Anda di halaman 1dari 19

KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Mata kuliah : Komunikasi Terapeutik Keperawatan


Dosen pembimbing : Mahdani, S. Kep., M. Kes

Disusun oleh

Nama : Dilla uznia

Nim : 21010069

Kelas : 2b

STIKES MEDIKA NURUL ISLAM


PRODI KEPERAWATAN TAHUN AJARAN
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke khadirat Tuhan Yang Maha Esa. atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kelompok ini. Kami menyadari
masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini yang tentunya jauh dari
kesempurnaan. Karena itu kelompok kami selalu membuka diri untuk setiap saran dan kritik
yang bersifat membangun untuk kesempurnaan karya kami selanjutnya.
Terselesaikannya makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagi pihak. Untuk itu
kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu,baik secara langsung
ataupun tidak langsung.
Akhirnya semoga sumbangan amal bakti semua pihak tersebut mendapat balasan yang
setimpal dari- Nya. Dan semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan kelompok kami
khususnya dan masyarakat pecinta ilmu pengetahuan pada umumnya.

                                                                                                                               
                                            

                                                                                                      
DAFTAR ISI
COVER…………………………………………………………………………..i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………...ii           
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang  ...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah  ..........................................................................................1
1.3 Tujuan  .............................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik  ...............................................................  2
2.3 Fase-Fase Komunikasi Terapeutik  ..................................................................4
2.3 Tekhnik-Tekhnik Komunikasi Terapeutik  ......................................................9
2.4 Faktor-Faktor Komunikasi Terapeutik  ...........................................................14
2.5 Proses Komunikasi Terapeutik dalam Keperawatan………………………... 16

BAB III PENUTUP 


3.1  Kesimpulan  .....................................................................................................19
3.2  Saran  ...............................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA  ........................................................................................20
BAB I
PENDAHULUAN

1.1   LATAR BELAKANG

Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar
manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan
metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan. Pengalaman ilmu untuk
menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar
(Abdalati, 1989).
Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang
mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku
“caring” atau kasih sayang / cinta (Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan
mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal,
memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra
profesi keperawatan serta citra rumah sakit, tetapi yang paling penting adalah mengamalkan
ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia.
Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengertian komunikasi termasuk “therapeutic
use of self” dan “helping relationship” untuk praktek keperawatan, sikap dan tehnik serta
dimensi hubungan dari komunikasi terapeutik.

1.2   RUMUSAN MASALAH
1.    Apa yang dimaksud dengan komunikasi terapiutik?
2.    Apa fase-fase dalam melakukan komunikasi terapiutik?
3.    Apa teknik-teknik dari komunikasi terapiutik?
4.    Bagaimana proses komunikasi terapiutik dalam keperawatan?

