Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KOMUNIKASI EFEKTIF

Disusun oleh :
Nama : Fikri Rizal Nur Hanafi (200106059)
Iriantika V R P Widyaningsih (200106075)
Hanan (200106063)
Idah Hamidah (2001060)
Era Marshanda (2001060

PRODI D4 KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


KELAS C
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
TA 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala


rahmatNya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan
selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami
berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak


kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Penulis

Purwokerto, 6 April 2021


DAFTAR ISI

Daftar Isi
HALAMAN JUDUL ………………………………………………. i
KATA PENGANTAR ……………………………………………… ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………. iii

BAB I PENDAHULUAN …………………………………….. 1


 A. Latar Belakang ………………………………………….. 2
 B. Rumusan Masalah ……………………………………… 2
 C. Tujuan Penulisan ……………………………………….. 3

BAB II PEMBAHASAN ………………………………………. 6


 A. Pengertian dan Jenis Komunikasi………………………… 6
 B. Komunikasi Terapeutik sebagai Tanggung Jawab Moral
keperawatan …………………………………….. 11
 C. Teknik Komunikasi Terapeutik……………………………. 12
 D. Prinsip-Prinsip Komunikasi Interpersonal (Terapeutik)
........………………………………. 13
 E. Proses Komunikasi Interpersonal Perawat dan Pasien
(terapeutik)……………………………. 14

BAB III PENUTUP ……………………………………………… 17


 A. Simpulan …………………………………………………… 17
 B. Saran ………………………………………………………… 18
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………. 19
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan


berarti dalam hubungan antar manusia. Pada profesi
keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena
merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan
proses keperawatan.

Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara


terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa
percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal,
memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan
keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan
serta citra rumah sakit (Achir Yani), tetapi yang paling
penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan
pertolongan terhadap sesama manusia.

Selain itu yang perlu diperhatikan bahwa perubahan bisa


terjadi setiap saat, dan merupakan proses yang dinamik serta
tidak dapat dielakkan. Berubah berarti beranjak dari keadaan
yang semula. Tanpa berubah tidak ada pertumbuhan dan
tidak ada dorongan. Namun dengan berubah terjadi
ketakutan, kebingungan dan kegagalan dan kegembiraan.
Setiap orang dapat memberikan perubahan pada orang lain.
Merubah orang lain bisa bersifat implisit dan eksplisit atau
bersifat tertutup dan terbuka. Kenyataan ini penting
khususnya dalam kepemimpinan dan manajemen. Pemimpin
secara konstan mencoba menggerakkkan sistem dari satu
titik ke titik lainnya untuk memecahkan masalah. Maka secara
konstan pemimpin mengembangkan strategi untuk merubah
orang lain dan memecahkan masalah. Keperawatan yang
sedang berada pada proses profesionalisasi terus berusaha
membuat atau merencanakan perubahan. Adaptasi terhadap
perubahan telah menjadi persyaratan kerja dalam
keperawatan. Personal keperawatan bekerja untuk beberapa
pimpinan, termasuk klien dan keluarganya, dokter, manajer
keperawatan, perawat pengawas dan perawat penanggung
jawab yang berbeda dalam tiap ship. Perawat pelaksana
menemukan peran bahwa mereka berubah beberapa kali
dalam satu hari. Kadang seorang perawat menjadi manajer,
kadang menjadi perawat klinik, kadang menjadi konsultan
dan selalu dalam peran yang berbeda. Perawat tentu saja
berharap perubahan tersebut jangan sampai menimbulkan
konflik. Oleh karena itu, sebaiknya perawat perlu mengetahui
teori-teori yang mendasari perubahan.

Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengertian komunikasi


termasuk “therapeutic use of self” dan “helping relationship”
untuk praktek keperawatan, serta teori teori tentang
perubahan.

