Anda di halaman 1dari 6

“LAPORAN PENDAHULUAN KOMUNIKASI

TERAPEUTIK”

A. Pengertian
Komunikasi dalam ilmu keperawatan dinamakan dengan komunikasi terapeutik, dalam hal ini
komunikasi yg dilakukan oleh seorang perawat pada waktu melakukan intervensi keperawatan mesti
bisa memberikan suatu khasiat therapi dalam proses penyembuhan pasien. Oleh sebab itu seorang
perawat mesti dapat meningkatkan wawasan & kemampuan aplikatif komunikasi terapeutik supaya
kebutuhan & kepuasan pasien dapat dipenuhi. Northouse (1998) mendefinisikan komunikasi terapeutik
sebagai suatu kemampuan atau keterampilan perawat untuk bisa membantu klien beradaptasi pada
stres, mengatasi gangguan psikologis & belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Stuart
G.W (1998) menyatakan bahwa komunikasi terapeutik ialah mengenai suatu hubungan interpersonal
antara perawat & klien, dalam hubungan ini perawat & klien mendapatkan pengalaman belajar bersama
dalam rangka agar dapat memperbaiki pengalaman emosional klien. Sedangkan S.Sundeen (1990)
menyatakan bahwa hubungan terapeutik yakni hubungan kerja sama yg ditandai tukar menukar
perilaku, perasaan, sebuah pikiran & pengalaman dalam membina suatu hubungan intim yg terapeutik.
Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik ialah komunikasi yg
mempunyai makna terapeutik bagi klien & dilakukan oleh perawat (helper) untuk membantu klien
mencapai kembali kondisi yg adaptif & positif.

B. Fungsi
Telah jelaskan sebelumnya bahwa suatu komunikasi yg dilakukan oleh perawat ialah komunikasi yg
berjenjang. Masing-masing jenjang komunikasi tersebut mempunyai fungsi juga sebagai berikut :
1. Komunikasi Intrapersonal
Umumnya digunakan untuk proses berpikir, belajar, merenung, meningkatkan motivasi, serta
introspeksi diri.
2. Komunikasi Interpersonal
Umumnya digunakan untuk bisa meningkatkan hubungan interpersonal, menggali data atau
masalah, dan menawarkan ide, serta dapat memberi & menerima informasi.
3. Komunikasi Publik
Umumnya digunakan untuk mempengaruhi orang banyak, menyampaikan sebuah informasi,
menyampaikan perintah atau larangan umum (publik).
C. Tujuan
Komunikasi terapeutik bertujuan agar dapat mengembangkan pribadi klien kearah yg lebih positif atau
adaptif & diarahkan pada pertumbuhan klien yg mencangkup :
1. Realisasi diri, penerimaan diri & peningkatan penghormatan diri.Melalui komunikasi terapeutik
di harapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien yg menderita penyakit kronis maupun terminal
umumnya mengalami perubahan dalam dirinya, beliau tidak mampu menerima keberadaan dirinya,
mengalami gangguan gambaran diri, penurunan harga diri, merasa tidak berarti & pada akhirnya
merasa putus asa & depresi.
2. Kemampuan membina hubungan interpersonal yg tidak superfisial & saling bergantung
dengan orang lain.Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima & di terima
orang lain. Dengan komunikasi yg terbuka, jujur & menerima klien apa adanya, perawat akan dapat
meningkatkan kemampuan klien dalam menjalin hubungan rasa saling percaya (Hibdon, 2000).
Rogers (1974) dalam Abraham & Shanley (1997) mengatakan bahwa hubungan mendalam yg
digunakan dalam proses interaksi antara perawat & klien ialah area untuk mengekspresikan
kebutuhan, memecahkan masalah & meningkatkan kemampuan koping.
3. Peningkatan fungsi & kemampuan untuk dapat memuaskan kebutuhan serta mencapai
tujuan yg bersifat realistis.Terkadang klien menetapkan ideal diri atau sebuah tujuan terlalu tinggi
tanpa mengukur tingkat kemampuannya. Taylor, Lilis & La Mone (1997) menyampaikan bahwa
individu yg merasa kenyataan dirinya mendekati ideal diri memiliki harga diri yg tinggi sedangkan
individu yg merasa kenyataan hidupnya jauh dari ideal ia dapat merasa rendah diri.
