Anda di halaman 1dari 18

KOMUNIKASI PADA KLIEN

DENGAN GANGGUAN JIWA

DOSEN PEMBIMBING :

Hj. Masamah Almahmudah., S.K.,M.Kes

DISUSUN OLEH :

1. Asri Arsyita Pascallina (P27820118066)


2. Tiara Yunika Wulandari (P27820118067)
3. Sheila Milenia Aisyah .W (P27820118068)
4. Rika Salsabila (P27820118069)
5. Evi Ayu Sejati (P27820118070)
6. Nur Annisa Citra .P (P27820118071)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA

PRODI DIII KEPERAWATAN SOETOMO

TAHUN AKADEMIK 2019-2020


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Komunikasi
Terapeutik Pada Klien Dengan Ganguan Jiwa”

Berkomuniksi merupakan kegiatan yang dapat dilakukan oleh semu orang tanpa
terkecuali. Bahkan orang dengan gangguan pendengaran juga dapat melakukan komunikasi
mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali dengan teknik-teknik tertentu.

Kami sebagai penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian makalah ini masih belum
sempuruna. Oleh karena itu kami mohon saran dan kritik yang membangun untuk
memperbaiki makalah ini.

Penulis

24 September 2019

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.....................................................................................................................ii

Daftar Isi .............................................................................................................................. iii

Bab I Pendahuluan ...............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................................2
1.3 Tujuan ............................................................................................................................ 2

Bab II Pembahasan ..............................................................................................................4

2.1 Komunikasi Terapeutik .................................................................................................4


2.1.1 Definisi Komunikasi Terapeutik .........................................................................4
2.1.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik ..........................................................................5
2.1.3 Manfaat Komunikasi Terapeutik. .......................................................................5
2.1.4 Metode Komunikasi Terapeutik..........................................................................5
2.1.5 Tahapan Komunikasi Terapeutik ........................................................................7
2.1.6 Hambatan Komunikasi Terapeutik .....................................................................7
2.2 Gangguan Jiwa ..............................................................................................................7
2.2.1 Definisi ................................................................................................................7
2.2.2 Faktor Yang Menyebabkan Gangguan Jiwa .......................................................9
2.2.3 Tujuan Komunikasi Pada Pasien Jiwa ................................................................ 11
2.2.4 Penyebab Umum Gangguan Jiwa .......................................................................11
2.2.5 Penyembuhan Gangguan Jiwa ............................................................................12
2.3 Teknik Komunikasi Terapeutik Pada Klien Masalah Dengan Gangguan Jiwa ...........12

Bab III Penutup ....................................................................................................................15

3.1. Kesimpulan ...................................................................................................................15


3.2 Saran .............................................................................................................................. 15

