Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Komunikasi mempunyai banyak sekali makna dan sangat bergantung pada


konteks pada saat komunikasi dilakukan. Bagi beberapa orang,
komunikasi merupakan pertukaran informasi diantara dua orang atau
lebih, atau dengan kata lain; pertukaran ide atau pemikiran. Metodenya
antara lain: berbicara dan mendengarkan atau menulis dan membaca,
melukis, menari, bercerita dan lain sebagainya. Sehingga dapat dikatakan
bahwa segala bentuk upaya penyampaian pikiran kepada orang lain, tidak
hanya secara lisan (verbal) atau tulisan tetapi juga gerakan tubuh atau
gesture (non-verbal), adalah komunikasi.

Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena


merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses
keperawatan. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan
kemampuan khusus dan kepedulian. Perawat yang memiliki ketrampilan
berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan
rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal,
memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan
meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit, tetapi
yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan
pertolongan terhadap sesama manusia.

Komunikasi terapeutik merupakan suatu proses untuk membina hubungan


terapeutik antara perawat-klien dan kualitas asuhan keperawatan yang
diberikan perawat kepada klien. Kelemahan dalam berkomunikasi masih
menjadi masalah bagi perawat maupun klien karena proses keperawatan
tidak berjalan secara maksimal dan menyebabkan ketidaknyamanan pada
pasien.

Pria dan wanita memiliki gaya komunikasi yang berbeda secara unik.
Secara fisik antara pria dan wanita berbeda, pola asuh berbeda, gaya bicara
berbeda, bahkan intonasi suara pun berbeda. Pendidikan berpengaruh pada

1
pola pikir individu dan pola pikir individu berpengaruh terhadap perilaku
seseorang (Asmadi, 2008). Lama kerja berpengaruh terhadap perawat
dalam mengembangkan keterampilan komunikasi karena pengalaman
seumur hidup akan terus bertumbuh di sepanjang karir profesionalnya
(Sheldon, 2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Christy
(2015) melakukan survey pada 7 pasien di Ruang Inap Rumah Sakit
Sultan Mohammad Syarif Alkadrie. Sebanyak 2 orang pasien yaitu
sebanyak 28,5% mengatakan komunikasi yang dilakukan perawat sudah
baik, 4 orang yaitu sebnyak 57,1% mengatakan komunikasi perawat cukup
baik dan 1 orang yaitu sebanyak 14,2% mengatakan belum puas dengan
komunikasi oleh perawat. Sebanyak 2 orang pasien yaitu sebanyak 28,5%
mengatakan lebih senang dengan komunikasi yang dilakukan oleh perawat
wanita sedangkan lainnya mengataan tidak ada perbedaan.

Keterampilan berkomunikasi merupakan critical skill yang harus dimiliki


oleh perawat, karena komunikasi merupakan proses yang dinamis yang
digunakan untuk mengumpulkan data pengkajian, memberikan pendidikan
atau informasi kesehatan-mempengaruhi klien untuk mengaplikasikannya
dalam hidup, menunjukan caring, memberikan rasa nyaman,
menumbuhkan rasa percaya diri dan menghargai nilai-nilai klien. Sehingga
dapat juga disimpulkan bahwa dalam keperawatan, komunikasi merupakan
bagian integral dari asuhan keperawatan.

Dari uraian diatas padamakalah ini akan membahas tentang konsep dasar
komunikasi terapeuttik dalam keperawata.

B. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian komunikasi terapeutik.


2. Untuk mengetahui dan memahami prinsip dasar dalam komunikasi
terapeutik.
3. Untuk mengetahui dan memahami a helping relationship.
4. Untuk mengetahui dan memahami karakteristik seorang perawat.

2
5. Untuk mengetahui dan memahami strategi pelaksanaan komunikasi
terapeutik.
6. Untuk mengetahui dan memahami teknik komunikasi terapeutik.
7. Untuk mengetahui dan memahami hambatan dalam komunikasi
terapeutik.

C. Manfaat Penulisan

1. Bagi Mahasiswa
Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan serta kemampuan
mahasiswa tentang konsep dasar komunikasi terapeutik dalam
keperawatan.

2. Bagi Institusi Pendidikan


Sebagai sumber bacaan dan acuan dalam kegiatan proses belajar
mengajar tentang konsep dasar komunikasi terapeutik dalam
keperawatan.

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Komunikasi Terapeutik

Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi


terapeutik, dalam

hal ini komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat
melakukan intervensi keperawatan harus mampu memberikan khasiat
therapi bagi proses penyembuhan pasien. Oleh karenanya seorang

3
perawat harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif
komunikasi terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat
dipenuhi. Northouse (1998) mendefinisikan komunikasi terapeutik
sebagai kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu klien
beradaptasi untuk stres, mengatasi gangguan psikologis dan belajar
bagaimana berhubungan dengan orang lain. Stuart G.W (1998)
menyatakan bahwa komunikasi terapeutik merupakan hubungan
personal antara perawa dan klien, dalam hubungan ini perawat dan
klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka
memperbaiki pengalaman emosional klien. S.Sundeen (1990)
menyatakan bahwa hubungan terapeutik adalah hubungan kerja sama
yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran, dan
pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik.
Indrawati (2003) mengemukakan bahwa komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya
dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik termasuk
komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan
pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan
komunikasi in adalah adanya saling membutuhan antara perawat dan
pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di
antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima
bantuan. Sedangkan Arwana (2003) menyatakan bahwa komunikasi
terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus
direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan profesional. Akan
tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian
melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan
masalahnya.

4
Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa
komunikasi terpeutik adalah komunikasi yang memiliki makna
terapeutik bagi klien dan dilakukan oleh perawat untuk membantu
klien mencapai kembali kondisi yang adaptif dan pootif

B. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik meningkatkan pemahaman dan membantu


terbentuknya hubungan yang konstruktif meningkatkan pemahaman
dan membantu terbentuknya hubungan yang konstruktif diantar
perawat klien. Tidak seperti komunikasi sosial, komunikasi ini
mempunyai tujuan untuk membantu klien mencapai suatu tujuan
dalam asuhan keperawatan. Oleh karena itu sangat penting bagi
perawat untuk memahami prinsip dasar komunikasi terapeutik berikut
ini :

1. Hubungan perawat dan klien adalah hubungan terapeutik yang


saling menguntungkan, didasarkan pada prinsip ‘humanity of
nurses and clients’
2. Perawat harus menghargai keunikan klien, menghargai perbedaan
karakter, memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat
perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan keunikan setiap
.individu.
3. Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri
pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus
mampu menjaga harga dininya dan harga diri klien.
4. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling
percaya (trust) harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali
permasalahan dan memberikan alternatif pemecahan masalah
(Stuart,1998). Hubungan saling percaya antara perawat dan klien
adalah kunci dan komunikasi terapeutik.

5
5. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti memahami
dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
6. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling
percaya dan saling menghargai.
7. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh klien.
8. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik
maupun mental.
9. Perawat haruis menciptakan suasana yang memungkinkan pasien
memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun
tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat
memecahkan masalah – masalah yang dihadapi
10. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap
untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah,
keberhasilan maupun fungsi. sehingga tumbuh makin matang dan
dapat memecahkan masalah – masalah yang dihadapi.

