Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Disusun oleh

1. Eka Wiji Astuti


2. Ratna Dewi S
3. Noviana Widyasari

PROGAM STUDI S1 KEPERAWATAN ALIH JALUR


STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke khadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kelompok ini. Kami menyadari masih
banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini yang tentunya jauh dari kesempurnaan. Karena
itu kelompok kami selalu membuka diri untuk setiap saran dan kritik yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan karya kami selanjutnya.
Terselesaikannya makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagi pihak. Untuk itu
kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu,baik secara langsung
ataupun tidak langsung.
Akhirnya semoga sumbangan amal bakti semua pihak tersebut mendapat balasan
yang setimpal dari- Nya. Dan semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan kelompok kami
khususnya dan masyarakat pecinta ilmu pengetahuan pada umumnya.

Klaten, 20 Juni 2021

Kelompok 7
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................…………………..i
Daftar Isi..................................................................................................………………….ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................………………….1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................………………….1
1.3 Tujuan................................................................................................………………….2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik....................................................………………….3
2.2Pentingnya menjadi Terapeutik..........................................................………………….4
2.3 Manfaat menjadi Terapeutik..............................................................………………….4
2.4 Bagaimana agar menjadi Perawat yang Terapeutik...........................………………….4
2.5 Metode Komunikasi Terapeutik........................................................………………….5
2.6 Kendala atau hambatan Komunikasi Terapeutik……………………………………….9
2.7 Fase- fase dalam Komunikasi Terapeutik………………………………………………9
2.8 Dimensi Respon dan Dimensi Tindakan dalam Komunikasi Terapeutik…………….14

BAB III PENUTUP


3.1  Kesimpulan……………………………………………………………………………18
3.2  Saran…………………………………………………………………………………..18

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................………………..19
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1   LATAR BELAKANG


Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar
manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan
metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan. Pengalaman ilmu untuk
menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati,
1989).
Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup
ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku “caring” atau
kasih sayang / cinta (Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan
mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal,
memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi
keperawatan serta citra rumah sakit, tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya
untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia.
Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengertian komunikasi termasuk “therapeutic use
of self” dan “helping relationship” untuk praktek keperawatan, sikap dan tehnik serta dimensi
hubungan dari komunikasi terapeutik.

1.2   RUMUSAN MASALAH


1 Pengertian Komunikasi Terapeutik
2 Pentingnya menjadi Terapeutik
3 Manfaat menjadi Terapeutik
4 Bagaimana agar menjadi Perawat yang Terapeutik
5 Metode Komunikasi Terapeutik
6 Kendala atau hambatan Komunikasi Terapeutik
7 Fase- fase dalam Komunikasi Terapeutik
8 Dimensi Respon dan Dimensi Tindakan dalam Komunikasi Terapeutik
1.3      TUJUAN MAKALAH
Mahasiswa mengetahui, memahami dan mampu menerapkan apa yang dimaksud dari :
1 Pengertian Komunikasi Terapeutik
2 Pentingnya menjadi Terapeutik
3 Manfaat menjadi Terapeutik
4 Bagaimana agar menjadi Perawat yang Terapeutik
5 Metode Komunikasi Terapeutik
6 Kendala atau hambatan Komunikasi Terapeutik
7 Fase- fase dalam Komunikasi Terapeutik
8 Dimensi Respon dan Dimensi Tindakan dalam Komunikasi Terapeutik
BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK


Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat klien yang
bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien yang mempengaruhi perilaku pasien. Hubungan
perawat klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman dengan
menggunakan berbagai tekhnik komunikasi agar perilaku klien berubah ke arah positif
seoptimal mungkin. Untuk melaksanakan komunikasi terapeutik yang efektif perawat harus
mempunyai keterampilan yang cukup dan memahami tentang dirinya.
Teori komunikasi sangat sesuai dalam praktek keperawatan (Stuart dan Sundeen, 1987,
hal. 111) karena :
1.      Komunikasi merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik. Dalam proses
komunikasi terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran.
2.      Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain. Berarti, keberhasilan
intervensi keperawatan bergantung pada komunikasi karena proses keperawatan ditujukan
untuk merubah perilaku dalam mencapai tingkat kesehatan yang normal.
3.      Komunikasi adalah berhubungan. Hubungan perawat dan klien yang terapeutik tidak
mungkin dicapai tanpa komunikasi.
Dalam membina hubungan terpeutik dengan klien, perawat perlu mengetahui proses
komunikasi dan keterampilan berkomunikasi dalam membantu klien memecahkan masalahnya.
Elemen yang harus ada pada proses komunikasi adalah pengirim pesan, penerima pesan,
media dan umpan balik. Semua perilaku individu pengirim dan penerima adalah komunikasi
yang akan member efek pada perilaku. Pesan yang disampaikan dapat berupa verbal dan
nonverbal. Bermain merupakan cara berkomunikasi dan berhubungan yang baik dengan klien
anak.
Perawat dapat menyampaikan atau mengkaji secara nonverbal antara lain : Vokal; nada,
kualitas, keras ato lembut, kecepatan, yang semuanya menggambarkan suasana emosi.

