Anda di halaman 1dari 39

Nama : Cindy Masdy

NIM : 2019.C.11a.1002
Prodi : S1 Keperawatan Tingkat 2 A
Mata Kuliah : Keperawatan Medikal Bedah II
Dosen Pengajar : Karmitasari Yanra Kantimenta, Ners., M.Kep
Materi Pokok : Manajemen asuhan keperawatan pada pasien dewasa
Bahan Kajian : Manajemen asuhan keperawatan pada kasus sistem :
1. Endokrin
2. Imunologi
3. Pencernaan
4. Perkemihan

1. Manajemen Asuhan Keperawatan Kasus Sistem Endokrin : Diabetes Melitus


A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) sudah sejak lama dikenal, orang Mesir
pada tahun 1552 SM sudah mengenal penyakit yang ditandai dengan sering
kencing dalam jumlah banyak, penurunan berat badan cepat dan rasa sakit.
Pada tahun 400 SM seorang India Sushrutha, menemani penyakit ini
kencing madu dan tahun 200 SM penyakit ini pertama kali disebut Diabetes
Mellitus (diabetes -= mengalir terus, mellitus=manis) (Tarwoto Dan
Wartonah, 2012).
Diabetes Mellitus merupakan penyakit gangguan metabolisme kronis yang
ditandai peningkatan peningkatan glukosa darah (hiperglikemmia),
disebabkan karena ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan insulin
(Tarwoto dan Wartonah, 2012).
Diabetes mellitus adalah penyakit kronis, pogresif yang dikarakteristikan
dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein awal terjadinya hiperglikemia (kadar gula yang tinggi
dalam darah) (Black dan Hawk 2009).
2. Klasifikasi
Menurut WHO, 1985 dan American Diabetes Association, 2003, diabetes
mellitus diklasifikasikan menjadi:
a. Diabetes mellitus tipe 1 / Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
Diabetes Mellitus yang bergantung pada insulin. Diabetes ini terjadi pada
5% s.d 10% penderita DM. Pasien sangat tergantung pada insulin melalui
penyuntikan untuk mengendalikan gula darah. Diabetes tipe 1 dibesebkan
karena kerusakan sel beta pankreas yang menghasilkan insulin.
Peningkatan gula darah yang tinggi lebih dari 180 mg/100 ml,
menyebabkan glukosa keluar melalui urin (glukosaria).
b. Diabetes mellitus tipe II / Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM). Diabetes mellitus yang tidak tergantung pada insuin. Kurang
lebih 90%- 95% penderita diabetes meliltus tipe ini. Diabetes mellitus
tipe II terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi
insulin) atau akibat penurunan produksi insulin.
c. Diabetes karena malnutrisi
Diabetes ini terjadi akibat malnutrisi, biasanya pada penduduk yang
miskin Gejala yang mungkin muncul:
1) Adanya gejala malnutrisi seperti badan kurus, berat badan kurang dari
80% berat badan ideal.
2) Adanya tanda-tanda malabsorpsi makanan.
3) Usia antara 15-40 tahun.
d. Diabetes sekunder Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan
atau penyakit tertentu, misal penyakit pankreas (pankreatitis, neoplasma,
trauma/ panreatectomy).
e. Diabetes mellitus gestasional Diabetes mellitus yang terjadi pada masa
kehamilan, dapat didiagnosis dengan menggunakan test teloran glukosa,
terjadi pada kira-kira 24 minggu kehamilan. Individu dengan DM
gestasional 25% akan berkembang menjadi DM.
3. Etiologi
a. Diabetes tipe 1 (IDDM / Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
1) Faktor genetik/ hereditar
2) Faktor infeksi virus
3) Faktor imunologi
b. Diabetes tipe II (NIDDM) Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
1) Obesitas
2) Usia
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik
c. Diabetes mellitus malnutrisi
Kekurangan protein kronik
d. Diabetes mellitus tipe lain
1) Penyakit prankreas
2) Penyakit hormonal
3) Obat-obatan
a) Aloxan, streptozokin
b) Derivate thiazide
4. Patofisiologi
a. Skema I
Diabetes mellitus tipe 1
Pada diabetes tipe 1 terdapat ketidakmampuan sel β untuk menghasilkan
insuin karena sel β pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemi pusat terjadi akibat produksi glukosa yang tidak teratur
oleh hati, jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka
mengalami gangguan filtrasi ginjal karena ginjal tidak tahan menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibat glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosaria). Ketika glukosa yang berlebih
diekskresikan kedalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan
dan elektrolit yang berlebihan keadaan ini dinamakan dieresis osmotik,
sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan pasien akan mengalami
peningkatan dalam rasa haus (polidipsi) peningkatan dalam berkemih
(poliuri).
Defesiensi insulin juga akan mengganggu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan, pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polipagi) (Smelzer dan Suzanne).
b. Skema II
Diabetes mellitus tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah yang utama yang berhubungan
dengan insulin yaitu resistensi dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terkait dengan reseptor tersebut khusus pada permukaan sel,
sebagai akibat terkait insulin dengan reseptor tersebut terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam darah.
Untuk mencapai resitensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi yang berlebihan dan kadar glukosa akan
mempertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun demikian jika sel β tidak dapat mengimbangi penigkatan
kebutuhan akan insulin, makan kadar glukosa akan meningakat
(hiperglikemi) meskipun terjadi ganggguan sekresi insulin yang
merupakan DM tipe II, jika tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah
akut yang dinamakan sindrom Hiperglikemi Hiperosmolar Non Ketoik
(HHNK) dan terjadi komplikasi kronik neuropati, retinopati, kelainan
vaskuler (Smelzer dan Suzame, 2002).
5. Manifestasi klinis
a. Polyuria
b. Polydipsia
c. Poliphagia
d. Pruritis
e. Infeksi kulit, kulit gatal
f. Vaginitis
g. Ketonuria
h. Lemah, lelah dan pusing
i. Penglihatan kabur
j. Luka yang tidak sembuh-sembuh (Andra dan Yessi, 2013).
6. Komplikasi
a. Komplikasi akut
1) Koma hiperglikemia
2) Ketoasidosis atau keracunan zat keton
3) Koma hipoglikemia
b. Komplikasi kronis
1) Mikroangiopati
a) Retinopati diabetika
b) Neuropati diabetika
c) Nefropati diabetika
2) Makroangiopati
a) Kelainan pada jantung an pembuluh darah
b) Penyakit vaskuler perifer
c) Gangguan sistem pembuluh darah
3) Gangrene diabetika
4) Disfungsi erektil diabetika
7. Pemeriksaan diagnostik
a. Glukosa plasma sewaktu/rendom >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma sewaktu/nuchter >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma yang diambil 2 jam kemudian setelah mengkonsumsi 75
karbohidrat (2 jam postpandial (PP)) >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
d. Kadar Nitrogen Ureum Darah (bun) berkisar 20-30 mg/dl e
e. Glukosa urine f. Kadar Natrium Serum (Smelzer dan Suzane, 2002).
