Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO KETIDAKSEIMBANGAN ELEKTROLIT PADA GGK

OLEH :

NAMA : NI LUH RIA ANGGRENI


NIM : P07120018137
KELAS : 3.4

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2020
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Resiko ketidakseimbangan elektrolit adalah berisiko mengalami perubahan
kadar serum elektrolit (Tim PokjaSDKI DPP PPNI, 2017)

Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan akibat akhir kehilangan fungsi ginjal
lanjut secara bertahap. Gagal ginjal kronik terjadi bila ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan
pemulihan fungsi tidak dimulai “(Mulyani et al., 2019).

GGK merupakan penyakit ginjal tahap akhir, progresif dan irversibel dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangaan
cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia (Mulyani et al., 2019).

GGK merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat pada
setiap nefron (Biasanya berlansung beberapa tahun dan tidak ireversibel)
(Mulyani et al., 2019).

2. Penyebab / Faktor Predisposisi


 Infeksi saluran kemih (Pielonefritis Kronis)
 Penyakit peradangan (glomerulonephritis) primer dan sekunder.
Glomerulonefritis adalah peradangan ginjal bilateral, biasanya timbul
pascainfeksi streptococcus. Untuk glomerulus akut, gangguan fisiologi
utamanya dapat mengakibatkan ekskresi air, natrium dan zat zat nitrogen
berkurang sehingga timbul edema dan azotemia, peningkatan aldosterone
menyebabkan retensi air dan natrium. Untuk glomerulonephritis kronik,
ditandai dengan kerusakan glomerulus secara progresif lambat, akan
tampak ginjal mengkerut, berat lebih kurang dengan permukaan
bergranula. Ini disebabkan jumlah nefron berkurang karena iskemia,
karena tubulus mengalami atropi, fibrosis intestisial dan penebalan dinding
arteri.
 Penyakit vaskuler hipertensif (nfrosklerosis, stenosis arteri renalis)
merupakan penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada 19 ginjal.
Sebaliknya Gagal Ginjal Kronik dapat menyebabkan hipertensi melalui
mekanisme.
 Gangguan jaringan penyambung (poliarteritis nodusa, dan sclerosis
sistemik).
 Penyakit konginetal dan herediter (penyakit ginjal polistik, asidosis
tubulus ginjal). Penyakit ginjal polistik yang ditandai dengan kista
multiple, bilateral yang mengadakan ekspansi dan lambat laun
mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat
penekanan. Asidosis tubuls ginjal merupakan gangguan ekskresi H+ dari
tubulus ginjal/ kehilangan HcO3 dalam kemih walaupun GFR yang
memadai tetap ddipertahankan, akibatnya timbul asidosis metabolik.
 Penyakit metabolik (DM, Gout, Hiperparatirodisme)
 Nefropati toksik
 Nefropati obstruktif (Batu saluran kemih) (Mulyani et al., 2019).

Faktor yang memengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit antara


lain adalah :
a. Usia
Pertambahan usia memengaruhi kerja atau aktivitas organ,
misalnya ginjal dan paru. Hal ini memengaruhi jumlah kebutuhan
cairan dan elektrolit.
b. Suhu Lingkungan
Suhu yang tinggi merangsang pengeluaran keringat oleh kulit.
Akibatnya, banyak cairan tubuh yang hilang melalui keringat.
c. Sakit
Kondisi sakit menimbulkan ketidakseimbangan sistem dalam
tubuh, misalnya ketidakseimbangan hormonal yang dapat mengganggu
keseimbangan kebutuhan cairan. Contoh kondisi sakit yang dapat
memengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit adalah gagal ginjal ,
luka bakar,dan demam.
d. Stress
Kondisi stress dapat memicu pelepasan antidiuretik hormone
(ADH) oleh kelenjar hipofisis. Akibatnya, metabolisme tubuh
meningkat dan terjadi glikolisis otot. Hal ini dapat menimbulkan
retensi natrium dan air sehingga produksi urine menurun.
e. Diet
Tubuh memerlukan asupan nutrisi yang adekuat. Jika asupan
nutrisi yang diterima tidak sesuai dengan kebutuhan, tubuh akan
memecah cadangan makanannya sehingga nutrisi yang dibutuhkan
akan bergerak dari cairan interstisial ke cairan interselular. Hal ini
berpengaruh pada jumlah pemenuhan kebutuhan cairan.

