Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang

Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam


hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih
bermakna karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses
keperawatan. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan
khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989).

Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial


yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang tercermin
dalam perilaku “caring” atau kasih sayang / cinta (Johnson, 1989) dalam
berkomunikasi dengan orang lain.

Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak


saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah
terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan
keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit,
tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan
pertolongan terhadap sesama manusia.

Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengertian komunikasi termasuk


“therapeutic use of self” dan “helping relationship” untuk praktek keperawatan,
sikap dan tehnik serta dimensi hubungan dari komunikasi terapeutik.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja tahap – tahap komunikasi terapeutik ?


2. Apa saja pembahasan dari setiap tahap yang ada dalam komunikasi
terapeutik ?

1
1.3 Tujuan Penulisan

Agar perawat bisa memahami dengan seksama tentang pentingnya


komunikasi terapeutik dalam asuhan keperawatan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat


klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien yang mempengaruhi
perilaku pasien. Hubungan perawat klien yang terapeutik adalah pengalaman
belajar bersama dan pengalaman dengan menggunakan berbagai tekhnik
komunikasi agar perilaku klien berubah ke arah positif seoptimal mungkin. Untuk
melaksanakan komunikasi terapeutik yang efektif perawat harus mempunyai
keterampilan yang cukup dan memahami tentang dirinya.

Teori komunikasi sangat sesuai dalam praktek keperawatan (Stuart dan


Sundeen, 1987, hal. 111) karena :

Komunikasi merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik.


Dalam proses komunikasi terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan
dan pikiran. Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain.
Berarti, keberhasilan intervensi keperawatan bergantung pada komunikasi karena
proses keperawatan ditujukan untuk merubah perilaku dalam mencapai tingkat
kesehatan yang normal. Komunikasi adalah berhubungan. Hubungan perawat dan
klien yang terapeutik tidak mungkin dicapai tanpa komunikasi.

Dalam membina hubungan terpeutik dengan klien, perawat perlu


mengetahui proses komunikasi dan keterampilan berkomunikasi dalam membantu
klien memecahkan masalahnya. Elemen yang harus ada pada proses komunikasi
adalah pengirim pesan, penerima pesan, media dan umpan balik. Semua perilaku
individu pengirim dan penerima adalah komunikasi yang akan member efek pada
perilaku. Pesan yang disampaikan dapat berupa verbal dan nonverbal. Bermain
merupakan cara berkomunikasi dan berhubungan yang baik dengan klien anak.

3
a. Komunikasi verbal
Komunikasi verbal adalah pertukaran informasi menggunakan kata – kata yang
diucapkan secara oral dan kata – kata yang dituliskan. Komunikasi oral adalah
komunikasi yang dilakukan secara lisan, baik langsung dengan cara tatap muka
maupun secara tidak langsung, melalui telepon atau telekonferensi. Komunikasi
oral dilakukan untuk menyampaikan informasi secara cepat atau untuk
memperjelas pesan/informasi tertulis sehingga informasi lebih akurat. Jenis
komunikasi ini tergantung dari irama, kecepatan, intonasi, penguasaan materi
oleh komunikator, penekanan, dan nada suara serta bahasa yang digunakan.
Contoh penerapan komunikasi verbal oleh perawat sebagai berikut :
Saat menjelaskan rencana asuhan keperawatan kepada pasien, menjelaskan
prosedur tindakan, melakukan konsultasi, kolaborasi, atau melaporkan kondisi
klien.
Komunikasi tertulis adalah komunikasi yang dilakukan dalam bentuk tulisan,
baik secara manual maupun elektronik, dilakukan untuk memberikan informasi
dalam jumlah yang besar sebagai bukti tertulis atau dokumentasi. Jenis
komunikasi ini dapat berbentuk tulisan tangan, surat kabar, atau e-mail.
Contoh penerapan jenis komunikasi tertulis dalam keperawatan sebagai berikut :
Dokumentasi asuhan keperawatan, mencatat intruksi dokter, menulis hasil
kolaborasi, mencatat perkembangan klien, pelaporan,
b. Komunikasi nonverbal
Setelah memahami komunikasi verbal, selanjutnya kita harus mengenali dan
mampu mengidentifikasi komunikasi nonverbal yang selalu mengiringi
komunikasi verbal. Lomunikasi nonverbal adalah pertukaran informasi tanpa
menggunakan kata-kata. Komunikasi ini tidak disampaikan secara langsung
oleh komunikator, tetapi berhubungan dengan pesan yang disampaikan secara
oral ataupun tulisan. Macam – macam komunikasi nonverbal adalah kontak
mata, ekspresi wajah, postur atau sikap tubuh, gaya jalan, gerakan/bahasa isyarat
tubuh waktu bicara, penampilan secara umum, suara dan sikap diam, atau
symbol-simbol lain, misalnya model pakaian dan cara menggunakan.

