Disusun oleh
Puji syukur kami panjatkan ke khadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kelompok ini. Kami menyadari masih
banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini yang tentunya jauh dari kesempurnaan. Karena
itu kelompok kami selalu membuka diri untuk setiap saran dan kritik yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan karya kami selanjutnya.
Terselesaikannya makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagi pihak. Untuk itu
kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu,baik secara langsung
ataupun tidak langsung.
Akhirnya semoga sumbangan amal bakti semua pihak tersebut mendapat balasan
yang setimpal dari- Nya. Dan semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan kelompok kami
khususnya dan masyarakat pecinta ilmu pengetahuan pada umumnya.
Kelompok 7
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.........................................................................................…………………..i
Daftar Isi..................................................................................................………………….ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................………………….1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................………………….1
1.3 Tujuan................................................................................................………………….2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik....................................................………………….3
2.2Pentingnya menjadi Terapeutik..........................................................………………….4
2.3 Manfaat menjadi Terapeutik..............................................................………………….4
2.4 Bagaimana agar menjadi Perawat yang Terapeutik...........................………………….4
2.5 Metode Komunikasi Terapeutik........................................................………………….5
2.6 Kendala atau hambatan Komunikasi Terapeutik……………………………………….9
2.7 Fase- fase dalam Komunikasi Terapeutik………………………………………………9
2.8 Dimensi Respon dan Dimensi Tindakan dalam Komunikasi Terapeutik…………….14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................………………..19
BAB 1
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
1. Gerakan; reflex, postur, ekspresi muka, gerakan yang berulang, atau gerakan-gerakan yang
lain. Khusus gerakan dan ekspresi muka dapat diartikan sebagai suasana hati.
2. Jarak (space)
Jarak dalam berkomunikasi dengan orang lain menggambarkan keintiman.
3. Sentuhan : dikatakan sangat penting, namun perlu mempertimbangkan aspek budaya dan
kebiasaaan.
Agar perawat dapat berperan efektif dalam terapeutik ia harus menganalisa dirinya :
kesadaran diri klarifikasi nilai, perasaan dan mampu menjadi model yang bertanggung jawab.
Seorang perawat tidak akan dapat mengetahui kondisi klien jika tidak ada kemampuan
menghargai keunikan klien.
Komunikasi terapeutik tidak dapat berlangsung sendirinya, tetapi harus di rencanakan, di
pertimbangkan dan di lakukan secara profesional. Pada saat pertama kali perawat melakukan
komunikasi terapeutik proses komunikasi umumnya berlangsung singkat, canggung, semu dan
seperti di buat-buat. hal ini akan lebih membantu untuk mempersepsikan masing-masing
hubungan pasien karena adanya kesempatan untuk mencapai hubungan antar manusia yang
positif sehingga akan mempermudah pencapaian tujuan terapeutik.
Resistens merupakan upaya klien untuk tidak menyadari aspek dari penyebab cemas atau
kegelisahan yang dialami. Ini juga merupakan keengganan alamiah atau penghindaran secara
verbal yang dipelajari. Klien yang resisten biasanya menunjukkan ambivalensi antara
menghargai tetapi juga menghindari pengalaman yang menimbulkan cemas padahal hal ini
merupakan bagian normal dalam proses terapeutik. Resisten ini sering akibat dari
ketidaksesuaian klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku
resisten biasanya diperlihatkan oleh klien pada fase kerja, karena pada fase ini sangat banyak
b. Intensifikasi gejala
sementara
e. Hambatan intelektual yang mungkin tampak ketika klien mengatakan ia tidak mempunyai
pikiran apapun atau tidak mampu memikirkan masalahnya, saat ia tidak memenuhi janji untuk
pertemuan atau tiba terlambat untuk suatu sesi, lupa, diam, atau mengantuk
menggunakan istilah yang tepat namun tetap berprilaku maladaptive, atau menggunakan
h. Muak terhadap normalitas yang terlihat ketika klien telah mempunyai penghayatan tetap
menolak memikul tanggung jawab untuk berubahdengan alas an bahwa normalitas adalah hal
b. Transference
Transference merupakan respon tak sadar berupa perasaan atau perilaku terhadap perawat yang
sebetulnya berawal dari berhubungan dengan orang-orang tertentu yang bermakna baginya pada
Reaksi transference membahayakan untuk proses terapeutik hanya bila hal ini diabaikan dan
tidak ditelaah oleh perawat. Ada dua jenis utama reaksi transference yaitu reksi bermusuhan
dan tergantung
Bungkus (15 tahun) adalah klien yanag dirawat dirumah sakit karena demam berdarah. Tanpa
sebab yang jelas klien ini marah-marah kepada perawat Gengki. Setelah dikaji, ternyata Gengki
ini mirip pacar si Bungkus yang pernah menyakiti hatinya. Hal ini dikarenakan klien mengalami
perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh kehidupan yang
lalu.