C. Hubungan Perawat dan Klien/Helping Relationship

Salah satu karakteristik dasar dan komunikasi yaitu ketika


seseorang melakukan komunikasi terhadap orang lain maka akan
tercipta suatu hubungan diantara keduanya, selain itu komunikasi
bersifat resiprokal dan berkelanjutan. Hal inilah yang pada akhirnya
membentuk suatu hubungan ‘helping relationship’. Helping
relationship adalah hubungan yang terjadi diantara dua (atau lebih)
individu maupun kelompok yang saling memberikan dan menerima
bantuan atau dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya
sepanjang kehidupan. Pada konteks keperawatan hubungan yang
dimaksud adalah hubungan antara perawat dan klien. Ketika hubungan
antara perawat dan Klien terjadi, perawat sebagai penolong (helper)
membantu klien sebagai orang yang membutuhkan pertolongan, untuk
mencapai tujuan yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar manusia klien.

6
Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998), ada beberapa karakteristik
seorang helper (perawat) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya
hubungan yang terapeutik, yaitu:

1. Kejujuran

Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil


bisa terbina hubungan saling percaya. Seseorang akan menaruh
rasa percaya pada lawan

bicara yang terbuka dan mempunyai respons yang tidak dibuat-


buat, sebaliknya ia akan berhati-hati pada lawan bicara yang
terlalu halus sehingga sering menyembunyikan isi hatinya yang
sebenarnya dengan kata-kata atau sikapnya yang tidak jujur
(Rahmat, J.,1996 dalam Suryani,2005).).

Sangat penting bagi perawat untuk menjaga kejujuran saat


berkomunikasi dengan klien, karena apabila hal tersebut tidak
dilakukan maka klien akan menarik diri, merasa dibohongi,
membenci perawat atau bisa juga berpura-pura patuh terhadap
perawat.

2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif

Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya


menggunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh klien dan tidak
menggunakan kalimat yang berbelit-belit. Komunikasi nonverbal
perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan verbalnya karena
ketidaksesuaian akan menimbulkan kebingungan bagi klien.

3. Bersikap positif

Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan


lewat komunikasi nonverbal sangat penting baik dalam membina
hubungan saling percaya maupun dalam membuat rencana
tindakan bersama klien. Bersikap positif ditunjukkan dengan

7
bersikap hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien.
Untuk mencapai kehangatan dan ketulusan dalam hubungan yang
terapeutik tidak memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan
tertentu diantara perawat dan klien akan tetapi penciptaan suasana
yang dapat membuat klien merasa aman dan diterima dalam
mengungkapkan perasaan dan pikirannya (Burnard,P dan Morrison
P,1991 dalam Suryani,2005).

4. Empati bukan simpati

Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena


dengan sikap diri perawat akan mampu merasakan dan
memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan
dipikirkan klien (Brammer, 1993 dalam Suryani,2005). Dengan
bersikap empati perawat dapat memberikan alternative pemecahan
masalah karena perawat tidak hanya merasakan permasalahan
klien tetapi juga tidak berlarut-larut dalam perasaan tersebut dan
untuk berupaya mencari penyelesaian masalah secara objektif.

5. Mampu melihat permasalahan dan kacamata klien

Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus


berorientasi pada klien (Taylor, Lilis dan Le Mone, 1993), oleh
karenanya perawat harus mampu untuk melihat permasalahan
yang sedang dihadapi klien dan sudut pandang klien. Untuk
mampu melakukan hal ini perawat harus memahami dan memiliki
kemampuan mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian.

Mendengarkan dengan penuh perbatian berarti mengabsorpsi isi


dan komunikasi (kata-kata dan perasaan) tanpa melakukan seleksi.
Pendengar (perawat) tidak sekedar mendengarkan dan
menyampaikan respon yang di inginkan oleh pembicara (klien),
tetapi berfokus pada kebutuhan pembicara. Mendengarkan dengan
penuh perhatian menunjukkan sikap caring sehingga memotivasi
klien untuk berbicara atau menyampaikan perasaannya.

8
6. Menerima klien apa adanya

Seorang helper yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima


klien apa adanya. Jika seseorang merasa diterima maka dia akan
merasa aman dalam menjalin hubungan interpersonal (Sullivan,
1971 dalam Antai Ontong, 1995 dalam Suryani, 2005). Nilai yang
diyakini atau diterapkan oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat
diterapkan pada klien, apabila hal ini terjadi maka perawat tidak
menunjukkan sikap menerima klien apa adanya.

7. Sensitif terhadap perasaan klien

Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk


dapat menciptakan hubungan terapeutik yang baik dan efektif
dengan klien. Dengan bersikap sensitif terhadap perasaan klien
perawat dapat terhindar dan berkata atau melakukan hal-hal yang
menyinggung privasi ataupun perasaan klien.

8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat
sendiri Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien
sebagai individu yang ada pada saat mi, bukan atas masa lalunya,
demikian pula terhadap dininya sendiri.

9
D. Karakteristik Perawat : Self Awareness
Kunci dalam membina hubungan terapeutik adalah perawat
menggunakan diri sendiri secara terapeutik. Oleh karena itu, dalam
membina hubungan terapeutik seorang perawat harus memiliki kualitas
diri yang bagus. Kualitas diri yang harus dimiliki oleh perawat untuk
membina hubungan terapeutik sebagai berikut (Stuart, 2009) :

1. Kesadaran Diri (Awareness Of Self)


Perawat sebagai penolong harus mampu menjawab pertanyaan “siapakah
saya?”, “perawat seperti apakah saya ini?”. Perawat memperhatikan kebutuhan
biologis, psikologis, dan sosial-kultural klien dari sudut pandang klien. Perawat
harus belajar untuk menghadapi kecemasan, kemarahan, kesedihan, dan
kegembiraan yang mungkin terjadi pada klien dalam menghadapi masalah
kesehatannya. Perawat harus mampu memahami perasaan, perilaku, dan pikiran
secara peribadi maupun sebagai pemberi asuhan keperawatan.
Kemampuan self-awareness yang dimiliki oleh perawat dapat membuat
perawat menghargai perbedaan pemikiran, keunikan klien, dan menghargai pendapat
orang lain. Perawat harus mampu menilai perasaan, tindakan, dan reaksinya.
Campbell (1980) mengidentifikasi self awareness dalam model keperawatan holistik
yang terdiri dari 4 komponen yang saling berhubungan yaitu,
a. Psikologis, yang berarti mengetahui emosi, motivasi, konsep diri, dan
kepribadian. Menyadari aspek psikologis berarti peka terhadap
perasaan dan kejadian diluar yang memengaruhi perasaan tersebut.
b. Fisik, yang berarti mengetahui fisik diri sendiri dan secara umum seperti sensasi
tubuh, gambaran diri (citra diri), dan potensi diri.
c. Lingkungan, terdiri dari sosiokultural lingkungan, hubungan dengan orang lain, dan
mengetahui hubungan antara manusia dengan alam.
d. Filosopi, artinya merasakan makna hidup. Filosopi pribadi tentang hidup dan mati
disini maksudnya bukan dalam artian spiritual, namun lebih kepada tanggung jawab
dan etika dalam berperilaku.

10
Gambaran kesadaran diri ditunjukkan oleh Johari Window yang terdiri dari
4 kuadran dimana setiap kuadran menggambarkan perasaan, tingkah laku, dan
pikiran seseorang. Perubahan pada satu kuadran mempengaruhi kuadran yang lain.