4
Perawat dapat menyampaikan atau mengkaji secara nonverbal antara
lain :

a. Vokal; nada, kualitas, keras ato lembut, kecepatan, yang semuanya


menggambarkan suasana emosi.
b. Gerakan; reflex, postur, ekspresi muka, gerakan yang berulang, atau gerakan-
gerakan yang lain. Khusus gerakan dan ekspresi muka dapat diartikan sebagai
suasana hati.
c. Jarak (space). Jarak dalam berkomunikasi dengan orang lain menggambarkan
keintiman.
d. Sentuhan : dikatakan sangat penting, namun perlu mempertimbangkan aspek
budaya dan kebiasaaan.

Agar perawat dapat berperan efektif dalam terapeutik ia harus menganalisa


dirinya : kesadaran diri klarifikasi nilai, perasaan dan mampu menjadi model yang
bertanggung jawab. Seorang perawat tidak akan dapat mengetahui kondisi klien
jika tidak ada kemampuan menghargai keunikan klien.

Komunikasi terapeutik tidak dapat berlangsung sendirinya, tetapi harus di


rencanakan, di pertimbangkan dan di lakukan secara profesional. Pada saat
pertama kali perawat melakukan komunikasi terapeutik proses komunikasi
umumnya berlangsung singkat, canggung, semu dan seperti di buat-buat.hal ini
akan lebih membantu untuk mempersepsikan masing-masing hubungan pasien
karena adanya kesempatan untuk mencapai hubungan antar manusia yang positif
sehingga akan mempermudah pencapaian tujuan terapeutik.

2.2 Helping Relationship

Proses hubungan membantu dapat digambarkan dalam empat fase yang


beruntun, masing-masing ditandai dengan tugas dan keterampilan yang dapat
diidentifikasi. Hubungan harus maju melalui tahap-tahap dam suksesi karena
masing-masing dibangun diatas satu sebelumnya. Perawat dapat mengidentifikasi

5
kemajuan hubugan dengan memahami fase ini : fase pra-interaksi, fase orientasi,
fase kerja, fase terminasi. (Stuart, 2009)

2.3  Tahap – Tahap Komunikasi Terapeutik

1.    Tahap Persiapan (Prainteraksi)

Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum


berinteraksi dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada tahap ini perawat menggali
perasaan dan mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini
perawat juga mencari informasi tentang klien. terdapat dua unsur yang perlu
dipersiapkan dan dipelajari pada tahap prainteraksi yaitu unsur diri sendiri dan
unsur dari klien.

Hal-hal yang dipelajari dari diri sendiri adalah sebagai berikut.


