Anda di halaman 1dari 45

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Negara Indonesia sebagai Negara berkembang memiliki beragam
permasalahan yang kompleks dari segala unsur, perkembangan jaman memaksa
seseorang untuk ikut berperan aktif dalam perkembangannya. Sehingga untuk
kelangsungan hidup seseorang harus bekerja keras demi kelangsungan hidupnya
hingga tak jarang seseorang yang terpaksa bekerja sebagai kuli panggul,
mengangkat beban berat hingga resiko mudah terkena penyakit yang bersifat
progesif termasuk salah satunya adalah hernia. Selain itu banyak kasus tentang
penyakit yang berkembang mengenai prevalensi penderita hernia baik anak-anak
maupun dewasa ini (Notoadmojo, 2003).
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui suatu
defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Hernia umumnya
terjadi pada rongga abdomen. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui
defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut
(Sjamsuhidajat, 2011). Hernia diberi nama menurut letaknya. Ada tujuh jenis
hernia abdominalis yang sering ditemukan. Dari ketujuh jenis hernia tersebut,
salah satu jenis hernia yang memiliki angka kejadian terbanyak adalah hernia
inguinalis (Snell, 2006).
Menurut World Health Organization (WHO), penderita hernia tiap
tahunnya meningkat. Didapatkan data pada decade tahun 2005 sampai tahun
2010 penderita hernia segala jenis mencapai 19.173.279 penderita (12.7%)
dengan penyebaran yang paling banyak adalah daerah negara-negara berkembang
seperti negara-negara Afrika, Asia tenggara termasuk Indonesia, selain itu
Negara Uni Emirat Arab adalah negara dengan jumlah penderita hernia terbesar
di dunia sekitar 3.950 penderita pada tahun 2011 (Hendra Supeno, 2012). Angka
kejadian hernia di dunia dengan perbandingan satu diantara 3.000 penduduk atau
0,03%. Insiden hernia menduduki peringkat ke lima besar yang terjadi di
Amerika Serikat pada tahun 2007 sekitar 700.000 operasi hernia yang dilakukan
tiap tahunnya. Hernia Inguinalis di sisi kanan adalah tipe hernia yang paling
banyak dijumpai pria dan wanita, sekitar 25% pria dan 2% wanita mengalami
hernia inguinalis (Bahtiar, 2007).

1
Di Indonesia hernia menempati urutan ke delapan dengan jumlah 291.145
kasus. Dimana prevalensi jenis hernia terbanyak adalah hernia inguinalis.
Berdasarkan data dari Departermen Kesehatan Republik Indonesia periode
Januari 2010 sampai dengan Februari 2011 berjumlah 1.243 yang mengalami
gangguan hernia, termasuk berjumlah 230 orang (5,59%) terjadi pada anak-anak.
Insiden hernia inguinalis pada orang dewasa kira-kira 2%. Kemungkinan
kejadian hernia bilateral dari insiden tersebut mendekati 10%. Insiden hernia
meningkat dengan bertambahnya umur mungkin karena meningkatnya penyakit
yang meninggikan tekanan intraabdomen dan berkurangnya kekuatan jaringan
penunjang. Peningkatan insiden hernia terjadi pada setiap tahunnya
(Sjamsuhidajat, 2011).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ruhl dan Everhart (2007),
kelompok umur lanjut usia (60-74 tahun) memiliki angka kejadian hernia
terbanyak yaitu sebesar 22,8%. Terjadi peningkatan risiko terjadinya hernia tiga
kali lebih besar pada pasien yang berusia lanjut. Rasio perbandingan pasien laki-
laki dan perempuan 2:1. Hal ini dipengaruhi oleh faktor risiko terjadinya hernia
inguinalis, contohnya: defek pada kanalis inguinalis, mreokok, angkat beban
berat dan lain-lain.
Pada studi case-control yang dilakukan Liem (1997), tentang faktor
risiko hernia inguinalis pada wanita di Belanda, didapatkan bahwa 76% pasien
yang dijadikan sampel penelitian melakukan herniorafi untuk pertama kalinya
dan 24% pasien wanita melakukan herniorafi untuk kedua kalinya bahkan ketiga
kalinya karena mengalami hernia berulang. Pada penelitian ODwyer dkk (2006),
pasien yang melakukan operasi hernia atau herniorafi memiliki kemungkian 10%
mengalami luka infeksi atau hematoma, 3% mengalami nyeri kronis, dan 5-10%
hernia berulang.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hendra Supeno (2012), secara
keseluruhan dari 53 kasus hernia inguinalis yang diteliti di RSUD Syarifah
Ambami Rato Ebu Bangkalan, Madura, Jawa Timur, dari bulan November 2011
sampai bulan Januari 2012, jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, yang
terbanyak adalah pasien laki-laki sebanyak 48 orang (92,3%), dan pasien
perempuan sebanyak 4 orang (7,7%). Jika dilihat berdasarkan usia, yang
terbanyak adalah pasien dewasa, umur 13-70 tahun sebanyak 46 orang (88,5%),

