Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN

“HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI TERAUPETIK ”

Oleh
Nama Kelompok 2 :
1. Ni Putu Hana Agustini (203213242)
2. Ni Putu Mercy Oktaviani (203213243)
3. Kadek Ayu Putri Handayani (203213244)
4. Ni Komang Trianugraeni (203213245)
5. Anak Agung Meinia Arimita Sindy (203213246)
6. Ketut Nova Ariantini (203213247)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

DENPASAR

2021
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
rahmat dan karuniaNya Kami di berikan kesehatan dan kesempatan dalam menyelesaikan
makalah komunikasi ini dengan judul “Hambatan Dalam Komunikasi Teraupektik”
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
berbagai pihak dan sumber-sumber yang telah membantu dalam penulisan makalah ini.
Di dalam makalah ini kami menyadari banyak terdapat kekurangan,oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun sangat Kami harapkan agar menjadikan makalah ini
lebih baik lagi.

Om Santih ,Santih ,Santih, Om

Denpasar, 08 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR.............................................................................................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................................................................................
1.3 Tujuan penulisan.....................................................................................................................................................................
1.4 Manfaat penulisan ..................................................................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian komunikasi teraupetik.......................................................................................................................................
2.2 Tujuan komunikasi teraupetik .............................................................................................................................................
2.3 Hambatan dalam komunikasi teraupetik..........................................................................................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................................
3.2 Saran ............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Komunikasi adalah instrumen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang
untuk melakukan kontak dengan orang lain karena komunikasi dilakukan oleh seseorang
setiap hari baik disadari maupun tidak. Di dunia kesehatan, terutama pada saat menghadapi
klien, seorang perawat juga harus mengadakan suatu komunikasi agar informasi yang ada
dapat tersampaikan dengan baik. Terutama informasi yang berkenaan dengan kebutuhan
klien akan asuhan keperawatan yang akan diberikan. Oleh karena itu, komunikasi adalah
faktor yang paling penting ,yang digunakan untuk menetapkan hubungan antara perawat
dengan klien.
Namun, seringkali informasi yang seharusnya sampai kepada orang yang
membutuhkan, ternyata terputus di tengah jalan akibat tidak efektifnya suatu komunikasi
yang dilakukan. Pada komunikasi terapeutik antara perawat dengan klien, hal tersebut dapat
mungkin terjadi karena disebabkan oleh berbagai hal. Hal –hal tersebut tidak hanya berasal
dari klien saja, tetapi juga dapat disebabkan oleh pola komunikasi yang salah yang dilakukan
oleh perawat. Komunikasi yang tidak efektif juga dapat disebabkan kegagalan pada proses
komunikasi itu sendiri. Kegagalan itu dapat terjadi pada saat pengiriman pesan, penerimaan
pesan, serta pada kejelasan pesan itu sendiri (Edelman, 2002).

1.2 Rumusan masalah


1. Apa pengertian komunikasi teraupetik ?
2. Apa tujuan dari komunikasi teraupetik?
3. Apa hambatan dalam komunikasi teraupetik?

1.3 Tujuan penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian komunikasi teraupetik
2. Untuk mengetahui tujuan komunikasi teraupetik
3. Untuk mengetahui hambatan komunikasi teraupetik

1.4 Manfaat penulisan


1. Agar mahasiswa dapat mengetahui pengertian komunikasi teraupetik
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui tujuan komunikasi teraupetik
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui hambatan komunikasi teraupetik
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik

Komunikasi mengandung makna bersama – sama (common). Istilah komunikasi atau


communication berasal dari bahasa Latin, yaitu communication yang berarti pemberitahuan
atau pertukaran. Kata sifatnya communis, yang bermakna umum atau bersama – sama.

Menurut Hovland, Janis & Kelley sebagaimana dikutip oleh Fajar, menyatakan
komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator) menyampaikan
stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk
perilaku orang-orang lainnya (khalayak).

Menurut Barelson dan Steiner sebagaimana dikutip oleh Fajar, menyatakan


“komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain.
Melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar, angka-angka dan lainnya”.
Therapy berarti pengobatan, terapeutik. Seorang yang ahli pengobatan penyakit atau
gangguan lainnya disebut dengan therapist. Terapeutik adalah yang berkaitan dengan
terapeutik atau terapi.