Seorang klien, Sinchan (18 tahun), dirawat oleh perawat bidadari. Perawat itu mempunyai
wajah dan suara mirip Ibu klien, sehingga dalam setiap tindakan keperawatan yang harus
c. Coutertransference
Coutertrasference merupakan kebutuhan terapeutik yang di buat oleh perawat dan bukan
e. Perasaan marah atau tidak sabar karena ketidak inginan klien untuk berubah.
g. Berdebat dengan klien atau kecendrungan untuk memaksa klien sebelum ia siap.
h. Mencoba untuk menolong klien dalam segala hal tidak berhubungan dengan tujuan
m. Kecendrungan untuk memusatkan secara berulang hanya pada satu aspek atau cara
2005):
Perawat Dono melakukan perawatan pada klien dini dengan cara yang berlebih-
lebihan yaitu dengan cara ,masih berlama-lama mengobrol dengan klien tersebut padahal
masih banyak klien yang perlu di tangani.perawat Dono juga mencoba menolong klien
dengan segala hal yang tidak berhubungan dengan tujuan yang telah diidentifikasi.
Perawat Dora mempunyai klien yang sangat Menjenkelkan.Derry (25 tahun) Derry ini
selalu marah-marah dan menjengkelkan perawat Dora sangat dendam pada klienini dan
c. Reaksi sangat cemas sering kali di gunakan sebagai respon terhadap resistensi.
a. Perawat harus mempunyai standaryang sama terhadap dirinya sendiriatas apa yang di
b. Perawat harus menguji diri sendiri melalui latihan menjalin hubungan, terutama
mengontrolnya.
lebih membantu.
b. Tahap Perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu atau
kontak dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada saat berkenalan, perawat harus
memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada klien (Brammer dalam Suryani, 2005).
Dengan memperkenalkan dirinya berarti perawat telah bersikap terbuka pada klien dan
ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka dirinya (Suryani, 2005). Tujuan
tahap ini adalah untuk memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat
dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang lalu (Stuart, G.W
dalam Suryani, 2005).
bersama klien karena tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan sulit dicapai.Tujuan ini
dirumuskan setelah klien diidentifikasi.
Fase orientasi, fase ini dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan
seterusnya, tujuan fase ini adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah
dibuat dengan keadaan klien saat ini, dan mengevaluasi hasil tindakan yang
lalu.Umumnya dikaitkan dengan hal yang telah dilakukan bersama klien (Cristina,
dkk, 2002).
c. Tahap Kerja
Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik
(Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini perawat dan klien bekerja bersama-sama
untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan
perawat dalam mendorong klien mengungkap perasaan dan pikirannya.Perawat juga dituntut
untuk mempunyai kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan
dalam respons verbal maupun nonverbal klien.
Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena tugas perawat pada tahap
kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Melalui active listening, perawat
membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi
masalahnya, dan mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan masalah yang telah dipilih.
Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien.
Tehnik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal
penting dalam percakapan, dan membantu perawat-klien memiliki pikiran dan ide yang
sama (Murray, B & Judth dalam Suryani, 2005). Tujuan tehnik menyimpulkan adalah
membantu klien menggali hal-hal dan tema emosional yang penting (Fontaine & Fletcner
dalam Suryani, 2005)
d. Tahap Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien (Christina, dkk,
2002). Tahap ini dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart, G.W
dalam Suryani, 2005).
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-klien, setelah
terminasi sementara, perawat akan bertemu kembali dengan klien pada waktu yang telah
ditentukan. Terminasi akhir terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan
secara keseluruhan.
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
a. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini
juga disebut evaluasi objektif. Dalam mengevaluasi, perawat tidak boleh terkesan
menguji kemampuan klien, akan tetapi sebaiknya terkesan sekedar mengulang atau
menyimpulkan.
b. Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan menanyakan
perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Perawat perlu mengetahui
bagaimana perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Apakah klien merasa
bahwa interaksi itu dapat menurunkan kecemasannya? Apakah klien merasa bahwa
interaksi itu ada gunanya? Atau apakah interaksi itu justru menimbulkan masalah baru
bagi klien.
c. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindakan ini juga
disebut sebagai pekerjaan rumah untuk klien. Tindak lanjut yang diberikan harus
relevan dengan interaksi yang akan dilakukan berikutnya. Misalnya pada akhir interaksi
klien sudah memahami tentang beberapa alternative mengatasi marah.Maka untuk
tindak lanjut perawat mungkin bisa meminta klien untuk mencoba salah satu dari
alternative tersebut.
d. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting dibuat agar terdapat
kesepakatan antara perawat dan klien untuk pertemuan berikutnya. Kontrak yang dibuat
termasuk tempat, waktu, dan tujuan interaksi.
Stuart G.W. (1998) dalam Suryani (2005), menyatakan bahwa proses terminasi perawat-
klien merupakan aspek penting dalam asuhan keperawatan, sehingga jika hal tersebut
tidak dilakukan dengan baik oleh perawat, maka regresi dan kecemasan dapat terjadi
lagi pada klien. Timbulnya respon tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan
perawat untuk terbuka, empati dan responsif terhadap kebutuhan klien pada pelaksanaan
tahap sebelumnya.
