PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
1.3 Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
a. Komunikasi verbal
Komunikasi verbal adalah pertukaran informasi menggunakan kata – kata yang
diucapkan secara oral dan kata – kata yang dituliskan. Komunikasi oral adalah
komunikasi yang dilakukan secara lisan, baik langsung dengan cara tatap muka
maupun secara tidak langsung, melalui telepon atau telekonferensi. Komunikasi
oral dilakukan untuk menyampaikan informasi secara cepat atau untuk
memperjelas pesan/informasi tertulis sehingga informasi lebih akurat. Jenis
komunikasi ini tergantung dari irama, kecepatan, intonasi, penguasaan materi
oleh komunikator, penekanan, dan nada suara serta bahasa yang digunakan.
Contoh penerapan komunikasi verbal oleh perawat sebagai berikut :
Saat menjelaskan rencana asuhan keperawatan kepada pasien, menjelaskan
prosedur tindakan, melakukan konsultasi, kolaborasi, atau melaporkan kondisi
klien.
Komunikasi tertulis adalah komunikasi yang dilakukan dalam bentuk tulisan,
baik secara manual maupun elektronik, dilakukan untuk memberikan informasi
dalam jumlah yang besar sebagai bukti tertulis atau dokumentasi. Jenis
komunikasi ini dapat berbentuk tulisan tangan, surat kabar, atau e-mail.
Contoh penerapan jenis komunikasi tertulis dalam keperawatan sebagai berikut :
Dokumentasi asuhan keperawatan, mencatat intruksi dokter, menulis hasil
kolaborasi, mencatat perkembangan klien, pelaporan,
b. Komunikasi nonverbal
Setelah memahami komunikasi verbal, selanjutnya kita harus mengenali dan
mampu mengidentifikasi komunikasi nonverbal yang selalu mengiringi
komunikasi verbal. Lomunikasi nonverbal adalah pertukaran informasi tanpa
menggunakan kata-kata. Komunikasi ini tidak disampaikan secara langsung
oleh komunikator, tetapi berhubungan dengan pesan yang disampaikan secara
oral ataupun tulisan. Macam – macam komunikasi nonverbal adalah kontak
mata, ekspresi wajah, postur atau sikap tubuh, gaya jalan, gerakan/bahasa isyarat
tubuh waktu bicara, penampilan secara umum, suara dan sikap diam, atau
symbol-simbol lain, misalnya model pakaian dan cara menggunakan.
4
Perawat dapat menyampaikan atau mengkaji secara nonverbal antara
lain :
5
kemajuan hubugan dengan memahami fase ini : fase pra-interaksi, fase orientasi,
fase kerja, fase terminasi. (Stuart, 2009)
hadir secara fisik dihadapan klien, perawat sudah siap untuk berinteraksi.
Penguasaan materi yang akan didiskusikan mutlak sangat siperlukan dalam
berdiskusi dengan klien.
2. Kecemasan dan kekalutan diri.
Kecemasan yang dialami seseorang dapat memengaruhi interaksinya dengan
orang lain (Ellis, Gates, dan Kenworthy dalam Suryani, 2006). Kecemasan
yang dialami oleh perawat mengakibatkan perawat tidak mampu
mendengarkan keluhan yang diutarakan klien dengan baik. Hal ini
merupakan persyaratan yang mutlak untuk dapat mengerti keluhan klien
karena penggunaan active listening sangat dibutuhkan untuk mengerti
6
keluhan klien. Perawat harus mampu membedakan masalah pribadi dan
menjalankan profesi. Ketika berada dalam lingkungan pelayanan
keperawatan, tentunya masalah pribadi dikesampingka seakan-akan tidak
pernah terjadi sehingga pada saat menjalankan profesinya mampu
berkonsentrasi dengan baik. Disamping itu, perawat perlu mendefinisikan
harapan yang ditentukan sesuai dengan keadaan klien. Harapan perawat
terhadap klien disesuaikan dengan harapan klien itu sendiri, dengan
demikian, harapan yang akan ditentukan sesuai dengan tujuan tindakan
keperawatan yang memenuhi kriteria Nursing Outcome Clasification.
