Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KONSEP DASAR KOMUNIKASI TERAPEUTIK DAN MEMPRAKTIKAN


PROSES KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Kelompok 1
Anggota :
1. Sisca Dwi Tresyana (10180000001)
2. Ilfa Resya Lestaluhu (10180000001)
3. Novelina C Silalahi (10180000001)
4. Sri Yunita Patty (10180000001)
5. Alifa Intan Al-Muttahasin (10180000001)
6. Wendilina Leki (10180000001)

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN


DEPARTEMEN KEBIDANAN
UNIVERSITAS INDONESIA MAJU
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke khadirat Tuhan Yang Maha Esa. atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kelompok ini.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini yang tentunya
jauh dari kesempurnaan. Karena itu kelompok kami selalu membuka diri untuk setiap
saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan karya kami selanjutnya.
Terselesaikannya makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagi pihak. Untuk itu kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu,baik secara langsung
ataupun tidak langsung.
Akhirnya semoga sumbangan amal bakti semua pihak tersebut mendapat balasan yang
setimpal dari- Nya. Dan semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan kelompok
kami khususnya dan masyarakat pecinta ilmu pengetahuan pada umumnya.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................I
DAFTAR ISI....................................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG...........................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH......................................................................................1
C. TUJUAN................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI..............................................................................................3
A. DEFINISI KOMUNIKASI TERAPEUTIK..........................................................3
B. FASE-FASE KOMUNIASI TERAPEUTIK.........................................................4
C. TEKHNIK-TEHKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK......................................9
D. FAKTOR-FAKTOR KOMUNIKASI TERAPEUTIK.......................................14
E. PROSES KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM PERAWATAN................16
F. KARAKTERISTIK PERAWAT YANG MEMFASILITASI TUMBUHNYA
HUBUNGAN TERAPEUTIK.....................................................................................18
G. HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK..................................19
BAB III PENUTUP.........................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Komunikasi adalah bagian yang penting dalam kehidupan dan menyatu
dengan kehidupan kita. Setiap saat, manusia selalu berkomunikasi dan
menggunakannya dalam berinteraksi dengan manusia lain. Kata-kata yang
diucapkan seseorang adalah komunikasi, diamnya seseorang adalah komunikasi,
tertawanya seseorang adalah komunikasi, dan menangisnya seseorang adalah
komunikasi. Dengan berkomunikasi, kehidupan kita akan interaktif dan menjadi
lebih dinamis.
Komunikasi dalam aktivitas keperawatan adalah hal yang paling
mendasar dan menjadi alat kerja utama bagi setiap perawat untuk memberikan
pelayanan/asuhan keperawatan karena perawat secara terus-menerus selama 24
jam bersama pasien. Dalam setiap aktivitasnya, perawat menggunakan
komunikasi. Pengetahuan tentang komunikasi dan komunikasi terapeutik sangat
penting terkait dengan tugas-tugas Anda dalam melakukan asuhan keperawatan
dan dalam melakukan hubungan profesional dengan tim kesehatan lainnya.
Sebagai calon perawat ahli madya, keterampilan dasar yang penting harus Anda
kuasai adalah komunikasi. Penguasaan tentang komunikasi terapeutik dalam
praktik keperawatan akan memungkinkan Anda melaksanakan praktik
keperawatan secara berkualitas.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan komunikasi terapeutik?
2. Apa fase-fase dalam melakukan komunikasi terapeutik?
3. Apa teknik-teknik dari komunikasi terapeutik?
4. Bagaimana proses komunikasi terapiutik dalam keperawatan ?
5. Apa karakteristik yang memfasilitasi tumbuhnya hubungan terapeutik ?
6. Apa hambatan dalam komunikasi terapeutik ?

1
C. TUJUAN
1. Membekali perawat pada saat akan melekukan tindakan kepada pasien
2. Agar perawat dan pasien terjalin komunikasi yang baik
3. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan
pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada
bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.
4. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang
efektif dan mempertahankan kekuatan egonya
5. Mencari karakteristik yang dapat menumbuhkan hubungan terapeutik pada
pasien
6. Agar mengetahui apa hambatan dalam komunikasi terapeutik

