PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pria dan wanita memiliki gaya komunikasi yang berbeda secara unik.
Secara fisik antara pria dan wanita berbeda, pola asuh berbeda, gaya bicara
berbeda, bahkan intonasi suara pun berbeda. Pendidikan berpengaruh pada
1
pola pikir individu dan pola pikir individu berpengaruh terhadap perilaku
seseorang (Asmadi, 2008). Lama kerja berpengaruh terhadap perawat
dalam mengembangkan keterampilan komunikasi karena pengalaman
seumur hidup akan terus bertumbuh di sepanjang karir profesionalnya
(Sheldon, 2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Christy
(2015) melakukan survey pada 7 pasien di Ruang Inap Rumah Sakit
Sultan Mohammad Syarif Alkadrie. Sebanyak 2 orang pasien yaitu
sebanyak 28,5% mengatakan komunikasi yang dilakukan perawat sudah
baik, 4 orang yaitu sebnyak 57,1% mengatakan komunikasi perawat cukup
baik dan 1 orang yaitu sebanyak 14,2% mengatakan belum puas dengan
komunikasi oleh perawat. Sebanyak 2 orang pasien yaitu sebanyak 28,5%
mengatakan lebih senang dengan komunikasi yang dilakukan oleh perawat
wanita sedangkan lainnya mengataan tidak ada perbedaan.
Dari uraian diatas padamakalah ini akan membahas tentang konsep dasar
komunikasi terapeuttik dalam keperawata.
B. Tujuan Penulisan
2
5. Untuk mengetahui dan memahami strategi pelaksanaan komunikasi
terapeutik.
6. Untuk mengetahui dan memahami teknik komunikasi terapeutik.
7. Untuk mengetahui dan memahami hambatan dalam komunikasi
terapeutik.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Mahasiswa
Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan serta kemampuan
mahasiswa tentang konsep dasar komunikasi terapeutik dalam
keperawatan.
BAB II
LANDASAN TEORI
hal ini komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat
melakukan intervensi keperawatan harus mampu memberikan khasiat
therapi bagi proses penyembuhan pasien. Oleh karenanya seorang
3
perawat harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif
komunikasi terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat
dipenuhi. Northouse (1998) mendefinisikan komunikasi terapeutik
sebagai kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu klien
beradaptasi untuk stres, mengatasi gangguan psikologis dan belajar
bagaimana berhubungan dengan orang lain. Stuart G.W (1998)
menyatakan bahwa komunikasi terapeutik merupakan hubungan
personal antara perawa dan klien, dalam hubungan ini perawat dan
klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka
memperbaiki pengalaman emosional klien. S.Sundeen (1990)
menyatakan bahwa hubungan terapeutik adalah hubungan kerja sama
yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran, dan
pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik.
Indrawati (2003) mengemukakan bahwa komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya
dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik termasuk
komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan
pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan
komunikasi in adalah adanya saling membutuhan antara perawat dan
pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di
antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima
bantuan. Sedangkan Arwana (2003) menyatakan bahwa komunikasi
terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus
direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan profesional. Akan
tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian
melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan
masalahnya.
4
Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa
komunikasi terpeutik adalah komunikasi yang memiliki makna
terapeutik bagi klien dan dilakukan oleh perawat untuk membantu
klien mencapai kembali kondisi yang adaptif dan pootif
5
5. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti memahami
dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
6. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling
percaya dan saling menghargai.
7. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh klien.
8. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik
maupun mental.
9. Perawat haruis menciptakan suasana yang memungkinkan pasien
memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun
tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat
memecahkan masalah – masalah yang dihadapi
10. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap
untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah,
keberhasilan maupun fungsi. sehingga tumbuh makin matang dan
dapat memecahkan masalah – masalah yang dihadapi.
6
Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998), ada beberapa karakteristik
seorang helper (perawat) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya
hubungan yang terapeutik, yaitu:
1. Kejujuran
3. Bersikap positif
7
bersikap hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien.
Untuk mencapai kehangatan dan ketulusan dalam hubungan yang
terapeutik tidak memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan
tertentu diantara perawat dan klien akan tetapi penciptaan suasana
yang dapat membuat klien merasa aman dan diterima dalam
mengungkapkan perasaan dan pikirannya (Burnard,P dan Morrison
P,1991 dalam Suryani,2005).