Daftar Pustaka .....................................................................................................................16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini profesi perawat semakin marak.banyak yang membutuhkan tenaga
perawat. Baik di Rumah sakit, balai pengobatan maupun di puskesmas. Untuk menjadi
perawat yang profesional dibutuhkan keterampilan dari segi kemampuan komunikasi
ataupun skill dalam merawat pasien. Agar tujuan bisa tercapai, perlu adanya komunikasi
yang lancar antara pasien dengan perawat. Komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien disebut komunikasi
secara terapeutik.
Tujuan dari komunikasi ini adalah membantu pasien untuk mengurangi beban
perasaan dan pikiran serta mengurangi keraguan pada diri pasien. Dalam proses
komunikasi ini selalu diusahakan menjadi komunikasi yang efektif, karena komunikasi
yang tidak efektif adalah komunikasi yang tidak bertujuan. Komunikasi yang efektif
dimaksudkan apabila penerima pesan memberikan umpan balik kepada pengirim pesan
yang diterima secara langsung. Komunikasi juga merupakan proses yang sangat khusus
dan berarti dalam hubungan antar manusia dan pengalaman ilmu untuk menolong sesama
memerlukan kemampaun khusus dan kepedulian sosial yang besar. Komunikasi juga
merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku 4 dan memungkinkan individu
untuk berhubungan dengan orang lain dan sekitarnya. Maka komunikasi itu sendiri dapat
dijadikan alat terapi/suatu metode terapi pada profesi-profesi tertentu, yang dalam
menjalankan tugasnya sangat sering berhubungan dengan orang lain. Kegiatan yang
berhubungan dengan hal ini adalah profesi psikologi, konseling kegiatan medis atau
keperawatan, dan klinik alternatif sehingga komunikasi ini berfungsi sebagai alat terapi
yang kemudian disebut dengan komunikasi terapeutik.
Komunikasi terapeutik digunakan manusia sebagai upaya untuk melakukan
penyembuhan dari suatu penyakit. Komunikasi merupakan aspek yang penting yang harus
dimiliki oleh perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien. Komunikasi
yang diterapkan oleh perawat kepada klien merupakan komunikasi terapeutik (therapeutic
communication). Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat
dengan klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien (Mundakir, 2006:116).
Dalam hubungan ini, klien merasa dihargai, diterima, dan diarahkan. Klien dengan
sukarela akan mengekspresikan perasaan dan pikirannya, sehingga beban emosi dan
ketegangan yang dirasakannya dapat hilang sama sekali dan kembali seperti semula.
1
Komunikasi terapeutik memandang gangguan kesehatan yang bersumber pada gangguan
komunikasi, pada ketidakmampuan pasien untuk mengungkapkan dirinya (Marhaeni,
2009:5). Oleh karena itu, tujuan dari komunikasi terapeutik adalah 5 membantu pasien
memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran, membantu mengambil tindakan
yang efektif untuk pasien, membantu memengaruhi orang la1in, lingkungan fisik, dan diri
sendiri.
Komunikasi terapeutik ini lebih diutamakan dilakukan oleh seorang perawat karena
perawat merupakan tenaga kesehatan yang palinglama dan sering berinteraksi dengan
pasien/klien. Komunikasi terapeutik ini juga memerlukan empati dari seorang perawat
sehingga perawat dapat merasakan apa yang diderita oleh pasien sehingga proses
penyembuhan dapat lebih mudah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba
mengelaborasi terkait dengan komunikasi terapeutik antara perawat dengan pasien
gangguan kejiwaan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi komunikasi terapeutik?
2. Apa tujuan komunikasi terapeutik?
3. Apa manfaat komunikasi terpeutik?
4. Bagaimana metode komunikasi terapeutik?
5. Apa saja tahapan komunikasi terapeutik?
6. Apa saja hambatan komunikasi terapeutik?
7. Apa definisi gangguan jiwa?
8. Apa factor penyebab gangguan jiwa?
9. Apa tujuan komunikasi pada klien gangguan jiwa?
10. Apa penyebab umum gangguan jiwa?
11. Bagaimana cara penyembuhan klien gangguan jiwa?
12. Bagaimana teknik komuniksi pada klien dengan masalah gangguan jiwa?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi komunikasi terapeutik
2. Mengetahui tujuan komunikasi terapeutik
3. Mengetahui apa manfaat komunikasi terpeutik
4. Mengetahui bagaimana metode komunikasi terapeutik
5. Mengetahui tahapan komunikasi terapeutik
6. Mengetahui hambatan komunikasi terapeutik
2
7. Mengetahui definisi gangguan jiwa
8. Mengetahui factor penyebab gangguan jiwa
9. Mengetahui tujuan komunikasi pada klien gangguan jiwa
10. Mengetahui penyebab umum klien gangguan jiwa
11. Mengetahui bagaimana cara menyembuhkan klien gangguan jiwa
12. Mengetahui bagaimana teknik komuniksi pada klien dengan masalah gangguan jiwa

