Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
NIM : 2019.C.11a.1002
Prodi : S1 Keperawatan Tingkat 2 A
Mata Kuliah : Keperawatan Medikal Bedah II
Dosen Pengajar : Karmitasari Yanra Kantimenta, Ners., M.Kep
Materi Pokok : Manajemen asuhan keperawatan pada pasien dewasa
Bahan Kajian : Manajemen asuhan keperawatan pada kasus sistem :
1. Endokrin
2. Imunologi
3. Pencernaan
4. Perkemihan
5. Pemeriksaan penunjang
a. Tes seroligi
1) BSE positif
2) Darah, bisa terjadi anemia dan leukositis
3) Rheumatoid faktor terjadi 50-90% penderita
b. Pemeriksaan radiologi
1) Periarticular osteoporosis, permulaan sendi-sendi erosis
2) Kelanjutan penyakit: ruang sendi menyempit, subluksasi dan ankilosis
c. Aspirasi sendi
1) Cairan synovial menunjukan adanya proses radang aseptic, cairan dari
sendi di kultur dan bisa diperiksa secara makrosop (Mujahidullah ,
2012, h. 83)
6. Penatalaksanaa medik
a. Medikamentosa
Tidak ada pengobatan medikamentosa yang spesifik, hanya bersifat
simtomatik. Obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) bekerja hanya
sebagai analgentik dan mengurangi peradangtan, tidak mampu
menghentikan proses patologis.
1) Analgetik yang daapt dipakai adalah asetaminofen dosis2,6-4 g/hr
atau propeksifen HCL. Asam salisilat juga cukup efektif namun
perhatikan efek samping pada saluran cerna dan ginjal.
2) Jika tidak berpengaruh atau jika terdapat tanda peradangan, maka
OAINS seprti fenoprofin, piroksikam, ibuprofen, dan sebagianya dapt
digunakan. Dosis untuk osteoarthritis biasanya ½-1/3 dosis penuh
untuk arthritis rheumatoid. Oleh karena itu pemakaian biasanya untuk
jangka panjang, efek samping utama adalah ganguan mukosa lambung
dan gangguan faal ginjal
b. Perlindungan sendi dengan koreksi postur tubuh yang buruk, penyangga
utuk lordosis lumbal, menghindari aktivitas yang berlebihan pada sendi
yang sakit, dan pemakaian alat-alat untuk meringankan kerja sendi.
c. Diet untuk menurunkan berat badan dapat mengurangi timbulnya
keluhan.
d. Dukungan psikososial.
e. Persoalan seksual, terutama pada pasien dengan osteartritis di tulang
belakang.
f. Fisioterapi dengan pemakaian panas dan dingin, serta program latihan
yang tepat.
g. Operasi dipertimbangkan pada pasien dengan kerusakan sendi yang
nyata, dengan nyeri yang menetap, dan kelemahan fungsi (Mujahidullah,
2012, h. 83-84)
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Nama, umur, jenis kelamin, status, alamat, pekerjaan,
penanggung jawab.Data dasar pengkajian penerima manfaat tergantung
pada keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya (misalnya mata,
jantung, paru-paru, ginjal), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi
dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
b. Keluhan utama Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan
penyakit Rematik adalah klien mengeluh nyeri
c. Riwayat penyakit sekarang Berupa uraian pada mengenal penyakit yang
diderita oleh klien dadri mulai timbulnya keluhan yang dirasakan.
d. Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit kesehatan yang dulu sperti
riwayat penyakit musculoskeletal sebelumnya
e. Riwayat penyakit keluarga Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada
yang menderita penyakit yang sama.
f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum Keadaan umum klien lansia yang mengalami
gangguan musculoskeletal biasanya lemah
2) Kesadaran Kesadaran klien biasanya composmentis dan apatis
3) Tanda- tanda vital a) Suhu b) Nadi c) Pernafasan d) Tekanan darah
4) Pemeriksaan Review Of System
a) System pernafasan (B1: Breathing) Dapat ditemukan peningkatan
frekuensi nafas atau masih dalam batas normal.
