PENDAHULUAN
1
perawat perlu memiliki keterampilan dalam mengklarifikasi nilai, konseling
dan komunikasi (Hamid, 2009:1).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
3
4. Kalthner, dkk (1995) mengatakan bahwa komunikasi terapeutik terjadi
dengan tujuan menolong pasien yang dilakukan oleh orang-orang yang
professional dengan menggunakan pendekatan personal berdasarkan
perasaan dan emosi.
5. (Heri Purwanto, 1994)Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi
interpersonal, artinya komunikasi antara orang-orang secara tatap muka
yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain
secara langsung, baik secara verbal dan nonverbal.
6. (Mulyana, 2000)Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk
kesembuhan pasien.
7. (Indrawati, 2003 48).Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi
interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar
perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi in adalah
adanya saling membutuhan antara perawat dan pasien, sehingga dapat
dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien,
perawat membantu dan pasien menerima bantuan
8. (Indrawati, 2003 : 48)Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa
dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan
tindakan profesional.
4
Komunikasi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari memberikan
dampak yang sangat penting dalam kehidupan, baik secara individual maupun
kelompok. Komunikasi yang terputus akan memberikan dampak pada
buruknya hubungan antar individu atau kelompok. Tatanan klinik seperti
rumah sakit yang dinyatakan sebagai salah satu sistem dari kelompok sosial
mempunyai kepentingan yang tinggi pada unsur komunikasi.
5
Hal ini terjadi karena beberapa sebab diantaranya adalah:
6
Pada saat sekarang dihadapkan pada paradigma baru dalam pemberian
pelayanan kesehatan yang menuntut peran perawat yang lebih sejajar untuk
berkolaborasi dengan dokter. Pada kenyataannya profesi keperawatan masih
kurang berkembang dibandingkan dengan profesi yang berdampingan erat dan
sejalan yaitu profesi kedokteran. Kerjasam dan kolaborasi dengan dokter perlu
pengetahuan, kemauan, dan keterampilan, maupun sikap yang professional
mulai dari komunikasi, cara kerjasama dengan pasien, Maupin dengan mitra
kerjanya, sampai pada keterampilan dalam mengambil keputusan.
7
Kejujuran dan terbuka
Mampu sebagai role model
Bertanggung jawab
8
saat orang tua sedang sedih, tentu saja pesan tersebut kurang diterima
dengan baik oleh orang tua karena perhatian orang tua tidak berfokus pada
pesan yang disampaikan perawat, melainkan pada perasaan sedihnya.
2) Kejelasan pesan
Kejelasan pesan akan sangat mempengaruhi keefektifan
komunikasi. Pesan yang kurang jelas dapat ditafsirkan berbeda oleh
komunikan sehingga antara komunikan dan komunikator dapat berbeda
persepsi tentang pesan yang disampaikan. Hal ini akan sangat
mempengaruhi pencapaian tujuan komunikasi yang dijalankan. Oleh
karena itu, komunikator harus memahami pesan sebelum
menyampaikannya pada komunikan, dapat dimengerti komunikan dan
menggunakan artikulasi dan kalimat yang jelas.
9
b. Menganalisis kekuatan dan kelemanhan sendiri. Kegiatan ini
sangat penting dilakukan agar perawat mampu mengatasi
kelemahannya secara maksimal pada saat berinteraksi dengan
klien. Misalnya seorang perawat mungkin mempunyai kekuatan
mampu memulai pembicaraan dan sensitif terhadap perasaan orang
lain, keadaan ini mungkin bisa dimanfaatkan perawat untuk
memudahkannya dalam membuka pembicaraan dengan klien dan
membina hubungan saling percaya (Suryani, 2005).
c. Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat
penting karena dengan mengetahui informasi tentang klien perawat
bisa memahami klien. Paling tidak perawat bisa mengetahui
identitas klien yang bisa digunakan pada saat memulai interaksi
(Suryani, 2005).
d. Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien. Perawat
perlu merencanakan pertemuan pertama dengan klien. Hal yang
direncanakan mencakup kapan, dimana, dan strategi apa yang akan
dilakukan untuk pertemuan pertama tersebut (Suryani, 2005).
2.Tahap Perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali
bertemu atau kontak dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada saat
berkenalan, perawat harus memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada
klien (Brammer dalam Suryani, 2005). Dengan memperkenalkan dirinya
berarti perawat telah bersikap terbuka pada klien dan ini diharapkan akan
mendorong klien untuk membuka dirinya (Suryani, 2005). Tujuan tahap ini
adalah untuk memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat
dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang lalu
(Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
3. Tahap Kerja
Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses
komunikasi terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini
10
perawat dan klien bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah yang
dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam
mendorong klien mengungkap perasaan dan pikirannya. Perawat juga
dituntut untuk mempunyai kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi
terhadap adanya perubahan dalam respons verbal maupun nonverbal klien.
Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena
tugas perawat pada tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah
klien. Melalui active listening, perawat membantu klien untuk
mendefinisikan masalah yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi
masalahnya, dan mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan masalah
yang telah dipilih.
Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya
dengan klien. Tehnik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk
memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan
membantu perawat-klien memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray, B
& Judth dalam Suryani, 2005). Tujuan tehnik menyimpulkan adalah
membantu klien menggali hal-hal dan tema emosional yang penting
(Fontaine & Fletcner dalam Suryani, 2005)
4. Tahap Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien
(Christina, dkk, 2002). Tahap ini dibagi dua yaitu terminasi sementara dan
terminasi akhir (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-
klien, setelah terminasi sementara, perawat akan bertemu kembali dengan
klien pada waktu yang telah ditentukan.Terminasi akhir terjadi jika
perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara keseluruhan.
11
2.7 Tehnik-Tehnik Komunikasi Terapeutik
1. Bertanya
Bertanya (questioning) merupakan tehnik yang dapat mendorong klien
untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Tehnik berikut sering
digunakan pada tahap orientasi.
a. Pertanyaan fasilitatif dan nonfasilitatif
Pertanyaan fasilitatif (facilitative question) terjadi jika pada saat
bertanya perawat sensitif terhadap pikiran dan perasaan serta secara
langsung berhubungan dengan masalah klien, sedangkan pertanyaan
nonfasilitatif (nonfacilitative question) adalah pertanyaan yang tidak
efektif karena memberikan pertanyaan yang tidak fokus pada masalah atau
pembicaraan, bersifat mengancam, dan tampak kurang pengertian
terhadap klien (Gerald, D dalam Suryani, 2005).
12
Inapropriate quality question yaitu pertanyaan yang tidak baik
diberikan pada klien dan biasanya dimulai dengan kata why (mengapa).
Why question ini dipertimbangkan tidak tepat karena :
3. Mengulang
Mengulang (restarting) yaitu mengulang pokok pikiran yang
diungkapkan klien. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi
indikasi perawat mengikuti pembicaraan klien (Keliat, Budi Anna, 1992).
Restarting (pengulangan) merupakan suatu strategi yang mendukung listening
(Suryani, 2005).
4. Klarifikasi
13
Klarifikasi (clarification) adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran
klien yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari
ungkapannya (Gerald, D dalam Suryani, 2005).
Pada saat klarifikasi, perawat tidak boleh menginterpretasikan apa yang
dikatakan klien, juga tidak boleh menambahkan informasi (Gerald, D dalam
Suryani, 2005). Apabila perawat menginterpretasikan pembicaraan klien,
maka penilaiannya akan berdasarkan pandangan dan perasaannya. Fokus
utama klarifikasi adalah pada perasaan, karena pengertian terhadap perasaan
klien sangat penting dalam memahami klien.
5. Refleksi
Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan,
pertanyaan, dan isi pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk
memvalidasi pengertian perawat tentang apa yang diucapkan klien dan
menekankan empati, minat, dan penghargaan terhadap klien (Antai-Otong
dalam Suryani, 2005).
Tehnik-tehnik refleksi terdiri dari: (Keliat, Budi Anna, 1992)
a. Refleksi visi, yaitu memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi ide yang
diekspresikan klien dengan pengertian perawat.
b. Refleksi perasaan, yaitu memberi respon pada perasaan klien terhadap isi
pembicaraan, agar klien mengetahui dan menerima perasaanya.
6. Memfokuskan
Memfokuskan (focusing) bertujuan memberi kesempatan kepada klien
untuk membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada
pencapaian tujuan (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Dengan demikian akan
terhindar dari pembicaraan tanpa arah dan penggantian topik pembicaraan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam mengguanakan metode ini adalah
usahakan untuk tidak memutus pembicaraan ketika klien menyampaikan
masalah penting (Suryani, 2005).
7.Diam
14
Tehnik diam (silence) digunakan untuk memberikan kesempatan pada
klien sebelum menjawab pertanyaan perawat. Diam akan memberikan
kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisasi pikiran masing-
masing (Stuart & Sundeen dalam Suryani, 2005). Tehnik ini memberikan
waktu pada klien untuk berfikir dan menghayati, memperlambat tempo
interaksi, sambil perawat menyampaikan dukungan, pengertian, dan
penerimaannya. Diam juga memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan
dirinya sendiri dan berguna pada saat klien harus mengambil keputusan
(Suryani, 2005).