B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan Komunikasi pada tiap tahapan proses
keperawatan

2. Menjelaskan komunikasi efektif dalam membina hubungan


interpersonal dengan pasien, keluarga, kelompok, sesama
penata anestesi dan tenaga kesehatan lain (TBAK dan SBARR)

3. Menjelaskan komunikasi efektif pada kondisi khusus

C. Tujuan

1. Memahami Komunikasi pada tiap tahapan proses


keperawatan

2. Memahami komunikasi efektif dalam membina hubungan


interpersonal dengan pasien, keluarga, kelompok, sesama
penata anestesi dan tenaga kesehatan lain (TBAK dan SBARR)

3. Memahami komunikasi efektif pada kondisi khusus

BAB 2 ISI

A. Komunikasi dalam proses keperawatan

1. Pengertian dan jenis komunikasi

Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan


perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan
dengan orang lain dan dunia sekitarnya.

Menurut Potter dan Perry (1993), komunikasi terjadi pada


tiga tingkatan yaitu intrapersonal, interpersonal dan publik.
Makalah ini difokuskan pada komunikasi interpersonal yang
terapeutik.
Komunikasi interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara
sedikitnya dua orang atau dalam kelompok kecil, terutama
dalam keperawatan. Komunikasi interpersonal yang sehat
memungkinkan penyelesaian masalah, berbagai ide,
pengambilan keputusan, dan pertumbuhan personal.

Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi


(1984), dan Tappen (1995) ada tiga jenis komunikasi yaitu
verbal, tertulisa dan non-verbal yang dimanifestasikan secara
terapeutik.

A. KOMUNIKASI VERBAL

Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam


pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran
informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap
muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat
waktu. Katakata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk
mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon
emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan.
Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan
menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal
dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk
berespon secara langsung.

Komunikasi Verbal yang efektif harus:

1. Jelas dan ringkas

Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan


langsung. Makin sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil
kemungkinan terjadinya kerancuan.

Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan


mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh bisa
membuat penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang
bagian yang penting dari pesan yang disampaikan.
Penerimaan pesan perlu mengetahui apa, mengapa,
bagaimana, kapan, siapa dan dimana.

Ringkas, dengan menggunakan kata-kata yang


mengekspresikan ide secara sederhana.
Contoh: “Katakan pada saya dimana rasa nyeri anda” lebih
baik daripada “saya

ingin anda menguraikan kepada saya bagian yang anda


rasakan tidak enak.”

2. Perbendaharaan Kata

Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak


mampu menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah
teknis yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran,
dan jika ini digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi
bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk atau
mempelajari informasi penting. Ucapkan pesan dengan istilah
yang dimengerti klien. Daripada mengatakan “Duduk,
sementara saya akan mengauskultasi paru-paru anda” akan
lebih baik jika dikatakan “Duduklah sementara saya
mendengarkan paru-paru anda”.

3. Arti denotatif dan konotatif

Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap


kata yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan
pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata.
Kata serius dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati
kematian, tetapi perawat akan menggunakan kata kritis untuk
menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. Ketika
berkomunikasi dengan klien, perawat harus hati-hati memilih
kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalah tafsirkan,
terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan terapi,
terapi dan kondisi klien.

4. Selaan dan kesempatan berbicara

Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan


keberhasila komunikasi verbal. Selaan yang lama dan
pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin
akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang
menyembunyikan sesuatu terhadap klien. Perawat sebaiknya
tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-kata tidak jelas.
Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu,
memberi waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan
memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan
denganmemikirkan apa yang akan dikatakan sebelum
mengucapkannya, menyimak isyarat nonverbal dari
pendengar yang mungkin menunjukkan. Perawat juga bisa
menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu
lambat atau terlalu cepat dan perlu untuk diulang.

5. Waktu dan relevansi

Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan.


Bila klien sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk
menjelaskan resiko operasi. Kendatipun pesan diucapkan
secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat
menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena
itu, perawat harus peka terhadap ketepatan waktu untuk
berkomunikasi. Begitu pula komunikasi verbal akan lebih
bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan
minat dan kebutuhan klien.

6. Humor

Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu


pengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh
stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat dalam
memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan
Deane (1988) melaporkan bahwa humor merangsang
produksi catecholamines dan hormon yang menimbulkan
perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit,
mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan
menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak
enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk
berkomunikasi dengan klien.

