Anda di halaman 1dari 23

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku


dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia
sekitarnya. Nursalam (2007) menyatakan, komunikasi juga merupakan suatu
seni untuk dapat menyusun dan menghantarkan suatu pesan dengan cara yang
mudah sehingga orang lain dapat mengerti dan menerima maksud dan tujuan
pemberi pesan Menurut Potter dan Perry (1993), komunikasi terjadi pada tiga
tingkatan yaitu intrapersonal, interpersonal dan publik. Makalah ini
difokuskan pada komunikasi interpersonal yang terapeutik. Komunikasi
interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara sedikitnya dua orang atau
dalam kelompok kecil, terutama dalam keperawatan. Komunikasi
interpersonal yang sehat memungkinkan penyelesaian masalah, berbagai ide,
pengambilan keputusan, dan pertumbuhan personal.

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan dan


dilakukan bertujuan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan pasien.
Perawat harus memiliki ketrampilan komunikasi yang bersifat professional
dan bertujuan untuk menyembuhkan pasien. Perawat yang memiliki
ketrampilan komunikasi terapeutik akan lebih mudah menjalin hubungan
saling percaya dengan pasien, sehingga akan lebih efektif dalam mencapai
tujuan asuhan keperawatan dan memberikan kepuasan profesional dalam
pelayanannya (Damiyanti, 2008:1).

Perawat sebagai tenaga yang profesional mempunyai kesempatan


paling besar untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya asuhan
keperawatan yang komprehensif dengan membantu pasien memenuhi
kebutuhan dasar yang holistik. Untuk menjalankan perannya dengan baik,

1
perawat perlu memiliki keterampilan dalam mengklarifikasi nilai, konseling
dan komunikasi (Hamid, 2009:1).

Komunikasi efektif membutuhkan usaha sadar perawat dalam mencari


cara untuk membantu pasien dan keluarganya mengkomunikasikan pemikiran
dan perasaan dengan lebih efektif. Merencanakan tempat yang sesuai dan
mengatur perawatan dengan waktu yang akurat sangat penting. Selain itu
pemberian intervensi dan teknik komunikasi yang sesuai dengan latar
belakang budaya, dan umur pasien juga harus diperhatikan. Keberhasilan
dalam meningkatkan kemampuan pasien dalam berkomunikasi tergantung
pada partisipasi pasien dalam menentapkan keberhasilan, tetapi juga pada
gaya perawat melakukan komunikasi dan kemampuan untuk menetapkan
hubungan yang membantu. Penggunaan kemampuan komunikasi akan
membantu perawat merasakan, bereaksi, dan menghargai kekhasan pasien
(Potter, 2005:327).

1.2 Tujuan Penulisan


1. Membekali perawat pada saat akan melekukan tindakan kepada pasien
2. Agar perawat dan pasien terjalin komunikasi yang baik
3. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan
pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada
bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.

1.3 Manfaat Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian komunikasi
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip komunikasi
3. Untuk mengetahui komponen-komponen dalam komunikasi

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi


terapeutik, dalam hal ini komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat
pada saat melakukan intervensi keperawatan harus mampu memberikan
khasiat therapi bagi proses penyembuhan pasien. Komunikasi terapeutik
adalah suatu pengalaman bersama antara perawat-klien yang bertujuan untuk
menyelesaikan masalah klien. Maksud komunikasi adalah untuk
mempengaruhi perilaku orang lain. Oleh karenanya seorang perawat harus
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif komunikasi terapeutik
agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat dipenuhi. Di dalam komunikasi
terapeutik ini harus ada unsur kepercayaan.

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara


sadar dan bertujuan dan kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien,
dan merupakan komunikasi professional yang mengarah pada tujuan untuk
penyembuhan pasien.

Beberapa pendapat mengenai komunikasi terapeutik diantaranya:

1. Northouse (1998) mendefinisikan komunikasi terapeutik sebagai


kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu klien beradaptasi
terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis dan belajar bagaimana
berhubungan dengan orang lain.
2. Stuart G.W (1998) menyatakan bahwa komunikasi terapeutik merupakan
hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hubungan ini
perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka
memperbaiki pengalaman emosional klien.
3. S.Sundeen (1990) menyatakan bahwa hubungan terapeutik adalah
hubungan kerjasama yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan,
pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik.