Patofisiologi
Patofisiologi gagal ginjal kronis dimulai pada fase awal gangguan,
keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat-zat sisa masih
bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal
turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronik mungkin
minimal karena nefron-nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang
rusak. Nefron yang tersisa menigkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan
sekresinya, serta mengalami hipertrofi. Seiring dengan makin banyaknya nefron
yang mati, maka nefron yang tersisa menghadapi tugas yang semakin berat
sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus
kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang ada
untuk meningkatkan reabdorpsi protein. Pada saat penyusutan progresif nefron-
nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal akan berkurang
yang menyebabkan penurunan fungsi renal (Muttaqin, 2011).
Fungsi renal menurun karena produk akhir metabolism protein tertimbun
dalam darah, sehingga mengakibatkan terjadinya uremia dan memengaruhi
seluruh system tubuh. Semakin banyak timbunan produksi sampah maka gejala
semaklin berat. Gangguan 19 clearance renal terjadi akibat penurunan jumlah
glomerulus yang berfungsi. Penurunan laju filtrasi glomerulus dideteksi dengan
memeriksa clearance kreatinin urin tamping 24 jam yang menunjukkan penurunan
clearance kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum (Nursalam, 2009).
Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin
serum merupakan indicator yang paling sensitive dari fungsi renal karena
substansi ini diproduksi seacra konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi
oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme
(jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid (Smeltzer, 2008). Menurut
Muttaqin (2011), terdapat beberapa respons gangguan pada GGK :
1. Ketidakseimbangan cairan
Mula-mula ginjal kehilangan fungsinya sehingga tidak mampu
memekatkan urin (hipothenuria) dan kehilangan airan yang berlebihan
(polioria). Hipothenuria tidak disebabkan atau berhubungan dengan penuruna
jumlah nefron, tetapi oleh peningkatan beban zat tiap nefron. Hal terjadi
karena keutuhan nefron yang membawa zat tersebut dan kelebihan air untuk
nefron-nefron tersebut tidak dapat berfungsi lama. Terjadi osmotic diuretic,
menyebabkan seseorang menjadi dehidrasi. Jika jumlah nefron yang tidak
berfungsi meningkat, maka ginjal tidak mampu menyaring urin (isothenuria).
Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku dan plasma tidak dapat difilter
dengan mudah melalui tubulus, maka akan terjadi kelebihan cairan dengan
retensi air dan natrium.
2. Ketidakseimbangan natrium
Ketidakseimbangan natrium merupakan masalah yang serius di mana
ginjal dapat mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq setiap hari atau dapat
meningkat sampai 200 mEq per hari. Variasi kehilangan natrium berhubungan
dengan intact nephron theory. Dengan kata lain, bila terjadi kerusakan nefron,
maka tidak terjadi pertukaran natrium. Nefron menerima kelebihan natrium
sehingga menyebabkan GFR menurun dan dehidrasi. Kehilangan natrium
lebih meningkat pada gangguan gastrointestinal, terutama muntah dan diare.
Keadaan ini memperburuk hiponatremia dan dehidrasi. Pada GGK yang berat
keseimbangan natrium dapat dipertahankan meskipun terjadi kehilangan yang
fleksibel pada nilai natrium. Orang sehat dapat pula meningkat di atas 500
mEq/hari. Bila GFR menurun di bawah 25-30 ml/menit, maka eksresi natrium
20 kurang dari 25 mEq/hari, maksimal eksresinya 150-200 mEq/hari. Pada
keadaan ini natrium dalam diet dibatasi yaitu sekitar 1-1,5 gram/hari.
3. Ketidakseimbangan kalium
Jika keseimbangan cairan dan asidosis metabolic terkontrol, maka
hyperkalemia jarang terjadi sebelum stadium IV. Keseimbangan kalium
berhubungan dengan sekresi aldosterone. Selama urin output dipertahankan,
kadar kalium biadanya terpelihara. Hyperkalemia terjadi karena pemasukan
kalium yang berlebihan, dampak pengobatan, hiperkatabolik (infeksi), atau
hiponatremia. Hyperkalemia juga merupakan karakteristik dari tahap uremia.
Hypokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada penyakit
tubuler ginjal, dan penyakit nefron ginjal, di mana kondisi ini akan
menyebabkan ekskresi kalium meningkat. Jika hypokalemia persisten,
kemungkinan GFR menurun dan produksi NH3 meningkat; HCO3 menurun
dan natrium bertahan.
4. Ketidakseimbangan asam basa
Asidosis metabolic terjadi karena ginjal tidak mampu mengekskresikan
ion hydrogen untuk menjaga pH darah normal. Disfungsi renal tubuler
mengakibatkan ketidakmampuan pengeluaran ion H dan pada umumnya
penurunan ekskresi H+ sebanding dengan penurunan GFR. Asam yang secara
terus-menerus dibentuk oleh metabolisme dalam tubuh dan tidak difiltrasi
secara efektif, NH3 menurun dan sel tubuler tidak berfungsi. Kegagalan
pembentukan bikarbonat memperberat ketidakseimbangan. Sebagian
kelebihan hydrogen dibuffer oleh mineral tulang. Akibatnya asidosis
metabolic memungkinkan terjadinya osteodistrofi.
5. Ketidakseimbangan magnesium
Magnesium pada tahap awal GGK adalah normal, tetapi menurun
secara progresif dalam ekskresi urin sehingga menyebabkan akumulasi.
Kombinasi penurunan ekskresi dan intake yang berlebihan pada
hipermagnesiema dapat mengakibatkan henti napas dan jantung.
6. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfor
Secara noirmal kalsium dan fosfor dipertahankan oleh paratiroid
hormone yang menyebabkan ginjal mereabsorpsi kalsium, mobilisasi kalsium
dari tulang, dan depresi reabsorpsi tubuler dari fosfor. Bila fungsi ginjal
menurun 20-25% dari normal, hiperfosfatemia dan hipokalsemia terjadi
sehingga timbul hiperparathyroidisme 21 sekunder. Metabolism vitamin D
terganggu dan bila hiperparathyroidisme berlangsung dalam waktu lama dapat
mengakibatkan osteorenal dystrophy.
7. Anemia
Penurunan Hb disebabkan oleh hal-hal berikut :
a. Keruskan produksi eritropoetin
b. Masa hidup sel darah merah pendek karena perubahan plasma
c. Peningkatan kehilangan sel darah merah karena ulserasi
gastrointestinal, dialysis, dan pengambilan darah untuk pemeriksaan
laboratorium.
d. Intake nutrisi tidak adekuat
e. Defisiensi folat
f. Defisiensi iron/zat besi
g. Peningkatan hormone paratiroid merangsang jaringan fibrosa atau
osteoitis fibrosis, menyebabkan produksi sel darah di sumsum
menurun
Menurut Corwin (2000), kegagalan ginjal membentuk eritropoietin
dalam jumlah yang adekuat sering kali menimbulkan anemia dan keletihan
akibat anemia berpengaruh buruk pada kualitas hidup. Selain itu, anemia
kronis menyebabkan penurunan oksigensi jaringan di seluruh tubuh dan
mengaktifkan refleks-refleks yang ditujukan untuk meningkatkan curah
jantung guna memperbaiki oksigenasi. Akhirnya, perubahan tersebut
merangsang individu yang menderita gagal ginjal mengalami gagal jantung
kongestif sehingga gagal ginjal kronis menjadi satu faktor resiko yang terkait
dengan penyakit jantung.
8. Ureum kreatinin
Urea yang merupakan hasil metabolic protein meningkat
(terakumulsai) . kadar BUN bukan indicator yang tepat dari penyakit ginjal
sebab peningkatan BUN dapat terjadi pada penurunan GFR dan peningkatan
intake protein. Penilaian kreatinin serum adalah indicator yang lebih pada
gagal ginjal sebab kreatinin diekskresikan sama dengan jumlah yang
diproduksi tubuh.