1. Gerakan; reflex, postur, ekspresi muka, gerakan yang berulang, atau gerakan-gerakan yang
lain. Khusus gerakan dan ekspresi muka dapat diartikan sebagai suasana hati.
2.     Jarak (space)
Jarak dalam berkomunikasi dengan orang lain menggambarkan keintiman.
3.      Sentuhan : dikatakan sangat penting, namun perlu mempertimbangkan aspek budaya dan
kebiasaaan.
Agar perawat dapat berperan efektif dalam terapeutik ia harus menganalisa dirinya :
kesadaran diri klarifikasi nilai, perasaan dan mampu menjadi model yang bertanggung jawab.
Seorang perawat tidak akan dapat mengetahui kondisi klien jika tidak ada kemampuan
menghargai keunikan klien.
Komunikasi terapeutik tidak dapat berlangsung sendirinya, tetapi harus di rencanakan, di
pertimbangkan dan di lakukan secara profesional. Pada saat pertama kali perawat melakukan
komunikasi terapeutik proses komunikasi umumnya berlangsung singkat, canggung, semu dan
seperti di buat-buat. hal ini akan lebih membantu untuk mempersepsikan masing-masing
hubungan pasien karena adanya kesempatan untuk mencapai hubungan antar manusia yang
positif sehingga akan mempermudah pencapaian tujuan terapeutik.