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KOMUNIKASI TERAPEUTIK


3
2.1.1 Definisi
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak
saling memberikan pengertian antara perawat dengan klien. Persoalan yang
mendasar dari komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat
dan klien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara
perawat dan klien, perawat membantu dan klien menerima bantuan.
Mahmud Machfoedz (2009): Komunikasi Terapeurik merupakan pengalaman
interaktif antara perawat dan pasien \ya ng didapatkan secara bersama melalui
komunikasi. Komunikasi disini bertujuan untuk menyelesaikan masalah yang pasien
hadapi. (baca: Jurnalistik Televisi).
Wahyu Purwaningsih dan Ina Karlina (2010): komunikasi terapeutik berfokus
pada klien dalam memenuhi kebutuhan klien, serta memiliki tujuan spesifik, dan
batas waktu yang ditetapkan bersama. Merupakan hubungan timbal balik saling
berbagi perasaan yang berorientasi pada masa sekarang.

2.1.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik

1. Membantu pasien memperjelas dan mengurangi beban perasaan serta pikiran.


2. Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk pasien.
3. Membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri.
Menurut Stuart, tujuan terapeutik diarahkan pada pertumbuhan klien :
1. Realisasi diri, penerimaan diri dan rasa hormat pada diri sendiri.
2. Identitas diri yang jelas dan integritas diri yang tinggi.
3. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang intim, saling tergantung dan
mencintai.
4. Peningkatan fungsi dan kemampuan yang memuaskan kebutuhan serta mencapai
tujuan personal yang realistis.

2.1.3 Manfaat Komunikasi Terapeutik


1. Mendorong dan menganjurkan kerjasama antara bidan-pasien.
2. Mengidentifikasi, mengungkap perasaan dan mengkaji masalah serta
mengevaluasi tindakan yang dilakukan bidan.
3. Memberikan pengertian tingkah laku pasien dan membantu pasien mengatasi
masalah yang dihadapi.
4. Mencegah tindakan yang negatif terhadap pertahanan diri pasien.

4
2.1.4 Metode Komunikasi Terapeutik
Stuart dan Sundeen dalam buku ‘Buku Saku Keperawatan Jiwa’ (1998 )
menyebutkan metode atau teknik yang digunakan dalam komunikasi terapeutik
dalam bidang keperawatan antara lain:
a. Mendengarkan dengan penuh perhatian: perawat harus menjadi pendengar yang
aktif, beri kesempatan pasien untuk lebih banyak berbicara. Dengan begitu
perawat dapat mengetahui perasaan pasien.
b. Menunjukkan penerimaan: menerima bukan berarti menyetujui, namun
kesediaan untuk mendengarkan tanpa menunjukkan keraguan atau
ketidaksetujuan akan apa yang dikatakan pasien.
c. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan: ini dilakukan untuk mendapatkan
informasi spesifik mengenai hal yang diampaikan pasien.
d. Mengulangi ucapan klien menggunakan kata-kata sendiri: ini dilakukan untuk
mendapatkan umpan balik. Bahwa perawat mengerti pesan pasien, dan berharap
komunikasi dilanjutkan kembali.
e. Mengklasifikasi: usaha perawat untuk menjelaskan kata-kata ide atau pikiran
yang kurang jelas dari pasien.
f. Memfokuskan: Bahan pembicaraan dibatasi agar pembicaraan lebih spesifik.
g. Menyatakan hasil observasi: perawat menguraikan kesan yang didapatnya dari
isyarat nonverbal yang dilakukan pasien.
h. Menawarkan informasi: memberikan tambahan informasi yang bertujuan untuk
memfasilitasi klien dalam mengambil keputusan.
i. Diam: dengan diam, pasien dan perawat memiliki kesempatan untuk
berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Mengorganisir pikiran dan memproses
informasi yang didapatkan.
j. Meringkas: pengulangan ide utama secara singkat.
k. Memberi penghargaan kepada pasien.
l. Memberi pasien kesempatan untuk memulai pembicaraan, memberi inisiatif
dalam memilih topic pembicaraan.
m. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan, dalam metoda ini perawat
memberikan pasien kesempatan untuk mengarahkan hampir seluruh
pembicaraan yang berlangsung.
n. Menempatkan kejadian secara berurutan, untuk membantu perawat juga pasien
melihatnya dalam suatu perspektif.
5
o. Memberikan pasien kesempatan untuk menguraikan persepsinya.
p. Refleksi: memberikan pasien kesempatan untuk mengemukakan dan menerima
ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya.

2.1.5 Tahapan komunikasi terapeutik


a. Tahap Persiapan/ Pra-interaksi:
Tahap pertama ini merupakan tahap dimana perawat belum bertemu dengan
pasien. Tugas perawat dalam tahap ini adalah menggali perasaan, fantasi dan
rasa takut dalam diri sendiri; menganalisis kekuatan dan keterbatasan
profesional diri sendiri; mengumpulkan data tentang klien jika memungkinkan;
dan merencanakan untuk pertemuan pertama dengan klien.
b. Tahap Perkenalan/ Orientasi:
Yakni tahap dimana perawat pertama kali bertemu dengan klien. Tugas
perawat dalam tahap ini meliputi: menetapkan alasan klien untuk mencari
bantuan; membina rasa percaya, penerimaan dan komunikasi terbuka;
menggali pikiran, perasaan dan tindakan-tindakan klien; mengidentifikasi
masalah klien; menetapkan tujuan dengan klien; dan, merumuskan bersama
kontrak yang bersifat saling menguntungkan dengan mencakupkan nama,
peran, tanggung jawab, harapan, tujuan, tepat pertemuan, waktu pertemuan,
kondisi untuk terminasi dan kerahasiaan.
c. Tahap Kerja:
Tahap komunikasi terapeutik yang ketiga ini adalah tahap dimana perawat
memulai kegiatan komunikasi. Tugas perawat pada tahap ini adalah menggali
stresor yang relevan; meningkatkan pengembanganpenghayatan dan
penggunaan mekanisme koping klien yang konstruktif; serta membahas dan
atasi perilaku resisten.
d. Tahap Terminasi:
Tahap terminasi adalah tahap dimana perawat akan menghentikan interaksi
dengan klien, tahap ini bisa merupakan tahap perpisahan atau terminasi
sementara ataupun perpisahan atau terminasi akhir. Tugas perawat pada tahap
ini adalah: membina realitas tentang perpisahan; meninjau kemampuan terapi
dan pencapaian tujuan-tujuan; serta menggali secara timbal balik perasaan
penolakan, kesedihan dan kemarahan serta perilaku yang terkait lainnya.

2.1.6 Hambatan dalam komunikasi terapeutik


6
Komunikasi terapeutik dapat mengalami hambatan diantaranya :
1. Pemahaman berbeda.
2. Penafsiran berbeda.
3. Komunikasi yang terjadi satu arah.
4. Kepentingan berbeda.
5. Pemberian jaminan yang tidak mungkin.
6. Bicara hal-hal yang pribadi.
7. Menuntut bukti, penjelasan dan tantangan.
8. Mengalihkan topik pembicaran.
9. Memberikan kritik mengenai perasaan pasien.
10. Terlalu banyak bicara.
11. Memperlihatkan sifat jemu dan pesimis.