b) System sirkulasi (B2: Bleeding) Kaji adanya penyakit jantung,
frekuensi nadi apika;, sirkulasi perifer, warna dan kehangatan.
c) System persarafan (B3: Brain) Kaji adanya hilangnya gerakan/
sensai, spasme otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi. Pergerakan
mata/kejelasan melihat, dilatasi pupil.
d) System perkemihan (B4: Bleder) Perubahan pola perkemihan,
seperti disuria, distensi kandung kemih, warna dan bau urin.
e) Sitem pencernaan (B5: Bowel) Konstipasi, konsistensi feses,
frekuensi eliminasi, auskultasi bising usus, anoreksia, adanya
distensi abdomen, nyeri tekan abdomen.
f) System musculoskeletal (B6: Bone) kaji adanya nyeri berat tiba-
tiba/mungkin, terlokasi pada area jaringan, dapat berkurang pada
imobilisasi, kekuatan, otot, kontraktur, atrofi oto, laserasi kulit dan
perubahan warna.
5) Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana pola hidup sehat
b) Pola nutrisi Mengambarkan masukan nutrisi, balance cairan, nafsu
makan, pola makan, diet, kesulitan menelan, mual/muntah dan
makanan kesukaan.
c) Pola eliminasi Menggambarkan pola fungsi ekskresi, kandung
kemih, defekasi, ada tidaknya masalah defekasi, masalah nutrisi.
d) Pola istirahat tidur menggambarkan pola tidur, istirahat dan
persepsi terhadap energy, jumlah tidur malam dan siang, masalah
tidur
e) Pola hubungan dan peran Mnggambarkan dan mengetahui
hubungfan peran klien terhadap anggota keluarga dan masyarakat
tempat tinggal, pekerjaan, tidak punya rumah, masalah keuangan.
Pengkajian APGAR keluarga.
f) Pola sensori kognitif Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif.
Pola sensori meliputi pengkajian pengelihatan, pendengaran,
perasaan, pembau. Pengkajian ststus mental menggunakan Tabel
Short Portable Mental Status Quesionare (SPMSQ).
g) Pola persepsi dan konsep diri Menggambarkan sikap tentang diri
sendiri dan persepsi terhadap kemampuan konsep diri. Konsep diri
menggambarkan gambaran diri, harga diri, peran, identitas diri.
Manusia sebagai system terbuka dan mahkluk biopsiko—sosio-
kultural-spiritual, kecemasan, ketakutan, dan dampak terhadap
sakit. Pengkajian tingkat Depresi menggunakan Tabel Inventaris
Depresi Back.
h) Pola seksual dan reproduksi Menggambarkan kepuasan masalah
terhadap seksualitas
i) Pola mekanisme koping Menggambarkan kemampuan untuk
menangani strees
j) Pola tata nilai dan kepercayaan Menggambarkan dan menjelaskan
pola nilai keyakinan termasuk spiritual (Aspiani, 2014, h. 261-264)
2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan agen pencedera distensi jaringan
oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
b. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal.
Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri kronik
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal;
penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi
(Nanda, 2017)
3. Intervensi Keperawatan
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah realisasi dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan
yang spesifik (Nursalam, 2009).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana
intervensi dan implementasinya (Nursalam, 2008).
3. Manajemen Asuhan Keperawatan Kasus Sistem Pencernaan : Diare
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Diare menurut Mansjoer (2000) adalah frekuensi defekasi encer lebih
dari 3 x sehari dengan atau tanpa daerah atau tinja yang terjadi secara
mendadak berlangsung kurang dari tujuh hari yang sebelumnya sehat.
Sedangkan menurut Suruadi (2001) Diare adalah kehilangan cairan dan
elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih
BAB dengan bentuk tinja yang encer atau cair. Dan menurut Ngastiyah
(2005) Diare adalah BAB dengan jumlah tinja yang banyak dari biasanya,
dengan tinja yang berbentuk cairan atau setengah cair dapat pula disertai
frekuensi defekasi yang meningkat.