1. Pengetahuan yang dimiliki yang terkait dengan penyakit dan masalah klien.
Penegtahuan yang dimiliki perawat akan kondisi klien dipakai sebagai
bekal dalam berinteraksi sehingga ketika perawat belum menguasai
penyakit dan keluhan klien, maka perawat perlu belajar dulu atau diskusi
dengan teman sejawat, atasan maupun dengan yang lainnya sehingga ketika
perawat

hadir secara fisik dihadapan klien, perawat sudah siap untuk berinteraksi.
Penguasaan materi yang akan didiskusikan mutlak sangat siperlukan dalam
berdiskusi dengan klien.
2. Kecemasan dan kekalutan diri.
Kecemasan yang dialami seseorang dapat memengaruhi interaksinya dengan
orang lain (Ellis, Gates, dan Kenworthy dalam Suryani, 2006). Kecemasan
yang dialami oleh perawat mengakibatkan perawat tidak mampu
mendengarkan keluhan yang diutarakan klien dengan baik. Hal ini
merupakan persyaratan yang mutlak untuk dapat mengerti keluhan klien
karena penggunaan active listening sangat dibutuhkan untuk mengerti

6
keluhan klien. Perawat harus mampu membedakan masalah pribadi dan
menjalankan profesi. Ketika berada dalam lingkungan pelayanan
keperawatan, tentunya masalah pribadi dikesampingka seakan-akan tidak
pernah terjadi sehingga pada saat menjalankan profesinya mampu
berkonsentrasi dengan baik. Disamping itu, perawat perlu mendefinisikan
harapan yang ditentukan sesuai dengan keadaan klien. Harapan perawat
terhadap klien disesuaikan dengan harapan klien itu sendiri, dengan
demikian, harapan yang akan ditentukan sesuai dengan tujuan tindakan
keperawatan yang memenuhi kriteria Nursing Outcome Clasification.
3. Analisis kekuatan diri.
Dalam diri seseorang terdapat kelebihan dan kekurangan. Sebelum
kontak dengan klien, perawat perlu mengnalisis kelemahannya dan
menggunakan kekuatannya untuk berinteraksi dengan klien. Analisis
kelemahan dalam rangka mencari solusi yang terbaik saat sebelum
berinteraksi dengan klien. Kesadaran untuk mengakui kelemaham
menumbuhkan minat untuk mencari alternative koping dalam mengatasi
permasalahannya sendiri. Analisis kekuatan diri dalam konteks

berkomunikasi dengan orang lain terutama pada aspek kekuatan


mental. Pada diri dengan mudah terpengaruh ataupun mudah emosional
akan memengaruhi prose komunikasi.
Dengan muah marah, maka perawat akan mudah kehilagan kendali
ketika ada klien yang rewel, tujuan perawatan sulit tercapai ataupun
suasana keakraban antarperawat dan petugas lainnya juga akan terganggu.
Demiikian juga pada diri yang mudah terpengaruh oleh suatu keadaan,
maka akan mudah bersikap simpati daripada empati, padahal perawat
sebisa mungkin tidak diperbolehkan bersimpati pada klien, dan cukup
berempati saja, ada istlah kalah sebelum bertanding yang menggambarkan
seakan-akan sudah tidak ada yang diperbuat lagi ketika berhadapan dengan
orang.

7
4. Waktu pertemuan baik saat pertemuan maupun lama pertemuan
sebelum bertemu dengan klien, perawat perlu menentukan kapan waktu
yang tepat untuk melakukan pertemuan atau berkomunikasi dengan klien.
Perawat harus mampu menentukan waktu yang tepat saat pertemuan,
perawat harus tahu kebiasaan dan jadwal istirahat klien. Saat klien
melakukan kegiataan, sebaiknya perawat memotong kegiatannya dan
mengajak diskusi, sampai klien menyelesaikan kegiatannya.
Saat klien sedang santai, saat itulah perawat mengajak klien
berdiskusi atau memulai pertemuan yang tentunya dimulai dengan
menentuan dulu kapan pertemuan dimulai (kontrak pertemuan). Demikian
juga dengan kebiasaan istirahat yang dilakukan klien, perawat harus
mampu mengondisikan, jangan sampai saat klien memulai tidur, perawat
mengajak pertemuan, hal ini akan mengganggu kebutuhan dasar akan
istirahat tidur. Lama pertemuan juga perlu dipertimbangkan agar klien
tidak jenuh dalam diskusi, biasanya lama diskusi 20-30 menit kecuali
dengan tindakan keperawatan.