1.3      TUJUAN MAKALAH
1.    Membekali perawat pada saat akan melekukan tindakan kepada pasien
2.    Agar perawat dan pasien terjalin komunikasi yang baik
3.    Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran
serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada
hal yang diperlukan.
4.    Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1  PENGERTIAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat klien yang
bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien yang mempengaruhi perilaku pasien.
Hubungan perawat klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman
dengan menggunakan berbagai tekhnik komunikasi agar perilaku klien berubah ke arah
positif seoptimal mungkin. Untuk melaksanakan komunikasi terapeutik yang efektif perawat
harus mempunyai keterampilan yang cukup dan memahami tentang dirinya.
Teori komunikasi sangat sesuai dalam praktek keperawatan (Stuart dan Sundeen,
1987, hal. 111) karena :
1.      Komunikasi merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik. Dalam proses
komunikasi terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran.
2.      Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain. Berarti, keberhasilan
intervensi keperawatan bergantung pada komunikasi karena proses keperawatan ditujukan
untuk merubah perilaku dalam mencapai tingkat kesehatan yang normal.
3.      Komunikasi adalah berhubungan. Hubungan perawat dan klien yang terapeutik tidak
mungkin dicapai tanpa komunikasi.
Dalam membina hubungan terpeutik dengan klien, perawat perlu mengetahui proses
komunikasi dan keterampilan berkomunikasi dalam membantu klien memecahkan
masalahnya.
Elemen yang harus ada pada proses komunikasi adalah pengirim pesan, penerima
pesan, media dan umpan balik. Semua perilaku individu pengirim dan penerima adalah
komunikasi yang akan member efek pada perilaku. Pesan yang disampaikan dapat berupa
verbal dan nonverbal. Bermain merupakan cara berkomunikasi dan berhubungan yang baik
dengan klien anak.
Perawat dapat menyampaikan atau mengkaji secara nonverbal antara lain : Vokal;
nada, kualitas, keras ato lembut, kecepatan, yang semuanya menggambarkan suasana emosi.
1.      Gerakan; reflex, postur, ekspresi muka, gerakan yang berulang, atau gerakan-gerakan
yang lain. Khusus gerakan dan ekspresi muka dapat diartikan sebagai suasana hati.
2.      Jarak (space)
Jarak dalam berkomunikasi dengan orang lain menggambarkan keintiman.
3.      Sentuhan : dikatakan sangat penting, namun perlu mempertimbangkan aspek budaya dan
kebiasaaan.
Agar perawat dapat berperan efektif dalam terapeutik ia harus menganalisa dirinya :
kesadaran diri klarifikasi nilai, perasaan dan mampu menjadi model yang bertanggung jawab.
Seorang perawat tidak akan dapat mengetahui kondisi klien jika tidak ada kemampuan
menghargai keunikan klien.
Komunikasi terapeutik tidak dapat berlangsung sendirinya, tetapi harus di rencanakan,
di pertimbangkan dan di lakukan secara profesional. Pada saat pertama kali perawat
melakukan komunikasi terapeutik proses komunikasi umumnya berlangsung singkat,
canggung, semu dan seperti di buat-buat.hal ini akan lebih membantu untuk mempersepsikan
masing-masing hubungan pasien karena adanya kesempatan untuk mencapai hubungan antar
manusia yang positif sehingga akan mempermudah pencapaian tujuan terapeutik.

2.2  FASE – FASE KOMUNIKASI TERAPEUTIK

1.    Tahap Persiapan (Prainteraksi)

Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum berinteraksi


dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada tahap ini perawat menggali perasaan dan
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini perawat juga mencari
informasi tentang klien. Kemudian perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama
dengan klien. Tahap ini harus dilakukan oleh seorang perawat untuk memahami dirinya,
mengatasi kecemasannya, dan meyakinkan dirinya bahwa dia siap untuk berinteraksi dengan
klien (Suryani, 2005).
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
a.       Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum berinteraksi dengan klien,
perawat perlu mengkaji perasaannya sendiri (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Perasaan apa
yang muncul sehubungan dengan interaksi yang akan dilakukan. Apakah ada perasaan
cemas? Apa yang dicemaskan? (Suryani, 2005).
b.      Menganalisis kekuatan dan kelemanhan sendiri. Kegiatan ini sangat penting dilakukan
agar perawat mampu mengatasi kelemahannya secara maksimal pada saat berinteraksi
dengan klien. Misalnya seorang perawat mungkin mempunyai kekuatan mampu memulai
pembicaraan dan sensitif terhadap perasaan orang lain, keadaan ini mungkin bisa
dimanfaatkan perawat untuk memudahkannya dalam membuka pembicaraan dengan klien
dan membina hubungan saling percaya (Suryani, 2005).
c.       Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat penting karena dengan
mengetahui informasi tentang klien perawat bisa memahami klien. Paling tidak perawat bisa
mengetahui identitas klien yang bisa digunakan pada saat memulai interaksi (Suryani, 2005).
d.      Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien. Perawat perlu merencanakan
pertemuan pertama dengan klien. Hal yang direncanakan mencakup kapan, dimana, dan
strategi apa yang akan dilakukan untuk pertemuan pertama tersebut (Suryani, 2005).

