Anda di halaman 1dari 19

Makalah Komunikasi Terapeutik

Pada Pasien Gangguan Jiwa


MATA KULIAH KEPERAWATAN JIWA

Disusun oleh:
Kelompok 2
1. Cici Irmawati NIM 16004
2. Dony Septyo N NIM 16010
3. Mitha Amelia P. NIM 16030

AKADEMI KEPERAWATAN KABUPATEN PURWOREJO


TAHUN 2018

1
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Makalah Komunikasi Terapeutik Pada Pasien Gangguan Jiwa ” tepat pada
waktunya.
Makalah ini penulis susun untuk melengkapi tugas mata kuliah
Keperawatan Jiwa, selain itu untuk mengetahui dan memahami pentingnya
Komunikasi Terapeutik pada pasien gangguan jiwa
Penulis mengucapkan terima kasih pada pihak-pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.Untuk itu
setiap pihak diharapkan dapat memberikan masukan berupa kritik dan saran yang
bersifat membangun.

Purworejo, 26 September 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................2

DAFTAR ISI ............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................4

A. Latar Belakang.................................................................................................4

B. Rumusan Masalah ............................................................................................5

C. Tujuan Penulisan .............................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................6

A.Definisi Komunikasi Terapeutik ......................................................................6

B.Tujuan Komunikasi Terapeutik .......................................................................6

C.Prinsip Komunikasi Terapeutik .......................................................................6

D.Tahapan Komunikasi Terapeutik.....................................................................7

F. Komunikasi Terapeutik dengan Pasien Gangguan Jiwa .................................9

E. Contoh Komunikasi Terapeutik dengan Pasien Gangguan Jiwa ...................11

BAB III PENUTUP ............................................................................................188

A. Kesimpulan ..................................................................................................188

B. Saran ............................................................................................................188

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................199

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bertambahnya penyandang masalah gangguan mental juga disebabkan
belum maksimalnya perawat dan psikolog dalam merencanakan intervensi
penyakit dengan mengikutsertakan keluarga pada setiap upaya penyembuhan.
Kesenjangan ini mengakibatkan angka kekambuhan yang cukup tinggi,
seringkali klien yang sudah dipulangkan kepada keluarganya beberapa hari,
kemudian kambuh lagi dengan masalah yang sama atau bahkan lebih berat. Tidak
sedikit juga keluarga yang menolak kehadiran klien kembali bersamanya
(Rasmun, 2001: 15). Saat ini perkembangan keperawatan di Indonesia telah
mengalami perubahan yang sangat pesat menuju perkembangan keperawatan
sebagai profesi. Proses ini merupakan proses perubahan yang sangat mendasar
dan konsepsional, yang mencakup seluruh aspek keperawatan baik aspek
pendidikan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi,
serta kehidupan keprofesian dalam keperawatan.

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan


secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien
(Indrawati, 2003: 48). Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal
dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien.
Persoalan mendasar dan komunikasi ini adalah saling membutuhan antara
perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di
antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan
(Indrawati, 2003: 48). Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa
dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan
profesional. Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian
melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan
masalahnya (Arwani, 2003: 50)

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Komunikasi Terapeutik ?
2. Apa Tujuan Komunikasi ?
3. Apa saja Prinsip Komunikasi Terapetik ?
4. Apa saja Tahapan Komunikasi Terapeutik ?
5. Bagaimana Komunikasi Terapeutik dengan pasien gangguan jiwa ?
6. Bagaimana Penerapan Komunikasi Terapeutik dengan pasien gangguan
jiwa ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Komunikasi Terapeutik
2. Untuk memahami Tujuan Komunikasi Terapeutik
3. Mengetahui Prinsip Komunikasi Terapeutik
4. Mengetahui Tahapan Komunikasi Terapeutik
5. Untuk memahami bagaimana Komunikasi Terapeutik pada Pasien
Gangguan Jiwa
6. Untuk mengetahui penerapan Komunikasi Terapeutik pada Pasien
Gangguan Jiwa

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Komunikasi Terapeutik


Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Purwanto,1994).
Teknik komunikasi terapeutik merupakan cara untuk membina hubungan yang
terapeutik dimana terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan
pikiran dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain (Stuart & sundeen,1995).