2. PENTINGNYA MENJADI TERAPEUTIK


- Dalam profesi sebagai seorang Ners, menjadi terapeutik adalah suatu hal yg wajib
dilakukan karena dengan menjadi terapeutik menjadikan Ners, sebagai sarana untuk
mememfasilitasiproses penyembuhan pada pasien.
- Menjalankan asuhan keperawatan yang professional harus dilakukan komunikasi yang bisa
menjalin hubungan saling percaya dan keterbukaan antara pasien dan perawat sehingga
dibutuhkan komunikasi terapeutik
3. MANFAAT MENJADI TERAPEUTIK
Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerjasama
antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Mengidentifikasi,
mengungkapkan perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh
perawat (Indrawati, 2003).
4. BAGAIMANA AGAR MENJADI PERAWAT YANG TERAPEUTIK
a. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati, memahami dirinya sendiri
serta nilai yang dianut.
b. Komunikasi harus ditandai dangan sikap saling menerima, saling percaya dan saling
menghargai.
c. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh pasien.
d. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.
e. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas berkembang tanpa
rasa takut.
f. Perawat harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi
untuk mengubah dirinya baik sikap, tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan
dapat memecahkan masalah – masalah yang dihadapi.
g. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan
mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun frustasi.
h. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistennya.
i. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati bukan
tindakan yang terapeutik.
j. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.
k. Mamapu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain
tentang kesehatan, ole karena itu perawat perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik
mental, spiritual dan gaya hidup.
l. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila mengganggu.
m. Altruisme mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.
n. Berpegang pada etika dangan ceara berusaha sedapat mungkin mengambil keputusan
berdasarkan prinsip kesejahtraan manusia.
o. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap diri sendiri atas
tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain.
5. METODE KOMUNIKASI TERAPEUTIK
a. Mendengarkan dengan aktif
Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan non-verbal bahwa perawat
perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien. Mendengarkan dengan penuh perhatian
merupakan upaya untuk mengerti seluruh pesan verbal dan non-verbal yang sedang
dikomunikasikan.
Ketrampilan mendengarkan sepenuh perhatian adalah dengan : Pandang klien ketika
sedang bicara, Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk
mendengarkan, Sikap tubuh yang menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki
atau tangan, Hindarkan gerakan yang tidak perlu, Anggukan kepala jika klien membicarakan
hal penting atau memerlukan umpan balik, Condongkan tubuh ke arah lawan bicara.
b. Menunjukkan penerimaan
Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan
orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju.
Berikut ini menunjukkan sikap perawat yang menerima : Mendengarkan tanpa
memutuskan pembicaraan, Memberikan umpan balik verbal yang menapakkan pengertian,
Memastikan bahwa isyarat non-verbal cocok dengan komunikasi verbal, Menghindarkan
untuk berdebat, mengekspresikan keraguan, atau mencoba untuk mengubah pikiran klien,
Menanyakan pertanyaan yang berkaitan.
c. Bertanya dengan pertanyaan terbuka
Tujuan perawat bertanya dengan pertanyaan terbuka adalah untuk mendapatkan informasi
yang spesifik mengenai kondisi riil dari klien dengan menggali penyebab klien datang ke
tempat pelayanan kesehatan.
- Pertanyaan terbuka mmberikan peluang maupun kesempatan klien untuk menyusun &
mngorganisir pikirannya dalam mengungkapkan keluhannya sesuai dengan apa yang
dirasakan.
- Kesan yang didapatkan dengan pertanyaan terbuka adalah tidak menginterogasi serta
jawaban yang didapatkan tidak mengesankan yes and no question.
- Dalam pertanyaan terbuka kesan klien dijadikan sebagai subjek & bukan sebagai objek.
d. Mengulang kembali
Dengan mengulang kembali ucapan klien, perawat memberikan umpan balik sehingga klien
mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan komunikasi berlanjut. Hal ini
dilakukan karena kita sering salah persepsi terhadap perilaku klien atau apa yang diucapkan
klien.
e. Klarifikasi
Apabila terjadi kesalah pahaman, perawat perlu menghentikan pembicaraan untuk
mengklarifikasi dengan menyamakan pengertian, karena informasi sangat penting dalam
memberikan pelayanan keperawatan. Klarifikasi dapat diartikan sebagai upaya untuk
mndapatkan persamaan persepsi antara klien & perawat tentang perasaan yang dihadapi
dalam rangka memperjelas masalah untuk memfokuskan perhatian. Klarifikasi identik
dengan validasi yaitu menanyakan kepada klien terhadap apa yang belum dimengerti agar
pesan yang disampaikan menjadi lebih jelas sehingga kesalahan komunikasi perawat-klien
dapat dihindari.
f. Memfokuskan
Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih spesifik
dan dimengerti. Materi yang akan disampaikan atau didiskusikan mengerucut pada salah
satu masalah saja yang penting adalah konsisten, kontinyu & tidak menyimpang dari topik
pembicaraan & tujuan komunikasi. Memfokuskan dalam rangka mempersempit
pembicaraan yang tertuju pada topik pmbicaraan saja & tidak melebar dengan prinsip
membahas sampai tuntas mengingat yang dikerjakan perawat di pelayanan cukup menyita
waktu & perhatian yg serius. Perawat tidak seharusnya memutus pembicaraan klien ketika
menyampaikan masalah yang penting, kecuali jika pembicaraan berlanjut tanpa informasi.
g. Menawarkan informasi
Tambahan informasi ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik bagi klien terhadap
keadaanya. Memberikan tambahan informasi merupakan pendidikan kesehatan bagi klien.
Selain ini akan menambah rasa percaya klien terhadap perawat karena perawat terkesan
menguasai masalah yang dialami klien. Sebaliknya jika perawat menahan informasi saat
klien mmbutuhkan, akan membuat klien tidak percaya pada perawat. Apabila ada informasi
yang ditutupi oleh dokter, perawat perlu mengklarifikasi alasannya. Perawat tidak boleh
memberikan nasehat kepada klien ketika memberikan informasi, tetapi memfasilitasi klien
untuk membuat keputusan.
h. Diam
Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir pikirannya.
Penggunaan metode diam memerlukan ketrampilan dan ketetapan waktu, jika tidak maka
akan menimbulkan perasaan tidak enak. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi
terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi. Diam
terutama berguna pada saat klien harus mengambil keputusan
i. Meringkas
Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat.
Metode ini bermanfaat untuk membantu topik yang telah dibahas sebelum meneruskan pada
pembicaraan berikutnya. Meringkas pembicaraan membantu perawat mengulang aspek
penting dalam interaksinya, sehingga dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik yang
berkaitan. Meringkas brarti memberi kesempatan untuk mengklarifikasi komunikasi agar
sama dengan ide dalam pikiran. Meringkas pembicaraan membantu perawat mengulang
aspek penting dalam interaksinya sehingga dapat melanjutkan pembicaraan dalam topik
yang berkaitan.
j. Memberikan penguatan
Memberi salam pada klien dengan menyebut namanya, menunjukkan kesadaran tentang
perubahan yang terjadi menghargai klien sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak
dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu. Penghargaan tersebut jangan
sampai menjadi beban baginya, dalam arti kata jangan sampai klien berusaha keras dan
melakukan segalanya demi mendapatkan pujian atau persetujuan atas perbuatannya. Dan
tidak pula dimaksudkan untuk menyatakan bahwa ini “bagus” dan yang sebaliknya “buruk”.
k. Menawarkan diri
Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain, atau klien
tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Seringkali perawat hanya menawarkan
kehadirannya, rasa tertarik, tehnik komunikasi ini harus dilakukan tanpa pamrih.
l. Memberikan kesempatan klien u/ memulai pembicaraan
Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan.
Biarkan klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang perannanya dalam interakasi ini
perawat dapat menstimulasinya untuk mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia
diharapkan untuk membuka pembicaraan.
m. Menganjurkan u/ meneruskan pembicaraan
Tehnik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan yang
mengindikasikan bahwa perawat sedang mengikuti apa yang sedang klien bicarakan dan
tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih berusaha untuk
menafsirkan dari pada mengarahkan diskusi/pembicaraan.
n. Menganjurkan klien untuk menguraikan persepsinya
Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segala sesungguhnya dari
perspektif klien. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan persepsinya kepada perawat.
Ketika menceritakan pengalamannya, perawat harus waspada akan timbulnya gejala
ansietas.
o. Refleksi
Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan perasaanya
sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang harus ia pikirkan dan
kerjakan atau rasakan maka perawat dapat menjawab: “Bagaimana menurutmu?” atau
“Bagaimana perasaanmu?”. Dengan demikian perawat mengindikasikan bahwa pendapat
klien adalah berharga dan klien mempunyai hak untuk mampu melakukan hal tersebut,
maka iapun akan berpikir bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan
kemampuan sebagai individu yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari orang lain.
Tehnik refleksi digunakan untuk mengembalikan ide, perasaan & pertanyaan kepada klien.
Refleksi merupakan tindakan mengembalikan pikiran & perasaan klien. Klien terkadang
bimbang atau ragu dalam mengambil keputusan sehingga harus mendapatkan dukungan dari
orang lain
6. KENDALA KOMUNIKASI EFEKTIF
a. Resistens