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI KOMUNIKASI TERAPEUTIK


Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat
klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien yang
mempengaruhi perilaku pasien. Hubungan perawat klien yang terapeutik
adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman dengan menggunakan
berbagai tekhnik komunikasi agar perilaku klien berubah ke arah positif
seoptimal mungkin. Untuk melaksanakan komunikasi terapeutik yang efektif
perawat harus mempunyai keterampilan yang cukup dan memahami tentang
dirinya.
Teori komunikasi sangat sesuai dalam praktek keperawatan (Stuart dan
Sundeen, 1987, hal. 111) karena :
1. Komunikasi merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik.
Dalam proses komunikasi terjadi penyampaian informasi dan pertukaran
perasaan dan pikiran.
2. Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain. Berarti,
keberhasilan intervensi keperawatan bergantung pada komunikasi karena
proses keperawatan ditujukan untuk merubah perilaku dalam mencapai
tingkat kesehatan yang normal.
3. Komunikasi adalah berhubungan. Hubungan perawat dan klien yang
terapeutik tidak mungkin dicapai tanpa komunikasi.
Dalam membina hubungan terpeutik dengan klien, perawat perlu mengetahui
proses komunikasi dan keterampilan berkomunikasi dalam membantu klien
memecahkan masalahnya.
Elemen yang harus ada pada proses komunikasi adalah pengirim pesan,
penerima pesan, media dan umpan balik. Semua perilaku individu pengirim
dan penerima adalah komunikasi yang akan member efek pada perilaku.
Pesan yang disampaikan dapat berupa verbal dan nonverbal. Bermain
merupakan cara berkomunikasi dan berhubungan yang baik dengan klien
anak.

3
Perawat dapat menyampaikan atau mengkaji secara nonverbal antara lain
: Vokal; nada, kualitas, keras ato lembut, kecepatan, yang semuanya
menggambarkan suasana emosi.
1. Gerakan; reflex, postur, ekspresi muka, gerakan yang berulang, atau
gerakan-gerakan yang lain. Khusus gerakan dan ekspresi muka dapat
diartikan sebagai suasana hati.
2. Jarak (space)
Jarak dalam berkomunikasi dengan orang lain menggambarkan keintiman.
3. Sentuhan : dikatakan sangat penting, namun perlu mempertimbangkan
aspek budaya dan kebiasaaan.
Agar perawat dapat berperan efektif dalam terapeutik ia harus menganalisa
dirinya : kesadaran diri klarifikasi nilai, perasaan dan mampu menjadi model
yang bertanggung jawab. Seorang perawat tidak akan dapat mengetahui
kondisi klien jika tidak ada kemampuan menghargai keunikan klien.
Komunikasi terapeutik tidak dapat berlangsung sendirinya, tetapi harus
di rencanakan, di pertimbangkan dan di lakukan secara profesional. Pada
saat pertama kali perawat melakukan komunikasi terapeutik proses
komunikasi umumnya berlangsung singkat, canggung, semu dan seperti di
buat-buat.hal ini akan lebih membantu untuk mempersepsikan masing-
masing hubungan pasien karena adanya kesempatan untuk mencapai
hubungan antar manusia yang positif sehingga akan mempermudah
pencapaian tujuan terapeutik.

B. FASE-FASE KOMUNIKASI TERAPEUTIK


1. Tahap Persiapan
Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum
berinteraksi dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada tahap ini perawat
menggali perasaan dan mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya.
Pada tahap ini perawat juga mencari informasi tentang klien. Kemudian
perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien.
Tahap ini harus dilakukan oleh seorang perawat untuk memahami
dirinya, mengatasi kecemasannya, dan meyakinkan dirinya bahwa dia
siap untuk berinteraksi dengan klien (Suryani, 2005).

4
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
a. Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum
berinteraksi dengan klien, perawat perlu mengkaji perasaannya sendiri
(Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Perasaan apa yang muncul
sehubungan dengan interaksi yang akan dilakukan. Apakah ada perasaan
cemas? Apa yang dicemaskan? (Suryani, 2005).
b. Menganalisis kekuatan dan kelemanhan sendiri. Kegiatan ini sangat
penting dilakukan agar perawat mampu mengatasi kelemahannya secara
maksimal pada saat berinteraksi dengan klien. Misalnya seorang perawat
mungkin mempunyai kekuatan mampu memulai pembicaraan dan
sensitif terhadap perasaan orang lain, keadaan ini mungkin bisa
dimanfaatkan perawat untuk memudahkannya dalam membuka
pembicaraan dengan klien dan membina hubungan saling percaya
(Suryani, 2005).
c. Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat penting
karena dengan mengetahui informasi tentang klien perawat bisa
memahami klien. Paling tidak perawat bisa mengetahui identitas klien
yang bisa digunakan pada saat memulai interaksi (Suryani, 2005).
d. Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien. Perawat perlu
merencanakan pertemuan pertama dengan klien. Hal yang direncanakan
mencakup kapan, dimana, dan strategi apa yang akan dilakukan untuk
pertemuan pertama tersebut (Suryani, 2005).
2. Tahap Perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali
bertemu atau kontak dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada saat
berkenalan, perawat harus memperkenalkan dirinya terlebih dahulu
kepada klien (Brammer dalam Suryani, 2005). Dengan memperkenalkan
dirinya berarti perawat telah bersikap terbuka pada klien dan ini
diharapkan akan mendorong klien untuk membuka dirinya (Suryani,
2005). Tujuan tahap ini adalah untuk memvalidasi keakuratan data dan
rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, serta
mengevaluasi hasil tindakan yang lalu (Stuart, G.W dalam Suryani,
2005).

