Anda di halaman 1dari 128

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha


Esa yan telah memberi hidayah , kekuatan, kesehatan,
dan ketabahan kepada kami sehingga penyusunan buku
ajar “KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN II”
ini terselesaikan.
Buku ajar ini disusun dengan tujuan menyediakan materi
pembelajaran komunikasi dalam keperawatan untuk
mahasiswa Stikes Hang Tuah TanjungPinang dengan
standar isi mata kuliah komunikasi dalam keperawatan
2018.Materi dan tugas pembelajaran dikembangkan
dengan sebaik-baiknya dalam memenuhi tugas mata
kuliah,mengembangkan kompetensi mahasiswa dalam
berkomunikasi yang baik terhadap klien atau pasien
maupun keluarga dari pasien.Selain itu materi dan tugas
pembelajaran secara terpadu mengembangkan kecakapan
hidup dalam arti luas dan peningkatan wawasan
kebinekaan.Penyusunan buku ajar ini terselesaikan atas
dukungan dari berbagai pihak.Oleh karena itu, kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu terselesaikannya penyusunan buku ini.
Kesuksesan belajar berawal dari kemauan dan ditunjang
oleh berbagai sarana,salah satu diantaranya adalah buku.
Harapan kami, buku ini dapat membantu mahasiswa
Stikes Hang Tuah TanjungPinang memahami tentang
Komunikasi Dalam Keperawatan dan dapat

1
berkomunikasi dengan baik kepada pasien maupun
keluarga pasien.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam menerbitkan
buku ini. Kritik dan Saran sangat kami harapkan untuk
perbaikan buku ini dimasa yang kan datang.

TANJUNG PINANG 27 SEPTEMBER 2018

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Komunikasi merupakan proses yang
sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar
manusia.pada profesi keperawatan komunikasi
menjadi lebih bermakna karena merupakan
metoda utama dalam mengimplementasikan
proses keperawatan.perawatt yang memiliki
keterampilan berkomunikasi secara terapeutik
tidak saja akan mudah menjalin hunbungan rasa
percaya dengan klien, mencegah terjadinya
masalah legal, memberikan kepuasan
professional dalam pelayanan keperawatan dan
meningkatkan citra profesi keperawatan serta
citra rumah sakit (Achir Yani), tetapi yang paling
penting adalah mengamalkan ilmunya untuk
memberikan pertolongan terhadap sesame
manusia.selai itu yang perlu diperhatikan bahwa
perubahan bisa terjadi setiap saat, dan merupakan
proses yang dinamik serta tidak dapat dielakkan.
Berubah berarti beranjak dari keadaan yang
semula.Tanpa berubah tidak ada pertumbuhan
dan tidak ada dorongan.Namun dengan berubah
terjadi ketakutan, kebingungan, dan kegagalan
dan kegembiraan.setiap orang dapat memberikan

3
perubahan pada orang lain dan memecahkan
masalah.
Keperawatan yang sedang berada pada
proses profesionalisasi terus berusaha membuat
atau merencanakan perubahan.adaptasi terhadap
perbhan telah menjadi persyaratan kerja dalam
keperawatan. Personal keperawatan bekerja
untuk beberapa pimpinan, termasuk klien dan
keluarganya, dokter, manajer
keperawatan,perawat pengawas, dan perawat
penanggung jawab yang berbeda dalam tiap
ship.perawat pelaksana menemukan peran bahwa
mereka berubah beberapa kali dalam satu
hari.kadang seorang perawat menjadi
manajer,kadang menjadi perawat klinik,kadang
menjadi konsultan dan selalu dalam peran yang
berbeda.perawat tentu saja berharap perubahan
tersebut jangan sampai menimbulkan
konflik.oleh karena itu, sebaiknya perawat perlu
mengetahui teori-teori yang mendasari
perubahan.

B.RUMUSAN MASALAH
Berdasarakan uraian latar belakang tersebut,
peneliti merumuskan permasalahn yaitu: perawat harus
lebih baik berkomunikasi dengan klien atau pasien
maupun keluarga agar terciptanya keharmonisan antara
perawat dank lien maupun keluarga pasien agar perwat
selalu dinilai baik oleh semua orang.

4
C.TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
kesesuain soal-soal buku ajar “komunikasi dalam
keperawatan”. Bertujuan agar perawat lebih baik dalam
berkomunikasi terapetik kepada

5
BAB II

Komunikasi mempunyai banyak sekali makna dan


sangat bergantung pada konteks pada saat komunikasi
dilakukan. Bagi beberapa orang, komunikasi merupakan
pertukaran informasi diantara dua orang atau lebih, atau
dengan kata lain; pertukaran ide atau pemikiran.
Metodenya antara lain: berbicara dan mendengarkan
atau menulis dan membaca, melukis, menari, bercerita
dan lain sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa
segala bentuk upaya penyampaian pikiran kepada orang
lain, tidak hanya secara lisan (verbal) atau tulisan tetapi
juga gerakan tubuh atau gesture (non-verbal), adalah
komunikasi.
Komunikasi merupakan suatu proses karena
melalui komunikasi seseorang menyampaikan dan
mendapatkan respon. Komunikasi dalam hal ini
mempunyai dua tujuan, yaitu: mempengaruhi orang lain
dan untuk mendapatkan informasi. Akan tetapi,
komunikasi dapat digambarkan sebagai komunikasi yang
memiliki kegunaan atau berguna (berbagi informasi,

6
pemikiran, perasaan) dan komunikasi yang tidak
memiliki kegunaan atau tidak berguna
(menghambat/blok penyampaian informasi atau
perasaan). Keterampilan berkomunikasi merupakan
keterampilan yang dimiliki oleh seseorang untuk
membangun suatu hubungan, baik itu hubungan yang
kompleks maupun hubungan yang sederhana melalui
sapaan atau hanya sekedar senyuman. Pesan verbal dan
non verbal yang dimiliki oleh seseorang menggambarkan
secara utuh dirinya, perasaannya dan apa yang ia sukai
dan tidak sukai. Melalui komunikasi seorang individu
dapat bertahan hidup, membangun hubungan dan
merasakan kebahagiaan.

7
TOPIK 1
KONSEP KOMUNIKASI TERAUPETIK

1. Pengertian Komunikasi Teraupetik


Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan
komunikasi terapeutik, dalam hal ini komunikasi
yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat
melakukan intervensi keperawatan harus mampu
memberikan khasiat therapi bagi proses
penyembuhan pasien. Oleh karenanya seorang
perawat harus meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan aplikatif komunikasi terapeutik agar
kebutuhan dan kepuasan pasien dapat dipenuhi.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
mendorong proses penyembuhan klien (Depkes RI,
1997). Northouse (1998) mendefinisikan
komunikasi terapeutik sebagai kemampuan atau
keterampilan perawat untuk membantu klien
beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan
psikologis dan belajar bagaimana berhubungan
dengan orang lain. Stuart G.W (1998) menyatakan
bahwa komunikasi terapeutik merupakan hubungan

8
interpersonal antara perawat dan klien, dalam
hubungan ini perawat dan klien memperoleh
pengalaman belajar bersama dalam rangka
memperbaiki pengalaman emosional klien.
Sedangkan S.Sundeen (1990) menyatakan bahwa
hubungan terapeutik adalah hubungan kerjasama
yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan,
pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan
intim yang terapeutik.
2. Pengertian Komunikasi Teraupetik Menurut
Para Ahli
Menurut As Homby (1974) yang dikutip oleh
Nurjannah, I (2001) mengatakan bahwa terapeutik
merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni
dari penyembuhan. Hal yang menggambarkan bahwa
dalam menjalani proses komunikasi terapeutik,
seorang perawat melakukan kegiatan dari mulai
pengkajian, menentukan masalah keperawatan,
menentukan rencana tindakan keperawatan,
melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan yang
telah direncanakan sampai pada evaluasi yang
semuanya itu bisa dicapai dengan maksimal apabila

9
terjadi proses komunikasi yang efektif dan intensif.
Hubungan take and give antara perawat dan klien
menggambarkan hubungan memberi dan menerima.
Kalthner, dkk (1995) mengatakan bahwa
komunikasi terapeutik terjadi dengan tujuan
menolong pasien yang dilakukan oleh orang-orang
yang professional dengan menggunakan pendekatan
personal berdasarkan perasaan dan emosi. Didalam
komunikasi terapeutik ini harus ada unsur
kepercayaan. (Mundakir, 2006)
Heri Purwanto (1994) mengemukakan bahwa
komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar dan bertujuan dalam
kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien,
dan merupakan komunikasi professional yang
mengarah pada tujuan untuk penyembuhan pasien
(Mundakir, 2006)
Mulyana (2000) mengatakan komunikasi
terapeutik termasuk komunikasi interpersonal yaitu
komunikasi antara orang-orang secara tatap muka
yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap
reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal

10
maupun non verbal. (Mundakir, 2006) Komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yg direncanakan secara
sadar, bertujuan dan dipusatkan untuk kesembuhan
pasien. Komunikasi terapeutik mengarah pada
bentuk komunikasi interpersonal.
Northouse (1998: 12), komunikasi terapeutik
adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk
membantu pasien beradaptasi terhadap stres,
mengatasi gangguan psikologis, dan belajar
bagaimana berhubungan dengan orang lain.
Stuart G.W. (1998), komunikasi terapeutik
merupakan hubungan interpesonal antara perawat
dengan pasien, dalam hubungan ini perawat dan
pasien memperoleh pengalaman belajar bersama
dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional
pasien.
Dari beberapa pendapat diatas maka dapat
dijelaskan bahwa komunikasi terapeutik adalah suatu
pengalaman bersama antara perawat – klien yang
bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien.
Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku
orang lain. Komunikasi adalah berhubungan.

11
Hubungan perawat-klien yang terapeutik tidak
mungkin dicapai tanpa komunikasi (Budi Ana Keliat
dalam Mundakir, (2006)
Hubungan terapeutik sebagai pengalaman belajar
baik bagi klien maupun perawat yang
diidentifikasikan dalam empat tindakan yang harus
diambil antara perawat – klien, yaitu :
a. Tindakan diawali perawat
b. Respon reaksi dari perawat
c. Interaksi dimana perawat dan klien mengkaji
kebutuhan klien dan tujuan
d. Transaksi dimana hubungan timbal balik pada
akhirnya dibangun untuk mencapai tujuan
hubungan

Komunikasi terapeutik terjadi apabila didahului


hubungan saling percaya antara perawat – klien.
Dalam konteks pelayanan keperawatan kepada klien,
pertama-tama klien harus percaya bahwa perawat
mampu memberikan pelayanan keperawatan dalam
mengatasi keluhannya, demikian juga perawat harus
dapat dipercaya dan diandalkan atas kemampuan

12
yang telah dimiliki dari aspek kapasitas dan
kemampuannya sehingga klien tidak meragukan
kemampuan yang dimiliki perawat. Selain itu
perawat harus mampu memberikan jaminan atas
kualitas pelayanan keperawatan agar klien tidak ragu,
tidak cemas, pesimis dan skeptis dalam menjalani
proses pelayanan keperawatan.

Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami


bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi
yang memiliki makna terapeutik bagi klien dan
dilakukan oleh perawat (helper) untuk membantu
klien mencapai kembali kondisi yang adaptif dan
positif.

3. Tujuan Komunikasi Teraupetik


Pelaksanaan komunikasi terapeutik
bertujuan membantu pasien memperjelas dan
mengurangi beban pikiran dan perasaan untuk
dasar tindakan guna mengubah situasi yang ada
apabila pasien percaya pada hal hal yang
diperlukan. Membantu dilakukanya tindakan
yang efektif, mempererat interaksi kedua pihak,

13
yakni antara pasien dan perawat secara
profesional dan proporsional dalam rangka
membantu menyelesaikan masalah
klien.Komunikasi terapeutik juga mempunyai
tujuan untuk memotivasi dan mengembangkan
pribadi klien ke arah yang lebih kontruktif dan
adaptif. Komunikasi terapeutik diarahkan pada
pertumbuhan klien yang meliputi hal-hal berikut
ini :
a. Penerimaan diri dan peningkatan terhadap
penghormatan diri.
Klien yang sebelumnya tidak menerima diri
apa adanya atau merasa rendah diri, setelah
berkomunikasi terapeutik dengan perawat
atau bidan akan mampu menerima dirinya.
Diharapkan perawat atau bidan dapat
merubah cara pandang klien tentang dirinya
dan masa depannya sehingga klien dapat
menghargai dan menerima diri apa adanya.
b. Kemampuan membina hubungan
interpersonal yang tidak superfisial dan saling
bergantung dengan orang lain.

14
Klien belajar bagaimana menerima dan
diterima oleh orang lain. Dengan komunikasi
yang terbuka, jujur, dan menerima klien apa
adanya, perawat akan dapat meningkatkan
kemampuan klien dalam membina hubungan
saling percaya (Hibdon S., dalam Suryani,
2005)
c. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk
memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan
yang realistis.
Sebagian klien menetapkan ideal diri atau
tujuan yang terlalu tinggi tanpa mengukur
kemampuannya. Tugas perawat dengan
kondisi seperti itu adalah membimbing klien
dalam membuat tujuan ayng realistis serta
menignkatkan kemampuan klien memenuhi
kemampuan dirinya.      Rasa identitas
personal yang jelas dan meningkatkan
integritas diri.
Identitas personal yang dimaksud adalah
status, peran, dan jenis kelamin klien. Klien
yang mengalami gangguan identitas personal

15
biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri
dan juga memiliki harga diri yang rendah.
Perawat diharapkan membantu klien untuk
meningkatkan integritas dirinya dan identitas
diri klien melalui komunikasinya.
Perawat yang terampil tidak akan
mendominasi interaksi sosial, melainkan akan
berusaha menjaga kehangatan suasana
komunikasi agar tercapai rasa saling percaya
dan menumbuhkan rasa nyaman pada pasien.
Dengan demikian proses interaksi dapat
berjalan dengan baik.

4. Tujuan Personal yang Realistis dari Komunikasi


Teraupetik
Komunikasi terapeutik dilaksanakan dengan
tujuan :
1) Membantu pasien untuk memperjelaskan dan
mengurangi beban perasaan dan pikiran serta
dapat mengambil tindakan untuk mengubah
situasi yang ada bila pasien percaya pada hal-hal
yang diperlukan

16
2) Mengurangi keraguan, membantu dalam hal
mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya.
3) Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan
dirinya sendiri dalam hal peningkatan derajat
kesehatan.
4) Mempererat hubungan atau interaksi antara klien
dengan terapis (tenaga kesehatan) secara
professional dan proporsional dalam rangka
membantu menyelesaikan masalah klien.
Tujuan terapeutik akan tercapai jika Perawat
memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Kesadaran diri terhadap nilai yang dianutnya
2) Kemampuan untuk menganalisa perasaannya
sendiri.
3) Kemampuan untuk menjadi contoh peran
4) Altruistik
5) Rasa tanggung jawab etik dan moral
6) Tanggung jawab

17
5. Fungsi Komunikasi Teraupetik
Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk
mendorong dan mengajarkan kerja sama antara
perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan
pasien. Perawat berusaha mengungkap perasaan,
mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta
mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam
perawatan (Purwanto, 1994).
Membantu pasien untuk memperjelas dan
mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat
mengambil tindakan yang efektif untuk pasien,
membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan
fisik dan diri sendiri. Kualitas asuhan keperawatan
yang diberikan kepada klien sangat dipengaruhi oleh
kualitas hubungan perawat-klien, Bila perawat tidak
memperhatikan hal ini, hubungan perawat-klien
tersebut bukanlah hubungan yang memberikan
dampak terapeutik yang mempercepat kesembuhan
klien, tetapi hubungan sosial biasa. Didalam sumber
yang lain dikatakan bahwa manfaat atau fungsi
komunikasi terapeutik adalah:

18
a. Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara
perawat dan pasien
b. Mengidentivikasi,atau mengungkap perasan dan
mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan
yg di lakukan perawat.
c. Memberikan pengertian tingkalaku pasien dan
membantu pasien mengatasi masalah yang di
hadapi.
d. Mencegah tindakan yang negative terhadap
pertahanan diri pasien

6. Prinsip Komunikasi Teraupetik


Komunikasi terapeutik meningkatkan
pemahaman dan membantu terbentuknya hubungan
yang konstruktif diantara perawat-klien. Tidak
seperti komunikasi sosial, komunikasi terapeutik
mempunyai tujuan untuk membantu klien mencapai
suatu tujuan dalam asuhan keperawatan. Oleh
karenanya sangat penting bagi perawat untuk
memahami prinsip dasar komunikasi terapeutik
berikut ini:

19
a. Hubungan perawat dan klien adalah hubungan
terapeutik yang saling menguntungkan,
didasarkan pada prinsip ‘humanity of nurses and
clients’. Hubungan ini tidak hanya sekedar
hubungan seorang penolong (helper/perawat)
dengan kliennya, tetapi hubungan antara manusia
yang bermartabat (Dult-Battey,2004).
b. Perawat harus menghargai keunikan klien,
menghargai perbedaan karakter, memahami
perasaan dan perilaku klien dengan melihat
perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan
keunikan setiap individu.
c. Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat
menjaga harga diri pemberi maupun penerima
pesan, dalam hal ini perawat harus mampu
menjaga harga dirinya dan harga diri klien.
d. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya
hubungan saling percaya (trust) harus dicapai
terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan
dan memberikan alternatif pemecahan masalah
(Stuart,1998). Hubungan saling percaya antara

20
perawat dan klien adalah kunci dari komunikasi
terapeutik.
Didalam sumber yang lain ditakan bahwa
beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam
membangun hubungan dan mempertahankan
hubungan yang terapeutik:
a. Hubungan dengan klien adalah hubungan
terapeutik yang saling menguntungkan,
didasarkan pada prinsip “Humanity of Nursing
and Clients”.
b. Perawat harus menghargai keunikan klien,
dengan melihat latar belakang keluarga, budaya
dan keunikan tiap individu.
c. Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga
harga diri baik pemberi maupun penerima pesan,
dalam hal ini perawat harus mampu menjga
harga dirinya dan harga diri klien.
d. Komunikasi yang menumbuhkan hubungan
saling percaya harus dicapai terlebih dahulu
sebelum menggali permasalahan dan
memberikan alternative pemecahan masalahnya.