2
dan pasien anak-anak usia 0-12 tahun sebanyak 8 orang (11,5%), dengan
diagnosa terbanyak adalah hernia inguinalis lateralis.
Penyakit hernia banyak diderita oleh orang yang tinggal didaerah
perkotaan yang notabene yang penuh dengan aktivitas maupun kesibukan dimana
aktivitas tersebut membutuhkan stamina yang tinggi. Jika stamina kurang bagus
dan terus dipaksakan maka, penyakit hernia akan segera menghinggapinya
(Sjamsuhidayat, 2004).
Peran perawat sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan
yang meliputi upaya promotif, preventif, melakukan tindakan kolaboratif dengan
medis dalam pelaksanaan kuratif dan rehabilitative. Upaya promotif dengan
memberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit hernia. Upaya preventif
dengan menghindari faktor risiko antara lain obesitas, peningkatan tekanan
intraabdomen (penyakit paru obstruksi menahun, mengejan saat defekasi dan
berkemih, sembelit menahun atau BPH (Benigna Prostat Hipertropy). Upaya
kuratif antara lain dengan pembedahan dan terapi medis yaitu pemberian
analgesic dan antibiotic. Upaya rehabilitative dengan cara memberikan
pendidikan kesehatan pada klien post operasi hernia agar mengkonsumsi
makanan tinggi serat, menghindari mengangkat beban terlalu berat, melakukan
latihan penguatan otot perut, dan menurunkan faktor risiko yang menyebabkan
terjadinya hernia. Komplikasi yang dapat terjadi pada hernia yaitu perforasi isi
hernia yang dapat menimbulkan abses lokal dan peritonitis. Hal ini merupakan
keadaan kegawatdaruratan hernia dan memerlukan pertolongan segera.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk
mengetahui lebih lanjut tentang Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Hernia
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana konsep penyakit hernia?
1.2.2 Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan hernia?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui lebih lanjut bagaimana penatalaksanaan, perawatan
untuk mencegah komplikasi yang mungkin terjadi dan bagaimana asuhan
keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis hernia.

3
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi dari hernia.
2. Untuk mengetahui etiologi dari hernia.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari hernia.
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari hernia.
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari hernia.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari hernia.
7. Untuk mengetahui komplikasi dari hernia.
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan hernia.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Perawat
Untuk menambah pengetahuan dan keterampilan serta
meningkatkan dalam melaksanakan penerapan proses asuhan
keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi,
dan evaluasi secara sistematis khususnya pada pasien dengan Hernia.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan agar penulisan
ini dapat dilakukan dengan melihat permasalahan lain yang berkaitan
dengan kasus yang telah penulis selesaikan.
1.4.3 Bagi Rumah Sakit
Sebagai penambah wawasan dan pengetahuan bagi semua lapisan
tim kesehatan atau pelaksanaan asuhan keperawatan khususnya dibidang
keperawatan maupun tim kesehatan lain tentang asuhan keperawatan
pada klien dengan Hernia.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit Hernia


2.1.1 Definisi
Hernia adalah penonjolan isi perut dari rongga yang normal
melalui suatu defek pada fasia muskuloaponeurotik dinding perut, baik
secara kongenital atau di dapat, yang memberi jalan keluar pada setiap
alat tubuh selain yang biasa melalui dinding tersebut (Mansjoer, 2002).
Hernia merupakan prostusi atau penonjolan isi suatu rongga
melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada
hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari
lapisan muskulo-aponeurosis dinding perut. Berdasarkan terjadinya,
hernia dibagi atas hernia bawaan atau kongenital dan hernia dapatan atau
akuisita. Hernia diberi nama menurut letaknya, contohnya: diafragma,
inguinal umbilical, femoral (Sjamsuhidajat, 2011).
Hernia umumnya terdiri dari kulit dan subkutan meliputi jaringan,
sebuah peritoneal kantung, dan yang mendasarinya visera, seperti loop
usus atau organ-organ internal lainnya. Hernia kongenital disebabkan
oleh penutupan struktural cacat atau yang berhubungan dengan
melemahnya otot-otot normal. Menimbulkan faktor termasuk
pembedahan; mendadak peningkatan tekanan intra-abdomen, yang
mungkin terjadi selama angkat berat atau batuk - batuk dan lebih
bertahap dan berkepanjangan peningkatan tekanan intra-abdomen yang
berhubungan dengan kehamilan, obesitas, atau asites (LeMone, 2000).
2.1.2 Etiologi
Etiologi terjadinya hernia yaitu :
1. Defek dinding otot abdomen
Hal ini terjadi sejak lahir (congenital) atau didapat seperti karena usia,
keturunan, akibat dari pembedahan sebelumya.
2. Peningkatan tekanan intraabdominal.
Penyakit paru obstruksi menahun (batuk kronik), kehamilan, obesitas,
adanya BPH, sembelit, mengejan saat defekasi dan berkemih,

5
mengangkat beban terlalu berat dapat meningkatkan tekanan
intraabdominal.
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau
sebab yang didapat. Berbagai faktor penyebab berperan pada
pembentukan pintu masuk hernia pada anulus internus yang cukup lebar
sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia, selain itu, diperlukan
pula faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah
terbuka cukup lebar itu (Sjamsuhidajat, 2011).
Pada orang yang sehat, ada tiga mekanisme yang dapat
mencegah terjadinya hernia inguinalis yaitu kanalis inguinalis yang
berjalan miring, adanya struktur muskulus oblikus internus abdominis
yang menutup anulus inguinalis internus ketika berkontraksi, dan
adanya fasia transversalis yang kuat yang menutupi trigonum
Hesselbach. Gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan
terjadinya hernia (Sjamsuhidajat, 2011).
Pada keadaan normal, di saat batuk dan mengedan, seperti pada
miksi, defekasi, dan partus, serabut-serabut paling bawah muskulus
oblikus internus abdominis dan muskulus transversus abdominis yang
melengkung menjadi datar dan turun mendekati dasar. Bagian atas
mungkin menekan isi kanalis inguinalis ke arah dasar sehingga kanalis
inguinalis menutup. Bila diperlukan mengedan dengan kuat, seperti
pada defekasi dan partus secara alamiah orang cenderung berada dalam
posisi jongkok, fleksi pada , dan permukaan anterior tungkai atas
mendekati permukaan anterior dinding abdomen, dengan cara ini
bagian bawah dinding anterior abdomen dilindungi oleh tungkai atas
(Snell, 2000). Pada hernia inguinalis, terjadi perubahan fungsi dari
serabut-serabut otot yang mempertahankan posisi kanalis inguinalis.
Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus
vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut, dan
kelemahan otot dinding perut karena usia. Tekanan intraabdomen yang
meninggi secara kronik, seperti batuk kronik, hipertrofi prostat,
konstipasi, dan asites, sering disertai hernia inguinalis. Insiden hernia
meningkat dengan bertambahnya umur mungkin karena meningkatnya

