Anda di halaman 1dari 14

KONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK/

A.DEFINISI KOMUNIKASI

Komunikasi mempunyai banyak sekali makna dan sangat bergantung pada konteks pada
saat komunikasi dilakukan. Bagi beberapa orang, komunikasi merupakan pertukaran informasi
diantara dua orang atau lebih, atau dengan kata lain; pertukaran ide atau pemikiran. Metodenya
antara lain: berbicara dan mendengarkan atau menulis dan membaca, melukis, menari, bercerita
dan lain sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa segala bentuk upaya penyampaian pikiran
kepada orang lain, tidak hanya secara lisan (verbal) atau tulisan tetapi juga gerakan tubuh atau
gesture (non-verbal), adalah komunikasi.

Komunikasi merupakan suatu proses karena melalui komunikasi seseorang


menyampaikan dan mendapatkan respon. Komunikasi dalam hal ini mempunyai dua tujuan,
yaitu: mempengaruhi orang lain dan untuk mendapatkan informasi. Akan tetapi, komunikasi
dapat digambarkan sebagai komunikasi yang memiliki kegunaan atau berguna (berbagi
informasi, pemikiran, perasaan) dan komunikasi yang tidak memiliki kegunaan atau tidak
berguna (menghambat/blok penyampaian informasi atau perasaan). Keterampilan berkomunikasi
merupakan keterampilan yang dimiliki oleh seseorang untuk membangun suatu hubungan, baik
itu hubungan yang kompleks maupun hubungan yang sederhana melalui sapaan atau hanya
sekedar senyuman. Pesan verbal dan non verbal yang dimiliki oleh seseorang menggambarkan
secara utuh dirinya, perasaannya dan apa yang ia sukai dan tidak sukai. Melalui komunikasi
seorang individu dapat bertahan hidup, membangun hubungan dan merasakan kebahagiaan.

B.DEFINISI KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik, dalam hal ini
komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi keperawatan
harus mampu memberikan khasiat therapi bagi proses penyembuhan pasien. Oleh karenanya
seorang perawat harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif komunikasi
terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat dipenuhi. Komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien (Depkes RI, 1997). Northouse (1998)
mendefinisikan komunikasi terapeutik sebagai kemampuan atau keterampilan perawat untuk
membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis dan belajar
bagaimana berhubungan dengan orang lain. Stuart G.W (1998) menyatakan bahwa komunikasi
terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hubungan ini
perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki
pengalaman emosional klien. Sedangkan S.Sundeen (1990) menyatakan bahwa hubungan
terapeutik adalah hubungan kerjasama yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran
dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik.
C.DEFINISI KOMUNIKASI TERAPEUTIKMENURUT PARA AHLI

Menurut As Homby (1974) yang dikutip oleh Nurjannah, I (2001) mengatakan bahwa
terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan. Hal yang
menggambarkan bahwa dalam menjalani proses komunikasi terapeutik, seorang perawat
melakukan kegiatan dari mulai pengkajian, menentukan masalah keperawatan, menentukan
rencana tindakan keperawatan, melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan yang telah
direncanakan sampai pada evaluasi yang semuanya itu bisa dicapai dengan maksimal apabila
terjadi proses komunikasi yang efektif dan intensif. Hubungan take and give antara perawat dan
klien menggambarkan hubungan memberi dan menerima.

Kalthner, dkk (1995) mengatakan bahwa komunikasi terapeutik terjadi dengan tujuan
menolong pasien yang dilakukan oleh orang-orang yang professional dengan menggunakan
pendekatan personal berdasarkan perasaan dan emosi.Didalam komunikasi terapeutik ini harus
ada unsur kepercayaan. (Mundakir, 2006)

Heri Purwanto (1994) mengemukakan bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi


yang direncanakan secara sadar dan bertujuan dalam kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan
pasien, dan merupakan komunikasi professional yang mengarah pada tujuan untuk penyembuhan
pasien (Mundakir, 2006)

Mulyana (2000) mengatakan komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal


yaitu komunikasi antara orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap pesertanya
menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal. (Mundakir,
2006)

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yg direncanakan secara sadar, bertujuan dan


dipusatkan untuk kesembuhan pasien.Komunikasi terapeutik mengarah pada bentuk komunikasi
interpersonal.