2. Tahap Perkenalan

Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu atau kontak
dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada saat berkenalan, perawat harus memperkenalkan
dirinya terlebih dahulu kepada klien (Brammer dalam Suryani, 2005). Dengan
memperkenalkan dirinya berarti perawat telah bersikap terbuka pada klien dan ini diharapkan
akan mendorong klien untuk membuka dirinya (Suryani, 2005). Tujuan tahap ini adalah
untuk memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat
ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang lalu (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).

Tugas perawat pada tahap ini antara lain:


a.       Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan komunikasi terbuka.
Hubungan saling percaya merupakan kunci dari keberhasilan hubungan terapeutik (Stuart,
G.W dalam Suryani, 2005), karena tanpa adanya rasa saling percaya tidak mungkin akan
terjadi keterbukaan antara kedua belah pihak. Hubungan yang dibina tidak bersifat statis, bisa
berubah tergantung pada situasi dan kondisi (Rahmat, J dalam Suryani 2005). Karena itu,
untuk mempertahankan atau membina hubungan saling percaya perawat harus bersikap
terbuka, jujur, ikhlas, menerima klien apa adanya, menepati janji, dan menghargai klien
(Suryani, 2005).
b.      Merumuskan kontrak pada klien (Christina, dkk, 2002). Kontrak ini sangat penting
untuk menjamin kelangsungan sebuah interaksi (Barammer dalam Suryani, 2005). Pada saat
merumuskan kontrak perawat juga perlu menjelaskan atau mengklarifikasi peran-peran
perawat dan klien agar tidak terjadi kesalah pahaman klien terhadap kehadiran perawat.
Disamping itu juga untuk menghindari adanya harapan yang terlalu tinggi dari klien terhadap
perawat karena karena klien menganggap perawat seperti dewa penolong yang serba bisa dan
serba tahu (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Perawat perlu menekankan bahwa perawat
hanya membantu, sedangkan kekuatan dan keinginan untuk berubah ada pada diri klien
sendiri (Suryani, 2005).
c.       Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien. Pada tahap ini
perawat mendorong klien untuk mengekspresikan perasaannya. Dengan memberikan
pertanyaan terbuka, diharapkan perawat dapat mendorong klien untuk mengekspresikan
pikiran dan perasaannya sehingga dapat mengidentifikasi masalah klien.
d.      merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan tujuan interaksi bersama
klien karena tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan sulit dicapai. Tujuan ini dirumuskan
setelah klien diidentifikasi.
Fase orientasi, fase ini dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan seterusnya,
tujuan fase ini adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan
keadaan klien saat ini, dan mengevaluasi hasil tindakan yang lalu. Umumnya dikaitkan
dengan hal yang telah dilakukan bersama klien (Cristina, dkk, 2002).
     3. Tahap Kerja

Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik
(Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini perawat dan klien bekerja bersama-sama
untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan
perawat dalam mendorong klien mengungkap perasaan dan pikirannya. Perawat juga dituntut
untuk mempunyai kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan
dalam respons verbal maupun nonverbal klien.
Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena tugas perawat pada
tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Melalui active listening,
perawat membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang dihadapi, bagaimana cara
mengatasi masalahnya, dan mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan masalah yang telah
dipilih.
Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien. Tehnik
menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting
dalam percakapan, dan membantu perawat-klien memiliki pikiran dan ide yang sama
(Murray, B & Judth dalam Suryani, 2005). Tujuan tehnik menyimpulkan adalah membantu
klien menggali hal-hal dan tema emosional yang penting (Fontaine & Fletcner dalam
Suryani, 2005)
4.  Tahap Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien (Christina, dkk,
2002). Tahap ini dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart, G.W
dalam Suryani, 2005).
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-klien, setelah terminasi
sementara, perawat akan bertemu kembali dengan klien pada waktu yang telah
ditentukan.Terminasi akhir terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan
secara keseluruhan.