Sedangkan, hal-hal yang perlu dipelajaril dari unsur klien adalah sebagal berikut.

1. Perilaku klien dalam menghadapi penyakitnya.

Perilaku yang destruktit pada klien saat menghadapi penyakitnya akan


menyultkan perawat dalam berkomunikasi dengan klien. Sikap yang. cenderung
defensit dan menarik diri (isolasi sosial), menjadikan klien menutup diri sehingga
perawat kekurangan informasi dan kesulitan dalam rangkal menjalankan tindakan
keperawatan karena klien tidak kooperatif.

Perilaku destruktif maupun menarik diri dipicu adanya kekecewaan akan.


penyakit yang diderita. Klien menjadi putus asa dan kehilangan gairah hidup.
Peningkatan rasa percaya diri dan rasa optimis akan penyakit yang diderital
mutlak diperlukan dalam mendukung proses penyembuhan, oleh karenal itu
teknlk komunkasl yang dipakal untuk menghadapi klen dengan sikap. defensif
ataupun menarik diri adalah dengan menggunakan teknik komunikasi presentng

8
realty yaitu menghadirkan kondisi realita yang telah dilakukan. klien, contoh:
"Saya lihat Anda tampak gelisah, apa yang membuat Andal tampak tidak tenang?"

Harapan dari teknik komunikasi presenting reality adalah mencoba


menghadirkan atau menunjukkan pada klien tindakan yang telah dilakukan.
dengan harapan perilaku klien yang destruktit tersebut, klien menjadi sadar akan
perlakunya dan berubah menjadi perilaku yang asertit. Sedangkan pada l klien
yang sudah asertit dan kooperatlt, perawat hanya mempertahankan. hubungan itu
menjadi hubungan yang saling ketergantungan dan salng. menguntungkan untuk
mencapai derajat kesehatan yang optimal.

2. Adat istiadat.

Kebiasaan yang dlbawa klien ke rumah sakit saat menjalani perawatan


terkadang membawa pengaruh dalam hubungan perawat-klien. Kebiasaan.
tersebut seharusnya dakomodasi tanpa mengurangi prinsip-prinsip pelayanan
keperawatan. Demikian juga dengan bahasa keseharian yang sering kali terjad
kesalahan persepsl sehingga mengganggu dalam proses komunikasl,.

3. Tingkat pengetahuan.

Penguasaan penyakit ini terutama penguasaan dalam hal tindakan


keperawatan, komplikasl darl penyakit. Penguasaan tentang penyakit yang
diderita akan membantu dalam penerimaan dirl. Penguasaan tentang penyakit
yang diderital akan membantu dalam penerimaan diri. Dengan adanya penerimaan
dirl,. klien menjadi lebih kooperatif dan asertif serta berperilaku yang konstruktif
dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. Namun demikian, taktor penent untuk
mendapatkan perubahan perilaku seseorang tidak hanya menempuh . jalur
pengetahuan saja, selain itu masih dibutuhkan kehadiran tanda dan ge]ala penyakit
yang diderita. Hal ini akan mempermudah perawat dalan memberikan penyuluhan
dan bahkan tanpa penyuluhan seseorang akan berubah perilaku sendiri dari
perilaku yang destruktif menjadi perilaku yang konstruktif.

9
Seorang perokok walaupun dia sudah membaca berkali-kali bahaya
merokok yang ada di label rokok, akan tetapi tetap saja merokok merasa seperti
tidak ada bahaya apapun. Lebih-lebih ada pengalaman bahwa orang tua dulu
walaupun merokok tidak pernah ada bahaya apapun akibat merokok sehinggal
mempertebal keyakinan untuk tetap merokok walaupun ada peringatan. Akan
tetapi, bandingkan ketika seseorang yang merokok dan saat itu juga timbul
keluhan nyeri dada yang pertanda ada keluhan penyakit jantung. Ketika keluhan
yang drasakan dibawa ke dokter dan dokter menyatakan bahwa keluhan yang.
diderita orang yang merokok tadi merupakan tanda dari serangan jantung yang
salah satu penyebabnya adalah rokok, dan itu sesuai dengan peringatan di label
rokok bahwa merokok bisa menjadikan serangan jantung, maka orang tersebut
tanpa disuruh untuk berhenti merokok, dengan sendirinya dia akan: berhenti
merokok. Itu sebabnya bahwa perubahan perilaku akan terjadi dengar sendirinya
bila timbul cheos atau suasana yng bisa membuat kekacauan mental bagi
seseorang dengan timbulnya tanda dan gejala.