3. Pohon Masalah
Gagal ginjal

Kerusakan mikroskopis ginjal

Kerusakan nefron

Terganggunya pengaturan keseimbangan elektrolit

Kontrol ekskresi elektrolit tidak stabil

Peningkatan atau penurunan elektrolit serum

Risiko ketidakseimbangan elektrolit

4. Klasifikasi
Menurut National Kidney Foundation Classification of Chronic Kidney
Disease, CKD dibagi dalam lima stadium. Tabel 2 Stadium Chronic Kidney
Disease/ CKD (Black & Hawks, 2005 dalam Bayhakki, 2013) Stadium
Deskripsi Istilah Lain GFR (ml/mnt/1,7 3 m2 ) I Kerusakan ginjal dengan
GFR normal Berisiko >90 II Kerusakan ginjal dengan GFR turun ringan
Insufisiensi ginjal kronik (IGK) 60-89 III GFR turun sedang IGK, gagal ginjal
kronik 30-59 IV GFR turun berat Gagal ginjal kronik 15-29 V Gagal ginjal
Gagal ginjal tahap akhir (End Stage Renal Disease) “(Khanmohamadi, 2014).

5. Gejala Klinis
Manifestasi klinik antara lain:
 Gejala Dini : sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang,
mudah tersinggung, depresi.
 Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, berat badan, nafas
dangkal atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang
disertai lekukan pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
Manifestasi klinik pada gagal ginjal kronik akan terjadi rangkaian
perubahan. Bila Glomerular Filtrasi Rate (GFR) menurun 5 - 10 % dari
keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien akan menderita
Sindrome Uremik, yaitu suatu gejala kompleks yang diakibatkan atau
berkaitan dengan retensi metabolit nitrogen akibat gagal ginjal “(Mulyani et
al., 2019).

