Mata Kuliah:
Dosen Pengampu:
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas mengenai “Komunikasi
Terapeutik pada Klien Gangguan Jiwa.” Makalah ini kami susun dengan tujuan
untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Dasar II. Selain itu, kami
berharap dengan tersusunnya makalah ini dapat menambah wawasan bagi para
pembaca maupun penulis mengenai Komunikasi Terapeutik pada Klien Gangguan
Jiwa.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang sudah
turun tangan dalam membantu penyusunan makalah ini mulai dari awal hingga
akhir. Jika terdapat kekeliruan pada kalimat ataupun kata dalam makalah ini, kami
mohon maaf.
(Kelompok 8)
2
DAFTAR ISI
BAB I ...................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
BAB II .................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN .................................................................................................... 6
PENUTUP ............................................................................................................ 22
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
sedang berkomunikasi dengan pasien, seorang perawat atau terapis harus
menjalin hubungan dengan klien biar proses pengobatannya dapat lebih
optimal.
1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami mengenai komunikasi dan komunikasi
terapeutik.
2. Mengetahui dan mengerti tujuan dan manfaat dari komunikasi dan
komunikasi terapeutik.
3. Mengerti tahapan-tahapan dalam komunikasi terapeutik.
4. Memahami teknik-teknik yang terdapat dalam penerapan komunikasi
terapeutik.
5. Mengenali dan mengerti sikap perawat berserta dimensi respon yang
ada dalam komunikasi terapeutik.
6. Mengetahui hambatan-hambatan yang dapat timbul dalam proses
komunikasi terapeutik.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
dipertimbangkan, dan dilaksanakan secara profesional. Adapun tujuan dari
komunikasi terapeutik adalah:
7
Perawat harus belajar untuk peka terhadap kebutuhan-kebutuhan
pasien dan mampu menciptakan hubungan teraupetik yang baik,
agar klien merasa senang dan merasa dihargai. Perawat juga
tidak boleh memaksa jika klien belum bersedia untuk
berkomunikasi dan mengungkapkan apa yang dirasakan
olehnya.
2. Orientasi
Pada tahap ini, perawat memperkenalkan diri kepada
klien, menjelaskan terkait tujuan kedatangan perawat, juga
melakukan kontak waktu kepada klien.. Tujuan dari tahap
orientasi ini adalah untuk memeriksa keadaan klien,
memvalidasi keakuratan data klien dan rencana yang yang telah
di buat dengan keadaan klien pada saat itu.
3. Tahap Kerja
4. Terminasi
Terminasi merupakan tahap akhir dalam komunikasi
terapeutik. Dalam tahap ini, perawat menguvapkan terimakasih
kepada klien atas kerjasama yang sudah dilakukan, juga
melakukan kontrak waktu pertemuan selanjutnya. Tahap
terminasi dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Terminasi sementara
Merupakan akhir pertemuan antara perawat dan
klien yang bersifat sementara. Hal ini dikarenakan
8
perawat akan kembali menemui klien dan kembali
melakukan interaksi.
b. Terminasi akhir
Terminasi akhir merupakan terminasi yang
terjadi apabila pasien akan keluar atau pulang dari rumah
sakit. Pada terminasi akhir ini, perawat tetap
memberikan semangat dan mengingatkan klien untuk
tetap menjaga kesehatan. Hal ini bertujuan agar
komunikasi teraupetik antara perawat dan klien tetap
terjalin dengan baik. Tahap ini akan memperlihatkan
respon klien mengenai perasaan juga kepuasan klien
terhadap pelayanan yang diberikan oleh perawat.
❖ Teknik komunikasi terapeutik
Sebagai perawat, dalam berkomunikasi dengan klien tentunya
kita tidak bisa sembarangan. Komunikasi yang digunakan oleh
perawat pada klien merupakan komunikasi yang menyembuhkan, atau
bisa juga disebut sebagai komunikasi terapeutik. Komunikasi
terapeutik merupakan komunikasi yang dilakukan oleh perawat guna
membantu mengatasi masalah klien serta memperbaiki pengalaman
emosional klien, yang pada akhirnya mencapai kesembuhan klien.
Menurut Stuart dan Sunden dalam Tamsuri (2004:15), untuk
menanggapi pesan yang telah disampaikan klien, perawat dapat
menggunakan berbagai teknik komunikasi terapeutik. Berikut ini
adalah teknik-teknik komunikasi terapeutik yaitu:
1. Mendengarkan dengan aktif (Active Listening)
Pada saat berkomunikasi, seorang perawat sudah
seharusnya mampu mendengarkan secara aktif keluhan dari
klien. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada
klien, agar klien dapat berbicara dan mengungkapkan
keluhannya. Selain itu dengan mendengar secara aktif, perawat
dapat mengetahui perasaan klien.