4. Rasa identitas personal yg jelas & peningkatan integritas diri.Klien yg mengalami masalah
gangguan identitas personal umumnya tidak memiliki rasa percaya diri & mengalami harga diri
rendah. Melalui komunikasi terapeutik diinginkan perawat mampu membantu klien meningkatkan
integritas dirinya & identitas diri yg jelas.
D. Unsur-unsur Komunikasi Terapeutik
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa komunikasi memiliki lima komponen, demikian juga
dalam komunikasi terapeutik. Proses terjadinya suatu komunikasi terapeutik antara perawat & klien
dimulai dari penyampaian pesan yang di berikan oleh komunikator kepada komunikan baik dengan
cara verbal ataupun non verbal, dengan menggunakan media atau tidak. Pesan yg di terima oleh
komunikan selanjutnya akan diproses oleh komunikan, proses ini dinamakan dengan decoding. Setelah
komunikan memahami pesan yg diterimanya, ia pun melakukan suatu proses encoding (transformasi
informasi menjadi suatu bentuk pesan yg bisa disampaikan kepada orang lain) dalam dirinya untuk
dapat menyampaikan umpan balik (feedback) pada pesan yg diterimanya. Begitu proses ini akan terus
berulang sampai pada akhirnya tujuan dari komunikasi yg dilakukan tercapai oleh keduanya.
E. Prinsip Dasar Dari Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik dapat meningkatkan pemahaman & membantu terbentuknya suatu hubungan
yg konstruktif diantara perawat dan klien. Tidak seperti komunikasi sosial, komunikasi terapeutik
mempunyai tujuan untuk membantu klien mencapai sebuah tujuan dalam asuhan keperawatan. Oleh
karenanya amat sangat penting bagi perawat untuk memahami mengenai prinsip dasar komunikasi
terapeutik berikut ini;
Hubungan perawat & klien ialah hubungan terapeutik yg saling menguntungkan, didasarkan pada
suatu prinsip “humanity of nurses and clients”. Hubungan ini tidak cuma sekedar pertalian seorang
penolong (helper/perawat) dengan kliennya, namun hubungan antara manusia yg bermartabat (Dult-
Battey,2004).
Perawat mesti bisa untuk menghargai keunikan klien, menghargai perbedaan karakter, memahami
perasaan & perilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang dari keluarga, suatu budaya, &
keunikan dari setiap individu.
Semua komunikasi yg dilakukan mesti dapat menjaga harga diri pemberi ataupun penerima pesan,
dalam hal ini perawat mesti dapat menjaga harga dirinya & harga diri klien.
Komunikasi yg menciptakan tumbuhnya hubungan rasa saling percaya (trust) mesti di capai terlebih
dulu sebelum menggali permasalahan & memberikan sebuah alternatif pemecahan masalah
(Stuart,1998). Hubungan rasa saling percaya antara perawat & klien yaitu merupakan kunci dari
komunikasi terapeutik.
F. Hubungan Perawat & Klien Atau Helping
Relationship
Salah satu karakteristik dasar dari sebuah komunikasi yakni disaat seseorang melakukan komunikasi
terhadap orang lain sehingga akan tercipta sebuah hubungan diantara keduanya, selain itu komunikasi
bersifat resiprokal & berkelanjutan. Hal inilah yg pada hasilnya membentuk suatu hubungan ‘helping
relationship’. Helping relationship ialah suatu hubungan yg terjadi diantara 2 ( atau bisa lebih ) individu
ataupun kelompok yg saling memberikan & menerima bantuan atau dukungan untuk dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya sepanjang kehidupan. Pada konteks keperawatan hubungan yg dimaksud yaitu
hubungan antara perawat & klien. Disaat hubungan antara perawat & klien berlangsung, perawat
sebagai penolong (helper) membantu klien sebagai orang yg membutuhkan pertolongan, untuk
mencapai tujuan yakni terpenuhinya kebutuhan dasar klien.
Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998), ada beberapa karakteristik seorang helper (perawat) yg
dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yg terapeutik, yakni :
1. KejujuranKejujuran sangat penting, dikarenakan tanpa adanya kejujuran mustahil mampu terbina
hubungan saling percaya. Seseorang dapat menaruh rasa percaya pada lawan bicara yg terbuka &
mempunyai respons yg tidak dibuat-buat, sebaliknya ia akan berhati-hati pada lawan bicara yg
terlalu halus sehingga sering menyembunyikan isi hatinya yg sebenarnya dengan kata-kata atau
sikapnya yg tidak jujur (Rahmat, J.,1996 dalam Suryani,2005).). Sangat penting bagi perawat untuk
menjaga kejujuran disaat berkomunikasi dengan klien, dikarenakan bila hal itu tidak dilakukan maka
klien akan menarik diri, merasa telah dibohongi, bahkan membenci perawat atau bisa juga berpura-
pura patuh terhadap perawat.
2. Tidak membingungkan & cukup ekspresifDalam melakukan komunikasi dengan klien, perawat
sebaiknya lebih menggunakan kata-kata yg mudah dipahami oleh klien & tak menggunakan kalimat
yg berbelit-belit atau tidak mudah dipahami. Komunikasi nonverbal perawat mesti cukup ekspresif
& sesuai dengan verbalnya dikarenakan ketidaksesuaian akan menimbulkan suatu kebingungan
bagi klien.
3. Bersikap positifDengan bersikap positif terhadap semua yg dikatakan & disampaikan melalui
komunikasi nonverbal amat sangat penting baik dalam membina hubungan saling percaya ataupun
dalam membuat rencana tindakan dengan klien. Bersikap positif ditunjukkan dengan bersikap
hangat, penuh perhatian & penghargaan pada klien. Untuk mencapai kehangatan & ketulusan
dalam hubungan yg terapeutik tidak memerlukan kedekatan yg kuat atau ikatan tertentu diantara
perawat & klien akan tetapi penciptaan suasana yg mampu membuat klien merasa aman & di terima
dalam mengungkapkan perasaan & pikirannya (Burnard,P & Morrison P,1991 dalam Suryani,2005).
4. Empati bukan simpatiSikap empati amat diperlukan dalam asuhan keperawatan, dikarenakan
dengan sikap ini perawat akan dapat merasakan & memikirkan permasalahan klien seperti yg
dirasakan & dipikirkan klien (Brammer,1993 dalam Suryani,2005). Dengan melakukan sikap empati
perawat akan memberikan alternative pemecahan masalah lantaran perawat tidak hanya
merasakan permasalahan klien namun pula tidak berlarut-larut dalam perasaaan tersebut & turut
mengusahakan mencari penyelesaian masalah dengan cara objektif.
5. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klienDalam memberikan asuhan keperawatan,
perawat mesti berorientasi pada klien (Taylor, Lilis & Le Mone, 1993), oleh karenaya perawat mesti
dapat untuk melihat permasalahan yg sedang dihadapi klien dari segi pandang klien. Untuk dapat
melakukan hal ini perawat mesti memahami & memiliki kemampuan mendengarkan dengan aktif &
penuh perhatian. Mendengarkan dengan penuh perhatian berarti mengabsorpsi isi dari komunikasi
(kata-kata & perasaan) tanpa melaksanakan seleksi. Pendengar (perawat) tak sekedar
mendengarkan & menyampaikan respon yg di harapkan oleh pembicara (klien), tetapi berfokus
pada kebutuhan pembicara. Mendengarkan dengan penuh perhatian menunjukkan sikap caring
sehingga memotivasi klien untuk berbicara atau mengemukakan perasaannya.
6. Menerima klien apa adanyaSeorang helper yg efektif mempunyai kemampuan untuk menerima
klien apa adanya. Apabila seseorang merasa di terima maka dirinya akan merasa aman dalam
menjalin hubungan interpersonal (Sullivan, 1971 dalam Antai Ontong, 1995 dalam Suryani, 2005).
