Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN SINDROM SJOGREN

SINDROM SJOGREN
A. ANATOMI FISIOLOGI
KELENJAR EKSOKRIN
Kelenjar ini mempunyai saluran keluar untuk mengangkut hasil kelenjarnya dan selanjutnya
bermuara pada permukaan dalam dan luar tubuh. Secara morfologik kelenjar eksokrin dapat
digolongkan menurut dasar tertentu. Berdasarkan jumlah sel yangmenyusunnya, maka dapat
digolongkan ke dalam :
a.

Kelenjar uniseluler
Kelenjar jenis ini tidak memiliki saluran keluar, karena biasanya terdapat pada

epitel permukaan, misalnya pada epitel usus sebagai sel piala.


b. Kelenjar multiseluler
Berdasarkan letak kelenjarnya terhadap epitel permukaan, maka jenis kelenjar inidibedakan
-

menjadi :
Kelenjar intraepitelial
yaitu membentuk kelompok sel kelenjar pada epitel permukaan tanpa saluran
kelenjar.Kelenjar jenis ini dapat dijumpai pada epitel selaput lendir lambung dan rongga

hidung.
- Kelenjar ekstraepitelial,
jenis kelenjar ini merupakan kelenjar yang terdapat dalam jaringan pengikat.
Jenis kelenjar ini dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu :
1. Pars secretoria, yaitu bagian yang menghasilkan sekret
2. Ductus excretorius, yaitu saluran yang menampung sekret dari pars secretoria.
Dengan memperhatikan bentuk pars secretoria dan ductus excretorius dalam tubuh dikenal
1.
a.
b.
c.
2.

berbagai jenis kelenjar yaitu :


Kelenjar tubuler sederhana (simple tubular gland)
Kelenjar tubuler lurus (kelenjar usus besar)
Kelenjar tubuler bergelung (glandula subdorifera)
Kelenjar tubuler bercabang (glandula uterina)
Kelenjar tubuloalveoler sederhana (simple tubuloalveoler gland) Kelenjar ini selalu

bercabang (glandula submandibularis, glandula duodenalis brunneri).


3. Kelenjar alveolar sederhana (simple alveolar gland)
Contoh kelenjar ini yaitu glandula sebacea yang terdapat pada kulit dan merupakan kelenjar
polyptyche yang mempunyai modifikasi pada kelopak mata sebagai glandulameibomi yang
termasuk sebagai kelenjar alveolar sederhana bercabang.
4. Kelenjar tubuler kompleks (compound tubular gland)
Kelenjar ini mempunyai pars secretoria berbentuk tubuler dengan saluran keluarnya
yang bercabang dan akhirnya bermuara dalam satu saluran utama contohnya testis.

Berdasarkan jumlah lapisan sel epitel pars secretorianya dapat dibedakan menjadi
kelenjar monoptyche, yang terdiri atas satu lapis sel (misalnya kelenjar keringat)
dan kelenjar polyptyche, yang terdiri atas beberapa lapis sel (misalnya glandula sebacea).
Berdasarkan sifat sekretnya, kelenjar eksokrin dapat dibedakan menjadi :
1. kelenjar sitogen, yaitu kelenjar yang menghasilkan sel-sel sebagai sekretnya (misalnyatestis
dan ovarium)
2. kelenjar nonsitogen, yaitu kelenjar yang hasilnya tidak mengandung sel-sel. Kelenjar
a.

nonsitogen ini dapat dibagi lagi menjadi tiga bagian yaitu :


Kelenjar mukosa
Sekret kelenjar mukosa bersifat kental. Bentuk sel kelenjarnya pyramidal dengan
bagian puncaknya berisi tetes-tetes bahan musinogen atau premusin sebagai pembentuk

lendir.
b. Kelenjar serosa
Sekret kelenjar serosa bersifat encer, jernih yang berbentuk sebagai albumin. Terkadang
sekret tersebut mengandung enzim seperti pada kelenjar pancreas dan parotis.Sel kelenjar
serosa berbentuk pyramidal dengan inti berbentuk bulat yang terletak agak ditengah. Pada
bagian basal sel terdapat glanular endoplaspic reticulum sehingga pada pengamatan dengan
c.

menggunakan mikroskop cahaya tampak gambaran yang bergaris-garis.