9
2. Pertanyaan terbuka (Broad Opening)
Dalam berkomunikasi, perawat harus memberikan
kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan apa yang ia
rasakan.
3. Mengulang kembali (Restating)
Hal ini sangat diperlukan khususnya dalam komunikasi
terapeutik, Dengan mengulang pokok pikiran yang telah
diungkapkan oleh klien, perawat dapat menguatkan ungkapan
pasien.
4. Klarifikasi (Clarification)
Saat berkomunikasi, apabila perawat merasa ragu,
kurang mendengar. tidak jelas, atau perawat merasa bahwa
pasien malu untuk mengemukakan informasi atau keluhannya,
maka perawat perlu melakukan klarifikasi, agar tidak terjadi
kesalahan dalam melakukan asuhan keperawatan.
5. Refleksi isi dan perasaan
6. Mengarahkan/memfokuskan pembicaraan
Perawat berperan untuk membantu klien agar klien dapat
memfokuskan pembicaraan supaya pembicaraan yang
berlangsung dapat lebih spesifik dan terarah.
10
7. Membagi persepsi
Perawat mengungkapkan mengenai persepsi tentang
klien, kemudian meminta umpan balik atau meminta respon
klien mengenai apa yang telah perawat ungkapkan sebelumnya.
8. Identifikasi tema/mengkesplorasi
Perawat mengidentifikasi latar belakang masalah yang
dialami klien, guna meningkatkan oemahaman dan
mengeksplorasi masalah.
9. Diam (Silence)
Teknik ini dilakukan setelah memberikan pertanyaan
kepada klien. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan
berfikir serta memotivasi klien agar klien mau berbicara.
10. Memberi informasi (Informing)
Perawat memberikan informasi mengenai hal-hal yang
belum diketahui klien. Hal ini dapat membantu perawat dalam
membina hubungan saling percaya (helping trust) dengan klien,
sehingga pengetahuan klien bertambah dan dapat membantu
perawat untuk mengambil tindakan dan keputusan.
11. Memberi saran
Perawat memberikan alternatif pemecahan masalah
klien. Teknik ini baik digunakan pada waktu yang tepat,
contohnya saat hendak melakukan tindakan, sehingga klien
dapat memilih dan mengambil keputusan.
11
Menurut Evans (1975) yang dikutip dalam Kozier dan E.B.
(1993:372), terdapat 6 sikap dan cara untuk hadir secara fisik, antara lain
12
mengekspresikan perasaannya secara spontan dan tidak dibuat-
buat.
Hal-hal yang memengaruhi kesejatian, antara lain kepercayaan
diri, persepsi terhadap orang lain dan lingkungan.
2. Empati, kemampuan perawat untuk menempatkan diri sendiri
pada posisi atau sudut pandang orang lain (klien), sehingga
mampu merasakan apa yang sedang klien rasakan. Empati
membantu perawat untuk dapat mengetahui dan membantu
kebutuhan klien.
3. Respek atau menghargai, adalah perilaku dimana perawat
menunjukkan perhatin dan kepeduliannya, rasa senang, dan
menghargai klien. Perawat menerima klien apa adanya, tidak
menghina klien, tidak merendahkan, tidak menyinggung, dan
tidak menghakimi klien. Perawat siap sedia untuk bekerja
dengan klien, mau dan tertarik untuk mendengarkan cerita
maupun permasalahan klien, memahami keunikan masing-
masing klien, serta melakukan pendekatan untuk menyelesaikan
masalah.
4. Konkret, dimana penggunaan kata-kata perawat jelas, nyata dan
spesifik ketika terlibat dalam diskusi tentang perasaan,
pengalaman, dan tingkah laku klien. Dimensi ini diperlukan
untuk menjauhkan keraguan dan ketidakjelasan saat
penyampaian pesan, serta akurat dalam menyampaikan
penjelasan kepada klien.
• Dimensi Tindakan
Menurut Anjaswarni (2016) pelaksanaan dimensi tindakan,
harus dalam situasi kehangatan, penerimaan, serta pengertian yang
sebelumnya dibentuk dalam dimensi responsif.