21
Beberapa prinsip komunikasi terapeutik menurut
Boyd & Nihart (1998) adalah :
a. Klien harus merupakan fokus utama dari
interaksi.
b. Tingkah laku professional mengatur hubungna
terapeutik.
c. Hubungan sosial dengan klien harus dihindari.
d. Kerahasiaan klien harus dijaga
e. Kompetensi intelektual harus dikaji untuk
menentukan pemahaman.
f. Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan
hindari membuat penilaian tentang tingkah laku
klien dan memberi nasehat.
g. Beri petunjuk klien untuk menginterpretasikan
kembali pengalamannya secar rasional.
h. Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen
klarifikasi dan hindari perubahan subyek/topik
jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu
yang sangat menarik klien.
i. Implementasi intervensi berdasarkan teori.
j. Membuka diri hanya digunakan hanya pada saat
membuka diri mempunyai tujuan terapeutik.

22
7. Karakteristik Komunikasi Teraupetik
Salah satu karakteristik dasar dari
komunikasi yaitu ketika seseorang melakukan
komunikasi terhadap orang lain maka akan
tercipta suatu hubungan diantara keduanya, selain
itu komunikasi bersifat resiprokal dan
berkelanjutan. Hal inilah yang pada akhirnya
membentuk suatu hubungan ‘helping
relationship’. Helping relationship adalah
hubungan yang terjadi diantara dua (atau lebih)
individu maupun kelompok yang saling
memberikan dan menerima bantuan atau
dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya
sepanjang kehidupan. Pada konteks keperawatan
hubungan yang dimaksud adalah hubungan
antara perawat dan klien. Ketika hubungan antara
perawat dan klien terjadi, perawat sebagai
penolong (helper) membantu klien sebagai orang
yang membutuhkan pertolongan, untuk mencapai
tujuan yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia klien.

23
Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998),
ada beberapa karakteristik seorang helper
(perawat) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya
hubungan yang terapeutik, yaitu:
a. Kejujuran
Kejujuran sangat penting, karena tanpa
adanya kejujuran mustahil bisa terbina
hubungan saling percaya. Seseorang akan
menaruh rasa percaya pada lawan bicara yang
terbuka dan mempunyai respons yang tidak
dibuat-buat, sebaliknya ia akan berhati-hati
pada lawan bicara yang terlalu halus sehingga
sering menyembunyikan isi hatinya yang
sebenarnya dengan kata-kata atau sikapnya
yang tidak jujur (Rahmat, J.,1996 dalam
Suryani,2005).). Sangat penting bagi perawat
untuk menjaga kejujuran saat berkomunikasi
dengan klien, karena apabila hal tersebut
tidak dilakukan maka klien akan menarik diri,
merasa dibohongi, membenci perawat atau
bisa juga berpura-pura patuh terhadap
perawat.

24
b. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif
Dalam berkomunikasi dengan klien,
perawat sebaiknya menggunakan kata-kata
yang mudah dipahami oleh klien dan tidak
menggunakan kalimat yang berbelit-belit.
Komunikasi nonverbal perawat harus cukup
ekspresif dan sesuai dengan verbalnya karena
ketidaksesuaian akan menimbulkan
kebingungan bagi klien.
c. Bersikap positif
Bersikap positif terhadap apa saja yang
dikatakan dan disampaikan lewat komunikasi
nonverbal sangat penting baik dalam
membina hubungan saling percaya maupun
dalam membuat rencana tindakan bersama
klien. Bersikap positif ditunjukkan dengan
bersikap hangat, penuh perhatian dan
penghargaan terhadap klien. Untuk mencapai
kehangatan dan ketulusan dalam hubungan
yang terapeutik tidak memerlukan kedekatan
yang kuat atau ikatan tertentu diantara
perawat dan klien akan tetapi penciptaan

25
suasana yang dapat membuat klien merasa
aman dan diterima dalam mengungkapkan
perasaan dan pikirannya (Burnard,P dan
Morrison P,1991 dalam Suryani,2005).
d. Empati bukan simpati
Sikap empati sangat diperlukan dalam
asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini
perawat akan mampu merasakan dan
memikirkan permasalahan klien seperti yang
dirasakan dan dipikirkan klien
(Brammer,1993 dalam Suryani,2005).
Dengan bersikap empati perawat dapat
memberikan alternative pemecahan masalah
karena perawat tidak hanya merasakan
permasalahan klien tetapi juga tidak berlarut-
larut dalam perasaaan tersebut dan turut
berupaya mencari penyelesaian masalah
secara objektif.
e. Mampu melihat permasalahan dari kacamata
klien
Dalam memberikan asuhan keperawatan,
perawat harus berorientasi pada klien (Taylor,

26
Lilis dan Le Mone, 1993), oleh karenaya
perawat harus mampu untuk melihat
permasalahan yang sedang dihadapi klien
dari sudut pandang klien. Untuk mampu
melakukan hal ini perawat harus memahami
dan memiliki kemampuan mendengarkan
dengan aktif dan penuh perhatian.
Mendengarkan dengan penuh perhatian
berarti mengabsorpsi isi dari komunikasi
(kata-kata dan perasaan) tanpa melakukan
seleksi. Pendengar (perawat) tidak sekedar
mendengarkan dan menyampaikan respon
yang di inginkan oleh pembicara (klien),
tetapi berfokus pada kebutuhan pembicara.
Mendengarkan dengan penuh perhatian
menunjukkan sikap caring sehingga
memotivasi klien untuk berbicara atau
menyampaikan perasaannya.
f. Menerima klien apa adanya
Seorang helper yang efektif memiliki
kemampuan untuk menerima klien apa
adanya. Jika seseorang merasa diterima maka

27
dia akan merasa aman dalam menjalin
hubungan interpersonal (Sullivan, 1971
dalam Antai Ontong, 1995 dalam Suryani,
2005). Nilai yang diyakini atau diterapkan
oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat
diterapkan pada klien, apabila hal ini terjadi
maka perawat tidak menunjukkan sikap
menerima klien apa adanya.
g. Sensitif terhadap perasaan klien
Seorang perawat harus mampu mengenali
perasaan klien untuk dapat menciptakan
hubungan terapeutik yang baik dan efektif
dengan klien. Dengan bersikap sensitive
terhadap perasaan klien perawat dapat
terhindar dari berkata atau melakukan hal-hal
yang menyinggung privasi ataupun perasaan
klien.
h. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu
klien ataupun diri perawat sendiri
Perawat harus mampu memandang dan
menghargai klien sebagai individu yang ada

28
pada saat ini, bukan atas masa lalunya,
demikian pula terhadap dirinya sendiri.

29
TOPIK 2

KONSEP HELPING RELATIONSHIP

PEMBAHASAN

1. Pengertian Helping Relationship


Helping relationship adalah hubungan yang
terjadi diantara dua (atau lebih) individu maupun
kelompok yang saling memberikan dan menerima
bantuan atau dukungan untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya sepanjang kehidupan.
Pada konteks keperawatan hubungan yang
dimaksud adalah hubungan antara perawat dan klien.
Ketika hubungan antara perawat dan klien terjadi,
perawat sebagai penolong (helper) membantu klien
sebagai orang yang membutuhkan pertolongan,
untuk mencapai tujuan yaitu terpenuhinya kebutuhan
dasar manusia klien.

2. Karakteristik Helping Reletionship


Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998), ada
beberapa karakteristik seorang helper (perawat) yang
dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang
terapeutik,yaitu:
a. Kejujuran
Kejujuran sangat penting, karena tanpa
adanya kejujuran mustahil bisa terbina hubungan
saling percaya. Seseorang akan menaruh rasa
percaya pada lawan bicara yang terbuka dan
mempunyai respons yang tidak dibuat-buat,
sebaliknya ia akan berhati-hati pada lawan bicara

30
yang terlalu halus sehingga sering
menyembunyikan isi hatinya yang sebenarnya
dengan kata-kata atau sikapnya yang tidak jujur
(Rahmat, J.,1996 dalam Suryani,2005).
Sangat penting bagi perawat untuk
menjaga kejujuran saat berkomunikasi dengan
klien, karena apabila hal tersebut tidak dilakukan
maka klien akan menarik diri, merasa dibohongi,
membenci perawat atau bisa juga berpura-pura
patuh terhadap perawat.

b. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif


Dalam berkomunikasi dengan klien,
perawat sebaiknya menggunakan kata-kata yang
mudah dipahami oleh klien dan tidak
menggunakan kalimat yang berbelit-belit.
Komunikasi nonverbal perawat harus cukup
ekspresif dan sesuai dengan verbalnya karena
ketidaksesuaian akan menimbulkan kebingungan
bagi klien.

c. Bersikap positif
Bersikap positif terhadap apa saja yang
dikatakan dan disampaikan lewat komunikasi
nonverbal sangat penting baik dalam membina
hubungan saling percaya maupun dalam
membuat rencana tindakan bersama klien.
Bersikap positif ditunjukkan dengan bersikap
hangat, penuh perhatian dan penghargaan
terhadap klien.
Untuk mencapai kehangatan dan
ketulusan dalam hubungan yang terapeutik tidak

31
memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan
tertentu diantara perawat dan klien akan tetapi
penciptaan suasana yang dapat membuat klien
merasa aman dan diterima dalam
mengungkapkan perasaan dan pikirannya
(Burnard,P dan Morrison P,1991 dalam
Suryani,2005).

d. Empati bukan simpati


Sikap empati sangat diperlukan dalam
asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini
perawat akan mampu merasakan dan memikirkan
permasalahan klien seperti yang dirasakan dan
dipikirkan klien (Brammer,1993 dalam
Suryani,2005).
Dengan bersikap empati perawat dapat
memberikan alternative pemecahan masalah
karena perawat tidak hanya merasakan
permasalahan klien tetapi juga tidak berlarut-
larut dalam perasaaan tersebut dan turut berupaya
mencari penyelesaian masalah secara objektif.
e. Mampu melihat permasalahan dari kacamata
klien
Dalam memberikan asuhan keperawatan,
perawat harus berorientasi pada klien (Taylor,
Lilis dan Le Mone, 1993), oleh karenaya perawat
harus mampu untuk melihat permasalahan yang
sedang dihadapi klien dari sudut pandang klien.
Untuk mampu melakukan hal ini perawat harus
memahami dan memiliki kemampuan
mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian.

32
Mendengarkan dengan penuh perhatian
berarti mengabsorpsi isi dari komunikasi (kata-
kata dan perasaan) tanpa melakukan seleksi.
Pendengar (perawat) tidak sekedar
mendengarkan dan menyampaikan respon yang
di inginkan oleh pembicara (klien), tetapi
berfokus pada kebutuhan pembicara.
Mendengarkan dengan penuh perhatian
menunjukkan sikap caring sehingga memotivasi
klien untuk berbicara atau menyampaikan
perasaannya.

3. Menerima Klien Apa Adanya


Seorang helper yang efektif memiliki
kemampuan untuk menerima klien apa adanya. Jika
seseorang merasa diterima maka dia akan merasa
aman dalam menjalin hubungan interpersonal
(Sullivan, 1971 dalam Antai Ontong, 1995 dalam
Suryani, 2005). Nilai yang diyakini atau diterapkan
oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan
pada klien, apabila hal ini terjadi maka perawat tidak
menunjukkan sikap menerima klien apa adanya.

a. Sensitif terhadap perasaan klien


Seorang perawat harus mampu mengenali
perasaan klien untuk dapat menciptakan
hubungan terapeutik yang baik dan efektif
dengan klien. Dengan bersikap sensitive terhadap
perasaan klien perawat dapat terhindar dari
berkata atau melakukan hal-hal yang
menyinggung privasi ataupun perasaan klien.

33
b. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien
ataupun diri perawat sendiri
Perawat harus mampu memandang dan
menghargai klien sebagai individu yang ada pada
saat ini, bukan atas masa lalunya, demikian pula
terhadap dirinya sendiri.

34
TOPIK 3

SELF AWARENESS (KESADARAN


INTERPERSONAL DALAM HUBUNGAN
INTERPERSONAL)

1. Self Awareness
Konsepsi ini menekankan pada kesadaran bahwa
individu ada, berada dan mengada dalam kehidupan.
Ada merujuk pada bentuk fisik, berada
menggambarkan pada kehadiran individu pada
situasi sosial dan mengada menunjukkan bahwa
individu memiliki makna dalam situasi sosial.
Self Awareness memandu kita untuk melampaui
keterbatasan fisik dalam wujud imajinasi, spirit dan
harapan.
Identifikasi kesadaran diri sesungguhnya merujuk
pada pemahaman diri sebagai subjek yang dikenali
sebagai konstruk yang dibagi bersama, dimiliki
sendiri bahkan tidak diketahui atau justru malah
orang lain yang memahaminya.
Konsep ini lebih popular dengan pendekatan
Johari Window, suatu interpretasi psikologis dari
Joseph Luft dan Harrington Ingham dengan
menggunakan illustrasi empat sisi jendela.

2. Eksplorasi perasaan
Agar perawat dapat berperan efektif dan
therapeutic, ia harus menganalisa dirinya melalui
eksplorasi perasaan. Seluruh prilaku dan pesan yang
disampaikan perawat ( verbal dan non verbal )
hendaknya bertujuan therapeutic untuk klien.dengan

35
mengenal dan menerima diri sendiri, perawat akan
mampu mengenal dan menerima keunikan
klien.analisa hubungan intim yang therapeutic antara
perawat klien perlu dilakukan untuk evaluasi
perkembangan huibungan dan menentukan tehnik
dan keterampilan yang tepat dalam setiap tahap
untuk mengatasi masalah klien dengan prinsip disini
dan saat ini ( here and now )
Eksplorasi perasaan yaitu mengkaji atau
menggali perasaan-perasaan yang muncul sebelum
dan sesudah berinteraksi dengan orang lain , dimana
eksplorasi perasaan membantu seseorang untuk
mempersiapkan objektif secara komplit dan sikap
yang sangat berpengaruh.ini menggambarkan tentang
ketidakbenaran. Objektif yang komplit dan sikap
yang sangat berpengaruh dijabarkan sebagai
seseorang adalah tidak responsif, kesalahan, mudah
ditemui, tidak mengenai orang tertentu dimana mutu
hubungan therapeutic perawat sangat terbuka, sadar
dan kontrol diri, akal, perasaan dimana dapat
membantu pasien.

