasa
H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Penerbit : Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2012), Patofisiologi Konsep Klinis Proses _ Proses
Penyakit, Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Wilkinson, J.M. & Ahern R.N (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawtan
(Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC). Edisi Ke-9 Penerbit : Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.

51

Anda mungkin juga menyukai