Anda di halaman 1dari 24

2.4.

Tahap penerapan sistem dalam penggunaan proses keperawatan 

Banyak pakar telah merumuskan definisi dari proses keperawatan


(Weitzel, Marriner, Murray, Yura, Herber, dll). Secara umum dapat dikatakan
bahwa proses keperawatan adalah metode pengorganisasian yang sistematis,
dalam melakuan asuhan keperawatan pada individu, kelompok dan masyarakat
yang berfokus pada identifikasi dan pemecahan masalah dari respon pasien
terhadap penyakitnya (Tarwoto & Wartonah, 2004).

Proses keperawatan adalah :

1.      Suatu pendekatan sistematis untuk mengenal masalah-masalah pasien dan


mencarikan alternatif pemecahan masalah dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan
pasien.

2.      Merupakan proses pemecahan masalah yang dinamis dalam memperbaiki


dan meningkatkan kesehatan pasien sampai ke tahap maksimum.

3.      Merupakan pendekatan ilmiah

4.      Terdiri dari 4 tahap : pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.


Atau, ada pula yang menterjemahkannya ke dalam 5 tahap : pengkajian,
perumusan diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

LANGKAH-LANGKAH PROSES KEPERAWATAN

2.4.1 Tahap pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal proses keperawatan dan merupakan


suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.Tahap pengkajian
merupakan pemikiran dasar dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai
dengan kebutuhan individu. Pengkajian yang lengkap, akurat, sesuai kenyataan,
kebenaran data sangat penting untuk merumuskan suatu diagnosa keperawatan
dan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan respon individu.
Data Dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status
kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan terhadap dirinya
sendiri, dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya.Data
Fokus adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon klien terhadap
kesehatan dan masalah kesehatannya serta hal-hal yang mencakup tindakan yang
dilaksanakan terhadap klien.

Fokus Pengkajian Keperawatan Pengkajian keperawatan tidak sama


dengan pengkajian medis. Pengkajian medis difokuskan pada keadaan patologis,
sedangkan pengkajian keperawatan ditujukan pada respon klien terhadap masalah-
masalah kesehatan yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar
manusia. Misalnya dapatkah klien melakukan aktivitas sehari-hari, sehingga fokus
pengkajian klien adalah respon klien yang nyata maupun potensial terhadap
masalah-masalah aktifitas harian.

Pulta (Pengumpulan Data) Pengumpulan data adalah pengumpulan


informasi tentang klien yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan
masalah-masalah, serta kebutuhan-kebutuhan keperawatan dan kesehatan
klien.Pengumpulan informasi merupakan tahap awal dalam proses keperawatan.
Dari informasi yang terkumpul, didapatkan data dasar tentang masalah-masalah
yang dihadapi klien. Selanjutnya data dasar tersebut digunakan untuk menentukan
diagnosis keperawatan, merencanakan asuhan keperawatan, serta tindakan
keperawatan untuk mengatasi masalah-masalah klien.

Pengumpulan data dimulai sejak klien masuk ke rumah sakit (initial


assessment), irawat secara terus-menerus (ongoing assessment), serta pengkajian
ulang untuk menambah / melengkapi data (re-assessment).

1.      Tujuan Pengumpulan Data

a.       Memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan klien.

b.      Untuk menentukan masalah keperawatan dan kesehatan klien.

c.       Untuk menilai keadaan kesehatan klien.


d.      Untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langah-langkah
berikutnya.

2.      Tipe Data:

a.       Data Subjektif

Data Subjektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu
pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak bisa
ditentukan oleh perawat, mencakup persepsi, perasaan, ide klien tentang status
kesehatannya. Misalnya tentang nyeri, perasaan lemah, ketakutan, kecemasan,
frustrasi, mual, perasaan malu.

b.      Data Objektif

Data Objektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat
diperoleh menggunakan panca indera (lihat, dengar, cium, raba) selama
pemeriksaan fisik. Misalnya frekuensi nadi, pernafasan, tekanan darah, edema,
berat badan, tingkat kesadaran.

3.      Karakteristik Data

a.       Lengkap

Data yang terkumpul harus lengkap guna membantu mengatasi masalah


klien yang adekuat. Misalnya klien tidak mau makan selama 3 hari. Perawat harus
mengkaji lebih dalam mengenai masalah klien tersebut dengan menanyakan hal-
hal sebagai berikut: apakan tidak mau makan karena tidak ada nafsu makan atau
disengaja? Apakah karena adanya perubahan pola makan atau hal-hal yang
patologis? Bagaimana respon klien mengapa tidak mau makan.

b.      Akurat dan Nyata

Untuk menghindari kesalahan, maka perawat harus berfikir secara akurat


dan nyata untuk membuktikan benar tidaknya apa yang didengar, dilihat, diamati
dan diukur melalui pemeriksaan ada tidaknya validasi terhadap semua data yang
mungkin meragukan. Apabila perawat merasa kurang jelas atau kurang mengerti
terhadap data yang telah dikumpulkan, maka perawat harus berkonsultasi dengan
perawat yang lebih mengerti. Misalnya, pada observasi : “klien selalu diam dan
sering menutup mukanya dengan kedua tangannya.