Resistens merupakan upaya klien untuk tidak menyadari aspek dari penyebab cemas atau

kegelisahan yang dialami. Ini juga merupakan keengganan alamiah atau penghindaran secara

verbal yang dipelajari. Klien yang resisten biasanya menunjukkan ambivalensi antara

menghargai tetapi juga menghindari pengalaman yang menimbulkan cemas padahal hal ini

merupakan bagian normal dalam proses terapeutik. Resisten ini sering akibat dari

ketidaksesuaian klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku

resisten biasanya diperlihatkan oleh klien pada fase kerja, karena pada fase ini sangat banyak

berisi proses penyelesaiaan masalah (Stuart danSundeen dalam Intan. 2005).

Beberapa bentuk resistensi (Stuart dan Sundeen , 1995)

a.     Supresi dan represi informasi yang terkait

b.     Intensifikasi gejala

c.     Devaluasi diri serta pandangan dan keputusasaan tentang masa depan


d.    Dorongan untuk sehat, yang terjadi secara tiba-tiba tetapi hanya kesembuhan yang bersifat

sementara

e.   Hambatan intelektual yang mungkin tampak ketika klien mengatakan ia tidak mempunyai

pikiran apapun atau tidak mampu memikirkan masalahnya, saat ia tidak memenuhi janji untuk

pertemuan atau tiba terlambat untuk suatu sesi, lupa, diam, atau mengantuk

f.     Pembicaraan yang bersifat permukaan/ dangkal

g. Penghayatan intelektual dimana klien memverbalisasi pemahaman dirinya dengan

menggunakan istilah yang tepat namun tetap berprilaku maladaptive, atau menggunakan

mekanisme pertahanan intelektualisasi tanpa diikuti penghayatan

h. Muak terhadap normalitas yang terlihat ketika klien telah mempunyai penghayatan tetap

menolak memikul tanggung jawab untuk berubahdengan alas an bahwa normalitas adalah hal

yang tidak penting

b. Transference

Transference merupakan respon tak sadar berupa perasaan atau perilaku terhadap perawat yang

sebetulnya berawal dari berhubungan dengan orang-orang tertentu yang bermakna baginya pada

waktu dia masih kecil (Stuart dan Sundeen , 1995)