8. Penatalaksanaan DM
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan DM adalah:
a. Menormalkan fungsi dari insulin dan menurunkan kadar glukosa darah
b. Mencegah komplikasi vaskuler dan neuropati
c. Mencegah terjadinya hipoglikemia dan ketoasidisis
Prinsip penatalaksanaan DM dengan mengontrol gula darah dalam rentang
normal. Ada lima faktor penting yang harus diperhatikan:
a. Penyuluhan atau pendidikan kesehatan
b. Asupan makanan atau manajemen diet
c. Latihan fisik atau olahraga
d. Obat-obatan penurun gula darah
e. Monitoring/ pemantaun.
9. Penatalaksanaan medik
a. Obat golongan sulfonyluria
Obat golongan ini bekerja dengan cara merangsang sel β pankreas untuk
mengeluarkan insulin. Jadi golongan ini hanya bekerja bisa sel β utuh,
menghalangi peningkatan insulin dan menekan pengeluaran urine.
b. Biguanid Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak samapai dibawah
normal dan istimewanya penuh menyebabkan hipoglikemia.
c. Inhibitor α glukosidase Obat bekerja menghambat kerja enzim α
glukosidase diseluruh pencernaan sehingga menurunkan penyerapan
glukosa.
d. Insulin Diabetes mellitus dengan berat badan menurun, diabetes dengan
stres berat (infeksi siskemik, operasi berat).
10. Penatalaksanaan keperawatan
a. Penyuluhan kesehatan tentang diit DM
b. Anjurkan klien rutin melakukan latihan fisik
c. Pertahankan berat badan normal
d. Lakukan perawatan luka dengan prinsip (jika ada luka) (Bruner dan
Suddarth, 2008).
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan klien, baik fisik, mentall, sosial dan lingkungan (Arif Muttaqin,
2011).
Pengkajian diabetes meliputi:
a. Aktivitas/istirahat
Gejala: lemah, letih, sulit bergerak/jalan, kram otot, tonus otot menurun,
gangguan istirahat tidur. Tanda : koma, takhipnea saat istirahat/aktifitas,
takikardia, penurunan kekuatan otot dan disoriensi.
b. Sirkulasi
Gelaja: riwayat hipertensi, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki,
penyembuhan yang lama. Tanda : takikardia, perubahan tekanan darah
postural, nadi menurun/ tidak ada, distrimia, krekel, kulit kering, panas
dan kemerahan, bola mata cekung.
c. Integritas ego
Gejala: stres, tergantung pada orang. Tanda: ansietas, peka rangsang.
d. Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih/poliuri, rasa nyeri,/terbakar, kesulitan
berkemih, nyeri tekan abdomen, diare. Tanda: urin kering, pucat, mual,
poliuri (dapat berubah menjadi oliguria/anuri jika terjadi hipofolemia b
erat) urine berkabut, bau busuk, abdomen keras adanya asites.
e. Makanan/cairan
Gejala: hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mengikuti diet,
peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih,
haus. Tanda: kulit kering/bersisik, turgor kulit tidak elastis,
kekakuan/distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid, bau nafas,
keton.
f. Neurosensori
Gejala: pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, parestesia, gangguan
penglihatan. Tanda: mengantuk, latergi, stupor/koma, gangguan emosi,
kacau mental, aktivitas kejang.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala: abdomen tegang/nyeri. Tanda: wajah meringis, tampak sangat
hati-hati.
h. Pernafasan
Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan tanpa sputum. Tanda:
lapar udara, batuk dengan tanpa sputum, frekuensi pernafasan meningkat.
i. Keamanan
Gejala: kulit kering, gatal, ulkus kulit. Tanda: demam, kulit rusak,
lesu/ulserasi, menurunnya kekuatan umum/rentang gerak.
j. Seksualitas
Gejala: rabas pada vagina, masalah impoten pada pria, kesulitan
organsme pada wanita.
k. Penyuluhan/pembelajaran
Faktor resiko keluarga DM, penyakit jantung, struk, hipertensi,
penyembuhan yang lambat, memerlukan dalam pengaturan diit,
pengobatan, perawatana diri, pemantaun glukosa darah.
2. Diagnosis keperawatan
Diagnosis adalah pernyataan yang menguraikan respon aktual atau
potensial, klien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin
dan berkompeten untuk mengatasinya (Nanda, 2011).
Doagnosis keperawatan yang muncul:
a. Kekurangan cairan b.d dieresis osmotik, dan hiperglikemia, kehilangan
gestrik berlebih : diare, muntah.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakcukupan
insulin input inadekuat, mual.
c. Resiko tinggi terhadap infeksi,/ sepsis b.d penurunan leukosit, kadar gula
tinggi, perubahan sirkulasi.
d. Resiko tinggi perubahan sensori-perseptual b.d ketidakseimbangan
glukosa/insulin/elektrolit.
e. Kelelahan b.d penurunan energi metabolik dibuktiakan dengan
kekurangan energi, ketidakmampuan mempertahankan rutinitas biasanya.
f. Ketidakberdayaan b.d penyakit jangka panjang, ketergantungan pada
orang lain.
g. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan b.d tidakadannya sumber informasi.
3. Rencana keperawatan
Rencana asuhan keperawatan adalah petunjuk tertulis yang menggambarkan
secara tepat mengenai rencana tindakan yang dilakukan terhadap klien
sesuai dengan kebutuhan nya berdasarkan diagnosis keperawatan. Rencana
keperawatan dari diagnosis keperawatan diatas adalah: (Marylin B
Doengoes 2008).
a. Kekurangan cairan b.d dieresis osmotik dan hiperglikemi, kehilangan
gestrik berlebih : diare, muntah.
Kemungkinan dibuktikan oleh : peningkatan haluran urine, kelemahan,
haus dan penurunan berat badan tiba-tiba, kulit/membran mukosa kering,
turgor kulit tidak elastis, takikardi, pengisian kapiler.
Hasil yang diharapkan klien menunjukan hidrasi adekuat dibuktikan oleh
tanda tanda vital stabil, turgor kulit elastis, haluran urine dapat secara
individual, kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi
1) Kaji riwayat klien atau orang terdekat sehubungan dengan lamanya
intensitas pengeluaran berlebih : muntah, poliuri.
2) Pantau tanda tanda vital
3) Catat warna kulit dan kelembabannya
4) Kaji turgor kulit dan pengisian kapailer
5) Pantau input dan output
6) Kolaborasi terapi cairan sesuai indikasi.
Rasional
1) Memantau memperbaiki kekurangan volume cairan.
2) Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia
3) Demam, menggigil, dan diaphoresis merupakan hal umum yang
terjadi pada proses infeksi
4) Indikator tingkat hidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat
5) Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti
6) Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan
respon klien.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakcukupan
insulin input inadekuat, mual.
Dibuktikan oleh input inadekuat, tidak nafsu makan, penurunan berat
badan, kelemahan, kelelahan, tonus otot menurun, diare.