6
penyakit penyakit yang meninggikan tekanan intraabdomen dan
berkurangnya kekuatan jaringan penunjang (Sjamsuhidajat, 2011).
Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang
membatasi anulus inguinalis internus ikut kendur pada keadaan itu
tekanan intraabdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih
vertikal. Sebaliknya, bila otot dinding perut berkontraksi, kanalis
inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup
sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis.
Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan
nervus ilioinguinalis dan nervus iliofemoralis setelah apendektomi
(Sjamsuhidajat, 2011).
Menurut Marijata (2006), proses terjadinya hernia inguinalis
dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Adapun
faktor faktor predisposisi yang berpengaruh terhadap insidensi hernia
inguinalis adalah sebagai berikut :
1. Kongenital
a. Prosesus vaginalis persisten
b. Kanalis nuck persisten
c. Obliterasi umbilikus tidak sempurna
Pada bulan kedelapan kehamilan, terjadi desensus testis
melalui kanal inguinalis. Penurunan testis tersebut akan menarik
peritoneum ke daerah skrotum sehingga terjadi penonjolan
peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei. Pada
bayi yang sudah lahir, umumnya prosesus ini telah mengalami
obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis
tersebut. Namun akibat beberapa faktor, kanalis ini tidak menutup,
oleh karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis
kanan lebih sering terbuka. Dalam keadaan normal kanalis yang
terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan (Sjamsuhidajat, 2011).
2. Luka operasi
Luka yang didapat pasca melakukan operasi.
3. Jenis kelamin
Faktor jenis kelamin berhubungan dengan faktor
kongenital. Hernia pada laki laki 95% adalah jenis inguinalis,

7
sedangkan pada wanita 45-50%. Perbedaan prevalensi ini di
sebabkan karena ukuran ligamentum rotundum, dan presentase
obliterasi dari processus vaginalis testis lebih kecil dibanding
obliterasi kanalis nuck.
4. Umur
Pada usia lanjut terjadi perubahan fisiologi berupa
melemahnya jaringan penunjang, salah satunya dinding abdomen.
Keadaan ini sering disertai dengan timbulnya penyakit-penyakit
yang meningkatkan tekanan intraabdomen. Tendensi hernia
meningkat sesuai dengan meningkatnya aktifitas, sekitar umur 26
50 tahun insidensi menurun dan setelah umur diatas 50 tahun
insidensi meningkat lagi oleh karena menurunnya kondisi fisik.
5. Konstitusi atau keadaan badan
Banyaknya lemak preperitoneal akan mendesak dinding
abdomen dan menimbulkan lokus minoris atau kelemahan
kelemahan otot serta terjadi relaksasi dari anulus. Bila lemak
menginfiltrasi ke omentum dan mesenterium akan mengurangi
volume rongga abdomen sehingga terjadi peningkatan tekanan
intraabdomen.
Faktor-faktor presipitasi yang ikut berperan terhadap insidensi
hernia inguinalis adalah sebagai berikut:
1. Batuk Kronik
Batuk kronik adalah batuk yang tidak menghilang selama 8
minggu atau lebih. Batuk merupakan gejala dari suatu panyakit.
Pada saat batuk terjadi peningkatan tekanan intraabdomen dan bila
terjadi secara terus menerus akan meningkatkan risiko terjadinya
hernia inguinalis.
2. Konstipasi
Pada saat mengalami konstipasi, proses defekasi menjadi
sulit oleh sebab itu pasien harus mengejan lebih kuat. Proses
mengejan inilah yang akhirnya akan menyebabkan tekanan
intraabdomen meningkat.

8
3. Benigna Prostate Hyperplasia (BPH)
BPH akan menyebabkan terjadinya tahanan saat miksi,
sehingga penderita harus mengejan lebih kuat yang akhirnya
menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen.
4. Partus
Pada saat partus, ibu hamil akan mengejan untuk
mengeluarkan bayinya yang mengakibatkan peningkatan tekanan
intraabdomen.
5. Angkat beban berat
Tidak ada batasan beban yang pasti untuk faktor ini. Pada
saat mengangkat beban berat akan terjadi kontraksi di bagian perut
dan juga akan ada refleks mengejan yang membantu memberikan
tahanan saat akan mengangkat. Kedua hal inilah yang akan
menyebabkan peningkatan tekanan abdomen.
6. Asites
Akumulasi dalam rongga abdomen bisa meningkatkan
tekanan intraabdomen dan meningkatkan risiko terjadinya hernia
inguinalis.
Faktor-faktor presipitasi di atas berperan dengan meningkatkan
tekanan intraabdomen sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya
hernia inguinalis (Marijata, 2006).
2.1.3 Anatomi dan Fisiologi Dinding Abdomen
Di bagian superior dinding abdomen dibentuk oleh diaphagma,
yang memisahkan cavitas abdominalis dari cavitas thoracis. Di bagian
inferior cavitas abdominalis melanjutkan diri menjadi cavitas pelvis
melalui apertura pelvis superior. Di bagian anterior, dinding abdomen
dibentuk di atas oleh bagian bawah cavea thoracis dan dibawah oleh
musculs rectus abdominis, musculus obliquus externus abdominis,
musculus obliquus internus abdominis dan musculus tranversus
abdominis serta fascianya. Di bagian posterior, dinding abdomen di
garis tengah dibentuk oleh kelima vertebrae lumbales dan discus
intervertebralisnya, bagian lateral dibentuk oleh 12 costae, bagian atas
oleh os coxae, musculus psoas mayor, musculus quadratus lumborum,