Kelenjar campuran
Merupakan kelenjar campuran dari sel-sel kelenjar mukosa dan serosa. Kadang-kadang sel
serosa terdesak oleh sel mukosa sehingga membentuk gambaran bulan sabit yang dinamakan
demiluna gianuzzi. Contoh dari kelenjar ini adalah glandula submandibularis dan glandula
sublingualis.
Berdasarkan cara sekresinya, dikenal tiga macam kelenjar yaitu :

1. Kelenjar merokrin
Pada saat sekresi tidak akan terjadi kerusakan pada selnya ataupun tidak ada bagian selyang
ikut disekresikan (glandula subdorifera).
2. Kelenjar apokrin
Kelenjar jenis ini pada saat sekresi, ada sebagian dari puncak sel ikut bersama-sama
disekresikan

sehingga

tampak

adanya

tonjolan-tonjolan

di

bagian

pucak

sel

kelenjar (glandula axillaris dan glandula circumanale).


3. Kelenjar holokrin
Kelenjar jenis ini akan mengalami kerusakan pada waktu melangsungkan sekresi sehingga
sekretnya bercampur dengan bagian sel yang telah mati (glandula sebacea).

Kelenjar Saliva
Berdasarkan ukurannya kelenjar saliva terdiri dari 2 jenis, yaitu kelenjar saliva mayor dan
kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar parotis, kelenjar
submandibularis, dan kelenjar sublingualis (Dawes, 2008; Roth and Calmes, 1981).

Gambar Kelenjar Saliva Mayor (DeNardin, 2006)


Kelenjar parotis yang merupakan kelenjar saliva terbesar, terletak secara bilateral di depan
telinga, antara ramus mandibularis dan prosesus mastoideus dengan bagian yang meluas ke
muka di bawah lengkung zigomatik (Leeson dkk., 1990; Rensburg, 1995). Kelenjar parotis
terbungkus dalam selubung parotis (parotis shealth). Saluran parotis melintas horizontal dari
tepi anterior kelenjar. Pada tepi anterior otot masseter, saluran parotis berbelok ke arah
medial, menembus otot buccinator, dan memasuki rongga mulut di seberang gigi molar ke-2
permanen rahang atas (Leeson dkk., 1990; Moore dan Agur, 1995).

Kelenjar submandibularis yang merupakan kelenjar saliva terbesar kedua, terletak pada dasar
mulut di bawah korpus mandibula (Rensburg, 1995). Saluran submandibularis bermuara
melalui satu sampai tiga lubang yang terdapat pada satu papil kecil di samping frenulum
lingualis. Muara ini dapat dengan mudah terlihat, bahkan seringkali dapat terlihat saliva yang
keluar (Moore dan Agur, 1995).
Kelenjar sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak paling dalam.
Masing-masing kelenjar berbentuk badam (almond shape), terletak pada dasar mulut antara
mandibula dan otot genioglossus. Masing-masing kelenjar sublingualis sebelah kiri dan
kanan bersatu untuk membentuk massa kelenjar yang berbentuk ladam kuda di sekitar
frenulum lingualis (Moore dan Agur, 1995).
Kelenjar saliva minor terdiri dari kelenjar lingualis, kelenjar bukalis, kelenjar labialis,
kelenjar palatinal, dan kelenjar glossopalatinal (Rensburg, 1995). Kelenjar lingualis terdapat
bilateral dan terbagi menjadi beberapa kelompok. Kelenjar lingualis anterior berada di
permukaan inferior dari lidah, dekat dengan ujungnya, dan terbagi menjadi kelenjar mukus
anterior dan kelenjar campuran posterior. Kelenjar lingualis posterior berhubungan dengan
tonsil lidah dan margin lateral dari lidah. Kelenjar ini bersifat murni mukus (Rensburg, 1995).
Kelenjar bukalis dan kelenjar labialis terletak pada pipi dan bibir. Kelenjar ini bersifat mukus
dan serus. Kelenjar palatinal bersifat murni mukus, terletak pada palatum lunak dan uvula
serta regio posterolateral dari palatum keras. Kelenjar glossopalatinal memiliki sifat sekresi
yang sama dengan kelenjar palatinal, yaitu murni mukus dan terletak di lipatan
glossopalatinal (Rensburg, 1995).
Kelenjar Lakrimalis
Kelenjar lakrimalis terletak dipuncak tepi luar dari mata kanan dan kiri yang menghasilkan
air mata encer. Lapisan air mata yang membasahi mata pada umumnya berstruktur kompleks
yang terdiri dari 3 lapisan yaitu :
1.

Lapisan terluar adalah lapisan berminyak yang diproduksi sebagian besar oleh kelenjar
meibom sebasea kelopak mata. Kelenjar meibom menghasilkan substansi pelumas berminyak
untuk menghambat penguapan dan kelenjar ini bermuara pada tepi palpebra.