6. Pemeriksaan Diagnostic / Penunjang


 Laju endap darah : meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia. Anemia normokrom, dan jumlah retikulosit yang
rendah.
 Ureum dan kreatinin : meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan
kreatinin kurang lebih 20 : 1. Perbandingan bisa meninggi oleh karena
perdarahan cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan
obstruksi saluran kemih.
 Albumin : hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia umumnya disebabkan
gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
 Gula darah peningkatan gula darah, akibat gangguan metabolisme
karbohidrat pada gagal ginjal (retensi terhadap pengaruh insulin pada
jaringan perifer).
 Hipertrigleserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan
peningkatan hormon insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
 Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan tingkat
keasaman (pH) yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang
menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal
ginjal.
 Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu
atau suatu adanya suatu ostruksi)
 Intra Vena Pielografi (IVP) untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter.
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan
tertentu, misalnya : usia lanjut, diabetes mellitus, dan nefropati asam urat.
 USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter prokmisal,
kandung kemih, dan prostat.
 10.Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan (vaskuler, parenkim, ekskresi), serta sisa fungsi ginjal.
 EKG untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).”(Syamsul et al.,
2016).

7. Penatalaksanaan Medis
a. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam bisaanya
diusahakan hingga tekanan vena jugularis\sedikit meningkat dan terdapat
edema betis ringan. Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urine dan
pencatatan keseimbangan cairan.
b. Diet tinggi kalori dan rendah protein Diet tinggi kalori dan rendah protein
(20/40 g / hari) dan tinggi kalori menghilangkan gejala anorksia dan
nausea dari uremia, menyebabkan penurunan uremia dan perbaikan
gejala, hindari masukan berlebih dari garam dan kalium
c. Kontrol hipertensi Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal,
keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung
tekanan darah, sering diperlukan diuretic loop, selain obat antihipertensi.
d. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit Yang sering ditemukan adalah
hiperkalemia dan asidosis berat, untuk mencegah hiperkalemia dihindari
masukan kalium yang 24 besar (batas hingga 60 mmol/hari), diuretic
hemat kalium. Obat obatan yang berhubungan dengan ekskreai kalium
mis: penghambat ACE dan obat antiinflamasi nonsteroid), asidosis berat
atau kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan
ikut dalam kaliuresis. Deteksi melalui kadar kalium plasma dan EKG
e. Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal Hiperfosfatemia
dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti aluminium hidroksida
(300-1800 mg) atau kalsium karbonat (500-3000 mg) pada setiap makan.
f. Deteksi dini dan terapi infeksi Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien
imunosupresif dan diterapi lebih ketat
g. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal Banyak obat obatan yang
harus diturunkan dosisnya karena metabolitnya toksik dan dikeluarkan
oleh ginjal
h. Deteksi dini dan terapi komplikasi Awasi dengan ketat kemungkinan
ensefalopati uremia, pericarditis, neuropati perifer, hiperkalemia yang
meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, kelebihan cairan yang
meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan,
sehingga diperlukan dialysis. 25
i. Persiapkan dialysis dan program transplantasi Segera dipersiapkan setelah
gagal ginjal kronik dideteksi. Indikasi dilakukan dialysis biasanya adalah
gagal ginjal dengan gejala klinis yang jelas meski telah dilakukan terapi
konservatif, atau terjadi komplikasi. “(Mulyani et al., 2019).
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronik adalah
(Prabowo, 2014):
a) Penyakit tulang,
b) Penyakit kardiovaskuler,
c) Anemia, dan
d) Disfungsi seksual.”(Khanmohamadi, 2014).

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
(Mulyani et al., 2019) pengkajian keperawatan pada pasien GGK adalah:
1) Biodata
a) Identitas Klien
b) Identitas Penanggung Jawab
2) Riwayat Kesehatan Keluhan Utama
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
4) Riwayar Kesehatan Dahulu
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
6) Genogram
7) Riwayat Keseghatan Lingkungan
8) Fokus Pengkajian
a) Aktifitas / istirahat
Gejala
(1) Kelelahan ekstrem, kelemahan malaise
(2) Gangguan tidur (imnsomnia/ gelisah atau somnolen)
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
b) Sirkulasi
Gejala :
(1) Riwayat hipertensi lama atau berat
(2) Palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda :
(1) Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan piting pada kaki
telapak tangan
(2) Nadi lemah, hipotensi ortostatik
(3) Frictiom rub pericardial
(4) Pucat pada kulit
(5) Kecenderungan pendarahan
c) Integritas ego
Gejala :
(1) Factor stress contoh finansial, hubungan dengan orang lain
(2) Perasaan tak berdaya, tidak ada harapan tdak ada kekakuan
Tanda :
Menolak, ansietas, takut, marah, mudah teransgsang dan perubahan
kepribadian
d) Eliminasi
Gejala:
(1) Penurunan frekuensi urine, oliguria.anuria (gagal tanpa lanjut)
(2) Abdomen kembung, diare atau konstipasi
Tanda:
(1) Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat dan
berawan
(2) Oliguria dan dapat menjadi anuria
e) Makanan/ cairan
Gejala:
(1) Peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi)
(2) Anoreksia, nyeri ulu hati, mual /muntah, rasa metalik tak
(3) sedap pada mulut (pernafasan ammonia)
Tanda:
(1) Distensi abdomen/ ansietas, pembesaran hati (tahap akhir)
(2) Perubahan turgor kulit
(3) Edema (umu, tergantung)
(4) Ulserasi gusi, pendarahan gusi/ lidah
(5) Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak Bertenaga
f) Neurosensory
Gejala:
(1) Sakit kepala, penglihatan kabur
(2) Kram otot/kejang, sindrom kaki gelisah, kebas rasa terbakar pada
kaki
(3) Kebas/ kesemutan dan kelemahan khususnya ekstremitas bawah
(neopati perifer) Tanda:
Gangguan status mental, contohnya penurunan lapang perhatian
ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan
tingkat kesadaran, dan koma
g) Nyeri / kenyamanan
Gejala :
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri kaki
Tanda :
Perilaku berhati hati, gelisah
h) Pernapasan
Gejala:
Nafas pendek, dispnea nocturnal paroksismal, batuk dengan / tanpa
sputum
Tanda :
(1) Takipnea, dispnea, pernapasan kusmaul
(2) Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru)
i) Keamanan
Gejala :
Kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi

Tanda :
(1) Pruritus
(2) Demam (sepsis dan dehidrasi)
j) Keamanan
Gejala :
Penurunan libido,amenoreea,infertilitas
k) Interaksi social
Gejala :
Kesulitan menurunkan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran dalam keluarga

b. Diagnosis Keperawatan Yang Mungkin Muncul (SDKI 2017)


Resiko ketidak seimbangan elektrolit dibuktikan dengan ketidakseimbangan
cairan (mis. Dehidrasi dan intoksikasi air), kelebihan volume cairan, gangguan
mekanisme regulasi (mis. diabetes), efek samping prosedur (mis. Pembedahan),
diare, muntah, disfungsi ginjal, disfungsi regulasi endokrin (Tim PokjaSDKI DPP
PPNI, 2017).

c. Perencanaan
Rencana Asuhan Keperawatan dibuat menurut (Tim Pokja SLKI DPP PPNI,
2019) dan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018) :

NO Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional


keperawatan hasil (SLKI) keperawatan (SIKI)
1. Resiko SLKI Label SIKI Label SIKI Label
ketidak Keseimbangan Intervensi utama: Intervensi utama:
seimbangan
elektrolit
Elektrolit Setelah Pemantauan Pemantauan
dilakukan intervensi Eelektrolit Eelektrolit:
keperawatan selama Observasi Observasi
…x….. jam 1. identifikasi 1. untuk mengetahui
diharapkan kemungkinan kemungkinan
keseimbangan penyebab penyebab
elektrolit meningkat ketidakseimbangan ketidakseimbangan
dengan elektrolit elektrolit
Kriteria hasil : 2. monitor kadar 2. untuk mengetahui
elektrolit serum kadar elektrolit
1. Serum natrium
meningkat
serum
2. Serum kalium 3. monitor mual 3. Untuk mengetahui
meningkat muntah dan diare penyebab mual
3. Serum klorida muntah dan diare
meningkat 4. monitor 4. untuk mengetahui
4. Serum kalsium
kehilangan cairan, kehilangan cairan
meningkat
5. Serum jika perlu 5. untuk mengetahui
magnesium 5. Monitor tanda tanda dan gejala
meningkat dan gejala hypokalemia
6. Serum fosfor hypokalemia (mis.
meningkat Kelemahan otot ,
interval QT
memanjang,
gelombang T datar
atau terbalik,
depresi segmen ST,
gelombang U,
kelelahan ,
perestesia,
penurunan reflex,
anoreksia,
6. untuk mengetahui
konstipasi, motilitas tanda dan gejala
usus menurun, hiperkalemia
pusing dpresi
pernafasan)
6. monitor tanda dan
gejala hiperkalemia
(mis. peka rangsang,
gelisah, mual,
muntah, takikardia
Mengarah ke
bradikardia,
fibrilasi/takikardia
7. untuk mengetahui
ventrikel, tanda dan gejala
gelombang T tinggi, hiponatremia
gelombang P datar ,
kompleks QRS
tumpul, blok
jantung mengarah
asistol )
7. Monitor tanda 8. untuk mengetahui
dan gejala tanda dan gejala
hiponatremia (mis. hipernatremia
disorientasi, otot
berkedut, sakit
kepala, membrane
mukosa kering,
hipotensi postural,
kejang, letargi,
9. untuk mengetahui
penurunan tanda dan gejala
kesadaran) hipokalsemia
8. Monitor tanda
dan gejala
hipernatremia (mis.
haus, demam, mual,
muntah, gelisah,
peka rangsang,
membran mukosa 10. untuk
kering, takikardia, mengetahui tnda
hipotensi, letargi, dan gejala
hiperkalsemia
konfusi, kejang)
9. Monitor tanda
dan gejala
hipokalsemia (mis.
peka rangsang,
tanda Chvostek
[spasme otot wajah],
tanda Trousseau 11. untuk mengetahui
[spasme karpal], tanda dan gejala
krarm otot, interval hipomaghesemia
QT memanjang)
10. Monitor tanda
dan gejala
hiperkalsemia (mis,
nyeri tulang, haus, 12. untuk
anoreksia, letargi, mengetahui tanda
kelemahan otot, dan gejala
segmen QT hipermagnesemia
memendek,
gelombang T lebar,
komplek QRS lebar,
interval PR
memanjang)
11. Monitor tanda Terapeutik
dan gejala 1. agar pasien
hipomaghesemia merasa nyaman dan
(mis. depresi tidak terganggu
pernapasan, apatis, 2. agar pasien
tanda Chyostek, merasa nyaman
siappengantinnya,
kontanda, disritmia)
12. Monitor tanda Edukasi
dan gejala 1. agar pasien
hipermagnesemia mengerti dan paham
(mis. kelemahan tentang prosedur
otot, hiporefleks, yang akan dilakukan
bradikardia, depresi 2. agar pasien
SSP, letargi, koma, mengetahui
depresi). informasi hasil dari
pemantauan
Terapeutik -
1. Atur interval
waktu pemantauan
sesuai dengarn
kondisi pasien
2. Dokumentasikan
hasil pemantauan

Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur
pemantauan
2. Infomasikan hasil
pemantauan, jika
perlu

DAFTAR PUSTAKA
Khanmohamadi, S. A. (2014). PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PADA PENDERITA
GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISA
MELALUI PSYCHOLOGICAL INTERVENTION DI UNIT HEMODIALISA RS
ROYAL PRIMA MEDAN TAHUN 2016. In Light of Another’s Word: European
Ethnography in the Middle Ages, 2, 1–211.
https://doi.org/10.1080/13507486.2015.1047603
Mulyani, S., (Haryono, 2013)., (Bararah, 2013), (Nurarif & Kusuma, 2015), (Haryono,
2013)., (Rendi & Margareth, 2013)., (Bararah, 2013), & Yulianti, E. R. (2019).
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn. “S” YANG MENGALAMI GAGAL
GINJAL KRONIK DENGAN MASALAH KEPERAWATAN RESIKO
KETIDAKSEIMBANGAN ELEKTROLIT DIRUANGAN ICU RUMAH SAKIT
BHAYANGKARA MAKASSAR TAHUN 2019Z. 5–10.
Syamsul, T. D., Tenriola, A., & ... (2016). Gambaran Angka Kejadian Gagal Ginjal Kronik di
Ruang Perawatan Gelatik RS Bhayangkara Makassar. Jurnal Keperawatan …, 1(2).
https://e-jurnal.akpermpd.ac.id/index.php/jukpermo/article/view/4
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Tim PokjaSDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
ASUHAN KEPERAWATAN RISIKO KETIDAKSEIMBANGAN
ELEKTROLIT PADA GGK
DI RUANG YUDISTIRA RSUD SANJIWANI
TANGGAL (31Agustus-3September 2020)

OLEH :

NAMA : NI LUH RIA ANGGRENI


NIM : P07120018137
KELAS : 3.4
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2020

ASUHAN KEPERAWATAN RISIKO KETIDAKSEIMBANGAN ELEKTROLIT


PADA PASIEN Tn. L DENGAN GGK (GAGAL GINJAL KRONIK)

DI RUANG YUDISTIRA RSUD SANJIWANI

TANGGAL (31Agustus-3September 2020)

I. PENGKAJIAN
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. L
No RM : 824647
Umur : 75 Th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Agama : Hindu
Status : Sudah Menikah
Tanggal MRS : 31 Agustus 2020
Tanggal Pengkajian : 1 September 2020
Suku : Bali
Alamat : Kecamatan blahbatuh, gianyar
B. Keluhan Utama
Pasien mengeluh sulit untuk bernafas akibat ketidakseimbangan cairan

C. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan pernah masuk rumah sakit karena penyakit Diabetes Militus
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien diantar oleh keluarganya ke IGD RSUD Sanjiwani pada tanggal 31 Agustus
2020 pada pukul 10.00 wita dengan keluahan sulit untuk bernafas (intoksikasi air). Di
IGD dilakukan pemeriksaan TTV dengan hasil TD: 140/80 mmHg, Nadi: 135x/menit,
Respirasi: 29x/menit, Suhu: 36°C. Pasien lalu dipindahkan ke Ruang Yudistira untuk
mendapatkan perawatan lebih lanjut pada pukul 11.00 wita.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien mengatakan tidak memiliki penyakit keluarga atau keturunan
seperti Hipertensi.