Intervensi
1) Kaji asupan nutrisi klien
2) Berikan makanan cair yang mengandung nutrisi dan elektrolit
3) Berikan makanan selagi hangat
4) Libatkan keluarga dalam perencanaan
5) Observasi tanda-tanda hipoglikemia
6) Timbang berat badan klien
7) Kolaborasi pemeriksaan gula darah
c. Resiko tinggi terhadap infeksi,/ sepsis b.d penurunan leukosit, kadar gula
tinggi, perubahan sirkulasi.
Hasil yang diharapkan infeksi tidak terjadi
Intervensi
1) Kaji adanya tanda-tanda adanya infeksi
2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan mencuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan
3) Pertahankan teknik aseptik prosedur invasif
4) Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh
5) Anjurkan untuk makan dan minum adekuat
6) Kolaborasi tentang pemberian antibiotik yang sesuai
Rasioanal
1) Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang telah mencetuskan
keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nasokomial
2) Mencegah timbulnya infeksi nasokomial
3) Kadar glukosa tinggi akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan
kuman
4) Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada
peningkatan resiko terjadi nya iritasi kulit dan infeksi
5) Menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi
6) Penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis
d. Resiko tinggi perubahan sensori-perseptual b.d ketidakseimbangan
glukosa/insulin/elektrolit
Hasil yang diharapkan mempertahankan tingkat mental biasanya
mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori
Intervensi
1) Kaji tanda tanda vital dan status mental
2) Panggil pasien dengan namanya dan orientasikan sesuai kebutuhan
3) Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak menggunakan istirahat
klien
4) Selidiki adanya keluhan parestesia, nyeri/kehilangan sensori
5) Evaluasi lapang pandang
6) Kolaborasi pemberian obat untuk mengatasinya sesuai indikasi
Rasional
1) Membandingkan temuan abnormal, misalnya suhu tinggi dapat
mempengaruhi status mental
2) Menurunkan kebingungan dan membantu mempertahankan kontak
dengan realitas
3) Meningkatkan tidur menurunkan rasa letih, memperbaiki daya pikir
4) Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman yang berat
5) Edema /lepasnya retina, paralisis otot ektraokuler mengganggu
penglihatan
6) Gangguan dalam proses pikir/potensial terhadap aktifitas kejang
hilang bila keadaan hiperosmolaritas hilang
e. Kelelahan b.d penurunan energi metabolik dibuktikan dengan
kekurangan energi, ketidakmampuan mempertahankan rutinitas biasanya.
Intervensi
1) Kaji nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum dan
sesudah aktivitas
2) Diskusikan dengan pasien kebutuhan aktifitas
3) Berikan aktivitas alternatif dengan istirahat yang cukup
4) Tingkatkan partisipasi klien dalam melakukan aktivitas
Rasional
1) Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi
2) Pendidikan dapat memotivasi meningkatkan aktivitas
3) Mencegah kelelahan yang berlebihan
4) Meningkatkan harga diri/ kepercayaan diri
f. Ketidakberdayaan b.d penyakit jangka panjang, ketergantungan pada
orang lain. Dibuktikan oleh apatis, menarik diri, marah, tidak
berpartisipasi dalam perawatan, penolakan untuk mengekspresikan
perasaan sebenranya Hasil yang diharapakan klien mengakui perasaan
putus asa, mengidentifikasi cara-cara sehat menghadapi masalah,
membantu perencanaan perawatan diri sendiri
Intervensi
1) Kaji bagaimana klien menghadapi masalahnya
2) Anjurkan klien/keluarga untuk mengekspresikan perasaannya
3) Tentukan harapan klien/keluarga
4) Berikan dukungan pada pasien untuk berperan aktif dalam perawatan
diri sendiri
Rasioanl
1) Pengetahuan individu membentu menentukan kebutuhan terhadap
tujuan penanganan
2) Mengidentifikasi area perhatiannya dan memudahkan cara
pencegahan
3) Harapan tidak realitas mengakibatkan perasaan frustasi
4) Meningkatkan perasaan control situasi
g. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan b.d tidakadannya sumber informasi. Kemungkinan
dibuktikan oleh pertanyaan/meminta informasi, mengungkapkan
informasi
Hasil yang diharapakan klien mengungkapkan pemahaman tentang
penyakit, melakukan perubahan gaya hidup, berpartisipasi dalam
pengobatan
Intervensi
1) Ciptakan lingkungan saling percaya dengan penuh perhatian
2) Bekerjasama dengan dalam tujuan belajar
3) Pilih berbagai strategi belajar, misalnya teknik demonstrasi
4) Diskusikan topik utama tenyang DM
Rasional
1) Menanggapi dan memperhatikan perlunya kesediaan pasien dalam
proses belajar
2) Meningkatkan antusias dan kerjasama klien
3) Menggunakan cara berbeda tentang informasi meningkatkan
penyerapan pada individu yang belajar
4) Memberikan informasi tentang DM dan membuat pertimbangan
dalam memilih gaya hidup (Doengoes, Marylin E. 2008).
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah realisasi dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan
yang spesifik (Nursalam, 2009).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana
intervensi dan implementasinya (Nursalam, 2008).

2. Manajemen Asuhan Keperawatan Kasus Sistem Imunologi : Rematik


A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Rematik atau Arthritis Rheumatoid adalah peradangan sendi kronis
yang disebabkan oleh gangguan autoimun. Gangguan autoimun terjadi
ketika sistem kekebalan tubuh yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap
penyusup seperti, bakteri, virus dan jamur, keliru menyerang sel dan
jaringan tubuh sendiri. Pada penyakit Rematik, sistem imun gagal
membedakan jaringan sendiri dengan benda asing, sehingga menyerang
jaringan tubuh sendiri, khususnya jaringan sinovium yaitu selaput tipis yang
melapisi sendi. Hasilnya dapat mengakibatkan sendi bengkak, rusak, nyeri,
meradang, kehilangan fungsi bahkan cacat (Haryono, Setiyaningsih, 2013)
Dari definisi diatas maka dapat di simpulkan penyakit Rematik adalah
penyakit auto imun dengan peradangan yang tersebar diseluruh tubuh,
mencakup keterlibatan sendi dan berbagai berbagai organ di luar persendian.
Peradangan kronis di persendian mengakibatkan kerusakan struktur sendi
yang terkena. Peradangan sendi biasanya mengenai beberapa persendian
sekaligus. Peradangan sendi terjadi akibat sinovitis (radang selaput sendi)
serta pembentukan panus yang mengakibatkan kerusakan pada sendi dan
tulang disekitarnya.