Northouse (1998: 12), komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan


perawat untuk membantu pasien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis, dan
belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain.

Stuart G.W. (1998), komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpesonal antara


perawat dengan pasien, dalam hubungan ini perawat dan pasien memperoleh pengalaman belajar
bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional pasien.

Dari beberapa pendapat diatas maka dapat dijelaskan bahwa komunikasi terapeutik
adalah suatu pengalaman bersama antara perawat – klien yang bertujuan untuk menyelesaikan
masalah klien. Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain. Komunikasi
adalah berhubungan. Hubungan perawat-klien yang terapeutik tidak mungkin dicapai tanpa
komunikasi (Budi Ana Keliat dalam Mundakir, (2006)
Hubungan terapeutik sebagai pengalaman belajar baik bagi klien maupun perawat yang
diidentifikasikan dalam empat tindakan yang harus diambil antara perawat – klien, yaitu :

1. Tindakan diawali perawat

2. Respon reaksi dari perawat

3. Interaksi dimana perawat dan klien mengkaji kebutuhan klien dan tujuan

4. Transaksi dimana hubungan timbal balik pada akhirnya dibangun untuk mencapai tujuan
hubungan

Komunikasi terapeutik terjadi apabila didahului hubungan saling percaya antara perawat
– klien.Dalam konteks pelayanan keperawatan kepada klien, pertama-tama klien harus percaya
bahwa perawat mampu memberikan pelayanan keperawatan dalam mengatasi keluhannya,
demikian juga perawat harus dapat dipercaya dan diandalkan atas kemampuan yang telah
dimiliki dari aspek kapasitas dan kemampuannya sehingga klien tidak meragukan kemampuan
yang dimiliki perawat. Selain itu perawat harus mampu memberikan jaminan atas kualitas
pelayanan keperawatan agar klien tidak ragu, tidak cemas, pesimis dan skeptis dalam menjalani
proses pelayanan keperawatan.

Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang memiliki makna terapeutik bagi klien dan dilakukan oleh perawat (helper)
untuk membantu klien mencapai kembali kondisi yang adaptif dan positif.

D.TUJUAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Peaksanaan komunikasi terapeutik bertujuan membantu pasien memperjelas dan mengurangi


beban pikiran dan perasaan untuk dasar tindakan guna mengubah situasi yang ada apabila pasien
percaya pada hal hal yang diperlukan.Membantu dilakukanya tindakan yang efektif, mempererat
interaksi kedua pihak, yakni antara pasien dan perawat secara profesional dan proporsional
dalam rangka membantu menyelesaikan masalah klien.Komunikasi terapeutik juga mempunyai
tujuan untuk memotivasi dan mengembangkan pribadi klien ke arah yang lebih kontruktif dan
adaptif. Komunikasi terapeutik diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi hal-hal berikut
ini :

1. Penerimaan diri dan peningkatan terhadap penghormatan diri.

Klien yang sebelumnya tidak menerima diri apa adanya atau merasa rendah diri, setelah
berkomunikasi terapeutik dengan perawat atau bidan akan mampu menerima dirinya.
Diharapkan perawat atau bidan dapat merubah cara pandang klien tentang dirinya dan masa
depannya sehingga klien dapat menghargai dan menerima diri apa adanya.
2. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling bergantung
dengan orang lain.

Klien belajar bagaimana menerima dan diterima oleh orang lain. Dengan komunikasi yang
terbuka, jujur, dan menerima klien apa adanya, perawat akan dapat meningkatkan kemampuan
klien dalam membina hubungan saling percaya (Hibdon S., dalam Suryani, 2005)

3. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan
yang realistis.

Sebagian klien menetapkan ideal diri atau tujuan yang terlalu tinggi tanpa mengukur
kemampuannya.Tugas perawat dengan kondisi seperti itu adalah membimbing klien dalam
membuat tujuan ayng realistis serta menignkatkan kemampuan klien memenuhi kemampuan
dirinya.

