Anda di halaman 1dari 15

KONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi dalam Keperawatan II


Dosen Pengampu:
Ibrahim N. Bolla, S.Kp., MM
Rini Mulyati, S.Kep., Ners., M.Kes
Juju Juariah, S.Kp.,M.Kes

Disusun oleh :
Della Nabila (2250301106)
Maryam Fitriani (2250301131)
Ismy Izma Kaila Lailatul Udzma (2250301136)
Luthfi Dea Pratama Idrial (2250301137)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN S-1


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada allah SWT. Atas segala limpahan karunia dan
nikmat-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Adapun judul dari makalah ini yaitu “Teknik-Teknik Komunikasi Tarapeutik”.

Penyusunan makalah ini semaksimal mungkin kami upayakan untuk memenuhi


salah satu tugas mata kuliah Komunikasi Dalam Keperawatan II ini. Dengan
dukungan dan bantuan anggota kelompok sehingga dapat memperlancar dalam
penyusunan makalah. Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terima kasih
kepada Dosen pengampu mata kuliah Komunikasi Dalam Keperawatan II Ibu Rini
Mulyati,S.Kep.,Nrs.,M.Kep dan kepada sesama rekan anggota kelompok yang
telah menyusun makalah ini.

Dalam penulisannya, makalah ini tentu masih ada kekurangan, hal ini dikarenakan
keterbatasan kami yang masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami dengan
segala kerendahan hati memohon maaf apabila dalam pembuatan makalah ini
masih ada kesalahan. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembacanya.

Cimahi, 8 Oktober 2023

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... 1


DAFTAR ISI .......................................................................................................... 2
BAB I .......................................................................................................................3
PENDAHULUAN .................................................................................................. 3
A. Latar Belakang ............................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3
C. Tujuan ...........................................................................................................4
BAB II ..................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 5
A. Pengertian Komunikasi Terapeutik ..............................................................5
B. Tujuan Komunikasi Terapeutik ....................................................................5
C. Manfaat Komunikasi Terapeutik ..................................................................6
D. Teknik-Teknik Komunikasi Terapeutik ....................................................... 6
BAB III ................................................................................................................. 13
KESIMPULAN .................................................................................................... 13
A. Kesimpulan ................................................................................................ 13
B. Saran ........................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................14

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses


penyembuhan klien. Dalam pengertian lain mengatakan bahwa komunikasi
terapeutik adalah proses yang digunakan oleh perawat memakai pendekatan yang
direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan pada klien.
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik
tolak saling memberikan pengertian antara perawat dengan klien. Persoalan yang
mendasar dari komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat
dan klien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara
perawat dan klien, perawat membantu dan klien menerima bantuan.
Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien sangat
dipengaruhi oleh hubungan perawat-klien. Bila perawat tidak memperhatikan hal
ini maka hubungan perawat-klien tersebut bukanlah hubungan yang memberikan
dampak terapeutik yang akhirnya mempercepat proses kesembuhan tetapi lebih
kepada hubungan sosial.
Perawat yang menguasai teknik “ Komunikasi Terapeutik “ akan lebih
efektif dalam mencapai tujuan asuhn keperawatan. Dampak selanjutnya adalah
memberikan Kepuasan Profesional dalam pelayanan keperawatan dan akan
meningkatkan citra profesi serta rumah sakit.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian komunikasi terapeutik ?


2. Apa tujuan komunikasi terapeutik?
3. Apa manfaat komunikasi terapeutik?
4. Apa saja teknik komunikasi terapeutik?

3
C. Tujuan

1. Mendeskripsikan pengertian komunikasi terapeutik


2. Mengetahui tujuan komunikasi terapeutik
3. Mengetahui manfaat komunikasi terapeutik
4. Mengetahui teknik komunikasi terapeutik