5
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
a. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan
komunikasi terbuka. Hubungan saling percaya merupakan kunci dari
keberhasilan hubungan terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005),
karena tanpa adanya rasa saling percaya tidak mungkin akan terjadi
keterbukaan antara kedua belah pihak. Hubungan yang dibina tidak
bersifat statis, bisa berubah tergantung pada situasi dan kondisi (Rahmat,
J dalam Suryani 2005). Karena itu, untuk mempertahankan atau
membina hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur,
ikhlas, menerima klien apa adanya, menepati janji, dan menghargai klien
(Suryani, 2005).
b. Merumuskan kontrak pada klien (Christina, dkk, 2002). Kontrak ini
sangat penting untuk menjamin kelangsungan sebuah interaksi
(Barammer dalam Suryani, 2005). Pada saat merumuskan kontrak
perawat juga perlu menjelaskan atau mengklarifikasi peran-peran
perawat dan klien agar tidak terjadi kesalah pahaman klien terhadap
kehadiran perawat. Disamping itu juga untuk menghindari adanya
harapan yang terlalu tinggi dari klien terhadap perawat karena karena
klien menganggap perawat seperti dewa penolong yang serba bisa dan
serba tahu (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Perawat perlu menekankan
bahwa perawat hanya membantu, sedangkan kekuatan dan keinginan
untuk berubah ada pada diri klien sendiri (Suryani, 2005).
c. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien.
Pada tahap ini perawat mendorong klien untuk mengekspresikan
perasaannya. Dengan memberikan pertanyaan terbuka, diharapkan
perawat dapat mendorong klien untuk mengekspresikan pikiran dan
perasaannya sehingga dapat mengidentifikasi masalah klien.
d. Merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan tujuan
interaksi bersama klien karena tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan
sulit dicapai. Tujuan ini dirumuskan setelah klien diidentifikasi.
Fase orientasi, fase ini dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua
dan seterusnya, tujuan fase ini adalah memvalidasi keakuratan data,

6
rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, dan
mengevaluasi hasil tindakan yang lalu. Umumnya dikaitkan dengan hal
yang telah dilakukan bersama klien (Cristina, dkk, 2002).
3. Tahap Kerja
Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses
komunikasi terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini
perawat dan klien bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah yang
dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam
mendorong klien mengungkap perasaan dan pikirannya. Perawat juga
dituntut untuk mempunyai kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi
terhadap adanya perubahan dalam respons verbal maupun nonverbal
klien.
Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena
tugas perawat pada tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan
masalah klien. Melalui active listening, perawat membantu klien untuk
mendefinisikan masalah yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi
masalahnya, dan mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan masalah
yang telah dipilih.
Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya
dengan klien. Tehnik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk
memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan
membantu perawat-klien memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray, B
& Judth dalam Suryani, 2005). Tujuan tehnik menyimpulkan adalah
membantu klien menggali hal-hal dan tema emosional yang penting
(Fontaine & Fletcner dalam Suryani, 2005)
4. Tahap Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien
(Christina, dkk, 2002). Tahap ini dibagi dua yaitu terminasi sementara
dan terminasi akhir (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-klien,
setelah terminasi sementara, perawat akan bertemu kembali dengan klien
pada waktu yang telah ditentukan.Terminasi akhir terjadi jika perawat
telah menyelesaikan proses keperawatan secara keseluruhan.