4. Rasa identitas personal yang jelas dan meningkatkan integritas diri.

Identitas personal yang dimaksud adalah status, peran, dan jenis kelamin klien.Klien yang
mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri dan juga
memiliki harga diri yang rendah.Perawat diharapkan membantu klien untuk meningkatkan
integritas dirinya dan identitas diri klien melalui komunikasinya.

Perawat yang terampil tidak akan mendominasi interaksi sosial, melainkan akan berusaha
menjaga kehangatan suasana komunikasi agar tercapai rasa saling percaya dan menumbuhkan
rasa nyaman pada pasien. Dengan demikian proses interaksi dapat berjalan dengan baik.

E.TUJUAN PERSONAL YANG REALISTIS DARI KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Komunikasi terapeutik dilaksanakan dengan tujuan :

1. Membantu pasien untuk memperjelaskan dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta
dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal-hal
yang diperlukan

2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya

3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri dalam hal peningkatan derajat
kesehatan

4. Mempererat hubungan atau interaksi antara klien dengan terapis (tenaga kesehatan) secara
professional dan proporsional dalam rangka membantu menyelesaikan masalah klien.

Tujuan terapeutik akan tercapai jika Perawat memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Kesadaran diri terhadap nilai yang dianutnya

2. Kemampuan untuk menganalisa perasaannya sendiri.

3. Kemampuan untuk menjadi contoh peran

4. Altruistik

5. Rasa tanggung jawab etik dan moral

6. Tanggung jawab

F.FUNGSI KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan mengajarkan kerja sama
antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkap
perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan
dalam perawatan (Purwanto, 1994).

Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta
dapat mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain,
lingkungan fisik dan diri sendiri.Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien
sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-klien, Bila perawat tidak memperhatikan hal
ini, hubungan perawat-klien tersebut bukanlah hubungan yang memberikan dampak terapeutik
yang mempercepat kesembuhan klien, tetapi hubungan sosial biasa. Didalam sumber yang lain
dikatakan bahwa manfaat atau fungsi komunikasi terapeutik adalah :

1. Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien

2. Mengidentivikasi,atau mengungkap perasan dan mengkaji masalah serta mengevaluasi


tindakan yg di lakukan perawat.

3. Memberikan pengertian tingkalaku pasien dan membantu pasien mengatasi masalah yang di
hadapi.

4. Mencegah tindakan yang negative terhadap pertahanan diri pasien

G.PRINSIP-PRINSIP KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Komunikasi terapeutik meningkatkan pemahaman dan membantu terbentuknya hubungan


yang konstruktif diantara perawat-klien. Tidak seperti komunikasi sosial, komunikasi terapeutik
mempunyai tujuan untuk membantu klien mencapai suatu tujuan dalam asuhan keperawatan.
Oleh karenanya sangat penting bagi perawat untuk memahami prinsip dasar komunikasi
terapeutik berikut ini :
1. Hubungan perawat dan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan,
didasarkan pada prinsip ‘humanity of nurses and clients’. Hubungan ini tidak hanya sekedar
hubungan seorang penolong (helper/perawat) dengan kliennya, tetapi hubungan antara manusia
yang bermartabat (Dult-Battey,2004).

2. Perawat harus menghargai keunikan klien, menghargai perbedaan karakter, memahami


perasaan dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan
keunikan setiap individu.

3. Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima
pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien.

4. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust) harus dicapai
terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternatif pemecahan masalah
(Stuart,1998). Hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah kunci dari komunikasi
terapeutik.

Didalam sumber yang lain ditakan bahwa beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam
membangun hubungan dan mempertahankan hubungan yang terapeutik :

1. Hubungan dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan, didasarkan
pada prinsip “Humanity of Nursing and Clients”.

2. Perawat harus menghargai keunikan klien, dengan melihat latar belakang keluarga, budaya
dan keunikan tiap individu.

3. Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri baik pemberi maupun penerima
pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjga harga dirinya dan harga diri klien.