B. Tujuan Komunikasi Terapeutik


Tujuan komunikasi terapeutik adalah:

1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan


pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila
pasien percaya pada hal yang diperlukan;

2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif


dan mempertahankan kekuatan egonya;

3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan mengajarkan kerja


sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat
berusaha mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta
mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994).

C. Prinsip Komunikasi Terapeutik


Prinsip-prinsip komunikasiterapeutik adalah:

1. Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi


2. Tingkah laku professional mengatur hubungan terapeutik
3. Membuka diri dapat digunakan hanya pada saat membuka diri
mempunyai tujuan terapeutik
4. Hubungan sosial dengan klien harus dihindari

6
5. Kerahasiaan klien harus dijaga
6. Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman
7. Implementasi intervensi berdasarkan teori
8. Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian
tentang tingkah laku klien dan memberi nasihat
9. Beri petunjuk klien untuk menginterprestasikan kembali pengalamannya
secara rasional
10. Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan
hindari perubahan subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan
sesuatu yang sangat menarik klien.

D. Tahapan Komunikasi Terapeutik

Dalam membina hubungan terapeutik, terdapat proses yang terbina melalui lima
tahap dan setiap tahapnya mempunyai tugas yang harus dilaksanakan dan
diselesaikan oleh perawat. Menurut Uripni (2002: 56), adapun tahapan
komunikasi terapeutikyaitu, prainteraksi, perkenalan, orientasi, tahap kerja, dan
terminasi.

1. Prainteraksi

Prainteraksi merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan berkomunikasi


dengan pasien. Perawat diharapkan tidak memiliki prasagka buruk kepada pasien,
karena akan menggangu dalam membina hubungan dan saling percaya.

2. Perkenalan

Pada tahap ini, perawat dan pasien mulai mengembangkan hubungan komunikasi
interpersonal yaitu, dengan memberikan salam, senyum, memberikan keramah-
tamahan kepada pasien, memperkenalkan diri, menanyakan nama pasien dan
menanyakan keluhan pasien, dan lain-lain.

3. Orientasi

Tujuan tahap orientasi adalah memeriksa keadaan pasien, menvalidasi keakuratan


data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan pasien saat itu, dan mengevaluasi

7
hasil tindakan. Pada tahap ini sangat diperlukan sentuhan hangat dari perawat dan
perasaan simpati dan empati agar pasien merasa tenang dan merasa dihargai.

4. Tahap kerja.

Perawat memfokuskan arah pembicaraan pada masalah khusus yaitu tentang


keaadan pasien, dan keluhan-keluhan pasien. Selain itu hendaknya perawat juga
melakukan komunikasi interpersonal yaitu, dengan seringnya berkomunikasi
dengan pasien, mendengarkan keluhan pasien, memberikan semangat dan
dorongan kepada pasien, serta memberikan anjuran kepada pasien untuk makan,
minum obat yang teratur dan istirahat teratur, dengan tujuan adanya
penyembuhan.

5. Terminasi

Terminasi merupakan tahap akhir dalam komunikasi interpersonal dan akhir dari
pertemuan antara perawat dengan pasien. Terminasi terbagi dua yaitu, terminasi
sementara dan terminasi akhir.

a. Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan antara perawat dan
pasien, dan sifatnya sementara, karena perawat akan menemui pasien lagi,
apakah satu atau dua jam atau mungkin besok akan kembali melakukan
interaksi.

b. Terminasi akhir, merupakan terminasi yang terjadi jika pasien akan keluar
atau pulang dari rumah sakit. Dalam terminasi akhir ini, hendaknya perawat
tetap memberikan semangat dan mengingatkan untuk tetap menjaga dan
meningkatkan kesehatan pasien. Sehingga komunikasi interpersonal perawat
dan pasien terjalin dengan baik. Dan pada tahap ini akan terlihat apakah
pasien merasa senang dan puas dengan perlakuan atau pelayanan yang
diberikan perawat kepada pasien. Untuk mengetahui apakah komunikasi yang
dilakukan perawat bersifat interpersonal (terapeutik) atau tidak, maka dapat
dilihat apakah komunikasi tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip komunikasi
terapeutik.