1. Konfrontasi: merupakan cara perawat mengekspresikan diri
terhadap perilaku pasien yang berbeda-beda, hal ini bermanfaat
untuk meluaskan kesadaran diri pasien. Menurut Anjaswarni
13
(2016), yang dikutip dari Carkhoff, konfrontasi dibagi menjadi
tiga hal, yaitu:
1) Ketidaksesuaian konsep diri pasien dengan ideal dirinya
(ekspresi pasien terhadap dirinya sendiri tidak sesuai
dengan keinginannya)
2) Ketidaksesuaian ekspresi nonverbal dan perilaku pasien
3) Ketidaksesuaian pengalaman klien dan perawat. Hal
tersebut seharusnya dilakukan dengan asertif bukan
secara agresif.
Maka dari itu, sebelum konfrontasi dilakukan, perawat
harus mengkaji dahulu hubungan kepercayaan perawat-
klien, waktu yang sesuai dan tepat, tingkat kecemasan,
kekuatan koping pada klien
Konfrontasi bermanfaat bagi klien yang telah memiliki
kesadaran diri, akan tetapi belum berubah dalam
berperilaku
2. Kesegeraan : hal ini berlangsung ketika fokus interaksi antara
perawat dan klien adalah untuk membantu klien juga untuk
mengekplorasi fungsi klien dalam hubungan interpersonal.
(Anjaswarni, 2016)
3. Keterbukaan Perawat : hal ini tampak saat perawat memberi
informasi mengenai diri, ide/gagasan, nilai, perasaaan, dan sikap
perawaat sendiri untuk memudahkan kerjasama, proses belajar,
katarsis (pelepasan emosi), ataupun dukungan dari klien. Dari
penelitian Johnson (dikutip oleh Stuart dan Sundeen 1987:134),
didapatkan bahwa keterbukaan perawat dan klien yang
meningkat, membuat kecemasan perawat klien menurun.
(Anjaswarni, 2016)
4. Katarsis emosional : dalam tahap ini klien distimulasi untuk
mengutarakan hal-hal yang mengganggunya agar mendpatkan
efek terapeutik. Perawat berperan dalam mengkaji kesiapan
14
klien dan membantu klien saat mendiskusikan perasaannya.
(Anjaswarni, 2016)
5. Bermain peran
Bermain peran dapat membangkitkan situasi tertentu yang
berpegaruh pada meningkatnya pula penghayatan klien dalam
hubungan antara manusia. Klien juga dapat memperdalam
kemampuannya dalam melihat situasi dari sudut pandang lain
dan memperbolehkan klien mencobakan situasi baru dalam
lingkungan yang aman. (Anjaswarni, 2016)
Oleh karena itu hambatan ini akan menimbulkan rasa tegang baik
bagi perawat ataupun bagi klien. Maka dari itu mari kita ulas satu persatu
tentang hambatan komunikasi terapeutik:
1. Resisten
Resisten merupakan sebuah upaya dari klien untuk tidak
menyadari aspek dari penyebab anseitas yang sedang dialaminya.
Perilaku resisten ini biasanya akan diperlihatkan secara langsung
oleh klien selama pada fase kerja, karena fase ini sangatlah banyak
berisi tentang proses penyelesaian masalah.
2. Transferens
Transferens merupakan sebuah respon yang tidak kita sadari
dimana klien, mengalami sebuah perasaan dan sikap terhadap
perawat yang mempunyai kaitan dasar dengan tokoh dalam
upayanya dimasa lalu. Sifat yang paling menonjol adalah
15
ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan penggunaan
mekanisme pertahanan.
3. Kontransferens
Kebutuhan terapeutik yang sudah dibuat perawat bukan oleh
klien, merujuk pada respon emosional yang lebih spesifik oleh
perawat terhadap kebutuhan klien yang tidak tepat dalam isi maupun
hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi.
Reaksi ini biasanya berbentuk salah satu dari tiga jenis reaksi sangat
mencintai, reaksi sangat membenci, reaksi sangat bermusuhan atau
membenci dan reaksi sangat cemas
4. Adanya Perbedaan Presepsi
Perbedaan ini bisa disebabkan oleh perbedaan nilai budaya
atau sikap terhadap kehidupan. Dan perbedaan ini mempunyai
konsekuensi yaitu nilai-nilai, sikap, atau dimensi psikologis dimana
dapat menentukan stimulus apa yang menarik perhatian serta
memiliki makna
5. Terlalu Cepat Menyimpulkan
Salah satu hal yang bisa terbilang lemah yaitu manusia
dengan cepat dan mudah menyimpulkan suatu hal, dimana tidak
didiskusikan terlebih dahulu
6. Adanya Pandangan Sterotipe
Sterotip sendiri merupakan suatu penilaian yang tidak
seimbang terhadap suatu kelompok. Penilaian ini terjadi karena
kecenderungan untuk menggeneralisasi tanpa sebuah diferensiasi
7. Kurangnya Pengetahuan
Defisit pengeahuan adalah ketiadaan atau kurangnya
informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu dengan tidak
menunjukkan respons, perubahan, atau pola disfungsi manusia,
tetapi lebih sebagai suatu etiologi atau faktor penunjang yang dapat
menambah suatu variasi respons
16
8. Sulit Mengekspresikan Diri
Terlalu takut dengan perasaan marah atau terlibat konflik
dengan orang lain. Takut dianggap remah dan rentan. Takut ditolak
atau menolak. Emosi yang sudah menumpuk.