Nilai yg diyakini atau diterapkan oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada klien,
bila hal ini berlangsung maka perawat tidak menunjukkan sikap menerima klien apa adanya.
7. Sensitif terhadap perasaan klienSeorang perawat mesti dapat mengenali perasaan klien untuk
dapat menciptakan hubungan terapeutik yg baik & efektif dengan klien. Dengan bersikap sensitive
terhadap perasaan klien perawat dapat terhindar dari berkata atau melakukan hal-hal yg
menyinggung privasi maupun perasaan klien.
8. Tak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien maupun diri perawat sendiriPerawat mesti dapat
memandang & menghargai klien juga sebagai individu yg ada pada saat ini, bukan atas masa
lalunya, begitu pula terhadap dirinya sendiri.

G. Tahapan Komunikasi Terapeutik


Telah disampaikan sebelumnya bahwa komunikasi terapeutik ialah sebuah komunikasi yg terstruktur
& mempunyai tahapan-tahapan. Stuart G.W, 1998 menjelaskan bahwa dalam prosesnya komunikasi
terapeutik terbagi menjadi empat tahapan yakni tahap persiapan atau tahap pra-interaksi, tahap
perkenalan atau orientasi, tahap kerja & tahap terminasi.
1. Tahap Persiapan ( Pra-interaksi )Pada tahapan ini perawat di minta untuk menggali perasaan &
menilik dirinya dengan cara mengidentifikasi dari kelebihan & kekurangannya. Pada tahap ini juga
perawat mencari informasi tentang klien sebagai lawan bicaranya. Setelah hal ini dilakukan
perawat merencanakan suatu strategi untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahapan ini
dilakukan oleh perawat demi mencapai tujuan mengurangi rasa cemas atau kecemasan yg
mungkin dirasakan oleh perawat sebelum menjalankan komunikasi terapeutik dengan klien.
Kecemasan yg dialami seseorang dapat amat sangat mempengaruhi interaksinya dengan orang
lain ( Gates & Kenworthy, 2000 dalam Suryani, 2005 ). Hal ini disebabkan oleh adanya kesalahan
dalam menginterpretasikan apa yg diucapkan oleh lawan bicara. Ketika perawat dalam keadaan
cemas, dia tidak akan bisa mendengarkan apa yg dikatakan oleh klien dengan baik (Brammer,
1993 dalam Suryani, 2005) maka tidak mampu melakukan active listening ( mendengarkan
dengan cara aktif & penuh perhatian ).
Tugas perawat dalam tahapan ini ialah :
√ Mengeksplorasi perasaan, mendefinisikan harapan & mengidentifikasi kecemasan.
√ Menganalisis kekuatan & kelemahan diri.
√ Mengumpulkan data mengenai klien.
√ Merencanakan sebuah pertemuan pertama dengan klien.
2. Tahap Perkenalan ( Orientasi )Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan
klien dilakukan. Tujuan dalam tahap ini ialah memvalidasi keakuratan data & rencana yg sudah
dibuat sesuai dengan kondisi klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yg telah
lalu(Stuart.G.W, 1998).
Tugas perawat dalam tahapan ini yakni :
√ Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan & komunikasi terbuka.
√ Merumuskan kontrak ( waktu pertemuan, tempat pertemuan, & topik pembicaraan) bersama-
sama dengan klien & menjelaskan atau mengklarifikasi kembali kontrak yg sudah disepakati
bersama.
√ Menggali pikiran & perasaan pula mengidentifikasi masalah klien yg umumnya dilakukan
dengan menggunakan sebuah teknik komunikasi pertanyaan terbuka.
√ Merumuskan tujuan interaksi dengan klien.
Amat Sangat penting bagi perawat untuk bisa melaksanakan tahapan ini dengan baik sebab
tahapan ini adalah dasar bagi hubungan terapeutik antara perawat dengan klien.