Kuadran I Kuadran II
The open self The blind self
Kuadran III Kuadran IV
The hidden self The unknown self

1. Kuadran I adalah diri yang terbuka yang berarti diketahui oleh diri dan orang lain.
Informasi, tingkah laku, sikap, perasaan, hasrat, motivasi, dan ide. Diri yang terbuka
diperlukan dalam komunikasi sehingga ada perasaan saling mengerti dan memahami
satu sama lain. Daerah terbuka masing-masing individu akan berbeda besarnya
tergantung dengan siapa lawan kita berkomunikasi. Ada orang yang membuat kita
merasa nyaman dan mendukung kita terhadap mereka, kita membuka diri kita lebar-
lebar. Terhadap orang yang lain kita lebih suka menutup sebagian besar diri kita.
Komunikasi bergantung pada sejauh mana kita membuka diri kepada kita sendiri.
Jika kita tidak membiarkan orang lain mengenal kita, maka komunikasi menjadi
sangat sukar. Kita dapat berkomunikasi secara bermakna hanya bila kita saling
mengenal dan juga mengenal diri sendiri. Perubahan pada daerah terbuka akan
mengakibatkan perubahan pada kuadran yang lain. Bayangkanlah sebuah jendela
yang besarnya tetap. Jika salah satu kotak menjadi lebih kecil, kotak lain akan
menjadi lebih besar. Begitu juga, jika salah satu kotak menjadi lebih besar, kotak
lain pasti menjadi lebih kecil.

2. Kuadran II adalah diri yang buta yang berarti seluruh hal mengenai diri kita yang
orang lain ketahui namun cenderung kita abaikan. Mulai dari kebiasaan sepele
sampai hal penting. Ini dapat berupa kebiasaan-kebiasaan kecil mengatakan “tahu
kan” atau memegang hidung bila sedang marah atau hal-hal lain yang lebih berarti
seperti sikap defensif, atau pengalaman terpendam. Sebagian orang mempunyai
daerah buta yang luas dan tidak menyadari berbagai kekeliruan yang
dibuatnya. Umumnya banyak orang bersedia mendengar tentang diri
mereka, tetapi baru saja komentar negatif muncul, mereka bersikap
membela diri. Komunikasi menuntut keterbukaan pihak-pihak yang
terlibat. Bila ada daerah buta, maka komunikasi menjadi sulit. Tetapi,

11
daerah seperti ini akan selalu ada pada diri kita masing-masing. Walaupun
kita mungkin dapat mengecilkan daerah ini, namun menghilangkannya
sama sekali tidaklah mungkin.
3. Kuadran III adalah diri yang tersembunyi, artinya segala hal yang kita
ketahui tentang diri kita namun tidak terlihat bagi orang lain. Semua hal
yang diketahui tentang diri sendiri atau tentang orang lain tetapi disimpan
hanya untuk dirinya sendiri. Ini adalah daerah tempat manusia
menghasilkan segala sesuatu tentang dirinya sendiri dan tentang orang
lain. Pada kuadran ini dapat menghasilkan pribadi terlalu terbuka
(overdisclosers) dan pribadi yang terlalu tertutup (underdisclosers).
pribadi yang terlalu terbuka menceritakan segalanya. Mereka tidak
menyimpan rahasia tentang diri sendiri dan tentang orang lain. Mereka
dapat menceritakan kepada orang lain tentang kehidupan keluarga nya,
masalah seksual, masalah perkawinan, keadaan keuangan, tujuan,
kesuksesan dan kegagalan, dan segala hal mengenai dirinya.
Kelemahannya orang yang terlalu terbuka ini adalah tidak bisa melihat
orang yang tepat untuk mengungkapkan perasaan, pikiran atau perilaku
nya sehingga dapat menjadi masalah bagi dirinya. Selanjutnya individu
yang terlalu terbuka ini juga tidak bisa membedakan berbagai informasi
yang boleh mereka ungkapkan dan informasi yang seharusnya mereka
rahasiakan. Sedangkan, individu yang terlalu tertutup tidak mau
mengatakan apa-apa. Mereka cenderung berbicara tentang orang lain
tetapi tidak tentang dirinya sendiri. Hal ini dapat terjadi karena ada
perasaan takut ditolak atau tidak mau mempercayai orang lain.
Kebanyakan diri kita berada di antara kedua ekstrim ini. Kita
merahasiakan hal-hal tertentu dan kita membuka hal-hal yang lain; kita
terbuka kepada orang-orang tertentu dan kita tidak terbuka kepada orang
yang lain. Pada dasarnya, kita adalah orang-orang terbuka yang selektif.
4. Kuadran IV adalah diri yang tidak dikenal, artinya dirinya maupun orang lain tidak
mengetahui kebenaran yang ada mengenai dirinya. Ini adalah informasi yang

12
tenggelam di alam bawah sadar atau sesuatu yang lupa dari perhatian. Manusia
memperoleh gambaran mengenai daerah gelap ini dari sejumlah sumber. Adakalanya
daerah ini terungkap melalui perubahan temporer akibat minum obat, melalui
kondisi eksperimen khusus seperti hipnotis atau deprivasi sensori, atau melalui
berbagai tes proyektif atau mimpi. Eksplorasi daerah ini melalui interaksi yang
terbuka, jujur dan empati dengan rasa percaya dengan orang lain, orangtua, sahabat,
konselor, anak-anak, kekasih merupakan cara efektif untuk mendapatkan gambaran.
Ada 3 prinsip yang dapat membantu menjelaskan tentang fungsi diri (Stuart, 2009) :

1 a. Perubahan satu kuadaran akan mempengaruhi kuadran yang lain.


2 b. Semakin kecil kuadran I, maka semakin buruk komunikasi yang terjadi.
0 c.Memahami hubungan interpersonal berarti perubahan telah terjadi,
0 sehingga kuadran 1 lebih besar dari kuadran yang lain.
Cara meningkatkan kesadaran diri (Stuart, 2009):
1 a. Bertanya pada diri sendiri, dengan bertanya “siapakah saya?”, mencari
0 tau kelemahan dan kemampuan diri, mimpi serta target perbaikan diri.
3 b. Mendengarkan orang lain, dengan membiarkan orang menilai tentang
4 diri kita sehingga kita mendapatkan feedback dari orang lain.
5 c.Aktif mencari informasi mengenai diri sendiri. Misalnya dengan
6 memaknai peristiwa yang terjadi untuk memperoleh informasi diri.
7 d. Melihat sisi diri yang berbeda, yaitu dengan melihat diri dari kacamata
8 orang lain.
9 e. Meningkatkan keterbukaan diri, dengan memaknai setiap interaksi yang
10 diperoleh.
11
2. Klarifikasi Nilai
Klarifikasi nilai merupakan suatu metode dimana seseorang dapat
menemukan nilai-nilai dengan mengkaji, mengeksplorasi, dan
menentukan nilai-nilai pribadi serta bagaimana nilai-nilai tersebut
digunakan dalam mengambil keputusan. Klarifikasi nilai penting untuk
mengetahui berapa banyak nilai yang kita miliki dan apakah nilai-nilai
tersebut dapat kita jadikan prinsip hidup. Klarifikasi nilai juga penting

13
untuk mengambil keputusan dalam melakukan tindakan keperawatan
pada klien. Perawat yang sadar terhadap nilainya, maka akan lebih
sensitif dalam melakukan tindakan. Langkah-langkah proses klarifikasi nilai
(Stuart, 2009) :
a. Memilih (choosing): kebebasan untuk memilih dari beberapa alternatif setelah
memperlihatkan secara teliti konsekuensi-konsekuensi dari setiap alternatif.
b. Memberikan penghargaan (prizing): memberikan penghargaan dan merasa gembira
dengan pilihannya. Keinginan untuk mempertahankan pilihan didepan umum.
c. Tindakan (acting): mengerjakan sesuatu dengan pilihannya dan mengulanginya pada
beberapa pola kehidupan yang lain.