8
6. Menerima klien apa adanya
8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat
sendiri Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien
sebagai individu yang ada pada saat mi, bukan atas masa lalunya,
demikian pula terhadap dininya sendiri.
9
D. Karakteristik Perawat : Self Awareness
Kunci dalam membina hubungan terapeutik adalah perawat
menggunakan diri sendiri secara terapeutik. Oleh karena itu, dalam
membina hubungan terapeutik seorang perawat harus memiliki kualitas
diri yang bagus. Kualitas diri yang harus dimiliki oleh perawat untuk
membina hubungan terapeutik sebagai berikut (Stuart, 2009) :
10
Gambaran kesadaran diri ditunjukkan oleh Johari Window yang terdiri dari
4 kuadran dimana setiap kuadran menggambarkan perasaan, tingkah laku, dan
pikiran seseorang. Perubahan pada satu kuadran mempengaruhi kuadran yang lain.
Kuadran I Kuadran II
The open self The blind self
Kuadran III Kuadran IV
The hidden self The unknown self
1. Kuadran I adalah diri yang terbuka yang berarti diketahui oleh diri dan orang lain.
Informasi, tingkah laku, sikap, perasaan, hasrat, motivasi, dan ide. Diri yang terbuka
diperlukan dalam komunikasi sehingga ada perasaan saling mengerti dan memahami
satu sama lain. Daerah terbuka masing-masing individu akan berbeda besarnya
tergantung dengan siapa lawan kita berkomunikasi. Ada orang yang membuat kita
merasa nyaman dan mendukung kita terhadap mereka, kita membuka diri kita lebar-
lebar. Terhadap orang yang lain kita lebih suka menutup sebagian besar diri kita.
Komunikasi bergantung pada sejauh mana kita membuka diri kepada kita sendiri.
Jika kita tidak membiarkan orang lain mengenal kita, maka komunikasi menjadi
sangat sukar. Kita dapat berkomunikasi secara bermakna hanya bila kita saling
mengenal dan juga mengenal diri sendiri. Perubahan pada daerah terbuka akan
mengakibatkan perubahan pada kuadran yang lain. Bayangkanlah sebuah jendela
yang besarnya tetap. Jika salah satu kotak menjadi lebih kecil, kotak lain akan
menjadi lebih besar. Begitu juga, jika salah satu kotak menjadi lebih besar, kotak
lain pasti menjadi lebih kecil.
2. Kuadran II adalah diri yang buta yang berarti seluruh hal mengenai diri kita yang
orang lain ketahui namun cenderung kita abaikan. Mulai dari kebiasaan sepele
sampai hal penting. Ini dapat berupa kebiasaan-kebiasaan kecil mengatakan “tahu
kan” atau memegang hidung bila sedang marah atau hal-hal lain yang lebih berarti
seperti sikap defensif, atau pengalaman terpendam. Sebagian orang mempunyai
daerah buta yang luas dan tidak menyadari berbagai kekeliruan yang
dibuatnya. Umumnya banyak orang bersedia mendengar tentang diri
mereka, tetapi baru saja komentar negatif muncul, mereka bersikap
membela diri. Komunikasi menuntut keterbukaan pihak-pihak yang
terlibat. Bila ada daerah buta, maka komunikasi menjadi sulit. Tetapi,
11
daerah seperti ini akan selalu ada pada diri kita masing-masing. Walaupun
kita mungkin dapat mengecilkan daerah ini, namun menghilangkannya
sama sekali tidaklah mungkin.
3. Kuadran III adalah diri yang tersembunyi, artinya segala hal yang kita
ketahui tentang diri kita namun tidak terlihat bagi orang lain. Semua hal
yang diketahui tentang diri sendiri atau tentang orang lain tetapi disimpan
hanya untuk dirinya sendiri. Ini adalah daerah tempat manusia
menghasilkan segala sesuatu tentang dirinya sendiri dan tentang orang
lain. Pada kuadran ini dapat menghasilkan pribadi terlalu terbuka
(overdisclosers) dan pribadi yang terlalu tertutup (underdisclosers).
pribadi yang terlalu terbuka menceritakan segalanya. Mereka tidak
menyimpan rahasia tentang diri sendiri dan tentang orang lain. Mereka
dapat menceritakan kepada orang lain tentang kehidupan keluarga nya,
masalah seksual, masalah perkawinan, keadaan keuangan, tujuan,
kesuksesan dan kegagalan, dan segala hal mengenai dirinya.