2. Lapisan tengah, merupakan lapisan air terbanyak. Diproduksi oleh kelenjar lakrimalis utama
dan kelenjar lakrimalis tambahan.
3.

Lapisan paling dalam adalah lapisan musin yang diproduksi oleh sel globet yang tersebar
diseluruh konjungtiva.

Proses keluarnya air mata adalah dengan adanya kedipan kelopak mata secara spontan yang
berulang ulang, air mata mengalir ke medial kedalam lubang lubang tepi kelopak dan
mengalir melalui kanakuli kedalam kantong lakrimalis dan kemudian melalui duktus
nasolakrimalis menuju hidung.

B. PENGERTIAN

Sindrom Sjogren atau sering disebut autoimmune exocrinopathy adalah penyakit autoimun
sistemik yang terutama mengenai kelenjar eksokrin dan biasanya memberikan gejala
kekeringan persisten dari mulut dan mata akibat gangguan fungsional kelenjer saliva dan
lakrimalis.

Sindrom Sjogren adalah penyakit auto imun yang menyebabkan berkurangnya sekresi
kelenjar saliva dan kelenjar eksokrin tubuh lainnya. Sindrom Sjogren seringkali menyertai
gangguan sistem kekebalan, seperti rheumatoid arthritis dan lupus. Pada penderita sindrom
Sjogren, mata dan mulut biasanya paling pertama terpengaruh. Pengaruh sindrom Sjogren
pada mata dan mulut dapat mengakibatkan penurunan produksi air mata dan air liur. Sindrom
Sjogren dapat mempengaruhi kelenjar yang berfungsi untuk memproduksi air mata dan
kelenjar yang berfungsi untuk memproduksi air liur (saliva). Sindrom Sjogren dapat terjadi
pada semua usia, namun kebanyakan didiagnosis pada usia lebih dari 40 tahun. Sindrom
Sjogren banyak terjadi pada wanita. Pengobatan sindrom ini biasanya berfokus pada
menghilangkan gejala, yang dapat reda seiring berjalannya waktu.

Sindrom Sjogren atau sering disebut autoimmune exocrinopathy adalah penyakit autoimun
sistemik yang terutama mengenai kelenjer eksokrin dan biasanya memberikan gejala
kekeringan persisten pada mulut dan mata akibat gangguan fungsional kelenjer saliva dan
lakrimalis.

C. ETIOLOGI
Penyebab sindrom Sjogren adalah gangguan autoimun. Hal ini mempunyai arti bahwa terjadi
kesalahan pada sistem kekebalan tubuh, yang menyerang sel-sel dan jaringan tubuh sendiri.
Para ilmuwan tidak yakin mengapa beberapa orang menderita sindrom Sjogren sedangkan
yang lainnya tidak. Gen tertentu menempatkan orang pada risiko tinggi untuk mengalami
gangguan autoimun yang menyebabkan sindrom ini. Tetapi mekanisme tertentu dapat
memicu terjadinya sindrom ini, seperti infeksi oleh virus atau bakteri tertentu.
Dalam sindrom Sjogren, sistem kekebalan tubuh terlebih dahulu menyebabkan mata dan
mulut kering. Tetapi sindrom ini juga dapat merusak bagian tubuh yang lain, antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Sendi
Tiroid
Ginjal
Hati
Paru-paru
Kulit
Saraf

D. KLASIFIKASI
1.

Sindrom Sjogren Primer : etiologinya dihubungkan dengan gangguan autoimun tanpa


keterlibatan penyakit autoimun yang lain. Memiliki gejala berupa mulut kering dan mata
kering.

2.

Sindrom Sjogren Sekunder : ada penyakit autoimun yang mendasari. Memiliki tiga gejala
berupa mulut kering, mata kering dan rheumatoid arthritis

E. PATOFISIOLOGI
Reaksi imunologi yang mendasari patofisiologi Sindrom Sjogren tidak hanya sistim imun
selular tetapi juga sistim imun humoral. Bukti keterlibatan sistim humoral ini dapat dilihat
adanya hipergammaglobulin dan terbentuknya autoantibodi yang berada dalam sirkulasi.
Gambaran histopatologi yang dijumpai pada SS adalah kelenjar eksokrin yang dipenuhi
dengan infiltrasi dominan limfosit T dan B terutama daerah sekitar kelenjar dan atau duktus,
gambaran histopatologi ini dapat ditemui dikelenjar saliva, lakrimalis serta kelenjar eksokrin
yang lainnya misalnya kulit, saluran nafas, saluran cerna dan vagina.
Fenotip limfosit T yang mendominasi adalah sel T CD 4 +. Sel-sel ini memproduksi berbagai
interleukin antara lain IL-2, IL-4, IL-6, IL1 A dan TNF alfa sitokin-sitokin ini merubah sel
epitel dan mempresentasikan protein, merangsang apoptosis sel epitel kelenjar melalui
regulasi fas. Sel B selain mengfiltrasi pada kelenjar, sel ini juga memproduksi imunoglobulin
dan autoantibodi.