3. Analisis kekuatan diri.
Dalam diri seseorang terdapat kelebihan dan kekurangan. Sebelum
kontak dengan klien, perawat perlu mengnalisis kelemahannya dan
menggunakan kekuatannya untuk berinteraksi dengan klien. Analisis
kelemahan dalam rangka mencari solusi yang terbaik saat sebelum
berinteraksi dengan klien. Kesadaran untuk mengakui kelemaham
menumbuhkan minat untuk mencari alternative koping dalam mengatasi
permasalahannya sendiri. Analisis kekuatan diri dalam konteks
7
4. Waktu pertemuan baik saat pertemuan maupun lama pertemuan
sebelum bertemu dengan klien, perawat perlu menentukan kapan waktu
yang tepat untuk melakukan pertemuan atau berkomunikasi dengan klien.
Perawat harus mampu menentukan waktu yang tepat saat pertemuan,
perawat harus tahu kebiasaan dan jadwal istirahat klien. Saat klien
melakukan kegiataan, sebaiknya perawat memotong kegiatannya dan
mengajak diskusi, sampai klien menyelesaikan kegiatannya.
Saat klien sedang santai, saat itulah perawat mengajak klien
berdiskusi atau memulai pertemuan yang tentunya dimulai dengan
menentuan dulu kapan pertemuan dimulai (kontrak pertemuan). Demikian
juga dengan kebiasaan istirahat yang dilakukan klien, perawat harus
mampu mengondisikan, jangan sampai saat klien memulai tidur, perawat
mengajak pertemuan, hal ini akan mengganggu kebutuhan dasar akan
istirahat tidur. Lama pertemuan juga perlu dipertimbangkan agar klien
tidak jenuh dalam diskusi, biasanya lama diskusi 20-30 menit kecuali
dengan tindakan keperawatan.
Sedangkan, hal-hal yang perlu dipelajaril dari unsur klien adalah sebagal berikut.
8
realty yaitu menghadirkan kondisi realita yang telah dilakukan. klien, contoh:
"Saya lihat Anda tampak gelisah, apa yang membuat Andal tampak tidak tenang?"
2. Adat istiadat.
3. Tingkat pengetahuan.
9
Seorang perokok walaupun dia sudah membaca berkali-kali bahaya
merokok yang ada di label rokok, akan tetapi tetap saja merokok merasa seperti
tidak ada bahaya apapun. Lebih-lebih ada pengalaman bahwa orang tua dulu
walaupun merokok tidak pernah ada bahaya apapun akibat merokok sehinggal
mempertebal keyakinan untuk tetap merokok walaupun ada peringatan. Akan
tetapi, bandingkan ketika seseorang yang merokok dan saat itu juga timbul
keluhan nyeri dada yang pertanda ada keluhan penyakit jantung. Ketika keluhan
yang drasakan dibawa ke dokter dan dokter menyatakan bahwa keluhan yang.
diderita orang yang merokok tadi merupakan tanda dari serangan jantung yang
salah satu penyebabnya adalah rokok, dan itu sesuai dengan peringatan di label
rokok bahwa merokok bisa menjadikan serangan jantung, maka orang tersebut
tanpa disuruh untuk berhenti merokok, dengan sendirinya dia akan: berhenti
merokok. Itu sebabnya bahwa perubahan perilaku akan terjadi dengar sendirinya
bila timbul cheos atau suasana yng bisa membuat kekacauan mental bagi
seseorang dengan timbulnya tanda dan gejala.
10
terhadap perasaan orang lain, keadaan ini mungkin bisa dimanfaatkan
perawat untuk memudahkannya dalam membuka pembicaraan dengan
klien dan membina hubungan saling percaya (Suryani, 2005).
c. Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat penting karena
dengan mengetahui informasi tentang klien perawat bisa memahami klien.