3. Mengungkapkan Perasaan
Eksplorasi perasaan merupakan hal yang perlu dilakukan agar
perawat terbuka dan sadar terhadap perasaannya sehingga ia dapat
mengontrol perasaannya. Individu yang tidak mampu mengungkapkan
perasaannya dapat merusak interaksinya dengan orang lain. Analisa diri
perawat adalah kemampuan perawat dalam menilai aspek-aspek yang
dimiliki dalam dirinya agar dapat melakukan kemampuan diri secara
terapeutik kepada klien. Salah satu aspek analisa kesadaran diri perawat
dalam komunikasi terapeutik adalah eksplorasi perasaan.
Eksplorasi adalah tehnik untuk menggali perasaan ,pikiran dan
pengalaman klien. Hal ini penting dilakukan karena banyak klien
menyimpan rahasia batin, menutup diri atau tidak mampu mengemukakan
pendapatnya. Dengan tehnik ini memungkinkan klien untuk bebas
berbicara tanpa rasa takut, tertekan dan terancam. Eksplorasi bertujuan
untuk mencari atau menggali lebih jauh atau lebih dalam masalah yang
dialami klien. Tehnik ini bermamfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan
gambaran yang detail tentang masalah yang dialami klien. Agar perawat
dapat berperan efektif dan terapeutik, ia harus menganalisa dirinya
melalui eksplorasi perasaan. Seluruh prilaku dan pesan yang disampaikan
perawat (verbal dan non verbal ) hendaknya bertujuan terapeutik untuk

14
klien. dengan mengenal dan menerima diri sendiri, perawat akan mampu
mengenal dan menerima keunikan klien.analisa hubungan intim yang
terapeutik antara perawat klien perlu dilakukan untuk evaluasi
perkembangan huibungan dan menentukan tehnik dan keterampilan yang
tepat dalam setiap tahap untuk mengatasi masalah klien dengan prinsip
disini dan saat ini ( here and now ).
Eksplorasi perasaan yaitu mengkaji atau menggali perasaan-
perasaan yang muncul sebelum dan sesudah berinteraksi dengan orang
lain, dimana eksplorasi perasaan membantu seseorang untuk
mempersiapkan objektif secara komplit dan sikap yang sangat
berpengaruh.ini menggambarkan tentang ketidakbenaran. Objektif yang
komplit dan sikap yang sangat berpengaruh dijabarkan sebagai seseorang
adalah tidak responsif, kesalahan, mudah ditemui, tidak mengenai orang
tertentu dimana mutu hubungan terapeutik perawat sangat terbuka, sadar
dan kontrol diri, akal, perasaan dimana dapat membantu pasien.
Sebagai perawat, kita perlu terbuka dan sadar terhadap perasaan
kita dan mengontrolnya agar kita dapat menggunakan diri kita secara
terapeutik. Jika perawat terbuka pada perasaannya maka ia akan
mendapatkan dua informasi penting, yaitu bagaimana responnya pada
klien dan bagaimana penampilannya pada klien sehingga pada saat
berbicara dengan klien, perawat harus menyadari responnya dan
mengontrol penampilannya.bagaimana perasaan perawat terhadap proses
interaksi berpengaruh terhadap respon dan penampilannya yang pada
akhirnya akan berpengaruh terhadap perasaan klien. Seorang perawat
yang merasa cemas pada saat interaksi akan tampak pada ekspresi wajah
dan prilakunya. Kecemasan perawat ini akan membuat klien merasa tidak
nyaman dan karena adanya untuk pemindahan perasaan (transfer feeling)
mungkin klien juga akan menjadi cemas dan hal ini akan mempengaruhi
interaksi secara keseluruhan.

15
Perasaan perawat merupakan tujuan penting dalam membantu
pasien. perasaan merupakan tolak ukur untuk umpan balik dan hubungan
dengan orang lain,membantu orang lain.perawat akan menggunakan
perasaan-perasaanya, kurang memperhatikan kebutuhan pasien, tidak
menepati janji sehingga pasien mengalami kemunduran, distress sehingga
pasien tidak mau menemui, marah karena pasien banyak permintaan atau
manipulasi dan kekuatan karena pasien terlalu tergantung pada perawat.
Perawat harus terbuka akan perasaan pasien dan bagaimana perawat
mengerti akan pasien serta bagaimana pendekatan dengan pasien.
Perasaan perawat adalah petunjuk tentang kemungkinan nilai dari
masalah pasien.
Teknik Eksplorasi Perasaan

16
s

17
Tehnik ini tidak untuk membuat penilaian, namun sebagai upaya
individu atau klien untuk jujur dan berani mengungkapkan perasaannya,
dan ungkapan-ungkapan perasaan tersebut dapat mengidentifikasi apakah
perasaan klien positif atau negatif. Bila perasaan positif, maka perawat
perlu mendukung dan mengembangkan perasaan tersebut. Bila sebaliknya
perasaan negatif pada klien, maka perawat perlu mengarahkan dan
memberikan alternatif agar klien dapat mengelola perasaannya.

4. Berperan Sebagai Role Model


Berperan sebagai role model artinya menggunakan diri sebagai
alat melalui contoh yang ditampilkan oleh perawat. Perawat yang
memiliki kepribadian yang baik dapat melakukan tindakan secara
profesional maupun model yang baik bagi klien. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kekuatan model peran dalam membentuk perilaku
adaptif dan maladaptif. Jadi, perawat memiliki kewajibab untuk menjadi
model peran yang adaptif dan menumbuhkan perilaku produktif kepada
klien.

5. Altruisme
Altruisme merupakan tindakan sukarela untuk membantu orang
lain tanpa pamrih atau mengharapkan imbalan dari orang lain. Altruisme
memberikan perhatian penuh kepada klien, memberikan pertolongan
dengan segera pada saat klien tidak mampu melakukan suatu tindakan.
Altruisme merupakan lawan dari egoisme. Perawat yang mempunyai
karakter altruisme akan merasakan kepuasaan pribadi dalam melakukan
setiap asuhan keperawatan kepada kliennya. perawat yang memiliki jiwa
altruisme akan mampu menjawab pertanyaan “kenapa saya ingin
membantu orang lain?”. Altruisme terbentuk jika ada ketertarikan untuk

18
membantu orang lain karena didasari cinta dan kemanusiaan. Ada 3 ciri-ciri
altruisme, yaitu :
1. Empati, yaitu kemampuan untuk merasakan perasaan yang dialami
orang lain tanpa berlarut didalamnya.
2. Keinginan memberi, dengan maksud memenuhi kebutuhan orang lain.
3. Sukarela, apa yang diberikan itu semata-mata untuk orang lain, tidak
ada niat untuk mendapatkan imbalan atas jasa yang diberikan.
Perilaku altruisme menurut teori Myers

1. Memberikan perhatian terhadap orang lain. Membantu orang lain karena atas dasar
kasih sayang, pengabdian, kesetiaan yang diberikan tanpa adanya keinginan untuk
mendapatkan balasan dari orang lain.