Adanya infiltrasi limfosit yang menganti sel epitel kelenjar eksokrin, menyebabkan
penurunan fungsi kelenjar yang menimbulkan gejala klinik. Pada kelenjar saliva dan mata
menimbulkan keluhan mulut dan mata kering. Peradangan pada kelenjar eksokrin pada
pemeriksaan klinik sering dijumpai pembesaran kelenjar.
Gambaran serologi yang didapatkan pada SS biasanyan suatu gambaran hipergammaglobulin.
Peningkatan imonuglobulin antara lain faktor reumatoid, ANA dan antibodi non spesifik
organ. Pada pemeriksaan dengan teknik imunofloresen Tes ANA menunjukan gambaran
spekled yang artinya bila diekstrak lagi maka akan dijumpai autoantibodi Ro dan La.
Adanya antibodi Ro dan anti La ini dihubungkan dengan gejala awal penyakit, lama
penyakit, pembesaran kelenjar parotis yang berulang, splenomegali, limfadenopati dan anti
La sering dihubungkan dengan infiltrasi limfosit pada kelenjar eksokrin minor.
Faktor genetik, infeksi, hormonal serta psikologis diduga berperan terhadap patogenesis,
yang merangsang sistim imun teraktivasi.
F. TANDA dan GEJALA
Gambaran klinik Sindrom Sjogren sangat luas berupa suatu eksokrinopati yang disertai gejala
sistemik dan ektraglandular. Xerostomia dan xerotrakea merupakan gambaran eksokrinopati
pada mulut .Gambaran eksokrinopati pada mata berupa mata kering atau keratokonjungtivitis
sicca akibat mata kering. Manifestasi ektraglandular dapat mengenai paru-paru, ginjal,
pembuluh darah maupun otot. Gejala sistemik yang dijumpai pada Sindrom Sjogren sama
seperti penyakit autoimun lainnya dapat berupa kelelahan, demam, nyeri otot, artritis.
Poliartritis non erosif merupakan bentuk artritis yang khas pada Sindrom Sjogren. Raynauds
phenomena merupakan gangguan vaskuler yang sering ditemukan, biasanya tanpa disertai
teleektasis ataupun ulserasi pada jari.
Manifestasi ektraglandular lainnya tergantung penyakit sistemik yang terkait misalnya AR,
SLE dan skerosis sistemik. Meskipun Sindrom Sjogren tergolong penyakit autoimun yang
jinak, sindrom ini bisa berkembang menjadi suatu malignansi. Hai ini diduga adanya
transformasi sel B kearahan keganasan.
MATA
Kelainan mata akibat Sindrom Sjogren adalah KeratoConjungtivitis Sicca (KCS). KCS
terjadi akibat penurunan produksi kelenjer air mata dalam jangka panjang dan perubahan
kualitas air mata. Gejala klinis berupa rasa seperti ada benda asing dimata, rasa panas seperti
terbakar dan sakit dimata, tidak ada air mata, mata merah dan fotofobia. Beberapa pasien