Tugas perawat pada tahap ini antara lain:


a.       Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini
juga disebut evaluasi objektif. Dalam mengevaluasi, perawat tidak boleh terkesan menguji
kemampuan klien, akan tetapi sebaiknya terkesan sekedar mengulang atau menyimpulkan.
b.      Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan menanyakan
perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Perawat perlu mengetahui bagaimana
perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Apakah klien merasa bahwa interaksi itu
dapat menurunkan kecemasannya? Apakah klien merasa bahwa interaksi itu ada gunanya?
Atau apakah interaksi itu justru menimbulkan masalah baru bagi klien.
c.       Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindakan ini juga
disebut sebagai pekerjaan rumah untuk klien. Tindak lanjut yang diberikan harus relevan
dengan interaksi yang akan dilakukan berikutnya. Misalnya pada akhir interaksi klien sudah
memahami tentang beberapa alternative mengatasi marah. Maka untuk tindak lanjut perawat
mungkin bisa meminta klien untuk mencoba salah satu dari alternative tersebut.
d.      Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting dibuat agar terdapat
kesepakatan antara perawat dan klien untuk pertemuan berikutnya. Kontrak yang dibuat
termasuk tempat, waktu, dan tujuan interaksi.
Stuart G.W. (1998) dalam Suryani (2005), menyatakan bahwa proses terminasi
perawat-klien merupakan aspek penting dalam asuhan keperawatan, sehingga jika hal
tersebut tidak dilakukan dengan baik oleh perawat, maka regresi dan kecemasan dapat terjadi
lagi pada klien. Timbulnya respon tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan perawat
untuk terbuka, empati dan responsif terhadap kebutuhan klien pada pelaksanaan tahap
sebelumnya.

2.3  TEHNIK-TEHNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK


1.      Bertanya
Bertanya (questioning) merupakan tehnik yang dapat mendorong klien untuk
mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Tehnik berikut sering digunakan pada tahap
orientasi.
a.       Pertanyaan fasilitatif dan nonfasilitatif
Pertanyaan fasilitatif (facilitative question) terjadi jika pada saat bertanya perawat sensitif
terhadap pikiran dan perasaan serta secara langsung berhubungan dengan masalah klien,
sedangkan pertanyaan nonfasilitatif (nonfacilitative question) adalah pertanyaan yang tidak
efektif karena memberikan pertanyaan yang tidak fokus pada masalah atau pembicaraan,
bersifat mengancam, dan tampak kurang pengertian terhadap klien (Gerald, D dalam Suryani,
2005).

b.      Pertanyaan terbuka dan tertutup


Pertanyaan terbuka (open question) digunakan apabila perawat membutuhkan jawaban yang
banyak dari klien. Dengan pertanyaan terbuka, perawat mampu mendorong klien
mengekspresikan dirinya (Antai-Otong dalam Suryani, 2005).
Pertanyaan tertutup (closed question) digunakan ketika perawat membutuhkan jawaban yang
singkat.

c.       Inapropriate quantity question


Inapropriate quantity question yaitu pertanyaan yang kurang baik dari sisi jumlah pertanyaan,
yang mengakibatkan klien bingung dalam menjawab. Terlalu banyak pertanyaan merupakan
tindakan yang tidak tepat karena menimbulkan kebingungan klien untuk menjawab (Long, L
dalam Suryani, 2005).

d.      Inapropriate quality question


Inapropriate quality question yaitu pertanyaan yang tidak baik diberikan pada klien dan
biasanya dimulai dengan kata “why” (mengapa). Why question ini dipertimbangkan tidak
tepat karena :

1)      Terkesan menginterogasi, sehingga klien merasa seolah-olah diintimidasi (Sturat, G.W


dalam Suryani, 2005). Hal ini bisa menghambat keterbukaan klien terhadap perawat.

2)      Tidak akan dapat menggali perasaan klien yang sebenarnya karena why question
mengiring klien untuk menjawab secara rasional atau mengemukakan alasan dari suatu
perbuatan atau keadaan, bukan bagaimana perasaanya terhadap kejadian (Gerald, D dalam
Suryani, 2005).