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair
atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari
biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria
frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air
besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.
2. Etiologi
Faktor infeksi diare menurut Ngastiyah (2005).
1) Infeksi enteral : Infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare
Infeksi bakteria : vibrio, E. coli, salmonella campilo baster.
Infeksi virus : Rotavirus, calcivilus, Enterovirus, Adenovirus, Astrovirus.
Infeksi parasit : cacing (ascaris, oxyuris), protozoa (entamoba histolica,
giardia lambia), jamur (candida aibicans).
2) Infeksi Parenteral : Infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti
Tonsilitis, broncopneumonia, Ensefalitis, meliputi :
Faktor Malabsobsi : karbohidrat, lemak, protein
Faktor makanan : basi, racun, alergi.
Faktor psikologis : rasa takut dan cemas.
3. Manifestasi Klinik
1) Beberapa tanda dan gejala tentang diare menurut Suriadi (2001) antara
lain Sering BAB dengan konsistensi tinja cair atau encer.
2) Terdapat luka tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelek (elastisitas
kulit menurun) ubun-ubun dan mata cekung, membran mukosa kering.
3) Kram abdominal.
4) Demam.
5) Mual dan muntah.
6) Anoreksia.
7) Lemah.
8) Pucat.
9) Perubahan TTV, nadi dan pernafasan cepat.
10) Menurun atau tidak ada pengeluaran urin.
4. Patofisiologi
Menurut Suriadi (2001), patofisiologi dari Gastroenteritis adalah
meningkatnya motilitas dan cepatnya pengosongan pada intestinal
merupakan akibat dari gangguan absorbsi dan ekskresi cairan dan elektrolit
yang berlebihan, cairan sodium, potasium dan bikarbonat berpindah dari
rongga ekstraseluler kedalam tinja, sehingga mengakibatkan dehidrasi
kekurangan elektrolit dan dapat terjadi asidosis metabolik.
Diare yang terjadi merupakan proses dari transpor aktif akibat
rangsangan toksin bakteri terhadap elektrolit ke dalam usus halus, sel dalam
mukosa intestinal mengalami iritasi dan meningkatnya sekresi cairan dan
elektrolit. Mikroorganisme yang masuk akan merusak sel mukosa intestinal
sehingga mengurangi fungsi permukaan intestinal. Perubahan kapasitas
intestinal dan terjadi gangguan absorbsi cairan dan elektrolit. Peradangan
akan menurunkan kemampuan intestinal untuk mengabsorbsi cairan dan
elektrolit dan bahan-bahan makanan ini terjadi pada sindrom malabsorbsi.
Peningkatan motilitas intestinal dapat mengakibatkan gangguan absorbsi
intestinal.
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ada 3 macam
yaitu:
1) Gangguan Osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan dalam rongga yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus. Isi rongga usus yang
berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga
timbul diare.
2) Gangguan sekresi akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada
dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam
rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi
rongga usus.
3) Gangguan motilitas usus Hiperperistaltik akan mengakibatkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga
timbul diare.
Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri
kambuh berlebihan, selanjutnya timbul diare pula. Dari ketiga
mekanisme diatas menyebabkan :
a. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan
gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik hipokalemia)
b. Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran
bertambah)
c. Hipoglikemia
d. Gangguan sirkulasi darah
5. Pathway
6. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari diare menurut Suriadi (2001) adalah :
1) Hipokalemia (dengan gejala matiorisme hipotoni otot lemah bradikardi
perubahan elektrokardiogram).
2) Hipokalsemia
3) Cardiac dysrhythimias akibat hipokalemia dan hipokalsemia.
4) Hiponatremi.
5) Syok hipovalemik.
6) Asidosis
7) Dehidrasi
7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang diare menurut Suriadi (2001) adalah :
1) Riwayat alergi pada obat-obatan atau makanan.
2) Pemeriksaan intubasi duodenum.
3) Pemeriksaan elektrolit dan creatinin.
4) Pemeriksaan tinja, PH, Leukosit, glukosa, dan adanya darah.