8
E. Komunikasi Terapeutik Dengan Pasien Gangguan Jiwa

Berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah


teknikkhusus, ada beberapa hal yang membedakan berkomunikasi antara orang
gangguan jiwa dengan gangguan akibat penyakit fisik. Perbedaannya adalah :

1. Penderita gangguan jiwa cenderung mengalami gangguan konsep diri,


penderita gangguan penyakit fisik masih memiliki konsep diri yang wajar
(kecuali pasien dengan perubahan fisik, ex : pasien dengan penyakit kulit,
pasien amputasi, pasien pentakit terminal dll).
2. Penderita gangguan jiwa cenderung asyik dengan dirinya sendiri sedangkan
penderita penyakit fisik membutuhkan support dari orang lain.
3. Penderita gangguan jiwa cenderung sehat secara fisik, penderita penyakit
fisik bisa saja jiwanya sehat tetapi bisa juga ikut terganggu.

Komunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah dasar


pengetahuan tentang ilmu komunikasi yang benar, ide yang mereka lontarkan
terkadang melompat, fokus terhadap topik bisa saja rendah, kemampuan
menciptakan dan mengolah kata – kata bisa saja kacau balau.

1. Dasar Komunikasi Terapeutik dengan Pasien Gangguan Jiwa

Ada beberapa trik ketika harus berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa
:

a. Pada pasien halusinasi maka perbanyak aktivitas komunikasi, baik meminta


klien berkomunikasi dengan klien lain maupun dengan perawat, pasien
halusinasi terkadang menikmati dunianya dan harus sering harus dialihkan
dengan aktivitas fisik.
b. Pada pasien harga diri rendah harus banyak diberikan reinforcement
c. Pada pasien menarik diri sering libatkan dalam aktivitas atau kegiatan yang
bersama – sama, ajari dan contohkan cara berkenalan dan berbincang dengan

9
klien lain, beri penjelasan manfaat berhubungan dengan orang lain dan
akibatnya jika dia tidak mau berhubungan dll.
d. Pasien perilaku kekerasan, khusus pada pasien perilaku kekerasan maka harus
direduksi atau ditenangkan dengan obat – obatan sebelum kita support dengan
terapi – terapi lain, jika pasien masih mudah mengamuk maka perawat dan
pasien lain bisa menjadi korban.

2. Komponen Kesehatan Jiwa

Kesehatan jiwa sering berpijak pada beberapa komponen, beberapa


komponen tersebut adalah:

a. Support system : dukungan dari orang lain atau keluarga membantu


seseorang bertahan terhadap tekanan kehidupan, stresor yang menyerang
seseorang akan melumpuhkan ketahanan psikologisnya, dengan
dukungan dari sahabat, orang - orang terdekat, suami, istri, orang tua
maka seseorang menjadi lebih kuat dalam menghadapi stressor.
b. Mekanisme Koping : bagaimana cara seseorang berespon terhadap
stressor menjadi satu ciri khas bagi setiap individu, jika responnya
adaptif maka hasilnya tentu perlaku positif, jika responnya negatif
hasilnya adalah perilaku negatif.
c. Harga Diri : jika dia merasa lebih baik dari orang lain maka akan
menjadi sombong, jika dia merasa orang lain lebih baik dari dia maka dia
akan mengalami Harga Diri Rendah.
d. Ideal Diri : Bagaimana cara seseorang melihat dirinya, bagaimana dia
seharusnya : " saya hanya akan menikah dengan seorang wanita anak
pengusaha" comment tersebut adalah ideal diri tinggi, " saya hanya
lulusan SD, menjadi buruh saja saya sudah maksimal" comment ini
adalah ideal diri rendah.
e. Gambaran Diri : apakah seseorang menerima dirinya beserta semua
kelebihan dan kekurangan, meski cantik dia menerima kecantikannya
tersebut satu paket dengan keburukan lain yang menyertai kecantikan
tersebut.