4. Komunikasi yang menumbuhkan hubungan saling percaya harus dicapai terlebih dahulu
sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternative pemecahan masalahnya.

Beberapa prinsip komunikasi terapeutik menurut Boyd & Nihart (1998) adalah :

1. Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi.

2. Tingkah laku professional mengatur hubungna terapeutik.

3. Hubungan sosial dengan klien harus dihindari.

4. Kerahasiaan klien harus dijaga.

5. Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman.

6. Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian tentang tingkah
laku klien dan memberi nasehat.
7. Beri petunjuk klien untuk menginterpretasikan kembali pengalamannya secar rasional.

8. Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari perubahan
subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang sangat menarik klien.

9. Implementasi intervensi berdasarkan teori.

10. Membuka diri hanya digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai tujuan
terapeutik.

H. KARAKTERISTIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Salah satu karakteristik dasar dari komunikasi yaitu ketika seseorang melakukan
komunikasi terhadap orang lain maka akan tercipta suatu hubungan diantara keduanya, selain itu
komunikasi bersifat resiprokal dan berkelanjutan. Hal inilah yang pada akhirnya membentuk
suatu hubungan ‘helping relationship’.Helping relationship adalah hubungan yang terjadi
diantara dua (atau lebih) individu maupun kelompok yang saling memberikan dan menerima
bantuan atau dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sepanjang kehidupan.Pada konteks
keperawatan hubungan yang dimaksud adalah hubungan antara perawat dan klien.Ketika
hubungan antara perawat dan klien terjadi, perawat sebagai penolong (helper) membantu klien
sebagai orang yang membutuhkan pertolongan, untuk mencapai tujuan yaitu terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia klien.

Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998), ada beberapa karakteristik seorang helper (perawat)
yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik, yaitu:

1. Kejujuran

Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa terbina hubungan
saling percaya. Seseorang akan menaruh rasa percaya pada lawan bicara yang terbuka dan
mempunyai respons yang tidak dibuat-buat, sebaliknya ia akan berhati-hati pada lawan bicara
yang terlalu halus sehingga sering menyembunyikan isi hatinya yang sebenarnya dengan kata-
kata atau sikapnya yang tidak jujur (Rahmat, J.,1996 dalam Suryani,2005).). Sangat penting bagi
perawat untuk menjaga kejujuran saat berkomunikasi dengan klien, karena apabila hal tersebut
tidak dilakukan maka klien akan menarik diri, merasa dibohongi, membenci perawat atau bisa
juga berpura-pura patuh terhadap perawat.

2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif

Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan kata-kata yang


mudah dipahami oleh klien dan tidak menggunakan kalimat yang berbelit-belit. Komunikasi
nonverbal perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan verbalnya karena ketidaksesuaian
akan menimbulkan kebingungan bagi klien.
3. Bersikap positif

Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan lewat komunikasi
nonverbal sangat penting baik dalam membina hubungan saling percaya maupun dalam
membuat rencana tindakan bersama klien. Bersikap positif ditunjukkan dengan bersikap hangat,
penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Untuk mencapai kehangatan dan ketulusan
dalam hubungan yang terapeutik tidak memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan tertentu
diantara perawat dan klien akan tetapi penciptaan suasana yang dapat membuat klien merasa
aman dan diterima dalam mengungkapkan perasaan dan pikirannya (Burnard,P dan Morrison
P,1991 dalam Suryani,2005).

4. Empati bukan simpati

Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini
perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan
dan dipikirkan klien (Brammer,1993 dalam Suryani,2005). Dengan bersikap empati perawat
dapat memberikan alternative pemecahan masalah karena perawat tidak hanya merasakan
permasalahan klien tetapi juga tidak berlarut-larut dalam perasaaan tersebut dan turut berupaya
mencari penyelesaian masalah secara objektif.

5. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien

Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien (Taylor,
Lilis dan Le Mone, 1993), oleh karenaya perawat harus mampu untuk melihat permasalahan
yang sedang dihadapi klien dari sudut pandang klien.Untuk mampu melakukan hal ini perawat
harus memahami dan memiliki kemampuan mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian.
Mendengarkan dengan penuh perhatian berarti mengabsorpsi isi dari komunikasi (kata-kata dan
perasaan) tanpa melakukan seleksi. Pendengar (perawat) tidak sekedar mendengarkan dan
menyampaikan respon yang di inginkan oleh pembicara (klien), tetapi berfokus pada kebutuhan
pembicara. Mendengarkan dengan penuh perhatian menunjukkan sikap caring sehingga
memotivasi klien untuk berbicara atau menyampaikan perasaannya.

6. Menerima klien apa adanya

Seorang helper yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien apa adanya. Jika
seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam menjalin hubungan interpersonal
(Sullivan, 1971 dalam Antai Ontong, 1995 dalam Suryani, 2005). Nilai yang diyakini atau
diterapkan oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada klien, apabila hal ini terjadi
maka perawat tidak menunjukkan sikap menerima klien apa adanya.

7. Sensitif terhadap perasaan klien

Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk dapat menciptakan hubungan
terapeutik yang baik dan efektif dengan klien.Dengan bersikap sensitive terhadap perasaan klien
perawat dapat terhindar dari berkata atau melakukan hal-hal yang menyinggung privasi ataupun
perasaan klien.

8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri

Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu yang ada pada
saat ini, bukan atas masa lalunya, demikian pula terhadap dirinya sendiri.

I.TAHAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Telah disebutkan sebelumnya bahwa komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang


terstruktur dan memiliki tahapan-tahapan. Stuart G.W, 1998 menjelaskan bahwa dalam
prosesnya komunikasi terapeutik terbagi menjadi empat tahapan yaitu tahap persiapan atau tahap
pra-interaksi, tahap perkenalan atau orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi. Dalam litelatur
yang lain disebutkan ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik yaitu
sebagai berikut: (Arwani, 2003 : 54).

1. Keiklasan ( genuineness)

Dalam rangka membantu klien, perawat perawat harus menyadari tentang nilai, sikap, dan
perasaan yang dimiliki terhadap keadaan klien.Apa yang perawat pikirkan dan rasakan tentang
individu dan dengan siapa dia berinteraksi selalu dikomunikasikan kepada individu baik secara
verbal maupun non verbal. Perawat yang mampu menunjukan rasa iklasnya mempunyai
kesadaran tentang sikap yang dipunyai terhadap pasien sehingga bisa belajar untuk
mengkomunikasikannya dengan tepat. Klien tidak akan menolak segala bentuk persaan negatif
yang dipunyai klien, bahkan ia akan berusaha berinteraksi dengan klien. Hasilnya perawat akan
mampu mengeluarkan perasaan yang dimiliki dengan cara yang tepat, bukan dengan cara
menyalahkan atau menghukum klien.

2. Empati (emphathy)

Empati merupakan perasaan “ pemahaman” dan “penerimaan” perawat terhadap perasaan yang
dialami klien dan kemampuan merasakan “dunia pribadi klien”. Empati merupakan sesuatu yang
jujur, sensitive, dan tidak dibuat buat( objektif) didasarkan apa yang dialami orang lain. Empati
berbeda dengan simpati. Simpati merupakan kecendrungan berpikir atau merasakan apa yang
sedang atau dirasakan oleh pasien. Karenanya, simpati lebih bersifat subjektif dengan melihat
“dunia orang lain” untuk mencegah perspektif yang lebih jelas dari semua sisi yang ada tentang
isu-isu yang sedang dialami seseorang.