Adapun Pemeriksaan penunjang yang lain menurut Mansjoer (2000)
1) Pemeriksaan tinja: Makroskopis dan mikroskopis PH dan kadar gula juga
ada intoleransi gula biarkan kuman untuk mencari kuman penyebab dan
uji retensi terhadap berbagai antibiotik.
2) Pemeriksaan darah: perifer lengkap, Analisa Gas Darah (AGD), elektrolit
(terutama Na, K, Ca, P Serum pada diare yang disertai kejang).
3) Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin darah untuk mengetahui faal
ginjal.
4) Duodenal intubation untuk mengetahui kuman penyebab secara
kuantitatif dan kualitatif terutama pada diare kronik.
8. Penatalaksanaan Medis
1) Penatalaksanaan medis menurut Biddulp and Stace (1999) adalah
pengobatan dengan cara pengeluaran diet dan pemberian cairan.
a. Diare tanpa dehidrasi memerlukan cairan tambahan berupa apapun
misalnya air gula, sari buah segar, air teh segar, kuah sup, air tajin,
ASI. Jangan memberikan air kembang gula, sari buah air dalam botol
karena cairan yang terlalu banyak mengandung gula akan
memperburuk diare.
b. Diare dengan dehidrasi sedang memerlukan cairan khusus yang
mengandung campuran gula dan garam yang disebut larutan dehidrasi
oral ( LRO ). LRO ini dibuat dengan mencampurkan sebungkus garam
rehidrasi kedalam 1 liter air bersih.
c. Diare dengan dehidrasi berat memerlukan cairan intravena disamping
LRO.
2) Penatalaksanaan keperawatan menurut Nelson (1999) antara lain :
a. Penderita yang dirawat inap harus ditempatkan pada tindakan
pencegahan enterik termasuk cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan penderita.
b. Jas panjang bila ada kemungkinan pencernaan dan sarung tangan bila
menyentuh barang terinfeksi.
c. Penderita dan keluarganya dididik mengenal cara perolehan entero
patogen dan cara mengurangi penularan.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian menurut Doenges (2000)
1) Aktivitas / istirahat
Gejala: Gangguan pola tidur, misalnya insomnia dini hari, kelemahan,
perasaan ‘hiper’ dan ansietas, peningkatan aktivitas / partisipasi dalam
latihan-latihan energi tinggi.
Tanda: Periode hiperaktivitasi, latihan keras terus-menerus.
2) Sirkulasi
Gejala: Perasaan dingin pada ruangan hangat.
Tanda: TD rendah takikardi, bradikardia, disritmia.
3) Integritas ego
Gejala: Ketidakberdayaan / putus asa gangguan (tak nyata) gambaran dari
melaporkan diri-sendiri sebagai gendut terusmenerus memikirkan bentuk
tubuh dan berat badan takut berat badan meningkat, harapan diri tinggi,
marah ditekan.
Tanda: Status emosi depresi menolak, marah, ansietas.
4) Eliminasi
Gejala: Diare / konstipasi, nyeri abdomen dan distress, kembung,
penggunaan laksatif / diuretik.
5) Makanan, cairan
Gejala: Lapar terus-menerus atau menyangkal lapar, nafsu makan normal
atau meningkat.
Tanda: Penampilan kurus, kulit kering, kuning / pucat, dengan turgor buruk,
pembengkakan kelenjar saliva, luka rongga mulut, luka tenggorokan terus-
menerus, muntah, muntah berdarah, luka gusi luas.
6) Higiene
Tanda: Peningkatan pertumbuhan rambut pada tubuh, kehilangan rambut
(aksila / pubis), rambut dangkal / tak bersinar, kuku rapuh tanda erosi email
gigi, kondisi gusi buruk
7) Neurosensori
Tanda: Efek depresi (mungkin depresi) perubahan mental (apatis, bingung,
gangguan memori) karena mal nutrisi kelaparan.
8) Nyeri / kenyamanan
Gejala: Sakit kepala.
9) Keamanan
Tanda: Penurunan suhu tubuh, berulangnya masalah infeksi.