2. Membantu orang lain. Membantu orang lain atas dasar keinginan yang
tulus dan dari hati nurani tanpa adanya paksaan dan pengaruh dari orang lain.

3. Meletakkan kepentingan orang lain diatas kepentingan diri sendiri. Dalam


membantu orang lain, segala kepentingan pribadi dikesampingkan dan lebih
mengutamakan kepentingan orang lain atau kepentingan umum.
Teori Altruisme :

1. Teori Evolusi

Menurut teori ini, bahwa inti dari kehidupan adalah kelangsungan hidup
gen. Gen dalam diri manusia mendorong manusia untuk memaksimalkan
kesempatan suatu gen untuk tetap bertahan.
2. Teori Belajar

Ada dua teori belajar yang menggambarkan tingkah laku menolong yaitu :
1) Teori belajar sosial, yaitu tingkah laku manusia dijelaskan sebagai hasil dari
proses belajar dengan lingkungannya.
2) Teori pertukaran sosial, interaksi sosial terjadi bergantung pada untung dan rugi
yang terjadi. Tingkah laku menolong juga bisa terjadi semata-mata karena hanya
ingin menutupi kepentingan seseorang. Misalnya memberi sedekah kepada
pengemis agar bisa dilihat sebagai seorang yang dermawan.

3. Teori Empati

19
Empati merupakan komponen yang komplek, meliputi komponen kognitif
dan afektif. Komponen kognitif artinya individu tersebut mampu
memahami apa yang orang lain rasakan beserta alasannya, sedangkan
komponen afektif artinya individu tersebut dapat merasakan apa yang
orang lain rasakan.
4. Teori Perkembangan Kognisi Sosial

Dalam merespon suatu situasi darurat, maka diperlukan sejumlah


informasi yang harus diproses dengan cepat sebelum seseorang
memutuskan untuk memberikan pertolongan. Dengan demikian, tindakan
menolong melibatkan proses kognitif seperti persepsi, penalaran,
pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan. Pendekatan kognisi
berfokus pada pemahaman yang mendasari suatu tingkah laku sosial.
5. Teori Norma Sosial

Ada dua bentuk norma sosial yang mendasari seseorang untuk melakukan tingkah
laku menolong, yaitu norma timbal balik dan norma tanggung jawab sosial. Norma
timbal balik berlaku untuk hubungan sosial yang bersifat setara, sedangkan norma
tanggung jawab sosial memotivasi seseorang untuk memberikan bantuannya kepada
orang yang lebih lemah dari dirinya.

6. Etik dan Bertanggung Jawab


Perawat sebagai profesi mempunyai kode etik dan tanggung jawab tertentu
yang menggambarkan nilai-nilai dalam melakukan asuhan keperawatan. Perawat
perlu memahami dan menggunakan kode etik pada setiap tugas-tugasnya.

20
E. Strategi pelaksanaan komunikasi teraupetik

Telah disebutkan sebelumnya bahwa komunikasi terapeutik merupakan


komunikasi yang terstruktur dan memiliki tahapan-tahapan. Stuart G. W, 2009
menjelaskan bahwa dalam prosesnya komunikasi terapeutik terbagi menjadi
empat tahapan yaitu tahap persiapan atau tahap pra-interaksi, tahap perkenalan
atau orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi.

1. Tahap Persiapan/Pra-interaksi

Dalam tahapan ini perawat menggali perasaan dan menilik dirinya


dengan cara mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini juga
perawat mencari informasi tentang klien sebagai lawan bicaranya. Setelah hal ini
dilakukan perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien.
Tahapan ini dilakukan oleh perawat dengan tujuan mengurangi rasa cemas atau
kecemasan yang mungkin dirasakan oleh perawat sebelum melakukan
komunikasi terapeutik dengan klien.

Kecemasan yang dialami seseorang dapat sangat mempengaruhi


interaksinya dengan orang lain (Ellis, Gates dan Kenworthy, 20011 dalam
Suryani, 2009). Hal ini disebabkan oleh adanya kesalahan dalam
menginterpretasikan apa yang diucapkan oleh lawan bicara. Pada saat perawat
merasa cemas, dia tidak akan mampu mendengarkan apa yang dikatakan oleh
klien dengan baik (Brammer, 2007 dalam Suryani, 2009) sehingga tidak mampu
melakukan active listening (mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian).
Tugas perawat dalam tahapan ini adalah:

a. Mengeksplorasi perasaan, mendefinisikan harapan dan mengidentifikasi


kecemasan

b. Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri.

c. Mengumpulkan data tentang klien.

d. Merencanakan pertemuan pertama dengan klien.

2. Tahap Perkenalan/Orientasi

21
Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan klien
dilakukan. Tujuan dalam tahap ini adalah memvalidasi keakuratan data dan
rencana yang telah dibuat sesuai dengan keadaan klien saat ini, serta
mengevaluasi hasil tindakan yang telah lalu (Stuart. G. W, 2009). Tugas perawat
dalam tahapan ini adalah:

a. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan dan komunikasi


terbuka.

b. Merumuskan kontrak (waktu, tempat pertemuan, dan topik pembicaraan)


bersama-sama dengan klien dan menjelaskan atau mengklarifikasi kembali
kontrak yang telah disepakati bersama.

c. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien yang


umumnya dilakukan dengan menggunakan teknik komunikasi pertanyaan
terbuka.

d. Merumuskan tujuan interaksi dengan klien.

Sangat penting bagi perawat untuk melaksanakan tahapan ini dengan baik
karena tahapan ini merupakan dasar bagi hubungan terapeutik antara perawat
dan klien.

3. Tahap Kerja

Tahap kerja merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik


(Stuart, G. W, 2009). Tahap kerja merupakan tahap yang terpanjang dalam
komunikasi terapeutik karena didalamnya perawat dituntut untuk membantu dan
mendukung klien untuk menyampaikan perasaan dan pikirannya dan kemudian
menganalisa respons ataupun pesan komunikasi verbal dan non verbal yang
disampaikan oleh klien. Dalam tahap ini pula perawat mendengarkan secara
aktif dan dengan penuh perhatian sehingga mampu membantu klien untuk
mendefinisikan masalah yang sedang dihadapi oleh klien, mencari penyelesaian
masalah dan mengevaluasinya.

Dibagian akhir tahap ini, perawat diharapkan mampu menyimpulkan


percakapannya dengan klien. Teknik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk

22
memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu
perawat dan klien memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray, B. & Judith, P,
2011 dalam Suryani, 2010). Dengan dilakukannya penarikan kesimpulan oleh
perawat maka klien dapat merasakan bahwa keseluruhan pesan atau perasaan
yang telah disampaikannya diterima dengan baik dan benar-benar dipahami oleh
perawat.