3. Tahap KerjaTahap kerja ialah inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik
(Stuart,G.W,1998). Tahap kerja ialah tahap yg terpanjang dalam komunikasi terapeutik lantaran
didalamnya perawat dituntut untuk membantu & mendukung klien untuk mengemukakan perasaan
& pikirannya & selanjutnya menganalisa respons maupun pesan komunikasi verbal & non verbal
yg di sampaikan oleh klien. Dalam step ini pula perawat mendengarkan secara aktif & dengan
penuh perhatian sehingga dapat membantu klien untuk mendefinisikan masalah yg sedang
dihadapi oleh klien, mencari penyelesaian masalah & mengevaluasinya.
Dibagian akhir tahap ini, perawat di harapkan dapat menyimpulkan percakapannya dengan klien.
Teknik menyimpulkan ini ialah usaha untuk memadukan & menegaskan hal-hal penting dalam
percakapan, & membantu perawat & klien mempunyai pikiran & ide yg sama (Murray,B. dan
Judith,P,1997 dalam Suryani,2005). Dengan di lakukannya suatu penarikan kesimpulan oleh
perawat maka klien akan merasakan bahwa keseluruhan pesan atau perasaan yg telah
disampaikannya di terima dengan baik & benar-benar dipahami oleh perawat.
4. Tahap TerminasiTerminasi ialah akhir dari pertemuan perawat & klien. Tahap terminasi dibagi
dua yakni terminasi sementara & terminasi akhir (Stuart,G.W,1998). Terminasi sementara
merupakan akhir dari tiap pertemuan perawat & klien, setelah hal ini dilakukan perawat & klien
masihlah dapat bertemu kembali pada waktu yg berbeda sesuai dengan kontrak waktu yg sudah
disepakati oleh perawat dan pasien secara bersama. Sedangkan terminasi akhir dilakukan oleh
perawat setelah menyelesaikan semua proses keperawatan.
Tugas perawat dalam tahap ini yaitu :
√ Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yg sudah dilaksanakan (evaluasi objektif).
Brammer & McDonald (1996) menyatakan bahwa meminta klien untuk menyimpulkan tentang apa
yg sudah didiskusikan ialah sesuatu yg amat sangat berguna pada tahap ini.
√ Melakukan evaluasi subjektif secara menanyakan perasaan klien setelah melakukan nteraksi
dengan perawat.
√ Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yg telah dilakukan. Tindak lanjut yg disepakati
mesti relevan dengan interaksi yg baru saja dilakukan atau dengan interaksi yg dapat dilakukan
selanjutnya. Tindak lanjut dievaluasi pada tahap orientasi pada pertemuan berikutnya.
H. Sikap Ketika Melaksanakan Komunikasi Terapeutik
Egan (1998) dalam Kozier,et.al (2004), telah menggambarkan lima cara yg spesifik untuk
menunjukkan kehadiran secara fisik ketika melakukan komunikasi terapeutik, yg ia definisikan juga
sebagai sikap atas kehadiran atau keberadaan terhadap orang lain atau disaat sedang berada
dengan orang lain. Berikut merupakan tindakan atau sikap yg dilakukan ketika menunjukkan
kehadiran secara fisik :
1. Berhadapan dengan lawan bicaraDengan posisi ini perawat dapat menyatakan kesiapannya (
“saya siap untuk anda” ).
2. Sikap tubuh terbuka kaki & tangan terbuka (tidak bersilangan)Sikap badan yg terbuka
menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk dapat mendukung terciptanya sebuah komunikasi.
3. Menunduk / memposisikan tubuh kearah / lebih dekat dengan lawan bicaraHal ini
menunjukkan bahwa perawat siap untuk merespon dalam sebuah komunikasi ( berbicara –
mendengar ).
4. Pertahankan kontak mata, sejajar, & naturalDengan posisi mata sejajar perawat menunjukkan
kesediaannya untuk dapat mempertahankan komunikasi.
5. Bersikap tenangAkan lebih tampak apabila tidak terburu-buru disaat berbicara & menggunakan
gerakan/bahasa tubuh yg natural.

Anda mungkin juga menyukai