10) Interaksi sosial
Gejala: Latar belakang kelas menengah atau atas, Ayah pasif / Ibu dominan
anggota keluarga dekat, kebersamaan dijunjung tinggi, batas pribadi tak
dihargai, riwayat menjadi diam, anak yang dapat bekerja sama, masalah
control isu dalam berhubungan, mengalami upaya mendapat kekuatan.
11) Seksualitas
Gejala: Tidak ada sedikitnya tiga siklus menstruasi berturut-turut,
menyangkal / kehilangan minat seksual.
Tanda: Atrofi payudara, amenorea.
12) Penyuluhan / pembelajaran
Gejala: Riwayat keluarga lebih tinggi dari normal untuk insiden depresi
keyakinan / praktik kesehatan misalnya yakin makanan mempunyai terlalu
banyak kalori, penggunaan makanan sehat.
2. Intervensi
1) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan out put
yang berlebihan dengan intrake yang kurang (Carpenito, 2000).
Tujuan: Kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil: Turgor kulit elastis dan mukosa bibir lembab
Intervensi:
a. Kaji status dehidrasi: mata, tugor kulit dan membran mukosa
Rasional: Menunjukkan kehilangan cairan berlebihan atau dehidrasi.
b. Kaji pemasukan dan pengeluaran cairan
Rasional: Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan, fungsi
ginjal dan kontrol penyakit usus juga merupakan pedoman untuk
pengganti cairan.
c. Monitor TTV
Rasional: Dapat membantu mengevaluasi pernyataan verbal dan
keefektifan intervensi.
d. Pemeriksaan laboratorium sesuai program : elektrolit, Hb, Ph, dan
albumin.
Rasional: Untuk menentukan kebutuhan penggantian dan keefektifan
terapi.
e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat anti diare dan
antibiotik.
Rasional: Untuk memperbaiki ketidak seimbangan cairan / elektrolit
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan muntah
(Carpenito, 2000).
Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil: BB klien kembali normal dan nafsu makan meningkat
Intervensi:
a. Timbang BB tiap hari
Rasional: Untuk memberikan info tentang kebutuhan diet atau
keefektifan terapi.
b. Monitor intake dan out put
Rasional: Untuk mengetahui berapa banyak masukan dan pengeluaran
cairan ke dalam tubuh.
c. Hindari makanan buah-buahan dan hindari diet tinggi serat.
Rasional: Memungkinkan aliran usus untuk memastikan kembali proses
pencernaan, protein perlu untuk integritas jaringan.
d. Lakukan kebersihan mulut setiap habis makan
Rasional: Mulut yang bersih dapat menigkatkan rasa makanan.
e. Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional: membantu kebutuhan nutrisi pasien dalam perubahan
pencernaan dan fungsi usus.
3) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi. (Doenges, 2001)
Tujuan: Hipertermi teratasi
Kriteria hasil: Tubuh tidak panas dan suhu tubuh normal (S: 36-37)
Intervensi:
a. Observasi vital sign
Rasional: Membantu mengevaluasi pernyataan verbal dan keefektifan
intervensi.
b. Berikan kompres air hangat
Rasional: Untuk mengurangi / menurunkan rasa panas yang disebabkan
oleh infeksi.
c. Anjurkan pasien dan keluarga untuk memberikan banyak minum.
Rasional: Untuk mengurangi dehidrasi yang disebabkan oleh out put
yang berlebihan.
d. Anjurkan pasien dan keluarga untuk memberikan pakaian tipis, longgar
dan menyerap keringat
Rasional: Agar pasien merasa nyaman.
e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti piretik
Rasional: Untuk membantu memulihkan kondisi tubuh dan mengurangi
terjadinya infeksi.