Reaksi transference membahayakan untuk proses terapeutik hanya bila hal ini diabaikan dan

tidak ditelaah oleh perawat. Ada dua jenis utama reaksi transference yaitu reksi bermusuhan

dan tergantung

- Contoh reaksi transference bermusuhan (Intan, 2005) :

Bungkus (15 tahun) adalah klien yanag dirawat dirumah sakit karena demam berdarah. Tanpa

sebab yang jelas klien ini marah-marah kepada perawat Gengki. Setelah dikaji, ternyata Gengki

ini mirip pacar si Bungkus yang pernah menyakiti hatinya. Hal ini dikarenakan klien mengalami
perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh kehidupan yang

lalu.

- Contoh reaksi transference tergantung ( Intan, 2005) :

Seorang klien, Sinchan (18 tahun), dirawat oleh perawat bidadari. Perawat itu mempunyai

wajah dan suara mirip Ibu klien, sehingga dalam setiap tindakan keperawatan yang harus

dilakukan selalu meminta perawat bidadari yang melakukannya.

c. Coutertransference

Coutertrasference  merupakan kebutuhan terapeutik yang di buat oleh perawat dan bukan

oleh klien. Hal ini dapat mempengaruhi hubungan perawat-klien.

Beberapa bentuk countransference ( Stuart dan Sundeen dalamIntan, 2005):

a.  Ketidakmampuan berempati terhadap klien dalam masalah tertentu.

b.  Menekan perasaan selama  atau sesudah sesi.

c.  Kecerobohan dalam mengimplementasikan kontrak dengan datang terlambat, atau

melampaui waktu yang telah ditentukan.

d.  Mengantuk selama sesi.

e.  Perasaan marah atau tidak sabar karena ketidak inginan klien untuk  berubah.

f.   Dorongan terhadap ketergantungan, pujian atau efeksi klien.

g.  Berdebat dengan klien atau kecendrungan untuk memaksa klien sebelum ia siap.

h. Mencoba untuk menolong klien dalam segala hal tidak berhubungan dengan tujuan

keperawatan yang telah diidentifikasi.

i.   Keterlibatan dengan klien dalam tingkat personal dan sosial.

j.   Melamunkan atau memikirkan  klien.


k.  Fantasi seksual atau agresi yang diarahkan kepada klien.

l.   Perasaan cemas, gelisah atau  persaan bersalah terhadap kien

m.  Kecendrungan untuk memusatkan secara berulang hanya pada satu aspek atau cara

memandang pada informasi yang  di berikan klien.

n.   Kebutuhan untuk mempertahankan intervensi keperawatan dengan klien.

- Reaksi coutrtrasference biasanya dalam tiga bentuk (  Stuart danSundeen dalam Intan,

2005):

a.   Reaksi sangat mencintai atau “caring”.

            Perawat Dono melakukan perawatan pada klien dini dengan cara yang berlebih-

lebihan yaitu dengan cara ,masih berlama-lama mengobrol dengan klien tersebut padahal

masih banyak klien yang perlu di tangani.perawat Dono juga mencoba menolong klien

dengan segala hal yang tidak berhubungan dengan tujuan yang telah diidentifikasi.

b.   Reaksi sangat bermusuhan.

Perawat Dora mempunyai klien yang sangat Menjenkelkan.Derry (25 tahun) Derry ini

selalu marah-marah dan menjengkelkan perawat Dora sangat dendam pada klienini dan

selalumengacuhkan Derry meskipun dia membutuhkan pertolongan

c.   Reaksi sangat cemas sering kali di gunakan sebagai respon terhadap resistensi.