KCS ada yang asimtomatik. Pemeriksaan yang dilakukan untuk penilaian KCS adalah Slit
lamp dan pemeriksaan Rose Bengal atau Lissamin green. Pemeriksaan jumlah produksi air
mata dilakukan dengan Schimer test. Bila hasilnya < 5 mm dalam 5 menit menunjukan
produksi yang kurang.
Menurunnya produksi air mata dapat merusak epitel kornea maupun konjungtiva, bila kondisi
ini berlanjut, maka kornea maupun konjungtiva mendapat iritasi kronis, iritasi kronis pada
epitel kornea dan konjungtiva memberikan gambaran klinik keratokonjungtivitis Sicca. Pada
pemeriksaan terdapat pelebaran pembuluh darah didaerah konjungtiva, perikornea dan
pembesaran kelenjer lakrimalis.
MULUT
Pada awal penyakit gejala yang paling sering adalah mulut kering (xerostomia). Keluhan lain
adalah kesulitan mengunyah dan menelan makanan, kesulitan menggunakan gigi bawah serta
mulut rasa panas. Tetapi beberapa pasien ada yang tanpa gejala.
Pemeriksaan yang paling spesifik untuk kelenjer saliva pasien Sindrom Sjogren adalah
biopsi Labial Salivary Gland ( LSG). Pemeriksaan biopsi LSG tidak diperlukan pada pasien
yang sudah terbukti terdapat KCS dan anti Ro atau anti La. Fungsi kelenjer saliva dapat
dinilai dengan mengukur unstimulated salivary flow selama 5-10 menit.
Keluhan xerostomia merupakan eksokrinopati pada kelenjer ludah yang menimbulkan
keluhan mulut kering karena menurunnya produksi kelenjer saliva. Akibat mulut kering ini
sering pasien mengeluh kesulitan menelan makanan dan berbicara lama.
Selain itu kepekaan lidah berkurang dalam merasakan makanan, gigi banyak yang mengalami
karies. Pada pemeriksaan fisik didapatkan mukosa mulut yang kering dan sedikit kemerahan,
atropi papila filiformis pada pangkal lidah, serta pembesaran kelenjer.
PEMBESARAN KELENJER PARATIROID
Sekitar 20-30 % pasien Sindrom Sjogren Primer mengalami pembesaran kelenjer parotis atau
submandibula yang tidak nyeri. Pembesaran kelenjer ini bisa mengalami tranformasi menjadi
limfoma.
ORGAN LAIN
Kekeringan bisa terjadi pada saluran nafas serta orofaring yang sering menimbulkan suara
parau, bronkitis berulang, serta pneumonitis. Gejala lain yang mungkin dijumpai adalah
menurunnya produksi kelenjer pankreas.

Kekeringan juga juga bisa terjadi pada vagina, suatu penelitian pada 169 pasien Sindrom
Sjogren, 26 % pasien juga mempunyai keluhan vagina kering.
MANIFESTASI EKTRAGLANDULAR
Banyak sekali manifestasi ektraglandular pada Sindrom Sjogren yaitu artritis atau artralgia
(25%-85%), fenomena raynaud (13%-62%), tiroiditis autoimun Hashimoto (10%-24%), renal
tubular asidosis (5%-33%), sirosis bilier primer dan hepatitis autoimun (2%-4%), penyakit
paru (7%-35%) seperti batuk kronik, fibrosis paru, alveolitis dan vaskulitis (9%-32%). Resiko
terjadinya limfoma meningkat pada pasien SS.
MANIFESTASI KULIT
Manifestasi kulit merupakan gejala ektraglandular yang paling sering dijumpai, dengan
gambaran klinik yang luas. Kulit kering dan gambaran vaskulitis merupakan keluhan yang
sering dijumpai. Manifestasi vaskulitis pada kulit bisa mengenai pembuluh darah sedang
maupun kecil. Vaskulitis pembuluh darah sedang biasanya terkait dengan krioglobulin dan
vaskulitis pada pembuluh darah kecil berupa purpura. Dikatakan bahwa vaskulitis dikulit
merupakan petanda prognosis buruk.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a.

TES SCHIMERS
Tes ini digunakan untuk mengevaluasi produksi kelenjer air mata. Tes dilakukan dengan
menggunakan kertas filter dengan panjang 30 mm, caranya kertas ditaruh dikelopak mata
bagian bawah dibiarkan selama 5 menit. Setelah 5 menit kemudian dilihat berapa panjang
pembasahan air mata pada kertas filter, bila pembasahan kurang dari 5 mm dalam 5 menit
maka tes positif.
Suatu penelitian di Spanyol yang menggunakan Pilokarpin 5 mg sublingual pada 60 pasien
Sindrom sjogren primer, 46 pasien yang rendah produksi salivanya, 22 orang diantaranya
terdapat peningkatan produksi saliva setelah menggunakan 5 mg Pilokarpin.

b.

ROSE BENGAL STAINING


Keratokonjungtivitis merupakan sequele pada kornea dan konjungtiva karena menurunnya air
mata. Dengan pengecatan Rose bengal yang menggunakan anilin, yang dapat mewarnai epitel
kornea maupun konjungtiva. Dengan pengecatan ini keratokonjungtivitis sicca tampak

sebagai keratitis puntata, bila dilihat dengan slit lamp. Tear film break up : tes ini dilakukan
untuk melihat kecepatan pengisian flouresin pada kertas film.
c.

