Anda di halaman 1dari 6

NAMA : RIKA ALFIAN

KELAS:1A KEPERAWATAN
NPM :19.156.01.11.028

DEFINISI KOMUNIKASI TERAPEUTIK


Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik, dalam hal ini
komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi
keperawatan harus mampu memberikan khasiat therapi bagi proses penyembuhan  pasien.
Oleh karenanya seorang perawat harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif
komunikasi terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat dipenuhi. Komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien (Depkes RI,
1997).  Northouse (1998) mendefinisikan komunikasi terapeutik sebagai kemampuan atau
keterampilan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan
psikologis dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Stuart G.W (1998)
menyatakan bahwa komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara  perawat
dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar  bersama
dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien. Sedangkan S.Sundeen (1990)
menyatakan bahwa hubungan terapeutik adalah hubungan kerjasama yang ditandai tukar
menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang
terapeutik.

PRINSIP DASAR KOMUNIKASI TERAPEUTIK


Didalam sumber yang lain ditakan bahwa beberapa prinsip dasar yang harus dipahami
dalam membangun hubungan dan mempertahankan hubungan yang terapeutik :
1.  Hubungan dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan, didasarkan
pada prinsip “Humanity of Nursing and Clients”.
2.      Perawat harus menghargai keunikan klien, dengan melihat latar belakang keluarga, budaya
dan keunikan tiap individu.
3.    Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri baik pemberi maupun penerima
pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjga harga dirinya dan harga diri klien.
4.   Komunikasi yang menumbuhkan hubungan saling percaya harus dicapai terlebih dahulu
sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternative pemecahan masalahnya.

TUJUAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK


Komunikasi terapeutik dilaksanakan dengan tujuan :
1.      Membantu pasien untuk memperjelaskan dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta
dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal-hal
yang diperlukan
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya
3.   Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri dalam hal peningkatan derajat
kesehatan
4.      Mempererat hubungan atau interaksi antara klien dengan terapis (tenaga kesehatan) secara
professional dan proporsional dalam rangka membantu menyelesaikan masalah klien.
Tujuan terapeutik akan tercapai jika Perawat memiliki karakteristik sebagai berikut :
1.      Kesadaran diri terhadap nilai yang dianutnya
2.      Kemampuan untuk menganalisa perasaannya sendiri.
3.      Kemampuan untuk menjadi contoh peran
4.      Altruistik
5.      Rasa tanggung jawab etik dan moral
6.      Tanggung jawab

FUNGSI KOMUNIKASI TERAPEUTIK


Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan mengajarkan kerja sama
antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha
mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan
yang dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994).
Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta
dapat mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain,
lingkungan fisik dan diri sendiri. Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien
sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-klien, Bila perawat tidak memperhatikan
hal ini, hubungan perawat-klien tersebut bukanlah hubungan yang memberikan dampak
terapeutik yang mempercepat kesembuhan klien, tetapi hubungan sosial biasa. Didalam
sumber yang lain dikatakan bahwa manfaat atau fungsi komunikasi terapeutik adalah :
1.      Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien
2.   Mengidentivikasi,atau mengungkap perasan dan mengkaji masalah serta mengevaluasi
tindakan yg di lakukan perawat.
3.     Memberikan pengertian tingkalaku pasien dan membantu pasien mengatasi masalah yang di
hadapi.
4.      Mencegah tindakan yang negative terhadap pertahanan diri pasien

Komponen Komunikasi Terapeutik

Berikut ini adalah beberapa komponen dari komunikasi terapeutik secara umum:

1.Pengirim pesan

Pengirim pesan bisa disebut juga sebagai komunikator. Pengirim pesan di sini adalah sebagai
pemberi tindakan terapeutik (dalam hal ini bisa perawat, dokter). Tentu saja komponen ini
adalah komponen yang menjadi bagian paling utama dari komunikasi terapeutik.

2.Pesan

Komponen selanjutnya yaitu pesan itu sendiri. Jadi, informasi atau pesan yang akan
disampaikan menjadi bagian di dalam komponen komunikasi terapeutik. Tanpa adanya
pesan, tentu saja komunikasi terapeutik tidak bisa dilaksanakan dengan baik. Pesan menjadi
sebuah hal yang akan dipindahkan dari pengirim pesan kepada penerima pesan.

3.Penerima pesan

Penerima pesan bisa disebut sebagai komunikan. Komunikan di sini adalah siapa saja yang
diberi tindakan terapeutik. Dalam hal ini adalah klien. Klien tidak hanya pasien yang ada di
rumah sakit. Cakupan klien ini bermacam-macam, bisa individu yang sehat, individu yang
sakit, kelompok, keluarga hingga masyarakat. Ragam klien pun sangat variatif sekali, bisa
tergantung usia, kondisi dan lain sebagainya.