9. Adanya Emosi
Diartikan sebagai dari reaksi terhadap situasi tertentu yang
dilakukan oleh tubuh. Hal yang biasanya memiliki kaitan dengan
aktivitas berpikir (kognitif) seseorang, yaitu sifat dan intensitas dari
emosi, yang dikarenakan hasil dari persepsi akan situasi yang terjadi
10. Adanya Kepribadian Tertentu
Sesuatu yang menggambarkan ciri khas (keunikan)
seseorang yang membedakan orang tersebut dengan orang lain.
Dengan mengetahui kepribadian seseorang maka akan dapat
meramalkan perilaku yang akan ditampilkan orang tersebut dalam
menghadapi suatu situasi tertentu.
17
1) Mendengarkan dengan aktif: dalam video terlihat
bahwa perawat mendengarkan secara aktif keluhan
dari klien, perawat memberikan kesempatan pada
klien untuk bercerita dan berkeluh kesah. Sehingga
perawat mampu mengetahui perasaan klien.
2) Pertanyaan terbuka: Perawat menanyakan keadaan
klien dan memberikan kesempatan kepada klien
untuk mengungkapkan apa yang dirasakan oleh klien,
dengan kalimat “Mbak Laras kenapa?”
3) Refleksi isi dan perasaan: Perawat memberikan
respon terhadap perasaan yang diutarakan oleh klien.
4) Mengidentifikasi tema/mengeksplorasi: Perawat
menanyakan mengenai masalah yang dirasakan oleh
klien kemudian mengkaji lebih dalam.
5) Mengarahkan/memfokuskan pembicaraan: Perawat
mengarahkan pembicaraan mengenai masalah klien,
dengan stimulasi pertanyaan-pertanyaan yang sesuai
dengan topik pembicaraan. Seperti “Apa yang Mbak
rasakan? siapa yang menganggu? apa yang Mbak
Laras dengar?”
3. Tahap Kerja
1) Memberi saran: Dalam video, perawat memberikan
sarn kepada klien, untuk melakukan terapi
menghardikkan suara.
2) Memberikan informasi: Perawat memberikan
edukasi kepada klien, mengenai cara menghardik
suara untuk mengatasi masalah klien.
3) Mengulang kembali: Perawat mengajarkan kembali
mengenai teknik menghardik suara kepada klien.
4) Klarifikasi: Perawat mengklarifikasi pemahan klien,
atas edukasi yang telah diajarkan.
18
5) Refleksi isi dan perasaan: Perawat memberikan
respon terhadap perasaan yang diutarakan oleh klien
menggunakan stimulus pertanyaan beserta
klarifikasi.
6) Diam: Perawat dalam keadaan silent, dengan tetap
memperhatikan dan mengkaji pemahaman klien
dalam melakukan terapi menghardik suara. Disini
perawat memberikan kesempatan kepada klien, untuk
melakukan terapi secara mandiri.
4. Tahap Terminasi
Dalam video, perawat mengevaluasi kembali pemahaman
klien terkait edukasi yang diajarkan oleh perawat dan
menanyakan respon/perasaan klien setelah melakukan terapi
tersebut. Perawat kemudian melakukan kontrak waktu
mengenai jadwal terapi menghardik suara serta jadwal
pertemuan selanjutnya. Perawat mengucapkan terimakasih
atas kerjasama yang sudah dilakukan bersama klien dan
mengantarkan klien untuk berbaur dengan teman-teman satu
RS. Teknik yang digunakan dalam tahap ini yaitu:
1) Refleksi isi dan perasaan: Perawat mengkaji dan
menilai respon pasien selama dilakukan tindakan
edukasi terapi menghardik suara. Perawat juga
memberikan respon terhadap perasaan klien.
2) Membagikan persepsi: Perawat memancing klien
untuk mengungkapkan apa yang dirasakannya,
dengan menggunakan beberapa pertanyaan yang
menjerumus dan melakukan diskusi kecil mengenai
persepsi yang diungkapkan perawat sebelumnya.