2.      Mendengarkan
Mendengarkan (listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi terapeutik (Keliat,
Budi Anna, 1992). Mendengarkan adalah proses aktif (Gerald, D dalam Suryani, 2005) dan
penerimaan informasi serta penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima
(Hubson, S dalam Suryani, 2005).
         Selama mendengarkan, perawat harus mengikuti apa yang dibacakan klien dengan
penuh perhatian. Perawat memberikan tanggapan dengan tepat dan tidak memotong
pembicaraan klien. Tunjukkan perhatian bahwa perawat mempunyai waktu untuk
mendengarkan (Purwanto, Heri, 1994).
3.      Mengulang
Mengulang (restarting) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien.
Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti
pembicaraan klien (Keliat, Budi Anna, 1992). Restarting (pengulangan) merupakan suatu
strategi yang mendukung listening (Suryani, 2005).

4.      Klarifikasi
Klarifikasi (clarification) adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran klien yang tidak
jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya (Gerald, D dalam Suryani,
2005).
Pada saat klarifikasi, perawat tidak boleh menginterpretasikan apa yang dikatakan klien,
juga tidak boleh menambahkan informasi (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Apabila perawat
menginterpretasikan pembicaraan klien, maka penilaiannya akan berdasarkan pandangan dan
perasaannya. Fokus utama klarifikasi adalah pada perasaan, karena pengertian terhadap
perasaan klien sangat penting dalam memahami klien.
5.      Refleksi
Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan, dan isi
pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk memvalidasi pengertian perawat tentang
apa yang diucapkan klien dan menekankan empati, minat, dan penghargaan terhadap klien
(Antai-Otong dalam Suryani, 2005).
Tehnik-tehnik refleksi terdiri dari: (Keliat, Budi Anna, 1992)
a.       Refleksi visi, yaitu memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi ide yang diekspresikan
klien dengan pengertian perawat.
b.      Refleksi perasaan, yaitu memberi respon pada perasaan klien terhadap isi pembicaraan,
agar klien mengetahui dan menerima perasaanya.
Gunanya adalah untuk :
a.  Mengetahui dan menerima ide dan perasaan.
b.  Mengoreksi.
c.  Memberi keterangan lebih jelas.
Ruginya adalah :
a.  Mengulang terlalu sering dan sama.
b.  Dapat menimbulkan marah, iritasi, dan frustasi
6.      Memfokuskan
Memfokuskan (focusing) bertujuan memberi kesempatan kepada klien untuk membahas
masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan (Stuart, G.W dalam
Suryani, 2005). Dengan demikian akan terhindar dari pembicaraan tanpa arah dan
penggantian topik pembicaraan. Hal yang perlu diperhatikan dalam mengguanakan metode
ini adalah usahakan untuk tidak memutus pembicaraan ketika klien menyampaikan masalah
penting (Suryani, 2005).
7.      Diam
Tehnik diam (silence) digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien sebelum
menjawab pertanyaan perawat. Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan
klien untuk mengorganisasi pikiran masing-masing (Stuart & Sundeen dalam Suryani, 2005).
Tehnik ini memberikan waktu pada klien untuk berfikir dan menghayati, memperlambat
tempo interaksi, sambil perawat menyampaikan dukungan, pengertian, dan penerimaannya.
Diam juga memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri dan berguna
pada saat klien harus mengambil keputusan (Suryani, 2005).

8.      Memberi Informasi
Memberikan tambahan informasi (informing) merupakan tindakan penyuluhan
kesehatan klien. Tehnik ini sangat membantu dalam mengajarkan kesehatan atau pendidikan
pada klien tentang aspek-aspek yang relevan dengan perawatan diri dan penyembuhan klien.
Informasi yang diberikan pada klien harus dapat memberikan pengertian dan pemahaman
tentang masalah yang dihadapi klien serta membantu dalam memberikan alternatif
pemecahan masalah (Suryani, 2005).