Perawat berusaha mengajak klien berkomunikasi, tetapi klien selalu diam


dan tidak menjawab pertanyaan perawat. Selama sehari klien tidak mau makan
makanan yang diberikan”, jika keadaan klien tersebut ditulis oleh perawat bahwa
klien depresi berat, maka hal itu merupakan perkiraan dari perilaku klien dan
bukan data yang aktual. Diperlukan penyelidikan lebih lanjut untuk menetapkan
kondisi klien. Dokumentasikan apa adanya sesuai yang ditemukan pada saat
pengkajian.

c.       Relevan

Pencatatan data yang komprehensif biasanya menyebabkan banyak sekali


data yang harus dikumpulkan, sehingga menyita waktu dalam mengidentifikasi.
Kondisi seperti ini bisa diantisipasi dengan membuat data komprehensif tapi
singkat dan jelas. Dengan mencatat data yang relevan sesuai dengan masalah
klien, yang merupakan data fokus terhadap masalah klien dan sesuai dengan
situasi khusus.

4.      Sumber Data

a.       Sumber data primer

Klien adalah sumber utama data (primer) dan perawat dapat menggali
informasi yang sebenarnya mengenai masalah kesehatan klien.

b.      Sumber data sekunder

Orang terdekat, informasi dapat diperoleh melalui orang tua, suami atau
istri, anak, teman klien, jika klien mengalami gangguan keterbatasan dalam
berkomunikasi atau kesadaran yang menurun, misalnya klien bayi atau anak-anak,
atau klien dalam kondisi tidak sadar.

c.       Sumber data lainnya


1)         Catatan medis dan anggota tim kesehatan lainnya. Catatan kesehatan
terdahulu dapat digunakan sebagai sumber informasi yang dapat mendukung
rencana tindakan perawatan.

2)         Riwayat penyakit Pemeriksaan fisik dan catatan perkembangan


merupakan riwayat penyakit yang diperoleh dari terapis. Informasi yang diperoleh
adalah hal-hal yang difokuskan pada identifikasi patologis dan untuk menentukan
rencana tindakan medis.

3)         Konsultasi Kadang terapis memerlukan konsultasi dengan anggota tim


kesehatan spesialis, khususnya dalam menentukan diagnosa medis atau dalam
merencanakan dan melakukan tindakan medis. Informasi tersebut dapat diambil
guna membantu menegakkan diagnosa.

4)         Hasil pemeriksaan diagnostic Seperti hasil pemeriksaan laboratorium dan


tes diagnostik, dapat digunakan perawat sebagai data objektif yang dapat
disesuaikan dengan masalah kesehatan klien. Hasil pemeriksaan diagnostik dapat
digunakan membantu mengevaluasi keberhasilan dari tindakan keperawatan.

5)         Perawat lain Jika klien adalah rujukan dari pelayanan kesehatan lainnya,


maka perawat harus meminta informasi kepada perawat yang telah merawat klien
sebelumnya. Hal ini untuk kelanjutan tindakan keperawatan yang telah diberikan.

6)         Kepustakaan. Untuk mendapatkan data dasar klien yang komprehensif,


perawat dapat membaca literatur yang berhubungan dengan masalah klien.
Memperoleh literatur sangat membantu perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan yang benar dan tepat.

5.      Metoda Pengumpulan Data

a.          Wawancara

b.         Observasi

c.          Pemeriksaan fisik

d.         Studi Dokumentasi
2.4.2 Tahap diagnosa

Pada tahun 1953, istilah diagnosa keperawatan diperkenalkan oleh V. Fry


dengan menguraikan langkah yang diperlukan dalam mengembangkan rencana
asuhan keperawatan.Menurut North American Nursing Diagnosis Association
(NANDA) (1990, dalam Carpenito, 1997) diagnosa keperawatan adalah
keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga atau masyarakat sebagai akibat
dari masalah-masalah kesehatan/ proses kehidupan yang aktual atau risiko.

Diagnosa keperawatan memberikan dasar-dasar pemilihan intervensi


untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat perawat. Adapun persyaratan
dari diagnosa keperawatan adalah perumusan harus jelas dan singkat dari respons
klien terhadap situasi atau keadaan yang dihadapi, spesifik dan akurat,
memberikan arahan pada asuhan keperawatan, dapat dilaksanakan oleh perawat
dan mencerminkan keadaan kesehatan klien.