Kelemahannya orang yang terlalu terbuka ini adalah tidak bisa melihat
orang yang tepat untuk mengungkapkan perasaan, pikiran atau perilaku
nya sehingga dapat menjadi masalah bagi dirinya. Selanjutnya individu
yang terlalu terbuka ini juga tidak bisa membedakan berbagai informasi
yang boleh mereka ungkapkan dan informasi yang seharusnya mereka
rahasiakan. Sedangkan, individu yang terlalu tertutup tidak mau
mengatakan apa-apa. Mereka cenderung berbicara tentang orang lain
tetapi tidak tentang dirinya sendiri. Hal ini dapat terjadi karena ada
perasaan takut ditolak atau tidak mau mempercayai orang lain.
Kebanyakan diri kita berada di antara kedua ekstrim ini. Kita
merahasiakan hal-hal tertentu dan kita membuka hal-hal yang lain; kita
terbuka kepada orang-orang tertentu dan kita tidak terbuka kepada orang
yang lain. Pada dasarnya, kita adalah orang-orang terbuka yang selektif.
4. Kuadran IV adalah diri yang tidak dikenal, artinya dirinya maupun orang lain tidak
mengetahui kebenaran yang ada mengenai dirinya. Ini adalah informasi yang
12
tenggelam di alam bawah sadar atau sesuatu yang lupa dari perhatian. Manusia
memperoleh gambaran mengenai daerah gelap ini dari sejumlah sumber. Adakalanya
daerah ini terungkap melalui perubahan temporer akibat minum obat, melalui
kondisi eksperimen khusus seperti hipnotis atau deprivasi sensori, atau melalui
berbagai tes proyektif atau mimpi. Eksplorasi daerah ini melalui interaksi yang
terbuka, jujur dan empati dengan rasa percaya dengan orang lain, orangtua, sahabat,
konselor, anak-anak, kekasih merupakan cara efektif untuk mendapatkan gambaran.
Ada 3 prinsip yang dapat membantu menjelaskan tentang fungsi diri (Stuart, 2009) :
13
untuk mengambil keputusan dalam melakukan tindakan keperawatan
pada klien. Perawat yang sadar terhadap nilainya, maka akan lebih
sensitif dalam melakukan tindakan. Langkah-langkah proses klarifikasi nilai
(Stuart, 2009) :
a. Memilih (choosing): kebebasan untuk memilih dari beberapa alternatif setelah
memperlihatkan secara teliti konsekuensi-konsekuensi dari setiap alternatif.
b. Memberikan penghargaan (prizing): memberikan penghargaan dan merasa gembira
dengan pilihannya. Keinginan untuk mempertahankan pilihan didepan umum.
c. Tindakan (acting): mengerjakan sesuatu dengan pilihannya dan mengulanginya pada
beberapa pola kehidupan yang lain.
3. Mengungkapkan Perasaan
Eksplorasi perasaan merupakan hal yang perlu dilakukan agar
perawat terbuka dan sadar terhadap perasaannya sehingga ia dapat
mengontrol perasaannya. Individu yang tidak mampu mengungkapkan
perasaannya dapat merusak interaksinya dengan orang lain. Analisa diri
perawat adalah kemampuan perawat dalam menilai aspek-aspek yang
dimiliki dalam dirinya agar dapat melakukan kemampuan diri secara
terapeutik kepada klien. Salah satu aspek analisa kesadaran diri perawat
dalam komunikasi terapeutik adalah eksplorasi perasaan.