8. Memberi Informasi
Memberikan tambahan informasi (informing) merupakan tindakan
penyuluhan kesehatan klien. Tehnik ini sangat membantu dalam mengajarkan
kesehatan atau pendidikan pada klien tentang aspek-aspek yang relevan
dengan perawatan diri dan penyembuhan klien. Informasi yang diberikan pada
klien harus dapat memberikan pengertian dan pemahaman tentang masalah
yang dihadapi klien serta membantu dalam memberikan alternatif pemecahan
masalah (Suryani, 2005).
9. Menyimpulkan
Menyimpulkan (summerizing) adalah tehnik komunikasi yang membantu
klien mengeksplorasi poin penting dari interaksi perawat-klien. Tehnik ini
membantu perawat dan klien untuk memiliki pikiran dan ide yang sama saat
mengakhiri pertemuan. Poin utama dari menyimpulkan yaitu peninjauan
kembali komunikasi yang telah dilakukan (Murray, B & Judith dalam Suryani,
2005).
15
ini sangat bermanfaan terutama ketika klien berfikiran negatif terhadap
sesuatu, atau memandang sesuatu dari sisi negatifnya. Seorang perawat
kadang memberikan tanggapan yang kurang tepat ketika klien
mengungkapkan masalah, misalnya menyatakan : sebenarnya apa yang anda
pikirkan tidak seburuk itu kejadiannya. Reframing akan membuat klien
mampu melihat apa yang dialaminya dari sisi positif (Gerald, D dalam
Suryani, 2005) sehingga memungkinkan klien untuk membuat perencanaan
yang lebih baik dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.
11. Eksplorasi
Eksplorasi bertujuan untuk mencari atau menggali lebih jauh atau lebih
dalam masalah yang dialami klien (Antai-Otong dalam Suryani, 2005) supaya
masalah tersebut bisa diatasi. Tehnik ini bermanfaat pada tahap kerja untuk
mendapatkan gambaran yang detail tentang masalah yang dialami klien.
14. Humor
16
Humor bisa mempunyai beberapa fungsi dalam hubungan terapeutik.
Florence Nightingale dalam Anonymous (1999) dalam Suryani (2005) pernah
mengatakan suatu pengalaman pahit sangat baik ditangani dengan humor.
Humor dapat meningkatkan kesadaran mental dan kreativitas, serta
menurunkan tekanan darah dan nadi.
Dalam beberapa kondisi berikut humor mungkin bisa dilakukan :
a. Pada saat klien mengalami kecemasan ringan sampai sedang, humor
mungkin bisa menurunkan kecemasan klien.
b. Jika relevan dan konsisten dengan sosial budaya klien.
c. Membantu klien mengatasi masalah lebih efektif.
15. Memberikan Pujian
Memberikan Pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis
yang didapatkan klien ketika berinteraksi dengan perawat. Reinforcement
berguna untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku klien
(Gerald, D dalam Suryani, 2005). Reniforcement bisa diungkapkan dengan
kata-kata ataupun melalui isyarat nonverbal.
2.7 Faktor-Faktor Komunikasi Terapeutik
2.7.1 Faktor faktor penghambat dalam proses komunikasi terpeutik adalah :
(Purwanto, Heri, 1994)
a. Kemampuan pemahaman yang berbeda.
b. Pengamatan/penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu.
c. Komunikasi satu arah.
d. Kepentingan yang berbeda
e. Memberikan jaminan yang tidak mungkin
f. Memberitahu apa yang harus dilakukan kepada penderita
g. Membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi
h. Menuntut bukti, tantangan serta penjelasan dari pasien mengenai
tindakannya
i. Memberikan kritik mengenai perasaan penderita
j. Menghentikan/mengalihkan topik pembicaraan
k. Terlalu banyak bicara yang seharusnya mendengarkan.
17
l. Memperlihatkan sifat jemu, pesimis.
18
Kejelasan (clarity) terdapat dan berperan pada pesan. Kejelasan pesan
yang disampaikan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan komunikasi.
e) Kesinambungan dan konsistensi
Kesinambungan dan konsistensi (continuity and consistency) terdapat
pada pesan. Pesan yang akan disampaikan harus konsistensi dan
berkesinambungan.
f) Saluran
Saluran (channel) terdapat dan berperan pada media. Media yang
digunakan harus disesuaikan dengan pesan yang ingin disampaikan.
g) Kapabilitas sasaran
Kapabilitas sasaran (capability of the audience) terdapat pada komunikan.