1.      Tipe Diagnosa Keperawatan.

Diagnosa keperawatan adalah struktur dan proses. Struktur diagnosa


keperawatan komponennya tergantung pada tipenya, antara lain:

2.      Diagnosa Keperawatan Aktual (Actual Nursing Diagnoses).

Diagnosa keperawatan aktual menyajikan keadaan yang secara klinis telah


divalidasi melalui batasan karakteristik mayor yang dapat diidentifikasi. Tipe dari
diagnosa keperawatan ini mempunyai empat komponen yaitu label, definisi,
batasan karakteristik, dan faktor-faktor yang berhubungan (Craven & Hirnle,
2000; Carpenito, 1997).

3.      Diagnosa Keperawatan Risiko dan Risiko Tinggi (Risk and High-Risk


Nursing Diagnoses).

Dianosa Keperawatan Risiko dan Risiko Tinggi adalah keputusan klinis


bahwa individu, keluarga dan masyarakat sangat rentan untuk mengalami masalah
bila tidak diantisipasi oleh tenaga keperawatan, dibanding yang lain pada situasi
yang sama atau hampir sama (Craven & Hirnle, 2000; Carpenito, 1997).
4.      Diagnosa Keperawatan Kemungkinan (Possible Nursing Diagnoses).

Diagnosa Keperawatan Kemungkinan adalah pernyataan tentang masalah-


masalah yang diduga masih memerlukan data tambahan. Namun banyak perawat-
perawat telah diperkenalkan untuk menghindari sesuatu yang bersifat sementara
dan NANDA tidak mengeluarkan diagnosa keperawatan untuk jenis ini (Craven &
Hirnle, 2000; Carpenito, 1997).

5.      Diagnosa Keperawatan Sejahtera (Wellness Nursing Diagnoses).

Diagnosa Keperawatan Sejahtera adalah ketentuan klinis mengenai


individu, keluarga dan masyarakat dalam transisi dari tingkat kesehatan khusus
ketingkat kesehatan yang lebih baik. Pernyataan diagnostik untuk diagnosa
keperawatan sejahtera merupakan bagian dari pernyataan yang berisikan hanya
sebuah label. Label ini dimulai dengan “Potensial terhadap peningkatan, diikuti
tingkat sejahtera yang lebih tinggi yang dikehendaki oleh individu atau keluarga,
misal “Potensial terhadap peningkatan proses keluarga” (Craven & Hirnle, 2000;
Carpenito, 1997).

6.      Diagnosa Keperawatan Sindroma

(Syndrome Nursing Diagnoses), terdiri dari sekelompok diagnosa


keperawatan aktual atau risiko tinggi yang diduga akan tampak karena suatu
kejadian atau situasi tertentu. NANDA telah menyetujui dua diagnosa
keperawatan sindrom yaitu “Sindrom trauma perkosaan” dan “Risiko terhadap
sindrom disuse” (Carpenito, 1997).

7.      Komponen Rumusan Diagnosa Keperawatan.

Secara umum diagnosa keperawatan yang lazim dipergunakan oleh


perawat di Indonesia adalah diagnosa keperawatan aktual dan diagnosa
keperawatan risiko atau risiko tinggi yang dalam perumusannya menggunakan
tiga komponen utama dengan merujuk pada hasil analisa data, meliputi: problem
(masalah), etiologi (penyebab), dan sign/symptom (tanda/ gejala).

8.      Problem (masalah).
Problem adalah gambaran keadaan klien dimana tindakan keperawatan
dapat diberikan karena adanya kesenjangan atau penyimpangan dari keadaan
normal yang seharusnya tidak terjadi. Etiologi (penyebab), adalah keadaan yang
menunjukkan penyebab terjadinya problem (masalah). Sign/symptom (tanda/
gejala), adalah ciri, tanda atau gejala relevan yang muncul sebagai akibat adanya
masalah.Dalam perumusannya sebuah diagnosa keperawatan dapat menggunakan
3 komponen atau 2 komponen yang sangat tergantung kepada tipe dari diagnosa
keperawatan itu sendiri. Secara singkat rumusan diagnosa keperawatan dapat
disajikan dalam rumus sebagai berikut:

1.      Diagnosa keperawatan aktual:

Contoh: Nyeri kepala akut (Problem) berhubungan dengan peningkatan tekanan


dan iritasi vaskuler serebral (Etiologi) ditandai oleh, mengeluh nyeri kepala, sulit
beristirahat, skala nyeri: 8, wajah tampak menahan nyeri, klien gelisah, keadaan
umum lemah, adanya luka robek akibat trauma pada kepala bagian atas, nadi: 90
X/ m (Sign/Simptom).

2.      Diagnosa keperawatan risiko/ risiko tinggi:

Contoh: Risiko infeksi (Problem) berhubungan dengan adanya luka trauma


jaringan (Etiologi)  Pada diagnosa risiko, tanda/gejala sering tidak dijumpai hal ini
disebabkan kerena masalah belum terjadi, tetapi mempunyai risiko untuk terjadi
apabila tidak mendapatkan intervensi atau pencegahan dini yang dilakukan oleh
perawat.