2.2 GANGGUAN JIWA


2.2.1 Definisi
Saat ini gangguan jiwa didefinisikan dan ditangani sebagai masalah medis.
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2010) adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa
yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa yang menimbulkan
penderitaan pada individu dan hambatan dalam melaksanakan peran sosial.
Gangguan jiwa atau mental illenes adalah kesulitan yang harus dihadapi oleh
seseorang karena hubungannya dengan orang lain, kesulitan karena persepsinya
tentang kehidupan dan sikapnya terhadap dirinya sendiri-sendiri (Budiman, 2010).
Sedangkan menurut (Maramis, 2010), gangguan jiwa adalah gangguan alam:
cara berpikir (cognitive), kemauan (volition), emosi (affective), tindakan
(psychomotor). Gangguan jiwa merupakan kumpulan dari keadaan-keadaan yang
tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental.
Keabnormalan tersebut dibagi ke dalam dua golongan yaitu : gangguan jiwa
(Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa). Keabnormalan terlihat dalam berbagai macam
gejala yang terpenting diantaranya adalah ketegangan (tension), rasa putus asa dan
murung, gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria,
rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk. Gangguan
Jiwa menyebabkan penderitanya tidak sanggup menilai dengan baik kenyataan, tidak
dapat lagi menguasai dirinya untuk mencegah mengganggu orang lain atau
merusak/menyakiti dirinya sendiri (Yosep, 2009). Gangguan Jiwa sesungguhnya
sama dengan gangguan jasmaniah lainnya, hanya saja gangguan jiwa bersifat lebih
7
kompleks, mulai dari yang ringan seperti rasa cemas, takut hingga yang tingkat berat
berupa sakit jiwa atau lebih kita kenal sebagai gila (Budiman, 2010).

2.2.2 Faktor Yang Menyebabkan Gangguan Jiwa


Gejala utama atau gejala yang paling menonjol pada gangguan jiwa terdapat
pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin dibadan (somatogenik), di
lingkungan sosial (sosiogenik), ataupun psikis (psikogenik), (Maramis, 2010).
Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus
dari berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan,
lalu timbullah gangguan badan ataupun gangguan jiwa.
Menurut Stuart & Sundeen (2008) penyebab gangguan jiwa dapat dibedakan
atas :
a. Faktor Biologis/Jasmaniah
1) Keturunan
Peran yang pasti sebagai penyebab belum jelas, mungkin terbatas
dalam mengakibatkan kepekaan untuk mengalami gangguan jiwa tapi
hal tersebut sangat ditunjang dengan faktor lingkungan kejiwaan yang
tidak sehat.
2) Jasmaniah
Beberapa peneliti berpendapat bentuk tubuh seseorang berhubungan
dengan ganggua jiwa tertentu. Misalnya yang bertubuh
gemuk/endoform cenderung menderita psikosa manik depresif, sedang
yang kurus/ectoform cenderung menjadi skizofrenia.
3) Temperamen
Orang yang terlalu peka/sensitif biasanya mempunyai masalah
kejiwaan dan ketegangan yang memiliki kecenderungan mengalami
gangguan jiwa.
4) Penyakit dan cedera tubuh
Penyakit-penyakit tertentu misalnya penyakit jantung, kanker, dan
sebagainya mungkin dapat menyebabkan merasa murung dan sedih.
Demikian pula cedera/cacat tubuh tertentu dapat menyebabkan rasa
rendah diri.
b. Ansietas dan Ketakutan

8
Kekhawatiran pada sesuatu hal yang tidak jelas dan perasaan yang
tidak menentu akan sesuatu hal menyebabkan individu merasa terancam,
ketakutan hingga terkadang mempersepsikan dirinya terancam.
c. Faktor Psikologis
Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan yang
dialami akan mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya. Pemberian kasih
sayang orang tua yang dingin, acuh tak acuh, kaku dan keras akan
menimbulkan rasa cemas dan tekanan serta memiliki kepribadian yang
bersifat menolak dan menentang terhadap lingkungan.
d. Faktor Sosio-Kultural
Beberapa penyebab gangguan jiwa menurut Wahyu (2012) yaitu :
1) Penyebab primer (primary cause)
Kondisi yang secara langsung menyebabkan terjadinya gangguan jiwa,
atau kondisi yang tanpa kehadirannya suatu gangguan jiwa tidak akan
muncul.
2) Penyebab yang menyiapkan (predisposing cause)
Menyebabkan seseorang rentan terhadap salah satu bentuk gangguan
jiwa.
3) Penyebab yang pencetus (precipatating cause)
Ketegangan-ketegangan atau kejadian-kejadian traumatik yang
langsung dapat menyebabkan gangguan jiwa atau mencetuskan
gangguan jiwa.
4) Penyebab menguatkan (reinforcing cause)
Kondisi yang cenderung mempertahankan atau mempengaruhi tingkah
laku maladaptif yang terjadi.
5) Multiple cause
Serangkaian faktor penyebab yang kompleks serta saling
mempengaruhi. Dalam kenyataannya, suatu gangguan jiwa jarang
disebabkan oleh satu penyebab tunggal, bukan sebagai hubungan sebab
akibat, melainkan saling mempengaruhi antara satu faktor penyebab
dengan penyebab lainnya.
e. Faktor Presipitasi
Faktor stressor presipitasi mempengaruhi dalam kejiwaan seseorang.
Sebagai faktor stimulus dimana setiap individu mempersepsikan dirinya
melawan tantangan, ancaman, atau tuntutan untuk koping. Masalah khusus
9
tentang konsep diri disebabkan oleh setiap situasi dimana individu tidak
mampu menyesuaikan. Lingkungan dapat mempengaruhi konsep diri dan
komponennya. Lingkungan dan stressor yang dapat mempengaruhi
gambaran diri dan hilangnya bagian badan, tindakan operasi, proses
patologi penyakit, perubahan struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh
kembang, dan prosedur tindakan serta pengobatan (Stuart&Sundeen,
2008).