3. Kehangatan (warmth)

Hubungan yang saling percaya ( helping relationship) dibuat untuk memberikan kesempatan
klien mengeluarkan “unek-unek” (perasaan dan nilai-nilai) secara bebas. Dengan kehangatan,
perawat akan mendorong klien untuk mengekspresikan ide ide dan menuangkanya dalam bentuk
perbuatan tanpa rasa takut dimaki atau dikofrontasi. Suasana yang hangat, permisif, dan tanpa
danya ancaman menunjukan adanya rasa menerima perawat terhadap pasien. Sehingga pasien
akan mengekspresikan perasaanya secara lebih mendalam. Kondisi ini akan membuat perawat
mempunyai kesempatan untuk mengetauhi kebutuhan klien. Kehangatan juga bisa
dikomunikasikan secara nonverbal.Penampilan yang tenang, suara yang meyakinkan, dan
pegangan tangan yang halus menunjukan rasa belas kasihan atau kasih sayang perawat pada
pasienya.

J.UNSUR-UNSUR KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Unsur-unsur dalam komunikasi terapeutik adalah terdiri dari komunikator, komunikan, pesan
yang disampaikan dan lingkungan waktu komunikasi berlangsung :

1. Sumber proses komunikasi yaitu pengirim dan penerima pesan. Prakarsa berkomunikasi
dilakukan oleh sumber ini dan sumber juga menerima pesan sebagai tolak ukur keberhasilan
dalam mengirim.

2. Pesan-pesan yang disampaikan dengan menggunakan penyandian baik yang berupa bahasa
verbal maupun non verbal.

3. Penerima yaitu orang yang menerima pengiriman pesan dan membalas pesan yang
disampaikan oleh sumber, sehingga dapat diketahui mengerti tidaknya suatu pesan.

4. Lingkungan waktu komunikasi berlangsung, yang dalam hal ini meliputi saluran penyampaian
dan penerimaan pesan serta lingkungan alamiah saat pesan disampaikan.

5. Saluran penyampaian pesan melalui indra manusia yaitu pendengaran, penglihatan, pengecap
dan perabaan.

Komunikasi terapeutik dapat berjalan secara efektif apabila terdapat unsur-unsur sebagai berikut
:

1. Adanya referen atau stimulus yang memotivasi seseorang untuk berkomunikasi dengan orang
lain berupa objek, pengalaman, emosi, ide, atau tindakan.

2. Terdapat pesan sebagai informasi yang dikirimkan atau diekspresikan oleh pengirim. Pesan
mungkin terdiri dari symbol bahasa verbal dan non verbal (mis. kata-kata yang diucapkan,
ekspresi wajah atau gerakan tubuh).Kendalanya tidak semua symbol memiliki makna yang
universal, oleh karena itu kesulitan dalam komunikasi mungkin terjadi pada pesan apabila
pengirim tidak waspada terhadap faktor ini dan tidak mencoba untuk menjelaskan.

3. Adanya pengirim (encoder) dan penerima (decoder) sebagai objek dari media komunikasi.
4. Pesan dikirimkan melalui saluran komunikasi yang dimaksudkan untuk membawa pesan,
seperti melalui sarana visual, pendengaran, dan taktil. Semakin banyak saluran yang digunakan
oleh seorang perawat untuk menyampaikan pesan secara tepat dan efektif, maka hubungan
terapeutik akan semakin mudah terjalin antara perawat dan pasien.

5. Adanya respons terbuka di dalam komunikasi yang dapat membantu untuk mengungkapkan
apakah makna dari pesan tersebut tersampaikan. Respons sangat penting dalam menjalin
komunikasi terapeutik agar dapat menjelaskan pesan yang disampaikan oleh klien maupun
perawat dan memodifikasi tingkah laku menurut pesan tersebut.

6. Adanya dukungan lingkungan yang tepat pada saat melakukan komunikasi terapeutik untuk
menjaga privasi klien.

K.FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi ( Kariyoso, 1994 ) :

1. Ditinjau dari komunikator :

- Kecakapan komunikator

- Sikap komunikator

- Pengetahuan komunikator

- Sistem sosial

- Pengarah komunikasi

2. Ditinjau dari komunikan :

– Kecakapan

– Sikap

– Pengetahuan

- Sistem sosial

- Saluran ( pendengaran, penglihatan ) dari komunikasi

L.FAKTOR YANG MENGHAMBAT KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Faktor yang menghambat komunikasi (Blais, Kathleen Koening, dkk, 2002) :