3. Etik dan Tanggung Jawab


Keyakinan diri pada seseorang dan masyarakat
dapat memberikan berupa kesadaran akan petunjuk
untuk melakukan tindakan. Kode untuk perawat
umumnya menampilkan penguatan nilai hubungan
perawat-klien dan tanggung jawab dan pemberian
pelayanan yang merupakan rujukan untuk semua
perawat dalam memberikan penguatan untuk
kesejahteraan pasien dan tanggung jawab sosial.
Pilihan etik bertanggung jawab dalam menentukan

36
pertanggung jawaban, risiko, komitmen dan
keadilan.
Hubungan perawat dengan etik adalah kebutuhan
akan tanggung jawab untuk merubah perilaku.
Dimana harus diketahui batasan dan kekuatan dan
kemampuan yang dimiliki. Juga dilakukan oleh
anggota tim kesehatan, perawat yang setiap waktu
siap untuk menggali pengetahuan dan kemampuan
dalam menolong orang lain; sumber-sumber yang
digunakan guna dipertanggung jawabkan.

37
TOPIK 4
TAHAP-TAHAP DALAM KOMUNIKASI
TERAUPETIK

Perawat harus mampu:


a. Melakukan penyingkapan diri
b. Merencanakan bagaimana memfokuskan
percakapan
c. Apa topik yang dibicarakan (sudah tepat atau
belum)
d. Melibatkan pengalaman dengan topik yang
dibicarakan
e. Memperkirakan lamanya percakapan
f. Mengakui kekurangan diri
g. Mengakhiri percakapan dgn klien
Berbagai komponen tersebut dikembangkan oleh
perawat dalam beberapa tahap yakni :
a. Prainteraksi
b. Orientasi
c. Kerja
d. Terminasi

a. PRAINTERAKSI
Dimulai sebelum kontak pertama perawat-klien
Tugas perawat : mengeksplorasi diri
Pada pengalaman pertama, perawat masih memiliki

38
miskonsepsi dan image pada umumnya ditambah
dengan berbagai perasaan dan ketakutan yang
muncul seperti:
a. Takut ditolak klien
b. Cemas karena merupakan pengalaman baru
c. Memperhatikan klien secara berlebihan
d. Meragukan kemampuan diri
e. Takut dilukai klien secara fisik
f. Gelisah melakukan komter
g. Klien dicurigai sebagai orang yang aneh
h. Merasa terancam identitasnya sebagai perawat
i. Merasa tidak nyaman untuk melakukan tugas
secara fisik
j. Mudah terpengaruh secara emosional
(tersinggung-diejek)
k. Takut disakiti secara psikologis Analisi diri
l. Apakah saya menganggap klien sbg orang yang
aneh?
m. Apakah harapan saya terlalu tinggi sehingga bila
klien kasar, bermusuhan, atau tidak kooperatif
saya menjadi marah atau merasa terluka?
n. Apakah saya takut terhadap tanggung jawab yang
dibebankan pada saya (dalam hubungan dengan
klien)?
o. Apakah saya harus menutupi rasa inferior dengan
mengedepankan rasa superior?
p. Apakah saya harus bersimpati, memberikan
kehangatan, dan perlindungan secara berlebihan
bila saya melakukan kekeliruan?

39
b. ORIENTASI
Perawat : menemukan alasan mengapa klien
memerlukan pertolongan dasar pengkajian
keperawatan dan membantu perawat fokus pada
masalah klien.
Tugas perawat pada fase ini :
1) Membangun trust
2) Memahami
3) Menerima
4) Membuka komunikasi dan membuat kontrak dgn
klien
Kontrak pertama dimulai :
1) Memperkenalkan diri perawat dan klien
2) Menyebutkan nama
3) Menjelaskan peran (meliputi tanggung jawab dan
harapan baik klien maupun perawat dengan
menjelaskan apa yang perawat dapat atau tidak
dapat lakukan).
4) Mendiskusikan tujuan hubungan (dengan
menekankan pada pengalaman hidup perawat –
klien serta konflik)
Perawat dapat menyadari kecemasan dan
ketakutan klien, tetapi klien mungkin kesulitan untuk
menerima bantuan perawat. Kemungkinan hal ini
disebabkan :
1) Sulit mengakui mempunyai kesulitan atau
masalah .

40
2) Tidak mudah trust atau terbuka pada seseorang
yang baru dikenal.
3) Masalah yang dihadapi terlihat sangat besar,
rumit, atau unik untuk disharingkan pada orang
lain.
4) Mengutarakan masalah dapat mengancam rasa
independen, otonomi, dan harga diri.
5) Dalam memecahkan suatu masalah melibatkan
pemikiran tentang sesuatu yang mungkin tidak
menyenangkan, mereview kenyataan hidup,
memutuskan suatu rencana, dan yang terpenting
adalah membawa suatu perubahan

c. KERJA
Selama fase ini
1) Prwt-klien mengekplorasi stressor yang berkaitan
dan terus meningkatkan perkembangan insight
klien (yang berkaitan dengan persepsi, pikiran,
perasaan, dan tindakan)
2) Insights harus diwujudkan dalam tindakan dan
diintegrasikan ke dalam pengalaman hidup klien
3) Perawat membantu klien : menghilangkan
kecemasan, meningkatkan rasa kebebasan dan
tanggung jawab terhadap diri sendiri
mengembangkan mekanisme koping yang positif.
(Fokus fase ini : perubahan perilaku secara nyata)

41
d. TERMINASI
Pemahaman antara perawat-klien lebih
dioptimalkan
1) Saling tukar pikiran dan memori
2) Mengevaluasi perkembangan klien (berkenaan
dengan tujuan asuhan keperawatan)
3) Perawat-klien bersama-sama mereview
perkembangan yang tercapai selama perawatan
4) Perasaan rejeksi, kehilangan, sedih, dan marah
diekspresikan dan diekplorasi

42
TOPIK 5
TEKNIK KOMUNIKASI TERAUPETIK
1. Teknik Komunikasi Teraupetik
Berdasarkan referensi dari dari Shives (1994),
Stuart dan Sundeen (1998), berikut akan dipaparkan
mengenai teknik-teknik komunikasi terapeutik dalam
keperawatan yaitu:
a. Mendengarkan dengan penuh perhatian
Perawat berusaha mendengarkan klien
dan menyampaikan pesan verbal dan non-verbal,
untuk menunjukkan bahwa perawat perhatian
akan kebutuhan dan masalah klien.
Mendengarkan dengan penuh perhatian
merupakan upaya untuk mengerti seluruh pesan
verbal dan non-verbal yang sedang
dikomunikasikan.
b. Menunjukkan penerimaan
Menerima disini bukan berarti
menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk
mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan
keraguan atau tidak setuju. Perawat tidak harus
selalu menerima semua perilaku klien. Perawat
sebaiknya menghindari ekspresi wajah dan
gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju,
seperti mengerutkan kening atau menggelengkan
kepala seakan tidak percaya.
c. Menanyakan pertanyaan berkaitan
Tujuan perawat bertanya adalah untuk
mendapat informasi yang spesifik mengenai

43
klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan
dengan topik yang sedang dibicarakan dan
dengan menggunakan kata-kata dalam konteks
budaya klien. Hal yang harus diperhatikan,
pertanyaan diajukan secara berurutan.
d. Mengulang ucapan klien dengan kata-kata sendiri
Teknik komunikasi terapeutik yang
keempat ini dapat dijelaskan bahwa dengan
mengulang kembali ucapan klien, perawat
memberikan umpan balik, sehingga klien
mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan
mengharapkan komunikasi berlanjut.
e. Klarifikasi
Apabila terjadi kesalahpahaman, perawat
dapat menghentikan percakapan untuk
mengklarifikasi dengan menyamakan persepsi.
Agar pesan dapat sampai dengan benar, perawat
perlu memberikan contoh yang konkrit dan
mudah dimengerti klien.
f. Memfokuskan
Metode ini dilakukan dengan tujuan
membatasi pembicaraan, sehingga lebih spesifik
dan dimengerti. Perawat tidak seharusnya
menghentikan pembicaraan ketika klien
menyampaikan masalahnya, kecuali jika
pembicaraan berlanjut tanpa informasi baru.
g. Menyampaikan hasil observasi
Menyampaikan apa yang telah diamati
perawat dari pesan verbal dan non-verbal klien,
dapat dijadikan sebagai umpan balik terhadap apa

44
yang telahdikemukakan oleh klien. Hal ini sering
membuat klien dapat berkomunikasi dengan
jelas, tanpa harus bertambah dengan
memfokuskan dan mengklarifikasi pesan yang
telah disampaikan.
h. Menawarkan informasi
Tambahan informasi ini memungkinkan
penghayatan yang lebih mendalam bagi klien
terhadap keadaanya. Memberikan tambahan
informasi berarti memberikan pendidikan
kesehatan bagi klien. Selain itu, akan menambah
rasa percaya klien terhadap perawat. Perawat
tidak boleh memberikan nasehat kepada klien
ketika menawarkan informasi, tetapi
memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan
terkait keadaanya.
i. Diam
Diam memberikan perawat dan klien
waktu untuk mengorganisir pikirannya.
Penggunaan metoda diam memerlukan
keterampilan dan ketepatan waktu, jika tidak
maka akan menimbulkan perasaan kurang
nyaman. Diam memungkinkan klien untuk
berkomunikasi dengan dirinya sendiri,
mengorganisir pikirannya, dan memproses
informasi. Diam terutama berguna bagi klien
ketika harus mengambil keputusan.
j. Meringkas
Meringkas adalah pengulangan ide utama
yang telah dikomunikasikan secara singkat.

45
Meringkas pembicaraan dapat membantu perawat
dalam mengulang aspek penting dalam
interaksinya, sehingga dapat melanjutkan
pembcaran dengan topik yang berkaitan.
k. Memberikan penghargaan
Penghargaan yang diberikan jangan
sampai membuat klien terbebani, dalam artian
klien kemudian akan berusaha keras untuk
mendapatkan penghargaan tersebut dan
melakukan segala cara dalammendapatkannya.
l. Menawarkan diri
Teknik ini harus dilakukan tanpa pamrih,
karena mungkin klien belum siap untuk
berkomunikasi secara verbal dengan orang lain
atau klien tidak mampu membuat dirinya
dimengerti.
m. Memberi kesempatan pada klien untuk memulai
pembicaraan
Biarkan klien merasa ragu-ragu dan tidak
pasti tentang perannya, perawat dapat
menstimulasinya untuk mengambil inisiatif dan
merasakan bahwa ia diharapkan untuk membuka
pembicaraan.
n. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
Teknik ini bertujuan untuk mengarahkan
hampir selalu pembicaraan, yang
mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti
apa yang dibicarakan dan tertarik untuk
melanjutkan pembicaraan. Perawat harus

46
berusaha untuk menafsirkan daripada
mengarahkan diskusi/ pembicaraan.
o. Menempatkan kejadian secara teratur.
Akan membantu perawat-klien untuk
melihatnya dalam suatu perspektif Kelanjutan
dari suatu kejadian akan membantu perawat-klien
untuk melihatnya dalam suatu perspektif.
Kelanjutan dari suatu kejadian dapat membantu
perawat-klien untuk melihat kejadian berikutnya
sebagai akibat dari kejadian sebelumnya. Perawat
akan dapat menentukan pola kesukaran
interpersonal dan memberikan data tentang
pengalaman yang memuaskan dan berarti bagi
klien guna memenuhi kebutuhannya.
p. Menganjurkan klien untuk menguraikan
persepsinya
Klien harus bebas menguraikan
persepsinya kepada perawat. Waspadai timbulnya
gejala ansietas ketika klien menceritakan
pengalamannya.
q. Refleksi
Refleksi menganjurkan klien untuk
mengemukakan dan menerima ide dan
perasaannya sebagai bagian dari dirinya.

47
TOPIK 6
HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI
TERAUPETIK

1. Faktor yang Menghambat Komunikasi


Teraupetik
Faktor yang menghambat komunikasi (Blais,
Kathleen Koening, dkk, 2002) :
a. Tahap perkembangan
b. Jenis kelamin
c. Peran dan hubungan
d. Karakteristik sosiokultural
e. Nilai persepsi
f. Ruang dan teritorial
g. Lingkungan
h. Kesesuaian
i. Sikap interpersonal

Faktor penghambat komunikasi (Kariyoso,


1994) :
a. Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi
b. Sikap yang kurang tepat

48
c. Kurang pengetahuan
d. Kurang memahami sistem sosial
e. Prasangka yang tidak beralasan
f. Jarak fisik, komunikasi menjadi kurang lancar
bila jarak antara komunikator dengan reseptor
berjauhan
g. Tidak ada persamaan persepsi
h. Indera yang rusak
i. Berbicara yang berlebihan
j. Mendominir pembicaraan, dan lain sebagainya

Faktor - faktor penghambat dalam proses


komunikasi terpeutik adalah (Purwanto, Heri, 1994):
a. Kemampuan pemahaman yang berbeda.
b. Pengamatan/penafsiran yang berbeda karena
pengalaman masa lalu.
c. Komunikasi satu arah.
d. Kepentingan yang berbeda.
e. Memberikan jaminan yang tidak mungkin.
f. Memberitahu apa yang harus dilakukan kepada
penderita.
g. Membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi.

49
h. Menuntut bukti, tantangan serta penjelasan dari
pasien mengenai tindakannya.
i. Memberikan kritik mengenai perasaan penderita.
j. Menghentikan/mengalihkan topik pembicaraan.
k. Terlalu banyak bicara yang seharusnya
mendengarkan.
l. Memperlihatkan sifat jemu, pesimis.

Faktor-faktor yang menghambat komunikasi


terapeutik adalah (Indrawati, 2000:21) :
a. Perkembangan.
b. Persepsi.
c. Nilai.
d. Latar belakang sosial budaya.
e. Emosi.
f. Pengetahuan.
g. Peran dan hubungan.
h. Lingkungan.
i. Jarak.
j. Citra Diri.
k. Kondisi Fisik.

50
Jadi Hambatan komunikasi terapeutik :
Hambatan komunikasi terapeutik dalam hal
kemajuan hubungan perawat-klien terdiri dari tiga jenis
utama : resistens, transferens, dan kontertransferens
(Hamid, 1998). Ini timbul dari berbagai alasan dan
mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda, tetapi
semuanya menghambat komunikasi terapeutik. Perawat
harus segera mengatasinya. Oleh karena itu hambatan ini
menimbulkan perasaan tegang baik bagi perawat
maupun bagi klien. Untuk lebih jelasnya marilah kita
bahas satu-persatu mengenai hambatan komunikasi
terapeutik itu.
a. Resisten.
Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak
menyadari aspek penyebab ansietas yang dialaminya.
Resisten merupakan keengganan alamiah atau
penghindaran verbalisasi yang dipelajari atau
mengalami peristiwa yang menimbulkan masalah
aspek diri seseorang. Resisten sering merupakan
akibat dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika
kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku
resistens biasanya diperlihatkan oleh klien selama

51
fase kerja, karena fase ini sangat banyak berisi proses
penyelesaian masalah.

b. Transferens
Transferens adalah respon tidak sadar dimana
klien mengalami perasaan dan sikap terhadap
perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh
dalam kehidupannya di masa lalu. Sifat yang paling
menonjol adalah ketidaktepatan respon klien dalam
intensitas dan penggunaan mekanisme pertahanan
pengisaran (displacement) yang maladaptif. Ada dua
jenis utama reaksi bermusuhan dan tergantung.
c. Kontertransferens.
Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh
perawat bukan oleh klien. Konterrtransferens
merujuk pada respon emosional spesifik oleh
perawat terhadap klien yang tidak tepat dalam isi
maupun konteks hubungan terapeutik atau
ketidaktepatan dalam intensitas emosi. Reaksi ini
biasanya berbentuk salah satu dari tiga jenis reaksi
sangat mencintai, reaksi sangat bermusuhan atau

52
membenci dan reaksi sangat cemas sering kali
digunakan sebagai respon terhadap resisten klien.
Untuk mengatasi hambatan komunikasi
terapeutik, perawat harus siap untuk mengungkapkan
perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks
hubungan perawat-klien (Hamid, 1998). Awalnya,
perawat harus mempunyai pengetahuan tentang
hambatan komunikasi terapeutik dan mengenali
perilaku yang menunjukkan adanya hambatan
tersebut. Latar belakang perilaku digali baik klien
atau perawat bertanggung jawab terhadap hambatan
terapeutik dan dampak negative pada proses
terapeutik.