4. Tahap Terminasi

Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan klien. Tahap


terminasi dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart, G.
W, 2009). Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan
klien, setelah hal ini dilakukan perawat dan klien masih akan bertemu kembali
pada waktu yang berbeda sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati
bersama. Sedangkan terminasi akhir dilakukan oleh perawat setelah
menyelesaikan seluruh proses keperawatan. Tugas perawat dalam tahap ini
adalah:

a. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan (evaluasi


objektif). Brammer dan McDonald (2009) menyatakan bahwa meminta klien
untuk menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan merupakan sesuatu
yang sangat berguna pada tahap ini.

b. Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan perasaan klien setelah


berinteraksi dengan perawat.

c. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindak lanjut
yang disepakati harus relevan dengan interaksi yang baru saja dilakukan atau
dengan interaksi yang akan dilakukan selanjutnya. Tindak lanjut dievaluasi
dalam tahap orientasi pada pertemuan berikutnya.

F. Teknik komunikasi teraupetik

1. Mendengarkan dengan penuh perhatian

Kesan pertama ketika perawat mau mendengarkan keluhan klien dnegan


seksama adalah perawat akan memperhatikan klien. Dengan demikian,

23
kepercayaan klien terhadap kapasitas dan kemampuan perawat akan terjaga.
Keluhan yang disampaikan menjadi lengkap dan lebih rinci, serta sistematis
sehingga memudahkan perawat mengelompokkan data sebagai sarana untuk
menentukan diagnosis keperawatan, baik yang aktual maupun potensial.
Mendengarkan keluhan klien dengan pebuh perhatian akan menciptakan kondisi
keterlibatan emosional yang maksimal dalam situasi hubungan interpersonal
antara klien dan perawat. Klien dengan bebas menjelaskan menceritakan situasi
hubungan interpersonal antara klien dan perawat. Klien dengan bebas
menjelaskan dan menceritakan situasi yang dialami akibat adanya penyakit yang
diderita. Berikut beberapa sikap untuk menunjukan cara mendengarkan dengan
penuh perhatian.

a. Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan nonverbal bahwa perawat


perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien.

b. Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan upaya untuk menegrti


seluruh pesan verbal dan nonverbal yang sedang dikomunikasikan

c. Keterampilan mendengarkan dengan penuh perhatian adalah dengan


memandang klien ketika berbicara

d. Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan

e. Sikap tubuh yang menunjukan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau
tangan.

f. Hindarkan gerakan yang tidak perlu

g. Anggukkan kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan


umpan balik.

h. Meninggalkan emosi dan perasaan kita dengan cara menyisihkan perhatian,


ketakutan, maslah yang sedang kita hadapi

i. Mendengarkan dan memperhatikan intonasi kata yang diucapkan dan


menggambarkan sesuatu yang berlebihan

24
j. Memperhatikan dan mendengarkan apa-apa yang tidak terucap oleh klien yang
menggambarkan sesuatu yang sulit dan menyakitkan klien.

2. Menunjukan penerimaan

Menerima pasti menyetujui, sedangkan menyetujui belum tentu menerima.


Perilaku apa yang diatampilkan oleh klien dan keluhan apa saja yang
disampaikan klien merupakan masukan yang berharga bagi perawat, walaupun
kadang apa yang diucapkan tidak sesuai dengan penyakit yang diderita atau
tanda dan gejala masalah yang dihadapi klien. Perawat tidak perlu
menampakkan penolakan mauun keraguan terhadap apa yang disampaikan klien
yang membuat klien merasa tidak bebas dalam mengutarakannya. Semua ide
dan perasaan yang disampaikan oleh klien ditampung semua oleh perawata.
Selanjutnya, data tersebut perlu diverifikasi dan divalidasi apabila terdapat
informasi yang kurang mengena dan tidak sesuai sehingga didapatka kesimpulan
dalam menegakkan diagnosis keperawatan. Berikut ini menunkukkan sikap
perawat yang menunjukkan penerimaan.

a. Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan

b. Memberikan umpan balik verbal yang menampilkan pengertian

c. Memastikan bahwa isyarat non verbal cocok dengan komunikasi verbal.

d. Menghindarkan untuk berdebat, mengekspresikan keraguan, atau mencoba


untuk mengubah pikiran klien. Perawat dapat menggangukkan kepalanya atau
berkata “ya, saya mengikuti apa yang anda ucapkan”.

3. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan dengan pertanyaan terbuka

Tujuan perawat bertanya dengan pertanyaan terbuka (broad opening) adalah


untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai kondisi riil dari klien
dengan menggali penyebab klien mencari pertolongan atau penyebab klien
datang ke tempat pelayanan kesehatan. Diharapkan klien maupun keluarga
mempunyai inisiatif membuka diri dengan menyeleksi topik yang akan
dibicarakan secara berurutan dan sistematis penyebab klien dan keluarga datang
ketempat pelayanan kesehatan. Kesan yang didapatkan dengan pertanyaan

25
terbuka adalah tidak mengintrogasi atau menyidik, serta jawabanya tidak
mengesankan yes or no question , akan tetapi memberikan peluang bagi klien
untuk mengekspresikan keluhannya tanpa adanya tekanan dari luar sehingga
data yang didapatkan merupakan data teraupetik.

4. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri

Dengan mengulang kembali ucapan klien, harapan perawat adalah


memberikan perhatian terhadap apa yang telah diucapkan. Tujuan pengulangan
pikiran utama adalah memberikan penguatan dan memperjelas pada pokok
bahasan atau isi pesan yang telah disampaikan olehh klien sebagai umpan balik
sehingga klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan diperhatikan serta
mengharapkan komunikasi berlanjut. Hal ini dilakukan karena sering salah
persepsi terhadap perilaku klien atau apa yang diucapkan klien.

5. Klarifikasi

Apabila terjadi kesalahpahaman, perawat perlu menghentikan pembicaraan


untuk mengklarifikasi dengan menyamakan pengertian, maksud dan ruang
lingkup pembicaraan karena informasi, sangat penting dalam memberikan
pelayanan keperawatan. Geldard, D dalam Suryani (2006) berpendapat bahwa
klarifikasi adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran klien yang tidak jelas
atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya. Demonstrasi
terhadap apa yang telah dijelaskan merupakan bentuk klarifikasi terhadap apa
yang telah diucapkan. Contoh :

 “saya tidak yakin saya mengikuti apa yang anda katakan”

 “apa yang anda katakan tadi adalah anda tidak yakin mengerti dengan apa yang
saya ucapkan”

6. Memfokuskan

Metode ini dilakukan dengan tujuan mambatasi bahan pembicaraan


sehingga lebih spesifikasi dan dimnegerti. Materi yang akan disampaikan
ataupun yang akan didiskusikan mengerucut pada salah satu masalah saja, yang
penting adalah konsisten dan kontinu atau berkesinambungan, serta tidak

26
menyimpang dari topik pembicaraan dan tujuan komunikasi. Memfokuskan
dalam rangka mempersempit pembicaraan yang tertuju pada topik pembicaraan
saja dan tidak melebar dengan prinsip bekerja sampai tuntas atau membicarakan
sesuatu sampai tuntas mengingat yang dikerjakan perawat dipelayanan cukup
menyita waktu dan perhatian yang serius. Teknik memfokuskan ini merupakan
prinsip utama apabila kita ingin mendapatkan pembicaraan yang serius dengan
tingkat pemaknaan yang kuat.

7. Menyampaiakan hasil observasi

Stuart & Sundeen (1995 ) menganjurkan penyampaian hasil observasi


kepada klien apabila terdapat konflik antara verbal dan nonverbal klien, serta
tingkah laku verbal dan non verbal nyata dan tidak biasa ada pada klien.
Penyampaian hasil pengamatan kepada klien diharapkan dapat mengubah
perilaku yang merusak pada diri klien. Perawat menguraikan kesan yang
ditimbulkan oleh isyarat nonverbal klien. Penyampaian hasil pengamatan
perawat sering membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus bertambah
memfokuskan atau mengklarifikasi pesan. Contoh ;

 “anda tampak cemas…’

 “apakah anda merasa tida tenang apabila anda…..”