B. KOMUNIKASI NON-VERBAL

Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa


menggunakan katakata. Merupakan cara yang paling
meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain.
Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang
disampaikan klien mulai dari saat pengkajian sampai evaluasi
asuhan keperawatan, karena isyarat non-verbal menambah arti
terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi
dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.

Komunikasi non-verbal teramati pada:


1. Metakomunikasi

Komunikasi tidak hanya tergantung pada pesan tetapi juga pada


hubungan antara pembicara dengan lawan bicaranya.
Metakomunikasi adalah suatu komentar terhadap isi
pembicaraan dan sifat hubungan antara yang berbicara, yaitu
pesan di dalam pesan yang menyampaikan sikap dan perasaan
pengirim terhadap pendengar. Contoh: tersenyum ketika sedang
marah.

2. Penampilan Personal

Penampilan seseorang merupakan salah satu hal pertama yang


diperhatikan selama komunikasi interpersonal. Kesan pertama
timbul dalam 20 detik sampai 4 menit pertama. Delapan puluh
empat persen dari kesan terhadap seserang berdasarkan
penampilannya (Lalli Ascosi, 1990 dalam Potter dan Perry,
1993).

Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan


kepribadian, status sosial, pekrjaan, agama, budaya dan konsep
diri. Perawat yang memperhatikan penampilan dirinya dapat
menimbulkan citra diri dan profesional yang positif. Penampilan
fisik perawat mempengaruhi persepsi klien terhadap
pelayanan/asuhan keperawatan yang diterima, karena tiap klien
mempunyai citra bagaimana seharusnya penampilan seorang
perawat. Walaupun penampilan tidak sepenuhnya mencerminkan
kemampuan perawat, tetapi mungkin akan lebih sulit bagi
perawat untuk membina rasa percaya terhadap klien jika
perawat tidak memenuhi citra klien.

3. Intonasi (Nada Suara)

Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap


arti pesan yang dikirimkan, karena emosi seseorang dapat
secara langsung mempengaruhi nada suaranya. Perawat harus
menyadari emosinya ketika sedang berinteraksi dengan klien,
karena maksud untuk menyamakan rsa tertarik yang tulus
terhadap klien dapat terhalangi oleh nada suara perawat.

4. Ekspresi wajah
Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama
yang tampak melalui ekspresi wajah: terkejut, takut, marah,
jijik, bahagia dan sedih. Ekspresi wajah sering digunakan
sebagai dasar penting dalam menentukan pendapat
interpesonal. Kontak mata sangat penting dalam komunikasi
interpersonal. Orang yang mempertahankan kontak mata selama
pembicaraan diekspresikan sebagai orang yang dapat dipercaya,
dan memungkinkan untuk menjadi pengamat yang baik. Perawat
sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang berbicara
dengan klien, oleh karena itu ketika berbicara sebaiknya duduk
sehingga perawat tidak tampak dominan jika kontak mata
dengan klien dilakukan dalam keadaan sejajar.

5. Sikap tubuh dan langkah

Sikap tubuh dan langkah menggambarkan sikap; emos, konsep


diri dan keadaan fisik. Perawat dapat mengumpilkan informasi
yang bermanfaat dengan mengamati sikap tubuh dan langkah
klien. Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor fisik seperti rasa
sakit, obat, atau fraktur.

6. Sentuhan

Kasih sayang, dudkungan emosional, dan perhatian disampaikan


melalui sentuhan. Sentuhan merupakan bagian yang penting
dalam hubungan perawat-klien, namun harus mnemperhatikan
norma sosial. Ketika membrikan asuhan keperawatan, perawat
menyentuh klien, seperti ketika memandikan, melakukan
pemeriksaan fisik, atau membantu memakaikan pakaian. Perlu
disadari bahwa keadaan sakit membuat klien tergantung kepada
perawat untuk melakukan kontak interpersonal sehingga sulit
untuk menghindarkan sentuhan. Bradley & Edinburg (1982) dan
Wilson & Kneisl (1992) menyatakan bahwa walaupun sentuhan
banyak bermanfaat ketika membantu klien, tetapi perlu
diperhatikan apakah penggunaan sentuhan dapat dimengerti dan
diterima oleh klien, sehingga harus dilakukan dengan kepekaan
dan hati-hati.