SIALOMETRI
Sialometri adalah pengukuran kecepatan produksi kelenjer liur tanpa adanya rangsangan,
baik untuk mengukur kelenjer parotis, submandibula, sublingual ataupun total produksi
kelenjer liur. Pada Sindrom Sjogren menunjukan penurunan kecepatan sekresi.
Suatu penelitian di Spanyol untuk memeriksa fungsi kelenjer ludah pasien Sindrom Sjogren
dengan menggunakan pilokarpin 5mg sublingual apakah terjadi peningkatan produksi
kelenjer saliva setelah pemberian pilokarpin 5 mg, dari 60 pasien pSS diukur Basal Saliva
Flow (BSF) pada semua pasien dimana BSF < 1,5 ml/15 menit berarti abnormal. Dari 60
pasien terdapat 46 pasien dengan BSF < 1,5 ml , kemudian diberi pilokarpin 5 mg (SSF =
Stimulated salivary Flow ). Hasil didapatkan setelah pemberian pilokarpin terdapat
peningkatan produksi saliva.

d.

SIALOGRAFI
Pemeriksaan secara radiologi untuk menetapkan kelainan anatomi pada saluran kelenjer
eksokrin. Pada pemeriksaan ini tampak gambaran teleektasis.

e.

SKINTIGAFI
Untuk mengevaluasi kelenjer dengan mengunakan 99m Tc, dengan pemeriksaan ini dilihat
ambilan 99m Tc dimulut selama 60 menit setelah injeksi intravena.

f.

BIOPSI
Biopsi kelenjer eksokrin minor memberikan gambaran yang sangat spesifik yaitu tampak
gambaran infiltrasi limfosit yang dominan. Biopsi kelenjer saliva minor merupakan gold
standar untuk diagnosis Sindrom Sjogren.

g. Tes darah
dapat dilakukan untuk menetukan apabila pasien memiliki kadar antibodi yang tinggi yang
dapat mengindikasikan keadaannya seperti Anti-Nuclear Antibody (ANA) dan faktor
Rheumatoid (karena Sindrom Sjogren sering terjadi setelah terjadiReumatoid Arthritis),
dimana berkaitan dengan penyakit imun.
h. Tes Slit-lamp
dapat mengukur kekeringan pada permukaan mata. Fungsi kelenjar saliva dapat diuji dengan
mengumpulkan saliva dan menentukan jumlah yang diproduksi selama 5 menit.

Biopsi bibir dapat dapat dilakukan apakah terdapat pengumpulan limfosit pada kelenjar liur
dan merusak kelenjar karena reaksi radang.
H. PENATALAKSANAAN
1. ]
a.

qMemeriksakan diri secara teratur ke dokter gigi (dentist) dan dokter spesialis mata
(ophthalmologist).

2.

Pengurang gejala kekeringan dengan air mata buatan (artificial tears), ophthalmic
lubricating, ointments, nasal saline sprays, frequent sips of water, sugarless candy,
moisturizing skin lotion (pelembab kulit).

3.

Glucocorticoids, tidak efektif untuk gejala dan tanda sicca namun berperan dalam
manifestasi extraglandular.
Prinsip Terapi

1.

Simtomatik menggantikan fungsi kelenjar eksokrin dengan memberikan lubrikasi


(pelumasan).

2.

Kortikosteroid sistemik (0,5-1 mg/kg berat badan/hari) dan imunosupresan (seperti:


siklofosfamid) digunakan untuk mengontrol gejala ekstrakelenjar (extraglandular), misalnya:
artritis, fenomena Raynaud, renal tubular acidosis, glomerulonefritis, vaskulitis, lymphoma,
dan diffuse interstitial lung diseases,
Beberapa keadaan/kondisi klinis yang dapat ditemukan pada sindrom Sjgren dan terapi yang
dapat diberikan:

1. Mata kering
a.

Stimulasi lokal: cyclic adenosine monophosphate, cyclosporine 2% olive solution.

b. Stimulasi sistemik: pilocarpine (5 mg 3xsehari per oral; cevimeline 30 mg 3xsehari per oral)
c.

Kasus berat (severe dry eyes): nasolacrimal duct occlusion (temporary or permanent); soft
contact lenses; transplantasi kornea.

2. Kandidiasis oral
nistatin topikal atau clotrimazole lozenges.
3. Pembesaran kelenjar parotid
antibiotik dan analgesik.
4. Vagina yang kering (vaginal dryness)

propionic acid gels.


5. Artritis
Hydroxychloroquine (200-400

mg/hari)

atau methotrexate (0,2-0,3mg/kg

berat

badan

seminggu) plus prednisolone (10 mg setiap hari per oral).


6. Fenomena Raynaud (Raynaud's phenomenon)
a.
b.

Proteksi dingin: sarung tangan.