9
dan aponeurosis origo musculus transversus abdominis. Dinding
abdomen dibatasi oleh selubung facia dan peritoneum parietale.
1. Struktur Dinding Anterior Abdomen
Dinding anterior abdomen dibentuk oleh kulit, fascia
superficialis, fascia profunda, otot-otot, fascia extraperitonealis, dan
peritoneum parietale.
a. Fascia superficialis
Fascia superficialis dapat dibagi menjadi lapisan luar,
panniculus adiposus (fascia Camperi) dan lapisan dalam,
stratum membranosum (fascia Scarpae). Panniculus adiposus
berhubungan dengan lemak superficial yang meliputi bagian
tubuh lain dan mungkin sangat tebal (3 inci) atau lebih pada
pasien obesitas. Stratum membranosum tipis dan menghilang di
sisi lateral dan atas, tempat lapisan ini melanjut sebagai fascia
superficialis di daerah punggung dan thorax, berturut-turut. Di
bagian inferior, stratum membranosum berjalan di depan paha
dan disini bersatu dengan fascia profunda pada satu jari di
bawah ligamentum inguinale.
b. Fascia Profunda
Fascia profunda pada dinding anterior abdomen hanya
merupakan lapisan tipis jaringan ikat yang menutupi otot-otot
profunda terletak tepat di sebelah profunda stratum
membranosum fascia superficialis.
2. Otot Dinding Anterior Abdomen
Otot-otot dinding anterior abdomen terdiri atas tiga lapisan
otot yang lebar, tipis dan di depan berubah menjadi aponeurosis,
otot-otot tersebut dari luar ke dalam yaitu musculus obliqus
externus abdominis, musculus obliqus internus abdominis, dan
musculus tranversus abdominis. Sebagai tambahan, pada masing-
masing sisi garis tengah bagian anterior terdapat sebuah otot
vertikal yang lebar, musculus rectus abdominis. Oleh karena ketiga
lapisan aponeurosis berjalan ke depan, aponeurosis itu membungkus
musculus rectus abdominis dan membentuk vagina musculi recti

10
abdominis. Bagian bawah vagina musculi recti abdominis berisi
sebuah otot kecil yang dinamakan musculus pyramidalis.
Musculus cremaster yang berjalan dari serabut-serabut
bagian bawah musculus obliquus internus abdominis, berjalan ke
inferior sebagai pembungkus funikulus spermaticus dan masuk ke
scrotum.

Lapisan Dinding Abdomen


a. Musculus Obliquus Externus Abdominis
Merupakan lembaran otot yang lebar, tipis dan berasal
dari permukaan luar delapan costae bagian bawah dan menyebar
untuk berinsersio pada processus xiphoideus, linea alba, crista
pubica, tuberculum pubicum, dan separuh anterior crista iliaca.
Sebagian besar serabutnya berinsersio dengan perantaraan
aponeurosis yang lebar. Perhatikan bahwa serabut paling
posterior berjalan turun ke crista iliaca dan membentuk pinggir
posterior yang bebas.
Suatu lubang berbentuk segitiga pada aponeurosis
musculus obliquus externus abdominis terdapat tepat di superior

11
dan medial tuberculup pubicum. Lubang ini dikenal sebagai
anulus inguinalis superficialis. Funiculus spermaticus (atau
ligamentum teres uteri) melaui lubang ini dan membawa fascia
spermatica externa (atau selubung luar ligamentum teres uteri)
dari pinggir-pinggir lubang.
Diantara spina iliaca anterior superior dan tuberculum
pubicum, pinggir bawah aponeurosis melipat ke belakang untuk
membentuk ligamentum inguinale. Bagian lateral ujung
posterior ligamentum inguinale merupakan origo sebagian
musculus obliquus internus abdominis dan musculus tranversus
abdominis. Pada pinggir inferior ligamentum inguinale yang
membuat melekat fascia profunda tungkai atas yaitu fascia lata.1
b. Musculus Obliquus Internus Abdominis
Merupakan lembaran otot yang lebar dan tipis yang
terletak di profunda musculus obliquus externus abdominis,
sebagian besar serabutnya berjalan tegak lurus dengan serabut
musculus obliquus externus abdominis. Otot ini berasal dari
fascia lumbalis, dua pertiga anterior crista iliaca dan dua pertiga
lateral ligamentum inguinale. Serabut-serabut ototnya menyebar
ke atas dan depan. Otot ini berinsersio pada pinggir bawah tiga
costae bagian bawah dan cartilagines costalesnya, processus
xiphoideus, linea alba dan symphysis pubica. Musculus
obliquus internus abdominis mempunyai pinggir bawah yang
bebas dan melengkung di atas funiculus spermaticus (atau
ligamentum teres uteri) dan kemudian berjalan turun di
belakangnya untuk melekat pada crista pubica dan pecten ossis
pubis. Dekat insersionya, serabut tendon yang terbawah
bergabung dengan serabut-serabut yang sama dari musculus
tranversus abdominis membentuk tendo conjuntivus. Tendo
conjunctivus di medial melekat pada linea alba, tetapi
mempunyai pinggir lateral yang bebas.
Saat funiculus spermaticus (atau ligamentum teres uteri)
berjalan di bawah pinggir bawah M.obliquus abdominis
internus, organ tersebut membawa sebagian serabut otot yang