Lima cara mengidentifikasikan terjadi countertransference (StuartG.Wdalam Suryani,2006):

a.    Perawat harus mempunyai standaryang sama terhadap dirinya sendiriatas apa yang di

harapkan kepada kliennya.

b.   Perawat harus menguji diri sendiri melalui latihan menjalin hubungan, terutama

ketika klien menentang atau mengeritik.

c.    Perawat harus dapat menemukan sumber masalahnya.


d.   Ketika  countertrasference terjadi, perawat harus dapat melatih diri untuk

mengontrolnya.

e.    Jika perawat membutuhkan pertolongan dalam

mengatasicountertransference, pengawasan secara individumaupun kelompok dapat

lebih membantu.

7. FASE – FASE KOMUNIKASI TERAPEUTIK


a. Tahap Persiapan (Prainteraksi)
Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum berinteraksi
dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada tahap ini perawat menggali perasaan dan
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini perawat juga mencari
informasi tentang klien. Kemudian perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama
dengan klien. Tahap ini harus dilakukan oleh seorang perawat untuk memahami dirinya,
mengatasi kecemasannya, dan meyakinkan dirinya bahwa dia siap untuk berinteraksi
dengan klien (Suryani, 2005).
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
- Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum berinteraksi dengan klien,
perawat perlu mengkaji perasaannya sendiri (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
Perasaan apa yang muncul sehubungan dengan interaksi yang akan dilakukan. Apakah
ada perasaan cemas?Apa yang dicemaskan? (Suryani, 2005).
- Menganalisis kekuatan dan kelemanhan sendiri. Kegiatan ini sangat penting dilakukan
agar perawat mampu mengatasi kelemahannya secara maksimal pada saat berinteraksi
dengan klien. Misalnya seorang perawat mungkin mempunyai kekuatan mampu
memulai pembicaraan dan sensitif terhadap perasaan orang lain, keadaan ini mungkin
bisa dimanfaatkan perawat untuk memudahkannya dalam membuka pembicaraan
dengan klien dan membina hubungan saling percaya (Suryani, 2005).
-       Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat penting karena dengan
mengetahui informasi tentang klien perawat bisa memahami klien.Paling tidak
perawat bisa mengetahui identitas klien yang bisa digunakan pada saat memulai
interaksi (Suryani, 2005).
-      Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien. Perawat perlu merencanakan
pertemuan pertama dengan klien. Hal yang direncanakan mencakup kapan, dimana,
dan strategi apa yang akan dilakukan untuk pertemuan pertama tersebut (Suryani,
2005).

b. Tahap Perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu atau
kontak dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada saat berkenalan, perawat harus
memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada klien (Brammer dalam Suryani, 2005).
Dengan memperkenalkan dirinya berarti perawat telah bersikap terbuka pada klien dan
ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka dirinya (Suryani, 2005). Tujuan
tahap ini adalah untuk memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat
dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang lalu (Stuart, G.W
dalam Suryani, 2005).

Tugas perawat pada tahap ini antara lain:


- Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan komunikasi terbuka.
Hubungan saling percaya merupakan kunci dari keberhasilan hubungan terapeutik
(Stuart, G.W dalam Suryani, 2005), karena tanpa adanya rasa saling percaya tidak
mungkin akan terjadi keterbukaan antara kedua belah pihak. Hubungan yang dibina
tidak bersifat statis, bisa berubah tergantung pada situasi dan kondisi (Rahmat, J
dalam Suryani 2005). Karena itu, untuk mempertahankan atau membina hubungan
saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ikhlas, menerima klien apa
adanya, menepati janji, dan menghargai klien (Suryani, 2005).
-       Merumuskan kontrak pada klien (Christina, dkk, 2002). Kontrak ini sangat penting
untuk menjamin kelangsungan sebuah interaksi (Barammer dalam Suryani,
2005).Pada saat merumuskan kontrak perawat juga perlu menjelaskan atau
mengklarifikasi peran-peran perawat dan klien agar tidak terjadi kesalah pahaman
klien terhadap kehadiran perawat.Disamping itu juga untuk menghindari adanya
harapan yang terlalu tinggi dari klien terhadap perawat karena karena klien
menganggap perawat seperti dewa penolong yang serba bisa dan serba tahu (Gerald,
D dalam Suryani, 2005). Perawat perlu menekankan bahwa perawat hanya
membantu, sedangkan kekuatan dan keinginan untuk berubah ada pada diri klien
sendiri (Suryani, 2005).
-       Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien. Pada tahap ini
perawat mendorong klien untuk mengekspresikan perasaannya.Dengan memberikan
pertanyaan terbuka, diharapkan perawat dapat mendorong klien untuk
mengekspresikan pikiran dan perasaannya sehingga dapat mengidentifikasi masalah
klien.
- Merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan tujuan interaksi
    