7
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
a. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah
dilaksanakan. Evaluasi ini juga disebut evaluasi objektif. Dalam
mengevaluasi, perawat tidak boleh terkesan menguji kemampuan klien,
akan tetapi sebaiknya terkesan sekedar mengulang atau menyimpulkan.
b. Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan
menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Perawat
perlu mengetahui bagaimana perasaan klien setelah berinteraksi dengan
perawat. Apakah klien merasa bahwa interaksi itu dapat menurunkan
kecemasannya? Apakah klien merasa bahwa interaksi itu ada gunanya?
Atau apakah interaksi itu justru menimbulkan masalah baru bagi klien.
c. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan.
Tindakan ini juga disebut sebagai pekerjaan rumah untuk klien. Tindak
lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang akan
dilakukan berikutnya. Misalnya pada akhir interaksi klien sudah
memahami tentang beberapa alternative mengatasi marah. Maka untuk
tindak lanjut perawat mungkin bisa meminta klien untuk mencoba salah
satu dari alternative tersebut.
d. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting
dibuat agar terdapat kesepakatan antara perawat dan klien untuk
pertemuan berikutnya. Kontrak yang dibuat termasuk tempat, waktu, dan
tujuan interaksi.
Stuart G.W. (1998) dalam Suryani (2005), menyatakan bahwa
proses terminasi perawat-klien merupakan aspek penting dalam asuhan
keperawatan, sehingga jika hal tersebut tidak dilakukan dengan baik oleh
perawat, maka regresi dan kecemasan dapat terjadi lagi pada klien.
Timbulnya respon tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan perawat
untuk terbuka, empati dan responsif terhadap kebutuhan klien pada
pelaksanaan tahap sebelumnya.

8
C. TEKNIK-TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK
1. Bertanya
Bertanya (questioning) merupakan tehnik yang dapat mendorong klien
untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Tehnik berikut sering
digunakan pada tahap orientasi.
a. Pertanyaan fasilitatif dan nonfasilitatif
Pertanyaan fasilitatif (facilitative question) terjadi jika pada saat bertanya
perawat sensitif terhadap pikiran dan perasaan serta secara langsung
berhubungan dengan masalah klien, sedangkan pertanyaan nonfasilitatif
(nonfacilitative question) adalah pertanyaan yang tidak efektif karena
memberikan pertanyaan yang tidak fokus pada masalah atau
pembicaraan, bersifat mengancam, dan tampak kurang pengertian
terhadap klien (Gerald, D dalam Suryani, 2005).
b. Pertanyaan terbuka dan tertutup
Pertanyaan terbuka (open question) digunakan apabila perawat
membutuhkan jawaban yang banyak dari klien. Dengan pertanyaan
terbuka, perawat mampu mendorong klien mengekspresikan dirinya
(Antai-Otong dalam Suryani, 2005).
Pertanyaan tertutup (closed question) digunakan ketika perawat
membutuhkan jawaban yang singkat.
c. Inapropriate quantity question
Inapropriate quantity question yaitu pertanyaan yang kurang baik dari sisi
jumlah pertanyaan, yang mengakibatkan klien bingung dalam menjawab.
Terlalu banyak pertanyaan merupakan tindakan yang tidak tepat karena
menimbulkan kebingungan klien untuk menjawab (Long, L dalam
Suryani, 2005).
d. Inapropriate quality question
Inapropriate quality question yaitu pertanyaan yang tidak baik diberikan
pada klien dan biasanya dimulai dengan kata “why” (mengapa). Why
question ini dipertimbangkan tidak tepat karena :
1) Terkesan menginterogasi, sehingga klien merasa seolah-olah
diintimidasi (Sturat, G.W dalam Suryani, 2005). Hal ini bisa
menghambat keterbukaan klien terhadap perawat.

9
2) Tidak akan dapat menggali perasaan klien yang sebenarnya karena
why question mengiring klien untuk menjawab secara rasional atau
mengemukakan alasan dari suatu perbuatan atau keadaan, bukan
bagaimana perasaanya terhadap kejadian (Gerald, D dalam Suryani,
2005).
2. Mendengarkan
Mendengarkan (listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi
terapeutik (Keliat, Budi Anna, 1992). Mendengarkan adalah proses aktif
(Gerald, D dalam Suryani, 2005) dan penerimaan informasi serta
penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima (Hubson, S
dalam Suryani, 2005).
Selama mendengarkan, perawat harus mengikuti apa yang
dibacakan klien dengan penuh perhatian. Perawat memberikan tanggapan
dengan tepat dan tidak memotong pembicaraan klien. Tunjukkan
perhatian bahwa perawat mempunyai waktu untuk mendengarkan
(Purwanto, Heri, 1994).
3. Mengulang
Mengulang (restarting) yaitu mengulang pokok pikiran yang
diungkapkan klien. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan
memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan klien (Keliat, Budi
Anna, 1992). Restarting (pengulangan) merupakan suatu strategi yang
mendukung listening (Suryani, 2005).
4. Klarifikasi
Klarifikasi (clarification) adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran
klien yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari
ungkapannya (Gerald, D dalam Suryani, 2005).
Pada saat klarifikasi, perawat tidak boleh menginterpretasikan apa yang
dikatakan klien, juga tidak boleh menambahkan informasi (Gerald, D
dalam Suryani, 2005). Apabila perawat menginterpretasikan pembicaraan
klien, maka penilaiannya akan berdasarkan pandangan dan perasaannya.
Fokus utama klarifikasi adalah pada perasaan, karena pengertian terhadap
perasaan klien sangat penting dalam memahami klien.