4.Umpan Balik

Umpan balik adalah komponen yang merupakan sebuah respon dari penerima pesan kepada
pengirim pesan. Dengan adanya respon tersebut, maka hubungan timbal balik antara perawat
dan klien bisa terwujud dengan baik. Tentu saja ini juga komponen yang perlu diperhatikan,
mengingat bila komunikasi hanya berlangsung dari satu pihak saja, maka hal tersebut belum
bisa dikatakan sebagai proses komunikasi efektif yang bersifat terapeutik.

5.Konteks

Konteks di sini berarti lingkungan dari terjadinya komunikasi terapeutik. Latar dan juga
situasi menjadi salah satu hal yang penting karena ini terkait dengan jalannya proses
komunikasi terapeutik yang akan berlangsung.

6.Media

Media merupakan sebuah sarana untuk memudahkan proses komunikasi terapeutik


berlangsung. Komponen ini termasuk komponen yang sifatnya opsional, namun juga sangat
menunjang. Media dalam komunikasi terapeutik ada banyak dan beragam. Penggunaannya
disesuaikan dengan tujuan dari proses komunikasi yang akan berlangsung sehingga fungsi
media komunikasi juga bisa dipakai dengan efektif.

7.Sikap

Sikap sebenarnya bukan komponen utama dari proses komunikasi terapeutik. Namun
demikian, sikap juga menjadi penting. Sikap dari penerima pesan maupun pengirim pesan
akan sangat menentukan tingkat keberhasilan dari terjadinya proses komunikasi terapeutik.
Tentu saja, ini menjadi poin pembahasan tersendiri yang akan lebih banyak berfokus pada
pengirim pesan (perawat).

8.Strategi
Strategi adalah bagian dari proses komunikasi terapeutik yang menjadi ciri khas tersendiri.
Sebuah proses komunikasi terapeutik bisa terjalin dengan baik bila strategi yang diterapkan
juga sesuai. Ada banyak strategi yang bisa digunakan untuk komunikasi terapeutik sehingga
bisa menciptakan teknik komunikasi berkesan.

KARAKTERISTIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK


Salah satu karakteristik dasar dari komunikasi yaitu ketika seseorang melakukan
komunikasi terhadap orang lain maka akan tercipta suatu hubungan diantara keduanya, selain
itu komunikasi bersifat resiprokal dan berkelanjutan. Hal inilah yang pada akhirnya
membentuk suatu hubungan ‘helping relationship’. Helping relationship adalah hubungan
yang terjadi diantara dua (atau lebih) individu maupun kelompok yang saling memberikan
dan menerima bantuan atau dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sepanjang
kehidupan. Pada konteks keperawatan hubungan yang dimaksud adalah hubungan antara
perawat dan klien. Ketika hubungan antara perawat dan klien terjadi, perawat sebagai
penolong (helper) membantu klien sebagai orang yang membutuhkan pertolongan, untuk
mencapai tujuan yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar manusia klien.
Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998), ada beberapa karakteristik seorang helper
(perawat) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik, yaitu:

1.      Kejujuran
Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa terbina hubungan
saling percaya. Seseorang akan menaruh rasa percaya pada lawan bicara yang terbuka dan
mempunyai respons yang tidak dibuat-buat, sebaliknya ia akan berhati-hati pada lawan bicara
yang terlalu halus sehingga sering menyembunyikan isi hatinya yang sebenarnya dengan
kata-kata atau sikapnya yang tidak jujur (Rahmat, J.,1996 dalam Suryani,2005).). Sangat
penting bagi perawat untuk menjaga kejujuran saat berkomunikasi dengan klien, karena
apabila hal tersebut tidak dilakukan maka klien akan menarik diri, merasa dibohongi,
membenci perawat atau bisa juga berpura-pura patuh terhadap perawat.
2.      Tidak membingungkan dan cukup ekspresif
Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan kata-kata yang mudah
dipahami oleh klien dan tidak menggunakan kalimat yang berbelit-belit. Komunikasi
nonverbal perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan verbalnya karena ketidaksesuaian
akan menimbulkan kebingungan bagi klien.
3.      Bersikap positif
Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan lewat komunikasi
nonverbal sangat penting baik dalam membina hubungan saling percaya maupun dalam
membuat rencana tindakan bersama klien. Bersikap positif ditunjukkan dengan bersikap
hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Untuk mencapai kehangatan dan
ketulusan dalam hubungan yang terapeutik tidak memerlukan kedekatan yang kuat atau
ikatan tertentu diantara perawat dan klien akan tetapi penciptaan suasana yang dapat
membuat klien merasa aman dan diterima dalam mengungkapkan perasaan dan pikirannya
(Burnard,P dan Morrison P,1991 dalam Suryani,2005).
4.      Empati bukan simpati
Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat
akan  mampu merasakan dan memikirkan permasalahan  klien seperti yang dirasakan dan
dipikirkan klien (Brammer,1993 dalam Suryani,2005). Dengan bersikap empati perawat
dapat memberikan alternative pemecahan masalah karena perawat tidak hanya merasakan
permasalahan klien tetapi juga tidak berlarut-larut dalam perasaaan tersebut dan turut
berupaya mencari penyelesaian masalah secara objektif.
5.      Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien (Taylor, Lilis
dan Le Mone, 1993), oleh karenaya perawat harus mampu untuk melihat permasalahan yang
sedang dihadapi klien dari sudut pandang klien. Untuk mampu melakukan hal ini perawat
harus memahami dan memiliki kemampuan mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian.
Mendengarkan dengan penuh perhatian  berarti mengabsorpsi isi dari komunikasi (kata-kata
dan perasaan) tanpa melakukan seleksi. Pendengar  (perawat) tidak sekedar mendengarkan
dan menyampaikan respon yang di inginkan oleh pembicara  (klien), tetapi berfokus pada
kebutuhan pembicara. Mendengarkan dengan penuh perhatian  menunjukkan sikap caring
sehingga memotivasi klien untuk berbicara atau menyampaikan perasaannya.
6.      Menerima klien apa adanya
Seorang helper yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien apa adanya. Jika
seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam menjalin hubungan
interpersonal (Sullivan, 1971 dalam Antai Ontong, 1995 dalam Suryani, 2005). Nilai yang
diyakini atau diterapkan oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada klien,
apabila hal ini terjadi maka perawat tidak menunjukkan sikap menerima klien apa adanya.

7.      Sensitif terhadap perasaan klien


Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk dapat menciptakan hubungan
terapeutik yang baik dan efektif dengan klien. Dengan bersikap sensitive terhadap perasaan
klien perawat dapat terhindar dari berkata atau melakukan hal-hal yang menyinggung privasi
ataupun perasaan klien.
8.      Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri
Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu yang ada pada saat
ini, bukan atas masa lalunya, demikian pula terhadap dirinya sendiri.

PRINSIP-PRINSIP KOMUNIKASI TERAPEUTIK


Komunikasi terapeutik meningkatkan pemahaman dan membantu terbentuknya
hubungan yang  konstruktif  diantara perawat-klien. Tidak seperti komunikasi sosial,
komunikasi terapeutik mempunyai  tujuan  untuk membantu klien mencapai suatu tujuan
dalam asuhan keperawatan. Oleh karenanya sangat penting bagi perawat untuk memahami
prinsip dasar komunikasi terapeutik berikut ini :
1.   Hubungan perawat dan klien adalah hubungan terapeutik yang saling
menguntungkan,  didasarkan pada prinsip ‘humanity of nurses and clients’. Hubungan ini
tidak hanya sekedar  hubungan seorang penolong (helper/perawat) dengan kliennya, tetapi
hubungan antara manusia yang  bermartabat (Dult-Battey,2004).
2.   Perawat harus menghargai keunikan klien, menghargai perbedaan karakter,
memahami  perasaan dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga,
budaya, dan  keunikan setiap individu.
3.  Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun
penerima  pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri
klien.
4.    Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust) harus
dicapai  terlebih dahulu sebelum menggali  permasalahan dan memberikan alternatif
pemecahan  masalah (Stuart,1998). Hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah
kunci dari komunikasi terapeutik.
Beberapa prinsip komunikasi terapeutik menurut Boyd & Nihart (1998) adalah :
1.      Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi.
2.      Tingkah laku professional mengatur hubungna terapeutik.
3.      Hubungan sosial dengan klien harus dihindari.
4.      Kerahasiaan klien harus dijaga.
5.      Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman.
6.      Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian tentang tingkah
laku klien dan memberi nasehat.
7.      Beri petunjuk klien untuk menginterpretasikan kembali pengalamannya secar rasional.
8.  Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari perubahan
subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang sangat menarik klien.
9.      Implementasi intervensi berdasarkan teori.
10.  Membuka diri hanya digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai tujuan
terapeutik

Anda mungkin juga menyukai