8. DIMENSI RESPON DAN DIMENSI TINDAKAN DALAM KOMUNIKASI
TERAPEUTIK
a. Dimensi Respon
Sikap dalam Dimensi Respon yaitu.
1. Ikhlas (Genuiness)
perawat menyatakan dan menunjukkan sikap keterbukaan, jujur, tulus, dan berperan
aktif dalam berhubungan dengan klien. Perawat merespons tidak dibuat-buat dan
mengekspresikan perasaan yang sesungguhnya secara spontan.
2. Menghargai
perawat menerima klien apa adanya. Sikap tidak menghakimi, tidak mengejek, tidak
mengkritik, ataupun tidak menghina, harus ditunjukkan oleh perawat melalui, misalnya,
duduk diam menemani klien ketika klien menangis, bersedia menerima permintaan klien
untuk berdiskusi atau bercerita tentang pengalaman, bahkan minta maaf atas ucapan dan
perilaku perawat yang menyinggung klien.
3. Empati (empathy)
merupakan kemampuan perawat untuk memasuki pikiran dan perasaan klien sehingga
dapat merasakan apa yang sedang dirasakan dan dipikirkan klien. Melalui rasa empati,
perawat dapat mengidentifikasi kebutuhan klien dan selanjutnya membantu klien
mengatasi masalahnya.
4. Konkret
perawat menggunakan kata-kata yang spesifik, jelas, dan nyata untuk menghindari
keraguan dan ketidakjelasan penyampaian.
b. Dimensi Tindakan
1. Konfrontasi
Pengekspresian perawat terhadap perbedaan perilaku klien yang bermanfaat untuk
memperluas kesadaran diri klien.
Carkhoff (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1998) mengidentifikasi tiga kategori
konfrontasi sebagai berikut.
1) Ketidaksesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dengan ideal
diri (cita-cita/keinginan klien).
2) Ketidaksesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien.
3) Ketidaksesuaian antara pengalaman klien dan perawat seharusnya dilakukan secara
asertif bukan agresif/marah (konfrontasi).
Oleh karena itu, sebelum melakukan konfrontasi, perawat perlu mengkaji, antara lain
tingkat hubungan saling percaya dengan klien, waktu yang tepat, tingkat kecemasan, dan
kekuatan koping klien. Konfrontasi sangat berguna untuk klien yang telah mempunyai
kesadaran diri, tetapi perilakunya belum berubah.
2. Kesegeraan
Terjadi jika interaksi perawat-klien difokuskan untuk membantu klien dan digunakan
untuk mempelajari fungsi klien dalam hubungan interpersonal lainnya. Perawat sensitif
terhadap perasaan klien dan berkeinginan untuk membantu dengan segera.
3. Keterbukaan perawat
Tampak ketika perawat memberikan informasi tentang diri, ide, nilai, perasaan,dan
sikapnya sendiri untuk memfasilitasi kerjasama, proses belajar, katarsis, atau dukungan
klien. Melalui penelitian yang dilakukan oleh Johnson (dikutip oleh Stuart dan Sundeen,
1987: 134), ditemukan bahwa peningkatan keterbukaan antara perawat-klien
menurunkan tingkat kecemasan perawat klien.
4. Katarsis emosional
Klien didorong untuk membicarakan hal-hal yang sangat mengganggunya untuk
mendapatkan efek terapeutik. Dalam hal ini, perawat harus dapat mengkaji kesiapan
klien untuk mendiskusikan masalahnya. Jika klien mengalami kesulitan
mengekspresikan perasaanya, perawat dapat membantu dengan mengekspresikan
perasaannya jika berada pada situasi klien.
5. Bermain peran
Membangkitkan situasi tertentu untuk meningkatkan penghayatan klien dalam hubungan
antara manusia dan memperdalam kemampuannya untuk melihat situasi dari sudut
pandang lain serta memperkenankan klien untuk mencobakan situasi yang baru dalam
lingkungan yang aman.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Kemampuan menerapkan teknik komunikasi terapeutik memerlukan latihan dan kepekaan serta
ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi dalam dimensi
nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui
dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat.
2. Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam penggunaanya diperhatikan
sikap dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain yang cukup penting diperhatikan adalah
dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan factor penunjang yang sangat berpengaruh dalam
mengembangkan kemampuan berhubungan terapeutik.
3.2 SARAN
1. Dalam melayani klien hendaknya perawat selalu berkomunikasi dengan klien untuk
mendapatkan persetujuan tindakan yang akan di lakukan.
2. Dalam berkomunikasi dengan klien hendaknya perawat menggunakan bahasa yang mudah di
mengerti oleh klien sehingga tidak terjadi kesalahpahaman komunikasi.
3. Dalam menjalankan profesinya hendaknya perawat selalu memegang teguh etika keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
http://riff46.wordpress.com/2011/05/21/integrasi-konsep-komunikasi-dan-etika-dalam-
pemberian-obat/