53
TOPIK 7
KOMINUKASI TERAUPETIK PADA ANAK
1. Pengertian Komunikasi Teraupetik Anak
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
dilakukan secara sadar,bertujuan dan kegiatannya
dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi
terapeutik pada anak adalahkomunikasi yang
dilakukan antara perawat dan klien (anak), yang
direncanakan secara sadar , bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan anak.
Komunikasi dengan anak berdasarkan usia tumbuh
kembang, antara lain :

a. Usia Bayi (0-1 tahun)


Komunikasi pada bayi yang umumnya
dapat dilakukan adalah dengan melalui gerakan-
gerakan bayi, gerakan tersebut sebagai alat
komunikasi yang efektif, di samping itu
komunikasi pada bayi dapat dilakukan secara non
verbal. Perkembangan komunikasi pada bayi
dapat dimulai dengan kemampuan bayi untuk
melihat sesuatu yang menarik, ketika bayi
digerakkan maka bayi akan berespons untuk
mengeluarkan suara-suara bayi. Perkembangan
komunikasi pada bayi tersebut dapat dimulai
pada usia minggu ke delapan dimana bayi sudah
mampu untuk melihat objek atau cahaya,
kemudian pada minggu kedua belas sudah mulai
melakukan tersenyum. Pada usia ke enam belas

54
bayi sudah mulai menolehkan kepala pada suara
yang asing bagi dirinya. Pada pertengahan tahun
pertama bayi sudah mulai mengucapkan kata-
kata awal seperti ba-ba, da-da, dan lain-lain. Pada
bulan ke sepuluh bayi sudah bereaksi terhadap
panggilan terhadap namanya, mampu melihat
beberapa gambar yang terdapat dalam buku. Pada
akhir tahun pertama bayi sudah mampu
mengucapkan kata-kata yang spesifik antara dua
atau tiga kata.
Selain melakukan komunikasi seperti di
atas terdapat cara komunikasi yang efektif pada
bayi yakni dengan cara menggunakan
komunikasi non verbal dengan tehnik sentuhan
seperti mengusap, menggendong, memangku,
dan lain-lain.

b. Usia Todler dan Pra Sekolah (1-2,5 tahun, 2,5-


5 tahun)
Perkembangan komunikasi pada usia ini
dapat ditunjukkan dengan perkembangan bahasa
anak dengan kemampuan anak sudah mampu
memahami kurang lebih sepuluh kata, pada tahun
ke dua sudah mampu 200-300 kata dan masih
terdengan kata-kata ulangan.
Pada anak usia ini khususnya usia 3 tahun
anak sudah mampu menguasai sembilan ratus
kata dan banyak kata-kata yang digunakan seperti
mengapa, apa, kapan dan sebagainya.
Komunikasi pada usia tersebut sifatnya sangat

55
egosentris, rasa ingin tahunya sangat tinggi,
inisiatifnya tinggi, kemampuan bahasanya mulai
meningkat, mudah merasa kecewa dan rasa
bersalah karena tuntutan tinggi, setiap
komunikasi harus berpusat pada dirinya, takut
terhadap ketidaktahuan dan perlu diingat bahwa
pada usia ini anak masih belum fasih dalam
berbicara (Behrman, 1996).
Pada usia ini cara berkomunikasi yang
dapat dilakukan adalah dengan memberi tahu apa
yang terjadi pada dirinya, memberi kesempatan
pada mereka untuk menyentuh alat pemeriksaan
yang akan digunakan, menggunakan nada suara,
bicara lambat, jika tidak dijawab harus diulang
lebih jelas dengan pengarahan yang sederhana,
hindarkan sikap mendesak untuk dijawab seperti
kata-kata “jawab dong”, mengalihkan aktivitas
saat komunikasi, memberikan mainan saat
komunikasi dengan maksud anak mudah diajak
komunikasi dimana kita dalam berkomunikasi
dengan anak sebaiknya mengatur jarak, adanya
kesadaran diri dimana kita harus menghindari
konfrontasi langsung, duduk yang terlalu dekat
dan berhadapan. Secara non verbal kita selalu
memberi dorongan penerimaan dan persetujuan
jika diperlukan, jangan sentuh anak tanpa
disetujui dari anak, bersalaman dengan anak
merupakan cara untuk menghilangkan perasaan
cemas, menggambar, menulis atau bercerita

56
dalam menggali perasaan dan fikiran anak si saat
melakukan komunikasi.

c. Usia Sekolah (5-11 tahun)


Perkembangan komunikasi pada anak
usia ini dapat dimulai dengan kemampuan anak
mencetak, menggambar, membuat huruf atau
tulisan yang besar dan apa yang dilaksanakan
oleh anak mencerminkan pikiran anak dan
kemampuan anak membaca disini sudah muncul,
pada usia ke delapan anak sudah mampu
membaca dan sudah mulai berfikir tentang
kehidupan.
Komunikasi yang dapat dilakukan pada
usia sekolah ini adalah tetap masih
memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak
yaitu menggunakan kata-kata sederhana yang
spesifik, menjelaskan sesuatu yang membuat
ketidakjelasan pada anak atau sesuatu yang tidak
diketahui, pada usia ini keingintahuan pada aspek
fungsional dan prosedural dari objek tertentu
sangat tinggi. Maka jelaskan arti, fungsi dan
prosedurnya, maksud dan tujuan dari sesuatu
yang ditanyakn secara jelas dan jangan menyakiti
atau mengancam sebab ini akan membuat anak
tidak mampu berkomunikasi secara efektif.

d. Usia Remaja (11-18 tahun)


Perkembangan komunikasi pada usia
remaja ini ditunjukkan dengan kemampuan

57
berdiskusi atau berdebat dan sudah mulai berpikir
secara konseptual, sudah mulai menunjukkan
perasaan malu, pada anak usia sering kali
merenung kehidupan tentang masa depan yang
direfleksikan dalam komunikasi. Pada usia ini
pola pikir sudah mulai menunjukkan ke arah
yang lebih positif, terjadi konseptualisasi
mengingat masa ini adalah masa peralihan anak
menjadi dewasa.
Komunikasi yang dapat dilakukan pada
usia ini adalah berdiskusi atau curah pendapat
pada teman sebaya, hindari beberapa pertanyaan
yang dapat menimbulkan rasa malu dan jaga
kerahasiaan dalam komunikasi mengingat awal
terwujudnya kepercayaan anak dan merupakan
masa transisi dalam bersikap dewasa.

2. Tujuan Komunikasi Terapeutik pada Anak


Adapun tujuan yang diharapkan dalam
melakukan komunikasi terapeutik pada anak adalah :
a. Membantu anak untuk memperjelas dan
mengurangi beban perasaan dan pikiran serta
dapat mengambil tindakan untuk mengubah
situasi yang ada bila klien percaya pada hal- hal
yang diperlukan.
b. Mengurangi keraguan , membantu dalam hal
mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya.
c. Mempengaruhi orang lain , lingkungan fisik dan
dirinya sendiri.

58
3. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik pada Anak
Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik menurut
Carl Rogers, seperti :
a. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang
berarti menghayati,memahami dirinya sendiri
serta nilai yang dianut.
b. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling
menerima percaya,dan menghargai.
c. Perawat harus memahami dan menghayati nilai
yang dianut oleh klien
d. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan
klien baik fisik maupun mental.
e. Perawat harus menciptakan suasana yang
memungkinkan klien bebas berkembang tanpa
rasa takut.
f. Perawat harus menciptakan suasana yang
memungkinkan klien memiliki motivasi untuk
mengubah dirinya baik sikap,tingkah lakunya
sehingga tumbuh makin matang dan dapat
memecahkan masalah - masalah yang dihadapi.
g. Perawat harus mampu menguasai perasaan
sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan
mengatasi perasaan gembira, sedih, marah,
keberhasilan ,maupun frustasi.
h. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan
dapat mempertahankan konsistensinya.
i. Memahami betul arti empati sebagai tindakan
yang terapeutik dan sebaliknya simpati bukan
tindakan yang terapeutik.

59
j. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan
dasar hubungan komunikasi terapeutik.
k. Mampu berperan sebagai role model.
l. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila
di anggap mengganggu.
m. Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan
menolong orang lain secara manusiawi.
n. Berpegang pada etika.
o. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu
tanggung jawab terhadap diri sendiri atas
tindakan yang dilakukan dan tanggungjawab
terhadap orang lain.

4. Tahapan dalam Komunikasi dengan Anak


Dalam melakukan komunikasi pada anak
terdapat beberapa tahap yang harus dilakukan
sebelum mengadakan komunikasi secara langsung,
tahapan ini sangat meliputi tahap awal ( pra
interaksi ), tahap perkenalan atau orientasi, tahap
kerja dan tahap terakhir yaitu tahap terminasi.
a. Tahap Prainteraksi
Pada tahap pra interaksi ini yang harus
kita lakukan adalah mengumpulkan data tentang
klien dengan mempelajari status atau bertanya
kepada orang tua tentang masalah atau latar
belakang yang ada, mengeksplorasi perasaan,
proses ini akan mengurangi kekurangan dalam
saat komunikasi dengan cara mengeksplorasikan
perasaan apa yang ada pada dirinya, membuat
rencana pertemuan dengan klien, proses ini

60
ditunjukkan dengan kapan komunikasi akan
dilakukan, dimana dan rencana apa yang
dikomunikasikan serta target dan sasaran yang
ada.
b. Tahap Perkenalan atau Orientasi
Tahap ini yang dapat kita lakukan adalah
memberikan salam dan senyum pada klien,
melakukan validasi (kognitif, psikomotorik,
afektif), mencari kebenaran data yang ada dengan
wawancara, mengobservasi atau pemeriksaan ang
lain, memperkenalkan nama kita denga tujuan
agar selalu ada yang memperhatikan terhadap
kebutuhannnya, menanyakan nama panggilan
kesukaan klien karena akan mempermudah dalam
berkomunikasi dan lebih dekat, menjelaskan
tanggung jawab perawat dan klien, menjelaskan
kegiatan yang akan dilakukan, menjelaskan
tujuan, menjelaskan waktu yang dibutuhkan
untuk melakukan kegiatan dan menjelaskan
kerahasiaan.
c. Tahap Kerja
Pada tahap ini kegiatan yang dapat kia
lakukan adalah memberi kesempatan pada klien
untuk bertanya, karena akan memberitahu
tentang hal-hal yang kurangdimengerti dalam
komunikasi, menanyakan keluhan utama,
memulai kegiatan dengan cara yang baik dan
melakukan kegiatan sesuai dengan rencana.

61
d. Tahap Terminasi
Pada tahap terminasi dalam komunikasi
ini kegiatan yang dapat kita lakukan adalah
menyimpulkan hasil wawancara meliputi
evaluasi proses dan hasil, memberikan re-
inforcement positif, merencanakan tindak lanjut
dengan klien, melakukan kontrak (waktu, tempat,
dan topik) dan mengakhiri wawancara dengan
cara yang baik.

5. Teknik – Teknik Komunikasi Terapeutik pada


Anak
Seperti yang sudah dijelaskan pasien anak
merupakan individu yang unik, dalam melakukan
komunikasi terapeutik dengan pasien anak
dibutuhkan teknik khusus agar hubungan yang
dijalankan dapat berlangsung dengan baik sesuai
dengan tumbuh kembang anak.
a. Teknik Verbal
1) Melalui orang lain atau pihak ketiga
Cara berkomunikasi ini pertama
dilakukan oleh anak dalam menumbuhkan
kepercayaan diri anak, dengan menghindari
secara langsung berkomunikasi dengan
melibatkan orang tua secara langsung yang
sedang berada di samping anak. Selain itu
dapat digunakan cara dengan memberikan
komentar tentang mainan, baju yang sedang

62
dipakainya serta hal lainnya, dengan catatan
tidak langsung pada pokok pembicaraan.
2) Bercerita
Melalui cara ini pesan yang akan
disampaikan kepada anak dapat mudah
diterima, mengingat anak sangat suka sekali
dengan cerita, tetapi cerita yang disampaikan
hendaknya sesuai dengan pesan yang akan
disampaikan, yang dapat diekspresikan
melalui tulisan maupun gambar.
3) Memfasilitasi
Memfasilitasi anak adalah bagian cara
berkomunikasi, melalui ini ekspresi anak atau
respon anak terhadap pesan dapat diterima.
Dalam memfasilitasi kita harus mampu
mengekspresikan perasaan dan tidak boleh
dominan, tetapi anak harus diberikan respons
terhadap pesan yang disampaikan melalui
mendengarkan dengan penuh perhatian dan
jangan merefleksikan ungkapan negatif yang
menunjukkan kesan yang jelek pada anak.
4) Biblioterapi
Melalui pemberian buku atau majalah
dapat digunakan untuk mengekspresikan
perasaan, dengan menceritakan isi buku atau
majalah yang sesuai dengan pesan yang akan
disampaikan kepada anak.
5) Meminta untuk menyebutkan keinginan
Ungkapan ini penting dalam
berkomunikasi dengan anak, dengan meminta

63
anak untuk menyebutkan keinginan dapat
diketahui berbagai keluhan yang dirasakan
anak dan keinginan tersebut dapat
menunjukkan perasaan dan  pikiran anak
pada saat itu.
6) Pilihan pro dan kontra
Penggunaan teknik komunikasi ini sangat
penting dalam menentukan atau mengetahui
perasaan dan pikiran anak, dengan
mengajukan pasa situasi yang menunjukkan
pilihan yang positif dan negatif sesuai dengan
pendapat anak.

7) Penggunaan skala
Penggunaan skala atau peringkat ini
digunakan dalam mengungkapkan perasaan
sakit pada anak seperti penggunaan perasaan
nyeri, cemas, sedih dan lain-lain, dengan
menganjurkan anak untuk mengekspresikan
perasaan sakitnya.

b. Teknik Non Verbal


Teknik komunikasi non verbal dapat
digunakan pada anak- anak seperti :
1) Menulis
Menulis adalah suatu alternatif
pendekatan komunikasi bagi anak, remaja
muda dan pra remaja. Untuk memulai suatu
percakapan perawat dapat memeriksa/

64
menyelidiki tentang tulisan dan mungkin juga
meminta untuk membaca beberapa bagian.
Dengan menulis anak-anak lebih riil dan
nyata.

2) Menggambar
Menggambar adalah salah satu bentuk
komunikasi yang berharga melalui
pengamatan gambar. Dasar asumsi dalam
menginterpretasi gambar adalah bahwa anak-
anak mengungkapakan tentang dirinya.
Untuk mengevaluasi sebuah gambar
utamakan/fokuskan pada unsur-unsur sebagai
berikut :
a) Ukuran dari bentuk badan individu, ini
mengekspresikan orang penting.
b) Urutan bentuk gambar, mengekspresikan
prioritas kepentingan
c) Posisi anak terhadap anggota keluarga
lainnya, mengekspresikan perasaan anak
terhadap status dalam keluaraga atau
ikatan keluarga.
d) Bagian adanya hapusan, bayangan atau
gambar silang, mengekspresikan
ambivalen/ pertentangan, keprihatinan
atau kecemasan pada hal- hal tertentu.