2. Etiologi
Rematik Menurut Khalid Mujahidullah (2012) Rematik merupakan
sindrom yang hingga saat ini terdapat lebih dari 100 macam penyakit yangdi
klasifiikasikan dalam golongan Rematik. Sebagian besar belum dapat
dijelaskan penyebabnya. Pada usia lanjut sebab-sebab gangguan Rematik
atau pada system musculoskeletal dapat di kelompokan sebagiai berikut:
a. Mekanik :
1) penyakit sendi degeneratife (osteoarthritis)
2) Sterosis spinal.
b. Metabolic: Osteoporosis,myxedema, penyakit paget.
c. Berkaitan dengan penyakit keganasan: artropati kasino matosa atau
neurimiopati dan dermatomyosistis, osteoatropati hipertropika.
d. Pengaruh obat :
1) Diuretika dapt menimbulkan GOUT.
2) Lupus eritronatosis sistemik.
e. Radang: polymyalgia Reumatika, temporal (giant cell), atritis gout.
Adapun beberapa faktor yang resiko yang diketahui adalah:
1) Usia lebih dari 40 tahun
2) Jenis kelamin, wanita yang lebih sering
3) Kegemukan dan penyakit metabolik
4) Cedera sendi, pekerjaan dan olahraga
5) Kelainan pertumbuhan
6) Kepadatan tulang dan lain-lain.
3. Patofisiologi
Inflamasi mula-mula terjadi pada sendi-sendi synovial seperti edema,
kongesti vaskuler, eksudat fibrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang
berkelanjutan, synovial menjadi menbal, terutama pada sendi artiluar
kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk panus atau
penut yang menutupi kartilago. Panus masuk ke tulang subchondria.
Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada
nutrisi kartilago artikuler. Kartilago menjadi nekrosis, tingkat erosi dari
kartilago menetukan tingkat ketidak mampuan sendi. Bila kerusakan
kartilago sangat luas maka menjadi adhesi di antara permukaan sendi,
karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago
dan tulang menyebabkan tendon dan ligament menjadi lemah dan bisa
menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendiaan. Invasi dari tulang
subchondrial bisa menyebabkan osteoporosis setempat.
Lamanya athrtitis rheumatoid berbeda dari tiap orang. Di tandai dengan
masa adanya serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang
yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi.
Dan ada juga klien terutama yang mempunyai faktor rheumatoid (seropositif
gangguan rheumatoid) gangguan akan menjadi kronis yang progresif
(Mujahidullah, 2012, h. 81-82).
4. Tanda gejala
Pada setiap orang gejala Rematik yang dirasakan berbeda-beda, berikut
adalah beberpa tanda dan gejala umum yang dirasakan dari penyakit
Rematik:
a. Kekauan pada dan seputar sendi yang berlangsung sekitar 30-60 menit di
pagi hari.
b. Bengkak pada beberapa sendi pada saat yang bersamaan.
c. Bengkak dari nyeri pada umunya terjadi pada sendi-sendi tangan.
d. Bengkak dan nyeri umunya terjadi dengan pola yang simetris (nyeri pada
sendi yang sama di kedua sisi tubuh) dan umumya menyerang sendi
pergelangan tangan.
e. Sakit atau radang dan terkadang bengkak dibagian persendiaan
pergelangan jari, tangan, kaki, bahu, lutut, pinggang, punggung dan
sekitar leher.
f. Sakit Rematik dapat berpindah-pindah tempat dan bergantian bahkan
sekaligus diberbagai persendian.
g. Sakit Rematik kambuh biasanya pada saat cuaca mendung saat mau
hujan setelah mengkonsumsi makanan pantangan seperti; sayur bayam,
kangkung, kelapa, santan, dan lain-lain (Haryono dan Setianingsih, 2013,
h. 10).

5. Pemeriksaan penunjang
a. Tes seroligi
1) BSE positif
2) Darah, bisa terjadi anemia dan leukositis
3) Rheumatoid faktor terjadi 50-90% penderita
b. Pemeriksaan radiologi
1) Periarticular osteoporosis, permulaan sendi-sendi erosis
2) Kelanjutan penyakit: ruang sendi menyempit, subluksasi dan ankilosis
c. Aspirasi sendi
1) Cairan synovial menunjukan adanya proses radang aseptic, cairan dari
sendi di kultur dan bisa diperiksa secara makrosop (Mujahidullah ,
2012, h. 83)
6. Penatalaksanaa medik
a. Medikamentosa
Tidak ada pengobatan medikamentosa yang spesifik, hanya bersifat
simtomatik. Obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) bekerja hanya
sebagai analgentik dan mengurangi peradangtan, tidak mampu
menghentikan proses patologis.
1) Analgetik yang daapt dipakai adalah asetaminofen dosis2,6-4 g/hr
atau propeksifen HCL. Asam salisilat juga cukup efektif namun
perhatikan efek samping pada saluran cerna dan ginjal.
2) Jika tidak berpengaruh atau jika terdapat tanda peradangan, maka
OAINS seprti fenoprofin, piroksikam, ibuprofen, dan sebagianya dapt
digunakan. Dosis untuk osteoarthritis biasanya ½-1/3 dosis penuh
untuk arthritis rheumatoid. Oleh karena itu pemakaian biasanya untuk
jangka panjang, efek samping utama adalah ganguan mukosa lambung
dan gangguan faal ginjal
b. Perlindungan sendi dengan koreksi postur tubuh yang buruk, penyangga
utuk lordosis lumbal, menghindari aktivitas yang berlebihan pada sendi
yang sakit, dan pemakaian alat-alat untuk meringankan kerja sendi.
c. Diet untuk menurunkan berat badan dapat mengurangi timbulnya
keluhan.
d. Dukungan psikososial.
e. Persoalan seksual, terutama pada pasien dengan osteartritis di tulang
belakang.
f. Fisioterapi dengan pemakaian panas dan dingin, serta program latihan
yang tepat.
g. Operasi dipertimbangkan pada pasien dengan kerusakan sendi yang
nyata, dengan nyeri yang menetap, dan kelemahan fungsi (Mujahidullah,
2012, h. 83-84)
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Nama, umur, jenis kelamin, status, alamat, pekerjaan,
penanggung jawab.Data dasar pengkajian penerima manfaat tergantung
pada keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya (misalnya mata,
jantung, paru-paru, ginjal), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi
dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
b. Keluhan utama Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan
penyakit Rematik adalah klien mengeluh nyeri
c. Riwayat penyakit sekarang Berupa uraian pada mengenal penyakit yang
diderita oleh klien dadri mulai timbulnya keluhan yang dirasakan.
d. Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit kesehatan yang dulu sperti
riwayat penyakit musculoskeletal sebelumnya
e. Riwayat penyakit keluarga Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada
yang menderita penyakit yang sama.
f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum Keadaan umum klien lansia yang mengalami
gangguan musculoskeletal biasanya lemah
2) Kesadaran Kesadaran klien biasanya composmentis dan apatis
3) Tanda- tanda vital a) Suhu b) Nadi c) Pernafasan d) Tekanan darah
4) Pemeriksaan Review Of System
a) System pernafasan (B1: Breathing) Dapat ditemukan peningkatan
frekuensi nafas atau masih dalam batas normal.
b) System sirkulasi (B2: Bleeding) Kaji adanya penyakit jantung,
frekuensi nadi apika;, sirkulasi perifer, warna dan kehangatan.
c) System persarafan (B3: Brain) Kaji adanya hilangnya gerakan/
sensai, spasme otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi. Pergerakan
mata/kejelasan melihat, dilatasi pupil.
d) System perkemihan (B4: Bleder) Perubahan pola perkemihan,
seperti disuria, distensi kandung kemih, warna dan bau urin.
e) Sitem pencernaan (B5: Bowel) Konstipasi, konsistensi feses,
frekuensi eliminasi, auskultasi bising usus, anoreksia, adanya
distensi abdomen, nyeri tekan abdomen.
f) System musculoskeletal (B6: Bone) kaji adanya nyeri berat tiba-
tiba/mungkin, terlokasi pada area jaringan, dapat berkurang pada
imobilisasi, kekuatan, otot, kontraktur, atrofi oto, laserasi kulit dan
perubahan warna.
5) Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana pola hidup sehat
b) Pola nutrisi Mengambarkan masukan nutrisi, balance cairan, nafsu
makan, pola makan, diet, kesulitan menelan, mual/muntah dan
makanan kesukaan.
c) Pola eliminasi Menggambarkan pola fungsi ekskresi, kandung
kemih, defekasi, ada tidaknya masalah defekasi, masalah nutrisi.
d) Pola istirahat tidur menggambarkan pola tidur, istirahat dan
persepsi terhadap energy, jumlah tidur malam dan siang, masalah
tidur
e) Pola hubungan dan peran Mnggambarkan dan mengetahui
hubungfan peran klien terhadap anggota keluarga dan masyarakat
tempat tinggal, pekerjaan, tidak punya rumah, masalah keuangan.
Pengkajian APGAR keluarga.
f) Pola sensori kognitif Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif.
Pola sensori meliputi pengkajian pengelihatan, pendengaran,
perasaan, pembau. Pengkajian ststus mental menggunakan Tabel
Short Portable Mental Status Quesionare (SPMSQ).
g) Pola persepsi dan konsep diri Menggambarkan sikap tentang diri
sendiri dan persepsi terhadap kemampuan konsep diri. Konsep diri
menggambarkan gambaran diri, harga diri, peran, identitas diri.
Manusia sebagai system terbuka dan mahkluk biopsiko—sosio-
kultural-spiritual, kecemasan, ketakutan, dan dampak terhadap
sakit. Pengkajian tingkat Depresi menggunakan Tabel Inventaris
Depresi Back.
h) Pola seksual dan reproduksi Menggambarkan kepuasan masalah
terhadap seksualitas
i) Pola mekanisme koping Menggambarkan kemampuan untuk
menangani strees
j) Pola tata nilai dan kepercayaan Menggambarkan dan menjelaskan
pola nilai keyakinan termasuk spiritual (Aspiani, 2014, h. 261-264)
2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan agen pencedera distensi jaringan
oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
b. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal.
Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri kronik
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal;
penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi
(Nanda, 2017)
3. Intervensi Keperawatan
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah realisasi dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan
yang spesifik (Nursalam, 2009).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana
intervensi dan implementasinya (Nursalam, 2008).
3. Manajemen Asuhan Keperawatan Kasus Sistem Pencernaan : Diare
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Diare menurut Mansjoer (2000) adalah frekuensi defekasi encer lebih
dari 3 x sehari dengan atau tanpa daerah atau tinja yang terjadi secara
mendadak berlangsung kurang dari tujuh hari yang sebelumnya sehat.
Sedangkan menurut Suruadi (2001) Diare adalah kehilangan cairan dan
elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih
BAB dengan bentuk tinja yang encer atau cair. Dan menurut Ngastiyah
(2005) Diare adalah BAB dengan jumlah tinja yang banyak dari biasanya,
dengan tinja yang berbentuk cairan atau setengah cair dapat pula disertai
frekuensi defekasi yang meningkat.
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair
atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari
biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria
frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air
besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.
2. Etiologi
Faktor infeksi diare menurut Ngastiyah (2005).
1) Infeksi enteral : Infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare
Infeksi bakteria : vibrio, E. coli, salmonella campilo baster.
Infeksi virus : Rotavirus, calcivilus, Enterovirus, Adenovirus, Astrovirus.
Infeksi parasit : cacing (ascaris, oxyuris), protozoa (entamoba histolica,
giardia lambia), jamur (candida aibicans).
2) Infeksi Parenteral : Infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti
Tonsilitis, broncopneumonia, Ensefalitis, meliputi :
Faktor Malabsobsi : karbohidrat, lemak, protein
Faktor makanan : basi, racun, alergi.
Faktor psikologis : rasa takut dan cemas.
3. Manifestasi Klinik
1) Beberapa tanda dan gejala tentang diare menurut Suriadi (2001) antara
lain Sering BAB dengan konsistensi tinja cair atau encer.
2) Terdapat luka tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelek (elastisitas
kulit menurun) ubun-ubun dan mata cekung, membran mukosa kering.
3) Kram abdominal.
4) Demam.
5) Mual dan muntah.
6) Anoreksia.
7) Lemah.
8) Pucat.
9) Perubahan TTV, nadi dan pernafasan cepat.
10) Menurun atau tidak ada pengeluaran urin.
4. Patofisiologi
Menurut Suriadi (2001), patofisiologi dari Gastroenteritis adalah
meningkatnya motilitas dan cepatnya pengosongan pada intestinal
merupakan akibat dari gangguan absorbsi dan ekskresi cairan dan elektrolit
yang berlebihan, cairan sodium, potasium dan bikarbonat berpindah dari
rongga ekstraseluler kedalam tinja, sehingga mengakibatkan dehidrasi
kekurangan elektrolit dan dapat terjadi asidosis metabolik.
Diare yang terjadi merupakan proses dari transpor aktif akibat
rangsangan toksin bakteri terhadap elektrolit ke dalam usus halus, sel dalam
mukosa intestinal mengalami iritasi dan meningkatnya sekresi cairan dan
elektrolit. Mikroorganisme yang masuk akan merusak sel mukosa intestinal
sehingga mengurangi fungsi permukaan intestinal. Perubahan kapasitas
intestinal dan terjadi gangguan absorbsi cairan dan elektrolit. Peradangan
akan menurunkan kemampuan intestinal untuk mengabsorbsi cairan dan
elektrolit dan bahan-bahan makanan ini terjadi pada sindrom malabsorbsi.
Peningkatan motilitas intestinal dapat mengakibatkan gangguan absorbsi
intestinal.
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ada 3 macam
yaitu:
1) Gangguan Osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan dalam rongga yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus. Isi rongga usus yang
berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga
timbul diare.
2) Gangguan sekresi akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada
dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam
rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi
rongga usus.
3) Gangguan motilitas usus Hiperperistaltik akan mengakibatkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga
timbul diare.
Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri
kambuh berlebihan, selanjutnya timbul diare pula. Dari ketiga
mekanisme diatas menyebabkan :
a. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan
gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik hipokalemia)
b. Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran
bertambah)
c. Hipoglikemia
d. Gangguan sirkulasi darah
5. Pathway
6. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari diare menurut Suriadi (2001) adalah :
1) Hipokalemia (dengan gejala matiorisme hipotoni otot lemah bradikardi
perubahan elektrokardiogram).
2) Hipokalsemia
3) Cardiac dysrhythimias akibat hipokalemia dan hipokalsemia.
4) Hiponatremi.
5) Syok hipovalemik.
6) Asidosis
7) Dehidrasi
7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang diare menurut Suriadi (2001) adalah :
1) Riwayat alergi pada obat-obatan atau makanan.
2) Pemeriksaan intubasi duodenum.
3) Pemeriksaan elektrolit dan creatinin.
4) Pemeriksaan tinja, PH, Leukosit, glukosa, dan adanya darah.
Adapun Pemeriksaan penunjang yang lain menurut Mansjoer (2000)
1) Pemeriksaan tinja: Makroskopis dan mikroskopis PH dan kadar gula juga
ada intoleransi gula biarkan kuman untuk mencari kuman penyebab dan
uji retensi terhadap berbagai antibiotik.
2) Pemeriksaan darah: perifer lengkap, Analisa Gas Darah (AGD), elektrolit
(terutama Na, K, Ca, P Serum pada diare yang disertai kejang).
3) Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin darah untuk mengetahui faal
ginjal.
4) Duodenal intubation untuk mengetahui kuman penyebab secara
kuantitatif dan kualitatif terutama pada diare kronik.
8. Penatalaksanaan Medis
1) Penatalaksanaan medis menurut Biddulp and Stace (1999) adalah
pengobatan dengan cara pengeluaran diet dan pemberian cairan.
a. Diare tanpa dehidrasi memerlukan cairan tambahan berupa apapun
misalnya air gula, sari buah segar, air teh segar, kuah sup, air tajin,
ASI. Jangan memberikan air kembang gula, sari buah air dalam botol
karena cairan yang terlalu banyak mengandung gula akan
memperburuk diare.
b. Diare dengan dehidrasi sedang memerlukan cairan khusus yang
mengandung campuran gula dan garam yang disebut larutan dehidrasi
oral ( LRO ). LRO ini dibuat dengan mencampurkan sebungkus garam
rehidrasi kedalam 1 liter air bersih.
c. Diare dengan dehidrasi berat memerlukan cairan intravena disamping
LRO.
2) Penatalaksanaan keperawatan menurut Nelson (1999) antara lain :
a. Penderita yang dirawat inap harus ditempatkan pada tindakan
pencegahan enterik termasuk cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan penderita.
b. Jas panjang bila ada kemungkinan pencernaan dan sarung tangan bila
menyentuh barang terinfeksi.
c. Penderita dan keluarganya dididik mengenal cara perolehan entero
patogen dan cara mengurangi penularan.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian menurut Doenges (2000)
1) Aktivitas / istirahat
Gejala: Gangguan pola tidur, misalnya insomnia dini hari, kelemahan,
perasaan ‘hiper’ dan ansietas, peningkatan aktivitas / partisipasi dalam
latihan-latihan energi tinggi.
Tanda: Periode hiperaktivitasi, latihan keras terus-menerus.
2) Sirkulasi
Gejala: Perasaan dingin pada ruangan hangat.
Tanda: TD rendah takikardi, bradikardia, disritmia.
3) Integritas ego
Gejala: Ketidakberdayaan / putus asa gangguan (tak nyata) gambaran dari
melaporkan diri-sendiri sebagai gendut terusmenerus memikirkan bentuk
tubuh dan berat badan takut berat badan meningkat, harapan diri tinggi,
marah ditekan.
Tanda: Status emosi depresi menolak, marah, ansietas.
4) Eliminasi
Gejala: Diare / konstipasi, nyeri abdomen dan distress, kembung,
penggunaan laksatif / diuretik.
5) Makanan, cairan
Gejala: Lapar terus-menerus atau menyangkal lapar, nafsu makan normal
atau meningkat.
Tanda: Penampilan kurus, kulit kering, kuning / pucat, dengan turgor buruk,
pembengkakan kelenjar saliva, luka rongga mulut, luka tenggorokan terus-
menerus, muntah, muntah berdarah, luka gusi luas.
6) Higiene
Tanda: Peningkatan pertumbuhan rambut pada tubuh, kehilangan rambut
(aksila / pubis), rambut dangkal / tak bersinar, kuku rapuh tanda erosi email
gigi, kondisi gusi buruk
7) Neurosensori
Tanda: Efek depresi (mungkin depresi) perubahan mental (apatis, bingung,
gangguan memori) karena mal nutrisi kelaparan.
8) Nyeri / kenyamanan
Gejala: Sakit kepala.
9) Keamanan
Tanda: Penurunan suhu tubuh, berulangnya masalah infeksi.
10) Interaksi sosial
Gejala: Latar belakang kelas menengah atau atas, Ayah pasif / Ibu dominan
anggota keluarga dekat, kebersamaan dijunjung tinggi, batas pribadi tak
dihargai, riwayat menjadi diam, anak yang dapat bekerja sama, masalah
control isu dalam berhubungan, mengalami upaya mendapat kekuatan.
11) Seksualitas
Gejala: Tidak ada sedikitnya tiga siklus menstruasi berturut-turut,
menyangkal / kehilangan minat seksual.
Tanda: Atrofi payudara, amenorea.
12) Penyuluhan / pembelajaran
Gejala: Riwayat keluarga lebih tinggi dari normal untuk insiden depresi
keyakinan / praktik kesehatan misalnya yakin makanan mempunyai terlalu
banyak kalori, penggunaan makanan sehat.
2. Intervensi
1) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan out put
yang berlebihan dengan intrake yang kurang (Carpenito, 2000).
Tujuan: Kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil: Turgor kulit elastis dan mukosa bibir lembab
Intervensi:
a. Kaji status dehidrasi: mata, tugor kulit dan membran mukosa
Rasional: Menunjukkan kehilangan cairan berlebihan atau dehidrasi.
b. Kaji pemasukan dan pengeluaran cairan
Rasional: Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan, fungsi
ginjal dan kontrol penyakit usus juga merupakan pedoman untuk
pengganti cairan.
c. Monitor TTV
Rasional: Dapat membantu mengevaluasi pernyataan verbal dan
keefektifan intervensi.
d. Pemeriksaan laboratorium sesuai program : elektrolit, Hb, Ph, dan
albumin.
Rasional: Untuk menentukan kebutuhan penggantian dan keefektifan
terapi.
e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat anti diare dan
antibiotik.
Rasional: Untuk memperbaiki ketidak seimbangan cairan / elektrolit
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan muntah
(Carpenito, 2000).
Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil: BB klien kembali normal dan nafsu makan meningkat
Intervensi:
a. Timbang BB tiap hari
Rasional: Untuk memberikan info tentang kebutuhan diet atau
keefektifan terapi.
b. Monitor intake dan out put
Rasional: Untuk mengetahui berapa banyak masukan dan pengeluaran
cairan ke dalam tubuh.
c. Hindari makanan buah-buahan dan hindari diet tinggi serat.
Rasional: Memungkinkan aliran usus untuk memastikan kembali proses
pencernaan, protein perlu untuk integritas jaringan.
d. Lakukan kebersihan mulut setiap habis makan
Rasional: Mulut yang bersih dapat menigkatkan rasa makanan.
e. Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional: membantu kebutuhan nutrisi pasien dalam perubahan
pencernaan dan fungsi usus.
3) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi. (Doenges, 2001)
Tujuan: Hipertermi teratasi
Kriteria hasil: Tubuh tidak panas dan suhu tubuh normal (S: 36-37)
Intervensi:
a. Observasi vital sign
Rasional: Membantu mengevaluasi pernyataan verbal dan keefektifan
intervensi.
b. Berikan kompres air hangat
Rasional: Untuk mengurangi / menurunkan rasa panas yang disebabkan
oleh infeksi.
c. Anjurkan pasien dan keluarga untuk memberikan banyak minum.
Rasional: Untuk mengurangi dehidrasi yang disebabkan oleh out put
yang berlebihan.
d. Anjurkan pasien dan keluarga untuk memberikan pakaian tipis, longgar
dan menyerap keringat
Rasional: Agar pasien merasa nyaman.
e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti piretik
Rasional: Untuk membantu memulihkan kondisi tubuh dan mengurangi
terjadinya infeksi.
4) Kerusakan integritas kulit behubungan dengan sering BAB (Suriadi, 2001)
Tujuan: Kerusakan integritas kulit teratasi
Kriteria hasil: Kulit utuh dan tidak ada lecet pada area anus.
a. Kaji kerusakan kulit atau iritasi setiap BAB
Rasional: Untuk mengetahui tanda-tanda iritasi pada kulit misal :
kemerahan pada luka..
b. Ajarkan selalu cuci tangan sebelum dan sesudah mengganti pakaian
Rasional: Untuk mempertahankan teknik aseptic atau antiseptik.
c. Hindari pakaian dan pengalas tempat tidur yang lembab
Rasional: Untuk menghindari pada daerah anus terdapat kuman, bakteri,
karena bakteri suka daerah yang lembab.
d. Observasi keadaan kulit
Rasional: Pada daerah ini meningkat resikonya untuk kerusakan dan
memerlukan pengobatan lebih intensif.
e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat
Rasional: Untuk membantu memulihkan kondisi badan.
5) Gangguan eliminasi BAB: Diare berhubungan dengan peningkatan
frekuensi defekasi (Doenges, 1999).
Tujuan: BAB dengan konsistensi lunak / lembek, warna kuning.
Kriteria hasil: Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan rasional
program pengobatan dan meningkatkan fungsi usus mendekati normal.
Intervensi:
a. Observasi / catat frekuensi defekasi, karakteristik dan jumlah
Rasional: Diare sering terjadi setelah memulai diet.
b. Dorong diet tinggi serat dalam batasan diet, dengan masukan cairan
sedang sesuai diet yang dibuat
Rasional: Meningkatkan konsistensi feses meskipun cairan perlu untuk
fungsi tubuh optimal, kelebihan jumlah mempengaruhi diare.
c. Batasi masukan lemak sesuai indikasi
Rasional: Diet rendah lemak menurunkan resiko feses cairan dan
membatasi efek laksatif penurunan absorbsi lemak.
d. Awasi elektrolit serum
Rasional: Peningkatan kehilangan gaster potensial resiko
ketidakseimbangan elektrolit, dimana dapat menimbulkan komplikasi
lebih serius / mengancam.
e. Berikan obat sesuai indikasi anti diare
Rasional: Mungkin perlu untuk mengontrol frekuensi defekasi sampai
tubuh mengatasi perubahan akibat bedah.
4. Manajemen Asuhan Keperawatan Kasus Sistem Perkemihan :
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Infeksi saluran kemih adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk
mengatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Infeksi
saluran kemih dapat mengenai baik laki-laki maupun perempuan dari semua
umur baik pada anak-anak remaja, dewasa maupun pada umur lanjut. Akan
tetapi, dari dua jenis kelamin ternyata wanita lebih sering dari pria dengan
angka populasi umum, kurang lebih 5 – 15 %.
Infeksi saluran kemih pada bagian tertentu dari saluran perkemihan yang
disebabkan oleh bakteri terutama scherichia coli ; resiko dan beratnya
meningkat dengan kondisi seperti refluks vesikouretral, obstruksi saluran
perkemihan, statis perkemiha, pemakaian instrumen uretral baru,
septikemia.
Infeksi traktus urinarius pada pria merupakan akibat dari menyebarnya
infeksi yang berasal dari uretra seperti juga pada wanita. Namun demikian,
panjang uretra dan jauhnya jarak antara uretra dari rektum pada pria dan
adanya bakterisidal dalam cairan prostatik melindungi pria dari infeksi
traktus urinarius. Akibatnya UTI paa pria jarang terjadi, namun ketika
gangguan ini terjadi kali ini menunjukkan adanya abnormalitas fungsi dan
struktur dari traktus urinarius.
2. Etiologi
Bakteri (Eschericia coli) Jamur dan virus Infeksi ginjal Prostat hipertropi
(urine sisa)
3. Anatomi Fisiologi
Sistem perkemihan atau sistem urinaria terdiri atas, dua ginjal yang
fungsinya membuang limbah dan substansi berlebihan dari darah, dan
membentuk kemih dan dua ureter, yang mengangkut kemih dari ginjal ke
kandung kemih (vesika urinaria) yang berfungsi sebagai reservoir bagi
kemih dan urethra. Saluran yang menghantar kemih dari kandung kemih
keluar tubuh sewaktu berkemih. Setiap hari ginjal menyaring 1700 L darah,
setiap ginjal mengandung lebih dari 1 juta nefron, yaitu suatu fungsional
ginjal. Ini lebih dari cukup untuk tubuh, bahkan satu ginjal pun sudah
mencukupi. Darah yang mengalir ke kedua ginjal normalnya 21 % dari
curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit.
Masing-masing ginjal mempunyai panjang kira-kira 12 cm dan lebar 2,5 cm
pada bagian paling tebal. Berat satu ginjal pada orang dewasa kira-kira 150
gram dan kira-kira sebesar kepalang tangan. Ginjal terletak retroperitoneal
dibagian belakang abdomen. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari ginjal
kiri karena ada hepar disisi kanan. Ginjal berbentuk kacang, dan permukaan
medialnya yang cekung disebut hilus renalis, yaitu tempat masuk dan
keluarnya sejumlah saluran, seperti pembuluh darah, pembuluh getah
bening, saraf dan ureter.