Kemudian perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan


klien. Tahap ini harus dilakukan oleh seorang perawat untuk memahami dirinya,
mengatasi kecemasannya, dan meyakinkan dirinya bahwa dia siap untuk
berinteraksi dengan klien (Suryani, 2005).

Tugas perawat pada tahap ini antara lain:

a. Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum berinteraksi


dengan klien, perawat perlu mengkaji perasaannya sendiri (Stuart, G.W
dalam Suryani, 2005). Perasaan apa yang muncul sehubungan dengan
interaksi yang akan dilakukan. Apakah ada perasaan cemas? Apa yang
dicemaskan? (Suryani, 2005).
b. Menganalisis kekuatan dan kelemanhan sendiri. Kegiatan ini sangat
penting dilakukan agar perawat mampu mengatasi kelemahannya secara
maksimal pada saat berinteraksi dengan klien. Misalnya seorang perawat
mungkin mempunyai kekuatan mampu memulai pembicaraan dan sensitif

10
terhadap perasaan orang lain, keadaan ini mungkin bisa dimanfaatkan
perawat untuk memudahkannya dalam membuka pembicaraan dengan
klien dan membina hubungan saling percaya (Suryani, 2005).
c. Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat penting karena
dengan mengetahui informasi tentang klien perawat bisa memahami klien.
Paling tidak perawat bisa mengetahui identitas klien yang bisa digunakan
pada saat memulai interaksi (Suryani, 2005).
d. Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien. Perawat perlu
merencanakan pertemuan pertama dengan klien. Hal yang direncanakan
mencakup kapan, dimana, dan strategi apa yang akan dilakukan untuk
pertemuan pertama tersebut (Suryani, 2005).

2. Tahap Perkenalan (Orientasi)

Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu


atau kontak dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada saat berkenalan, perawat
harus memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada klien (Brammer dalam
Suryani, 2005). Dengan memperkenalkan dirinya berarti perawat telah bersikap
terbuka pada klien dan ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka
dirinya (Suryani, 2005). Tujuan tahap ini adalah untuk memvalidasi keakuratan
data dan rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, serta
mengevaluasi hasil tindakan yang lalu (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
Suryani (2015: 47)

Tugas perawat pada tahap ini antara lain:

a. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan komunikasi


terbuka. Hubungan saling percaya merupakan kunci dari keberhasilan
hubungan terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005), karena tanpa
adanya rasa saling percaya tidak mungkin akan terjadi keterbukaan antara
kedua belah pihak. Hubungan yang dibina tidak bersifat statis, bisa
berubah tergantung pada situasi dan kondisi (Rahmat, J dalam Suryani
2005). Karena itu, untuk mempertahankan atau membina hubungan saling