3.      Persyaratan Diagnosa Keperawatan.

Persyaratan diagnosa keperawatan, meliputi:

a.       Perumusan harus jelas dan singkat berdasarkan respon klien terhadap


Situasi atau keadaan kesehatan yang sedang dihadapi.

b.      Spesifik dan akurat.

c.       Merupakan pernyataan dari: P(Problem)+ E (Etiologi)+(Sign/Simptom) atau


P (Problem) + E (Etiologi).
d.      Memberikan arahan pada rencana asuhan keperawatan.

e.       Dapat dilaksanakan intervensi keperawatan oleh perawat.

4.      Prioritas Diagnosa Keperawatan.

Menyusun prioritas sebuah diagnosa keperawatan hendaknya diurutkan


sesuai dengan keadaan dan kebutuhan utama klien.

5.      Berdasarkan tingkat Kegawatan

Keadaan yang mengancam kehidupan. Keadaan yang tidak gawat dan


tidak mengancam kehidupan. Persepsi tentang kesehatan dan keperawatan.

6.      Berdasarkan Kebutuhan Maslow

Berdasarkan Kebutuhan Maslow yaitu Kebutuhan fisiologis,kebutuhan


keamanan dan keselamatan,kebutuhan mencintai dan dicintai,kebutuhan harga diri
dan kebutuhan aktualisasi diri.

7.      Perbedaan Diagnosa Keperawatan Dengan Diagnosa Medis.

Beberapa perbedaan antara diagnosa keperawatan dengan diagnosa medis


dibawah ini:

a)   Diagnosa keperawatan:

Berfokus pada respons atau reaksi klien terhadap penyakitnya.


Berorientasi pada kebutuhan individu, bio-psiko-sosio-spiritual. Berubah sesuai
dengan perubahan respons klien. Mengarah kepada fungsi mandiri perawat dalam
melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi.

b)   Diagnosa Medis :

Berfokus pada faktor-faktor yang bersifat pengobatan dan penyembuhan


penyakit. Berorientasi kepada keadaan patologis dan cenderung tetap, mulai dari
sakit sampai sembuh. mengarah kepada tindakan medik yang sebahagian besar
dikolaborasikan kepada perawat.
2.4.3 Tahap perencanaan

Langkah ketiga dari proses keperawatan adalah perencanaan. Menurut


Kozier et al. (1995) perencanaan adalah sesuatu yang telah dipertimbangkan
secara mendalam, tahap yang sistematis dari proses keperawatan meliputi
kegiatan pembuatan keputusan dan pemecahan masalah.Dalam perencanaan
keperawatan, perawat menetapkannya berdasarkan hasil pengumpulan
data dan rumusan diagnosa keperawatan yang merupakan petunjuk dalam
membuat tujuan dan asuhan keperawatan untuk mencegah, menurunkan, atau
mengeliminasi masalah kesehatan klien.

Langkah-langkah dalam membuat perencanaan keperawatan meliputi:


penetapan prioritas, penetapan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan,
menentukan intervensi keperawatan yang tepat dan pengembangan rencana
asuhan keperawatan. Setelah diagnosa keperawatan dirumuskan secara spesifik,
perawat menggunakan kemampuan berfikir kritis untuk segera menetapkan
prioritas diagnosa keperawatan dan intervensi yang penting sesuai dengan
kebutuhan klien (Potter & Perry, 1997).

Penetapan prioritas bertujuan untuk mengidentifikasi urutan intervensi


keperawatan yang sesuai dengan berbagai masalah klien (Carpenito, 1997).
Penetapan prioritas dilakukan karena tidak semua masalah dapat diatasi dalam
waktu yang bersamaan. Salah satu metode dalam menetapkan prioritas dengan
mempergunakan hirarki kebutuhan menurut Maslow. Prioritas
dapat diklasifikasi menjadi tiga tingkatan, antara lain high priority, intermediate
priority, dan low priority. Dalam menetapkan prioritas perawat juga harus
memperhatikan nilai dan kepercayaan klien terhadap kesehatan, prioritas klien,
sumber yang tersedia untuk klien dan perawat, pentingnya masalah kesehatan
yang dihadapi, dan rencana pengobatan medis.

Diagnosa keperawatan klien dan penetapan prioritas membantu dalam


menentukan tujuan keperawatan. Tujuan adalah petunjuk untuk menyeleksi
intervensi keperawatan dan kriteria hasil dalam mengevaluasi intervensi yang
telah diberikan (McCloskey & Bulechek, 1994, dalam Potter & Perry, 1997).
Evaluasi kritis perawat dalam menetapkan tujuan dan ukuran hasil yang
diharapkan ditekankan pada diagnosa, masalah yang mendesak, dan sumber-
sumber klien serta sistem pelayanan keperawatan (Bandman & Bandman, 1995,
dalam Potter & Perry, 1997).

Tujuan penulisan rencana asuhan keperawatan dan kriteria hasil yang


diharapkan adalah:

1.      Tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan merupakan petunjuk untuk


intervensi keperawatan pada individu.