Menurut Indrawati, komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan


secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi
terapeutik dalam kajian ilmiah biasa disebut dengan komunikasi interpersonal. Komunikasi
terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatan
dipusatkan untuk kesembuhan pasien.

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,


mempunyai tujuan, serta kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Pada dasarnya
komunikasi terapeutik merupakan komunikasi interpersonal (antar pribadi) yang profesional
mengarah pada tujuan kesembuhan pasien dengan titik tolak saling memberikan pengertian
antara tenaga medis spesialis jiwa dan pasien.Berdasarkan beberapa uraian dari tokoh diatas
dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik adalah proses penyampaian pesan yang
direncanakan secara sadar untuk pengobatan yang dan bertujuan untuk mendorong
kesembuhan klien. Komunikasi terapeutik disebut juga komunikasi interpersonal yang
professional.
2.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik

Indrawati memberi penjelasan bahwa komunikasi terapeutik memiliki tujuan tertentu.


Seperti yang dikutip oleh Musliha & Siti Fatmawati menjelaskan bahwa:

Tujuan komunikasi terapeutik adalah membantu pasien untuk memperjelas dan


mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan yang efektif untuk
pasien, membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri.

Adapun tujuan komunikasi terapeutik yang tertera dalam buku komunikasi keperawatan
adalah sebagai berikut:

Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta
dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal
yang diperlukan.

Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya.Mempengaruhi orang lain lingkungan fisik dan orang lain.

2.3 Hambatan Dalam Proses Komunikasi Terapeutik

A. Resistens

Resistens merupakan upaya klien untuk tidak menyadari aspek dari penyebab cemas atau
kegelisahan yang dialami. Ini juga merupakan keengganan alamiah atau penghindaran secara
verbal yang dipelajari. Klien yang resisten biasanya menunjukkan ambivalensi antara
menghargai tetapi juga menghindari pengalaman yang menimbulkan cemas padahal hal ini
merupakan bagian normal dalam proses terapeutik. Resisten ini sering akibat dari
ketidaksesuaian klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan.
Perilaku resisten biasanya diperlihatkan oleh klien pada fase kerja, karena pada fase ini
sangat banyak berisi proses penyelesaiaan masalah (Stuart danSundeen dalam Intan. 2005).

Beberapa bentuk resistensi (Stuart dan Sundeen , 1995)

a. Supresi dan represi informasi yang terkait


b. Intensifikasi gejala
c. Devaluasi diri serta pandangan dan keputusasaan tentang masa depan
d. Dorongan untuk sehat, yang terjadi secara tiba-tiba tetapi hanya
kesembuhan yang bersifat sementara
e. Hambatan intelektual yang mungkin tampak ketika klien mengatakan ia
tidak mempunyai pikiran apapun atau tidak mampu memikirkan
masalahnya, saat ia tidak memenuhi janji untuk pertemuan atau tiba
terlambat untuk suatu sesi, lupa, diam, atau mengantuk
f. Pembicaraan yang bersifat permukaan/ dangkal
g. Penghayatan intelektual dimana klien memverbalisasi pemahaman
dirinya dengan menggunakan istilah yang tepat namun tetap berprilaku
maladaptive, atau menggunakan mekanisme pertahanan intelektualisasi
tanpa diikuti penghayatan
h. Muak terhadap normalitas yang terlihat ketika klien telah mempunyai
penghayatan tetap menolak memikul tanggung jawab untuk
berubahdengan alas an bahwa normalitas adalah hal yang tidak penting
i. Reaksi transference (respon tidak sadar dimana klien mengalami
perasaan dan sakit terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan
tokoh dengan kehidupan yang dulu)
j. Perilaku amuk atau tidak rasional

B. Transference

Transference merupakan respon tak sadar berupa perasaan atau perilaku terhadap
perawat yang sebetulnya berawal dari berhubungan dengan orang-orang tertentu yang
bermakna baginya pada waktu dia masih kecil (Stuart dan Sundeen , 1995)

Reaksi transference membahayakan untuk proses terapeutik hanya bila hal ini diabaikan dan
tidak ditelaah oleh perawat. Ada dua jenis utama reaksi transference yaitu reksi bermusuhan
dan tergantung.