11
percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ikhlas, menerima klien apa
adanya, menepati janji, dan menghargai klien (Suryani, 2005).
b. Merumuskan kontrak pada klien (Christina, dkk, 2002). Kontrak ini sangat
penting untuk menjamin kelangsungan sebuah interaksi (Barammer dalam
Suryani, 2005). Pada saat merumuskan kontrak perawat juga perlu
menjelaskan atau mengklarifikasi peran-peran perawat dan klien agar tidak
terjadi kesalah pahaman klien terhadap kehadiran perawat. Disamping itu
juga untuk menghindari adanya harapan yang terlalu tinggi dari klien
terhadap perawat karena karena klien menganggap perawat seperti dewa
penolong yang serba bisa dan serba tahu (Gerald, D dalam Suryani, 2005).
Perawat perlu menekankan bahwa perawat hanya membantu, sedangkan
kekuatan dan keinginan untuk berubah ada pada diri klien sendiri
(Suryani, 2005).
c. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien. Pada
tahap ini perawat mendorong klien untuk mengekspresikan perasaannya.
Dengan memberikan pertanyaan terbuka, diharapkan perawat dapat
mendorong klien untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya
sehingga dapat mengidentifikasi masalah klien.
d. Merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan tujuan
interaksi bersama klien karena tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan
sulit dicapai. Tujuan ini dirumuskan setelah klien diidentifikasi.

Fase orientasi, fase ini dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan
seterusnya, tujuan fase ini adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang
telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, dan mengevaluasi hasil tindakan yang
lalu. Umumnya dikaitkan dengan hal yang telah dilakukan bersama klien
(Cristina, dkk, 2002).

3. Tahap Kerja

Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi
terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini perawat dan klien

12
bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Pada tahap
kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam mendorong klien mengungkap
perasaan dan pikirannya. Perawat juga dituntut untuk mempunyai kepekaan dan
tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan dalam respons verbal
maupun nonverbal klien.

Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena tugas
perawat pada tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien.
Melalui active listening, perawat membantu klien untuk mendefinisikan masalah
yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi masalahnya, dan mengevaluasi cara
atau alternatif pemecahan masalah yang telah dipilih.

Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan


klien. Tehnik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan
menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat-klien
memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray, B & Judth dalam Suryani, 2005).
Tujuan tehnik menyimpulkan adalah membantu klien menggali hal-hal dan tema
emosional yang penting (Fontaine & Fletcner dalam Suryani, 2005).

4.  Tahap Terminasi

Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien


(Christina, dkk, 2002). Tahap ini dibagi dua yaitu terminasi sementara dan
terminasi akhir (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).

Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-klien,


setelah terminasi sementara, perawat akan bertemu kembali dengan klien pada

13
waktu yang telah ditentukan.Terminasi akhir terjadi jika perawat telah
menyelesaikan proses keperawatan secara keseluruhan.

Tugas perawat pada tahap ini antara lain:

a. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan.


Evaluasi ini juga disebut evaluasi objektif. Dalam mengevaluasi, perawat
tidak boleh terkesan menguji kemampuan klien, akan tetapi sebaiknya
terkesan sekedar mengulang atau menyimpulkan.
b. Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan
menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Perawat
perlu mengetahui bagaimana perasaan klien setelah berinteraksi dengan
perawat. Apakah klien merasa bahwa interaksi itu dapat menurunkan
kecemasannya? Apakah klien merasa bahwa interaksi itu ada gunanya?
Atau apakah interaksi itu justru menimbulkan masalah baru bagi klien.
c. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan.
Tindakan ini juga disebut sebagai pekerjaan rumah untuk klien. Tindak
lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang akan dilakukan
berikutnya. Misalnya pada akhir interaksi klien sudah memahami tentang
beberapa alternative mengatasi marah. Maka untuk tindak lanjut perawat
mungkin bisa meminta klien untuk mencoba salah satu dari alternative
tersebut.
d. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting dibuat
agar terdapat kesepakatan antara perawat dan klien untuk pertemuan
berikutnya. Kontrak yang dibuat termasuk tempat, waktu, dan tujuan
interaksi.

Stuart G.W. (1998) dalam Suryani (2005), menyatakan bahwa proses


terminasi perawat-klien merupakan aspek penting dalam asuhan keperawatan,
sehingga jika hal tersebut tidak dilakukan dengan baik oleh perawat, maka regresi
dan kecemasan dapat terjadi lagi pada klien. Timbulnya respon tersebut sangat

14
dipengaruhi oleh kemampuan perawat untuk terbuka, empati dan responsif
terhadap kebutuhan klien pada pelaksanaan tahap sebelumnya. 