3
4. Kalthner, dkk (1995) mengatakan bahwa komunikasi terapeutik terjadi
dengan tujuan menolong pasien yang dilakukan oleh orang-orang yang
professional dengan menggunakan pendekatan personal berdasarkan
perasaan dan emosi.
5. (Heri Purwanto, 1994)Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi
interpersonal, artinya komunikasi antara orang-orang secara tatap muka
yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain
secara langsung, baik secara verbal dan nonverbal.
6. (Mulyana, 2000)Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk
kesembuhan pasien.
7. (Indrawati, 2003 48).Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi
interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar
perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi in adalah
adanya saling membutuhan antara perawat dan pasien, sehingga dapat
dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien,
perawat membantu dan pasien menerima bantuan
8. (Indrawati, 2003 : 48)Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa
dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan
tindakan profesional.

2.2 Pentingnya Komunikasi dalam Pelayanan Kesehatan

Manusia sebagai makhluk sosial tentunya selalu memerlukan orang


lain dalam menjalankan dan mengembangkan kehidupannya. Hubungan
dengan orang lain akan terjalin bila setiap individu melakukan komunikasi
diantara sesamanya. Kepuasan dan kenyamanan serta rasa aman yang dicapai
oleh individu dalam berhubungan sosial dengan orang lain merupakan hasil
dari suatu komunikasi. Komunikasi dalam hal ini menjadi unsur terpenting
dalam mewujudkan integritas diri setiap manusia sebagai bagian dari sistem
sosial.

4
Komunikasi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari memberikan
dampak yang sangat penting dalam kehidupan, baik secara individual maupun
kelompok. Komunikasi yang terputus akan memberikan dampak pada
buruknya hubungan antar individu atau kelompok. Tatanan klinik seperti
rumah sakit yang dinyatakan sebagai salah satu sistem dari kelompok sosial
mempunyai kepentingan yang tinggi pada unsur komunikasi.

Komunikasi di lingkungan rumah sakit diyakini sebagai modal utama


untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang akan ditawarkan kepada
konsumennya. Konsumen dalam hal ini juga menyangkut dua sisi yaitu
konsumen internal an konsumen eksternal. Konsumen internal melibatkan
unsur hubungan antar individu yang bekerja Komunikasi di lingkungan rumah
sakit diyakini sebagai modal utama untuk meningkatkan kualitas pelayanan
yang akan ditawarkan kepada konsumennya. Konsumen dalam hal ini juga
menyangkut dua sisi yaitu konsumen internal an konsumen eksternal.
Konsumen internal melibatkan unsur hubungan antar individu yang bekerja di
rumah sakit, baik hubungan secara horisontal ataupun hubungan secara
vertikal. Hubungan yang terjalin antar tim multidisplin termasuk keperawatan,
unsur penunjang lainnya, unsur adminitrasi sebagai provider merupakan
gambaran dari sisi konsumen internal. Sedangkan konsumen eksternal lebih
mengarah pada sisi menerima jasa pelayanan, yaitu klien baik secara
individual, kelompok, keluarga maupun masyarakat yang ada di rumah
sakit.Seringkali hubungan buruk yang terjadi pada suatu rumah sakit,
diprediksi penyebabnya adalah buruknya sistem komunikasi antar individu
yang terlibat dalam sistem tersebut.

Ellis (2000) menyatakan jika hubungan terputus atau menjadi sumber


stres, pada umumnya yang ditunjuk sebagai penyebabnya adalah komunikasi
yang buruk.Keperawatan yang menjadi unsur terpenting dalam memberikan
pelayanan dalam hal ini perawat berperan sebagai provider. Fokus perhatian
terhadap buruknya komunikasi juga terjadi pada tim keperawatan.

5
Hal ini terjadi karena beberapa sebab diantaranya adalah:

1) Lemahnya pemahaman mengenai penggunaan diri secara terapeutik saat


melakukan intraksi dengan klien.
2) Kurangnya kesadaran diri para perawat dalam menjalankan komunikasi
dua arah secara terapeutik.
3) Lemahnya penerapan sistem evaluasi tindakan (kinerja) individual yang
berdampak terhadap lemahnya pengembangan kemampuan diri sendiri.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka perlu diupayakan suatu hubungan


interpersonal yang mencerminkan penerapan komunikasi yang lebih
terapeutik. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan permasalahan yang
dapat terjadi pada komunikasi yang dijalin oleh tim keperawatan dengan
kliennya. Modifikasi yang perlu dilakukan oleh tim keperawatan adalah
melakukan pendekatan dengan berlandaskan pada model konseptual sebagai
dasar ilmiah dalam melakukan tindakan keperawatan. Sebagai contoh adalah
melakukan komunikasi dengan menggunakan pendekatan model konseptual
proses interpersonal yang dikembangkan oleh Hildegard E.Peplau.