2.      Tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan menentukan efektivitas dari


intervensi keperawatan.

Dalam penulisan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan terdapat beberapa
petunjuk, antara lain:

1.      Berdasarkan diagnosa keperawatan yang telah dirumuskan,

2.      Merupakan hasil akhir yang ingin dicapai.

3.      Mencakup kriteria hasil yang merupakan dasar untuk melakukan evaluasi.

4.      Berpusat pada klien.

5.      Terlihat/ dapat diamati.

6.      Dapat diukur.

7.      Adanya batasan waktu.

8.      Realistik.

Strategi intervensi keperawatan berhubungan dengan diagnosa


keperawatan spesifik yang ditetapkan perawat untuk mencapai tujuan perawatan
klien dan kriteria hasil. Intervensi keperawatan yang spesifik harus berfokus
dalam mengeliminasi atau menurunkan etiologi (penyebab) dari diagnosa
keperawatan, dan sesuai dengan pernyataan tujuan serta kriteria hasil.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menentukan rencana intervensi
keperawatan adalah:

1.         Mengidentifikasi alternatif tindakan.

2.         Menetapkan dan menguasai teknik serta prosedur keperawatan yang akan


dilakukan.

3.         Melibatkan klien dan keluarganya.

4.         Melibatkan anggota tim kesehatan lainnya.

5.         Mengetahui latar belakang budaya dan agama klien.

6.         Mempertimbangkan lingkungan, sumber, dan fasilitas yang tersedia.

7.         Memperhatikan kebijaksanaan dan peraturan yang berlaku. Harus dapat


menjamin rasa aman klien.

8.         Mengarah pada tujuan dan kriteria hasil yang akan dicapai.

9.         Bersifat realistik dan rasional.

10.     Rencana tindakan disusun secara berurutan sesuai prioritas.

Demikian juga dalam tehnik penulisan rencana intervensi keperawatan,


ada beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh perawat antara lain:

1.   Kalimat yang ditulis harus berupa kalimat instruksi, berfungsi untuk


menjelaskan tindakan yang akan dilakukan. Instruksi dibuat secara ringkas, tegas,
tepat dan kalimat mudah dimengerti.

2.   Dapat dijadikan alat komunikasi antar anggota keperawatan/ tim kesehatan


lain untuk kesinambungan asuhan keperawatan yang akdiberikan kepada klien.

3.   Memuat informasi yang selalu baru.

4.   Didokumentasikan pada tempat/ kolom yang ditentukan sebagai pertanggung-


jawaban dan pertanggunggugatan perawat terhadap asuhan keperawatan yang
diberikan kepada klien.Dalam pelaksanaan rencana keperawatan perawat
memakai format yang didalamnya terdapat beberapa kolom. Kolom-kolom
tersebut terdiri dari kolom diagnosa keperawatan, kolom tujuan dan kriteria hasil,
dan kolom rencana intervensi keperawatan beserta rasionalnya.

Pada tahap ini, dilakukan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang


telah ditentukan, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal.
Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan.

2.4.4 Tahap implementasi

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan


oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997).

Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan


dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk
klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul
dikemudian hari.Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar
sesuai dengan rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan
kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan
keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses pelaksanaan implementasi harus
berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi
kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan
komunikasi. (Kozier et al., 1995).Dalam Implementasi tindakan keperawatan
memerlukan beberapa pertimbangan, antara lain:

1.      Individualitas klien, dengan mengkomunikasikan makna dasar dari suatu


implementasi keperawatan yang akan dilakukan.

2.      Melibatkan klien dengan mempertimbangkan energi yang dimiliki,


penyakitnya, hakikat stressor, keadaan psiko-sosio-kultural, pengertian terhadap
penyakit dan intervensi.

3.      Pencegahan terhadap komplikasi yang mungkin terjadi.


4.      Mempertahankan kondisi tubuh agar penyakit tidak menjadi lebih parah
serta upaya peningkatan kesehatan.

5.      Upaya rasa aman dan bantuan kepada klien dalam memenuhi


kebutuhannnya.

6.      Penampilan perawat yang bijaksana dari segala kegiatan yang dilakukan


kepada klien.

Beberapa pedoman dalam pelaksanaan implementasi keperawatan (Kozier et al,.


1995) adalah sebagai berikut:

1.      Berdasarkan respons klien.

2.      Berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil penelitian keperawatan, standar


pelayanan professional, hukum dan kode etik keperawatan.

3.      Berdasarkan penggunaan sumber-sumber yang tersedia.

4.      Sesuai dengan tanggung jawab dan tanggung gugat profesi keperawatan.

5.      Mengerti dengan jelas pesanan-pesanan yang ada dalam rencana intervensi


keperawatan.

6.      Harus dapat menciptakan adaptasi dengan klien sebagai individu dalam


upaya meningkatkan peran serta untuk merawat diri sendiri (Self Care).