 Contoh reaksi transference bermusuhan (Intan, 2005) :

Bungkus (15 tahun) adalah klien yanag dirawat dirumah sakit karena demam berdarah. Tanpa
sebab yang jelas klien ini marah-marah kepada perawat Gengki. Setelah dikaji, ternyata
Gengki ini mirip pacar si Bungkus yang pernah menyakiti hatinya. Hal ini dikarenakan klien
mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh
kehidupan yang lalu.
 Contoh reaksi transference tergantung ( Intan, 2005) :

Seorang klien, Sinchan (18 tahun), dirawat oleh perawat bidadari. Perawat itu mempunyai
wajah dan suara mirip Ibu klien, sehingga dalam setiap tindakan keperawatan yang harus
dilakukan selalu meminta perawat bidadari yang melakukannya.

C. Coutertransference

Coutertrasference merupakan kebutuhan terapeutik yang di buat oleh perawat dan


bukan oleh klien. Hal ini dapat mempengaruhi hubungan perawat-klien.

Beberapa bentuk countransference ( Stuart dan Sundeen dalamIntan, 2005):

a. Ketidakmampuan berempati terhadap klien dalam masalah tertentu.


b. Menekan perasaan selama atau sesudah sesi.
c. Kecerobohan dalam mengimplementasikan kontrak dengan datang terlambat, atau
melampaui waktu yang telah ditentukan.
d. Mengantuk selama sesi.
e. Perasaan marah atau tidak sabar karena ketidak inginan klien untuk berubah.
f. Dorongan terhadap ketergantungan, pujian atau efeksi klien.
g. Berdebat dengan klien atau kecendrungan untuk memaksa klien sebelum ia siap.
h. Mencoba untuk menolong klien dalam segala hal tidak berhubungan dengan tujuan
keperawatan yang telah diidentifikasi.
i. Keterlibatan dengan klien dalam tingkat personal dan sosial.
j. Melamunkan atau memikirkan klien.
k. Fantasi seksual atau agresi yang diarahkan kepada klien.
l. Perasaan cemas, gelisah atau persaan bersalah terhadap kien
m. Kecendrungan untuk memusatkan secara berulang hanya pada satu aspek atau cara
memandang pada informasi yang di berikan klien.
n. Kebutuhan untuk mempertahankan intervensi keperawatan dengan klien.
Reaksi coutrtrasference biasanya dalam tiga bentuk ( Stuart danSundeen dalam Intan,
2005):

a. Reaksi sangat mencintai atau “caring”.


Perawat Dono melakukan perawatan pada klien dini dengan cara yang
berlebih-lebihan yaitu dengan cara ,masih berlama-lama mengobrol dengan klien
tersebut padahal masih banyak klien yang perlu di tangani.perawat Dono juga
mencoba menolong klien dengan segala hal yang tidak berhubungan dengan tujuan
yang telah diidentifikasi.
b. Reaksi sangat bermusuhan.

Perawat Dora mempunyai klien yang sangat Menjenkelkan.Derry (25 tahun)


Derry ini selalu marah-marah dan menjengkelkan perawat Dora sangat dendam pada
klienini dan selalumengacuhkan Derry meskipun dia membutuhkan pertolongan

c. Reaksi sangat cemas sering kali di gunakan sebagai respon terhadap resistensi.

Lima cara mengidentifikasikan terjadi countertransference (StuartG.Wdalam


Suryani,2006):

1. Perawat harus mempunyai standaryang sama terhadap dirinya sendiriatas apa yang di
harapkan kepada kliennya.
2. Perawat harus menguji diri sendiri melalui latihan menjalin hubungan, terutama
ketika klien menentang atau mengeritik.
3. Perawat harus dapat menemukan sumber masalahnya.
4. Ketika countertrasference terjadi, perawat harus dapat melatih diri untuk
mengontrolnya.
5. Jika perawat membutuhkan pertolongan dalam mengatasicountertransference,
pengawasan secara individumaupun kelompok dapat lebih membantu.