D. Pemeriksaan Fisik
Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit
Faktor Resiko
Ketidakseimbangan cairan (mis. Dehidrasi dan intoksikasi air) ✔
Kelebihan volume cairan
Gangguan mekanisme regulasi (mis. diabetes)
Efek samping prosedur (mis. Pembedahan)
Diare
Muntah
Disfungsi ginjal
Disfungsi regulasi endokrin

 Status Kesehatan
a) Keadaan umum : pasien terlihat disorientasi dan bingung
b) Kesadaran: Somnolen
c) TTV
 TD : 140/ 80 mmHg
 S : 36ᵒ C
 N : 135 x/menit
 RR : 29 x/menit
d) BB dari 60 kg ke 64 kg,
TB : 182 c
IMT: 19.32
 Review of System
a) B1 : dipsneu, terdapat otot bantu nafas sternocleidomastoideus (inspirasi)
dan otot abdominalis (ekspirasi), menggunakan cuping hidung, suara nafas
creckles, PaO2 : 72 mmhg, PCO2 40 mmHg, dengan saturasi oksigen 70%,
HCO3 18 mEg/L
b) B2 : Terdapat suara tambahan S3 dan S4 positif
c) B3 : GCS= 446
d) B4 : output urin 24 cc/ jam, input cairan 1200cc/hari, distensi abdomen
Balance cairan:
Balance cairan = intake – output
= 1200 - 576
= 624 cc/hari
e) B5 : mual muntah, tidak nafsu makan, habis hanya 1/3 porsi makan
f) B6 : udema ekstermitas bawah
Skin : Gatal , lembab, terdapat banyak luka/ bekas garukan pada kulit
Kardiovaskular : Terdapat suara tambahan S3 dan S4 positif
a. Pemeriksaan Penunjang
a) Hasil pemeriksaan Laboratorium
 Hematokrit : 35% (40% - 52%)
 BUN : 36 mg/dL (8 – 20 mg/dL)
 CVP : 15 mmHg
 BGA : hipoksemia
 Na : 160 mmol/L (135-145 mmol/L)
 BJ Urin : 1,010
 Albumin : 1,9
 Albuminuria : 269 mg/dL
 Kreatinin : 6 mg/dL
 Eritrosit :10 / LPB
 Leukosit : 8/LPB
b) Hasil pemeriksaan radiologis
Ditemukan edema dan kongesti vaskuler pulmonar

E. Analisis Data
Ruang : Yudistira
Nama Pasien : Tn. L
No. Register : 824647

No Data Fokus Kemungkinan Masalah


Penyebab Keperawatan
1. Ds: Pasien mengeluh sulit untuk Gagal ginjal Risiko
bernafas akibat ↓ ketidakseimbangan
elektrolit
ketidakseimbangan cairan Kerusakan
mikroskopis
Do: ginjal
- Na = 160 mmol/L ↓
- K = 4,8 mEq/L Kerusakan nefron
- Cl= 84 mEq/L
- Ca = 9 mg/dl

- Bradikardi= 135x/menit Terganggunya
- Hipertensi= 150/95 mmHg pengaturan
- Edema keseimbangan
- Kenaikan BB= 4 kg elektrolit
TTV

TD : 140/ 80 mmHg Kontrol ekskresi
S : 36ᵒ C elektrolit tidak
N : 135 x/menit stabil
RR : 29 x/menit ↓
Peningkatan atau
penurunan elektrolit
serum

F. Diagnosa Keperawatan
Ruang : Yuudistira
Nama Pasien : Tn. L
No. Register : 824647

No Diagnosa Keperawatan

1. Risiko ketidak seimbangan elektrolit dibuktikan dengan ketidakseimbangan cairan


(intoksikasi air)

G. PERENCANAAN
Nama paien: Tn. L
No. Register : 824647
Ruang: Yudistira
No Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
DX
1 SLKI Label SIKI Label SIKI Label
(Keseimbangan Intervensi utama Intervensi utama:
Elektrolit) (Pemantauan Eelektrolit) (Pemantauan
Setelah dilakukan Observasi Eelektroli):
intervensi keperawatan 1. identifikasi Observasi
selama 2x24 jam kemungkinan penyebab 1. untuk mengetahui
diharapkan keseimbangan ketidakseimbangan kemungkinan penyebab
elektrolit meningkat elektrolit ketidakseimbangan
dengan 2. monitor kadar elektrolit elektrolit
Kriteria hasil : serum 2. untuk mengetahui
kadar elektrolit serum
7. Serum natrium
meningkat
sebagai indicator
8. Serum kalium keadaan status cairan
meningkat dalam tubuh
9. Serum klorida Terapeutik
meningkat 1. Atur interval waktu Terapeutik
10. Serum kalsium
pemantauan sesuai 1. Pemantauan berkala
meningkat
11. Serum magnesium dengarn kondisi pasien penting guna
meningkat 2. Dokumentasikan hasil mengetahui
12. Serum fosfor pemantauan perkembangan kondisi
meningkat klien
2. dokumentasi sebagai
dasar hokum tindakan
keperawatan yang telah
dilakukan jika suatu saat
nanti ada tuntutan dari
pasien dan sebagai alat
komunikasi antar tenaga
kesehatan