7.      Menekankan pada aspek pencegahan dan upaya peningkatan status


kesehatan. Dapat menjaga rasa aman, harga diri dan melindungi klien.

8.      Memberikan pendidikan, dukungan dan bantuan.

9.      Bersifat holistik.

10.  Kerjasama dengan profesi lain.

11.  Melakukan dokumentasi.

Menurut Craven dan Hirnle (2000) secara garis besar terdapat tiga kategori
dari implementasi keperawatan, antara lain:
1.      Cognitive implementations, meliputi pengajaran/ pendidikan,
menghubungkan tingkat pengetahuan klien dengan kegiatan hidup sehari-hari,
membuat strategi untuk klien dengan disfungsi komunikasi, memberikan umpan
balik, mengawasi tim keperawatan, mengawasi penampilan klien dan keluarga,
serta menciptakan lingkungan sesuai kebutuhan, dan lain lain.

2.      Interpersonal implementations, meliputi koordinasi kegiatan-kegiatan,


meningkatkan pelayanan, menciptakan komunikasi terapeutik, menetapkan jadwal
personal, pengungkapan perasaan, memberikan dukungan spiritual, bertindak
sebagai advokasi klien, role model, dan lain lain.

3.      Technical implementations, meliputi pemberian perawatan kebersihan kulit,


melakukan aktivitas rutin keperawatan, menemukan perubahan dari data dasar
klien, mengorganisir respon klien yang abnormal, melakukan tindakan
keperawatan mandiri, kolaborasi, dan rujukan, dan lain-lain.Sedangkan dalam
melakukan implementasi keperawatan, perawat dapat melakukannya sesuai
dengan rencana keperawatan dan jenis implementasi keperawatan. Dalam
pelaksanaannya terdapat tiga jenis implementasi keperawatan, antara lain:

1.      Independent implementations, adalah implementasi yang diprakarsai sendiri


oleh perawat untuk membantu klien dalam mengatasi masalahnya sesuai dengan
kebutuhan, misalnya: membantu dalam memenuhi activity daily living (ADL),
memberikan perawatan diri, mengatur posisi tidur, menciptakan lingkungan yang
terapeutik, memberikan dorongan motivasi, pemenuhan kebutuhan psiko-sosio-
spiritual, perawatan alat invasive yang dipergunakan klien, melakukan
dokumentasi, dan lain-lain.

2.      Interdependen/ Collaborative implementations, adalah tindakan keperawatan


atas dasar kerjasama sesama tim keperawatan atau dengan tim kesehatan lainnya,
seperti dokter. Contohnya dalam hal pemberian obat oral, obat injeksi, infus,
kateter urin, naso gastric tube (NGT), dan lain-lain. Keterkaitan dalam tindakan
kerjasama ini misalnya dalam pemberian obat injeksi, jenis obat, dosis, dan efek
samping merupakan tanggungjawab dokter tetapi benar obat, ketepatan jadwal
pemberian, ketepatan cara pemberian, ketepatan dosis pemberian, dan ketepatan
klien, serta respon klien setelah pemberian merupakan tanggung jawab dan
menjadi perhatian perawat.

3.      Dependent implementations, adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan


dari profesi lain, seperti ahli gizi, physiotherapies, psikolog dan sebagainya,
misalnya dalam hal: pemberian nutrisi pada klien sesuai dengan diit yang telah
dibuat oleh ahli gizi, latihan fisik (mobilisasi fisik) sesuai dengan anjuran dari
bagian fisioterapi.Secara operasional hal-hal yang perlu diperhatikan perawat
dalam pelaksanaan implementasi keperawatan adalah:

1.      Pada tahap persiapan.

a.          Menggali perasaan, analisis kekuatan dan keterbatasan professional pada


diri sendiri.

b.         Memahami rencana keperawatan secara baik.

c.          Menguasai keterampilan teknis keperawatan.

d.         Memahami rasional ilmiah dari tindakan yang akan dilakukan.

e.          Mengetahui sumber daya yang diperlukan.

f.          Memahami kode etik dan aspek hukum yang berlaku dalam pelayanan
keperawatan.

g.         Memahami standar praktik klinik keperawatan untuk mengukur


keberhasilan.

h.         Memahami efek samping dan komplikasi yang mungkin muncul.

i.           Penampilan perawat harus menyakinkan.

2.      Pada tahap pelaksanaan.

a.        Mengkomunikasikan/ menginformasikan kepada klien tentang


keputusan   tindakan keperawatan yang akan dilakukan oleh perawat.

b.         Beri kesempatan kepada klien untuk mengekspresikan perasaannya


terhadap penjelasan yang telah diberikan oleh perawat.
c.          Menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan antar
manusia dan kemampuan teknis keperawatan dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan yang diberikan oleh perawat.

d.         Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan tindakan adalah


energi klien, pencegahan kecelakaan dan komplikasi, rasa aman, privacy, kondisi
klien, respon klien terhadap tindakan yang telah diberikan.