12
dinamakan musculus cremaster. Fascia cremasterica adalah
istilah yang dipergunakan untuk menyatakan musculus
cremaster dan fascianya.
c. Musculus Tranversus Abdominis
Musculus tranversus abdominis merupakan lembaran
otot yang tipis dan terletak di profunda musculus obliquus
internus abdominis dan serabut-serabutnya berjalan horizontal
ke depan. Otot ini berasal dari permukaan dalam enam
cartilagines costales bagian bawah (saling bertautan dengan
diaphragma), fascia lumbalis, dua pertiga bian anterior crista
iliaca, dan spertiga lateral ligamentum inguinale. Serabut tendo
yang terbawah bersatu dengan serabut tendo yang sama dari
musculus obliquus internus abdominis membentuk tendo
konjungtivus yang melkat pada crista pubica dan pecten ossis
pubis.
Perhatikan bahwa pinggir posterior musculus obliquus
externus abdominis bebas, sedangkan pinggir posterior
musculus obliquus internus abdominis dan musculus tranversus
abdominis melekat pada vertebra lumbalis melalui fascia
lumbalis.
d. Musculus Rectus Abdominis
Merupakan otot panjang yang kuat dan terbentang
sepanjang seluruh dinding anterior abdomen. Otot ini lebih
besar di atas dan terletak dekat dengan garis tengah, dipisahkan
dari sisi lainnya oleh linea alba. Musculus rectus abdominis
berasal dari dua origo, dari depan symphysis pubica dan crista
pubica. Musculus rectus abdominis dibungkus oleh aponeurosis
musculus obliquus externus abdominis, musculus obliquus
internus abdominis dan musculus transversus abdominis yang
membentuk vagina musculi recti abdominis.
e. Vagina Musculi Recti Abdominis
Merupakan sarung fibrosa panjang yang membungkus
musculus rectus abdominis dan musculus pyramidalis. Vagina
musculi recti abdominis terutama dibentuk oleh aponeurosis

13
ketiga otot lateral abdomen. Untuk mempermudah penjelasan
vagina musculi recti abdominis dibagi menjadi tiga tingkat.
1) Diatas arcus costalis, lamina anterior dibentuk oleh
aponeurosis musculus obliquus externus abdominis. Lamina
posterior dibentuk oleh dinding thorax yaitu cartilagines
costales V, VI, VII dan spatium intercostale.
2) Diantara arcus costalis dan setinggi spina iliaca anterior
superior, aponeurosis musculus obliqus internus abdominis
membelah untuk membungkus musculus rectus abdominis,
aponeurosis musculus obliquus internus abdominis langsung
di depan otot dan aponeurosis musculus tranversus
abdominis langsung terletak di belakang otot.
3) Diantara spina iliaca anterior superior dan pubis,
aponeurosis ketiga otot membentuk lamina anterior. Dinding
posterior tidak ada dan musculus rectus abdominis
berhubungan langsung dengan fascia transversalis.

14
Vagina Musculi Recti Abdominis
3. Canalis Inguinalis
Canalis inguinalis merupakan saluran oblik yang menembus
bagian bawah dinding anterior abdomen dan terdapat pada kedua
jenis kelamin. Saluran ini merupakan tempat lewatnya struktur-
struktur yang berjalan dari testis ke abdomen dan sebaliknya pada
laki-laki. Pada perempuan, saluran ini dilalui oleh ligamentum teres
uteri yang berjalan dari uterus ke labium majus pudendi. Selain itu,
saluran ini dilewati oleh nervus ileoinguinalis baik pada laki-laki
maupun perempuan.

15
Canalis Inguinalis
Canalis inguinalis panjangnya sekitar 4 cm pada orang
dewasa dan terbentang dari anulus inguinalis profundus, suatu
lubang pada fascia transversalis, berjalan ke bawah dan medial
sampai anulus inguinalis superficialis, yaitu suatu lubang pada
aponeurosis obliquus eksternus abdominis. Canalis inguinalis
terletak sejajar dan tepat diatas ligamentum inguinale. Pada bayi
baru lahir, anulus inguinalis profundus terletak hampir tepat di
posterior anulus inguinalis superficialis sehingga canalis inguinalis
sangat pendek pada usia ini. Kemudian sebagai akibat pertumbuhan,
anulus inguinalis profundus bergeser ke lateral.
Anulus inguinalis profundus adalah suatu lubang berbentuk
oval pada fascia transversalis terletak sekitar 1,3 cm diatas
ligamentum inguinale. Pada pertengahan antara spina iliaca anterior
superior dan symphysis pubica. Di sebelah medial anulus ini
terdapat arteria dan vena epigastrica inferior yang berjalan ke atas
dari arteria dan vena iliaca externa. Pinggir-pinggir anulus
merupakan tempat melekatnya fascia spermatika interna (atau
pembungkus bagian dalam ligamentum teres uteri).
Anulus inguinalis superficialis merupakan lubang berbentuk
segitiga pada aponeurosis musculus obliquus externus abdominis
dan terletak tepat diatas dan medial terhadap tuberculum pubicum.

16
Pinggir-pinggir anulus, kadang-kadang disebut crura, merupakan
tempat melekatnya fascia spermatica externa.

(1) (2)
Spermatic cord (1) dan Ligamentum Rotundum (2)
a. Dinding Canalins Inguinalis
Seluruh panjang dinding anterior canalis inguinalis
dibentuk oleh aponeurosis musculus obliquus externus
abdominis. Dinding anterior ini diperkuat di sepertiga lateralnya
oleh serabut-serabut origo musculus obliquus internus
abdominis yang berasal dari ligamentum inguinale. Oleh karena
itu dinding ini paling kuat di tempat berhadapat dengan bagian
paling lemah dari dinding posterior, yaitu anulus inguinalis
profundus.
Seluruh panjang dinding posterior canalis inguinalis
dibentuk oleh fascia transversalis. Dinding posterior ini
diperkuat di sepertiga medialnya oleh tendo conjunctivus, yaitu
gabungan tendo dari insersio musculus obliquus internus
abdominis dan musculus transversus abdominis yang melekat
pada crista pubica dan pecten ossis pubis. Dinding inferior atau
dasar canalis inguinalis di bentuk oleh lipatan pinggir bawah
aponeurosis musculus obliquus externus abdominis yang
diseebut ligamentum inguinale dan ujung medialnya disebut
ligamentum lacunare. Dinding superior atau atap canalis
inguinalis dibentuk oleh serabut-serabut terbawah musculus