Edukasi Edukasi
2. Jelaskan tujuan dan
1. agar pasien
prosedur pemantauan mengetahui dan
2. Infomasikan hasil mengerti tentang
pemantauan, jika perlu prosedur yang akan
dilakukan
2. agar pasien dan
keluarag mengetahui
perkembangan dari
keadaan klien

H. PELAKSANAAN/IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama pasien : Tn.L
No Register : 824647
Ruang : Yudistira
No Tanggal/ No Tindakan Evaluasi Tanda
pukul DX tangan
1 1 1 a. Mengidentifikasi DS: Pasien mengatakan
septembe kemungkinan penyebab mengeluh sulit bernafas
ketidakseimbangan elektrolit
r 2020 sebelum masuk Rumah Sakit
10.10 akibat ketidakseimbangan
cairan
DO: pasien terlihat disorientasi
dan bingung

10.20 DS:
DO:
b. memonitor kadar elektrolit
 Hematokrit : 35% (40% -
serum
52%)
 BUN : 36
mg/dL (8 – 20 mg/dL)
 CVP : 15
mmHg
 BGA :
hipoksemia
 Na : 160 mmol/L
(135-145 mmol/L)
 BJ Urin :
1,010
 Albumin : 1,9
 Albuminuria: 269 mg/dL
 Kreatinin : 6 mg/dL
 Eritrosit :10 /
LPB
 Leukosit :
10.30 8/LPB

DS:
DO: pasien bersedia untuk
11.05 dilakukannya pemantauan

DS:
DO: pasien bersedia untuk
dilakukannya
11.20 pendokumentasian
c. mengaatur interval waktu
pemantauan sesuai dengarn DS:
kondisi pasien DO: pasien tampak
11.20 kooperatif
d. mendokumentasikan hasil
pemantauan DS:
DO: pasien dan keluarga
tampak kooperatif

e. Menjelaskan tujuan dan


prosedur pemantauan

f. Menginfomasikan hasil
pemantauan

2 a. Mengidentifikasi DS:
septembe kemungkinan penyebab DO: pasien terlihat membaik
ketidakseimbangan elektrolit dari sebelumnya
r 2020
14.10

14.25 DS:
b. memonitor kadar elektrolit
serum DO:
 Hematokrit : 35% (40% -
52%)
 BUN : 36
mg/dL (8 – 20 mg/dL)
 CVP : 15
mmHg
 BGA :
hipoksemia
 Na : 160 mmol/L
(135-145 mmol/L)
 BJ Urin :
1,010
 Albumin : 1,9
 Albuminuria: 269 mg/dL
 Kreatinin : 6 mg/dL
 Eritrosit :10 /
LPB
 Leukosit :
8/LPB

14.35 DS: Pasien mengatakan


sudah mengerti tentang
mengatur interval waktu
sesuai dengan kondisinya
DO: Pasien tampak
kooperatif

14.45 DS: pasien sudah siap


dilakukannya
pendokumentasian
c. mengaatur interval waktu DO: pasien tampak sudah
pemantauan sesuai dengarn siap untuk dilakukan
kondisi pasien pendokumentasian
15.00
DS:
DO: pasien tampak
kooperatif

15.10 d. mendokumentasikan hasil DS:


pemantauan DO: pasien dan keluarga
tampak kooperatif

e. Menjelaskan tujuan dan


prosedur pemantauan

f. Menginfomasikan hasil
pemantauan, jika perlu
I. Evaluasi
Nama paien: Tn. L
No Register: 824647
Ruang : Yudistira
Tanggal No Masalah Keperawatan Tanda
tangan
Kamis, 3 S: Pasien mengatakan pernafasannya sudah mulai kembali normal dan sudah
September tidak ada keluhan sulit bernafas
2020 O:
9.30 TTV
TD : 140/ 80 mmHg
S : 36ᵒ C
N : 135 x/menit
RR : 29 x/menit

A: Tujuan tercapai

P: Lanjutkan intervensi dan berikan KIE

Lembar Pengesahan

Jumat, 4 September 2020


Nama Clinical Teacher / CT, Nama Mahasiswa,

Ns. I Wayan Sukawana, S.Kep., M.Pd Ni Luh Ria Anggreni


NIP. 196709281990031001 NIM: P07120018137

Anda mungkin juga menyukai