10
f. Tumbuh Kembang : Jika seseorang tidak pernah mengalami trauma
maka dewasa dia tidak akan mengalami memori masa lalu yang kelam
atau yang buruk.
g. Pola Asuh : kesalahan mengasuh orang tua memicu perubahan dalam
psikologis anak.
h. Genetika : Schizofrenia bisa secara genetis menurun ke anak, bahkan
pada saudara kembar peluang nya 50 %.
i. Lingkungan : Lingkungan yang buruk menjadi salah satu faktor
pendukung munculnya gangguan jiwa.
j. Penyalahgunaan Zat : penyalahgunaan zat memicu depresi susunan saraf
pusat, perubahan pada neurotransmitter sehingga terjadi perubahan pada
fungsi neurologis yang berfungsi mengatur emosi.
k. Perawatan Diri : jika seseorang tidak pernah mendapatkan perawatan, ex
: lansia maka dia akan mengalami suatu perasaan tidak berguna jika
perasaan ini berlangsung lama bisa memicu gangguan jiwa.
l. Kesehatan Fisik : gangguan pada sistem saraf mampu merubah fungsi
neurologis, dampak jangka panjangnya jika yang terkena adalah pusat
pengaturan emosi akan memicu gangguan jiwa.

Seharusnya ada banyak faktor yang memicu gangguan jiwa, jika semua faktor
bisa direduksi dan di minimalisir maka ke depan jumlah penderita gangguan jiwa
dapat ditekan sekecil mungkin.

F. Contoh Komunikasi Terapeutik dengan Pasien Gangguan Jiwa

1. Fase Perkenalan
a). Salam terapeutik
P : “ Selamat pagi, Bapak!”
K : “ Ya mbak ” sambil menoleh menghindar ke klien

b). Perkenalan diri perawat dan klien


Perawat : “Perkenalkan, nama saya Nur Izza Afi . Bapak bisa panggil saya
Izzah. Kalau boleh tahu nama bapak siapa?”

11
K : “heksa “
P : “ Oh, dengan Bapak heksa. Bapak senang dipanggil apa?”
K : “terserah”
P : “Baiklah, saya panggil mas saja boleh ya?”
K : “hm”
c). Menyepakati pertemuan
P : “ Oke. Baiklah mas, bagaimana kalau kita ngobrol-ngobrol sedikit, ya
sekitar … menit, bagaimana?”
K : “hm”
P : “ Mas heksa ingin kita mengobrol dimana?”
K : “ di sini aja”

d). Melengkapi identitas


P : “ Baiklah mas heksa, kami adalah mahasiswa Poltekkes Keperawatan
Surabaya yang bertugas diruangan ini. Kami perawat yang akan membantu
merawat mas. Hari ini sampai 2 hari yang akan datang, saya dan teman ini
berjaga di shif pagi mulai dari jam 07.00 sampai jam 14.00 WIB nanti.”
K : “hm”

e). Menjelaskan peran perawat dan klien


P : “ Disini saya berperan merawat mas heksa untuk memberikan solusi agar
masalah yang dialami mas heksa bisa terselesaikan. Supaya beban masalah
yang dialami mas heksa bisa hilang. ”
K : “kamu siapa ? berani-berani nya kamu ikut campur masalah saya?”
P : “bukan seperti itu maksud kami , mas heksa. Kami hanya menyelesaikan
tugas kami dalam membantu meringankan beban pasien termasuk mas heksa
ini”
K : “ Bukan urusan kamu”

f). Menjelaskan tanggung jawab perawat dan klien

12
P : “Apakah mas heksa tidak ingin ke luar dari tempat ini dan dapat
melakukan aktifitas seperti biasanya?”
K : “iya, pengen”
P : “ Oleh sebab itu, semua tindakan yang kami lakukan menjadi tanggung
jawab kami. Dan kami harapkan bapak juga bertanggung jawab untuk
sembuh, supaya mas heksa dapat melakukan aktifitas seperti biasanya
minimal mas heksa bias mereedam rasa emosinya”
K : “hm”

g). Harapan perawat dan klien


P : “ mas heksa, disini saya perlu tekankan bahwa apa yang menjadi harapan
mas heksa juga akan menjadi harapan kami. Karena itu, semua hal yang
menjadi keluhan mas heksa, bisa mas heksa sampaikan kepada kami.”
K : “hm”

h). Kerahasiaan
P : “ Mas tak perlu kuatir ataupun cemas. Kalau mas tidak keberatan, mas
bisa sharing dengan kami tentang segala permasalahan-permasalahan ataupun
keluhan-keluhan yang sedang bapak alami. Insya Allah, kita bersama-sama
mencarikan jalan keluarnya dan saya tidak akan memberitahukannya pada
orang yang tidak berhak untuk tahu akan hal itu.”
K : Beneran?
P : betul mas kami akan menjaga semua rahasia mas.