2.2.1 Komunikasi Dalam Pelayanan Kesehatan

Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk


menggambarkan suatu hubungan kerja sam yang dilakukan pihak tertentu.
Sekian banyak pengertian yang dikemukakan dengan sudut pandang beragam
namun didasari prinsip yang sam yaitu mengenai kebersamaan, kerja sama,
berbagi tugas, kesetaraan, tanggung jawab dan tanggung gugat. Namun
demikian kolaborasi sulit didenifisikan untuk menggambarkan apa yang
sebenarnya yang menjadi esensi dari kegiatan ini. Seperti yang dikemukakan
National Joint Practice Commision(1977) yang dikutip Siegler dan
Whitney(2000) bahwa tidak ada definisi yang mampu menjelaskan sekian
ragam variasi dan kompleknya kolaborasi dalam kontek perawatan kesehatan.

6
Pada saat sekarang dihadapkan pada paradigma baru dalam pemberian
pelayanan kesehatan yang menuntut peran perawat yang lebih sejajar untuk
berkolaborasi dengan dokter. Pada kenyataannya profesi keperawatan masih
kurang berkembang dibandingkan dengan profesi yang berdampingan erat dan
sejalan yaitu profesi kedokteran. Kerjasam dan kolaborasi dengan dokter perlu
pengetahuan, kemauan, dan keterampilan, maupun sikap yang professional
mulai dari komunikasi, cara kerjasama dengan pasien, Maupin dengan mitra
kerjanya, sampai pada keterampilan dalam mengambil keputusan.

Salah satu syarat yang paling penting dalam pelayanan kesehatan


adalah pelayanan yang bermutu. Suatau pelayanan dikatakan bermutu apabila
memberikan kepuasan pada pasien. Kepuasan pada pasien dalam menerima
pelayanan kesehatan mencakup beberapa dimensi. Salah satunya adalah
dimensi kelancaran komunikasi antaran petugas kesehatan (termasuk dokter)
dengan pasien. Hal ini berarti pelayanan kesehatan bukan hanya berorientasi
pada pengobatan secara medis saja, melainkan juga berorientasi pada
komunikasi karena pelayanan melalui komunikasi sangat penting dan berguna
bagi pasien, serta sangat membantu pasien dalam proses penyembuhan.

2.3 Prinsip-prinsip Komunikasi

Adapun prinsip-prinsip komunikasi terapeutik menurut Carl Rogers yaitu :

Perawat harus mengenal dirinya sendiri


Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima,percaya,dan
menghargai
Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh pasien
Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien, baik fisik maupun
mental
Perawat harus dapat menciptakan suasana yang nyaman dan aman bagi
pasien

7
Kejujuran dan terbuka
Mampu sebagai role model
Bertanggung jawab

2.4 Komponen-komponen dalam Komunikasi

a. Sender (pemberi pesan): individu yang bertugas mengirimkan pesan.


b. Receiver (penerima pesan): seseorang yang menerima pesan. Bisa
berbentuk pesan yang diterima maupun pesan yang sudah
diinterpretasikan.
c. Pesan : informasi yang diterima, bisa berupa kata, ide atau perasaan. Pesan
akan efektif bila jelas dan terorganisir yang diekspresikan oleh si pengirim
pesan.
d. Media: metode yang digunakan dalam pesan yaitu kata, bisa dengan cara
ditulis, diucapkan, diraba, dicium. Contoh: catatan atau surat adalah kata;
bau badan atau cium parfum adalah penciuman (dicium), dan lain-lain.
e. Umpan balik: penerima pesan memberikan informasi/ pesan kembali
kepada pengirim pesan dalam bentuk komunikasi yang efektif. Umpan
balik merupakan proses yang kontinue karena memberikan respons pesan
dan mengirimkan pesan berupa stimulus yang baru kepada pengirim
pesan.
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi
1) Situasi/suasana
Situasi/suasana yang hiruk pikuk atau penuh kebisangan akan
mempengaruhi baik /tidaknya pesan diterima oleh komunikan, suara
bising yang diterima komunikan saat proses komunikasi berlangsung
membuat pesan tidak jelas, kabur, bahkan sulit diterima. Oleh karena itu,
sebelum proses komunikasi dilaksanakan, lingkungan harus diciptakan
sedemikian rupa supaya tenang dan nyaman. Komunikasi yang
berlangsung dan dilakukan pada waktu yang kurang tepat mungkin
diterima dengan kurang tepat pula. Misalnya, apabila perawat memberikan
penjelasan kepada orang tua tentang cara menjaga kesterilan luka pada

8
saat orang tua sedang sedih, tentu saja pesan tersebut kurang diterima
dengan baik oleh orang tua karena perhatian orang tua tidak berfokus pada
pesan yang disampaikan perawat, melainkan pada perasaan sedihnya.