1. Tahap perkembangan
2. Jenis kelamin

3. Peran dan hubungan

4. Karakteristik sosiokultural

5. Nilai persepsi

6. Ruang dan teritorial

7. Lingkungan

8. Kesesuaian

9. Sikap interpersonal

Faktor penghambat komunikasi (Kariyoso, 1994) :

1. Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi

2. Sikap yang kurang tepat

3. Kurang pengetahuan

4. Kurang memahami sistem sosial

5. Prasangka yang tidak beralasan

6. Jarak fisik, komunikasi menjadi kurang lancar bila jarak antara komunikator dengan reseptor
berjauhan

7. Tidak ada persamaan persepsi

8. Indera yang rusak

9. Berbicara yang berlebihan

10. Mendominir pembicaraan, dan lain sebagainya

Faktor - faktor penghambat dalam proses komunikasi terpeutik adalah : (Purwanto, Heri, 1994)

1. Kemampuan pemahaman yang berbeda.

2. Pengamatan/penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu.

3. Komunikasi satu arah.

4. Kepentingan yang berbeda.


5. Memberikan jaminan yang tidak mungkin.

6. Memberitahu apa yang harus dilakukan kepada penderita.

7. Membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi.

8. Menuntut bukti, tantangan serta penjelasan dari pasien mengenai tindakannya.

9. Memberikan kritik mengenai perasaan penderita.

10. Menghentikan/mengalihkan topik pembicaraan.

11. Terlalu banyak bicara yang seharusnya mendengarkan.

12. Memperlihatkan sifat jemu, pesimis.

Faktor-faktor yang menghambat komunikasi terapeutik adalah (Indrawati, 2000:21) :

1. Perkembangan.

2. Persepsi.

3. Nilai.

4. Latar belakang sosial budaya.

5. Emosi.

6. Pengetahuan.

7. Peran dan hubungan.

8. Lingkungan.

9. Jarak.

10. Citra Diri.

11. Kondisi Fisik.

Jadi Hambatan komunikasi terapeutik :

Hambatan komunikasi terapeutik dalam hal kemajuan hubungan perawat-klien terdiri


dari tiga jenis utama : resistens, transferens, dan kontertransferens (Hamid, 1998). Ini timbul dari
berbagai alasan dan mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda, tetapi semuanya menghambat
komunikasi terapeutik.Perawat harus segera mengatasinya.Oleh karena itu hambatan ini
menimbulkan perasaan tegang baik bagi perawat maupun bagi klien.Untuk lebih jelasnya
marilah kita bahas satu-persatu mengenai hambatan komunikasi terapeutik itu.

1. Resisten.

Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas yang
dialaminya.Resisten merupakan keengganan alamiah atau penghindaran verbalisasi yang
dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan masalah aspek diri seseorang.Resisten
sering merupakan akibat dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk
berubah telah dirasakan. Perilaku resistens biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase kerja,
karena fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah.

2. Transferens.

Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sikap
terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya di masa
lalu.Sifat yang paling menonjol adalah ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan
penggunaan mekanisme pertahanan pengisaran (displacement) yang maladaptif.Ada dua jenis
utama reaksi bermusuhan dan tergantung.

3. Kontertransferens.

Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien.Konterrtransferens
merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat terhadap klien yang tidak tepat dalam isi
maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi.Reaksi ini
biasanya berbentuk salah satu dari tiga jenis reaksi sangat mencintai, reaksi sangat bermusuhan
atau membenci dan reaksi sangat cemas sering kali digunakan sebagai respon terhadap resisten
klien.

Untuk mengatasi hambatan komunikasi terapeutik, perawat harus siap untuk


mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat-klien
(Hamid, 1998).Awalnya, perawat harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan komunikasi
terapeutik dan mengenali perilaku yang menunjukkan adanya hambatan tersebut. Latar belakang
perilaku digali baik klien atau perawat bertanggung jawab terhadap hambatan terapeutik dan
dampak negative pada proses terapeutik.

Anda mungkin juga menyukai