3) Gerakan gambar keluarga


Menggambarkan suatu kelompok,
berpengaruh pada perasaan anak-anak dan

65
respon emosi, dia akan menggambarkan
pikirannya tentang dirinya dan anggota
keluarga yang lainnya. Gambar kelompok
yang paling berharga bagi anak adalah
gambar keluarga.
4) Sosiogram
Menggambar tak perlu dibatasi bagi anak-
anak, dan jenis gambar yang berguna bagi
anak- anak seusia 5 tahun adalah sosiogram
(gambar ruang kehidupan) atau lingkungan
keluarga. Menggambar suatu lingkaran
adalah untuk melambangkan orang-orang
yang hampir mirip dalam kehidupan anak,
dan gambar bundaran- bundaran didekat
lingkaran menunjukkan keakraban/
kedekatan.
5) Menggambar bersama dalam keluarga
Salah satu teknik yang berguna dan dapat
diterapkan pada anak- anak adalah
menggambar bersama dalam keluarga.
Menggambar bersama dalam keluarga
merupakan satu alat yang berguna untuk
mengungkapkan dinamika dan hubungan
keluarga.
6) Bermain
Bermain merupakan salah satu cara yang
paling efektif untuk berhubungan dengan
anak. Dengan bermain dapat dikumpulkan
petunjuk mengenai tumbuh kembang fisik,
intelektual dan sosial. Terapeutik play sering

66
digunakan untuk mengurangi trauma akibat
sakit atau masuk rumah sakit atau untuk
mempersiapkan anak sebelum dilakukan
prosedur medis/ perawatan.
Diatas telah dijelaskan beberapa teknik komunikasi
terapeutik pada umumnya, sedangkan cara yang perlu
diterapkan saat melakukan komunikasi terapeutik dengan
pasien anak, antara lain : (Mundakir, 2005)
a) Nada suara, diharapkan perawat dapat berbicara
dengan nada suara yang rendah dan lambat. Agar
pasien anak jauh lebih mengerti apa yang ditanyakan
oleh perawat.
b) Mengalihkan aktivitas, pasien anak yang terkadang
hiperaktif lebih menyukai aktivitas yang ia sukai,
sehingga perawat perlu membuat jadwal yang
bergantian antara aktivitas yang pasien anak sukai
dengan aktivitas terapi atau medis.
c) Jarak interaksi, diharapkan perawat dapat
mempertahankan jarak yang aman saat berinteraksi
dengan pasien anak.
d) Kontak mata, diharapkan perawat dapat mengurangi
kontak mata saat mendapat respon dari pasien anak
yang kurang baik, dan kembali melakukan kontak
mata saat kira-kira pasien anak sudah dapat
mengontrol perilakunya.
e) Sentuhan, jangan pernah menyentuh anak tanpa izin
dari si anak.

67
Komunikasi dengan anak merupakan sesuatu yang
penting dalam menjaga hubungan dengan anak,melalui
komunikasi ini pula perawat dapat memudahkan
mengambil berbagai data yang terdapat pada diri anak
yang selanjutnya digunakan dalam penentuan masalah
keperawatan atau tindakan keperawatan.

6. Tekhnik Komunikasi dengan Orang Tua Anak


Komunikasi dengan orang tua adalah salah satu hal
yang penting dalam perawatan anak, mengingat
pemberian asuhan keperawatan pada anak selalu
melibatkan peran orang tua yang memiliki peranan
penting dalam mempertahankan komunikasi dengan
anak.
Untuk mendapatkan informasi tentang anak sering
kita mengobservasi secara langsung atau
berkomunikasi dengan orang tua. Ada beberapa hal
yang harus kita perhatikan dalam komunikasi dengan
orang tua diantaranya:
a. Anjurkan Orang Tua untuk Berbicara
Kita dalam melakukan komunikasi
dengan orang tua, jangan hanya peran kita
sebagai pemberi informasi saja akan tetapi
bagaimana kita merspons atau mengajak agar
orang tua yang kita ajak komunikasi mampu
untuk memberikan suatu pesan atau informasi
yang dimiliki, kemampuan inilah yang
seharusnya kita kembangkan sehingga
komunikasi agar berjalan terus dan efektif serta

68
tujuan yang kita inginkan dalam komunikasi
dapat tercapai.
b. Arahkan ke Fokus
Dalam melakukan komunikasi dengan
orang tua anak arahkan pokok pembicaraan kita
ke fokus sambil memberi kesempatan pada orang
tua untuk mengekspresikan perasaannya secara
bebas sehingga tujuan komunikasi dapat
mencapai sasaran. Mengarahkan ke fokus itu
salah satu bagian dalam mencapai komunikasi
yang efektif.
c. Mendengarkan
Mendengarkan adalah kunci untuk
mencapai komunikasi yang efektif, kemampuan
mendengarkan dapat ditunjukkan dengan
ekspresi yang sungguh-sungguh saat
berkomunikasi dengan tujuan untuk mengerti
klien. Selain itu dengan mendengarkan kita akan
mendapatkan seluruh informasi yang didapatkan
sehingga tidak ada yang hilang atau tertinggal
informasi yang akan disampaikan.
d. Diam
Diam adalah cara yang dapat digunakan
dalam komunikasi dengan diam sebentar dapat
memberikan kesempatan kepada seseorang yang
kita ajak komunikasi untuk memberikan
kebebasan dalam mengekspresikan perasaannya
dan memberikan kesempatan berpikir terhadap
sesuatu yang hendak disampaikan.
e. Empati

69
Cara ini dilakukan dengan mencoba
merasakan apa yang dirasakn oleh orang tua
anak, dengan demikian orang tua anak akan
merasa aman dan diperhatikan. Cara komunikasi
ini juga sangat terkait dengan sikap saat
komunikasi.
f. Meyakinkan Kembali
Meyakinkan kembali merupakan cara
yang dapat diberikan agar proses dan hasil
komunikasi dapat diterima pada klien hal ini
adalah orang tua. Pada dasarnya semua orang tua
ingin menjadi orang tua terbaik, tetapi pada saat
anak sakit dapat terjadi kecemasan tentang peran
dan fungsinya, maka yakinkan kembali akan
peran dan fungsinya sebagai orang tua.
g. Merumuskan Kembali
Dalam mencapai tujuan pemecahan
masalah kita dan orang tua anak harus sepakat
terhadap masalah yang muncul kadang-kadang
pada rang tua, dengan merumuskan kembali
beberapa permasalahan dan cara pemecahan
bersama akan memberikan dampak dalam
mengurangi kecemasan atau kekhawatiran.
h. Memberi Petunjuk Kemungkinan Apa yang
Terjadi
Melalui komunikasi beberapa petunjuk
tentang kemungkinan masalah apa yang terjadi
dapat diinformasikan terlebih dahulu untuk
mengantisipasi tentang kemungkinan hal yang

70
terjadi sehingga orang tua tahu dan siap bila
masalah itu muncul.
i. Menghindari Hambatan dalam Komunikasi
Menghindari hambatan dalam komunikasi
seperti melakukan komunikasi secara asertif
dengan orang tua merupakan salah satu cara
efektif dalam komunikasi, karena hambatan
selama komunikasi akan memberiakn dampak
tidak berjalannya suatu proses komunikasi seperti
terlalu banyak memberi saran, cepat mengambil
keputusan, megubah pokok pembicaraan,
membatasi pertanyaan atau terlalu banyak
memberikan pertanyaan tertutup dan menyela
pembicaraan sebelum pembicaraan selesai.

7. Faktor yang Mempengaruhi dalam Komunikasi


dengan Anak
Dalam proses komunikasi kemungkinan ada
hambatan selama komunikasi, karena selama proses
komunikasi melibatkan beberapa komponen dalam
komunikasi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya:
a. Pendidikan
Pendidikan merupakan penuntun manusia
untuk berbuat dan mengisi kehidupannya yang
dapat digunakan untuk mendapatkan informasi
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.
Sebagaimana umumnya semakin tinggi
pendidikan seseorang makin mudah menerima

71
informasi dan makin bagus pengatahuan yang
dimiliki sehingga penggunaan komunikasi dapat
secara efektif akan dapat dilakukannya. Dalam
komunikasi dengan anak atau orang tua juga
perlu diperhatikan tingkat pendidikan khususnya
orang tua karena berbagai informasi akan mudah
diterima jika bahasa yang disampaikan sesuai
dengan tingkat pendidikan yang dimilikinya.
b. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan proses belajar
dengan menggunakan panca indra yang
dilakukan seseorang terhadap objek tertentu
untuk dapat menghasilkan pengetahuan dan
keterampilan. Faktor pengetahuan dalam proses
komunikasi dapat diperlihatkan apabila seseorang
pengetahuan cukup, maka informasi yang
disampaikan akannjelas dan mudah diterima oleh
penerima kan tetapi apabila pengetahuan kurang
maka akan menghasilkan informasi yang kurang.

c. Sikap
Sikap dalam komunikasi dapat
mempengaruhi proses kemungkinan berjalan
efektif atau tidak, hal tersebut dapat
ditunjukkan seseorang yang memiliki sikap
kurang baik akan menyebabkan pendengar
kurang percaya terhadap komunikator,
demikian sebaliknya apabila dalam
komunikasi menunjukkan  sikap yang baik
maka dapat menunjukkan kepercayaan dari

72
penerima pesan atau informasi. Sikap yang
diharapkan dalam komunikasi tersebut seperti
terbuka, percaya, empati, menghargai dan
lain-lain, kesemuanya dapat mendukung
berhasilnya komunikasi terapeutik.
d. Usia Tumbuh Kembang
Faktor usia ini dapat mempengaruhi
proses komunikasi, hal ini dapat ditunjukkan
semakin tinggi usia perkembangan anak
kemampuan dalam komunikasi semakin
kompleks dan sempurna yang dapat dilihat
perkembangan bahasa anak.
e. Status Kesehatan Anak
Status kesehatan sakit dapat berpengaruh
dalam komunikasi, hal ini dapat diperlihatkan
ketiak anak sakit atau mengalami gangguan
psikologis maka cenderung anak kurang
komunikatif atau sangat pasif, dengan
demikian dalam komunikasi membutuhkan
kesiapan secara fisik dan psikologis untuk.
f. Sistem Sosial
Sistem sosial yang dimaksud di sini
adalah budaya yang ada di masyarakat, di
mana setiap daerah memiliki budaya atau
cara komunikasi yang berbeda. Hal  tersebut
dapat juga mempengaruhi proses komunikasi
seperti orang Batak engan orang Madura
ketika berkomunikasi dengan bahasa
komunikasi yang berbeda dan sama-sama
tidak memahami bahasa daerah maka akan

73
merasa kesulitan untuk mencapai tujuan dan
komunikasi.
g. Saluran
Saluran ini merupakan faktor luar yang
berpengaruh dalam proses komunikasi seperti
intonasi suara, sikap tubuh dan sebagainya
semuanya akna dapat memberikan pengaruh
dalam proses komunikasi, sebagai contoh
apabila kita berkomunikasi dengan orang
yang memiliki suara atau intonasi jelas maka
sangat mudah kita menerima informasi
ataupun pesan yang disampaikan. Demukian
sebaliknya apabila kita berkomunikasi
dengan orang yang memiliki suara  yang
tidak jelas kita akan kesulitan menerimapesan
atau informasi yang disampaikan.
h. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang
ada disekitar area, lingkungan dalam hal
komunikasi yang dimaksud di sini dapat
berupa situasi, ataupun lokasi yang ada.
Lingkungan yang baik atau tenang akan
memberikan dampak berhasilnya tujuan
komunikasi sedangkan lingkungan yang
kurang baik akan memberikan dampak yang
kurang. Hal ini dapat kita contohkan apabila
kita berkomunikasi dengan anak pada tempat
yang gaduh misalnya atau tempat yang
bising, maka proses komunikasi tidak akan
bisa berjalan dengan baik, kemungkina sulit

74
kita berkomunikasi secara efektif karena
suara yang tidak jelas, sehingga pesan yang
akan disampaikan sulit diterima oleh anak.

8. Teknik yang Kurang Tepat Dilakukan dalam


Komunikasi Terapeutik pada Anak
Hal- hal yang kurang berkenan dilakukan dalam
komunikasi terapeutik pada anak, seperti :
a. Mengabaikan keterangan anak
Saat melakukan komunikasi pada anak
seorang perawat hendaknya selalu mendengarkan
segala keluh kesah yang disampaikan anak,
hindari sikap acuh tak acuh. Dengan demikian
diharapkan seorang perawat mampu mengetahui
permasalahan yang sebenarnya dialami oleh
anak.
b. Besikap emosional
Dalam melakukan komunikasi terapeutik
pada anak bersikaplah tenang dan sabar dalam
mendengarkan segala keterangan yang
disampaikan anak. Hindari bersikap emosional
karena seorang anak akan enggan untuk
menyampaikan masalahnya.
c. Pembicaraan satu arah
Hindari pembicaraan satu arah saat
melakukan komunikasi terapeutik pada anak
karena hal itu akan menyebabkan anak menjadi
pendiam, mintalah umpan balik atas apa yang
dibicarakan. Dengan memberikan kesempatan

75
pada anak untuk ikut berbicara, itu akan
membuat anak menjadi lebih terbuka kepada kita.
d. Hindari pertanyaan yang bertubi-tubi
Saat berkomunikasi pada anak hindarilah
pertanyaan yang bertubi- tubi karena hal itu akan
membuat anak menjadi bosan dan enggan untuk
diajak berkomunikasi pada tahap selanjutnya.
Bila anak tidak menjawab pertanyaan yang
diajukan, ulangilah dengan pertanyaan lain
sehingga mendapatkan respon.
e. Menyudutkan anak
Hindarilah sikap yang dapat menyudutkan
anak karena hal itu akan membuat anak kurang
mendapatkan kepercayaan.  Terimalah kondisi
anak apa adanya. Apapun yang terjadi berusalah
terus ada di pihak anak dengan selalu
mendengarkan segala keluh kesah anak sehingga
ia menganggap kita sebagai temannya.

76
TOPIK 8

KOMUNIKASI TERAPETIK PADA KLIEN ICU

1. Komunikasi Dengan Pasien Tidak Sadar


Sejarah aktivitas manusia berkomunikasi timbul
sejak manusia diciptakan hidup di dunia ini. Manusia
tidak dapat terlepas dari interaksi dengan manusia
lain untuk melangsungkan kehidupannya. Didalam
berinteraksi antara manusia yang satu dengan yang
lainnya tidak dapat terlepas dari kegiatan
komunikasi. Manusia yang normal akan selalu
terlibat komunikasi dalam melakukan interaksi
dengan sesamanya, baik melalui komunikasi verbal
maupun non verbal, dan akan terus berlangsung
sepanjang hidupnya. Pentingnya hubungan yang
terjadi antar sesama manusia dikemukakan oleh
Klinger (1977) yang mengatakan bahwa hubungan
dengan manusia lain ternyata  sangat mempengaruhi
manusia itu sendiri. Manusia tergantung terhadap
manusia lain karena manusia adalah makhluk yang
selalu berusaha mempengaruhi, yaitu melalui
pengertian yang diberi, informasi yang dibagi, serta
semangat yang disumbangkan. Semuanya dapat
membentuk pengetahuan, menguatkan perasaan dan
meneguhkan prilaku manusia.
Selama beberapa dekade terakhir, keperawatan
khususnya dalam hal komunikasi antara perawat dan
klien telah mengalami perubahan-perubahan yang
mengagumkan. Perubahan ini tidak hanya ditujukan
pada sifat interaksi antara pasien klien dengan
perewat, tetapi juga pada status dan wewenang

77
perawat. Dalam hal ini Rogers (1974)
mengidentifikasi bahwa yang diperlukan untuk
menciptakan komunikasi yang baik antara perawat
dan pasien yaitu kepedulian yang mendalam atau
penerimaan yang penuh dari perawat terhadap klien,
dan Authier (1986) mengatakan sebagai suatu cara
mendengarkan pasien sepenuhnya. Ellis (1992)
mengatakan bahwa komunikasi adalah hal yang
mendasar dari semua hubungan profesional dalam
lingkungan kerja, yang disebut ‘jaring hubungan’.
Perawat profesional harus mampu membedakan
saluran dan gaya komunikasi serta memilih metode
komunikasi yang paling sesuai dengan situasi pasien
dan keluarga. Tetapi ada perbedaan pendapat tentang
konsep bawah sadar memang berguna atau perlu
ilmu khusus untuk berkomunikasi dengan orang yang
tidak sadar. Dan dalam menyingkapi situasi yang
seperti ini, seorang perawat harus mampu bertindak
sesuai dengan skill yang dimilikinya.
Para perawat berada dalam pekerjaan dimana
komunikasi interpersonal merupakan inti dari
pekerjaan. Semua tugas keperawatan berkisar pada
kebutuhan bagi perawat untuk menjadi komunikator
yang efektif, apakah dalam berhubungan dengan
rekan kerja atau dengan klien.

78
2. Tujuan
Tujuan dari penulisan buku yang berhubungan
dengan metode berkomunikasi dengan pasien tidak
sadar yaitu sebagai berikut:

1. Menyadari betapa pentingnya komunikasi dengan


pasien yang tidak sadar.
2. Mengetahui teknik-teknik dalam berkomunikasi
dengan pasien yang tidak sadar.
3. Mengetahui prinsip-prinsip dalam berkomunikasi
dengan pasien yang tidak sadar.