10
5. Refleksi
Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan,
pertanyaan, dan isi pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk
memvalidasi pengertian perawat tentang apa yang diucapkan klien dan
menekankan empati, minat, dan penghargaan terhadap klien (Antai-
Otong dalam Suryani, 2005).
Tehnik-tehnik refleksi terdiri dari: (Keliat, Budi Anna, 1992)
a. Refleksi visi, yaitu memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi ide
yang diekspresikan klien dengan pengertian perawat.
b. Refleksi perasaan, yaitu memberi respon pada perasaan klien terhadap
isi pembicaraan, agar klien mengetahui dan menerima perasaanya.
Gunanya adalah untuk :
a. Mengetahui dan menerima ide dan perasaan.
b. Mengoreksi.
c. Memberi keterangan lebih jelas.
Ruginya adalah :
a. Mengulang terlalu sering dan sama.
b. Dapat menimbulkan marah, iritasi, dan frustasi
6. Memfokuskan
Memfokuskan (focusing) bertujuan memberi kesempatan kepada klien
untuk membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada
pencapaian tujuan (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Dengan demikian
akan terhindar dari pembicaraan tanpa arah dan penggantian topik
pembicaraan. Hal yang perlu diperhatikan dalam mengguanakan metode
ini adalah usahakan untuk tidak memutus pembicaraan ketika klien
menyampaikan masalah penting (Suryani, 2005).
7. Diam
Tehnik diam (silence) digunakan untuk memberikan kesempatan pada
klien sebelum menjawab pertanyaan perawat. Diam akan memberikan
kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisasi pikiran
masing-masing (Stuart & Sundeen dalam Suryani, 2005). Tehnik ini
memberikan waktu pada klien untuk berfikir dan menghayati,
memperlambat tempo interaksi, sambil perawat menyampaikan

11
dukungan, pengertian, dan penerimaannya. Diam juga memungkinkan
klien untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri dan berguna pada saat
klien harus mengambil keputusan (Suryani, 2005).
8. Memberi Informasi
Memberikan tambahan informasi (informing) merupakan tindakan
penyuluhan kesehatan klien. Tehnik ini sangat membantu dalam
mengajarkan kesehatan atau pendidikan pada klien tentang aspek-aspek
yang relevan dengan perawatan diri dan penyembuhan klien. Informasi
yang diberikan pada klien harus dapat memberikan pengertian dan
pemahaman tentang masalah yang dihadapi klien serta membantu dalam
memberikan alternatif pemecahan masalah (Suryani, 2005).
9. Menyimpulkan
Menyimpulkan (summerizing) adalah tehnik komunikasi yang
membantu klien mengeksplorasi poin penting dari interaksi perawat-
klien. Tehnik ini membantu perawat dan klien untuk memiliki pikiran
dan ide yang sama saat mengakhiri pertemuan. Poin utama dari
menyimpulkan yaitu peninjauan kembali komunikasi yang telah
dilakukan (Murray, B & Judith dalam Suryani, 2005).
Manfaat dari menyimpulkan antara lain : (Suryani, 2005)
a. Memfokuskan pada topik yang relevan.
b. Menolong perawat dalam mengulang aspek utama interaksi.
c. Membantu klien untuk merasa bahwa perawat memahami
perasaannya.
d. Membantu klien untuk dapat mengulang informasi dan membuat
tambahan atau koreksi terhadap informasi sebelumnya.
10. Mengubah cara pandang
Tehnik mengubah cara pandang (refarming) ini digunakan untuk
memberikan cara pandang lain sehingga klien tidak melihat sesuatu atau
masalah dari aspek negatifnya saja (Gerald, D dalam Suryani, 2005).
Tehnik ini sangat bermanfaan terutama ketika klien berfikiran negatif
terhadap sesuatu, atau memandang sesuatu dari sisi negatifnya. Seorang
perawat kadang memberikan tanggapan yang kurang tepat ketika klien
mengungkapkan masalah, misalnya menyatakan : “sebenarnya apa yang