9.      Menyimpulkan
Menyimpulkan (summerizing) adalah tehnik komunikasi yang membantu klien
mengeksplorasi poin penting dari interaksi perawat-klien. Tehnik ini membantu perawat dan
klien untuk memiliki pikiran dan ide yang sama saat mengakhiri pertemuan. Poin utama dari
menyimpulkan yaitu peninjauan kembali komunikasi yang telah dilakukan (Murray, B &
Judith dalam Suryani, 2005).
Manfaat dari menyimpulkan antara lain : (Suryani, 2005)
a.       Memfokuskan pada topik yang relevan.
b.      Menolong perawat dalam mengulang aspek utama interaksi.
c.       Membantu klien untuk merasa bahwa perawat memahami perasaannya.
d.      Membantu klien untuk dapat mengulang informasi dan membuat tambahan atau koreksi
terhadap informasi sebelumnya.

10.  Mengubah Cara Pandang


Tehnik mengubah cara pandang (refarming) ini digunakan untuk memberikan cara
pandang lain sehingga klien tidak melihat sesuatu atau masalah dari aspek negatifnya saja
(Gerald, D dalam Suryani, 2005). Tehnik ini sangat bermanfaan terutama ketika klien
berfikiran negatif terhadap sesuatu, atau memandang sesuatu dari sisi negatifnya. Seorang
perawat kadang memberikan tanggapan yang kurang tepat ketika klien mengungkapkan
masalah, misalnya menyatakan : “sebenarnya apa yang anda pikirkan tidak seburuk itu
kejadiannya”. Reframing akan membuat klien mampu melihat apa yang dialaminya dari sisi
positif (Gerald, D dalam Suryani, 2005) sehingga memungkinkan klien untuk membuat
perencanaan yang lebih baik dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.

11.  Eksplorasi
Eksplorasi bertujuan untuk mencari atau menggali lebih jauh atau lebih dalam masalah
yang dialami klien (Antai-Otong dalam Suryani, 2005) supaya masalah tersebut bisa diatasi.
Tehnik ini bermanfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan gambaran yang detail tentang
masalah yang dialami klien.

12.  Membagi Persepsi
Stuart G.W (1998) dalam Suryani (2005) menyatakan, membagi persepsi (sharing
peception) adalah meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan atau pikirkan.
Tehnik ini digunakan ketika perawat merasakan atau melihat ada perbedaan antara respos
verbal dan respons nonverbal klien.

13.  Mengidentifikasi Tema
Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan harus mampu
manangkap tema dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya adalah untuk meningkatkan
pengertian dan menggali masalah penting (Stuart & Sadeen dalam Suryani, 2005). Tehnik ini
sangat bermanfaat pada tahap awal kerja untuk memfokuskan pembicaraan pada awal
masalah yang benar-benar dirasakan klien.
14.  Humor
Humor bisa mempunyai beberapa fungsi dalam hubungan terapeutik. Florence
Nightingale dalam Anonymous (1999) dalam Suryani (2005) pernah mengatakan suatu
pengalaman pahit sangat baik ditangani dengan humor. Humor dapat meningkatkan
kesadaran mental dan kreativitas, serta menurunkan tekanan darah dan nadi.
Dalam beberapa kondisi berikut humor mungkin bisa dilakukan :
a.       Pada saat klien mengalami kecemasan ringan sampai sedang, humor mungkin bisa
menurunkan kecemasan klien.
b.      Jika relevan dan konsisten dengan sosial budaya klien.
c.       Membantu klien mengatasi masalah lebih efektif.

15.  Memberikan Pujian
Memberikan Pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis yang didapatkan
klien ketika berinteraksi dengan perawat. Reinforcement berguna untuk meningkatkan harga
diri dan menguatkan perilaku klien (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Reniforcement bisa
diungkapkan dengan kata-kata ataupun melalui isyarat nonverbal.