79
PEMBAHASAN

1. Pengertian Pasien yang Tidak Sadar


Pasien yang tidak sadar atau yang sering kita
sebut dengan koma, dengan gangguan kesadaran
merupakan suatu proses kerusakan fungsi otak yang
berat dan dapat membahayakan kehidupan. Pada
proses ini susunan saraf  pusat terganggu fungsi
utamanya mempertahankan kesadaran. Gangguan
kesadaran ini dapat disebabkan oleh beragam
penyebab, yaitu baik primer intrakranial ataupun
ekstrakranial, yang mengakibatkan kerusakan
struktural/metabolik di tingkat korteks serebri,
batang otak keduanya.
Pada pasien tidak sadar ini, pada dasarnya pasien
tidak responsif, mereka masih dapat menerima
rangsangan. Pendengaran dianggap sebagai sensasi
terakhir yang hilang dengan ketidaksadaran dan yang
menjadi pertama berfungsi. Faktor ini akan menjadi
pertimbangan mengapa perawat tetap harus
berkomunikasi pada klien tidak sadar sekali pun.
Ada karakteristik komunikasi yang berbeda pada
klien tidak sadar ini, kita tidak menemukan feed back
(umpan balik), salah satu elemen komunikasi. Ini
dikarenakan klien tidak dapat merespon kembali apa
yang telah kita komunikasikan sebab pasien sendiri
tidak sadar.

2. Berkomunikasi dengan Pasien Tidak Sadar


a. Fungsi komunikasi dengan pasien tidak sadar
Komunikasi dengan klien dalam proses
keperawatan memiliki beberapa fungsi, yaitu:

80
1) Mengandalikan prilaku
Pada klien yang tidak sadar, karakteristik
pasien ini adalah tidak memiliki respon dan
klien tidak ada prilaku, jadi komunikasi
dengan pasien ini tidak berfungsi sebagai
pengendali prilaku. Secara tepatnya pasien
hanya memiliki satu prilaku yaitu pasien
hanya berbaring, imobilitas dan tidak
melakukan suatu gerakan yang berarti.
Walaupun dengan berbaring ini pasien tetap
memiliki prilaku negatif yaitu tidak bisa
mandiri.

2) Perkembangan Motivasi
Pasien tidak sadar terganggu pada fungsi
utama mempertahankan kesadaran, tetapi
klien masih dapat merasakan rangsangan
pada pendengarannya. Perawat dapat
menggunakan kesempatan ini untuk
berkomunikasi yang berfungsi untuk
pengembangan motivasi pada klien. Motivasi
adalah pendorong pada setiap klien, kekuatan
dari diri klien untuk menjadi lebih maju dari
keadaan yang sedang ia alami. Fungsi ini
akan terlihat pada akhir, karena kemajuan
pasien tidak lepas dari motivasi kita sebagai
perawat, perawat yang selalu ada di dekatnya
selama 24 jam. Mengkomunikasikan motivasi
tidak lain halnya dengan pasien yang sadar,
karena klien masih dapat mendengar apa
yang dikatakan oleh perawat.

81
3) Pengungkapan Emosional
Pada pasien tidak sadar, pengungkapan
emosional klien tidak ada, sebaliknya perawat
dapat melakukannya terhadap klien. Perawat
dapat berinteraksi dengan klien. Perawat
dapat mengungkapan kegembiraan, kepuasan
terhadap peningkatan yang terjadi dan semua
hal positif yang dapat perawat katakan pada
klien. Pada setiap fase kita dituntut untuk
tidak bersikap negatif terhadap klien, karena
itu akan berpengaruh secara tidak
langsung/langsung terhadap klien. Sebaliknya
perawat tidak akan mendapatkan
pengungkapan positif maupun negatif dari
klien. Perawat juga tidak boleh
mengungkapkan kekecewaan atau kesan
negatif terhadap klien. Pasien ini
berkarakteristik tidak sadar, perawat tidak
dapat menyimpulkan situasi yang sedang
terjadi, apa yang dirasakan pada klien pada
saat itu. Kita dapat menyimpulkan apa yang
dirasakan klien terhadap apa yang selama ini
kita komunikasikan pada klien bila klien telah
sadar kembali dan mengingat memori tentang
apa yang telah kita lakukan terhadapnya.

4) Informasi
Fungsi ini sangat lekat dengan asuhan
keperawatan pada proses keperawatan yang
akan kita lakukan. Setiap prosedur tindakan
keperawatan harus dikomunikasikan untuk

82
menginformasikan pada klien karena itu
merupakan hak klien. Klien memiliki hak
penuh untuk menerima dan menolak terhadap
tindakan yang akan kita berikan. Pada pasien
tidak sadar ini, kita dapat meminta
persetujuan terhadap keluarga, dan
selanjutnya pada klien sendiri. Pasien berhak
mengetahui apa saja yang akan perawat
lakukan pada klien. Perawat dapat
memberitahu maksud tujuan dari tindakan
tersebut, dan apa yang akan terjadi jika kita
tidak melakukan tindakan tersebut
kepadanya.

Hampir dari semua interaksi komunikasi dalam


proses keperawatan menjalankan satu atau lebih dari ke
empat fungsi di atas. Dengan kata lain, tujuan perawat
berkomunikasi dengan klien yaitu untuk menjalankan
fungsi tersebut. Dengan pasien tidak sadar sekalipun,
komunikasi penting adanya. Walau, fungsi yang
dijalankan hanya salah satu dari fungsi di atas. Dibawah
ini akan diuraikan fungsi-fungsi berkomunikasi dengan
klien, terhadap klien tidak sadar.

Untuk dipertegas, walau seorang pasien tidak sadar


sekali pun, ia merupakan seorang pasien yang memiliki
hak-hak sebagai pasien yang harus tetap kita penuhi.

Perawat itu adalah manusia pilihan Tuhan, yang telah


terpilih untuk membantu sesama, memiliki rasa bahwa
kita sesama saudara yang harus saling membantu.
Perawat akan membantu siapapun walaupun ia seorang

83
yang tidak sadar sekalipun. Dengan tetap memperhatikan
hak-haknya sebagai klien.

5) Dimensi Hubungan yang Membantu


Komunikasi yang dilakukan perawat
bertujuan untuk membentuk hubungan saling
percaya, empati, perhatian, autonomi dan
mutualitas. Pada komunikasi dengan pasien
tidak sadar kita tetap melakukan komunikasi
untuk meningkatkan dimensi ini sebagai
hubungan membantu dalam komunikasi
terapeutik.

6) Rasa Percaya
Rasa percaya dapat didefenisikan sebagai
kepercayaan bahwa orang lain akan memberi
bantuan ketika membutuhkan, selalu ada jika
sedang diperlukan. Hubungan yang
mempercaya ini tidak dapat berkembang
kecuali jika klien percaya bahwa perawat
ingin merawat demi kebaikan klien sendiri.
Komunikasi perawat dengan klien yang tidak
sadar rasa percaya dapat tumbuh pada klien
jika perawat dapat menunjukan semua
tindakan ingin membantu klien serta dengan
komunikasi yang baik pula. Untuk
meningkatkan rasa percaya klien, perawat
harus bertindak secara konsisten, dapat
dipercaya dan kompeten. Kejujuran dalam
memberikan informasi kepada klien juga
dapat membantu terjadinya rasa percaya.

84
7) Empati
Empati telah diterima secara luas sebagai
komponen klinis dalam hubungan membantu.
Rasa empati yaitu merasakan, memahami
kondisi klien pada saat itu. Rasa empati ini
sangat membantu hubungan terapeutik
perawat dengan klien. Dari point ini perawat
dapat menjadi pemotivasi terhadap klien
dengan adanya rasa empati, hubungan yang
terjalin akan menjadi lebih efektif.

8) Perhatian
Perhatian adalah memiliki penghargaan
positif terhadap orang lain, merupakan dasar
untuk hubungan yang membantu. Perawat
menunjukkan perhatian dengan menerima
klien sebagaimana mereka adanya dan
menghargai mereka sebagai individu.
Perawat menghargai pasien yang tidak sadar
selayaknya pasien yang sadar, bahwa klien
tetap mengetahui apa yang perawat
komunikasikan selayaknya ia sadar. Klien
akan merasakan bahwa perawat menunjukan
perhatian dengan menerima klien
sebagaimana mereka adanya. Perhatian juga
meningkatkan rasa percaya dan mengurangi
kecemasan. Penghilangan kecemasan dan
stress akan meningkatkan daya tahan tubuh
dan membantu penyembuhan.

9) Autonomi

85
Autonomi adalah kemampuan mengontrol
diri. Perawat dituntut untuk tidak
menyepelekan hal ini. Setiap manusia itu
unik dan tiada yang sama. Perawat harus
berusaha mengontrol diri terhadap hal-hal
yang sensitif terhadap klien. Pada pasien
yang tidak sadar, perawat harus berhati-hati
untuk berbicara hal yang negatif di dekat
klien, karena hal itu sangat berpengaruh
terhadap klien.

10) Mutualitas
Mutualitas meliputi perasaan untuk
berbagi dengan sesama. Perawat dan klien
bekerja sebagai tim yang ikut serta dalam
perawatan. Perasaan untuk merasakan bahwa
kita saling membutuhkan dapat
menumbuhkan hubungan yang membantu
dalam komunikasi terapeutik. Akan terjalin
rasa percaya pada klien terhadap perawat
yang dapat membantu penyembuhan klien.

3. Cara berkomunikasi dengan pasien tak sadar


Cara berkomunikasi dengan klien dalam proses
keperawatan adalah berkomunikasi terapeutik. Pada
klien tidak sadar perawat juga menggunakan
komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk
kesembuhan klien. Dalam berkomunikasi kita dapat
menggunakan teknik-teknik terapeutik, walaupun
pada pasien tidak sadar ini kita tidak menggunakan

86
keseluruhan teknik. Teknik terapeutik, perawat tetap
dapat terapkan. Adapun teknik yang dapat terapkan,
meliputi:
a. Menjelaskan
Dalam berkomunikasi perawat dapat
menjelaskan apa yang akan perawat lakukan
terhadap klien. Penjelasan itu dapat berupa
intervensi yang akan dilakukan kepada klien.
Dengan menjelaskan pesan secara spesifik,
kemungkinan untuk dipahami menjadi lebih
besar oleh klien.
b. Memfokuskan
Memfokuskan berarti memusatkan
informasi pada elemen atau konsep kunci dari
pesan yang dikirimkan. Perawat memfokuskan
informasi yang akan diberikan pada klien untuk
menghilangkan ketidakjelasan dalam
komunikasi.
c. Memberikan Informasi
Fungsi berkomunikasi dengan klien salah
satunya adalah memberikan informasi. Dalam
interaksi berkomunikasi dengan klien, perawat
dapat memberi informasi kepada klien. Informasi
itu dapat berupa intervensi yang akan dilakukan
maupun kemajuan dari status kesehatannya,
karena dengan keterbukaan yang dilakukan oleh
perawat dapat menumbuhkan kepercayaan klien
dan pendorongnya untuk menjadi lebih baik.
d. Mempertahankan ketenangan
Mempertahankan ketengan pada pasien
tidak sadar, perawat dapat menujukkan dengan
kesabaran dalam merawat klien. Ketenagan yang

87
perawat berikan dapat membantu atau
mendorong klien menjadi lebih baik. Ketenagan
perawat dapat ditunjukan kepada klien yang tidak
sadar dengan komunikasi non verbal.
Komunikasi non verbal dapat berupa sentuhan
yang hangat. Sentuhan adalah transmisi pesan
tanpa kata-kata, merupakan salah satu cara yang
terkuat bagi seseorang untuk mengirimkan pasan
kepada orang lain. Sentuhan adalah bagian yang
penting dari hubungan antara perawat dan klien.

Pada dasarnya komunikasi yang akan dilakukan


pada pasien tidak sadar adalah komunikasi satu arah.
Komunikasi yang hanya dilakukan oleh salah seorang
sebagai pengirim dan diterima oleh penerima dengan
adanya saluran untuk komunikasi serta tanpa feed back
pada penerima yang dikarenakan karakteristik dari
penerima sendiri, yaitu pada point ini pasien tidak sadar.

Untuk komunikasi yang efektif dengan kasus


seperti ini, keefektifan komunikasi lebih diutamakan
kepada perawat sendiri, karena perawat lah yang
melakukan komunikasi satu arah tersebut.

4. Prinsip-Prinsip Berkomunikasi dengan Pasien


yang tidak Sadar
Pada saat berkomunikasi dengan klien yang tidak
sadar, hal-hal berikut perlu diperhatikan, yaitu:
a. Berhati-hati melakukan pembicaraan verbal di
dekat klien, karena ada keyakinan bahwa organ
pendengaran merupakan organ terkhir yang
mengalami penurunan penerimaan, rangsangan

88
pada klien yang tidak sadar. Klien yang tidak
sadar seringkali dapat mendengar suara dari
lingkungan walaupun klien tidak mampu
meresponnya sama sekali.
b. Ambil asumsi bahwa klien dapat mendengar
pembicaraan perawat. Usahakan mengucapkan
kata dan menggunakan nada normal dan
memperhatikan materi ucapan yang perawat
sampaikan dekat klien.
c. Ucapkan kata-kata sebelum menyentuh klien.
Sentuhan diyakini dapat menjadi salah satu
bentuk komunikasi yang sangat efektif pada klien
dengan penurunan kesadaran.
d. Upayakan mempertahankan lingkungan setenang
mungkin untuk membantu klien fokus terhadap
komunikasi yang perawat lakukan.

89
TOPIK 9

KOMUNIKASI TERAUPETIK DI GD

1. Latar Belakang
Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara
untuk memberikan informasi yang akurat dan
membina hubungan saling percaya dengan klien
sehingga klien akan merasa puas dengan pelayanan
keperawatan yang diterimanya. Pada pasien gawat
darurat perlu  memperhatikan tehnik-tehnik dan
tahapan baku komunikasi terapeutik yang baik dan
benar.
Komunikasi terapeutik merupakan cara yang
efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia
dan bermanfaat dalam melaksanakan pelayanan 
kesehatan di Rumah Sakit, sehingga komunikasi
harus dikembangkan secara terus – menerus
( Kariyo, 1998 ).   Hubungan antara perawat dan
klien  yang terapeutik bisa terwujud dengan adanya
interaksi yang terapeutik antar keduanya, interaksi
tersebut harus dilakukan sesuai dengan tahapan –
tahapan baku interaksi terapeutik perawat klien,

90
tahapan  itu adalah tahap pre orientasi, tahap
orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi ( Stuart and
Sunden.1998 ).   Pelayanan kesehatan menggunakan
komunikasi yang langsung seperti pelayanan
kesehatan, Rumah Sakit  merupakan tempat untuk
mendapatkan pelayanan baik yang bersifat medik
maupun keperawatan.
Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang
membutuhkan tindakan medis segera guna
penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan
lebih lanjut (UU no 44 tahun 2009). Gawat darurat
adalah Suatu keadaan yang terjadinya mendadak
mengakibatkan seseorang atau banyak orang
memerlukan penanganan / pertolongan segera dalam
arti pertolongan secara cermat, tepat dan cepat.
Apabila tidak mendapatkan pertolongan semacam itu
maka korban akan mati atau cacat / kehilangan
anggota tubuhnya seumur hidup.
Dalam pelaksanaan tindakan denagn klien gawat
darurat perawat perlu melakukan komunikasi
terapiotik pada klien harus dengan jujur, memberikan
gambaran situasi yang sesunguhnya sedang terjadi

91
dengan tidak menambahkn kecemasan dan
memberikan suport verbal maupun non verbal . Klien
dapat merasakan puas ataupun tidak puas apabila
klien sudah mendapatkan pelayanan kesehatan  yang
diberikan petugas di IGD, baik yang bersifat fisik,
kenyamanan dan keamanan serta komunikasi
terpeutik yang baik.
2. Tujuan
a. Mahasiswa mengerti pengertian dari gawat
darurat.
b. Mahasiswa memahami kosep dasar keperawatan
gawat darurat.
c. Mahasiswa memahami tentang SPGDT.
d. Mahasiswa mengerti tujuan dilakukan
komunikasi gawat darurat.
e. Mahasiswa bisa melakukan tehknik komunikasi
pada gawat darurat secara benar.
f. Mahasiswa memahami prinsi-prinsip komunikasi
gawat darurat.