2) Kejelasan pesan
Kejelasan pesan akan sangat mempengaruhi keefektifan
komunikasi. Pesan yang kurang jelas dapat ditafsirkan berbeda oleh
komunikan sehingga antara komunikan dan komunikator dapat berbeda
persepsi tentang pesan yang disampaikan. Hal ini akan sangat
mempengaruhi pencapaian tujuan komunikasi yang dijalankan. Oleh
karena itu, komunikator harus memahami pesan sebelum
menyampaikannya pada komunikan, dapat dimengerti komunikan dan
menggunakan artikulasi dan kalimat yang jelas.

2.6 Fase Fase Komunikasi Terapeutik


1. Tahap Persiapan (Prainteraksi)
Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum
berinteraksi dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada tahap ini perawat
menggali perasaan dan mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya.
Pada tahap ini perawat juga mencari informasi tentang klien. Kemudian
perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahap
ini harus dilakukan oleh seorang perawat untuk memahami dirinya,
mengatasi kecemasannya, dan meyakinkan dirinya bahwa dia siap untuk
berinteraksi dengan klien (Suryani, 2005).
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
a. Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum
berinteraksi dengan klien, perawat perlu mengkaji perasaannya
sendiri (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Perasaan apa yang
muncul sehubungan dengan interaksi yang akan dilakukan. Apakah
ada perasaan cemas? Apa yang dicemaskan? (Suryani, 2005).

9
b. Menganalisis kekuatan dan kelemanhan sendiri. Kegiatan ini
sangat penting dilakukan agar perawat mampu mengatasi
kelemahannya secara maksimal pada saat berinteraksi dengan
klien. Misalnya seorang perawat mungkin mempunyai kekuatan
mampu memulai pembicaraan dan sensitif terhadap perasaan orang
lain, keadaan ini mungkin bisa dimanfaatkan perawat untuk
memudahkannya dalam membuka pembicaraan dengan klien dan
membina hubungan saling percaya (Suryani, 2005).
c. Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat
penting karena dengan mengetahui informasi tentang klien perawat
bisa memahami klien. Paling tidak perawat bisa mengetahui
identitas klien yang bisa digunakan pada saat memulai interaksi
(Suryani, 2005).
d. Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien. Perawat
perlu merencanakan pertemuan pertama dengan klien. Hal yang
direncanakan mencakup kapan, dimana, dan strategi apa yang akan
dilakukan untuk pertemuan pertama tersebut (Suryani, 2005).
2.Tahap Perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali
bertemu atau kontak dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada saat
berkenalan, perawat harus memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada
klien (Brammer dalam Suryani, 2005). Dengan memperkenalkan dirinya
berarti perawat telah bersikap terbuka pada klien dan ini diharapkan akan
mendorong klien untuk membuka dirinya (Suryani, 2005). Tujuan tahap ini
adalah untuk memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat
dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang lalu
(Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).

3. Tahap Kerja
Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses
komunikasi terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini

10
perawat dan klien bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah yang
dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam
mendorong klien mengungkap perasaan dan pikirannya. Perawat juga
dituntut untuk mempunyai kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi
terhadap adanya perubahan dalam respons verbal maupun nonverbal klien.
Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena
tugas perawat pada tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah
klien. Melalui active listening, perawat membantu klien untuk
mendefinisikan masalah yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi
masalahnya, dan mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan masalah
yang telah dipilih.
Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya
dengan klien. Tehnik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk
memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan
membantu perawat-klien memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray, B
& Judth dalam Suryani, 2005). Tujuan tehnik menyimpulkan adalah
membantu klien menggali hal-hal dan tema emosional yang penting
(Fontaine & Fletcner dalam Suryani, 2005)
4. Tahap Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien
(Christina, dkk, 2002). Tahap ini dibagi dua yaitu terminasi sementara dan
terminasi akhir (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-
klien, setelah terminasi sementara, perawat akan bertemu kembali dengan
klien pada waktu yang telah ditentukan.Terminasi akhir terjadi jika
perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara keseluruhan.