Eksplorasi adalah tehnik untuk menggali perasaan ,pikiran dan
pengalaman klien. Hal ini penting dilakukan karena banyak klien
menyimpan rahasia batin, menutup diri atau tidak mampu mengemukakan
pendapatnya. Dengan tehnik ini memungkinkan klien untuk bebas
berbicara tanpa rasa takut, tertekan dan terancam. Eksplorasi bertujuan
untuk mencari atau menggali lebih jauh atau lebih dalam masalah yang
dialami klien. Tehnik ini bermamfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan
gambaran yang detail tentang masalah yang dialami klien. Agar perawat
dapat berperan efektif dan terapeutik, ia harus menganalisa dirinya
melalui eksplorasi perasaan. Seluruh prilaku dan pesan yang disampaikan
perawat (verbal dan non verbal ) hendaknya bertujuan terapeutik untuk
14
klien. dengan mengenal dan menerima diri sendiri, perawat akan mampu
mengenal dan menerima keunikan klien.analisa hubungan intim yang
terapeutik antara perawat klien perlu dilakukan untuk evaluasi
perkembangan huibungan dan menentukan tehnik dan keterampilan yang
tepat dalam setiap tahap untuk mengatasi masalah klien dengan prinsip
disini dan saat ini ( here and now ).
Eksplorasi perasaan yaitu mengkaji atau menggali perasaan-
perasaan yang muncul sebelum dan sesudah berinteraksi dengan orang
lain, dimana eksplorasi perasaan membantu seseorang untuk
mempersiapkan objektif secara komplit dan sikap yang sangat
berpengaruh.ini menggambarkan tentang ketidakbenaran. Objektif yang
komplit dan sikap yang sangat berpengaruh dijabarkan sebagai seseorang
adalah tidak responsif, kesalahan, mudah ditemui, tidak mengenai orang
tertentu dimana mutu hubungan terapeutik perawat sangat terbuka, sadar
dan kontrol diri, akal, perasaan dimana dapat membantu pasien.
Sebagai perawat, kita perlu terbuka dan sadar terhadap perasaan
kita dan mengontrolnya agar kita dapat menggunakan diri kita secara
terapeutik. Jika perawat terbuka pada perasaannya maka ia akan
mendapatkan dua informasi penting, yaitu bagaimana responnya pada
klien dan bagaimana penampilannya pada klien sehingga pada saat
berbicara dengan klien, perawat harus menyadari responnya dan
mengontrol penampilannya.bagaimana perasaan perawat terhadap proses
interaksi berpengaruh terhadap respon dan penampilannya yang pada
akhirnya akan berpengaruh terhadap perasaan klien. Seorang perawat
yang merasa cemas pada saat interaksi akan tampak pada ekspresi wajah
dan prilakunya. Kecemasan perawat ini akan membuat klien merasa tidak
nyaman dan karena adanya untuk pemindahan perasaan (transfer feeling)
mungkin klien juga akan menjadi cemas dan hal ini akan mempengaruhi
interaksi secara keseluruhan.
15
Perasaan perawat merupakan tujuan penting dalam membantu
pasien. perasaan merupakan tolak ukur untuk umpan balik dan hubungan
dengan orang lain,membantu orang lain.perawat akan menggunakan
perasaan-perasaanya, kurang memperhatikan kebutuhan pasien, tidak
menepati janji sehingga pasien mengalami kemunduran, distress sehingga
pasien tidak mau menemui, marah karena pasien banyak permintaan atau
manipulasi dan kekuatan karena pasien terlalu tergantung pada perawat.
Perawat harus terbuka akan perasaan pasien dan bagaimana perawat
mengerti akan pasien serta bagaimana pendekatan dengan pasien.
Perasaan perawat adalah petunjuk tentang kemungkinan nilai dari
masalah pasien.
Teknik Eksplorasi Perasaan
16
s
17
Tehnik ini tidak untuk membuat penilaian, namun sebagai upaya
individu atau klien untuk jujur dan berani mengungkapkan perasaannya,
dan ungkapan-ungkapan perasaan tersebut dapat mengidentifikasi apakah
perasaan klien positif atau negatif. Bila perasaan positif, maka perawat
perlu mendukung dan mengembangkan perasaan tersebut. Bila sebaliknya
perasaan negatif pada klien, maka perawat perlu mengarahkan dan
memberikan alternatif agar klien dapat mengelola perasaannya.