92
PEMBAHASAN

1. Pengertian gawat darurat

Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang


membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan
nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut (UU no 44
tahun 2009). Gawat darurat adalah Suatu keadaan yang
terjadinya mendadak mengakibatkan seseorang atau
banyak orang memerlukan penanganan / pertolongan
segera dalam arti pertolongan secara cermat, tepat dan
cepat. Apabila tidak mendapatkan pertolongan semacam
itu maka korban akan mati atau cacat / kehilangan
anggota tubuhnya seumur hidup.

2. Konsep dasar keperawatan gawat darurat


a. Klien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba berada dalam
keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan
terancam nyawanya atau anggota badannya (akan
menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan
secepatnya Mis:Sumbatan Jalan Napas atau

93
distress nafas,  Luka Tusuk dada/perut dengan
shock dan sesak,  hipotensi / shock.
b. Pasien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan
gawat atau akan menjadi gawat dan terancam
nyawanya dan atau anggota badannya (akan
menjadi cacat) bila tidak mendapatkan
pertolongan secepatnya. Bisanya di lambangkan
dengan label merah. Misalnya AMI (Acut
Miocart Infac).
c. Pasien Gawat Tidak Darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi
tidak memerlukan tindakan darurat. Bisanya di
lambangkan dengan label Biru. Misalnya pasien
dengan Ca stadium akhir.
d. Pasien Darurat Tidak Gawat
Pasien akibat musibah yang datang tiba-
tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota
badannya. Bisanya di lambangkan dengan label
kuning. Misalnya : pasien Vulnus Lateratum
tanpa pendarahan.
e. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat

94
Pasien yang tidak mengalami kegawatan
dan kedaruratan. Bisanya di lambangkan dengan
label hijau. Misalnya : pasien batuk, pilek.
f. Pasien Meninggal
Label hitam ( Pasien sudah meninggal,
merupakan prioritas terakhir. Adapun petugas
triage di lakukan oleh dokter atau perawat senior
yang berpengalaman dan petugas triage juga
bertanggung jawab dalam operasi,pengawasan
penerimaan pasien dan daerah ruang tunggu.

Selain dari penjelasan di atas di butuhkan


pemahaman dampak atau psikologis pada saat keadaan
gawat darurat.

3. Aspek psikologis pada situasi gawat darurat


a. Cemas
Cemas sering dialami oleh hampir semua
manusia. Perasaan tersebut ditandai oleh rasa
ketakutan yang difius, tidak menyenangkan,
seringkali disertai oleh gejala otonomik, seperti
nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, gelisah, dan
sebagainya. Kumpulan gejala tertentu yang

95
ditemui selama kecemasan cenderung bervaniasi,
pada setiap orang tidak sama.
b. Histeris
Dalam penggunaan sehari-hari nya
histeria menjelaskan ekses emosi yang tidak
terkendali. Orang yang "histeris" sering
kehilangan kontrol diri karena ketakutan yang
luar biasa karena suatu kejadian atau suatu
kondisi
c. Mudah marah
Hal ini terjadi apabila seseorang dalam
kondisi gelisah dan tidak tahu apa yang harus di
perbuat

4. SPGDT (sistem penanggulangan gawat darurat


terpadu)
SPGDT (sistem penanggulangan gawat darurat
terpadu) adalah suatu sistem pelayanan penderita
gawat darurat yang terdiri dari unsur pelayanan pra
rumah sakit,pelayanan di rumah sakit dan pelayanan
antar rumah sakit. Pelayanan berpedoman pada
respon cepat yang menekankan time saving is life

96
saving. yang melibatkan pelayanan oleh masyarakat
awam umum, awam khusus, petugas medis,
pelayanan ambulan gawat darurat dan sistem
komunikasi.
a. Fase pra rumah sakit
Fase pelayanan pra rumah sakit adalah
pelayanan kepada penderita gawat darurat yang
melibatkat masyarakat atau orang awam dan
petugas kesehatan.  Pada umunya yang pertma
yang menemukan pendrita gawat darurat di
tempat musibah adalah masyarakat ynag dikenl
oleh orang awam. Oleh karena bermanfaat bila
orang awam diberi dan dilatih pengetahuan dan
keterampilan penanggulanganan gawat darurat.
Komunikasi ynag dilkukan pada fase pra rumah
sakit yaitu dengan meyakin warga bahwa seorang
perawat, mengecek kesadaran korban dengan
menmanggil nama korban, menghubungi
organisasi gawat darurat terdekat untuk
pertolongan lanjut ke rumah sakit.
Contoh : di jalan terjadi kecelakaan
kemudian penderita gawat darurat ditolong

97
masyarakat yang telah mendapatkan pelatihan
untuk gawat darurat, warga tadi menolong
penderita gawat darurat mengamankan korban di
tempat yang lebih aman, melakukan pertolongan
di tempat kejadian seperti menolong
menghentikan pendarahan, kemudian melaporkan
korban ke organisasi pelayanan kegwatdaruratan
terdekat, pengangkutan untuk pertolongan lanjut
dari tempat kejadian ke rumah sakit.
b. Fase pelayanan rumah sakit
Fase pelayanan rumah sakit adalah fase
pelayanan yang melibatkan tenagan kesehatn
yang dilakukan di dalam rumh sakit seperti
pertolonga di unit gawat darurat. Komunikasi
yang dilakukan pada tahap ini sama dengan
komunikasi terapeutik, tetapi dalam hal ini
tindakan yang cepat dan tepat lebih utama
dilakuka kepada korban.
Contoh : ada korban kecelakaan yang
menglami pendarahan masuk ke UGD, perawat
menayakan identitas klien kemudian melakukan
pemasangan infus untuk menganti cairan yang

98
keluar, dengan menjelaskan tujuan pemasangan
infus dengan sigkat dan jelas.
c. Pelayanan antar rumah sakit ( rujukan )
Fase pelayanan antar rumah sakit
( rujukan ) adalah fase pelayanan yang
melibatkan petugas kesehatan dengan petugas
kesehatan rumah sakit lain atau rumah sakit satu
dengan rumah sakit yang lain sebagai rujukan.
Tindakan ini dilakukan apabila korban
membutuhkan penanganan lebih lanjut tetapi
rumah sakit yang pertama tidak bisa memberi
pertolonan sehinga dirujuk ke rumah sakit lain
yang bisa menanggani krban sebut. 
Contoh : korban kecelakaan parah di
bawa ke salah satu rumah sakit tetap dirumhsakit
tersebut tidak terdapat peralatan yng harus
digunakan segera untuk pertolongan, kemudian
rumahsakit tersebut menghubungi rumah sakit
lain yang lebih cepat menganani , setelah itu
pasien di kirim ke rumah sakit yang telah di
hubungi tadi.

99
5. Tujuan komunikasi pada gawat darurat
Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk
mendorong dan menganjurkan kerjasama antar
perawat dan klien melalui hubungan perawat dan
klien. Perawat berusaha mengungkap perasaan,
mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta
mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam
perawatan (Purwanto, 1994).
Tujuan komunikasi terapeutik pada klien gawat
darurat menciptakan kepercayaan antara perawat
dengan klien yang mengalami kondidi kritis atau
gawat darurat dalam melakakan tindakan, sehingga
klien cepat tertolong dan tidak terjadi hal yang fatal.
6. Tehknik komunikasi pada gawat darurat
a. Mendengarkan
Perawat harus berusaha untuk
mendengarkan informasi yang disampaikan oleh
klien dengan penuh empati dan perhatian. Ini
dapat ditunjukkan dengan memandang kearah
klien selama berbicara, menjaga kontak pandang
yang menunjukkan keingintahuan, dan
menganggukkan kepala pada saat berbicara

100
tentang hal yang dirasakan penting atau
memerlukan ummpan balik. Teknik dimaksudkan
untuk memberikan rasa aman kepada klien dalam
mengungkapkan  perasaan dan menjaga
kestabilan emosi klien.
b. Menunjukkan penerimaan
Menerima bukan berarti menyetujui,
melainkan bersedia untuk mendengarkan orang
lain tanpa menunjukkan sikap ragu atau
penolakan. Dalam hal ini sebaiknya perawat
tidak menunjukkan ekspresi wajah yang
menunjukkan ketidaksetujuan atau penolakan.
Selama klien berbicara sebaiknya perawat tidak
menyela atau membantah. Untuk menunjukkan
sikap penerimaan sebaiknya  perawat
menganggukkan kepala dalam merespon
pembicaraan klien.
c. Mengulang Pernyataan Klien
Dengan mengulang pernyataan klien,
perawat memberikan umpan balik sehingga klien
mengetahui bahwa pesannya mendapat respond
an berharap komunikasi dapat berlanjut.

101
Mengulang pokok pikiran klien menunjukkan
indikasi bahwa perawat mengikuti pembicaraan
klien. 
d. Klarifikasi
Apabila terjadi kesalahpahaman, perawta
perlu mengehentikan pembicaraan untuk
meminta penjelasan dengan menyamakan
pengertian. Ini berkaitan dengan pentingnya
informasi dalam memberikan pelayanan
keperawatan. Klarifikasi diperlukan untuk
memperoleh kejelasan dan kesamaan ide,
perasaan, dan persepsi
e. Menyampaikan Hasil Pengamatan
Perawat perlu menyampaikan hasil
pengamatan terhadap klien untuk mengetahui
bahwa pesan dapat tersampaikan dengan baik.
Perawat menjelaskan kesan yang didapat dari
isyarat nonverbal yang dilakukan oleh klien.
Dengan demikian akan menjadikan klien
berkomunikasi dengan lebih baik dan terfokus 
pada permasalahan yang sedang dibicarakan
7. Prinsip komunikasi gawat darurat

102
Ciptakan lingkungan terapeutik dengan
menunjukan prilaku dan sikap
a. Caring ( sikap pengasuhan yang ditnjukan peduli
dan selalu ingin memberikan bantuan)
b. Acceptance (menerima pasien apa adanya)
c. Respect (hormatati keyakinan pasien apa adanya)
d. Empaty (merasakan perasaan pasien)
e. Trust (memberi kepercayaan)
f. Integrity (berpegang pd prinsip profesional yang
kokoh)
g. Identifikasikan bantuan yang diperlukan
h. Terapkan teknik komunikasi: terfokus, bertanya, 
dan validasi
i. Bahasa yang mudah dimengerti
j. Pastikan hubungan profesional dimengerti oleh
pasien/keluarga
k. Motivasi dan hargai pendapat & respon klien
l. Hindari: menyalahkan, memojokkan, dan
memberikan sebutan yang negatif.

103
TOPIK 10

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA LANSIA

1. Latar Belakang
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi
manusia yang memungkinkan seseorang untuk
menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan
kontrak dengan orang lain karena komunikasi
dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang
seringkali salah berpikir bahwa komunikasi adalah
sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah
proses yang kompleks yang melibatkan tingkah laku
dan hubungan serta memungkinkan individu
berasosiasi dengan orang lain dan dengan lingkungan
sekitarnya. Hal itu merupakan peristiwa yang terus
berlangsung secara dinamis yang maknanya dipacu
dan ditransmisikan. Untuk memperbaiki interpretasi
pasien terhadap pesan, perawat harus tidak terburu-
buru dan mengurangi kebisingan dan distraksi.
Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai
untuk menyampaikan pesan karena arti suatu kata

104
sering kali telah lupa atau ada kesulitan dalam
mengorganisasi dan mengekspresikan pikiran.
Instruksi yang berurutan dan sederhana dapat dipakai
untuk mengingatkan pasien dan sering sangat
membantu. (Bruner & Suddart, 2001 : 188).
Komunikasi adalah proses interpersonal yang
melibatkan perubahan verbal dan non verbal dari
informasi dan ide. Komunikasi mengacu tidak hanya
pada isi tetapi juga pada perasaan dan emosi dimana
individu menyampaikan hubungan ( Potter-Perry, 301 ).
Komunikasi pada lansia membutuhkan perhatian khusus.
Perawat harus waspada terhadap perubahan fisik,
psikologi, emosi, dan sosial yang memperngaruhi pola
komunikasi. Perubahan yang berhubungan dengan umur
dalam sistem auditoris dapat mengakibatkan kerusakan
pada pendengaran. Perubahan pada telinga bagian dalam
dan telinga mengalangi proses pendengaran pada lansia
sehingga tidak toleran teradap suara. Berdasarkan hal –
hal tersebut kami menulis makalah ini yang berjudul “
komunikasi terapiutik pada lansia “.

105
2. Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi komunikasi
terapeutik?
b. Untuk mengetahui manfaat komunikasi
terapeutik?
c. Untuk mengetahui karakteristik lansia?
d. Untuk mengetahui cara pendekatan perawatan
lansia dalam konteks komunikasi?
e. Untuk mengetahui teknik komunikasi pada
lansia?
f. Untuk mengetahui hambatan berkomunikasi
dengan lansia?
g. Untuk mengetahui teknik perawatan lansia pada
reaksi penolakan?
h. Untuk mengetahui hal-hal yang perlu
diperhatikan saat berinteraksi dengan lansia?

106
PEMBAHASAN

1. Pengertian Komunikasi Terapiutik


Indrawati (2003) mengemukakan bahwa
komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Komunikasi terapeutik adalah hubungan kerja
sama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku,
perasaan, fikiran dan pengalaman dalam membina
hubungan intim terapeutik (Stuart dan Sundeen).
Komunikasi dengan lansia harus
memperhatikan faktor fisik, psikologi, (lingkungan
dalam situasi individu harus mengaplikasikan
ketrampilan komunikasi yang tepat. disamping itu
juga memerlukan pemikiran penuh serta
memperhatikan waktu yang tepat.
2. Manfaat Komunikasi Terapeutik
Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk
mendorong dan menganjurkan kerja sama antara
perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan

107
pasien. Mengidentifikasi. mengungkap perasaan dan
mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang
dilakukan oleh perawat (Indrawati, 2003 : 50).
3. Karakteristik Lansia
Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan
dunia (WHO) mengelompokan usia lanjut menjadi
empat macam meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age) kelompok usia 45
samapai 59 tahun
b. Usia lanjut (elderly) kelompok usia antara 60
samapai 70 tahun
c. Usia lanjut usai (old) kelompok usia antara 75
sampai 90 tahun
d. Usaia tua (veryold)kelompk usia di atas 90 tahun
Meskipun batasan usia sangat beragam untuk
menggolongkan lansia namun perubahan-perubahan
akibat dari usai tersebut telah dapat di identifikasi,
misalnya perubahan pada aspek fisik berupa
perubahan neurologi dan sensorik, perubahan visual,
perubahan pendengaran. Perubahan- perubahan
tersebut dapat menghambat proses penerimaan dan
interprestasi terhadap maksud komunikasi.

108
Perubahan ini juga menyebabkan klien lansia
mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Belum
lagi perubahan kognetif yang berpengaruh pada
tingkat intelegensi, kemampuan belajar, daya
memori dan motivasi klien.
Perubahan emosi yang sering terlihat adalah
berupa reaksi penolakan terhadap kondisi yang
terjadi. Gejala-gejala penolakan tersebut misalnya:
a. Tidak percaya terhadap diagnose, gejala,
perkembangan serta keterangan yang di berikan
petugas kesehatan
b. Mengubah keterangan yang di berikan
sedemikian rupa, sehinga di terima keliru
c. Menolak membicarakan perawatanya di rumah
sakit
d. Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya
secara umum khususnya tindakan yang mengikut
sertakan dirinya
e. Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat
baring, berganti posisi tidur, terutama bila
nasehat tersebut demi kenyamanan klien.

109
4. Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks
Komunikasi
a. Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan
obyektif, kebutuhan, kejadian, yang dialami,
peruban fisik organ tubuh, tingkat kesehatan
yang masih bisa di capai dan di kembangkan
serta penyakit yang dapat di cegah
progresifitasnya. Pendekatan ini relative lebih
mudah di laksanakan dan di carikan solusinya
karena riil dan mudah di observasi.
b. Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya absrak
dan mengarah pada perubahan prilaku, maka
umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama.
Untuk melaksanakan pendekatan ini perawat
berperan sebagai konselor, advokat, supporter,
interpreter terhadap sesuatu yang asing atau
sebagai penampung masalah-masalah yang
pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi
klien.

