Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menjadi tua atau menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam

kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup

yang tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak

permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti

seseorang telah melalui tahap-tahap kehidupannya, yaitu neonatus, toddler,

pra school, school, remaja, dewasa dan lansia. Tahap berbeda ini di mulai

baik secara biologis maupun psikologis (Padila, 2013)

Lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang usianya 60 tahun keatas.

Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu

proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh

untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Setiap lansia adalah unik,

setiap orang menua dengan cara yang berbeda-beda (Novayelinda, 2016).

Data dari World Population Prospects menjelaskan ada 901 juta

orang berusia 60 tahun atau lebih, yang terdiri atas 12% dari jumlah

populasi dunia. Pada tahun 2016 dan 2030, jumlah orang berusia 60 tahun

atau lebih diproyeksikan akan tumbuh sekitar 56% dari 901 juta menjadi

1,4 milyar, dan pada tahun 2050 populasi lansia diproyeksikan lebih 2 kali

lipat di tahun 2016, yaitu mencapai 2,1 milyar (World Population

Prospects, 2016).

Penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2020 diprediksi oleh badan

kesehatan dunia mencapai 11,44% atau tercatat 28,8 juta lansia. Prediksi

1
2

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) pada tahun

2025 diperkirakan jumlah lansia akan meningkat menjadi 36 juta jiwa.

Peningkatan jumlah penduduk lansia ini akan membawa dampak terhadap

berbagai kehidupan. Dampak utama peningkatan lansia ini adalah

peningkatan ketergantungan lansia. Ketergantungan ini disebabkan oleh

kemunduran fisik, psikis dan sosial lansia yang dapat digambarkan melalui

empat tahap, yaitu kelemahan, keterbatasan fungsional, ketidakmampuan

dan keterhambatan yang akan dialami bersamaan dengan proses

kemunduran akibat proses menua (Perencanaan Pembangunan Nasional,

2020).

Masa lansia merupakan masa dimana manusia yang berada pada fase

ini akan mengalami berbagai masalah, baik masalah kesehatan fisik,

mental, sosial dan juga spiritual, yang mana akan berpengaruh terhadap

kualitas hidup lansia. Masalah mental yang biasa dihadapi oleh lansia

adalah kesepian. Selain itu adanya perasaan cemas menghadapi kematian,

baik itu kematian keluarga, teman sebaya maupun kematian diri sendiri.

Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut diperlukan

dukungan spiritual (Agustina, 2020).

Spiritual merupakan salah satu dimensi kesejahteraan bagi lansia.

Lansia yang memiliki pemahaman spiritual akan merasakan hubungan

yang baik dengan orang lain sehingga dapat menemukan arti dan tujuan

hidup. Hal ini dapat membantu lansia mencapai potensi dan peningkatan

kualitas hidupnya (Yuzefo et al., 2015).


3

Spiritual dapat mengurangi stres dan kecemasan, mempertahankan

keberadaan diri sendiri dan tujuan hidup. Kebutuhan manusia mencakup

kebutuhan yang holistik diantaranya ialah kebutuhan biologis, kebutuhan

psikologis, kebutuhan sosial, serta kebutuhan spiritual (Ummah, 2016).

Kebutuhan spiritual bertujuan untuk mempertahankan keharmonisan

atau keselarasan dengan dunia luar, menjawab atau mendapatkan kekuatan

ketika sedang menghadapi stress emosional, penyakit fisik atau kematian,

sehingga kebutuhan spiritual memiliki peranan penting dalam kualitas

hidup lansia (Yusuf et al., 2017).

Kualitas hidup adalah persepsi seseorang dalam kehidupan yang

berhubungan dengan budaya dan nilai dimana mereka tinggal dengan

tujuan dan standar harapan. Ada banyak faktor yang berkontribusi dalam

peningkatan kualitas hidup seseorang, diantaranya adalah jenis kelamin,

usia, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, penghasilan, aspek fisik,

psikis,mental dan sosial (Samper et al, 2017).

Kualitas hidup dari (1) aspek fisik yaitu nyeri dan ketidaknyamanan,

tenaga dan lelah, susah tidur dan istirahat; (2) aspek psikologis yang terdiri

dari perasaan positif, berfikir, belajar, ingatan dan konsentrasi, harga diri,

gambaran diri dan penampilan, perasaan negatif; (3) aspek sosial yang

terdiri dari hubungan perorangan, dukungan sosial, aktivitas seksual (Putri,

2018).