Ini berarti dalam menyampaikan hasil observasi tidak serta merta


menyampaikan hasil yang didapat saat melakukan observasi. Menyampaikan
hasil observasi diharapkan agar klien menyadari atas perilaku yang merusak
maupun perilaku yang tidak produktif sehingga menyampaikan hasil observasi
tidak bertujuan untuk memberikan penilaian, tetapi semata-mata mengharapkan
agar perilaku yang diperbuat itu disadari sebagai perilaku yang tidak
menguntungkan dalam kelangsungan proses penyembuhan penyakit dengan
memperhatikan perasaan dan konsep diri.

8. Menawarkan informasi

Tambahan informasi ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik bagi


klien terhadap keadaanya. Memberikan tambahan informasi merupakan

27
pendidikan kesehatan bagi klien. Selain itu, tindakan ini menambah rasa percaya
klien terhadap perawat, karena perawat terkesan menguasai masalah yang
dihadapi klien. Sebaliknya, jika perawat menahan informasi klien
membutuhkan, akan membuat klien tidak percaya kepada perawat. Untuk itu
perawat harus mampu menguasai ilmu pengetahuan yang memadai tentang
masalah yang dihadapi klien sebagai bekal dalam memberikan pelayanan
keperawatan. Apabila ada informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat perlu
mengklarifikasi alasannya, apabila ada informasi yang ditutupi oleh dokter,
perawat perlu mengklarifikasi alsannya. Perawat tidak boleh memberikan
nasihat kepada klien ketika memberikan informasi, tetapi memfasilitasi klien
untuk membuat keputusan.

9. Diam

Diam yang dilakukan perawat terhadap klien adalah bertujuan untuk


menunggu respon klien untuk mengungkapkan perasaanya. Teknik komunikasi
yang dilakukan perawat denga tidak bicara apapun merupakan teknik yang
memberikan kesempatan kepada klienuntuk mengorganisir dan menyusun
pikiran atau ide sebelum diungkapkan kepada perawat. Hal ini memungkinkan
klien mengekspresikan ide dan pikirannya dengan detail dan sistemastis.

Pengunaan metode diam memerlukan keterampilan dan ketepatan waktu


jika tidak maka akan menimbulkan perasaan tidak enak. Dalam konteks
komunikasi, diam yang dilakukan seseorang mengandung banyak arti dan
persepsi. Menurut Nurjannah, I ( 2001) diam diartikan dan dipersepsikan antara
lain sebagai berikut :

a. Seseorang telah mengerti

b. Marah dan frustasi, tetapi menolak untuk mengungkapakan

c. Kesediaan orang lain menanti

d. Bosan

e. Mendengarkan penuh perhatian

28
f. Seseorang tidak dapat berpikir atau tidak mampu menangkap pembicaraan.

10. Meringkas

Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan


secara singkat dalam rangka meningkatkan pemahaman. Meringkas berarti
mengindentifikasi poin-poin penting selama berdiskusi ataupun pembicaraan
sehingga di dalamnya sekaligus terjadi proses abstrasisasi dimana terdapat
kesimpulan atas diskusi maupun pembicaraan yang telah dilakukan sehingga ada
kesamaan ide dalam pikiran.

Meringkas berarti memberi kesempatan untuk mengklarifikasi komunikasi


agar sama dengan ide dalam pikiran. Metode ini bermanfaat untuk membantu
topik yang telah dibahas sebelum meneruskan pada pembicaraan selanjutnya.
Meringkas pembicaraan membantu perawat mengulang aspek penting dalam
interaksinya sehingga melanjutkan pembicaraan dengan topik yang berkaitan.
Contoh :” selama beberapa jam, anda dan saya telah membicarakan….”.

11. Memberikan penguatan

Penguatan positif atas hal-hal yang mampu dilakukan klien dengan baik dan
benar merupakanbantuk pemberian penghargaan. Upaya yang dilakukan dalam
pemberian penguatan positif bertujuan untuk meningkatkan motivasi kepada
klien untuk berbuat yang lebih baik lagi. Jadi bisa diakatakn bahwa penguatan
positif merupakan motif atau bentuk dorongan kepada klien dengan cara
membanggakan diri klien agar mampu memacu semangat dalam penerimaan diri
untuk berbuat dan berperilaku yang lebih baik lagi.

12. Menawarkan diri

Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang
lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Menawarkan
diri merupakan kegiatan untuk memberikan respon agar seseorang menyadari
perilakunya yang merugikan baik dirinya maupun orang lain tanpa ada rasa
bermusuhan. Sering kali perawat hanya menawarkan kehadirannya, rasa tertarik,

29
teknik komunikasi ini harus dilakukan tanpa pamrih. Contoh : “ saya ingin anda
merasa tenang dan nyaman”.

13. Memberi kesempatan klien untuk memulai pembicaraan

Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik


pembicaraan. Biarkan klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang
peranannya dalam interaksi ini. Perawat dapat menstimulasinya untuk
mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapkan untuk membuka
pembicaraan.

Contoh :

 “adakah sesuatau yang ingin anda biacarakan?”

 “apakah yang sedang anda pikirkan?”

 “darimana anda ingin mulai pembicaraan ini “

14. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan

Teknik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh


pembicaraan yang mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang
sedang dibicarakan dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya,
perawat lebih berusaha untuk menafsirkan daripada mengarahkan
diskusi/pembicaraan.

Contoh :

 “.….teruskan…”

 “.….dan kemudian…”

 “ceriatakan kepada saya tentang itu…”

15. Menempatkan kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk
melihatnya dalam suatu perspektif

Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat dan
klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif. Kelanjutan dari suatu kejadian

30
secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk melihat kejadian
berikutnya sebagai akibat kejadian yang pertama. Perawat akan dapat
menentukan pola kesukaran interpersonal dan memberikan data tentang
pengalaman yang memuaskan dan berarti bagi klien dalam memenuhi
kebutuhannya.

Contoh :

 “apakah yang terjadi sebelum dan sesudahnya?”

 “kapan kejadian tersebut terjadi?”

16. Menganjurkan klien untuk menguraikan persepsinya

Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segala


sesuatunya dari perspektif klien. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan
persepsinya kepada perawat. Ketika menceritakan pengalamannya, perawat
harus waspada akan timbulnya gejala ansietas.

Contoh :

 “ceritakan kepada saya bagaimana perasaan saudara ketika akan dioperasi.”

 “apa yang sedang terjadi?”

17. Refleksi

Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide serta


perasaanya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang
harus ia pikirkan, kerjakan, atau rasakan, maka perawat dapat menjawab :”
bagaimana menurutmu?” atau “bagaimana perasaanmu?”. dengan
mengembalikan pikiran dan perasaannya itu kepada dirinya sendiri, klien akan
berusaha untuk menilai apa yang sedang ia pikirkan, justru dia sendiri yang
menilai dan bukan orang lain.