17
obliquus internus abdominis dan musculus transversus
abdominis yang melengkung.
b. Fungsi Canalis Inguinalis
Canalis inguinalis memungkinkan struktur-struktur yang
terdapat di dalam funiculus spermaticus berjalan dari atau ke
testis menuju abdomen dan sebaliknya pada laki-laki. Pada
perempuan, canalis inguinalis yang lebih kecil memungkinkan
ligamentum teres uteri berjalan dari uterus menuju ke labium
majus. Pada laki-laki maupun pada perempuan, canalis
inguinalis juga dilalui oleh nervus ilioinguinalis.1
2.1.4 Klasifikasi
1. Klasifikasi hernia menurut letaknya :
a. Hernia inguinal dibagi menjadi :
1) Hernia indirek atau lateral : hernia ini terjadi melalui cincin
inguinal dan melewati korda spermatikus melalui kanalis
inguinalis, dapat menjadi sangat besar dan sering turun ke
skrotum. Umumnya terjadi pada pria. Benjolan tersebut bisa
mengecil, menghilang pada waktu tidur dan bila menangis,
mengejan, mengangkat berat atau berdiri dapat tumbuh
kembali.
2) Hernia direk atau medialis : hernia ini melewati dinding
abdomen diarea kelemahan otot, tidak melalui kanal seperti
pada hernia inguinalis dan femoralis indirek. Lebih umum
terjadi pada lansia. Hernia disebut direkta karena langsung
menuju annulus inguinalis eksterna sehingga meskipun arteri
inguinalis interna ditekan bila klien berdiri atau mengejan,
tetap akan timbul benjolan. Pada klien terlihat adanya massa
bundar pada arteri inguinals eksterna yang mudah mengecil
bila klien tidur. Karena besar nya defek pada dinding
posterior maka hernia ini jarang menjadi irreponible.
b. Hernia femoralis
Hernia femoralis terjadi melalui cincin femoral dan lebih
umum pada wanita. Ini mulai sebagai penyumbat lemak di kanalis
femoral yang membesar dan secara bertahap menarik peritoneum

18
dan hampir tidak dapat di hindari kandung kemih masuk kedalam
kantong.
c. Hernia umbilical
Hernia umbilical pada umumnya terjadi pada wanita
karena peningkatan tekanan abdominal, biasanya pada klien
obesitas.
d. Hernia insisional
Hernia insisional terjadi pada insisi bedah sebelumnya
yang telah sembuh secara tidak adekuat, gangguan penyembuhan
luka kemungkinan disebabkan oleh infeksi, nutrisi tidak adekuat,
obesitas. Usus atau organ lain menonjol melalui jaringan parut
yang lemah.
2. Klasifikasi hernia berdasarkan terjadinya :
a. Hernia congenital (bawaan)
Hernia congenital terjadi pada pertumbuhan janin usia
lebih dari 3 minggu testis yang mula-mula terletak diatas
mengalami penurunan menuju ke skrotum. Pada waktu testis
turun melewati inguinal sampai skrotum prosesus vaginalis
peritoneal yang terbuka dan berhubungan dengan rongga
peritoneum mengalami obliterasi dan setelah testis sampai pada
skrotum, prosesus vaginalis peritoneal seluruhnya tertutup
(obliterasi). Bila ada gangguan obliterasi maka seluruh prosesus
vaginalis peritoneal terbuka, terjadilah hernia inguinalis lateralis.
b. Hernia akusitas (didapat)
Hernia yang terjadi setelah dewasa atau pada usia lanjut.
Disebabkan karena adanya tekanan intraabdominal yang
meningkat dan dalam waktu yang lama, misalnya batuk kronis,
kontsipasi kronik, gangguan proses kencing (hipertropi prostat),
asites dan sebagainya.
3. Klasifikasi hernia menurut sifatnya :
a. Hernia reponible / reducible
Bila isi hernia dapat keluar masuk, usus keluar jika berdiri
/ mengejan dan masuk lagi jika berbaring / didorong masuk, tidak
ada keluhan nyeri / gejala obstruksi usus.

19
b. Hernia irreponible
Bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan kedalam
rongga karena perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong
hernia, tidak ada keluhan nyeri / tanda sumbatan usus, hernia ini
disebut juga hernia akreta.
c. Hernia strangulate / inkaserata
Bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia, isi kantong
terperangkap, tidak dapat kembali ke dalam rongga perut disertai
akibat yang berupa gangguan pasase / vaskularisasi.
2.1.5 Manifestasi Klinis
Keluhan yang dirasakan dapat dari yang ringan hingga yang
berat. Karena pada dasarnya hernia merupakan isi rongga perut yang
keluar melalui suatu celah di dinding perut, keluhan berat yang timbul
disebabkan karena terjepitnya isi perut tersebut pada celah yang
dilaluinya (yang dikenal sebagai strangulasi). Jika masih ringan,
penonjolan yang ada dapat hilang timbul. Benjolan yang ada tidak
dirasakan nyeri atau hanya sedikit nyeri dan timbul jika kita mengedan,
batuk, atau mengangkat beban berat. Biasanya tonjolan dapat hilang jika
kita beristirahat.
Jika pada benjolan yang ada dirasakan nyeri hebat, maka perlu
dipikirkan adanya penjepitan isi perut. Biasanya jenis hernia inguinalis
yang lateralis yang lebih memberikan keluhan nyeri hebat dibandingkan
jenis hernia inguinalis yang medialis. Terkadang, benjolan yang ada
masih dapat dimasukkan kembali kedalam rongga perut dengan tangan
kita sendiri, yang berarti menandakan bahwa penjepitan yang terjadi
belum terlalu parah. Namun, jika penjepitan yang terjadi sudah parah,
benjolan tidak dapat dimasukkan kembali, dan nyeri yang dirasakan
sangatlah hebat. Nyeri dapat disertai mual dan muntah. Hal ini dapat
terjadi jika sudah terjadi kematian jaringan isi perut yang terjepit tadi.
hernia strangulata merupakan suatu keadaan yang gawat, jadi perlu
segera dibawa ke dokter untuk mendapatkan pertolongan.
Pada kebanyakan kasus hernia, tanda dan gejala yang sering
muncul pada pasien yang dapat ditemui antara lain:
1. Berupa benjolan keluar masuk/keras.