12
anda pikirkan tidak seburuk itu kejadiannya”. Reframing akan membuat
klien mampu melihat apa yang dialaminya dari sisi positif (Gerald, D
dalam Suryani, 2005) sehingga memungkinkan klien untuk membuat
perencanaan yang lebih baik dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.
11. Eksplorasi
Eksplorasi bertujuan untuk mencari atau menggali lebih jauh atau lebih
dalam masalah yang dialami klien (Antai-Otong dalam Suryani, 2005)
supaya masalah tersebut bisa diatasi. Tehnik ini bermanfaat pada tahap
kerja untuk mendapatkan gambaran yang detail tentang masalah yang
dialami klien.
12. Membagi Persepsi
Stuart G.W (1998) dalam Suryani (2005) menyatakan, membagi persepsi
(sharing peception) adalah meminta pendapat klien tentang hal yang
perawat rasakan atau pikirkan. Tehnik ini digunakan ketika perawat
merasakan atau melihat ada perbedaan antara respos verbal dan respons
nonverbal klien.
13. Mengidentifikasi Tema
Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan harus
mampu manangkap tema dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya
adalah untuk meningkatkan pengertian dan menggali masalah penting
(Stuart & Sadeen dalam Suryani, 2005). Tehnik ini sangat bermanfaat
pada tahap awal kerja untuk memfokuskan pembicaraan pada awal
masalah yang benar-benar dirasakan klien.
14. Humor
Humor bisa mempunyai beberapa fungsi dalam hubungan terapeutik.
Florence Nightingale dalam Anonymous (1999) dalam Suryani (2005)
pernah mengatakan suatu pengalaman pahit sangat baik ditangani dengan
humor. Humor dapat meningkatkan kesadaran mental dan kreativitas,
serta menurunkan tekanan darah dan nadi.
Dalam beberapa kondisi berikut humor mungkin bisa dilakukan :
a. Pada saat klien mengalami kecemasan ringan sampai sedang, humor
mungkin bisa menurunkan kecemasan klien.
b. Jika relevan dan konsisten dengan sosial budaya klien.

13
c. Membantu klien mengatasi masalah lebih efektif.
15. Memberikan Pujian
Memberikan Pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis
yang didapatkan klien ketika berinteraksi dengan perawat. Reinforcement
berguna untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku klien
(Gerald, D dalam Suryani, 2005). Reniforcement bisa diungkapkan
dengan kata-kata ataupun melalui isyarat nonverbal.

D. FAKTOR-FAKTOR KOMUNIKASI TERAPEUTIK


Faktor – faktor penghambat dalam proses komunikasi terpeutik
adalah : (Purwanto, Heri, 1994)
a. Kemampuan pemahaman yang berbeda.
b. Pengamatan/penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa
lalu.
c. Komunikasi satu arah.
d. Kepentingan yang berbeda
e. Memberikan jaminan yang tidak mungkin
f. Memberitahu apa yang harus dilakukan kepada penderita
g. Membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi
h. Menuntut bukti, tantangan serta penjelasan dari pasien mengenai
tindakannya
i. Memberikan kritik mengenai perasaan penderita
j. Menghentikan/mengalihkan topik pembicaraan
k. Terlalu banyak bicara yang seharusnya mendengarkan.
l. Memperlihatkan sifat jemu, pesimis.
Faktor penghambat komunikasi : (Kariyoso, 1994)
a. Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi
b. Sikap yang kurang tepat
c. Kurang pengetahuan
d. Kurang memahami sistem sosial
e. Prasangka yang tidak beralasan
f. Jarak fisik, komunikasi menjadi kurang lancar bila jarak antara
komunikator dengan reseptor berjauhan

14
g. Tidak ada persamaan persepsi
h. Indera yang rusak
i. Berbicara yang berlebihan
j. Mendominir pembicaraan, dan lain sebagainya
Faktor yang mempengaruhi komunikasi : (Suryani, 2005)
a) Kredibilitas
Kredibilitas (credibility) terdapat dan berpengaruh pada
sumber atau komunikator. Kredibilitas komunikasi sangat
mempengaruhi keberhasilan proses komunikasi, karena hal ini
mempengaruhi tingakat kepercayaan sasaran atau komunikasi
terhadap pesan yang disampaikan.
b) Isi pesan
Pesan yang disampaikan hendaknya mengandung isi yang
bermanfaat bagi sasaran. Hasil komunikasi akan lebih baik jika isi
pesan besar manfaatnya bagi kepentingan sasaran.
c) Kesesuaian dengan kepentingan sasaran
Kesesuaian dengan kepentingan sasaran (context) terdapat
dan berperan pada pesan. Pesan yang disampaikan harus
berhubungan dengan kepentingan sasaran.
d) Kejelasan
Kejelasan (clarity) terdapat dan berperan pada pesan.
Kejelasan pesan yang disampaikan sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan komunikasi.
e) Kesinambungan dan konsistensi
Kesinambungan dan konsistensi (continuity and
consistency) terdapat pada pesan. Pesan yang akan disampaikan
harus konsistensi dan berkesinambungan.
f) Saluran
Saluran (channel) terdapat dan berperan pada media. Media
yang digunakan harus disesuaikan dengan pesan yang ingin
disampaikan.