3.      Pada tahap terminasi.

a.          terus memperhatikan respons klien terhadap tindakan keperawatan yang


telah diberikan.

b.         Tinjau kemajuan klien dari tindakan keperawatan yang telah diberikan.

c.          Rapikan peralatan dan lingkungan klien dan lakukan terminasi.

d.         Lakukan pendokumentasian.

2.4.5 Tahap evaluasi

Meskipun proses keperawatan mempunyai tahap-tahap, namun evaluasi


berlangsung terus menerus sepanjang pelaksanaan proses keperawatan (Alfaro-
LeFevre, 1998). Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.

Menurut Craven dan Hirnle (2000) evaluasi didefenisikan sebagai


keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan
klien yang telah ditetapkan dengan respon prilaku klien yang tampil.

Tujuan dari evaluasi antara lain:

1.         Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien.


2.         Untuk menilai efektifitas, efisiensi, dan produktifitas dari tindakan
keperawatan yang telah diberikan.

3.         Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan.

4.         Mendapatkan umpan balik.

5.         Sebagai tanggungjawab dan tanggunggugat dalam pelaksanaan pelayanan


keperawatan.

Perawat menggunakan berbagai kemampuan dalam memutuskan efektif


atau tidaknya pelayanan keperawatan yang diberikan. Untuk memutuskan hal
tersebut dalam melakukan evaluasi seorang perawat harus mempunyai
pengetahuan tentang standar pelayanan, respon klien yang normal, dan konsep
model teori keperawatan.Dalam melakukan proses evaluasi, ada beberapa
kegiatan yang harus diikuti oleh perawat, antara lain:

1.      Mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.

2.      Mengumpulkan data yang berhubungan dengan hasil yang diharapkan.

3.      Mengukur pencapaian tujuan.

4.      Mencatat keputusan atau hasil pengukuran pencapaian tujuan.

5.      Melakukan revisi atau modifikasi terhadap rencana keperawatan bila perlu.

Menurut Ziegler, Voughan – Wrobel, & Erlen (1986, dalam Craven &
Hirnle, 2000), evaluasi terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:

1.      Evaluasi struktur.

Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan


sekeliling tempat pelayanan keperawatan diberikan. Aspek lingkungan secara
langsung atau tidak langsung mempengaruhi dalam pemberian pelayanan.
Persediaan perlengkapan, fasilitas fisik, ratio perawat-klien, dukungan
administrasi, pemeliharaan dan pengembangan kompetensi staf keperawatan
dalam area yang diinginkan.
2.      Evaluasi proses.

Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah


perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan,
dan sesuai wewenang. Area yang menjadi perhatian pada evaluasi proses
mencakup jenis informasi yang didapat pada saat wawancara dan pemeriksaan
fisik, validasi dari perumusan diagnosa keperawatan, dan kemampuan tehnikal
perawat.

3.      Evaluasi hasil.

Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien. Respons prilaku
klien merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat pada
pencapaian tujuan dan kriteria hasil.

Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:

1.      Masalah teratasi; jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan


dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.

2.      Masalah sebagian teratasi;jika klien menunjukkan perubahan sebahagian


dari kriteria hasil yang telah ditetapkan.

3.      Masalah tidak teratasi; jika klien tidak menunjukkan perubahan dan


kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah
ditetapkan dan atau bahkan timbul masalah/ diagnosa keperawatan baru.

Untuk penentuan masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi


adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil
yang telah ditetapkan. Subjective adalah informasi berupa ungkapan yang didapat
dari klien setelah tindakan diberikan. Objective adalah informasi yang didapat
berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat
setelah tindakan dilakukan. Analisis adalah membandingkan antara informasi
subjective dan objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil
kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi.
Planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan
hasil analisa.

2.4.6 Tahap dokumentasi

1.      Teknik Dokumentasi

Teknik dokumentasi keperawatan merupakan cara menggunakan


dokumentasi keperawatan dalam penerapan proses keperawatan.

Ada tiga teknik dokumentasi yang sering digunakan:

a.       SOR (Source Oriented Record)

Adalah tehnik dokumentasi yang dibuat oleh setiap anggota tim


kesehatan. Dalam melksanakan tindakan mereka tidak tergantung dengan tim
lainnya. Catatan ini cocok untuk pasien rawat inap.

b.      Kardex

Teknik dokumentasi ini menggunakan serangkaian kartu dan membuat


data penting tentang klien dengan menggunakan ringkasan problem dan terapi
klien yang digunakan pada pasien rawat jalan.

c.       POR (Problem Oriented Record)

POR merupakan teknik efektif untuk mendokumentasikan system


pelayanan keperawatan yang berorientasi pada masalah klien. Teknik ini dapat
digunakan untuk mengaplikasikan pendekatan pemecahan masalah, mengarahkan
ide pemikiran anggota tim mengenai problem klien secara jelas.