4) Kerusakan integritas kulit behubungan dengan sering BAB (Suriadi, 2001)
Tujuan: Kerusakan integritas kulit teratasi
Kriteria hasil: Kulit utuh dan tidak ada lecet pada area anus.
a. Kaji kerusakan kulit atau iritasi setiap BAB
Rasional: Untuk mengetahui tanda-tanda iritasi pada kulit misal :
kemerahan pada luka..
b. Ajarkan selalu cuci tangan sebelum dan sesudah mengganti pakaian
Rasional: Untuk mempertahankan teknik aseptic atau antiseptik.
c. Hindari pakaian dan pengalas tempat tidur yang lembab
Rasional: Untuk menghindari pada daerah anus terdapat kuman, bakteri,
karena bakteri suka daerah yang lembab.
d. Observasi keadaan kulit
Rasional: Pada daerah ini meningkat resikonya untuk kerusakan dan
memerlukan pengobatan lebih intensif.
e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat
Rasional: Untuk membantu memulihkan kondisi badan.
5) Gangguan eliminasi BAB: Diare berhubungan dengan peningkatan
frekuensi defekasi (Doenges, 1999).
Tujuan: BAB dengan konsistensi lunak / lembek, warna kuning.
Kriteria hasil: Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan rasional
program pengobatan dan meningkatkan fungsi usus mendekati normal.
Intervensi:
a. Observasi / catat frekuensi defekasi, karakteristik dan jumlah
Rasional: Diare sering terjadi setelah memulai diet.
b. Dorong diet tinggi serat dalam batasan diet, dengan masukan cairan
sedang sesuai diet yang dibuat
Rasional: Meningkatkan konsistensi feses meskipun cairan perlu untuk
fungsi tubuh optimal, kelebihan jumlah mempengaruhi diare.
c. Batasi masukan lemak sesuai indikasi
Rasional: Diet rendah lemak menurunkan resiko feses cairan dan
membatasi efek laksatif penurunan absorbsi lemak.
d. Awasi elektrolit serum
Rasional: Peningkatan kehilangan gaster potensial resiko
ketidakseimbangan elektrolit, dimana dapat menimbulkan komplikasi
lebih serius / mengancam.
e. Berikan obat sesuai indikasi anti diare
Rasional: Mungkin perlu untuk mengontrol frekuensi defekasi sampai
tubuh mengatasi perubahan akibat bedah.
4. Manajemen Asuhan Keperawatan Kasus Sistem Perkemihan :
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Infeksi saluran kemih adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk
mengatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Infeksi
saluran kemih dapat mengenai baik laki-laki maupun perempuan dari semua
umur baik pada anak-anak remaja, dewasa maupun pada umur lanjut. Akan
tetapi, dari dua jenis kelamin ternyata wanita lebih sering dari pria dengan
angka populasi umum, kurang lebih 5 – 15 %.
Infeksi saluran kemih pada bagian tertentu dari saluran perkemihan yang
disebabkan oleh bakteri terutama scherichia coli ; resiko dan beratnya
meningkat dengan kondisi seperti refluks vesikouretral, obstruksi saluran
perkemihan, statis perkemiha, pemakaian instrumen uretral baru,
septikemia.
Infeksi traktus urinarius pada pria merupakan akibat dari menyebarnya
infeksi yang berasal dari uretra seperti juga pada wanita. Namun demikian,
panjang uretra dan jauhnya jarak antara uretra dari rektum pada pria dan
adanya bakterisidal dalam cairan prostatik melindungi pria dari infeksi
traktus urinarius. Akibatnya UTI paa pria jarang terjadi, namun ketika
gangguan ini terjadi kali ini menunjukkan adanya abnormalitas fungsi dan
struktur dari traktus urinarius.
2. Etiologi
Bakteri (Eschericia coli) Jamur dan virus Infeksi ginjal Prostat hipertropi
(urine sisa)
3. Anatomi Fisiologi
Sistem perkemihan atau sistem urinaria terdiri atas, dua ginjal yang
fungsinya membuang limbah dan substansi berlebihan dari darah, dan
membentuk kemih dan dua ureter, yang mengangkut kemih dari ginjal ke
kandung kemih (vesika urinaria) yang berfungsi sebagai reservoir bagi
kemih dan urethra. Saluran yang menghantar kemih dari kandung kemih
keluar tubuh sewaktu berkemih. Setiap hari ginjal menyaring 1700 L darah,
setiap ginjal mengandung lebih dari 1 juta nefron, yaitu suatu fungsional
ginjal. Ini lebih dari cukup untuk tubuh, bahkan satu ginjal pun sudah
mencukupi. Darah yang mengalir ke kedua ginjal normalnya 21 % dari
curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit.