11
2.7 Tehnik-Tehnik Komunikasi Terapeutik
1. Bertanya
Bertanya (questioning) merupakan tehnik yang dapat mendorong klien
untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Tehnik berikut sering
digunakan pada tahap orientasi.
a. Pertanyaan fasilitatif dan nonfasilitatif
Pertanyaan fasilitatif (facilitative question) terjadi jika pada saat
bertanya perawat sensitif terhadap pikiran dan perasaan serta secara
langsung berhubungan dengan masalah klien, sedangkan pertanyaan
nonfasilitatif (nonfacilitative question) adalah pertanyaan yang tidak
efektif karena memberikan pertanyaan yang tidak fokus pada masalah atau
pembicaraan, bersifat mengancam, dan tampak kurang pengertian
terhadap klien (Gerald, D dalam Suryani, 2005).

b. Pertanyaan terbuka dan tertutup

Pertanyaan terbuka (open question) digunakan apabila perawat


membutuhkan jawaban yang banyak dari klien. Dengan pertanyaan
terbuka, perawat mampu mendorong klien mengekspresikan dirinya
(Antai-Otong dalam Suryani, 2005).
Pertanyaan tertutup (closed question) digunakan ketika perawat
membutuhkan jawaban yang singkat

c. Inapropriate quantity question

Inapropriate quantity question yaitu pertanyaan yang kurang baik


dari sisi jumlah pertanyaan, yang mengakibatkan klien bingung dalam
menjawab. Terlalu banyak pertanyaan merupakan tindakan yang tidak
tepat karena menimbulkan kebingungan klien untuk menjawab (Long, L
dalam Suryani, 2005).

d. Inapropriate quality question

12
Inapropriate quality question yaitu pertanyaan yang tidak baik
diberikan pada klien dan biasanya dimulai dengan kata why (mengapa).
Why question ini dipertimbangkan tidak tepat karena :

1) Terkesan menginterogasi, sehingga klien merasa seolah-olah


diintimidasi (Sturat, G.W dalam Suryani, 2005). Hal ini bisa
menghambat keterbukaan klien terhadap perawat.
2) Tidak akan dapat menggali perasaan klien yang sebenarnya karena
why question mengiring klien untuk menjawab secara rasional atau
mengemukakan alasan dari suatu perbuatan atau keadaan, bukan
bagaimana perasaanya terhadap kejadian (Gerald, D dalam Suryani,
2005).
2. Mendengarkan
Mendengarkan (listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi
terapeutik (Keliat, Budi Anna, 1992). Mendengarkan adalah proses aktif
(Gerald, D dalam Suryani, 2005) dan penerimaan informasi serta penelaahan
reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima (Hubson, S dalam Suryani,
2005).
Selama mendengarkan, perawat harus mengikuti apa yang
dibacakan klien dengan penuh perhatian. Perawat memberikan tanggapan
dengan tepat dan tidak memotong pembicaraan klien. Tunjukkan perhatian
bahwa perawat mempunyai waktu untuk mendengarkan (Purwanto, Heri,
1994).

3. Mengulang
Mengulang (restarting) yaitu mengulang pokok pikiran yang
diungkapkan klien. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi
indikasi perawat mengikuti pembicaraan klien (Keliat, Budi Anna, 1992).
Restarting (pengulangan) merupakan suatu strategi yang mendukung listening
(Suryani, 2005).

4. Klarifikasi

13
Klarifikasi (clarification) adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran
klien yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari
ungkapannya (Gerald, D dalam Suryani, 2005).
Pada saat klarifikasi, perawat tidak boleh menginterpretasikan apa yang
dikatakan klien, juga tidak boleh menambahkan informasi (Gerald, D dalam
Suryani, 2005). Apabila perawat menginterpretasikan pembicaraan klien,
maka penilaiannya akan berdasarkan pandangan dan perasaannya. Fokus
utama klarifikasi adalah pada perasaan, karena pengertian terhadap perasaan
klien sangat penting dalam memahami klien.
5. Refleksi
Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan,
pertanyaan, dan isi pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk
memvalidasi pengertian perawat tentang apa yang diucapkan klien dan
menekankan empati, minat, dan penghargaan terhadap klien (Antai-Otong
dalam Suryani, 2005).
Tehnik-tehnik refleksi terdiri dari: (Keliat, Budi Anna, 1992)
a. Refleksi visi, yaitu memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi ide yang
diekspresikan klien dengan pengertian perawat.
b. Refleksi perasaan, yaitu memberi respon pada perasaan klien terhadap isi
pembicaraan, agar klien mengetahui dan menerima perasaanya.