2.4  FAKTOR-FAKTOR KOMUNIKASI TERAPEUTIK


Faktor – faktor penghambat dalam proses komunikasi terpeutik adalah : (Purwanto, Heri,
1994)
a.    Kemampuan pemahaman yang berbeda.
b.    Pengamatan/penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu.
c.    Komunikasi satu arah.
d.   Kepentingan yang berbeda
e.    Memberikan jaminan yang tidak mungkin
f.     Memberitahu apa yang harus dilakukan kepada penderita
g.    Membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi
h.    Menuntut bukti, tantangan serta penjelasan dari pasien mengenai tindakannya
i.      Memberikan kritik mengenai perasaan penderita
j.      Menghentikan/mengalihkan topik pembicaraan
k.    Terlalu banyak bicara yang seharusnya mendengarkan.
l.      Memperlihatkan sifat jemu, pesimis.
Faktor penghambat komunikasi : (Kariyoso, 1994)
a.    Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi
b.    Sikap yang kurang tepat
c.    Kurang pengetahuan
d.   Kurang memahami sistem sosial
e.    Prasangka yang tidak beralasan
f.     Jarak fisik, komunikasi menjadi kurang lancar bila jarak antara komunikator dengan
reseptor berjauhan
g.    Tidak ada persamaan persepsi
h.    Indera yang rusak
i.      Berbicara yang berlebihan
j.      Mendominir pembicaraan, dan lain sebagainya

Faktor yang mempengaruhi komunikasi : (Suryani, 2005)


a)      Kredibilitas
Kredibilitas (credibility) terdapat dan berpengaruh pada sumber atau komunikator.
Kredibilitas komunikasi sangat mempengaruhi keberhasilan proses komunikasi, karena
hal ini mempengaruhi tingakat kepercayaan sasaran atau komunikasi terhadap pesan yang
disampaikan.
b)      Isi pesan
Pesan yang disampaikan hendaknya mengandung isi yang bermanfaat bagi sasaran. Hasil
komunikasi akan lebih baik jika isi pesan besar manfaatnya bagi kepentingan sasaran.
c)      Kesesuaian dengan kepentingan sasaran
Kesesuaian dengan kepentingan sasaran (context) terdapat dan berperan pada pesan.
Pesan yang disampaikan harus berhubungan dengan kepentingan sasaran.
d)     Kejelasan
Kejelasan (clarity) terdapat dan berperan pada pesan. Kejelasan pesan yang disampaikan
sangat berpengaruh terhadap keberhasilan komunikasi.
e)      Kesinambungan dan konsistensi
Kesinambungan dan konsistensi (continuity and consistency) terdapat pada pesan. Pesan
yang akan disampaikan harus konsistensi dan berkesinambungan.
f)       Saluran
Saluran (channel) terdapat dan berperan pada media. Media yang digunakan harus
disesuaikan dengan pesan yang ingin disampaikan.
g)      Kapabilitas sasaran
Kapabilitas sasaran (capability of the audience) terdapat pada komunikan. Dalam
menyampaikan pesan, komunikator harus memperhitungkan kemampuan sasaran dalam
menerima pesan.
h)      Psikologis (Rahmat, J dalam Suryani, 2005)
Seperti sikap, pengalaman hidup, motivasi, kepribadian, dan konsep.
i)        Sosial (Ellis, Gates & Kenwarthy dalam Suryani, 2005)
j)        Seperti usia, jenis kelamin, kelas sosial, suku, bahasa, kekuasaan, dan peran sosial.
2.5    PROSES KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM PERAWATAN

1. Proses komunikasi : (Mubarak, Wahid Iqbal, dkk, 2007)


a.    Reference, stimulus yang memotifasi seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Dapat berupa pengalaman, ide atau tindakan.
b.    Pengirim/ sumber/ encorder, disebut juga komunikator. Bisa perorangan atau kelompok.
c.    Pesan/ berita, informasi yang dikirimkan. Dapat berupa kata-kata, gerakan tubuh atau
ekspresi wajah.
d.   Media/ saluran, alat atau sarana yang dipilih pengirim untuk menyampaikan pesan pada
penerima/ sasaran.
e.    Penerimaan/ sasaran/ decoder, kepada siapa pesan yang ingin disampaikan tersebut dituju.
f.     Umpan balik/ feed back/ respons, reaksi dari sasaran terhadap pesan yang disampaikan.