31
G. Hambatan Dalam Komununikasin Teraeupetik

Hambatan kemajuan hubungan perawat-pasien terdiri atas tiga jenis


utama yaitu:

1. Resistensi
2. Transferensi
3. Kontertransferensi .

Resisten

Resisten adalah upaya pasien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab
ansietas yang dialaminya.Resisten merupakan keengganan alamiah dan
penghindaran yang dipelajari untuk mengungkapkan atau bahkan
mengalami aspek yang bermasalah pada diri seseorang.Sikap ambivalen
terhadap eksplorasi diri,yang didalamnya pasien menghargai juag
menghindari pengalaman yang menimbulkan ansietas,merupakan bagian
normal proses terapeutik.Resisten utama seringkali merupakan akibat dari
ketidaksediaan pasien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah
dirasakan.Perilaku resistens biasanya diperlihatkan oleh pasien selama
fase kerja karena fase ini memuat sebagian besar proses penyelesaian
masalah.

Bentuk Resistens yang diperlihatkan pasien :

a. Supresi dan represi informasi terkait


b. Intensifikasi gejala
c. Devaluasi diri dan pandangan keputusasaan tentang masa depan
d. Dorongan untuk sehat yang terjadi secara tiba-tiba tetapi hanya
kesembuhan yang bersifat sementara
e. Hambatan intelektual yang mungkin tampak ketika pasien mengatakan
bahwa ia tidak mempunyai pikiran apapun atau tidak mampu memikirkan

32
masalahnya;tidak menepati janji pertemuan atau dating terlambat untuk
suatu sesi,lupa,diam atau mengantuk
f. Prilaku amuk atau tidak rasional
g. Pembicaraan yang superficial
h. Pemahamn intelektual yag didalamnya pasien mengungkapkan
pemahamn dirinya dengan menggunakan istilah yang tepat namun tetap
berperilaku maladaptive,atau menggunakan mekanisme pertahanan
intelektualisasi tanpa diikuti pemahaman
i. Muak terhadap normalitas yang terlihat ketika pasien telah memiliki
pemahaman tetapi menolak memikul tanggung jawab untuk berubah
dengan alasannya bahwa normalitas adalah hal yang tidak penting
j. Reaksi transferens

Transferens

Transferens adalah respon tidak sadar yang didalamnya pasien mengalami


perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan
tokoh penting dalam kehidupan masa lalu pasien.istilah ini merujuk pada
sekelompok reaksi yang berupaya mengurangi atau menghilangkan
ansietas.Sifat yang paling menonjol dari transferens ketidak tepatan
respon pasien dalam hal intensitas dan penggunaan mekanisme
pertahanan yang maladaptive.Reaksi transferens membahayakan proses
terapeutik hanya bila hal ini tetap diabaikan dan tidak ditelaah oleh
perawat.Ada dua jenis yang utama,yaitu reaksi bermusuhan dan
tergantung.

Kontertransferens

Kontertransferens yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh


perawat,bukan oleh pasien. Kontertransferens merupakan respon
emosional spesifik oleh perawat terhadap pasien yang tidak sesuai dengan
intensitas emosi. Kontertransferens adalah transferens yang diterapkan
terhadap perawat.Respon perawat tidak dapat dibenarkan oleh
kenyataan,tetapilebih mencerminkan konflik terdahulu yang dialami

33
terkait denga isu isu seperti otoritas,keasertifan,gender dan
kemandirian.Reaksi Kontertransferens biasanya berbentuk salah satu dari
3 jenis,yaitureaksi,mencintai,atau perhatian berlebihan,reaksi sangat
bermusuhan atau membenci,dan reaksi sangat cemas,seringkali menjadi
responterhadap resistens pasien.

Beberapa bentuk Countertransfer yang diperlihatkan oleh perawat:

1. Kesulitan ber-empati terahadap pasien dalam area masalah tertentu


2. Perasaan tertekan setelah sesi
3. Kecerobohan dalam mengimplementasikan konrak seperti dating
terlambat,atau melampaui waktu yang telah ditentukan.
4. Mengantuk selama sesi
5. Perasaan marah atau tidak sabar karena ketidak inginan pasien untuk
berubah
6. Dorongan terhadap ketergantungan,pujian,atau afeksi pasien
7. Berdebat dengan pasien atau kecenderungan untuk memaksa pasien
sebelum ia siap
8. Mencoba untuk membantu pasien dalam segala hal yang tidak
berhubungandengan tujuan keperawatan yang telah diidentifikasi
9. Keterlibatan dengan pasien dalam tingkat personal atau social
10.Melamunkan atau preokupasi dengan pasien
11.Fantasi seksual atau aggressive dengan pasien
12.Perasaan ansietas,gelisah,atau perasaan bersalah terhadap pasien
terjadi berulangkali
13.Kecenderugan untuk berfokus hanya pada satu aspek informasi dari
pasien atau menganggap hal tersebut sebagai satu satunya cara
14.Kebutuhan untuk mempertahankanintrvensi keperawatan kepada
pasien

34
beberapa faktor dalam hambatan proses komunikasi terapeutik,yaitu;

Menurut Linda Carman Copel, banyak factor latar belakang klien yang
mempengaruhi proses komunikasi dan berdampak pada hasil interaksi
perawat-pasien.Beberapa factor yang paling umum adalah :

1. Budaya
2. Nilai (kepercayaan dan peraturan kehidupan masyarakat)
3. Status social
4. Keadaan emosinal(perasaan yang mempengaruhi pola komunikasi)
5. Orientasi spiritual
6. Pengalaman internal(seperti dampak biologis dan psikologis yaiyu
bagaimana seseorang menginterpretasikan situasi kehidupan)
7. Kejadian kejadian diluar individu
8. Sosialisasi keluarga mengenai komunikasi
9. Bentuk hubungan
10.Konteks hubungan saat ini
11.Isi pesan(seperti topic topic yang menimbulkan kepekaan dan
berdampak secara emosional)

BAB III
PENUTUP

35
A. Kesimpulan

Pada kenyataanya perawat di samping kodratnya sebagai mahluk individu dan


mahluk sosial , diapun sebagai mahluk profesi memerlukan tenaga skil di
bidangnya, khususnya di bidang keperawatan. Perawat harus mampu
menjalankan segala tahapan dalam komunikasi terapeutik yang meliputi tahap
awal, lanjutan dan terminasi. Mengingat teknologi kedokteran akhir-akhir ini
semakin pesat, senantiasa pula mempengaruhi perkembangan profesi
keperawatan itu sendiri. Perawat dituntut untuk lebih mengutamakan
pelayanan paripurna terhadap pasien, terutama dalam memenuhi kebutuhan
pasien . Hubungan yang baik ini akan lebih baik lagi bila perawat dapat
meningkatkan pengetahuannya dalam komunikasi khususnya komunikasi
terapeutik yang sesuai dengan tuntutan jaman.

B. Saran

Penulis menyarankan kepada pembaca supaya mempelajari dan menelaah


makalah ini sebagai referensi belajar. Untuk teman teman mahasiswa supaya
lebih giat belajar

DAFTAR PUSTAKA

Mundakir. 2006. Komunikasi Keperawatan. Jakarta : Graha Ilmu.

36
Suryani. 2005. Komunikasi Terapeutik Teori Dan Praktik. Jakarta : EGC

http://creasoft.wordpress.com/2008/04/15/komunikasi- terapeutik.html

Nasir, Abdul dkk. 2014. Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta : Medika


Salemba

37

Anda mungkin juga menyukai