2.2.3 Tujuan Komunikasi Pada Pasien Jiwa


1. Perawat dapat memahami ornag lain
2. Menggali perilaku klien
3. Memahami perlunya member pujian
4. Memperoleh informasi klien

2.2.4 Penyebab Umum Gangguan Jiwa


Gejala utama atau gejala lain yang timbul itu terdapat pada unsur kejiwaan
tetapi penyebab utamanya dapat berasal dari badan (somatogenik), psikogenik, di
lingkungan sosial (sosiogenik).
a. Faktor-faktor Somatogenik
Dalam setiap individu memiliki fisik yang berbeda- beda.Struktur jaringan
dan fungsi system syaraf dalam mempengaruhi tubuh untuk dapat
beradaptasi dan menerima rangsang sampai dapat diterima oleh otak tubuh
manusia (Djamaludin, 2010).
b. Faktor Psikogenik
Perasaan interaksi antara orang tua dan anak, secara normal akan timbul
rasa percaya dan rasa aman, namun jika timbul perasaan abnormal
berdasarkan kekurangan, distorsi, dan keadaan yang terputus dapat
menimbulkan perasaan tak percaya dan kebimbangan. Hal ini dapat
berlanjut pada hubungan dengan lain keluarga dan pekerjaan, serta
masyarakat. Selain itu dapat timbul karena ada faktor kehilangan yang
mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa salah. Tingkat
emosi dan kemampuan individu dalam mengenal diri kemampuan
berkreatifitas, keterampilan dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan
(Djamaludin, 2010).
c. Faktor Lingkungan Sosial
10
Kestabilan keluarga sangat berpengaruh dalam kejiwaan setiap orang.
Seperti halnya pola asuh yang diterima seorang anak dari orang tuanya.
Nilai-nilai yang ditanamkan akan mempengaruhi kehidupan dan kejiwaan
setiap individu (Djamaludin, 2010).

2.2.5 Penyembuhan Gangguan Jiwa


Menurut Hawari (2001), hal-hal yang dapat dilakukan untuk penanganan dan
penyembuhan gangguan jiwa diantaranya yaitu:
1. Terapi Psikofarmaka atau obat psikotropik, yaitu obat yang bekerja secara
selektif pada sistem saraf pusat dan memiliki efek utama terhadap aktivitas
mental dan perilaku, terapi ini digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik
yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup klien.
2. Terapi somatic, yaitu terapi yang hanya dilakukan pada gejala yang
ditimbulkan akibat gangguan jiwa sehingga diharapkan tidak mengganggu
sistem tubuh lain. Salah satu bentuk terapi ini yaitu Electro Convulsive
Therapy, yaitu suatu jenis pengobatan somatik dimana arus listrik
digunakan pada otak melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis.
3. Terapi Modalitas, yaitu suatu pendekatan penanganan klien gangguan yang
bervariasi yang bertujuan mengubah perilaku klien gangguan jiwa dengan
perilaku maladaptif menjadi perilaku yang adaptif.