20
2. Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan.
3. Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada
komplikasi.
4. Terdapat keluhan kencing berupa disuria pada hernia femoralis yang
berisi kandung kencing.
Hernia yang tak memperlihatkan gejala-gejala diketemukan pada
waktu pemeriksaan rutin. Suatu penonjolan atau gumpalan pada skrotum,
pada waktu batuk dan defekasi penonjolan semakin menonjol. Juga pada
waktu mengangkat sesuatu atau kegiatan fisik lainnya. Pada beberapa
kasus tertentu massa menjulur sampai ke dalam skrotum, daerah pangkal
paha terasa tidak enak, terutama kalau hernia membesar. Gejala lainnya
yaitu :
1. Suatu massa di daerah pangkal paha, reponibel atau inkarserata,
kadang-kadang sampai ke daerah skrotum. Pada bayi dan wanita
adanya masa itu satu-satunya tanda yang ada. Hernia kecil yang tak
memperlihatkan gejala tak akan terlihat dari luar.
2. Pada anak laki yang lebih besar dan pria, maka harus dilakukan
penanganan sebagai berikut. Skrotum dimasuki jari telunjuk dan jari
ditempatkan pada atau melalui annulus inguinalis eksterna.
Instrusikan pada pasien untuk menekan (mengedan) seakan-akan
hendak buang air besar. Ini akan meningkatkan tekanan
intraabdominal. Kantung hernia merupakan suatu struktur bagaikan
balon yang menekan jari secara langsung atau dari sisi lateral.
Annulus eksterna yang membesar bukan hernia, meskipun
kemungkinan hernia yang menyebabkan pembesaran itu dan hernia
harus dicari dengan cermat kalau annulus cukup besar sehingga jari
telunjuk dapat masuk. Hernia inguinalis paling mudah diperagakan
kalau pasien berdiri tetapi periksalah pasien baik dalam posisi berdiri
maupun dalam posisi telentang.
3. Indirek versus direk. Hernia indirek merupakan suatu massa elips
yang berjalan turun dan miring ke dalam kanal inguinalis. Mungkin
akan masuk ke dalam skrotum. Massa ini menekan sisi lateral jari
yang dipakai untuk memeriksa. Dengan menekan bagian atas annulus

21
interna dengan satu tangan maka dapat dicegah jangan sampai hernia
masuk ke dalam kanalis inguinalis.
4. Hernia direk adalah suatu massa sferis, yang jarang turun sampai ke
skrotum. Massa itu menekan jari yang memeriksa langsung dari
sebelah depan. Dengan menekan annulus interna dengan tangan kita
tak dapat mengurangi hernia tersebut (Soeparman, 2001).
Sebagian besar hernia adalah asimtomatik, dan kebanyakan
ditemukan pada pemeriksaan fisik rutin dengan palpasi benjolan pada
annulus inguinalis superfisialis atau suatu kantong setinggi annulus
inguinalis profundus. Yang terakhir dibuat terasa lebih menonjol bila
pasien batuk. Salah satu tanda pertama adalah adanya massa dalam
daerah inguinalis manapun atau bagian atas skrotum. Dengan berlalunya
waktu, sejumlah hernia turun ke dalam skrotum sehingga skrotum
membesar.Pasien hernia sering mengeluh tidak nyaman dan pegal pada
daerah ini, yang dapat dihilangkan dengan reposisi manual hernia ke
dalam kavitas peritonealis. Tetapi dengan berdiri atau terutama dengan
gerak badan, maka biasanya hernia muncul lagi (Price Silvya A, 2005).
Umumnya pasien pengatakan turun berok, burut atau kelingsir,
mengatakan adanya benjolan di selangkangan/kemaluan. Benjolan
tersebut bisa mengecil atau menghilang pada waktu tidur, dan bila
menangis, mengejan, atau mengangkat benda berat atau bila posisi pasien
berdiri dapat timbul kembali. Bila telah terjadi komplikasi dapat
ditemukan nyeri (Price Silvya A, 2005).
Keadaan umum pasien biasanya baik. Bila benjolan tidak
nampak, pasien dapat disuruh mengejan dengan menutup mulut dalam
keadaan berdiri. Bila ada hernia maka akan tampak benjolan. Bila
memang sudah tampak benjolan, harus diperiksakan apakah benjolan
tersebut dapat dimasukkan kembali. Pasien diminta berbaring, bernapas
dengan mulut untuk mengurangi tekanan intraabdominal, lalu skrotum
diangkat perlahan-lahan. Diagnosis pasti hernia pada umumnya sudah
dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang teliti (Price Silvya A,
2005).
Keadaan cincin hernia juga perlu diperiksa. Melalui skrotum jari
telunjuk dimasukkan ke atas lateral dari tuberkulum pubikum. Ikuti