bersama klien karena tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan sulit dicapai.Tujuan ini
dirumuskan setelah klien diidentifikasi.
Fase orientasi, fase ini dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan
seterusnya, tujuan fase ini adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah
dibuat dengan keadaan klien saat ini, dan mengevaluasi hasil tindakan yang
lalu.Umumnya dikaitkan dengan hal yang telah dilakukan bersama klien (Cristina,
dkk, 2002).

c.  Tahap Kerja
Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik
(Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini perawat dan klien bekerja bersama-sama
untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan
perawat dalam mendorong klien mengungkap perasaan dan pikirannya.Perawat juga dituntut
untuk mempunyai kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan
dalam respons verbal maupun nonverbal klien.
Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena tugas perawat pada tahap
kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Melalui active listening, perawat
membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi
masalahnya, dan mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan masalah yang telah dipilih.
Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien.
Tehnik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal
penting dalam percakapan, dan membantu perawat-klien memiliki pikiran dan ide yang
sama (Murray, B & Judth dalam Suryani, 2005). Tujuan tehnik menyimpulkan adalah
membantu klien menggali hal-hal dan tema emosional yang penting (Fontaine & Fletcner
dalam Suryani, 2005)
d. Tahap Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien (Christina, dkk,
2002). Tahap ini dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart, G.W
dalam Suryani, 2005).
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-klien, setelah
terminasi sementara, perawat akan bertemu kembali dengan klien pada waktu yang telah
ditentukan. Terminasi akhir terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan
secara keseluruhan.
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
a.       Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini
juga disebut evaluasi objektif. Dalam mengevaluasi, perawat tidak boleh terkesan
menguji kemampuan klien, akan tetapi sebaiknya terkesan sekedar mengulang atau
menyimpulkan.
b.      Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan menanyakan
perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Perawat perlu mengetahui
bagaimana perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Apakah klien merasa
bahwa interaksi itu dapat menurunkan kecemasannya? Apakah klien merasa bahwa
interaksi itu ada gunanya? Atau apakah interaksi itu justru menimbulkan masalah baru
bagi klien.
c.       Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindakan ini juga
disebut sebagai pekerjaan rumah untuk klien. Tindak lanjut yang diberikan harus
relevan dengan interaksi yang akan dilakukan berikutnya. Misalnya pada akhir interaksi
klien sudah memahami tentang beberapa alternative mengatasi marah.Maka untuk
tindak lanjut perawat mungkin bisa meminta klien untuk mencoba salah satu dari
alternative tersebut.
d.      Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting dibuat agar terdapat
kesepakatan antara perawat dan klien untuk pertemuan berikutnya. Kontrak yang dibuat
termasuk tempat, waktu, dan tujuan interaksi.
Stuart G.W. (1998) dalam Suryani (2005), menyatakan bahwa proses terminasi perawat-
klien merupakan aspek penting dalam asuhan keperawatan, sehingga jika hal tersebut
tidak dilakukan dengan baik oleh perawat, maka regresi dan kecemasan dapat terjadi
lagi pada klien. Timbulnya respon tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan
perawat untuk terbuka, empati dan responsif terhadap kebutuhan klien pada pelaksanaan
tahap sebelumnya.
8. DIMENSI RESPON DAN DIMENSI TINDAKAN DALAM KOMUNIKASI
TERAPEUTIK
a. Dimensi Respon
Sikap dalam Dimensi Respon yaitu.
1. Ikhlas (Genuiness)
perawat menyatakan dan menunjukkan sikap keterbukaan, jujur, tulus, dan berperan
aktif dalam berhubungan dengan klien. Perawat merespons tidak dibuat-buat dan
mengekspresikan perasaan yang sesungguhnya secara spontan.
2. Menghargai
perawat menerima klien apa adanya. Sikap tidak menghakimi, tidak mengejek, tidak
mengkritik, ataupun tidak menghina, harus ditunjukkan oleh perawat melalui, misalnya,
duduk diam menemani klien ketika klien menangis, bersedia menerima permintaan klien
untuk berdiskusi atau bercerita tentang pengalaman, bahkan minta maaf atas ucapan dan
perilaku perawat yang menyinggung klien.
3. Empati (empathy)
merupakan kemampuan perawat untuk memasuki pikiran dan perasaan klien sehingga
dapat merasakan apa yang sedang dirasakan dan dipikirkan klien. Melalui rasa empati,
perawat dapat mengidentifikasi kebutuhan klien dan selanjutnya membantu klien
mengatasi masalahnya.
4. Konkret
perawat menggunakan kata-kata yang spesifik, jelas, dan nyata untuk menghindari
keraguan dan ketidakjelasan penyampaian.
b. Dimensi Tindakan
1. Konfrontasi
Pengekspresian perawat terhadap perbedaan perilaku klien yang bermanfaat untuk
memperluas kesadaran diri klien.
Carkhoff (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1998) mengidentifikasi tiga kategori
konfrontasi sebagai berikut.
1) Ketidaksesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dengan ideal
diri (cita-cita/keinginan klien).
2) Ketidaksesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien.
3) Ketidaksesuaian antara pengalaman klien dan perawat seharusnya dilakukan secara
asertif bukan agresif/marah (konfrontasi).
Oleh karena itu, sebelum melakukan konfrontasi, perawat perlu mengkaji, antara lain
tingkat hubungan saling percaya dengan klien, waktu yang tepat, tingkat kecemasan, dan
kekuatan koping klien. Konfrontasi sangat berguna untuk klien yang telah mempunyai
kesadaran diri, tetapi perilakunya belum berubah.