5. Altruisme
Altruisme merupakan tindakan sukarela untuk membantu orang
lain tanpa pamrih atau mengharapkan imbalan dari orang lain. Altruisme
memberikan perhatian penuh kepada klien, memberikan pertolongan
dengan segera pada saat klien tidak mampu melakukan suatu tindakan.
Altruisme merupakan lawan dari egoisme. Perawat yang mempunyai
karakter altruisme akan merasakan kepuasaan pribadi dalam melakukan
setiap asuhan keperawatan kepada kliennya. perawat yang memiliki jiwa
altruisme akan mampu menjawab pertanyaan “kenapa saya ingin
membantu orang lain?”. Altruisme terbentuk jika ada ketertarikan untuk
18
membantu orang lain karena didasari cinta dan kemanusiaan. Ada 3 ciri-ciri
altruisme, yaitu :
1. Empati, yaitu kemampuan untuk merasakan perasaan yang dialami
orang lain tanpa berlarut didalamnya.
2. Keinginan memberi, dengan maksud memenuhi kebutuhan orang lain.
3. Sukarela, apa yang diberikan itu semata-mata untuk orang lain, tidak
ada niat untuk mendapatkan imbalan atas jasa yang diberikan.
Perilaku altruisme menurut teori Myers
1. Memberikan perhatian terhadap orang lain. Membantu orang lain karena atas dasar
kasih sayang, pengabdian, kesetiaan yang diberikan tanpa adanya keinginan untuk
mendapatkan balasan dari orang lain.
2. Membantu orang lain. Membantu orang lain atas dasar keinginan yang
tulus dan dari hati nurani tanpa adanya paksaan dan pengaruh dari orang lain.
1. Teori Evolusi
Menurut teori ini, bahwa inti dari kehidupan adalah kelangsungan hidup
gen. Gen dalam diri manusia mendorong manusia untuk memaksimalkan
kesempatan suatu gen untuk tetap bertahan.
2. Teori Belajar
Ada dua teori belajar yang menggambarkan tingkah laku menolong yaitu :
1) Teori belajar sosial, yaitu tingkah laku manusia dijelaskan sebagai hasil dari
proses belajar dengan lingkungannya.
2) Teori pertukaran sosial, interaksi sosial terjadi bergantung pada untung dan rugi
yang terjadi. Tingkah laku menolong juga bisa terjadi semata-mata karena hanya
ingin menutupi kepentingan seseorang. Misalnya memberi sedekah kepada
pengemis agar bisa dilihat sebagai seorang yang dermawan.
3. Teori Empati
19
Empati merupakan komponen yang komplek, meliputi komponen kognitif
dan afektif. Komponen kognitif artinya individu tersebut mampu
memahami apa yang orang lain rasakan beserta alasannya, sedangkan
komponen afektif artinya individu tersebut dapat merasakan apa yang
orang lain rasakan.
4. Teori Perkembangan Kognisi Sosial
Ada dua bentuk norma sosial yang mendasari seseorang untuk melakukan tingkah
laku menolong, yaitu norma timbal balik dan norma tanggung jawab sosial. Norma
timbal balik berlaku untuk hubungan sosial yang bersifat setara, sedangkan norma
tanggung jawab sosial memotivasi seseorang untuk memberikan bantuannya kepada
orang yang lebih lemah dari dirinya.
20
E. Strategi pelaksanaan komunikasi teraupetik
1. Tahap Persiapan/Pra-interaksi
2. Tahap Perkenalan/Orientasi
21
Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan klien
dilakukan. Tujuan dalam tahap ini adalah memvalidasi keakuratan data dan
rencana yang telah dibuat sesuai dengan keadaan klien saat ini, serta
mengevaluasi hasil tindakan yang telah lalu (Stuart. G. W, 2009). Tugas perawat
dalam tahapan ini adalah:
Sangat penting bagi perawat untuk melaksanakan tahapan ini dengan baik
karena tahapan ini merupakan dasar bagi hubungan terapeutik antara perawat
dan klien.
3. Tahap Kerja
22
memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu
perawat dan klien memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray, B. & Judith, P,
2011 dalam Suryani, 2010). Dengan dilakukannya penarikan kesimpulan oleh
perawat maka klien dapat merasakan bahwa keseluruhan pesan atau perasaan
yang telah disampaikannya diterima dengan baik dan benar-benar dipahami oleh
perawat.