3) Memberi saran: Perawat menyarankan klien untuk
berbaur dengan teman-teman di satu RS agar tidak
19
terlalu fokus pada permasalahan yang sedang
dihadapinya.
B. Dimensi respon
Dalam video komunikasi terapeutik tersebut, perawat
menunjukkan dimensi respon:
1) Kesejatian/ikhlas yang ditunjukkan melalui sifat yang
terbuka, jujur, tulus, ikhlas kepada klien. Perawat juga
berekspresi secara spontan, yang menandakan bahwa
ungkapan dari perasaan perawat tidak dibuat-buat.
2) Empati yang ditunjukkan dari sikap dan perilaku perawat
bahwa perawat mampu menempatkan diri dari sudut
pandang klien. Sehingga perawat mampu mengetahui dan
merasakan apa yang dirasakan oleh klien, dan dapat
membantu permasalahan klien.
3) Respect/menghargai, dimensi respon ini ditunjukkan oleh
perawat dengan sikap perawat yang perhatian dan peduli
pada klien. Perawat juga memilih kata-kata/kalimat yang
lembut dan hati-hati dalam menyampaikannya kepada klien,
sehingga tidak menyakiti perasaan klien. Perawat tertarik
pada apa yang diungkapkan klien dan mampu untuk
mendengarkan apa yang dirasakan oleh klien. Perawat
paham mengenai keunikan yang dimiliki oleh kliennya,
sehingga disini perawat melakukan tindakan dengan baik
dan tetap menghormati dan menghargai pasien.
4) Konkret, saat berdiskusi dengan klien, perawat
menggunakan kata-kata yang jelas, nyata, dan spesifik baik
dalam pernyataan maupun pertanyaan.
C. Hambatan komunikasi
Dalam komunikasi terapeutik dengan klien gangguan jiwa
terdapat hambatan yang didapatkan yaitu Kontransferens, yang
ditunjukkan oleh perawat yang sedikit kurang fokus dan bingung,
20
akibat dari sikap klien cemas dan tiba-tiba teriak karena merasa
terganggu oleh suara-suara. Sehingga perawat sedikit cemas dan
was-was, namun tetap berusaha untuk melakukan yang terbaik.
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Komunikasi mempunyai peran dalam kita membangun dan dalam
keperawatan ini komunikasi sangat penting. Komunikasi yang digunakan
ini dalam keperawatan merupakan komunikasi terapeutik. Dapat kita tarik
kesimpulan bahwa komunikasi terapeutik merupakan pengalaman bersama
antara perawat dengan klien yang mempunyai tujuan dapat menyelesaikan
masalah klien yang sangat berpengaruh terhadap prilaku pasien. Perawat
dan klien mempunyai hubungan yaitu sebuah pengalaman untuk belajar
bersama dengan menggunakan berbagai macam dalam teknik komunikasi
terapeutik agar prilaku klien dapat berubah menjadi prilaku yang positif.
Tetapi tidak lupa juga bahwa komunikasi yang kita pakai juga
mempunyai hambatan yang akan timbul dari berbagai macam alasan dan
mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda, tetapi semuanya menghambat
komunikasi terapeutik. Perawat harus segera mengatasinya.
3.2 Saran
Dengan adanya makalah yang kami buat ini diharapkan pembaca
dapat memahami bahwa pentingnya kita sebagai perawat melakukan
komunikasi dalam kehidupan sehari-hari terutama pada saat kita melakukan
proses keperawatan, dan diharapkan dengan sangat bagu pembaca supaya
dapat menggunakan bahasa yang sesuai dengan penggunaan sehari-harinya.
Terkhusus bagi pembaca yang berprofesi sebagai seorang perawat atau
tenaga medis lainnya agar bisa berkomunikasi dengan baik terhadap pasien,
guna untuk mengikat kebersamaan bersama dengan pasien pada saat
22
melakukan proses keperawatan. Dan harus kita ketahui bahwa hambatan
dalam komunikasi terapeutik harus segera kita atasi, untuk mengatasi
hambatan komunikasi terapeutik, perawat harus siap untuk mengungkapkan
perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat-
klien. Awalnya, perawat harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan
komunikasi terapeutik dan mengenali perilaku yang menunjukkan adanya
hambatan tersebut. Komunikasi ini mempunyai tujuan untuk kesehatan
pasien, dan komunikasi ini dapat digunakan dengan baik terhadap teman
kerja atau siapapun yang berada ditempat kerja.
23
DAFTAR PUSTAKA
24