2. KOMUNIKASI TERAPEUTIK SEBAGAI TANGGUNG JAWAB


MORAL PERAWAT

Perawat harus memiliki tanggung jawab moral yang tinggi yang


didasari atas sikap peduli dan penuh kasih sayang, serta
perasaan ingin membantu orang lain untuk tumbuh dan
berkembang. Addalati (1983), Bucaille (1979) dan Amsyari
(1995) menambahkan bahwa sebagai seorang beragama,
perawat tidak dapat bersikap tidak perduli terhadap ornag lain
adalah seseorang pendosa yang memntingkan dirinya sendiri.

Selanjutnya Pasquali & Arnold (1989) dan Watson (1979)


menyatakan bahwa “human care” terdiri dari upaya untuk
melindungi, meningkatkan, dan menjaga/mengabdikan rasa
kemanusiaan dengan membantu orang lain mencari arti dalam
sakit, penderitaan, dan keberadaanya: membantu orang lain
untuk meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri,
“Sesungguhnya setiap orang diajarkan oleh Allah untuk
menolong sesama yang memrlukan bantuan”. Perilaku menolong
sesama ini perlu dilatih dan dibiasakan, sehingga akhirnya
menjadi bagian dari kepribadian.

3. TEHNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Tiap klien tidak sama oleh karena itu diperlukan penerapan


tehnik berkomunikasi yang berbeda pula. Tehnik komunikasi
berikut ini, treutama penggunaan referensi dari Shives (1994),
Stuart & Sundeen (1950) dan Wilson & Kneisl (1920), yaitu:

A. Mendengarkan dengan penuh perhatian

Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan non-verbal


bahwa perawat perhatian terhadap kebutuhan dan masalah
klien. Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan upaya
untuk mengerti seluruh pesan verbal dan non-verbal yang
sedang dikomunikasikan. Ketrampilan mendengarkan sepenuh
perhatian adalah dengan:

1. Pandang klien ketika sedang bicara

2. Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan


untuk mendengarkan.

3. Sikap tubuh yang menunjukkan perhatian dengan tidak


menyilangkan kaki atau tangan.

4. Hindarkan gerakan yang tidak perlu.

5. Anggukan kepala jika klien membicarakan hal penting atau


memerlukanumpan balik.
6. Condongkan tubuh ke arah lawan bicara.

B. Komunikasi Interpersonal.

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang terjadi


diantara dua orang, yang terjadi kontak langsung dalam bentuk
percakapan. Komunikasi ini berlangsung secara tatap muka, bisa
melalui medium. Komunikasi ini dianggap paling efektif untuk
mengubah sikap, pendapat, dan perilaku seseorang.

Prinsip-prinsip Komunikasi Interpersonal (Terapeutik)


Perawat.

Untuk mengetahui apakah komunikasi yang dilakukan perawat


bersifat interpersonal (terapeutik) atau tidak, maka dapat dilihat
apakah komunikasi tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip
komunikasi terapeutik. Menurut Carl Rogers (Mundakir,
2006:121),

prinsip-prinsip komunikasi terapeutik terdiri dari:

1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti


memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.

2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima,


saling percaya dan saling menghargai.

3. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh


pasien.

4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik


fisik maupun mental.

5. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan


pasien memiliki motivasi untuk merubah dirinya, baik sikap
maupun tingkah laku pasien.

6. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara


bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira,
sedih, marah, maupun prustasi.

7. Perawat mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan


dapat mempertahankan konsistensinya.
8. Memahami betul arti simpati dan empati sebagai tindakan
yang interpersonal.

9. Kejujuran dan komunikasi terbuka (sifat keterbukaan)


merupakan dasar hubungan interpersonal.