Nifedipine: 10 mg 3xsehari.

7. Asidosis tubular ginjal


penggantian bikarbonat (bicarbonate replacement).
8. Limfoma (lymphoma)
anti-CD20

monoclonal

antibody

therapy

dikombinasi

dengan regimen

CHOP

(cyclophosphamide, doxorubicin, vincristine, dan prednisone) klasik.


I.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling umum dari Sindrom Sjogren melibatkan mata dan mulut, diantaranya
:

1. Gigi berlubang
Karena kelenjar saliva membantu melindungi gigi dari bakteri yang menyebabkan berlubang,
gigi kita mudah berlubang bila mulut kita kering.
2. Infeksi kapang
Orang dengan Sindrom Sjogren lebih mudah terkena sariawan, infeksi kapang pada mulut.
3. Masalah penglihatan
Mata yang kering mengarah pada sensitivitas pada cahaya, pandangan yang kabur, dan
infeksi pada kornea.
J. PROGNOSIS
Sindrom Sjgren dapat merusak organ penting tubuh. Beberapan penderita mungkin hanya
menderita gejala ringan dan lainnya dapat sangat buruk. Sebagian besar dapat diatasi secara
simtomatik. Sebagian penderita dapat mengalami penglihatan yang buruk, rasa tidak nyaman
pada mata, infeksi pada mulut, pembengkakan kelenjar liur, kesulitan pada menelan dan
makan. Rasa lelah dan sakit pada persendian juga dapat mengganggu kenyamanan. Terdapat
penderita yang juga dapat terkena gangguan ginjal hingga terdapat gejala proteinuria, defek
urinaris, dan asidosis tubular renal distal.
K. EPIDEMIOLOGI

Sindrom Sjogren bisa dijumpai pada semua umur, sering umur 40-60 tahun terutama
perempuan dengan perbandingan perempuan dengan pria 9:1. Sampai saat ini prevalensinya
belum diketahui dengan pasti, diperkirakan prevalensi Sindrom Sjogren sekitar 0,1 0,6 %
karena seringnya sindrom ini bertumpang tindih dengan penyakit rematik lainnya. Selain itu
gejala klinik yang muncul pada awal penyakit sering tak spesifik, di Amerika diperkirakan
penderita Sindrom Sjogren sekitar 2-4 juta orang, hanya lima puluh persen saja yang tidak
tegak diagnosanya dan hampir 60 % ditemukan bersamaan dengan penyakit autoimun lainnya
antara lain Artritis rematoid, SLE dan Sklerosis Sistemik

ASUHAN KEPERAWATAN
A.

Pengkajian
Identitas ( Data Biografi)
Riwayat sakit dan Kesehatan
Keluhan utama rasa nyeri di mulut
Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit keluarga.
Pengkajian Psikososial :sterss, gaya hidup (alkohol, perokok) serta kaji fungsi dan

penampilan dari rongga mulut terhadap body image dan sex.


Pengkajian lingkungan rumah dan komunitas : lingkungan yang panas, dan sanitasi yang

buruk.
Riwayat nutrisi : kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin C, vitamin
B12, mineral, dan zat besi serta pola makan yang buruk, misalnya hanya mengkonsumsi

karbohidrat dan protein saja.


Riwayat pertumbuhan perkembangan :
kondisi fisik yang lemah sebagai akibat intake nutrisi yang kurang ( energi/kalori yang
diperlukan

tidak

mencukupi

dalam

proses

penyembuhan).

- Penurunan berat badan penurunan berat badan karena intake nutrisi yang kurang.
Pemeriksaan fisik
B1 (Breath) : Bau nafas, RR normal
B2 (Blood) : Hemorrhage (perdarahan) akibat kerusakan membrane mukosa oral, resiko
kekurangan volume darah.
B3 (Brain) : Nyeri
B4 (Bladder) : Secara umum tidak mempengaruhi kecuali jika ada kondisi dehidrasi akibat
intake cairan yang kurang
B5 (Bowel) :
- Mukosa oral mengalami peradangan, bibir pecah-pecah, rasa kering, suatu sensasi rasa luka
atau terbakar (khususnya melibatkan lidah)
- Hipersalivasi
- Perubahan kulit mukosa oral, tampak bengkak dan kemerahan (hiperemi)
B6 (Bone) : Kondisi fisik yang lemah sebagai akibat intake nutrisi yang kurang

Ekstermitas
- Deformitas skelet
- Deformitas vertebra

- Deformitas lengkungan tulang panjang


- Otot Lemah

Aktivitas / istirahat
Tanda : keterbatasan fungsi pada bagian yang terkena, nyeri

Sirkulasi
Tanda : takikardia ( Respon stress )

Neurosensori
Gejala : hilang gerakan
Tanda : Deformitas local, kelemahan

Nyeri / Kenyamanan
Gejala : nyeri tekan

B. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


1. Gangguan sensori-perseptual: Visual berhubungan dengan ditandai dengan gangguan
penerimaan sensori/ status organ indra.
kriteria Hasil:
a.