6. Memfokuskan
Memfokuskan (focusing) bertujuan memberi kesempatan kepada klien
untuk membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada
pencapaian tujuan (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Dengan demikian akan
terhindar dari pembicaraan tanpa arah dan penggantian topik pembicaraan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam mengguanakan metode ini adalah
usahakan untuk tidak memutus pembicaraan ketika klien menyampaikan
masalah penting (Suryani, 2005).

7.Diam

14
Tehnik diam (silence) digunakan untuk memberikan kesempatan pada
klien sebelum menjawab pertanyaan perawat. Diam akan memberikan
kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisasi pikiran masing-
masing (Stuart & Sundeen dalam Suryani, 2005). Tehnik ini memberikan
waktu pada klien untuk berfikir dan menghayati, memperlambat tempo
interaksi, sambil perawat menyampaikan dukungan, pengertian, dan
penerimaannya. Diam juga memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan
dirinya sendiri dan berguna pada saat klien harus mengambil keputusan
(Suryani, 2005).

8. Memberi Informasi
Memberikan tambahan informasi (informing) merupakan tindakan
penyuluhan kesehatan klien. Tehnik ini sangat membantu dalam mengajarkan
kesehatan atau pendidikan pada klien tentang aspek-aspek yang relevan
dengan perawatan diri dan penyembuhan klien. Informasi yang diberikan pada
klien harus dapat memberikan pengertian dan pemahaman tentang masalah
yang dihadapi klien serta membantu dalam memberikan alternatif pemecahan
masalah (Suryani, 2005).

9. Menyimpulkan
Menyimpulkan (summerizing) adalah tehnik komunikasi yang membantu
klien mengeksplorasi poin penting dari interaksi perawat-klien. Tehnik ini
membantu perawat dan klien untuk memiliki pikiran dan ide yang sama saat
mengakhiri pertemuan. Poin utama dari menyimpulkan yaitu peninjauan
kembali komunikasi yang telah dilakukan (Murray, B & Judith dalam Suryani,
2005).

10. Mengubah Cara Pandang


Tehnik mengubah cara pandang (refarming) ini digunakan untuk
memberikan cara pandang lain sehingga klien tidak melihat sesuatu atau
masalah dari aspek negatifnya saja (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Tehnik

15
ini sangat bermanfaan terutama ketika klien berfikiran negatif terhadap
sesuatu, atau memandang sesuatu dari sisi negatifnya. Seorang perawat
kadang memberikan tanggapan yang kurang tepat ketika klien
mengungkapkan masalah, misalnya menyatakan : sebenarnya apa yang anda
pikirkan tidak seburuk itu kejadiannya. Reframing akan membuat klien
mampu melihat apa yang dialaminya dari sisi positif (Gerald, D dalam
Suryani, 2005) sehingga memungkinkan klien untuk membuat perencanaan
yang lebih baik dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.

11. Eksplorasi
Eksplorasi bertujuan untuk mencari atau menggali lebih jauh atau lebih
dalam masalah yang dialami klien (Antai-Otong dalam Suryani, 2005) supaya
masalah tersebut bisa diatasi. Tehnik ini bermanfaat pada tahap kerja untuk
mendapatkan gambaran yang detail tentang masalah yang dialami klien.

12. Membagi Persepsi


Stuart G.W (1998) dalam Suryani (2005) menyatakan, membagi persepsi
(sharing peception) adalah meminta pendapat klien tentang hal yang perawat
rasakan atau pikirkan. Tehnik ini digunakan ketika perawat merasakan atau
melihat ada perbedaan antara respos verbal dan respons nonverbal klien.

13. Mengidentifikasi Tema


Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan harus
mampu manangkap tema dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya adalah
untuk meningkatkan pengertian dan menggali masalah penting (Stuart &
Sadeen dalam Suryani, 2005). Tehnik ini sangat bermanfaat pada tahap awal
kerja untuk memfokuskan pembicaraan pada awal masalah yang benar-benar
dirasakan klien.