2.3 TEKNIK KOMUNIKSI TERAPEUTIK PADA KLIEN DENGAN MASALAH


GANGGUAN JIWA
Berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah teknik khusus,
ada beberapa hal yang membedakan berkomunikasi antara orang gangguan jiwa dengan
gangguan akibat penyakit fisik. Perbedaannya adalah :
1. Penderita gangguan jiwa cenderung mengalami gangguan konsep diri, penderita
gangguan penyakit fisik masih memiliki konsep diri yang wajar (kecuali pasien
dengan perubahan fisik, ex : pasien dengan penyakit kulit, pasien amputasi, pasien
pentakit terminal dll).
2. Penderita gangguan jiwa cenderung asyik dengan dirinya sendiri sedangkan penderita
penyakit fisik membutuhkan support dari orang lain.
3. Penderita gangguan jiwa cenderung sehat secara fisik, penderita penyakit fisik bisa
saja jiwanya sehat tetapi bisa juga ikut terganggu.
11
Sebenarnya ada banyak perbedaan, tetapi intinya bukan pada mengungkap perbedaan
antara penyakit jiwa dan penyakit fisik tetapi pada metode komunikasinya.
Komunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah dasar pengetahuan
tentang ilmu komunikasi yang benar, ide yang mereka lontarkan terkadang melompat,
fokus terhadap topik bisa saja rendah, kemampuan menciptakan dan mengolah kata – kata
bisa saja kacau balau.
Ada beberapa trik ketika harus berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa :
1. Pada pasien halusinasi maka perbanyak aktivitas komunikasi, baik meminta klien
berkomunikasi dengan klien lain maupun dengan perawat, pasien halusinasi terkadang
menikmati dunianya dan harus sering harus dialihkan dengan aktivitas fisik.
2. Pada pasien harga diri rendah harus banyak diberikan reinforcement
3. Pada pasien menarik diri sering libatkan dalam aktivitas atau kegiatan yang bersama –
sama, ajari dan contohkan cara berkenalan dan berbincang dengan klien lain, beri
penjelasan manfaat berhubungan dengan orang lain dan akibatnya jika dia tidak mau
berhubungan dll.
4. Pasien perilaku kekerasan, khusus pada pasien perilaku kekerasan maka harus
direduksi atau ditenangkan dengan obat – obatan sebelum kita support dengan terapi –
terapi lain, jika pasien masih mudah mengamuk maka perawat dan pasien lain bisa
menjadi korban.
Kesehatan jiwa sering berpijak pada beberapa komponen, beberapa komponen
tersebut adalah:
1. Support system : dukungan dari orang lain atau keluarga membantu seseorang
bertahan terhadap tekanan kehidupan, stresor yang menyerang seseorang akan
melumpuhkan ketahanan psikologisnya, dengan dukungan dari sahabat, orang - orang
terdekat, suami, istri, orang tua maka seseorang menjadi lebih kuat dalam menghadapi
stressor.
2. Mekanisme Koping : bagaimana cara seseorang berespon terhadap stressor menjadi
satu ciri khas bagi setiap individu, jika responnya adaptif maka hasilnya tentu perlaku
positif, jika responnya negatif hasilnya adalah perilaku negatif.
3. Harga Diri : jika dia merasa lebih baik dari orang lain maka akan menjadi sombong,
jika dia merasa orang lain lebih baik dari dia maka dia akan mengalami Harga Diri
Rendah.
4. Ideal Diri : Bagaimana cara seseorang melihat dirinya, bagaimana dia seharusnya : "
saya hanya akan menikah dengan seorang wanita anak pengusaha" comment tersebut