Masing-masing ginjal mempunyai panjang kira-kira 12 cm dan lebar 2,5 cm
pada bagian paling tebal. Berat satu ginjal pada orang dewasa kira-kira 150
gram dan kira-kira sebesar kepalang tangan. Ginjal terletak retroperitoneal
dibagian belakang abdomen. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari ginjal
kiri karena ada hepar disisi kanan. Ginjal berbentuk kacang, dan permukaan
medialnya yang cekung disebut hilus renalis, yaitu tempat masuk dan
keluarnya sejumlah saluran, seperti pembuluh darah, pembuluh getah
bening, saraf dan ureter.
Panjang ureter sekitar 25 cm yang menghantar kemih. Ia turun ke bawah
pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum. Di pelvis menurun
ke arah luar dan dalam dan menembus dinding posterior kandung kemih
secara serong (oblik). Cara masuk ke dalam kandung kemih ini penting
karena bila kandung kemih sedang terisi kemih akan menekan dan menutup
ujung distal ureter itu dan mencegah kembalinya kemih ke dalam ureter.
Kandung kemih bila sedang kosong atau terisi sebagian, kandung kemih ini
terletak di dalam pelvis, bila terisi lebih dari setengahnya maka kandung
kemih ini mungkin teraba di atas pubis. Peritenium menutupi permukaan
atas kandung kemih. Periteneum ini membentuk beberapa kantong antara
kandung kemih dengan organ-organ di dekatnya, seperti kantong
rektovesikal pada pria, atau kantong vesiko-uterina pada wanita. Diantara
uterus dan rektum terdapat kavum douglasi.
Uretra pria panjang 18-20 cm dan bertindak sebagai saluran untuk sistem
reproduksi maupun perkemihan. Pada wanita panjang uretra kira-kira 4 cm
dan bertindak hanya sebagai system Perkemihan. Uretra mulai pada
orifisium uretra internal dari kandung kemih dan berjalan turun dibelakang
simpisis pubis melekat ke dinding anterior vagina. Terdapat sfinter internal
dan external pada uretra, sfingter internal adalah involunter dan external
dibawah kontrol volunter kecuali pada bayi dan pada cedera atau penyakit
saraf.
4. Patofisiologi
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui :
a. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat terdekat.
b. Hematogen.
c. Limfogen.
d. Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya infeksi saluran kemih yaitu :
Bendungan aliran urine :
a. Anatomi konginetal.
b. Batu saluran kemih.
c. Oklusi ureter (sebagian atau total).
Refluks vesi ke ureter.
Urine sisa dalam buli-buli karena :
a. Neurogenik bladder.
b. Striktur uretra.
c. Hipertropi prostat.
Gangguan metabolik.
a. Hiperkalsemia.
b. Hipokalemia
c. Agamaglobulinemia.
Instrumentasi
Dilatasi uretra sistoskopi.
Kehamilan
Faktor statis dan bendungan.
PH urine yang tinggi sehingga mempermudah pertumbuhan kuman.
Infeksi tractus urinarius terutama berasal dari mikroorganisme pada
faeces yang naik dari perineum ke uretra dan kandung kemih serta
menempel pada permukaan mukosa. Agar infeksi dapat terjadi, bakteri
harus mencapai kandung kemih, melekat pada dan mengkolonisasi
epitelium traktus urinarius untuk menghindari pembilasan melalui
berkemih, mekanisme pertahan penjamu dan cetusan inflamasi.
Inflamasi, abrasi mukosa uretral, pengosongan kandung kemih yang
tidak lengkap, gangguan status metabolisme (diabetes, kehamilan, gout)
dan imunosupresi meningkatkan resiko infeksi saluran kemih dengan
cara mengganggu mekanisme normal.