15
g) Kapabilitas sasaran
Kapabilitas sasaran (capability of the audience) terdapat
pada komunikan. Dalam menyampaikan pesan, komunikator harus
memperhitungkan kemampuan sasaran dalam menerima pesan.
h) Psikologis (Rahmat, J dalam Suryani, 2005)
Seperti sikap, pengalaman hidup, motivasi, kepribadian, dan
konsep.
i) Sosial (Ellis, Gates & Kenwarthy dalam Suryani, 2005)
j) Seperti usia, jenis kelamin, kelas sosial, suku, bahasa, kekuasaan,
dan peran sosial.
E. PROSES KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM PERAWATAN
1. Proses Komunikasi
a. Reference, stimulus yang memotifasi seseorang untuk berkomunikasi
dengan orang lain. Dapat berupa pengalaman, ide atau tindakan.
b. Pengirim/ sumber/ encorder, disebut juga komunikator. Bisa
perorangan atau kelompok.
c. Pesan/ berita, informasi yang dikirimkan. Dapat berupa kata-kata,
gerakan tubuh atau ekspresi wajah.
d. Media/ saluran, alat atau sarana yang dipilih pengirim untuk
menyampaikan pesan pada penerima/ sasaran.
e. Penerimaan/ sasaran/ decoder, kepada siapa pesan yang ingin
disampaikan tersebut dituju.
f. Umpan balik/ feed back/ respons, reaksi dari sasaran terhadap pesan
yang disampaikan.
2. Komunikasi Terapeutik
a. Pengkajian (Purwanto, Heri, 1994)
1) Menentukan kemampuan seseorang dalam proses informasi.
2) Mengevaluasi data tentang status mental pasien untuk menentukan
batas intervensi.
3) Mengevaluasi kemampuan pasien dalam berkomunikasi secara
verbal.
4) Mengobservasi apa yang terjadi pada pasien tersebut saat ini.

16
5) Mengidentifikasi tingkat perkembangan pasien sehingga interaksi
yang diharapkan bisa realistik.
6) Menentukan apakah pasien memperlihatkan sikap verbal dan
nonverbal yang sesuai.
7) Mengkaji tingkat kecemasan pasien sehingga dapat mengantisifasi
intervensi yang dibutuhkan.

b. Diagnosa keperawatan (Potter & Perry, 1999)


1) Analisa tertulis dari penemuan pengkajian.
2) Sesi perencanaan tim kesehatan.
3) Diskusi dengan klien dan keluarga untuk menentukan metoda
implementasi.
4) Membuat rujukan.

c. Rencana tujuan (Purwanto, Heri,1994)


1) Rencana asuhan tertulis (Potter & Perry, 1999).
2) Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
3) Membantu pasien agar dapat menerima pengalaman yang pernah
dirasakan.
4) Meningkatkan harga diri pasien.
5) Memberikan support karena adanya perubahan lingkungan.
6) Perawat dan pasien sepakat untuk berkomunikasi secara lebih
terbuka.

d. Implementasi (Purwanto, Heri, 1994)


1) Memperkenalkan diri kepada pasien.
2) Memulai interaksi dangan pasien.
3) Membantu pasien untuk dapat menggambarkan pengalaman
pribadinya.
4) Menganjurkan kepada pasien untuk dapat mengungkapkan perasaan
kebutuhannya.
5) Menggunakan komunikasi untuk meningkatkan harga diri pasien.

17
e. Evaluasi (Purwanto, Heri, 1994)
1) Pasien dapat mengembangkan kemampuan dalam mengkaji dan
memenuhi kebutuhan sendiri.
2) Komunikasi menjadi lebih jelas, lebih terbuka dan berfokus pada
masalah.
3) Membantu menciptakan lingkungan yang dapat mengurangi tingkat
kecemasan.
3. Pengangkatan kandung rahim atau indung telur.
4. Kelainan bawaan pada sistem reproduksi, misalnya tidak memiliki rahim
atau vagina, adanya sekat pada vagina, serviks yang sempit, dan lubang
pada selaput yang menutupi vagina terlalu sempit/himen imperforata.
5. Penurunan berat badan yang drastis akibat kemiskinan, diet berlebihan,
anoreksia nervosa, dan bulimia.
6. Kelainan kromosom, misalnya sindrom Turner atau sindrom Swyer (sel
hanya mengandung satu kromosom X) dan hermafrodit sejati.
7. Olahraga yang berlebihan.