Paling tidak perawat bisa mengetahui identitas klien yang bisa digunakan
pada saat memulai interaksi (Suryani, 2005).
d. Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien. Perawat perlu
merencanakan pertemuan pertama dengan klien. Hal yang direncanakan
mencakup kapan, dimana, dan strategi apa yang akan dilakukan untuk
pertemuan pertama tersebut (Suryani, 2005).
11
percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ikhlas, menerima klien apa
adanya, menepati janji, dan menghargai klien (Suryani, 2005).
b. Merumuskan kontrak pada klien (Christina, dkk, 2002). Kontrak ini sangat
penting untuk menjamin kelangsungan sebuah interaksi (Barammer dalam
Suryani, 2005). Pada saat merumuskan kontrak perawat juga perlu
menjelaskan atau mengklarifikasi peran-peran perawat dan klien agar tidak
terjadi kesalah pahaman klien terhadap kehadiran perawat. Disamping itu
juga untuk menghindari adanya harapan yang terlalu tinggi dari klien
terhadap perawat karena karena klien menganggap perawat seperti dewa
penolong yang serba bisa dan serba tahu (Gerald, D dalam Suryani, 2005).
Perawat perlu menekankan bahwa perawat hanya membantu, sedangkan
kekuatan dan keinginan untuk berubah ada pada diri klien sendiri
(Suryani, 2005).
c. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien. Pada
tahap ini perawat mendorong klien untuk mengekspresikan perasaannya.
Dengan memberikan pertanyaan terbuka, diharapkan perawat dapat
mendorong klien untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya
sehingga dapat mengidentifikasi masalah klien.
d. Merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan tujuan
interaksi bersama klien karena tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan
sulit dicapai. Tujuan ini dirumuskan setelah klien diidentifikasi.
Fase orientasi, fase ini dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan
seterusnya, tujuan fase ini adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang
telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, dan mengevaluasi hasil tindakan yang
lalu. Umumnya dikaitkan dengan hal yang telah dilakukan bersama klien
(Cristina, dkk, 2002).
3. Tahap Kerja
Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi
terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini perawat dan klien
12
bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Pada tahap
kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam mendorong klien mengungkap
perasaan dan pikirannya. Perawat juga dituntut untuk mempunyai kepekaan dan
tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan dalam respons verbal
maupun nonverbal klien.
Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena tugas
perawat pada tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien.
Melalui active listening, perawat membantu klien untuk mendefinisikan masalah
yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi masalahnya, dan mengevaluasi cara
atau alternatif pemecahan masalah yang telah dipilih.
13
waktu yang telah ditentukan.Terminasi akhir terjadi jika perawat telah
menyelesaikan proses keperawatan secara keseluruhan.
14
dipengaruhi oleh kemampuan perawat untuk terbuka, empati dan responsif
terhadap kebutuhan klien pada pelaksanaan tahap sebelumnya.
3. Kesewajaran
Perawat perlu berhati-hati ketika membuat referensi tentang diri mereka
sendiri. pernyataan-pernyataan ini harus digunakan dengan bijaksana.
Ekstrim pencocokan masing-masing masalah klien dengan cerita yang
lebih baik dari sendiri perawat adalah nilai yang kecil untuk klien.
4. Kekonkretan
Perawat harus membantu klien untuk menjadi konkret dan spesifik
daripada berbiccara dalam generalisasi. Ketika klien mengatakan “aku
bodoh dan ceroboh,” perawat mepersempit topic ke tertentu dengan
menunjukkan, “ Anda tersandung di karpet.”
5. Konfrontasi
15
Perawat menunjukkan perbedaan antara pikiran, perasaan, dan tindakan
yang menghambat pemahaman diri klien atau eksplorasi daerah tertentu.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam makalah ini dapat disimpulkan bahwa dalam komunikasi terapeutik ada
lima tahap yang dilalui yakni tahap pra-interaksi, tahap orientasi, tahap kerja,
tahap terminasi. Dengan dilakukannya tahap yang sudah disebutkan maka
komunikasi anatar perawat dengan pasien akan terjalin dengan baik.
3.2 Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
18