D. Pelanggaran batas.

Perawat perlu membatasi hubungannya dengan klien. Batas hubungan perawat-klien


adalah bahwa hubungan yang di bina adalah hubungan terapeutik,dalam hubungan ini
perawat berperan sebagai penolong dan klien berperan sebagai yang di tolong. Baik perawat
maupun klien harus menyadari batas tersebut (Suryani, 2006).
Pelanggaran batas terjadi jika perawat melampaui batas hubungan yang terapeutik dan
membina hubungan sosial, ekonomi, atau personal dengan klien.

Beberapa batas hubungan perawat dank lien (stuart dansundeen, dalam Intan, 2005)

 Batas peran

Masalah batas peran ini memerlukan wawasan dan pengetahuan yang luas dari perawat serta
penentuan secara tegas mengenai batas-batas terapeutik perawat dan klien.

 Batas waktu

Penetapan waktu perlu dilakukan dimana perawat mengadakan hubungan terapeutiknya


dengan klien. Waktu pengobatan atau hubungan terapeutik yang tidak wajar dan tidak
mempunyai tujuan terapeutik harus dievaluasi kembali untuk mencegah terjadinya
pelanggaran batas.

 Batas tempat dan ruang

Misalnya wawancara dimana? Kapan dan berapa lama?

Batas ini biasanya berhubungan dengan perawatan yang dilakukan . Pemanfaatan terapeutik
diluar kebiasaan misalnya dimobil atau dirumah klien, harus dengan tindakan terapeutik yang
rasional dan mempunyai tujuan yang jelas. Perawat tidak di perbolehkan t dalam melakukan
tindakan dikamar klien kadang perlu menghormati batas-batas tertentu misanya pintu terbuka
atau ada pegawai yang lain.

 Batas uang

Batas ini berhubungan dengan penghargaan klien dengan perawat berupa uang. Disini juga
perluadanya perhatian mengenai tawar-menawar terhadap klien miskin tentang biaya
pengobatan untuk mencegah timbulnya pelanggaran batas.

Batas pemberian hadiah dan pelayanan

Masalah ini controversial dalam keperawatan, namun yang pasti hal ini melanggar batas.

 Batas pakaian
Batas ini berhubungan dengan kebutuhan perawat dalam berpakaian secara tepat dalam
hubungan terapeutik perawat dank lien. Dimana perawat tidak diperbolehkan memakai
pakaian yang tidak sopan.

 Batas bahasa ;

Perawat perlu memperhatikan nada bicara dan pilihan kata ketika komunikasi dengan klien.
Tidak terlalu akrab, mengarah sikap seksul dan memberikan pendapat dengan nada
menggurui merupakan pelanggaran batas.

 Batas pengungkapan diri secara personal;

Mengungkapkan diri secara personal dari perawat yang tidak berhubungan dengan tujuan
terapeutik dapat mengarah kepada pelanggaran batas.

 Batas kontak fisik;

Semua kontak fisik dengan klien harus dievaluasi untuk melihat apakah melanggar batas atau
tidak. Beberapa jenis kontak fisik/ seksual terhadap kien yang tidak pernah tercangkup dalam
hubungan terpeutik antara perawat dengan klien.

Untuk mencegah terjadinya pelanggaran batas dalam berhubungan dengan klien,


perawat sejak awal interkasi perlu menjelaskan atau membuat kesepakatan bersama klien
tentang hubungan yang mereka jalin. Kemudian selama berinteraksi perawat harus berhati-
hatidalam berbicara agar tidak banyak terlibat dalam komunikasi sosial. Dengan selalu
berfokus pada tujuan interaksi, perawat bisa terhindar daripelanggaran terhadap batas-batas
dalam berhubungan dengan klien.selalu mengingatkan kontrak dan tujuan interaksi setiap kali
bertemu dengan klien juga dapat menghindari pelanggaran batas ini.(Suryani 2006).

Contoh pelagggaran batas yaitu (Intan 2005):

1. Klien mengajak makan perawat siang atau maka malam di luar.


2. Klien memperkenalkan perawat pada keluarganya.
3. Perawat menerimah pemberian hadiah dari bisis klien.
4. Perawat menghadiri acara-acara sosial.
5. Klien member perawat hadiah.
6. Perawat secara rutin memeluk dan memegang klien.
7. Perawat menjalankan bisnis atau memesan pelayanan dari klien.
8. Perawat secara teratur memberi informasi personal kepada klien.
9. Hubungan professional berubah menjadi hubungan sosial.
10. Perawat menghadiri undangan klien.