Pentignya spiritual dalam hidup lansia yang berhubungan dengan

masa tua terkait keterbatasan dan kesulitan kemampuan lansia. Hal ini

akan berpengaruh terhadap kulitas hidup yang akan mendukung


4

pengembangan pikiran dan perasaan positif sehingga mampu memberikan

kepuasaan terhadap kualitas hidup (Gil, 2015).

Menurut Setiawan (2018), spiritualitas terdiri dari dua dimensi yaitu

dimensi vertikal dan horizontal. Dimensi vertikal mewakili hubungan

manusia dengan Tuhan, dan dimensi horizontal mewakili hubungan

individu dengan orang lain. Hubungan manusia dengan Tuhan yaitu

dengan beribadah, berdoa serta mengikuti kegiatan keagamaan, sedangkan

hubungan individu dengan orang lain yaitu seperti menerima orang lain

dan merasa tanpa pamrih peduli dengan orang lain.

Berdaasarkan jurnal Agustina (2020), yang berjudul “Hubungan

Kebutuhan Spiritual Terhadap Tingkat Kualitas Hidup Lansia”

menyatakan kualitas hidup tidak hanya dilihat dari dimensi spiritual

melainkan dari dimensi kesehatan fisik, psikologis, dan hubungan sosial

yang dapat mempengaruhi kualitas hidup lansia. Hal ini di sejalan menurut

Timah, (2018), mengatakan bahwa kulitas hidup jika dilihat dari dimensi

kesehatan fisik merupakan evaluasi dari kepuasan dan kebahagiaan

individu terhadap aspek-aspek kesehatan fisik dimana semakin puas

seseorang terhadap kesehatan fisiknya, maka semakin baik pula kualitas

hidup lansia pada domain fisik.

Fenomena yang terjadi pada lansia dimana berkaitan dengan

pemenuhan kebutuhan kualitas hidupnya tidak lepas dari peran perawat di

rumah bahagia bintan daerah pesisir sebagai tenaga kesehatan yang

mengacu pada ilmu keperawatan. Oleh karena itu perlunya

mengidentifikasi faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup lansia,


5

salah satu faktor yang akan diteliti adalah tingkat spiritualitas pada lansia.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti melakukan penelitian dengan judul

“Hubungan Kebutuhan Spritual Terhadap Kualitas Hidup Lansia Di

Rumah Bahagia Bintan Daerah Pesisir”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Apakah ada Hubungan Kebutuhan Spritual Terhadap

Kualitas Hidup Lansia Di Rumah Bahagia Bintan Daerah Pesisir”?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan kebutuhan spritual terhadap kualitas

hidup lansia di rumah bahagia bintan daerah pesisir.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya karakterisitik usia, jenis kelamin dan pendidikan

terakhir

b. Diketahuinya kebutuhan spiritual terhadap kualitas hidup lansia di

Rumah Bahagia Bintan Daerah Pesisir

c. Diketahuinya kualitas hidup lansia di Rumah Bahagia Bintan

Daerah Pesisir

d. Diketahuinya hubungan kebutuhan spritual terhadap kualitas hidup

lansia di rumah bahagia bintan daerah pesisir.


6

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk semua yaitu :

1. Manfaat aplikasi

a. Bagi ilmu keperawatan

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai

sumbangan ilmu terkait kebutuhan spritual terhadap kualitas hidup

lansia.

b. Bagi pelayanan keperawatan

Hassil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salh satu

acuan dalam meningkatkan kebutuhan spiritual terhadap kualitas

hidup lansia di tatanan pelayana keperawatan.

c. Bagi peneliti

Penelitian ini memberikan manfaat sebagai pengalama langsung

bagi peneliti untuk menetapkan langkah-langkah metode penelitian

dan hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan atau acuan

dalam pengembangan penelitian berikutnya

2. Manfaat akademik

Manfaat akademik bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah

Tanjungpinang sebagai institusi peneliti. Hasil penelitian ini

diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai sumbangan ilmu atau

sumbangan pustaka tentang kebutuhan spiritual terhadap kualitas

hidup lansia.

Anda mungkin juga menyukai