Meningkatkan

ketajaman

penglihatan

dalam

batas

situasi

individu

b. Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan


c. Memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan
Tindakan/ intervensi Rasional
* Mandiri
- Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat.
- Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain diareanya.
- Observasi tanda-tanda dan gejala- gejala diorientasi: pertahankan pagar tempat tidur sampai
benar-benar sembuh dari anestesia.
- Perhatikan tentang suram/ penglihatan kabur dan iritasi mata, dimana dapat terjadi
menggunakan tetes mata.
- Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan, menurunkan cemas dan
disorientasi pascaoperasi.
- Memberikan rangsang sensori tepat terhadap isolasi dan menurunkan bingung.

- Gangguan penglihatan/ iritasi dapt berakhir 1-2 jam setelah tetesan mata. Tetapi secara
bertahap menurun denganpenggunaan. Catatan: Iritasi local harus dilaporkan ke dokter, tetap
jangan

hentikan

penggunaan

obat

sementara.

- Perubahan ketajaman dan kedalaman persepsi dapat menyebabkan bingung penglihatan/


meningkatkan resiko cedera sampai pasien belajar untuk mengkompensasi.
- Memungkinkan pasien melihat obyek lebih mudah dan memudahkan panggilan untuk
pertolongan bila diperlukan.
2.

Perubahan

mukosa

oral

berhubungan

dengan

proses

peradangan

(inflamasi)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan mukosa oral kembali normal dan lesi
berangsur sembuh.
Kriteria Hasil :
- Mukosa oral kembali normal (tidak bengkak dan hiperemi)
- Lesi berkurang dan berangsur sembuh.
- Membran mukosa oral lembab
Intervensi Rasional
Mandiri

- Pantau aktivitas klien, cegah hal-hal yang bisa memicu terjadinya stomatitis (oral hygene
yang buruk, kurang vitamin C, kondisi stres, makanan/minuman yang terlalu panas dan
pedas)
- Kaji adanya komplikasi akibat kerusakan membran mukosa oral
Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian antibiotik dan obat kumur


Health education :
- Menghindari makanan dan obat-obatan atau zat yang dapat menimbulkan reaksi alergi pada
rongga mulut.
- Ajarkan oral hygene yang baik
Observasi

- Catat adanya kerusakan membran mukosa ( bengkak, hiperemi/kemerahan)


- Personal hygene yang buruk, asupan nutrisi yang kurang vitamin C, kondisi psikologis
(stres) merupakan pemicu terjadinya stomatitis
-

Stomatitis

bisa

tidak segera ditangani

mengakibatkan

komplikasi

yang

lebih

parah

jika

- Antibiotik digunakan untuk mengobati infeksi dan obat kumur bisa menghilangkan kumankuman di mulut sehingga bisa mencegah terjadinya infeksi lebih lanjut.
- Reaksi alergi bisa menimbulkan infeksi
- Oral hygene yang baik bisa meminimalisir terjadinya stomatitis
-

Membran

mukosa

yang

bengkak

dan

hiperemi

adalah

indikasi

adanya

peradangan.
3. ketidakseimbangan nutrisi berhubungan dengan penurunan keinginan untuk makan
sekunder akibat rasa nyeri di mukosa mulut.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan timbul kembali dan status
nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil :
- Status nutrisi terpenuhi
- nafsu makan klien timbul kembali
- berat badan normal
- jumlah Hb dan albumin normal
Intervensi Rasional
Mandiri

- Beri nutrisi dalam keadaan lunak ; porsi sedikit tapi sering.


- Pantau berat badan tiap hari
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemasangan NGT jika klien tidak dapat makan dan minum peroral
- Kolaborasi dengan ahli gizi dalam diet
Health education :
- Berikan informasi tentang zat-zat makanan yang sangat penting bagi keseimbangan
metabolisme tubuh
Observasi :
- Catat kebutuhan kalori yang dibutuhkan
- Monitor Hb dan albumin
- Makanan yang lunak meminimalkan kerja mulut dalam mengunyah makanan.
- Nutrisi meningkat akan meningkatkan berat badan

Anda mungkin juga menyukai