12
adalah ideal diri tinggi, " saya hanya lulusan SD, menjadi buruh saja saya sudah
maksimal" comment ini adalah ideal diri rendah.
5. Gambaran Diri : apakah seseorang menerima dirinya beserta semua kelebihan dan
kekurangan, meski cantik dia menerima kecantikannya tersebut satu paket dengan
keburukan lain yang menyertai kecantikan tersebut.
6. Tumbuh Kembang : Jika seseorang tidak pernah mengalami trauma maka dewasa dia
tidak akan mengalami memori masa lalu yang kelam atau yang buruk.
7. Pola Asuh : kesalahan mengasuh orang tua memicu perubahan dalam psikologis anak.
8. Genetika : Schizofrenia bisa secara genetis menurun ke anak, bahkan pada saudara
kembar peluang nya 50 %.
9. Lingkungan : Lingkungan yang buruk menjadi salah satu faktor pendukung
munculnya gangguan jiwa.
10. Penyalahgunaan Zat : penyalahgunaan zat memicu depresi susunan saraf pusat,
perubahan pada neurotransmitter sehingga terjadi perubahan pada fungsi neurologis
yang berfungsi mengatur emosi.
11. Perawatan Diri : jika seseorang tidak pernah mendapatkan perawatan, ex : lansia maka
dia akan mengalami suatu perasaan tidak berguna jika perasaan ini berlangsung lama
bisa memicu gangguan jiwa.
12. Kesehatan Fisik : gangguan pada sistem saraf mampu merubah fungsi neurologis,
dampak jangka panjangnya jika yang terkena adalah pusat pengaturan emosi akan
memicu gangguan jiwa.

13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hubungan perawat klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar bersama
dan pengalaman perbaikan emosi bagi klien. Dalam hal ini perawat memakai dirinya
secara terapeutik dan memakai beberapa tehnik komunikasi agar perilaku klien
berubah kearah yang positif seoptimal mungkin.
Gangguan jiwa atau mental illness adalah kesulitan yang harusdihadapi oleh
seseorang karena hubungannya dengan orang lain, kesulitan karena persepsinya
tentang kehidupan dan sikapnya terhadap dirinya sendiri-sendiri (Djamaludin, 2001).
Gangguan jiwa disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor somatic
(somatogenic), faktor psikologik (psikogenik), dan faktor sosio-budaya ( sosiogenik).
Pasein gangguan jiwa memiliki teknik komunikasi yang khusus berdasarkan masalah
yang dihadapi.

3.2 Saran
Perawat harus bisa menghadapi klien dengan gangguan jiwa agar terjadi
hubungan terapeutik dengan klien.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Khoiron. 2013. komunikasi terapeutik pada klien gangguan jiwa.


https://sehati11022012.blogspot.com/2013/11/komunikasi-terapeutik-pada-
klien.html. diakses pada tanggal 10 oktober 2019 pukul 11.06

Angelachichi. 2015. komunikasi pada klien gangguan jiwa dan Roleplay.


https://angelachichi.wordpress.com/2015/06/19/komunikasi-pada-klien-dengan-
gangguan-jiwa-dan-roleplay/. diakses pada tanggal 10 oktober 2019 pukul 11.04

Fajar Kurniawan. 2016.Gambaran karakteristik pada


http://repository.ump.ac.id/812/3/FAJAR%20KURNIAWAN%20BAB%20II.pd
f. diakses pada tanggal 10 oktober 2019 pukul 11.02

Ivoni. 2017.Komunikasi Terapeutik dalam Keperawatan pada


https://pakarkomunikasi.com/sistem-pers-di-indonesia. diakses pada tanggal 12
September 2019 pukul 22.50 WIB

Maslim, R., 2002. Gejala Depresi, Diagnosa Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas Dari
PPDG-III. Jakarta : Bagian Ilmu kedokteran Jiwa FK-Unika Atmaja.

Muhith, A., 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : CV Andi Offest .

Sundari , S., 2005. kesehatan Mental Dalam Kehidupan. Jakarta : Penerbit Rineka
Cipta.

Yosep , I., 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung : Redika Aditama .

15

Anda mungkin juga menyukai