F. KARAKTERISTIK PERAWAT YANG MEMFASILITASI


TUMBUHNYA HUBUNGAN TERAPEUTIK
Menurut Roger dan Stuart GW (1998) ada beberapa karakteristik seorang
perawat yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik,
yaitu :
1. Kejujuran Tanpa kejujuran mustahil akan terbina hubungan saling
percaya, sesorang akan menaruh kepercayaan kepada lawan bicara yang
terbuka dan mempunyai respon yang tidak dibuat-buat, sebaliknya dia akan
berhati-hati pada lawan bicara yang terlalu halus sehingga sering
menyembunyikan isi hati yang sebenarnya dengan kata-kata atau sikapnya
yang tidak jujur. (Rahmat, J, 1996)
2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif Perawat sebaiknya
menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti dan dipahami oleh klien dan
tidak berbelit-belit. 3. Bersikap positif Sikap yang positif terhadap klien
ditunjukkan dengan sikap hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap
klien.

18
4. Empati bukan simpati Dengan sikap empati, perawat akan mampu
merasakan dan memikirkan permasalahan dan yang dipikirkan klien. Sikap
simpati tidak mampu melihat permasalahan secara obyektif karena perawat
terlibat secara emosional terhadap permasalahan yang dihadapi klien.
5. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien Agar mampu melihat
permasalahan dari sudut pandang klien maka perawat harus menjadi
pendengar yang aktif dan sabar dalam mendengarkan semua ungkapan klien.
6. Menerima klien apa adanya Seorang perawat yang baik akan tidak
memandang hina klien dan keluarganya yang datang ke rumah sakit dengan
pakaian yang kumal dan kotor
7. Sensitif terhadap perasaan klien Perawat harus sennsitif terhadap perasaan
kliennya agar tidak menyinggung perasaanya.
8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat
sendiri Seorang perawat harus mampu melupakan kejadian yang
menyakitkan di masa lalu dan menguatkan koping klien dalam menghadapi
masalah yang dihadapi saat ini.

G. Hambatan Dalam Komunikasi Terapeutik


Ada lima jenis hambatan spesifik komunikasi terapeutik, yaitu :
1. Resistens Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek
penyebab ansietas yang dialaminya.Resisten merupakan keengganan alamiah
atau penghindaran verbalisasi yang dipelajari atau mengalami peristiwa yang
menimbulkan masalah aspek diri seseorang. Resisten sering merupakan
akibat dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk
berubah telah dirasakan. Perilaku resistens biasanya diperlihatkan oleh klien
selama fase kerja, karena fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian
masalah.
2. Transferens Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien
mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait
dengan tokoh dalam kehidupannya di masa lalu. Sifat yang paling menonjol
adalah ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan penggunaan
mekanisme pertahanan pengisaran (displacement) yang maladaptif

19
3. Kontraferens Kontraferens Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh
perawat bukan oleh klien.Kontraferens merujuk pada respon emosional
spesifik oleh perawat terhadap klien yang tidak tepat dalam isi maupun
konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas
emosi.Reaksi ini biasanya berbentuk salah satu dari tiga jenis reaksi sangat
mencintai, 18 reaksi sangat bermusuhan atau membenci dan reaksi sangat
cemas sering kali digunakan sebagai respon terhadap resisten klien.
4. Pelanggaran batas
5. Pemberian hadiah

20
BAB III
PENUTUP

3.1    KESIMPULAN
1.         Kemampuan menerapkan teknik komunikasi terapeutik memerlukan latihan dan
kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan
tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan
komunikasi yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan
bagi perawat.
2.         Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam penggunaanya
diperhatikan sikap dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain yang cukup penting
diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan factor penunjang yang
sangat berpengaruh dalam mengembangkan kemampuan berhubungan terapeutik.

3.2    SARAN
1.         Dalam melayani klien hendaknya perawat selalu berkomunikasi dengan klien untuk
mendapatkan persetujuan tindakan yang akan di lakukan.
2.         Dalam berkomunikasi dengan klien hendaknya perawat menggunakan bahasa yang
mudah di mengerti oleh klien sehingga tidak terjadi kesalahpahaman komunikasi.
3.         Dalam menjalankan profesinya hendaknya perawat selalu memegang teguh etika
keperawatan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Dalami,Ermawati.2009. Buku Saku Komunikasi Keperawatan. Jakarta : Trans


Info Media
http://dhanwaode.wordpress.com/2010/10/09/komunikasi-dalam-proses-pembangunan-
dalam-proses-keperawatan/
https://www.slideshare.net/KampusTomohon/materi-buku-panduan-komunikasi-
terapeutik

22

Anda mungkin juga menyukai