14. Humor

16
Humor bisa mempunyai beberapa fungsi dalam hubungan terapeutik.
Florence Nightingale dalam Anonymous (1999) dalam Suryani (2005) pernah
mengatakan suatu pengalaman pahit sangat baik ditangani dengan humor.
Humor dapat meningkatkan kesadaran mental dan kreativitas, serta
menurunkan tekanan darah dan nadi.
Dalam beberapa kondisi berikut humor mungkin bisa dilakukan :
a. Pada saat klien mengalami kecemasan ringan sampai sedang, humor
mungkin bisa menurunkan kecemasan klien.
b. Jika relevan dan konsisten dengan sosial budaya klien.
c. Membantu klien mengatasi masalah lebih efektif.
15. Memberikan Pujian
Memberikan Pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis
yang didapatkan klien ketika berinteraksi dengan perawat. Reinforcement
berguna untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku klien
(Gerald, D dalam Suryani, 2005). Reniforcement bisa diungkapkan dengan
kata-kata ataupun melalui isyarat nonverbal.
2.7 Faktor-Faktor Komunikasi Terapeutik
2.7.1 Faktor faktor penghambat dalam proses komunikasi terpeutik adalah :
(Purwanto, Heri, 1994)
a. Kemampuan pemahaman yang berbeda.
b. Pengamatan/penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu.
c. Komunikasi satu arah.
d. Kepentingan yang berbeda
e. Memberikan jaminan yang tidak mungkin
f. Memberitahu apa yang harus dilakukan kepada penderita
g. Membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi
h. Menuntut bukti, tantangan serta penjelasan dari pasien mengenai
tindakannya
i. Memberikan kritik mengenai perasaan penderita
j. Menghentikan/mengalihkan topik pembicaraan
k. Terlalu banyak bicara yang seharusnya mendengarkan.

17
l. Memperlihatkan sifat jemu, pesimis.

2.7.2 Faktor penghambat komunikasi : (Kariyoso, 1994)


a. Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi
b. Sikap yang kurang tepat
c. Kurang pengetahuan
d. Kurang memahami sistem social
e. Prasangka yang tidak beralasan
f. Jarak fisik, komunikasi menjadi kurang lancar bila jarak antara
komunikator dengan reseptor berjauhan
g. Tidak ada persamaan persepsi
h. Indera yang rusak
i. Berbicara yang berlebihan
j. Mendominir pembicaraan, dan lain sebagainya

2.7.3 Faktor yang mempengaruhi komunikasi : (Suryani, 2005)


a) Kredibilitas
Kredibilitas (credibility) terdapat dan berpengaruh pada sumber atau
komunikator. Kredibilitas komunikasi sangat mempengaruhi keberhasilan
proses komunikasi, karena hal ini mempengaruhi tingakat kepercayaan
sasaran atau komunikasi terhadap pesan yang disampaikan.
b) Isi pesan
Pesan yang disampaikan hendaknya mengandung isi yang bermanfaat bagi
sasaran. Hasil komunikasi akan lebih baik jika isi pesan besar manfaatnya
bagi kepentingan sasaran.
c) Kesesuaian dengan kepentingan sasaran
Kesesuaian dengan kepentingan sasaran (context) terdapat dan berperan
pada pesan. Pesan yang disampaikan harus berhubungan dengan
kepentingan sasaran.
d) Kejelasan

18
Kejelasan (clarity) terdapat dan berperan pada pesan. Kejelasan pesan
yang disampaikan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan komunikasi.
e) Kesinambungan dan konsistensi
Kesinambungan dan konsistensi (continuity and consistency) terdapat
pada pesan. Pesan yang akan disampaikan harus konsistensi dan
berkesinambungan.
f) Saluran
Saluran (channel) terdapat dan berperan pada media. Media yang
digunakan harus disesuaikan dengan pesan yang ingin disampaikan.
g) Kapabilitas sasaran
Kapabilitas sasaran (capability of the audience) terdapat pada komunikan.
Dalam menyampaikan pesan, komunikator harus memperhitungkan
kemampuan sasaran dalam menerima pesan.
h) Psikologis (Rahmat, J dalam Suryani, 2005)
Seperti sikap, pengalaman hidup, motivasi, kepribadian, dan konsep.
i) Sosial (Ellis, Gates & Kenwarthy dalam Suryani, 2005)
j) Seperti usia, jenis kelamin, kelas sosial, suku, bahasa, kekuasaan, dan
peran sosial.