E. Pemberian hadiah

Pemberian hadia merupakan masalah yang kontroversial dalam keperawatan. Disatu


pihak ada yang menyatakan bahwa pemberian hadiah dapat membantu dalam mencapai
tujuan terapeutik, tapi dipihak lain ada yang menyatakan bahwa pemberian hadiah bisa
merusak hubungan terapeutik.

Hadiah dapat dalam berbagai bentuk misalnya yang nyata seperti sekotak permen, rangkaian
bunga, rajutan atau lukisan. Sedangkan yang tidak nyata bisa berupa ekspresi ucapan terima
kasih dari klien kepada perawat sebagai orang yang akan meninggalkan rumah sakit atau dari
anggota keluarga yang lega dan berterima kasih atas bantuan perawat dalam meringankan
beban emosional klien.

F. Cara mengatasi hambatan komunikasi

Untuk mengatasi hambatan teurapeutik, perawat harus siap mengungkapkan perasaan


emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat -pasien. Awalnya , perawat
harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan teurapeutik dan mengenali prilaku yang
menunjukkan adanya hambatan tersebut. Kemudian perawat dapat mengklarifikasi dan
mengungkapkan perasaan serta isi agar lebih berfokus secara objektif pada apa yang sedang
terjadi.

Latar belakang prilaku dikaji, baik pasien (untuk reaksi resistens dan transferensa) atau
perawat (untuk reaksi kontertransferens dan pelanggaran batasan) bertanggung jawab
terhadap hambatan teurapeutik dan dampak negatifnya pada proses teurapeutik. Terakhir,
tujuan hubungan, kebutuhan, dan masalah pasien ditinjau kembali. Hal ini dapat membantu
perawat untuk membina kembali kerja sama teurapeutik yang sesuai dengan proses hubungan
perawat-pasien.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Komunikasi terapeutik merupakan tanggung jawab moral seorang perawat
serta salah satu upaya yang dilakukan oleh perawat untuk mendukung proses
keperawatan yang diberikan kepada klien. Komunikasi terapeutik bertujuan untuk
mengembangkan pribadi klien ke arah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan
pada petumbuhan klien. Komunikasi terapeutik tidak sama dengan komunikasi sosial.
Komunikasi sosial tidak mempunyai tujuan tertentu dan biasanya pelaksanaan
komunikasi ini terjadi begitu saja. Sedangkan komunikasi terapeutik mempunyai
tujuan dan berfungsi sebagi terapi bagi klien. Karena itu, pelaksanaan komunikasi
terapeutik harus direncanakan dan terstruktur dengan baik.

3.2 Saran
1. Untuk dapat melakukan pendekatan yang efektif terhadap klien
perawat hendaknya mengetahui strategi yang tepat dalam menggunakan
komunikasai terapeutik.
2. Perawat harus menciptakan sebuah perencanaan dan struktur yang baik
dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik.
3. Dalam melakukan komunikasa dengan klien perawat harus menghargai
keunikan setiap klien.
DAFTAR PUSTAKA

Alimul A.A. 2003. Riset Keperawatan & Tehnik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Pernerbit
Salemba Medika.
Ellis R.B & Gates R.J. 2000. Komunikasi Interpersonal dalam Keperawatan(terjemahan).
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wahyuni Arti. 2004. Hubungan Antara Karakteristik Perawat Dengan Motivasi Perawat
Dalam Menerapkan Komunikasi Terapeutik. Semarang.
http://healthyusandart.blogspot.com/2013/01/hambatan-dalam-komunikasi-terapeutik.html

Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi Teori &Praktik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hal. 31
Ibid, hal. 31-32

Ibid, hal. 31-32


Difa Danis, Kamus Istilah Kedokteran, hal. 620

Musliha & Siti Fatmawati, Komunikasi Keperawatan Plus Materi Komunikasi


Terapeutik,(Yogyakarta: Nuha Medika, 2010), hal.111
Cristina Lia Uripni, Komunikasi Kebidanan, (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGChal. 48

Farida, Kusumawati, dan Yudi Hartono, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, hal. 26
Musliha & Siti Fatmawati, Komunikasi Keperawatan …, hal. 112 Ibid, hal. 113

Anda mungkin juga menyukai