2. Kesegeraan
Terjadi jika interaksi perawat-klien difokuskan untuk membantu klien dan digunakan
untuk mempelajari fungsi klien dalam hubungan interpersonal lainnya. Perawat sensitif
terhadap perasaan klien dan berkeinginan untuk membantu dengan segera.
3. Keterbukaan perawat
Tampak ketika perawat memberikan informasi tentang diri, ide, nilai, perasaan,dan
sikapnya sendiri untuk memfasilitasi kerjasama, proses belajar, katarsis, atau dukungan
klien. Melalui penelitian yang dilakukan oleh Johnson (dikutip oleh Stuart dan Sundeen,
1987: 134), ditemukan bahwa peningkatan keterbukaan antara perawat-klien
menurunkan tingkat kecemasan perawat klien.
4. Katarsis emosional
Klien didorong untuk membicarakan hal-hal yang sangat mengganggunya untuk
mendapatkan efek terapeutik. Dalam hal ini, perawat harus dapat mengkaji kesiapan
klien untuk mendiskusikan masalahnya. Jika klien mengalami kesulitan
mengekspresikan perasaanya, perawat dapat membantu dengan mengekspresikan
perasaannya jika berada pada situasi klien.
5. Bermain peran
Membangkitkan situasi tertentu untuk meningkatkan penghayatan klien dalam hubungan
antara manusia dan memperdalam kemampuannya untuk melihat situasi dari sudut
pandang lain serta memperkenankan klien untuk mencobakan situasi yang baru dalam
lingkungan yang aman.

BAB III

PENUTUP

3.1    KESIMPULAN
1.         Kemampuan menerapkan teknik komunikasi terapeutik memerlukan latihan dan kepekaan serta
ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi dalam dimensi
nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui
dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat.
2.         Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam penggunaanya diperhatikan
sikap dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain yang cukup penting diperhatikan adalah
dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan factor penunjang yang sangat berpengaruh dalam
mengembangkan kemampuan berhubungan terapeutik.

3.2    SARAN
1.         Dalam melayani klien hendaknya perawat selalu berkomunikasi dengan klien untuk
mendapatkan persetujuan tindakan yang akan di lakukan.
2.         Dalam berkomunikasi dengan klien hendaknya perawat menggunakan bahasa yang mudah di
mengerti oleh klien sehingga tidak terjadi kesalahpahaman komunikasi.
3.         Dalam menjalankan profesinya hendaknya perawat selalu memegang teguh etika keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Dalami,Ermawati.2009. Buku Saku Komunikasi Keperawatan. Jakarta : Trans


Info Media
http://dhanwaode.wordpress.com/2010/10/09/komunikasi-dalam-proses-pembangunan-
dalam-proses-keperawatan/

http://riff46.wordpress.com/2011/05/21/integrasi-konsep-komunikasi-dan-etika-dalam-
pemberian-obat/

Anda mungkin juga menyukai