2.8 Komunikasi Terapeutik Dengan Klien Anak


Cara yang terapeutik dalam berkomunikasi dengan anak adalah sebagai
berikut:
1. Nada suara
Bicara lambat dan jika tidak dijawab harus diulang lebih jelas dengan
pengarahan yang sederhana. Hindari sikap mendesak untuk dijawab
dengan mengatakan jawab dong.
2. Mengalihkan aktivitas
Kegiatan anak yang berpindah-pindah dapat meningkatkan rasa cemas
terapis dan mengartikannya sebagai tanda hiperaktif. Anak lebih tertarik

19
pada aktivitas yang disukai sehingga perlu dibuat jadual yang bergantian
antara aktivitas yang disukai dan aktivitas terapi yang diprogramkan.
3. Jarak interaksi
Perawat yang mengobservasi tindakan non verbal dan sikap tubuh anak
harus mempertahankan jarak yang aman dalam berinteraksi.
4. Marah
Perawat perlu mempelajari tanda kontrol perilaku yang rendah pada anak
untuk mencegah temper tantrum. Perawat menghindari bicara yang keras
dan otoriter serta mengurangi kontak mata jika respon anak meningkat.
Jika anak mulai dapat mengontrol perilaku maka kontak mata dimulai
kembali namun sentuhan ditunda dahulu.
5. Kesadaran diri
Perawat harus menghindari konfrontasi secara langsung, duduk yang
terlalu dekat dan berhadapan. Meja tidak diletakkan antara perawat dan
anak. Perawat secara non verbal selalu memberi dorongan, penerimaan
dan persetujuan jika diperlukan.

6. Sentuhan
Jangan sentuh anak tanpa izin dari anak. Salaman dengan anak merupakan
cara untuk menghilangkan stres dan cemas khususnya pada anak laki-laki.

20
BAB III
PENUTUP

3.1 kesimpulan
Hubungan perawat-klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar
bersama dan pengalaman perbaikan emosi klien. Dalam hal ini perawat
memakai dirinya secara terpeutik dengan menggunakan berbagai teknik
komunikasi agar perilaku klien berubah ke arah yang positif seoptimal
mungkin.
Agar perawat dapat berperan efektif dan terapeutik, ia harus
menganalisa dirinya: kesadaran diri, klarifikasi nilai, persaan dan mampu
menjadi model yang bertanggung jawab. Seluruh perilaku dan pesan yang
disampaikan perawat (verbal atau non verbal) hendaknya bertujuan terapeutik
untuk klien.
Analisa hubungan intim yang terapeutik perlu dilakukan untuk
evaluasi perkembangan hubungan dan menentukan teknik dan keterampilan
yang tepat dalam setiap tahap untuk mengatasi masalah klien dengan prinsip
di sini dan saat ini (here and now). Rasa aman merupakan hal utama yang
harus diberikan pada anak agar anak bebas mengemukakan perasaannya tanpa
kritik dan hukuman.

3.2 Saran
Seorang perawat haruslah bisa mengekspresikan perasaan yang
sebenarnya secara spontan. Di samping itu perawat juga harus mampu
menghargai klien dengan menerima klien apa adanya.Sikap perawat
sebaiknya tidak menghakimi,tidak mengkritik,tidak mengejek ataupun
menghina.Menghargai dapat dikomunikasikan melalui duduk bersama klien
yang menangis,minta maaf atas hal yang tidak disukai klien,dan menerima
permintaan klien untuk tidak menanyakan pengalaman tertentu

21
Memberi alternatif ide untuk pemecahan masalah. Tepat dipakai pada
fase kerja dan tidak tepat pada fase awal hubungan. Perawat perlu
menganalisa teknik komunikasi yang tepat setiapkali ia berhubungan dengan
klien. Melalui komunikasi verbal dapat disampaikan informasi yang akurat
tetapi aspek emosi dan perasaan tidak dapat diungkapkan seluruhnya secara
verbal.
Dengan mengerti proses komunikasi dan menguasai berbagai
keterampilan berkomunikasi, diharapkan perawat dapat memakai dirinya
secara utuh (verbal dan non verbal) untuk memberi efek terapeutik kepada
klien.

22
DAFTAR PUSTAKA

http://imron46.wordpress.com/2008/09/24/dimensi-tindakan-komunikasi-
terapeutik/
http://catatancalonperawat.blogspot.com/2011/02/sikap-perawat-dalam-
komunikasi.html/
http://dhanwaode.wordpress.com/2010/10/09/komunikasi-dalam-proses-
pembangunan- dalam-proses-keperawatan/

23

Anda mungkin juga menyukai