Panjang ureter sekitar 25 cm yang menghantar kemih. Ia turun ke bawah
pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum. Di pelvis menurun
ke arah luar dan dalam dan menembus dinding posterior kandung kemih
secara serong (oblik). Cara masuk ke dalam kandung kemih ini penting
karena bila kandung kemih sedang terisi kemih akan menekan dan menutup
ujung distal ureter itu dan mencegah kembalinya kemih ke dalam ureter.
Kandung kemih bila sedang kosong atau terisi sebagian, kandung kemih ini
terletak di dalam pelvis, bila terisi lebih dari setengahnya maka kandung
kemih ini mungkin teraba di atas pubis. Peritenium menutupi permukaan
atas kandung kemih. Periteneum ini membentuk beberapa kantong antara
kandung kemih dengan organ-organ di dekatnya, seperti kantong
rektovesikal pada pria, atau kantong vesiko-uterina pada wanita. Diantara
uterus dan rektum terdapat kavum douglasi.
Uretra pria panjang 18-20 cm dan bertindak sebagai saluran untuk sistem
reproduksi maupun perkemihan. Pada wanita panjang uretra kira-kira 4 cm
dan bertindak hanya sebagai system Perkemihan. Uretra mulai pada
orifisium uretra internal dari kandung kemih dan berjalan turun dibelakang
simpisis pubis melekat ke dinding anterior vagina. Terdapat sfinter internal
dan external pada uretra, sfingter internal adalah involunter dan external
dibawah kontrol volunter kecuali pada bayi dan pada cedera atau penyakit
saraf.
4. Patofisiologi
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui :
a. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat terdekat.
b. Hematogen.
c. Limfogen.
d. Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya infeksi saluran kemih yaitu :
Bendungan aliran urine :
a. Anatomi konginetal.
b. Batu saluran kemih.
c. Oklusi ureter (sebagian atau total).
Refluks vesi ke ureter.
Urine sisa dalam buli-buli karena :
a. Neurogenik bladder.
b. Striktur uretra.
c. Hipertropi prostat.
Gangguan metabolik.
a. Hiperkalsemia.
b. Hipokalemia
c. Agamaglobulinemia.
Instrumentasi
Dilatasi uretra sistoskopi.
Kehamilan
Faktor statis dan bendungan.
PH urine yang tinggi sehingga mempermudah pertumbuhan kuman.
Infeksi tractus urinarius terutama berasal dari mikroorganisme pada
faeces yang naik dari perineum ke uretra dan kandung kemih serta
menempel pada permukaan mukosa. Agar infeksi dapat terjadi, bakteri
harus mencapai kandung kemih, melekat pada dan mengkolonisasi
epitelium traktus urinarius untuk menghindari pembilasan melalui
berkemih, mekanisme pertahan penjamu dan cetusan inflamasi.
Inflamasi, abrasi mukosa uretral, pengosongan kandung kemih yang
tidak lengkap, gangguan status metabolisme (diabetes, kehamilan, gout)
dan imunosupresi meningkatkan resiko infeksi saluran kemih dengan
cara mengganggu mekanisme normal.
5. Macam-macam ISK (yang sering terjadi) :
a. Uretritis (uretra)
Uretritis suatu inflamasi biasanya adalah suatu infeksi yang menyebar
naik yang digolongkan sebagai general atau mongonoreal. Uretritis
gOnoreal disebabkan oleh niesseria gonorhoeae dan ditularkan melalui
kontak seksual. Uretritis nongonoreal; uretritis yang tidak berhubungan
dengan niesseria gonorhoeae biasanya disebabkan oleh klamidia
frakomatik atau urea plasma urelytikum.
b. Sistisis (kandung kemih)
Sistitis (inflamasi kandung kemih) yang paling sering disebabkan oleh
menyebarnya infeksi dari uretra. Hal ini dapat disebabkan oleh aliran
balik urine dari uretra ke dalam kandung kemih (refluks urtrovesikal),
kontaminasi fekal, pemakaian kateter atau sistoskop.
c. Pielonefritis (ginjal)
Pielonefritis (infeksi traktus urinarius atas) merupakan infeksi bakteri
piala ginjal, tobulus dan jaringan intertisial dari salah satu atau kedua
ginjal. Bakteri mencapai kandung kmih melalui uretra dan naik ke
ginjal meskipun ginjal 20 % sampai 25 % curah jantung; bakteri jarang
mencapai ginjal melalui aliran darah ; kasus penyebaran secara
hematogen kurang dari 3 %.
Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi berulang, dan biasanya
dijumpai pada individu yang mengidap batu, obstruksi lain, atau refluks
vesikoureter. Sistitis (inflamasi kandung kemih) yang paling sering
disebabkan oleh menyebarnya infeksi dari uretra. Hal ini dapat
disebabkan oleh aliran balik urine dari uretra ke dalam kandung kemih
(refluks urtrovesikal), kontaminasi fekal, pemakaian kateter atau
sistoskop.
Gambaran Klinis :
Uretritis biasanya memperlihatkan gejala :
1. Mukosa memerah dan oedema
2. Terdapat cairan eksudat yang purulent
3. Ada ulserasi pada urethra
4. Adanya rasa gatal yang menggelitik
5. Good morning sign
6. Adanya nanah awal miksi
7. Nyeri pada saat miksi
8. Kesulitan untuk memulai miksi
9. Nyeri pada abdomen bagian bawah.
Sistitis biasanya memperlihatkan gejala :
1. Disuria (nyeri waktu berkemih)
2. Peningkatan frekuensi berkemih
3. Perasaan ingin berkemih
4. Adanya sel-sel darah putih dalam urin
5. Nyeri punggung bawah atau suprapubic
6. Demam yang disertai adanya darah dalam urine pada kasus yang
parah.
Pielonefritis akut biasanya memperihatkan gejala :
1. Demam
2. Menggigil
3. Nyeri pinggang
4. Disuria
Pielonefritis kronik mungkin memperlihatkan gambaran mirip dengan
pielonefritis akut, tetapi dapat juga menimbulkan hipertensi dan akhirnya dapat
menyebabkan gagal ginjal.
Komplikasi :
1. Pembentukan Abses ginjal atau perirenal
2. Gagal ginjal
7. Pemeriksaan diagnostik
Urinalisis
1. Leukosuria atau piuria terdapat > 5 /lpb sedimen air kemih
2. Hematuria 5 – 10 eritrosit/lpb sedimen air kemih.
Bakteriologis
1. Mikroskopis ; satu bakteri lapangan pandang minyak emersi.
2. 103 organisme koliform/mL urin plus piuria.
3. Tes kimiawi; tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna
pada uji carik.
8. Pengobatan penyakit ISK
a. Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun
gram negatif.
b. Apabila pielonefritis kroniknya disebabkan oleh obstruksi atau
refluks, maka diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi
masalah-masalah tersebut.
c. Dianjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk
membilas microorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk
wanita harus membilas dari depan ke belakang untuk menghindari
kontaminasi lubang urethra oleh bakteri faeces.

Anda mungkin juga menyukai