i). Tujuan Hubungan


P : “ Semua tindakan tentu perlu adanya kerja sama yang baik antara kita.
Tujuannya supaya tindakan yang kami lakukan dapat semaksimal mungkin
dan memberikan hasil terbaik untuk kami dan terutama mas heksa.
Bagaimana, mas?”
K : “Ya”

13
j). Pengkajian keluhan utama
P : “ Kalau boleh tahu, ada keluhan apa mas saat ini atau apa yang mas heksa
rasakan saat ini?”
K : “saya ingin cepat mati saja mbak, saya capek hidup tidak ada gunanya”
P : “ memangnya yang membuat mas capek hidup dan ingin mati apa mas?”
K : “ya pokoknya saya ingin kerja lagi dan punya uang”
P : “lho, memangnya apa yang terjadi dengan pekerjaan mas heksa?
K : “hilang, ditelan bumi”
P : “apa mas heksa memberhentikan diri dari pekerjaan mas heksa?”
K : “dipecat”
P : “Berarti mas dulu bekerja?
K: Ya,saya di phk, dan saya tidak bisa membayar hutang dan memberi ibu
dan adik saya uang
P: Oh, ya saya mengerti. Begini mas.. Umur,Rejeki, dan jodoh itu Tuhan
yang mengatur. Apa mas percaya akan hal itu? .”
K: “hm”
P: Nah.. bagus kalo mas heksa paham, berarti mas heksa tidak perlu untuk
merasa capek hidup, atau mas heksa meminum minuman beracun atau
berusaha menyayat nyata tangan mas heksa.. karna itu tidak menyelesaikan
masalah mas heksa, kan nanti badan mas heksa sendiri yang sakit. Iya tidak ?
K: mmmmmm…. Iya juga sih”
P: mas heksa sayang tidak sama keluarga dirumah ibuk dan adiknya?
K: Sayang lah..
P: nah.. kalo mas heksa sayang,mas heksa tidak boleh untuk bunuh diri, mas
heksa harus semangat terus.. minta dan berserah diri pada tuhan, dan mas
heksa harus yakin dan berusaha untuk mendapatkan pekerjaan setelah keluar
dari sini dan bisa menyahur hutang ya mas?
K: iyaa mbaak, saya ingin menyahur hutang tapi tidak punya uang”
P: nah, makanya mas heksa harus sembuh dulu.. Kalau boleh tau mas heksa
hobinya apa?
K: Makan kerupuk,sepak bola, balap karung”

14
P: “oooh iya iya… naah boleh itu mas dijadikan sampingan, kalau mas heksa
sudah merasa lelah atau stresss mas heksa bisa main bola.. atau mengobrol
sama teman teman.
K : “gitu?”
P : “iya, supaya fikiran mas heksa bisa rileks dan tenang”
K : “ya”

« Kontrak yang akan datang

P : “ Baiklah mas heksa, karena sudah … menit, kami pamit. Besok kita bisa
mengobrol lagi, kita sharing lagi, gimana?
K : “hm”
Waktu
P : “ mas mau sharingnya ini jam berapa?”
K : “terserah”
P : “baiklah mas heksa, besok kami akan ke sini lagi dan kami akan ke sini di
jam yang sama yaitu jam 09:30 WIB ya?”
P : “ya”
Tempat
P : “Baik. Bapak mau kita sharing dimana?”
K : “sini”
P : “baiklah , besok kita sharing nya di sini “
Validasi kontrak P : “ Baiklah kalau begitu, terima kasih atas waktunya mas
heksa. Kami permisi dulu. Kami akan kembali besok di jam yang sama yaitu
jam 09:30 WIB dan di tempat ini ya
K : “hm”

2. Fase Orientasi
a). Salam terapeutik
P : “ Selamat pagi, mas heksa!”

15
K : “pagi”

b). Validasi data


P : “ Bagaimana perasaan mas heksa sejak kemarin setelah kita bertemu?”
K : .”fine”
P : “ apakah perasaan mas heksa lebih tenang?”
K : .”iya, lumayan lah”

c). Mengingatkan kontrak Topik


P : “ Bagaimana mas, apakah masih ingat dengan kegiatan yang kita
rencanakan kemarin?”
K : “ingat”
Waktu
P : “ Apakah mas heksa masih ingat pukul berapa kegiatan yang kita
rencanakan dimulai?”
K : “09:30 WIB”
Tempat
P : “ Dan dimana kita akan melakukannya mas, mas heksa masih ingat?”
K : “di sini”
P : “ Wah, tampaknya mas heksa bersemangat sekali.”
K : “ya dongssssss”