5. Macam-macam ISK (yang sering terjadi) :
a. Uretritis (uretra)
Uretritis suatu inflamasi biasanya adalah suatu infeksi yang menyebar
naik yang digolongkan sebagai general atau mongonoreal. Uretritis
gOnoreal disebabkan oleh niesseria gonorhoeae dan ditularkan melalui
kontak seksual. Uretritis nongonoreal; uretritis yang tidak berhubungan
dengan niesseria gonorhoeae biasanya disebabkan oleh klamidia
frakomatik atau urea plasma urelytikum.
b. Sistisis (kandung kemih)
Sistitis (inflamasi kandung kemih) yang paling sering disebabkan oleh
menyebarnya infeksi dari uretra. Hal ini dapat disebabkan oleh aliran
balik urine dari uretra ke dalam kandung kemih (refluks urtrovesikal),
kontaminasi fekal, pemakaian kateter atau sistoskop.
c. Pielonefritis (ginjal)
Pielonefritis (infeksi traktus urinarius atas) merupakan infeksi bakteri
piala ginjal, tobulus dan jaringan intertisial dari salah satu atau kedua
ginjal. Bakteri mencapai kandung kmih melalui uretra dan naik ke
ginjal meskipun ginjal 20 % sampai 25 % curah jantung; bakteri jarang
mencapai ginjal melalui aliran darah ; kasus penyebaran secara
hematogen kurang dari 3 %.
Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi berulang, dan biasanya
dijumpai pada individu yang mengidap batu, obstruksi lain, atau refluks
vesikoureter. Sistitis (inflamasi kandung kemih) yang paling sering
disebabkan oleh menyebarnya infeksi dari uretra. Hal ini dapat
disebabkan oleh aliran balik urine dari uretra ke dalam kandung kemih
(refluks urtrovesikal), kontaminasi fekal, pemakaian kateter atau
sistoskop.
Gambaran Klinis :
Uretritis biasanya memperlihatkan gejala :
1. Mukosa memerah dan oedema
2. Terdapat cairan eksudat yang purulent
3. Ada ulserasi pada urethra
4. Adanya rasa gatal yang menggelitik
5. Good morning sign
6. Adanya nanah awal miksi
7. Nyeri pada saat miksi
8. Kesulitan untuk memulai miksi
9. Nyeri pada abdomen bagian bawah.
Sistitis biasanya memperlihatkan gejala :
1. Disuria (nyeri waktu berkemih)
2. Peningkatan frekuensi berkemih
3. Perasaan ingin berkemih
4. Adanya sel-sel darah putih dalam urin
5. Nyeri punggung bawah atau suprapubic
6. Demam yang disertai adanya darah dalam urine pada kasus yang
parah.
Pielonefritis akut biasanya memperihatkan gejala :
1. Demam
2. Menggigil
3. Nyeri pinggang
4. Disuria
Pielonefritis kronik mungkin memperlihatkan gambaran mirip dengan
pielonefritis akut, tetapi dapat juga menimbulkan hipertensi dan akhirnya dapat
menyebabkan gagal ginjal.
Komplikasi :
1. Pembentukan Abses ginjal atau perirenal
2. Gagal ginjal
7. Pemeriksaan diagnostik
Urinalisis
1. Leukosuria atau piuria terdapat > 5 /lpb sedimen air kemih
2. Hematuria 5 – 10 eritrosit/lpb sedimen air kemih.
Bakteriologis
1. Mikroskopis ; satu bakteri lapangan pandang minyak emersi.
2. 103 organisme koliform/mL urin plus piuria.
3. Tes kimiawi; tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna
pada uji carik.
8. Pengobatan penyakit ISK
a. Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun
gram negatif.
b. Apabila pielonefritis kroniknya disebabkan oleh obstruksi atau
refluks, maka diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi
masalah-masalah tersebut.
c. Dianjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk
membilas microorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk
wanita harus membilas dari depan ke belakang untuk menghindari
kontaminasi lubang urethra oleh bakteri faeces.