2.4 Menjelajahi dan Memahami Pikiran dan Perasaan

Perawat harus memiliki keterampilan berikut untuk fase helping relationship :

1. Mendengarkan Empati dan Merespon


Menurut Boyd (2008), mendengarkan dengan empati berfokus pada
semacam “menjadi dengan”untuk mengembangkan pemahaman tentang
mereka dan dunia mereka. Pemahaman ini bagaimanapun juga harus
dikomunikasikan secara efektif kepada klien dalam bentuk respon empati.
Hasil akhir dari empati adalah menghibur dan merawat klien dan
membantu seseorang
2. Menghormati
Perawat harus menghormati kesediaan klien atas tersedia, keinginan untuk
bekerja dengan klien, dan dengan cara yang menyampaikan gagasan
mengambil titik klien pandang serius.

3. Kesewajaran
Perawat perlu berhati-hati ketika membuat referensi tentang diri mereka
sendiri. pernyataan-pernyataan ini harus digunakan dengan bijaksana.
Ekstrim pencocokan masing-masing masalah klien dengan cerita yang
lebih baik dari sendiri perawat adalah nilai yang kecil untuk klien.
4. Kekonkretan
Perawat harus membantu klien untuk menjadi konkret dan spesifik
daripada berbiccara dalam generalisasi. Ketika klien mengatakan “aku
bodoh dan ceroboh,” perawat mepersempit topic ke tertentu dengan
menunjukkan, “ Anda tersandung di karpet.”
5. Konfrontasi

15
Perawat menunjukkan perbedaan antara pikiran, perasaan, dan tindakan
yang menghambat pemahaman diri klien atau eksplorasi daerah tertentu.

2.5 Memfasilitasi dan Mengambil Tindakan

Pada akhirnya klien harus membuat keputusan dan mengambil tindakan


untuk menjadi lebih efektif. Tanggung jawab untuk tindakan milik klien. Perawat,
bagaimanapun bekerja sama dalam keputusan ini, menyediakan dukungan, dan
mungkin menawarkan pilihan atau informasi.

2.6 Mengembangkan Helping Relationship

Apapun pengaturan praktek, perawat mentapkan beberapa jenis membantu


hubungan dimana tujuan diatur dengan klien, atau jika klien tidak dapat
berpartisipasi, dengan dukungan orang. Meskipun pelatihan khusus dalam
konseling memakai teknik ini menguntungkan, ada banyak cara untuk membantu
klien yang tidak memerlukan pelatihan khusus :

1. Mendengarkan secara aktif


2. Bantuan untuk mengidentifikasi apa yang orang rasakan. Seringkali klien
yang bermasalah tidak dapat mengidentifikasi perasaan mereka dan
akibatnya mengalami kesulitan bekerja.
3. Tempatkan diri pada posisi orang lain (yaitu, berempati). Berkomunikasi
dengan klien dengan cara menunjukkan pemahaman suatu perasaan klien
dan perilaku dan pengalaman-pengalaman yang mendasari perasaan ini.

16
BAB III

PENUTUP

3.1    Kesimpulan

Dalam makalah ini dapat disimpulkan bahwa dalam komunikasi terapeutik ada
lima tahap yang dilalui yakni tahap pra-interaksi, tahap orientasi, tahap kerja,
tahap terminasi. Dengan dilakukannya tahap yang sudah disebutkan maka
komunikasi anatar perawat dengan pasien akan terjalin dengan baik.

3.2    Saran

Sebaiknya perawat yang menerapkan komunikasi terapeutik dalam asuhan


keperawatan mepertimbangkan terlebih dahulu untuk mengukur diri dalam
pemahaman di dalam praktik komunikasi terapeutik demi terciptanya kesembuhan
pasien.

17
DAFTAR PUSTAKA

Dalami,Ermawati.2009. Buku Saku Komunikasi Keperawatan. Jakarta : Trans


Info Media

Tri Anjaswarni.2016. Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta Selatan : EGC

18

Anda mungkin juga menyukai