3. Fase Kerja
P: Alhamdulillah.. Mas Heksa sudah sarapan?
K: Sudah..
P: Gimana rasanya enak ?
K: Enak..
P: Gimana dengan keluarga dirumah?
K: Baik, tadi sudah kesini
P: Terus tadi ngapain aja?
K: Ya ngobrol, terus main, jalan jalan ditaman belakang

16
P: Berarti sudah baikan dong?
K: iya sih sus.. tapi saya masih kepikiran sama tanggung jawab saya pada
keluarga, nanti gimana masa depan keluarga saya, kalau saya tidak bekerja,
saya makan apa sus?
P: oh.. begitu, Begini saja mas Heksa jangan pesimis dulu Allah itu sudah
mengatur rejeki kita, Sekarang tinggal mas heksa untuk berusaha dan berdoa
kepada Tuhan. Seingat saya kemarin mas heksa bilang kalau salah satu hobi
mas heksa main computer ya?
K: Iya kenapa emang?
P: Nah, Ya itu bisa dijadikan ladang pekerjaan mas heksa
K: Gimana caranya?
P: kan sekarang banyak bisnis online, coba mas heksa ikutan. Kaya jual baju,
peralatan bola atau mungkin mas heksa punya ide yang lain boleh dicoba.
K: mmmm iya ya,, kenapa gak terpikirkan dari dulu ya?
P: iya mas.. apa ada yg masih dipendam ?Kalau masih ada kita bisa sharing
K: Gak Ada sus.. ya itu tadi aja yg bikin saya mikir dan tidak tenang sehingga
saya ingin bunuh diri
P: Sebaiknya kalau punya jangan dipendam masalah, di sharing ke keluarga,
sahabat, atau teman mas. Nanti kalau bunuh diri kasian keluarganya, nanti
keluarga mas malah terlantar.
K: emm… iya sus, saya sekarang menyesal, atas perbuatan saya sebelumnya.
P: Nah gitu dong.. sekarang mas heksa harus berpikiran bahwa tidak ada
masalah yang tidak dapat diselesaikan.

4. Fase Terminasi
Salam terapeutik
P : “ Baiklah mas, karena mas heksa sudah bisa sharing ke kami dan masalah
mas heksa sudah terselesaikan, kami permisi dulu, terima kasih atas kerja
samanya, dan kalau mas heksa perlu bantuan, mas heksa bisa panggil saya
diruang perawat. Dan saya doakan supaaya cepat pulang dan beraktifitas ” “
Selamat pagi, mas!”

17
K : Iya sus terimakasih juga atas masukan dan solusinya , pagi juga sus”.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Bentuk aktivitas komunikasi terapeutik yang dilakukan di dengan
pasien gangguan jiwa adalah dalam bentuk komunikasi interpersonal
dan komunikasi luar ruang yang mempunyai tujuan utamanya
membantu menciptakan suasana pelayanan kesehatan yang baik pada
akhirnya akan mampu memotivasi kesembuhan pasien.

2. Untuk melaksanakan komunikasi terapeutik yang efektif perawat


harus mempunyai keterampilan yang cukup dan memahami tentang
aktivitas yang akan ditangani.

B. Saran
Melihat pentingnya keluarga bagi pasien jiwa disarankan agar selalu
mendampingi dan memberikan dukungan terkait dengan proses
penyembuhan yang harus dijalani oleh pasien rawat jalan

18
DAFTAR PUSTAKA

Afi, Izzah, dkk. Komunikasi Terapeutik dan Strategi Pelaksanaan Komunikasi


Pada Pasien Gangguan Jiwa .
https://www.academia.edu/5112195/KOMUNIKASI_TERAPEUTIK_PADA_GA
NGGUAN_JIWA. Diakses pada tanggal 26 September 2018 Pukul 17.39 WIB

Indrawati. (2003). Komunikasi Untuk Perawat, Jakarta: EGC Machfoedz,

Rasmun, S. (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psekiatri Terintegrasi dengan


Keluarga. Jakarta: Fajar Inter Pratama.

19

Anda mungkin juga menyukai