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Komunikasi Terapeutik

Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari


penyembuhan (Anas, 2014). Maka di sini diartikan bahwa terapeutik adalah
segala sesuatu yang memfasilitasi proses penyembuhan. Sehingga komunikasi
terapeutik itu sendiri adalah komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk
membantu penyembuhan/ pemulihan pasien. Komunikasi terapeutik merupakan
komunikasi profesional bagi perawat.
Komunikasi mengandung makna bersama – sama (common). Istilah
komunikasi atau communication berasal dari bahasa Latin, yaitu communication
yang berarti pemberitahuan atau pertukaran.Kata sifatnya communis, yang
bernakna umum atau bersama – sama (Devi, 2012).
Komunikasi terapeutik adalah modalitas dasar intervensi utama yang
terdiri atas teknik verbal dan nonverbal yang digunakan untuk membentuk
hubungan antara terapis dan pasien dalam pemenuhan kebutuhan (Mubarak, 2012).
Oleh karena itu, komunikasi terapeutik merupakan hal penting dalam kelancaran
pelayanan kesehatan yang dilakukan terapis untuk mengetahui apa yang dirasakan
dan diinginkan pasien.

B. Tujuan Komunikasi Terapeutik

Dalam konteks pelayanan keperawatan kepada klien, pertama-tama klien


harus percaya bahwa perawat mampu memberikan pelayanan keperawatan dalam
mengatasi keluhannya, demikian juga perawat harus dapat dipercaya dan
diandalkan atas kemampuan yang telah dimiliki perawat (Simamora, 2013).
Dengan memiliki keterampilan berkomunikasi terapeutik, perawat akan
lebih mudah menjalin hubungan saling percaya dengan klien, sehingga akan lebih
efektif dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan yang telah diterapkan,

5
memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan akan
meningkatkan profesi (Damaiyanti, 2012).
Tujuan komunikasi terapeutik (Purwanto, 1994 seperti dikutip dalam
Damaiyanti, 2012) adalah:
1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan
pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila
pasien percaya pada hal yang diperlukan.
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif
dan mempertahankan kekuatan egonya.
3. Memengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan dirinya sendiri.

C. Manfaat Komunikasi Terapeutik

Manfaat komunikasi terapeutik (Anas, 2014) adalah:


1. Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dengan pasien
melalui hubungan perawat-pasien.
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan, mengkaji masalah, dan
mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat.

D. Teknik-Teknik Komunikasi Terapeutik

1. Bertanya
Tujuan perawat bertanya dengan pertanyaan terbuka (broad opening)
adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai kondisi real dari
klien dengan menggali penyebab klien mencari pertolongan atau penyebab klien
datang ke tempat pelayanan kesehatan.
Pertanyaan terbuka memberikan peluan maupun kesempatan klien untuk
menyusun dan mengorganisir pikirannya dalam mengungkapkan keluhannya
sesuai dengan apa yang dirasakan.
Dalam pertanyaan terbuka, kesan klien dijadikan sebagai subjek dan bukan
objek, artinya yang mendominasi interaksi justru dari klien bukan sebaliknya. Jadi
perawat tidak boleh mendominasi interaksi sehingga jawaban yang dihasilkan

6
tidak akan nampak seperti perawat sedang mendetek klien. Kegiatan ini bernilai
terapeutik apabila klien menunjukkan penerimaan dan nilai dari inisiatif klien dan
menjadi nonterapeutik apabila perawat mendominasi interaksi dan menolak
respon klien 9stuart and Sundeen, 1995). hal inilah yang dikatakan ke lain sebagai
objek dan bukan subjek.
Untuk pertanyaan dengan jawaban yes and no question perawat dituntut
untuk mampu mendalami topik yang akan dibicarakan, itupun hasilnya mungkin
akan samar karena dalam pengkajian keperawatan yang paling baik adalah
pengkajian dengan fokus untuk mendapatkan masalah utama. Perawat harus
menghindari pertanyaan yang bersifat Inapproppriate Quantity Question maupun
Inapproppriate Quality Question.
Ciri-ciri Inapproppriate Quantity Question adalah sebagai berikut :
a) Pertanyaan terlalu banyak
b) Pertanyaan tidak terfokus pada masalah
c) Klien menjadu bingung menjawab
Semestinya pertanyaan yang ditunjukan pada klien itu padat dan jelas yang
tidak berbelit-belit, serta bersifat basa-basi terlebih lagi pertanyaan yang melebar
dari konteks masalah. Harus disadari oleh perawat bahwa data yang digali adalah
data yang berhubungan dengan kelihan klien saja (data primer), sedangkan data
pendamping (data sekunder) bisa didapatlan dari cara lain, yaitu studi dokumenter,
observasi, maupun pemeriksaan fisik. Contohnya: “Bapak sakitnya apa?, Kapan
sakitnya?, Dimana sakitnya?, Diantar oleh siapa?, Pakai kendaraan apa?, dan
sebagainya”.
Pertanyaan tersebut tidak memberikan ruang pada klien untuk menjawab
pertanyaan yang dengan baik karena mengganggu konsentrasinya terlalu banyak
untuk dijawab.
Ciri-ciri dari Inapproppriate Quality Question adalah sebagai berikut
a) Pertanyaan yang memvonis klien
b) Fokus pada alasan klien berbuat
c) Ada unsur mengintimidasi dan mengintrogasi
d) Pertanyaan yang sering menyinggung perasaan klien.

7
Pertayaan yang bersifat inappropriate quality question sebenarnya
merupakan pertanyaan yang singkat, padat, dan jelas, akan tetapi pertanyaan
tersebut tidak memperhatikan sisi psikologis klien serta tidak berkualitas. Perawat
terkesan ingin segera mendapatkan jawaban atau data dari klien. Contoh:
P : “ Kenapa Bapak datang ke rumah sakit ini?”
K : “Aku ini sakit, kalau tak sakit mana mungkinn ke rumah sakit”.
Pertanyaan tersebut menambah rasa kecemasan klien karena perawat
hanya memperhatikan kepentingan pribadinya tanpa memperhatikan kecemasan
yang dialami klien akibat masalah yang dihadapinya.

2. Mendengarkan
Pertama, ketika perawat ingin mendengarkan keluhan klien dengan
seksama adalah perawat akan memperhatikan klien. Dengan demikian,
kepercayaan klien terhadap kapasitas dan kemampuan akan terjaga. Keluhan yang
disampaikan menjadi lebih lengkap dan lebih terinci, serta sistematis sehingga
memudahkan perawat mengelompokkan data sebagai sarana untuk menentukan
diagnosis keperawatan, baik yang aktual maupun potensial. Mendengarkan
keluhan klien dengan penuh perhatian akan menciptakan kondisi keterlibatan
emosional yang maksimal dalam situasi hubungan interpersonal antara klien dan
perawat. Klien dengan bebas menjelaskan dan menceritakan situasi yang dialami
akibat adanya penyakit yang diderita.
Dalam hal in perawat berusaha mengerti klien dengan cara mendengarkan
apa yang disampaikan klien. Mendengar merupakan dasar utama dalam
komunikasi. Dengan mendengar perawat mengetahui perasaan klien. Perawat
harus menjadi pendengar yang aktif.
Menurut Varcarolis dalam Nurjannah I (2001), dengan mendengarkan
akan menciptakan situasi interpersonal dalam keterlibatan maksimal yang
dianggap aman dan membuat klien merasa bebas. Pencapaian hasil untuk
mendapatkan kondisi riil dari klien akan lebih maksimal dan memudahkan
perawat dalam menentukan intervensi yang tepat. Untuk itu diperlukan

8
konsentrasi yang maksimal dan terlibat secara aktif dalam memersepsikan pesan
orang lain dengan menggunakan semua indra. Seluruh gerak gerik yang
ditampilkan dan seluruh ucapan yang diutarakan menjadikan rujukan dalam
memersepsikan isi pesan tersebut. Hal ini dikarenakan mendengarkan secara aktif
tidak hanya tekun mendengarkan orang lain dan menceritakan isi keluhan yang
disampaikan saja, akan tetapi perlu juga dikonfrontasi dengan pesan nonverbal
yang ditampakkan sehingga memungkinkan terjadinya proses transfer felling
antara kode nonverbal klien dengan persesi perawat. Nilai-nilai yang ditampilkan
menimbulkan kesan bahwa apa yang disampaikan dan yang ditampilkan itu
bermakna dan penting untuk ditindaklanjuti.
Klien yang didengarkan dalam pembicaraan merasa sangat dihargai
apabila perawat menganggap apa yang dikatakan oleh klien merupakan hal yang
sangat penting sehingga memunculkan kesan "anda bernilai untuk saya dan saya
tertarik pada anda". Perangkat lain yang tidak kalah pentingnya dalam pencapaian
keterlibatan maksimal dalam proses mendengarkan adalah dengan menunjukkan
merespons klien dengan kode nonverbal melalui kontak mata, menganggukkan
kepala, senyum saat yang benar dan merespons dengan kode verbal yang minimal.
Berikut adalah beberapa sikat untuk menunjukkan cara mendengarkan penuh
perhatian.
a) Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan nonverbal bahawa
perawat perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien.
b) Mendengarkan denga penuh perhatian merupakan upaya untuk mengerti
seluruh pesan verbal dan nonverbal yang sedang dikomunikasikan.
c) Keterampilan mendengarkan dengan penuh perhatian adalah dengan
memandang klien ketika sedanng berbicara
d) Pertahanhkan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk
mendengarkan
e) Sikap tubuh yang menunjukan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki
atau tangan.
f) Hindarkan gerakan yang tidak perlu

9
g) Anggukkan kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan
umpan balik
h) Condongkan tubuh kearah lawan bicara, bila perlu duduk atau sejajar dengan
klien
i) Meninggalkan emosi dan perasaan kita dengan cara menyisihkan perhatian,
ketakutan atau masalah yang sedang kita hadapi
j) Mendengarkan dan memperhatikan intonasi kata yang diucapkan dan
menggambarkan suatu yang berlebihan
k) Memperhatikan dan mendengarkan apa-apa yang tidak terucap oleh klien
yang menggambarkan sesuatu yang sulit dan menyakitkan klien.
Contoh:
K : “Saya merasa sedih dengan keadaan saya yang sekarang sus, saya merasa
membebani keluarga saya”.
P : “(Tatap mata klien, berdampingan dengan klien) kenapa berbicara seperti itu?”.

3. Mengulang
Dengan mengulang kembali ucapan klien, harapan perawat adalah
memberikan perhatian terhadap apa yang telah diucapkan. Stuart and sundeen
(1995) mendefinisikan pengulangan adalah pengulangan pikiran utama yang
diekspresikan klien. Pengulangan pikiran utama yang dimaksud bisa dimaknai
sebagai pengulangan apa yang diucapkan dan pengulangan apa yang dimaksudkan.
Tujuan pengurangan pikiran utama adalah memberikan penguatan dan
memperjelas pada pokok bahasan atau isi pesan yang telah disampaikan oleh klien
sebagai umpan balik sehingga mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan
diperhatikan, serta mengharapkan komunikasi bisa berlanjut. Hal ini dilakukan
karena kita sering salah persepsi terhadap perilaku klien atau apa yang diucapkan.
Menurut Boyd & Nihart dalam Nurjanah, I (2001), teknik ini menjadi
tidak terapeutik bila perawat kurang melakukan predasi terhadap interpretasi
pesan, menilai, dan meyakinkan serta bertahan.
Contoh:
K : "Saya tidak dapat tidur, sepanjang malam saya terjaga"

10
P : "Saudara mengalami kesulitan untuk tidur"

4. Klarifikasi
Apabila terjadi kesalahpahaman, perawat perlu menghentikan
pembicaraan untuk mengklarifikasi dengan menyamakan pengertian, maksud, dan
ruang lingkup pembicaraan karena informasi sangat penting dalam memberikan
pelayanan keperawatan. Klarifikasi terjadi saat perawat berusaha untuk
menjelaskan dalam kata-kata ide atau pikiran yang tidak jelas dikatakan oleh
klien. Gerald, D dalam Suryani (2006) berpendapat bahwa klarifikasi
(clarification) adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran klien yang tidak jelas
atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya. Klarifikasi dapat
diartikan sebagai upaya untuk mendapatkan persamaan persepsi antara klien dan
perawat tentang perasaan yang dihadapi dalam rangka memperjelas masalah untuk
memfokuskan perhatian.
Klarifikasi identik dengan validasi yaitu menanyakan kepada klien
terhadap apa yang belum dimengerti agar pesan yang disampaikan menjadi lebih
jelas. Upaya yang dilakukan perawat terhadap apa yang belum dipahami terhadap
pesan dan kesan yang ditampakkan klien merupakan upaya perawat untuk
berusaha memahami situasi yang digambarkan klien agar tidak terjadi kesalahan
komunikasi dalam hubungan klien-perawat.
Menurut Nurjanah, I (2001), klarifikasi dilakukan apabila pesan yang
disampaikan oleh klien belum jelas bagi perawat dan perawat mencoba
memahami situasi yang digambarkan klien. Namun demikian, agar pesan dapat
sampai dengan benar perawat perlu memberikan contoh yang konkret dan mudah
dimengerti oleh klien dengan memperhatikan pokok pembicaraan. Demonstrasi
terhadap apa yang telah dijelaskan merupakan bentuk klarifikasi terhadap apa
yang telah diucapkan.
Contoh:
"Saya tidak yakin saya mengikuti apa yang anda katakan”

11
5. Refleksi
Refleksi memberikan kesempatan kepada klien untuk mengemukakan dan
menerima ide dan perasaan yang sebagai bagian dari dirinya sendiri. Dengan
mengembalikan pikiran dan perasaannya itu kepada dirinya sendiri kalian akan
berusaha untuk menilai apa yang sedang ia pikirkan, justru dia sendiri yang
menilai dan bukan orang lain.
Menurut Stuart & sundeen (1995), teknik refleksi digunakan untuk
mengembalikan ide perasaan dan pertanyaan kepada klien. Sedangkan, menurut
Schultz & Videbeck (1998), refleksi merupakan tindakan mengembalikan pikiran
dan perasaan klien. Terkadang klien belum mampu memutuskan apa yang telah
ada dalam pikirannya, tetapi pikiran dan perasaan itu mengganggu sehingga klien
tidak mampu mengambil keputusan. Hal itu terjadi karena adanya kebimbangan
atau keraguan pada diri klien. Keraguan tersebut menimbulkan sifat ambivalensi
sehingga perlu dukungan orang lain dalam pengembalian keputusan.
Teknik refleksi yang dilakukan perawat bukan untuk pikiran dan perasaan
klien, akan tetapi perawat mengembalikan lagi pikiran dan perasaan yang
merupakan bagian dari dirinya sendiri sehingga lain mencoba untuk menilai lagi
pikiran dan perasaan yang telah ada sebagai upaya untuk mengevaluasi dan
menimbang-nimbang keputusan yang akan diambil. Dengan demikian perawat
mengindikasikan bahwa pendapat dan pikiran ke lain adalah berharga dan klien
mempunyai hak untuk mampu melakukan hal tersebut sehingga ia pun akan
berpikir bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan
kemampuan sebagai individu yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari
orang lain.
Contoh:
K : "apakah menurutmu saya harus mengatakannya kepada dokter?"
P : "apakah menurut Anda Anda harus mengatakannya?"
K : "suami saya sudah lama tidak datang mengunjungi Saya bahkan tidak
menelepon saya kalau dia datang saya tidak ingin berbicara dengannya.”

12
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Komunikasi terapeutik adalah modalitas dasar intervensi utama yang


terdiri atas teknik verbal dan nonverbal yang digunakan untuk membentuk
hubungan antara terapis dan pasien dalam pemenuhan kebutuhan (Mubarak, 2012).
Oleh karena itu, komunikasi terapeutik merupakan hal penting dalam kelancaran
pelayanan kesehatan yang dilakukan terapis untuk mengetahui apa yang dirasakan
dan diinginkan pasien.
Dalam konteks pelayanan keperawatan kepada klien, pertama-tama klien
harus percaya bahwa perawat mampu memberikan pelayanan keperawatan dalam
mengatasi keluhannya, demikian juga perawat harus dapat dipercaya dan
diandalkan atas kemampuan yang telah dimiliki perawat (Simamora, 2013).
Dengan memiliki keterampilan berkomunikasi terapeutik, perawat akan
lebih mudah menjalin hubungan saling percaya dengan klien, sehingga akan lebih
efektif dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan yang telah diterapkan,
memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan akan
meningkatkan profesi (Damaiyanti, 2012).

B. Saran

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
penyempurnaan makalah ini. Demikian makalah ini dibuat, semoga makalah ini
bisa bermanfaat bagi banyak orang. Kami mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini sehingga dapat
terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya, sekian terimakasih.

13
DAFTAR PUSTAKA

Lalongkoe, Maksimus Ramses. 2013. Komunikasi Keperawatan: Metode


Berbicara Asuhan Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Nasir, abdul dan Tim. 2011. Komunikasi dalam Keperawatan: Teori dan Aplikasi.
Jakarta : Salemba Medika.

14

Anda mungkin juga menyukai