Dalam menyampaikan pesan, komunikator harus memperhitungkan
kemampuan sasaran dalam menerima pesan.
h) Psikologis (Rahmat, J dalam Suryani, 2005)
Seperti sikap, pengalaman hidup, motivasi, kepribadian, dan konsep.
i) Sosial (Ellis, Gates & Kenwarthy dalam Suryani, 2005)
j) Seperti usia, jenis kelamin, kelas sosial, suku, bahasa, kekuasaan, dan
peran sosial.
19
pada aktivitas yang disukai sehingga perlu dibuat jadual yang bergantian
antara aktivitas yang disukai dan aktivitas terapi yang diprogramkan.
3. Jarak interaksi
Perawat yang mengobservasi tindakan non verbal dan sikap tubuh anak
harus mempertahankan jarak yang aman dalam berinteraksi.
4. Marah
Perawat perlu mempelajari tanda kontrol perilaku yang rendah pada anak
untuk mencegah temper tantrum. Perawat menghindari bicara yang keras
dan otoriter serta mengurangi kontak mata jika respon anak meningkat.
Jika anak mulai dapat mengontrol perilaku maka kontak mata dimulai
kembali namun sentuhan ditunda dahulu.
5. Kesadaran diri
Perawat harus menghindari konfrontasi secara langsung, duduk yang
terlalu dekat dan berhadapan. Meja tidak diletakkan antara perawat dan
anak. Perawat secara non verbal selalu memberi dorongan, penerimaan
dan persetujuan jika diperlukan.
6. Sentuhan
Jangan sentuh anak tanpa izin dari anak. Salaman dengan anak merupakan
cara untuk menghilangkan stres dan cemas khususnya pada anak laki-laki.
20
BAB III
PENUTUP
3.1 kesimpulan
Hubungan perawat-klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar
bersama dan pengalaman perbaikan emosi klien. Dalam hal ini perawat
memakai dirinya secara terpeutik dengan menggunakan berbagai teknik
komunikasi agar perilaku klien berubah ke arah yang positif seoptimal
mungkin.
Agar perawat dapat berperan efektif dan terapeutik, ia harus
menganalisa dirinya: kesadaran diri, klarifikasi nilai, persaan dan mampu
menjadi model yang bertanggung jawab. Seluruh perilaku dan pesan yang
disampaikan perawat (verbal atau non verbal) hendaknya bertujuan terapeutik
untuk klien.
Analisa hubungan intim yang terapeutik perlu dilakukan untuk
evaluasi perkembangan hubungan dan menentukan teknik dan keterampilan
yang tepat dalam setiap tahap untuk mengatasi masalah klien dengan prinsip
di sini dan saat ini (here and now). Rasa aman merupakan hal utama yang
harus diberikan pada anak agar anak bebas mengemukakan perasaannya tanpa
kritik dan hukuman.
3.2 Saran
Seorang perawat haruslah bisa mengekspresikan perasaan yang
sebenarnya secara spontan. Di samping itu perawat juga harus mampu
menghargai klien dengan menerima klien apa adanya.Sikap perawat
sebaiknya tidak menghakimi,tidak mengkritik,tidak mengejek ataupun
menghina.Menghargai dapat dikomunikasikan melalui duduk bersama klien
yang menangis,minta maaf atas hal yang tidak disukai klien,dan menerima
permintaan klien untuk tidak menanyakan pengalaman tertentu
21
Memberi alternatif ide untuk pemecahan masalah. Tepat dipakai pada
fase kerja dan tidak tepat pada fase awal hubungan. Perawat perlu
menganalisa teknik komunikasi yang tepat setiapkali ia berhubungan dengan
klien. Melalui komunikasi verbal dapat disampaikan informasi yang akurat
tetapi aspek emosi dan perasaan tidak dapat diungkapkan seluruhnya secara
verbal.
Dengan mengerti proses komunikasi dan menguasai berbagai
keterampilan berkomunikasi, diharapkan perawat dapat memakai dirinya
secara utuh (verbal dan non verbal) untuk memberi efek terapeutik kepada
klien.
22
DAFTAR PUSTAKA
http://imron46.wordpress.com/2008/09/24/dimensi-tindakan-komunikasi-
terapeutik/
http://catatancalonperawat.blogspot.com/2011/02/sikap-perawat-dalam-
komunikasi.html/
http://dhanwaode.wordpress.com/2010/10/09/komunikasi-dalam-proses-
pembangunan- dalam-proses-keperawatan/
23