110
c. Pendekatan social
Pendekatan ini di lakukan untuk
meningkatkan keterampilan berinteraksi dalam
lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran,
bercerita, bermain, atau mengadakan kegiatan-
kegiatan kelompok merupakan implementasi dari
pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi
dengan sesama klien maupun dengan petugas
kesehatan.
d. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa membeikan kepuasan
batin dalam hubunganya dengan Tuhan atau
agama yang dianutnya terutama ketika klien
dalam keadaan sakit.

5. Teknik Komunikasi Pada Lansia


Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang
efektif kepada lansia, selain pemahaman yang
memadai tentang karakteristik lansia, petugas
kesehatan atau  perawat juga harus mempunyai
teknik-teknik khusus agar komunikasi yang di
lakukan dapat berlangsung secara lancar dan sesuai

111
dengan tujuan yang diinginkan. Beberapa teknik
komunikasi yang dapat di terapkan antara lain:
a. Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat
menerima, memahami pasangan bicara dengan
menunjukan sikap peduli, sabar untuk
mendengarkan dan memperhatikan ketika
pasangan bicara agar maksud komunikasi atau
pembicaraan dapat di mengerti. Asertif
merupakan pelaksanaan dan etika berkomunikasi.
Sikap ini akan sangat membantu petugas
kesehatan untuk menjaga hubungan yang
terapeutik dengan klien lansia.
b. Responsif  
Reaksi petugas kesehatan terhadap
fenomena yang terjadi pada klien merupakana
bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika
perawat mengetahui adanya perubahan sikap atau
kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya
menanyakan atau klarifikasi tentang perubahan
tersebut misalnya dengan mengajukan pertanyaan
‘apa yang sedang bapak/ibu fikirkan saat ini, ‘apa

112
yang bisa bantu…?  berespon berarti bersikap
aktif tidak menunggu permintaan bantuan dari
klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan
menciptakan perasaan tenang bagi klien.
c. Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk
tetap konsisten terhadap materi komunikasi yang
di inginkan. Ketika klien mengungkapkan
pertanyaan-pertanyaan di luar materi yang di
inginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan
maksud pembicaraan. Upaya ini perlu di
perhatikan karena umumnya klien lansia senang
menceritakan hal-hal yang mungkin tidak relevan
untuk kepentingan petugas kesehatan.
d. Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik
pada aspek fisik maupun psikis secara bertahap 
menyebabkan emosi klien relative menjadi labil
perubahan ini perlu di sikapi dengan menjaga
kesetabilan emosi klien lansia, mesalnya dengan
mengiyakan , senyum dan mengagukan kepala
ketika lansia mengungkapkan perasaannya

113
sebagai sikap hormat menghargai selama lansia
berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan
kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia
tidak menjadi beban bagi keluarganya. Dengan
demikaian di harapkan klien termotivasi untuk
menjadi dan berkarya sesuai dengan
kemampuannya. Selama memberi dukungan baik
secara materiil maupun moril, petugas kesehatan
jangan terkesan menggurui atau mangajari klien
karena ini dapat merendahan kepercayaan klien
kepada perawat atau petugas kesehatan lainnya.
Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi
motivasi, meningkatkan kepercayaan diri klien
tanpa terkesan menggurui atau mengajari
misalnya: ‘saya yakin bapak/ibu lebih
berpengalaman dari saya, untuk itu bapak/ibu
dapat melaksanakanya……. dan bila diperlukan
kami dapat membantu’.
e. Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi
pada lansia, sering proses komunikasi tidak
berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan

114
cara mengajukan pertanyaan ulang dan memberi
penjelasan lebih dari satu kali perlu di lakukan
oleh perawat agar maksud pembicaraan kita
dapat di terima dan di persepsikan sama oleh
klien ‘bapak/ibu bisa menerima apa yang saya
sampaikan tadi..? bisa minta tolong bapak/ibu
untuk menjelaskan kembali apa yang saya
sampaikan tadi…?.
f. Sabar dan Ikhlas
Seperti diketahui sebelumnya klien lansia
umumnya mengalami perubahan-perubahan yang
terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan
perubahan ini bila tidak di sikapai dengan sabar
dan ikhlas dapat menimbulkan perasaan jengkel
bagi perawat sehingga komunikasi yang di
lakukan tidak terapeutik, namun dapat berakibat
komunikasi berlangsung emosional dan
menimbulkan kerusakan hubungan antara klien
dengan petugas kesehatan.

115
6. Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia
Proses komunikasi antara petugas kesehatan
dengan klien lansia akan terganggu apabila ada sikap
agresif dan sikan nonasertif.
a. Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi
biasanya di tandai dengan prilaku-prilaku di
bawah ini:
a) Berusaha mengontrol dan mendominasi orang
lain (lawan bicara)
b) Meremehkan orang lain
c) Mempertahankan haknya dengan menyerang
orang lain
d) Menonjolkan diri sendiri
e) Pempermalukan orang lain di depan umum,
baik dalam perkataan maupun tindakan.
b. Non asertif
Tanda tanda dari non asertif ini antara
lain :
a) Menarik diri bila di ajak berbicara
b) Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
c) Merasa tidak berdaya

116
d) Tidak berani mengungkap keyakinaan
e) Membiarkan orang lain membuat keputusan
untuk dirinya
f) Tampil diam (pasif)
g) Mengikuti kehendak orang lain
h) Mengorbankan kepentingan dirinya untuk
menjaga hubungan baik dengan orang lain.
            Adanya hambatan komunikasi kepada lansia
merupkan hal yang wajar seiring dengan menurunya
fisik dan pskis klien namun sebagai tenaga kesehatan
yang professional perawat di tuntut mampu mengatasi
hambatan tersebut untuk itu perlu adanya teknik atau
tips-tips tertentu yang perlu di perhatikan agar
komunikasi berjalan gengan efektif antara lain:
a) Selalu mulai komunikasi dengan mengecek
pendengaran klien
b) Keraskan suara anda jika perlu
c) Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara.
Pandanglah dia agar dia dapat melihat mulut anda.
d) Atur lingkungan sehinggga menjadi kondusif untuk
komunikasi yang baik. Kurangi gangguan visual dan
auditory. Pastikan adanya pencahayaan yang cukup.

117
e) Ketika merawat orang tua dengan gangguan
komunikasi, ingat kelemahannya. Jangan
menganggap kemacetan komunikasi merupakan hasil
bahwa klien tidak kooperatif.
f) Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara
yang sama dengan orang yang tidak mengalami
gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai partner
yang tugasnya memfasilitasi klien untuk
mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.
g) Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap
matanya gunakan kalimat pendek dengan bahasa
yang sederhana.
h) Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual.
i) Serasikan bahasa tubuh anda denagn pembicaraan
anda, misalnya ketika melaporkan hasil tes yang di
inginkan, pesan yang menyatakan bahwa berita
tersebut adalah bagus seharusnya di buktikan dengan
ekspresi, postur dan nada suara anda yang
menggembirakan (misalnya denagn senyum, ceria
atau tertawa secukupnya).
j) Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari
pembicaraan tersebut.

118
k) Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan
menjawab pertanyaan anda.
l) Biarkan ia membuat kesalahan jangan menegurnya
secara langsung, tahan keinginan anda
menyelesaikan kalimat.
m) Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan
sulit mendengarkanya.
n) Arahkan ke suatu topic pada suatu saat.
o) Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat
ruangan bersama anda. Orang ini biasanya paling
akrab dengan pola komunikasi klien dan dapat
membantu proses komunikasi.

7. Teknik Perawatan Lansia Pada Reaksi Penolakan


Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan
seseorang untuk mengakui secara sadar terhadap
pikiran, keinginan, perasaan atau kebutuhan pada
kejadiaan-kejadian nyata atau sesuatu yang
merupakan ancaman. Penolakan merupakan reaksi
ketidaksiapan lansia menerima perubahan yang
terjadi pada dirinya. Perawat dalam menjamin
komunikasi perlu memahami kondisi ini sehingga

119
dapat menjalin komunikasi yang efektif, tidak
menyinggung perasaan lansia yang relatif sensitif.
Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan
untuk menghadapi klien lansia dengan reaksi
penolakan, antara lain :
a. Kenali segera reaksi penolakan klien
Membiarkan klien lansia bertingkah laku
dalam tenggang waktu tertentu. Hal ini
merupakan mekanisme penyesuaian diri sejauh
tidak membahayakan klien, orang lain serta
lingkunganya.
b. Orientasikan klien lansia pada pelaksanan
perawatan diri sendiri
Langkah tersebut bertujuan untuk
mempermudah proses penerimaan klien terhadap
perawatan yang akan di lakukan serta upaya
untuk memandirikan klien.

8. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi


pada lansia
a. Menunjukkan rasa hormat, seperti “bapak”,
“ibu”, kecuali apabila sebelumnya pasien telah

120
meminta anda untuk memanggil panggilan
kesukaannya.
b. Hindari menggunakan istilah yang merendahkan
pasien
c. Pertahankan kontak mata dengan pasien
d. Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan
mendengarkan adalah kunci komunikasi efektif
e. Beri kesempatan pasien untuk menyampaikan
perasaannya
f. Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus
berteriak, menggunakan bahasa dan kalimat yang
sederhana.
g. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
pasien
h. Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti
pasien
i. Menyederhanakan atau menuliskan instruksi
j. Mengenal dahulu kultur dan latar belakang
budaya pasien
k. Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri
kenyamanan, dan beri penerangan yang cukup
saat berinteraksi.

121
l. Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan
ringan di tangan. Lengan, atau bahu.
m. Jangan mengabaikan pasien saat berinteraksi.

122
BAB III
A.KESIMPULAN
Berdasarkan landasan teori dan penelitian yang telah
kami laksanakan dalam pembuatan buku ajar yang
berjudul, “ KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN
II ”, maka setelah data terkumpul dan dianalisis
berdasarkan materi-materi. Berdasarkan hasil yang telah
kami dapat maka peneliti dapat mengambil kesimpulan
bahwasanya komunikasi adalah merupakan proses yang
sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar
manusia.perawat harus berkomunikasi dengan baik
kepada klien atau pasien maupun keluarga pasien, setiap
perawat harus memiliki sikap yang baik kepada klien
baik komunikasi maupun tindakan.dalam komunikasi
dalam keperawatan ini, perawat juga harus
berkomunikasi dengan baik,contohnya komunikasi
terapeutik komunikasi teraupetik adalah komunikasi
yang direncanakan secara sadar,bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.yang
dimana perawat harus mengutamakan kesembuhan
pasien yang dimana perawat mempunyai peran sebagai:
1. Pemberi asuhan keperawatan yaitu peran sebagai
pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan
perawat dengan memperhatikan keadaan
kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan
melalui pemberian pelayanan keperawatn dengan
menggunankan prose keperawatan.
2. Peran sebagai advocad

123
3. Peran sebagai educator
4. Peran sebagai koordinatot
Selain itu juga perawat mempunyai teknik-tekhnik
komunikasi dalam keparawatan meliputi:
a. Mendengarkan dengan penuh perhatian, perawat
berusaha mendengarkan klien dan
menyampaikan pesan verbal dan non verbal
untuk mrenujukkan bahwa perawat perhatian
akan kebutuhan dan masalah klien
b. Menunjukkan penerimaan,menerima disini bukan
berarti menyetujui menerima berarti bersedia
untuk mendengarkan orang lain tanpa
menunjukkan keraguan atau tidak setuju
Dapat ditarik kesimpulan perawat juga memiliki
hambatan-hambatan dalam keperawatan anatara lain
yaitu tidak adanya konsekuensi timbal balik artinya
komunikasi terjadi sebagai konsekwensi dari hubungan
social masyarkat,baik komunkiasi yang terjadi antara dua
orang atau lebih,karena terjadinya hubungan maka
timbul interaksi didalamnya.selain itu juga,kurangnya
pemahaman terhadap permasalahan didalam komunikasi
mungkin kita menginginkan sebuah hasil atau lebih dari
beberapa kemungkinan yang diperoleh yaitu pemahaman
atas apa yang disampaikan.

124
B.SARAN
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna
kedepannya penulis akan lebih focus dan details dalam
menjelaskan tentang buku ajar diatas dengan sumber-
sumber yang lebih banyak dan dapat
dipertanggungjawabkan, berdasarkan penelitian telah
dilakukan diajukan beberapa saran untuk penelitian
selanjutnya sebagai berikut :
a. Mahasiswa mampu memahami pengertian
komunikasi dalam keperawatan baik itu peran
perawat,fungsi perawat bahkan mahasiswa haru
mengerti bagaimana berkomunikasi dengan baik
kepada klien atau pasien.
b. Selain itu juga dari pembuatan buku ajar ini
penulis masih belum lengkap mencari materi-
materi untuk melengkapi buku ajar ini
jadi,penulis meminta maaf jika terdapat
kekurangan dalam pembuatan buku ajar ini.
Dan sebaiknya kita sebagai calon perawat atau dosen
seharusnya mengetahui dan mempelajari langkah-
langkah dalam pembuatan buku teks dan nuku ajar.
Karna ini sangat diperlukan sekali apabila kita sudah jadi
perawat atau dosen nanti dan juga pengetahuan kita
dalam pembuatan buku teks dan tidak hanya dari buku
ajar ini saja.

125
Beberapa saran yang terkait diantaranya :
1. Saran pemanfaatan bagi mahasiswa adalah agar
mahasiswa dapat memahami tentang komunikasi
dalam keperawatan itu sangat penting baik
kelompok dan masyarakat serta dapat membantu
mahasiswa belajar secara mandiri oleh
mahasiswa baik dengan atau tanpa bimbingan
dari dosen.
2. Saran bagi dosen pembimbing dapat digunakan
untuk mempermudah dalam melaksanakan
pembelajaran, dapat membimbing mahasiswa
dalam membangun pengetahuan,serta
pemahaman siswa serta dapat memberikan
wawasan baru dalam mengembangkan sarana
pembelajaran sesuai dengan kebutuhan
mahasiswa khususnya dalam belajar komunikasi
dalam keperawatan.
3. Saran bagi Universitas terkait pengembangan
modul adalah modul ini dapat dijadikan sebagai
masukan untuk menentukan kebijakan dalam
memilih inovasi pembelajaran untuk membuat
bahan ajar yang sesuai dengan kondisi dan
potensi mahasiswa dalam pembelajaran
komunikasi dalam keperawatan.
4. Saran bagi peneliti, bagi peneliti selanjutnya
buku ajar ini dapat dijadikan sebagai motivasi
bahan ajar lain yang sesuai, sebagai acuan dan
referensi untuk penelitian yang berupa serta
sebaiknya memberikan tampilan yang lebih baik

126
DAFTAR PUSTAKA

Arwani (2003), komunikasi dalam keperawatan, cetakan


1, penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta.
Bohmer, R. M. J. (2009), Designing care, Harvar
business pres, USA
Departemen Kesehatan Republik Indosensia, 2004.
Rencana strategi ( pengembangan kesehatan
2001-2004( Strategic Plan for Health development
2001-2004). Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008,
Indikator Kinerja Rumah Sakit. Jakarta. Depkes
RI.
Departemen Kesehatan (2008), Sistem Kesehatan
Nasional, Bentuk dan Cara Penyelenggaraan
Pembangunan Kesehatan, Pusat Kajian
Pembangunan Kesehatan, Jakarta.
Dister N. S. (1988), Pengalaman dan Motivasi
Beragama, Kanisius. Yogyakata.
Hakimi (2005) Etika Penelitian Dalam Kesehatan
Masyarakat. In : Panduan Penyusunan Tesis,
Program Studi IKM UGM. Yogyakarta.
Koentjoro T.(2007), Regulasi Kesehatan di Indonesia,
Andi, Yogyakarta

127
Potter, P.A, Perry, A.G.Buku Ajar Fundamental
Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi
4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata
Komalasari,dkk.Jakarta:EGG.2005.
Ellis,R,Gates, R.& Kenworthy,N. (2000).komunikasi
interpersonal dalam keperawatan:Teori dan
praktik.Alih Bahasa:Susi purwoko.jakarta:EGC.

Keliat,B.A. (2000). Hubungan teraupetik perawat-


klien.EGC,Jakarta

128

Anda mungkin juga menyukai