4. Tahap Terminasi
c. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindak lanjut
yang disepakati harus relevan dengan interaksi yang baru saja dilakukan atau
dengan interaksi yang akan dilakukan selanjutnya. Tindak lanjut dievaluasi
dalam tahap orientasi pada pertemuan berikutnya.
23
kepercayaan klien terhadap kapasitas dan kemampuan perawat akan terjaga.
Keluhan yang disampaikan menjadi lengkap dan lebih rinci, serta sistematis
sehingga memudahkan perawat mengelompokkan data sebagai sarana untuk
menentukan diagnosis keperawatan, baik yang aktual maupun potensial.
Mendengarkan keluhan klien dengan pebuh perhatian akan menciptakan kondisi
keterlibatan emosional yang maksimal dalam situasi hubungan interpersonal
antara klien dan perawat. Klien dengan bebas menjelaskan menceritakan situasi
hubungan interpersonal antara klien dan perawat. Klien dengan bebas
menjelaskan dan menceritakan situasi yang dialami akibat adanya penyakit yang
diderita. Berikut beberapa sikap untuk menunjukan cara mendengarkan dengan
penuh perhatian.
e. Sikap tubuh yang menunjukan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau
tangan.
24
j. Memperhatikan dan mendengarkan apa-apa yang tidak terucap oleh klien yang
menggambarkan sesuatu yang sulit dan menyakitkan klien.
2. Menunjukan penerimaan
25
terbuka adalah tidak mengintrogasi atau menyidik, serta jawabanya tidak
mengesankan yes or no question , akan tetapi memberikan peluang bagi klien
untuk mengekspresikan keluhannya tanpa adanya tekanan dari luar sehingga
data yang didapatkan merupakan data teraupetik.
5. Klarifikasi
“apa yang anda katakan tadi adalah anda tidak yakin mengerti dengan apa yang
saya ucapkan”
6. Memfokuskan
26
menyimpang dari topik pembicaraan dan tujuan komunikasi. Memfokuskan
dalam rangka mempersempit pembicaraan yang tertuju pada topik pembicaraan
saja dan tidak melebar dengan prinsip bekerja sampai tuntas atau membicarakan
sesuatu sampai tuntas mengingat yang dikerjakan perawat dipelayanan cukup
menyita waktu dan perhatian yang serius. Teknik memfokuskan ini merupakan
prinsip utama apabila kita ingin mendapatkan pembicaraan yang serius dengan
tingkat pemaknaan yang kuat.
8. Menawarkan informasi
27
pendidikan kesehatan bagi klien. Selain itu, tindakan ini menambah rasa percaya
klien terhadap perawat, karena perawat terkesan menguasai masalah yang
dihadapi klien. Sebaliknya, jika perawat menahan informasi klien
membutuhkan, akan membuat klien tidak percaya kepada perawat. Untuk itu
perawat harus mampu menguasai ilmu pengetahuan yang memadai tentang
masalah yang dihadapi klien sebagai bekal dalam memberikan pelayanan
keperawatan. Apabila ada informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat perlu
mengklarifikasi alasannya, apabila ada informasi yang ditutupi oleh dokter,
perawat perlu mengklarifikasi alsannya. Perawat tidak boleh memberikan
nasihat kepada klien ketika memberikan informasi, tetapi memfasilitasi klien
untuk membuat keputusan.
9. Diam
d. Bosan
28
f. Seseorang tidak dapat berpikir atau tidak mampu menangkap pembicaraan.
10. Meringkas
Penguatan positif atas hal-hal yang mampu dilakukan klien dengan baik dan
benar merupakanbantuk pemberian penghargaan. Upaya yang dilakukan dalam
pemberian penguatan positif bertujuan untuk meningkatkan motivasi kepada
klien untuk berbuat yang lebih baik lagi. Jadi bisa diakatakn bahwa penguatan
positif merupakan motif atau bentuk dorongan kepada klien dengan cara
membanggakan diri klien agar mampu memacu semangat dalam penerimaan diri
untuk berbuat dan berperilaku yang lebih baik lagi.
Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang
lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Menawarkan
diri merupakan kegiatan untuk memberikan respon agar seseorang menyadari
perilakunya yang merugikan baik dirinya maupun orang lain tanpa ada rasa
bermusuhan. Sering kali perawat hanya menawarkan kehadirannya, rasa tertarik,
29
teknik komunikasi ini harus dilakukan tanpa pamrih. Contoh : “ saya ingin anda
merasa tenang dan nyaman”.
Contoh :
Contoh :
“.….teruskan…”
“.….dan kemudian…”
15. Menempatkan kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk
melihatnya dalam suatu perspektif
Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat dan
klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif. Kelanjutan dari suatu kejadian
30
secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk melihat kejadian
berikutnya sebagai akibat kejadian yang pertama. Perawat akan dapat
menentukan pola kesukaran interpersonal dan memberikan data tentang
pengalaman yang memuaskan dan berarti bagi klien dalam memenuhi
kebutuhannya.
Contoh :
Contoh :
17. Refleksi
31
G. Hambatan Dalam Komununikasin Teraeupetik
1. Resistensi
2. Transferensi
3. Kontertransferensi .
Resisten
Resisten adalah upaya pasien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab
ansietas yang dialaminya.Resisten merupakan keengganan alamiah dan
penghindaran yang dipelajari untuk mengungkapkan atau bahkan
mengalami aspek yang bermasalah pada diri seseorang.Sikap ambivalen
terhadap eksplorasi diri,yang didalamnya pasien menghargai juag
menghindari pengalaman yang menimbulkan ansietas,merupakan bagian
normal proses terapeutik.Resisten utama seringkali merupakan akibat dari
ketidaksediaan pasien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah
dirasakan.Perilaku resistens biasanya diperlihatkan oleh pasien selama
fase kerja karena fase ini memuat sebagian besar proses penyelesaian
masalah.
32
masalahnya;tidak menepati janji pertemuan atau dating terlambat untuk
suatu sesi,lupa,diam atau mengantuk
f. Prilaku amuk atau tidak rasional
g. Pembicaraan yang superficial
h. Pemahamn intelektual yag didalamnya pasien mengungkapkan
pemahamn dirinya dengan menggunakan istilah yang tepat namun tetap
berperilaku maladaptive,atau menggunakan mekanisme pertahanan
intelektualisasi tanpa diikuti pemahaman
i. Muak terhadap normalitas yang terlihat ketika pasien telah memiliki
pemahaman tetapi menolak memikul tanggung jawab untuk berubah
dengan alasannya bahwa normalitas adalah hal yang tidak penting
j. Reaksi transferens
Transferens
Kontertransferens
33
terkait denga isu isu seperti otoritas,keasertifan,gender dan
kemandirian.Reaksi Kontertransferens biasanya berbentuk salah satu dari
3 jenis,yaitureaksi,mencintai,atau perhatian berlebihan,reaksi sangat
bermusuhan atau membenci,dan reaksi sangat cemas,seringkali menjadi
responterhadap resistens pasien.
34
beberapa faktor dalam hambatan proses komunikasi terapeutik,yaitu;
Menurut Linda Carman Copel, banyak factor latar belakang klien yang
mempengaruhi proses komunikasi dan berdampak pada hasil interaksi
perawat-pasien.Beberapa factor yang paling umum adalah :
1. Budaya
2. Nilai (kepercayaan dan peraturan kehidupan masyarakat)
3. Status social
4. Keadaan emosinal(perasaan yang mempengaruhi pola komunikasi)
5. Orientasi spiritual
6. Pengalaman internal(seperti dampak biologis dan psikologis yaiyu
bagaimana seseorang menginterpretasikan situasi kehidupan)
7. Kejadian kejadian diluar individu
8. Sosialisasi keluarga mengenai komunikasi
9. Bentuk hubungan
10.Konteks hubungan saat ini
11.Isi pesan(seperti topic topic yang menimbulkan kepekaan dan
berdampak secara emosional)
BAB III
PENUTUP
35
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
36
Suryani. 2005. Komunikasi Terapeutik Teori Dan Praktik. Jakarta : EGC
http://creasoft.wordpress.com/2008/04/15/komunikasi- terapeutik.html
37