2.      Komunikasi Terapeutik dalam Perawatan.


a.    Pengkajian (Purwanto, Heri, 1994)
1)   Menentukan kemampuan seseorang dalam proses informasi.
2)   Mengevaluasi data tentang status mental pasien untuk menentukan batas intervensi.
3)   Mengevaluasi kemampuan pasien dalam berkomunikasi secara verbal.
4)   Mengobservasi apa yang terjadi pada pasien tersebut saat ini.
5)   Mengidentifikasi tingkat perkembangan pasien sehingga interaksi yang diharapkan bisa
realistik.
6)   Menentukan apakah pasien memperlihatkan sikap verbal dan nonverbal yang sesuai.
7)   Mengkaji tingkat kecemasan pasien sehingga dapat mengantisifasi intervensi yang
dibutuhkan.

b.   Diagnosa keperawatan (Potter & Perry, 1999)


1)   Analisa tertulis dari penemuan pengkajian.
2)   Sesi perencanaan tim kesehatan.
3)   Diskusi dengan klien dan keluarga untuk menentukan metoda implementasi.
4)   Membuat rujukan.

c.    Rencana tujuan (Purwanto, Heri,1994)


1)   Rencana asuhan tertulis (Potter & Perry, 1999).
2)   Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
3)   Membantu pasien agar dapat menerima pengalaman yang pernah dirasakan.
4)   Meningkatkan harga diri pasien.
5)   Memberikan support karena adanya perubahan lingkungan.
6)   Perawat dan pasien sepakat untuk berkomunikasi secara lebih terbuka.

d.   Implementasi (Purwanto, Heri, 1994)


1)   Memperkenalkan diri kepada pasien.
2)   Memulai interaksi dangan pasien.
3)   Membantu pasien untuk dapat menggambarkan pengalaman pribadinya.
4)   Menganjurkan kepada pasien untuk dapat mengungkapkan perasaan kebutuhannya.
5)   Menggunakan komunikasi untuk meningkatkan harga diri pasien.

e.    Evaluasi (Purwanto, Heri, 1994)


1)   Pasien dapat mengembangkan kemampuan dalam mengkaji dan memenuhi kebutuhan
sendiri.
2)   Komunikasi menjadi lebih jelas, lebih terbuka dan berfokus pada masalah.
3)   Membantu menciptakan lingkungan yang dapat mengurangi tingkat kecemasan.
BAB III
PENUTUP

3.1    KESIMPULAN
1.         Kemampuan menerapkan teknik komunikasi terapeutik memerlukan latihan dan
kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi
dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi
yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat.
2.         Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam penggunaanya
diperhatikan sikap dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain yang cukup penting
diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan factor penunjang yang sangat
berpengaruh dalam mengembangkan kemampuan berhubungan terapeutik.

3.2    SARAN
1.         Dalam melayani klien hendaknya perawat selalu berkomunikasi dengan klien untuk
mendapatkan persetujuan tindakan yang akan di lakukan.
2.         Dalam berkomunikasi dengan klien hendaknya perawat menggunakan bahasa yang
mudah di mengerti oleh klien sehingga tidak terjadi kesalahpahaman komunikasi.
3.         Dalam menjalankan profesinya hendaknya perawat selalu memegang teguh etika
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Dalami,Ermawati.2009. Buku Saku Komunikasi Keperawatan. Jakarta : Trans Info Media

http://dhanwaode.wordpress.com/2010/10/09/komunikasi-dalam-proses-pembangunan-
dalam-proses-keperawatan/

Anda mungkin juga menyukai