Sistem POR ini mempunyai 4 komponen:

1)      Data dasar

2)      Daftar masalah

3)      Rencana awal

4)      Catatan perkembangan
2.      Format Dokumentasi

Aziz Alimul (2001) mengemukakan ada lima bentuk format yang lazim
digunakan:

a.       Format naratif

Merupakan format yang dipakai untuk mencatat perkembangan pasien dari


hari ke hari dalam bentuk narasi.

b.      Format SOAPIER

Format ini dapat digunakan pada catatan medic yang berorientasi pada
masalah (problem oriented medical record) yang mencerminkan masalah yang di
identifikasi oleh semua anggota tim perawat.

Format SOAPIER terdiri dari:

S = Data Subjektif

Masalah yang dikemukakan dan dikeluhkan atau yang dirasakan sendiri oleh
pasien

O = Data Objektif

Tanda-tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan diagnose keperawatan


meliputi data fisiologis dan informasi dari pemeriksaan. Data info dapat diperoleh
melalui wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostic
laboratorium.

A = Pengkajian (Assesment)

Analisis data subjektif dan objektif dalam menentukan masalah pasien.

P = Perencanaan

Pengembangan rencana segera atau untuk yang akan datang dari intervensi
tindakan untuk mencapai status kesehatan optimal.

I = Intervensi
Tindakan yang dilakukan oleh perawat

E = Evaluasi

Merupakan analisis respon pasien terhadap intervensi yang diberikan

R = Revisi

Data pasien yang mengalami perubahan berdasarkan adanya respon pasien


terhadap tindakan keperawatan merupakan acuan perawat dalam melakukan revisi
atau modifikasi rencana asuhan kepeawatan.

c.       Format fokus/DAR

Semua masalah pasien diidentifikasi dalam catatan keperawatan dan terlihat pada
rencana keperawatan. Kolom focus dapat berisi : masalah pasien (data), tindakan
(action) dan respon (R)

d.      Format DAE

Merupakan system dokumentasi dengan konstruksi data tindakan dan evaluasi


dimana setiap diagnose keperawatan diidentifikasi dalam catatan perawatan,
terkait pada rencana keprawatan atau setiap daftar masalah dari setiap catatan
perawat dengan suau diagnose keperawatan.

e.       Catatan perkembangan ringkas

Dalam menuliskan catatan perkembangan diperlukan beberapa hal yang perlu


diperhatikan antara lain:

1)      Adanya perubahan kondisi pasien

2)      Berkembangnya masalah baru

3)      Pemecahan masalah lama

4)      Respon pasien terhadap tindakan

5)      Kesediaan pasien terhadap tindakan

6)      Kesediaan pasien untuk belajar


7)      Perubahan rencana keperawatan

8)      Adanya abnormalitas atau kejadian yang tidak diharapkan

Pendapat Aziz Alimul (2001) diatas juga mempunyai kesamaan dengan


apa yang dikemukakan oleh Nursalam (2001) yang mengatakan bahwa ada 6
(enam) bentuk model dokumentasi keperawatan yang masing-masing model
tersebut juga mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Enam model pendokumentasian tersebut adalah sebagai berikut:

1.      SOR (Source Oriented Record)

Model ini menempatkan catatan atas dasar disiplin orang atau sumber
yang mengelola pencatatan. Catatan berorientasi pada sumber yang terdiri dari 5
komponen:

a.       Lembar penerimaan berisi biodata

b.      Lembar order dokter

c.       Lembar riwayat medic

d.      Catatan perawat

e.       Laporan khusus

2.      POR (Problem Oriented Record)

Model ini memusatkan data tentang klien disusun menurut masalah klien.
System ini mengintegrasikan semua data mengenai masalah yang dikumpulkan
oleh perawat, dokter dan tim kesehatan lainnya terdiri dari 4 komponen:

a.       Data dasar

b.      Daftar masalah

c.       Perencanaan awal

d.      Catatan perkembangan (progress note)


3.      Progress Oriented Record (Catatan Berorientasi pada perkembangan
kemajuan)

Tiga jenis catatan perkembangan: Catatan perawata (nursing note) Lembar


alur (floe sheet), Catatan pemulangan dan Ringkasan Rujukan (Discharge
Summary)

4.      CBE (Charting by Exception)

CBE (Charting by Exception) Adalah system dokumentasi yang hanya


mencatat secara naratif dan hasil penemuan yang menyimpang dari keadaan
normal (standar dari praktik keperawatan).

5.      PIE (Problem Intervention and Evaluation)Adalah pencatatan dengan


pendekatan orientasi proses dengan penekanan pada proses keperawatan dan
diagnose keperawatan.

6.      FOCUS

Biasa juga disebut dengan format DAR (Data, Action, Respons)Suatu


proses pencatan terfokus pada klien. Digunakan untuk mengorganisir dikumentasi
asuhan keperawatan dimana: Data berisi data subjektif dan objektif serta data
focus Action: tindakan yang akan dikaukan Respons : keadaan respon yang akan
dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai