Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan
antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena
merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan. Pengalaman
ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial
yang besar (Abdalati, 1989).
Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang
mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang tercermin dalam
perilaku “caring” atau kasih sayang / cinta (Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan
orang lain.
Perawat yang memiliki keterampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja
akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah
legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan
citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit, tetapi yang paling penting adalah
mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia.
Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengertian komunikasi termasuk
“therapeutic use of self” dan “helping relationship” untuk praktek keperawatan, sikap dan
tehnik serta dimensi hubungan dari komunikasi terapeutik.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan komunikasi dan jenis komunikasi?
2. Apa yang dimaksud dengan komunikasi verbal?
3. Apa yang dimaksud dengan komunikasi non verbal?
4. Apa yang dimaksud dengan komunikasi teraupetik?
5. Apa fase-fase dalam melakukan komunikasi teraupetik?
6. Apa teknik-teknik dari komunikasi teraupetik?
7. Bagaimana proses komunikasi teraupetik dalam keperawatan?

1
1.3 TUJUAN MAKALAH
1. Membekali perawat pada saat akan melekukan tindakan kepada pasien
2. Agar perawat dan pasien terjalin komunikasi yang baik
3. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran
serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien
percaya pada hal yang diperlukan.
4. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN KOMUNIKASI DAN JENIS KOMUNIKASI


Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan
memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya.
Menurut Potter dan Perry (1993), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu
intrapersonal, interpersonal dan publik. Makalah ini difokuskan pada komunikasi
interpersonal yang terapeutik.
Komunikasi interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara sedikitnya dua orang
atau dalam kelompok kecil, terutama dalam keperawatan. Komunikasi interpersonal yang
sehat memungkinkan penyelesaian masalah, berbagai ide, pengambilan keputusan, dan
pertumbuhan personal.
Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen
(1995) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulis dan non-verbal yang
dimanifestasikan secara terapeutik.

2.2 PENGERTIAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK


Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat klien yang
bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien yang mempengaruhi perilaku pasien.
Hubungan perawat klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar bersama dan
pengalaman dengan menggunakan berbagai tekhnik komunikasi agar perilaku klien
berubah ke arah positif seoptimal mungkin. Untuk melaksanakan komunikasi terapeutik
yang efektif perawat harus mempunyai keterampilan yang cukup dan memahami tentang
dirinya.
Teori komunikasi sangat sesuai dalam praktek keperawatan (Stuart dan Sundeen,
1987, hal. 111) karena :
1. Komunikasi merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik. Dalam
proses komunikasi terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan
pikiran.
2. Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain. Berarti,
keberhasilan intervensi keperawatan bergantung pada komunikasi karena

3
proses keperawatan ditujukan untuk merubah perilaku dalam mencapai tingkat
kesehatan yang normal.
3. Komunikasi adalah berhubungan. Hubungan perawat dan klien yang terapeutik
tidak mungkin dicapai tanpa komunikasi.
Dalam membina hubungan terpeutik dengan klien, perawat perlu mengetahui proses
komunikasi dan keterampilan berkomunikasi dalam membantu klien memecahkan
masalahnya.
Elemen yang harus ada pada proses komunikasi adalah pengirim pesan, penerima
pesan, media dan umpan balik. Semua perilaku individu pengirim dan penerima adalah
komunikasi yang akan memberi efek pada perilaku. Pesan yang disampaikan dapat
berupa verbal dan nonverbal. Bermain merupakan cara berkomunikasi dan berhubungan
yang baik dengan klien anak.
Perawat dapat menyampaikan atau mengkaji secara nonverbal antara lain : Vokal;
nada, kualitas, keras ato lembut, kecepatan, yang semuanya menggambarkan suasana
emosi.
1. Gerakan : reflex, postur, ekspresi muka, gerakan yang berulang, atau gerakan-
gerakan yang lain. Khusus gerakan dan ekspresi muka dapat diartikan sebagai
suasana hati.
2. Jarak (space) : Jarak dalam berkomunikasi dengan orang lain menggambarkan
keintiman.
3. Sentuhan : dikatakan sangat penting, namun perlu mempertimbangkan aspek
budaya dan kebiasaaan.
Agar perawat dapat berperan efektif dalam terapeutik ia harus menganalisa dirinya.
kesadaran diri klarifikasi nilai, perasaan dan mampu menjadi model yang bertanggung
jawab. Seorang perawat tidak akan dapat mengetahui kondisi klien jika tidak ada
kemampuan menghargai keunikan klien.
Komunikasi terapeutik tidak dapat berlangsung sendirinya, tetapi harus di rencanakan,
di pertimbangkan dan di lakukan secara profesional. Pada saat pertama kali perawat
melakukan komunikasi terapeutik proses komunikasi umumnya berlangsung singkat,
canggung, semu dan seperti di buat-buat. hal ini akan lebih membantu untuk
mempersepsikan masing-masing hubungan pasien karena adanya kesempatan untuk
mencapai hubungan antar manusia yang positif sehingga akan mempermudah pencapaian
tujuan terapeutik.
4
2.3 FASE – FASE KOMUNIKASI TERAPEUTIK
1. Tahap Persiapan (Prainteraksi)
Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum
berinteraksi dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada tahap ini perawat menggali
perasaan dan mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini perawat
juga mencari informasi tentang klien. Kemudian perawat merancang strategi untuk
pertemuan pertama dengan klien. Tahap ini harus dilakukan oleh seorang perawat
untuk memahami dirinya, mengatasi kecemasannya, dan meyakinkan dirinya bahwa
dia siap untuk berinteraksi dengan klien (Suryani, 2005).
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
a. Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum berinteraksi dengan
klien, perawat perlu mengkaji perasaannya sendiri (Stuart, G.W dalam Suryani,
2005). Perasaan apa yang muncul sehubungan dengan interaksi yang akan
dilakukan. Apakah ada perasaan cemas? Apa yang dicemaskan? (Suryani, 2005).
b. Menganalisis kekuatan dan kelemanhan sendiri. Kegiatan ini sangat penting
dilakukan agar perawat mampu mengatasi kelemahannya secara maksimal pada
saat berinteraksi dengan klien. Misalnya seorang perawat mungkin mempunyai
kekuatan mampu memulai pembicaraan dan sensitif terhadap perasaan orang lain,
keadaan ini mungkin bisa dimanfaatkan perawat untuk memudahkannya dalam
membuka pembicaraan dengan klien dan membina hubungan saling percaya
(Suryani, 2005).
c. Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat penting karena
dengan mengetahui informasi tentang klien perawat bisa memahami klien. Paling
tidak perawat bisa mengetahui identitas klien yang bisa digunakan pada saat
memulai interaksi (Suryani, 2005).
d. Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien. Perawat perlu
merencanakan pertemuan pertama dengan klien. Hal yang direncanakan
mencakup kapan, dimana, dan strategi apa yang akan dilakukan untuk pertemuan
pertama tersebut (Suryani, 2005).

2. Tahap Perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu
atau kontak dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada saat berkenalan, perawat harus
5
memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada klien (Brammer dalam Suryani,
2005). Dengan memperkenalkan dirinya berarti perawat telah bersikap terbuka pada
klien dan ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka dirinya (Suryani,
2005). Tujuan tahap ini adalah untuk memvalidasi keakuratan data dan rencana yang
telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang
lalu (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
a. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan komunikasi
terbuka. Hubungan saling percaya merupakan kunci dari keberhasilan hubungan
terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005), karena tanpa adanya rasa saling
percaya tidak mungkin akan terjadi keterbukaan antara kedua belah pihak.
Hubungan yang dibina tidak bersifat statis, bisa berubah tergantung pada situasi
dan kondisi (Rahmat, J dalam Suryani 2005). Karena itu, untuk mempertahankan
atau membina hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur,
ikhlas, menerima klien apa adanya, menepati janji, dan menghargai klien
(Suryani, 2005).
b. Merumuskan kontrak pada klien (Christina, dkk, 2002). Kontrak ini sangat
penting untuk menjamin kelangsungan sebuah interaksi (Barammer dalam
Suryani, 2005). Pada saat merumuskan kontrak perawat juga perlu menjelaskan
atau mengklarifikasi peran-peran perawat dan klien agar tidak terjadi kesalah
pahaman klien terhadap kehadiran perawat. Disamping itu juga untuk
menghindari adanya harapan yang terlalu tinggi dari klien terhadap perawat
karena karena klien menganggap perawat seperti dewa penolong yang serba bisa
dan serba tahu (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Perawat perlu menekankan
bahwa perawat hanya membantu, sedangkan kekuatan dan keinginan untuk
berubah ada pada diri klien sendiri (Suryani, 2005).
c. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien. Pada tahap
ini perawat mendorong klien untuk mengekspresikan perasaannya. Dengan
memberikan pertanyaan terbuka, diharapkan perawat dapat mendorong klien
untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya sehingga dapat mengidentifikasi
masalah klien.

6
d. Merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan tujuan interaksi
bersama klien karena tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan sulit dicapai.
Tujuan ini dirumuskan setelah klien diidentifikasi.
Fase orientasi, fase ini dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan
seterusnya, tujuan fase ini adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah
dibuat dengan keadaan klien saat ini, dan mengevaluasi hasil tindakan yang lalu.
Umumnya dikaitkan dengan hal yang telah dilakukan bersama klien (Cristina, dkk,
2002).

3. Tahap Kerja
Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi
terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini perawat dan klien
bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Pada tahap kerja
ini dituntut kemampuan perawat dalam mendorong klien mengungkap perasaan dan
pikirannya. Perawat juga dituntut untuk mempunyai kepekaan dan tingkat analisis
yang tinggi terhadap adanya perubahan dalam respons verbal maupun nonverbal
klien.
Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena tugas perawat
pada tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Melalui active
listening, perawat membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang dihadapi,
bagaimana cara mengatasi masalahnya, dan mengevaluasi cara atau alternatif
pemecahan masalah yang telah dipilih.
Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien.
Tehnik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-
hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat-klien memiliki pikiran dan
ide yang sama (Murray, B & Judth dalam Suryani, 2005). Tujuan tehnik
menyimpulkan adalah membantu klien menggali hal-hal dan tema emosional yang
penting (Fontaine & Fletcner dalam Suryani, 2005)

4. Tahap Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien (Christina,
dkk, 2002). Tahap ini dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir
(Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
7
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-klien,
setelah terminasi sementara, perawat akan bertemu kembali dengan klien pada
waktu yang telah ditentukan.Terminasi akhir terjadi jika perawat telah
menyelesaikan proses keperawatan secara keseluruhan.
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
a. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan.
Evaluasi ini juga disebut evaluasi objektif. Dalam mengevaluasi, perawat tidak
boleh terkesan menguji kemampuan klien, akan tetapi sebaiknya terkesan
sekedar mengulang atau menyimpulkan.
b. Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan menanyakan
perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Perawat perlu mengetahui
bagaimana perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Apakah klien
merasa bahwa interaksi itu dapat menurunkan kecemasannya? Apakah klien
merasa bahwa interaksi itu ada gunanya? Atau apakah interaksi itu justru
menimbulkan masalah baru bagi klien.
c. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindakan ini
juga disebut sebagai pekerjaan rumah untuk klien. Tindak lanjut yang diberikan
harus relevan dengan interaksi yang akan dilakukan berikutnya. Misalnya pada
akhir interaksi klien sudah memahami tentang beberapa alternative mengatasi
marah. Maka untuk tindak lanjut perawat mungkin bisa meminta klien untuk
mencoba salah satu dari alternative tersebut.
d. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting dibuat agar
terdapat kesepakatan antara perawat dan klien untuk pertemuan berikutnya.
Kontrak yang dibuat termasuk tempat, waktu, dan tujuan interaksi.
Stuart G.W. (1998) dalam Suryani (2005), menyatakan bahwa proses
terminasi perawat-klien merupakan aspek penting dalam asuhan keperawatan,
sehingga jika hal tersebut tidak dilakukan dengan baik oleh perawat, maka regresi
dan kecemasan dapat terjadi lagi pada klien. Timbulnya respon tersebut sangat
dipengaruhi oleh kemampuan perawat untuk terbuka, empati dan responsif terhadap
kebutuhan klien pada pelaksanaan tahap sebelumnya.

8
2.4 TEKNIK-TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK
1. Bertanya
Bertanya (questioning) merupakan teknik yang dapat mendorong klien untuk
mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Teknik berikut sering digunakan pada
tahap orientasi.
a. Pertanyaan fasilitatif dan nonfasilitatif
Pertanyaan fasilitatif (facilitative question) terjadi jika pada saat bertanya
perawat sensitif terhadap pikiran dan perasaan serta secara langsung
berhubungan dengan masalah klien, sedangkan pertanyaan nonfasilitatif
(nonfacilitative question) adalah pertanyaan yang tidak efektif karena
memberikan pertanyaan yang tidak fokus pada masalah atau pembicaraan,
bersifat mengancam, dan tampak kurang pengertian terhadap klien (Gerald, D
dalam Suryani, 2005).
b. Pertanyaan terbuka dan tertutup
Pertanyaan terbuka (open question) digunakan apabila perawat membutuhkan
jawaban yang banyak dari klien. Dengan pertanyaan terbuka, perawat mampu
mendorong klien mengekspresikan dirinya (Antai-Otong dalam Suryani,
2005).
Pertanyaan tertutup (closed question) digunakan ketika perawat membutuhkan
jawaban yang singkat.
c. Inapropriate quantity question
Inapropriate quantity question yaitu pertanyaan yang kurang baik dari sisi
jumlah pertanyaan, yang mengakibatkan klien bingung dalam menjawab.
Terlalu banyak pertanyaan merupakan tindakan yang tidak tepat karena
menimbulkan kebingungan klien untuk menjawab (Long, L dalam Suryani,
2005).
d. Inapropriate quality question
Inapropriate quality question yaitu pertanyaan yang tidak baik diberikan pada
klien dan biasanya dimulai dengan kata “why” (mengapa). Why question ini
dipertimbangkan tidak tepat karena :
1) Terkesan menginterogasi, sehingga klien merasa seolah-olah
diintimidasi (Sturat, G.W dalam Suryani, 2005). Hal ini bisa
menghambat keterbukaan klien terhadap perawat.
9
2) Tidak akan dapat menggali perasaan klien yang sebenarnya karena
why question mengiring klien untuk menjawab secara rasional atau
mengemukakan alasan dari suatu perbuatan atau keadaan, bukan
bagaimana perasaanya terhadap kejadian (Gerald, D dalam Suryani,
2005).

2. Mendengarkan
Mendengarkan (listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi
terapeutik (Keliat, Budi Anna, 1992). Mendengarkan adalah proses aktif (Gerald, D
dalam Suryani, 2005) dan penerimaan informasi serta penelaahan reaksi seseorang
terhadap pesan yang diterima (Hubson, S dalam Suryani, 2005).
Selama mendengarkan, perawat harus mengikuti apa yang dibacakan klien
dengan penuh perhatian. Perawat memberikan tanggapan dengan tepat dan tidak
memotong pembicaraan klien. Tunjukkan perhatian bahwa perawat mempunyai
waktu untuk mendengarkan (Purwanto, Heri, 1994).

3. Mengulang
Mengulang (restarting) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan
klien. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat
mengikuti pembicaraan klien (Keliat, Budi Anna, 1992). Restarting (pengulangan)
merupakan suatu strategi yang mendukung listening (Suryani, 2005).

4. Klarifikasi
Klarifikasi (clarification) adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran klien
yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya
(Gerald, D dalam Suryani, 2005).
Pada saat klarifikasi, perawat tidak boleh menginterpretasikan apa yang
dikatakan klien, juga tidak boleh menambahkan informasi (Gerald, D dalam
Suryani, 2005). Apabila perawat menginterpretasikan pembicaraan klien, maka
penilaiannya akan berdasarkan pandangan dan perasaannya. Fokus utama
klarifikasi adalah pada perasaan, karena pengertian terhadap perasaan klien sangat
penting dalam memahami klien.

10
5. Refleksi
Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan,
dan isi pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk memvalidasi pengertian
perawat tentang apa yang diucapkan klien dan menekankan empati, minat, dan
penghargaan terhadap klien (Antai-Otong dalam Suryani, 2005).
Tehnik-tehnik refleksi terdiri dari: (Keliat, Budi Anna, 1992)
a. Refleksi visi, yaitu memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi ide yang
diekspresikan klien dengan pengertian perawat.
b. Refleksi perasaan, yaitu memberi respon pada perasaan klien terhadap isi
pembicaraan, agar klien mengetahui dan menerima perasaanya.
Gunanya adalah untuk :
a. Mengetahui dan menerima ide dan perasaan.
b. Mengoreksi.
c. Memberi keterangan lebih jelas.
Ruginya adalah :
a. Mengulang terlalu sering dan sama.
b. Dapat menimbulkan marah, iritasi, dan frustasi

6. Memfokuskan
Memfokuskan (focusing) bertujuan memberi kesempatan kepada klien untuk
membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian
tujuan (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Dengan demikian akan terhindar dari
pembicaraan tanpa arah dan penggantian topik pembicaraan. Hal yang perlu
diperhatikan dalam mengguanakan metode ini adalah usahakan untuk tidak
memutus pembicaraan ketika klien menyampaikan masalah penting (Suryani,
2005).

7. Diam
Teknik diam (silence) digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien
sebelum menjawab pertanyaan perawat. Diam akan memberikan kesempatan
kepada perawat dan klien untuk mengorganisasi pikiran masing-masing (Stuart &
Sundeen dalam Suryani, 2005). Tehnik ini memberikan waktu pada klien untuk
berfikir dan menghayati, memperlambat tempo interaksi, sambil perawat
11
menyampaikan dukungan, pengertian, dan penerimaannya. Diam juga
memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri dan berguna
pada saat klien harus mengambil keputusan (Suryani, 2005).

8. Memberi Informasi
Memberikan tambahan informasi (informing) merupakan tindakan penyuluhan
kesehatan klien. Tehnik ini sangat membantu dalam mengajarkan kesehatan atau
pendidikan pada klien tentang aspek-aspek yang relevan dengan perawatan diri dan
penyembuhan klien. Informasi yang diberikan pada klien harus dapat memberikan
pengertian dan pemahaman tentang masalah yang dihadapi klien serta membantu
dalam memberikan alternatif pemecahan masalah (Suryani, 2005).

9. Menyimpulkan
Menyimpulkan (summerizing) adalah tehnik komunikasi yang membantu
klien mengeksplorasi poin penting dari interaksi perawat-klien. Tehnik ini
membantu perawat dan klien untuk memiliki pikiran dan ide yang sama saat
mengakhiri pertemuan. Poin utama dari menyimpulkan yaitu peninjauan kembali
komunikasi yang telah dilakukan (Murray, B & Judith dalam Suryani, 2005).
a. Manfaat dari menyimpulkan antara lain : (Suryani, 2005) Memfokuskan pada
topik yang relevan.
b. Menolong perawat dalam mengulang aspek utama interaksi.
c. Membantu klien untuk merasa bahwa perawat memahami perasaannya.
d. Membantu klien untuk dapat mengulang informasi dan membuat tambahan
atau koreksi terhadap informasi sebelumnya.

10. Mengubah Cara Pandang


Tehnik mengubah cara pandang (refarming) ini digunakan untuk memberikan
cara pandang lain sehingga klien tidak melihat sesuatu atau masalah dari aspek
negatifnya saja (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Tehnik ini sangat bermanfaan
terutama ketika klien berfikiran negatif terhadap sesuatu, atau memandang sesuatu
dari sisi negatifnya. Seorang perawat kadang memberikan tanggapan yang kurang
tepat ketika klien mengungkapkan masalah, misalnya menyatakan : “sebenarnya
apa yang anda pikirkan tidak seburuk itu kejadiannya”. Reframing akan membuat
12
klien mampu melihat apa yang dialaminya dari sisi positif (Gerald, D dalam
Suryani, 2005) sehingga memungkinkan klien untuk membuat perencanaan yang
lebih baik dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.

11. Eksplorasi
Eksplorasi bertujuan untuk mencari atau menggali lebih jauh atau lebih dalam
masalah yang dialami klien (Antai-Otong dalam Suryani, 2005) supaya masalah
tersebut bisa diatasi. Tehnik ini bermanfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan
gambaran yang detail tentang masalah yang dialami klien.

12. Membagi Persepsi


Stuart G.W (1998) dalam Suryani (2005) menyatakan, membagi persepsi
(sharing peception) adalah meminta pendapat klien tentang hal yang perawat
rasakan atau pikirkan. Tehnik ini digunakan ketika perawat merasakan atau melihat
ada perbedaan antara respos verbal dan respons nonverbal klien.

13. Mengidentifikasi Tema


Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan harus
mampu manangkap tema dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya adalah untuk
meningkatkan pengertian dan menggali masalah penting (Stuart & Sadeen dalam
Suryani, 2005). Tehnik ini sangat bermanfaat pada tahap awal kerja untuk
memfokuskan pembicaraan pada awal masalah yang benar-benar dirasakan klien.

14. Humor
Humor bisa mempunyai beberapa fungsi dalam hubungan terapeutik. Florence
Nightingale dalam Anonymous (1999) dalam Suryani (2005) pernah mengatakan
suatu pengalaman pahit sangat baik ditangani dengan humor. Humor dapat
meningkatkan kesadaran mental dan kreativitas, serta menurunkan tekanan darah
dan nadi.
Dalam beberapa kondisi berikut humor mungkin bisa dilakukan :
a. Pada saat klien mengalami kecemasan ringan sampai sedang, humor mungkin
bisa menurunkan kecemasan klien.
b. Jika relevan dan konsisten dengan sosial budaya klien.
13
c. Membantu klien mengatasi masalah lebih efektif.

15. Memberikan Pujian


Memberikan Pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis yang
didapatkan klien ketika berinteraksi dengan perawat. Reinforcement berguna untuk
meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku klien (Gerald, D dalam Suryani,
2005). Reniforcement bisa diungkapkan dengan kata-kata ataupun melalui isyarat
nonverbal.

2.5 FAKTOR-FAKTOR KOMUNIKASI TERAPEUTIK


Faktor – faktor penghambat dalam proses komunikasi terpeutik adalah : (Purwanto,
Heri, 1994)
a. Kemampuan pemahaman yang berbeda.
b. Pengamatan/penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu.
c. Komunikasi satu arah.
d. Kepentingan yang berbeda
e. Memberikan jaminan yang tidak mungkin
f. Memberitahu apa yang harus dilakukan kepada penderita
g. Membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi
h. Menuntut bukti, tantangan serta penjelasan dari pasien mengenai tindakannya
i. Memberikan kritik mengenai perasaan penderita
j. Menghentikan/mengalihkan topik pembicaraan
k. Terlalu banyak bicara yang seharusnya mendengarkan.
l. Memperlihatkan sifat jemu, pesimis.

Faktor penghambat komunikasi : (Kariyoso, 1994)


a. Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi
b. Sikap yang kurang tepat
c. Kurang pengetahuan
d. Kurang memahami sistem sosial
e. Prasangka yang tidak beralasan
f. Jarak fisik, komunikasi menjadi kurang lancar bila jarak antara komunikator dengan
reseptor berjauhan
14
g. Tidak ada persamaan persepsi
h. Indera yang rusak
i. Berbicara yang berlebihan
j. Mendominir pembicaraan, dan lain sebagainya

Faktor yang mempengaruhi komunikasi : (Suryani, 2005)


a) Kredibilitas
Kredibilitas (credibility) terdapat dan berpengaruh pada sumber atau komunikator.
Kredibilitas komunikasi sangat mempengaruhi keberhasilan proses komunikasi,
karena hal ini mempengaruhi tingakat kepercayaan sasaran atau komunikasi
terhadap pesan yang disampaikan.
b) Isi pesan
Pesan yang disampaikan hendaknya mengandung isi yang bermanfaat bagi sasaran.
Hasil komunikasi akan lebih baik jika isi pesan besar manfaatnya bagi kepentingan
sasaran.
c) Kesesuaian dengan kepentingan sasaran
Kesesuaian dengan kepentingan sasaran (context) terdapat dan berperan pada pesan.
Pesan yang disampaikan harus berhubungan dengan kepentingan sasaran.
d) Kejelasan
Kejelasan (clarity) terdapat dan berperan pada pesan. Kejelasan pesan yang
disampaikan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan komunikasi.
e) Kesinambungan dan konsistensi
Kesinambungan dan konsistensi (continuity and consistency) terdapat pada pesan.
Pesan yang akan disampaikan harus konsistensi dan berkesinambungan.
f) Saluran
Saluran (channel) terdapat dan berperan pada media. Media yang digunakan harus
disesuaikan dengan pesan yang ingin disampaikan.
g) Kapabilitas sasaran
Kapabilitas sasaran (capability of the audience) terdapat pada komunikan. Dalam
menyampaikan pesan, komunikator harus memperhitungkan kemampuan sasaran
dalam menerima pesan.
h) Psikologis (Rahmat, J dalam Suryani, 2005)
Seperti sikap, pengalaman hidup, motivasi, kepribadian, dan konsep.
15
i) Sosial (Ellis, Gates & Kenwarthy dalam Suryani, 2005)
j) Seperti usia, jenis kelamin, kelas sosial, suku, bahasa, kekuasaan, dan peran sosial.

2.6 PROSES KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM PERAWATAN


1. Proses komunikasi : (Mubarak, Wahid Iqbal, dkk, 2007)
a. Reference, stimulus yang memotifasi seseorang untuk berkomunikasi dengan
orang lain. Dapat berupa pengalaman, ide atau tindakan.
b. Pengirim/ sumber/ encorder, disebut juga komunikator. Bisa perorangan atau
kelompok.
c. Pesan/ berita, informasi yang dikirimkan. Dapat berupa kata-kata, gerakan tubuh
atau ekspresi wajah.
d. Media/ saluran, alat atau sarana yang dipilih pengirim untuk menyampaikan
pesan pada penerima/ sasaran.
e. Penerimaan/ sasaran/ decoder, kepada siapa pesan yang ingin disampaikan
tersebut dituju.
f. Umpan balik/ feed back/ respons, reaksi dari sasaran terhadap pesan yang
disampaikan.

2. Komunikasi Terapeutik dalam Perawatan.


a. Pengkajian (Purwanto, Heri, 1994)
1) Menentukan kemampuan seseorang dalam proses informasi.
2) Mengevaluasi data tentang status mental pasien untuk menentukan batas
intervensi.
3) Mengevaluasi kemampuan pasien dalam berkomunikasi secara verbal.
4) Mengobservasi apa yang terjadi pada pasien tersebut saat ini.
5) Mengidentifikasi tingkat perkembangan pasien sehingga interaksi yang
diharapkan bisa realistik.
6) Menentukan apakah pasien memperlihatkan sikap verbal dan nonverbal yang
sesuai.
7) Mengkaji tingkat kecemasan pasien sehingga dapat mengantisifasi intervensi
yang dibutuhkan.
b. Diagnosa keperawatan (Potter & Perry, 1999)
1) Analisa tertulis dari penemuan pengkajian.
16
2) Sesi perencanaan tim kesehatan.
3) Diskusi dengan klien dan keluarga untuk menentukan metoda implementasi.
4) Membuat rujukan.
c. Rencana tujuan (Purwanto, Heri,1994)
1) Rencana asuhan tertulis (Potter & Perry, 1999).
2) Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
3) Membantu pasien agar dapat menerima pengalaman yang pernah dirasakan.
4) Meningkatkan harga diri pasien.
5) Memberikan support karena adanya perubahan lingkungan.
6) Perawat dan pasien sepakat untuk berkomunikasi secara lebih terbuka.
d. Implementasi (Purwanto, Heri, 1994)
1) Memperkenalkan diri kepada pasien.
2) Memulai interaksi dangan pasien.
3) Membantu pasien untuk dapat menggambarkan pengalaman pribadinya.
4) Menganjurkan kepada pasien untuk dapat mengungkapkan perasaan
kebutuhannya.
5) Menggunakan komunikasi untuk meningkatkan harga diri pasien.
e. Evaluasi (Purwanto, Heri, 1994)
1) Pasien dapat mengembangkan kemampuan dalam mengkaji dan memenuhi
kebutuhan sendiri.
2) Komunikasi menjadi lebih jelas, lebih terbuka dan berfokus pada masalah.
3) Membantu menciptakan lingkungan yang dapat mengurangi tingkat
kecemasan.

17
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Kemampuan menerapkan teknik komunikasi terapeutik memerlukan latihan dan
kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam
kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi
keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan
juga kepuasan bagi perawat.
2. Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam penggunaanya
diperhatikan sikap dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain yang cukup penting
diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan factor penunjang
yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan kemampuan berhubungan
terapeutik.

18
DAFTAR PUSTAKA

Dalami,Ermawati.2009. Buku Saku Komunikasi Keperawatan. Jakarta : Trans


Info Media
Swanburg. C. Russell. Alih Bahasa Samba.Suharyati.(2000). Pengantar kepemimpinan dan
Manajemen Keperawatan, Untuk Perawat Klinis.EGC. Jakarta

Sullivan, J.L & Deane, D.M. (1988). Humor and Health. Journal of qerontologynursing 14
(1):20, 1988.

19

Anda mungkin juga menyukai