Proses Komunikasi Interpersonal Perawat dan Pasien


(Terapeutik)

Dalam membina hubungan interpersonal (terapeutik), terdapat


proses yang terbina melalui lima tahap dan setiap tahapnya
mempunyai tugas yang harus dilaksanakan dan diselesaikan oleh
perawat. Menurut Uripni (2002:56), adapun tahapan komunikasi
interpersonal (terapeutik) yaitu, Prainteraksi, Perkenalan,
Orientasi, Tahap kerja, dan Terminasi.

1. Prainteraksi.

Prainteraksi merupakan masa persiapan sebelum berhubungan


dan berkomunikasi dengan pasien. Perawat diharapkan tidak
memiliki prasagka buruk kepada pasien, karena akan
menggangu dalam membina hubungan dan saling percaya.
Seorang perawat profesional harus belajar peka terhadap
kebutuhankebutuhan pasien dan mampu menciptakan hubungan
komunikasi interpersonal

(terapeutik) yang baik, agar pasien merasa senang dan merasa


dihargai.

Jika pasien belum bersedia untuk berkomunikasi, perawat tidak


boleh memaksa pasien untuk berbicara atau menungkapkan
perasaannya. Apabila pasien telah bersedia, maka perawat harus
membuat rencana interaksi dengan pasien,

seperti:

a. Evaluasi diri, melakukan koreksi apakah ada pengalaman


buruk yang dialami pasien.

b. Penetapan hubungan/interaksi.

c. Rencana interaksi, merencanakan dan menyiapkan


percakapan yang akan dilakukan pada saat
berkomunikasi/berhubungan dengan pasien.
2. Perkenalan.

Perkenalan merupakan kegiatan yang pertama kali dilakukan


oleh perawat terhadap pasiennya yang baru memasuki rumah
sakit. Pada tahap ini, perawat dan pasien mulai mengembangkan
hubungan komunikasi interpersonal yaitu, dengan memberikan
salam, senyum, memberikan keramah-tamahan kepada pasien,
memperkenalkan diri, menanyakan nama pasien dan
menanyakan keluhan pasien, dan lain-lain.

3. Orientasi.

Tahap orientasi dilaksanakan pada awal pertemuan sampai


seterusnya selama pasien berada dirumah sakit. Tujuan tahap
orientasi adalah memeriksa keadaan pasien, menvalidasi
keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan
pasien saat itu, dan mengevaluasi hasil tindakan. Pada tahap ini
sangat diperlukan sentuhan hangat dari perawat dan perasaan
simpati dan empati agar pasien merasa tenang dan merasa
dihargai.

4. Tahap kerja.

Tahap kerja merupakan inti hubungan perawat dan pasien yang


terkait eratdengan pelaksanaan komunikasi interpersonal.
Perawat memfokuskan arah pembicaraan pada masalah khusus
yaitu tentang keaadan pasien, dan keluhankeluhan pasien.
Selain itu hendaknya perawat juga melakukan komunikasi.

interpersonal yaitu, dengan seringnya berkomunikasi dengan


pasien,

mendengarkan keluhan pasien, memberikan semangat dan


dorongan kepada

pasien, serta memberikan anjuran kepada pasien untuk makan,


minum obat yang

teratur dan istirahat teratur, dengan tujuan adanya


penyembuhan.

5. Terminasi
Terminasi merupakan tahap akhir dalam komunikasi
interpersonal dan akhir dari pertemuan antara perawat dengan
pasien. Terminasi terbagi dua yaitu, terminasi sementara dan
terminasi akhir.

a. Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan antara


perawat dan pasien, dan sifatnya sementara, karena perawat
akan menemui pasien lagi, apakah satu atau dua jam atau
mungkin besok akan kembali melakukan interaksi.

b. Terminasi akhir, merupakan terminasi yang terjadi jika pasien


akan keluar atau pulang dari rumah sakit. Dalam terminasi akhir
ini, hendaknya perawat tetap memberikan semangat dan
mengingatkan untuk tetap menjaga dan meningkatkan
kesehatan pasien. Sehingga komunikasi interpersonal perawat
dan pasien terjalin dengan baik. Dan pada tahap ini akan terlihat
apakah pasien merasa senang dan puas dengan perlakuan atau
pelayanan yang diberikan perawat kepada pasien.

Anda mungkin juga menyukai