22
fasikulus spermatikus sampai ke annulus inguinalis internus. Pada
keadaan normal jari tangan tidak dapat masuk. Pasien diminta mengejan
dan merasakan apakah ada massa yang menyentuh jari tangan. Bila
massa tersebut menyentuh ujung jari maka itu adalah hernia inguinalis
lateralis, sedangkan bila menyentuh sisi jari maka diagnosisnya adalah
hernia inguinalis medialis (Price Silvya A, 2005).
Pada pasien terlihat adanya massa bundar pada annulus inguinalis
eksterna yang mudah mengecil bila pasien tidur. Karena besarnya defek
pada dinding posterior maka hernia ini jarang sekali menjadi
irreponibilis. Hernia ini disebut direkta karena langsung menuju annulus
inguinalis eksterna sehingga meskipun annulus inguinalis interna ditekan
bila pasien berdiri atau mengejan, tetap akan timbul benjolan. Bila hernia
ini sampai ke skrotum, maka hanya akan sampai ke bagian atas skrotum,
sedangkan testis dan funikulus spermatikus dapat dipisahkan dari massa
hernia.
Bila jari dimasukkan dalam annulus inguinalis eksterna, tidak
akan ditemukan dinding belakang. Bila pasien disuruh mengejan tidak
akan terasa tekanan dan ujung jari dengan mudah dapat meraba
ligamentum Cowperi pada ramus superior tulang pubis. Pada pasien
kadang-kadang ditemukan gejala mudah kencing karena buli-buli ikut
membentuk dinding medial hernia.
Umumnya penderita hernia menyatakan adanya benjolan di
kemaluan. Benjolan itu bisa mengecil atau menghilang, dan bila
menangis mengejan waktu defekasi/miksi, mengangkat benda berat akan
timbul kembali. Dapat pula ditemukan rasa nyeri pada benjolan atau
gejala muntah dan mual bila telah ada komplikasi (Smeltzer, 2002).
Umumnya klien mengatakan adanya benjolan pada lipatan paha.
Pada bayi dan anak adanya benjolan yang hilang timbul dilipatan paha,
dan hal ini biasanya diketahui oleh orang tuanya. Pada inspeksi,
diperhatikan pada keadaan osimetris pada kedua sisi, lipatan paha, posisi
berdiri dan berbaring. Pada saat batuk dan mengedan biasanya akan
timbul benjolan. Pada palpasi, teraba bising usus, suara omentum (seperti
karet) (Smeltzer, 2002).

23
2.1.6 Patofisiologi
Defek pada dinding otot mungkin kongenital karena melemahkan
jaringan atau ruang luas pada ligamen inguinal atau dapat disebabkan
oleh trauma. Tekanan intra abdominal paling umum meningkat sebagai
akibat dari kehamilan atau kegemukan. Mengangkat berat juga
menyebabkan peningkatan tekanan, seperti pada batuk dan cidera
traumatik karena tekanan tumpul. Bila dua dari faktor ini ada bersama
dengan kelemahan otot, individu akan mengalami hernia.
Hernia inguinalis indirek, hernia ini terjadi melalui cincin
inguinal dan melewati korda spermatikus melalui kanalis inguinalis. Ini
umumya terjadi pada pria dari pada wanita.
Insidennya tinggi pada bayi dan anak kecil. Hernia ini dapat
menjadi sangat besar dan sering turun ke skrotum.
Hernia inguinalis direk, hernia ini melewati dinding abdomen di
area kelemahan otot, tidak melalui kanal seperti pada hernia inguinalis
dan femoralis indirek. Ini lebih umum pada lansia. Hernia inguinalis
direk secara bertahap terjadi pada area yang lemah ini karena defisiensi
kongenital.
Hernia femoralis, hernia femoralis terjadi melalui cincin femoral
dan lebih umum pada wanita dari pada pria. Ini mulai sebagai penyumbat
lemak di kanalis femoralis yang membesar dan secara bertahap menarik
peritonium dan hampir tidak dapat dihindari kandung kemih masuk ke
dalam kantung. Ada insiden yang tinggi dari inkar serata dan strangulasi
dengan tipe hernia ini
Hernia umbilikalis, hernia umbilikalis pada orang dewasa lebih
umum pada wanita dan karena peningkatan tekanan abdominal. Ini
biasanya terjadi pada klien gemuk dan wanita multipara (Ester, 2002).
Hernia umbilicalis terjadi karena kegagalan orifisium umbilikal
untuk menutup (Nettina, 2001).
Bila tekanan dari cincin hernia (cincin dari jaringan otot yang
dilalui oleh protusi usus) memotong suplai darah ke segmen hernia dari
usus, usus menjadi terstrangulasi. Situasi ini adalah kedaruratan bedah
karena kecuali usus terlepas, usus ini cepat menjadi gangren karena
kekurangan suplai darah (Ester, 2002).

24
Pembedahan sering dilakukan terhadap hernia yang besar atau
terdapat resiko tinggi untuk terjadi inkarserasi. Suatu tindakan
herniorrhaphy terdiri atas tindakan menjepit defek di dalam fascia.
Akibat dan keadaan post operatif seperti peradangan, edema dan
perdarahan, sering terjadi pembengkakan skrotum. Setelah perbaikan
hernia inguinal indirek. Komplikasi ini sangat menimbulkan rasa nyeri
dan pergerakan apapun akan membuat pasien tidak nyaman, kompres es
akan membantu mengurangi nyeri (Long, 1996).

25
2.1.7 Pathway

2.1.8 Penatalaksanaan
Menurut Sjamsuhidajat (2012), pengobatan konserfatif terbatas
pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian penyangga atau
penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi.
Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulate, kecuali pada
pasien anak. Reposisi dilakukan secara bimanual. Tangan kiri memegang
isi hernia sambil membentuk corong sedangkan tangan kanan

26
mendorongnya ke arah cincin hernia dengan sedikit tekanan perlahan
yang tetap sampai terjadi reposisi. Pada anank anak, inkarserasi lebih
sering terjadi pada usia di bawah 2 tahun. Reposisi spontan lebih sering
terjadi dan, sebaliknya, gangguan vitalitas isi hernia jarang terjadi
dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini sebabkan oleh cincin hernia
pada anak lebih elastic. Reposisi dilakukan dengan menidurkan anak
menggunakan sedative dan kompres es di atas hernia. Bila reposisi
behasil, anak disiapkan untuk operasi pada hari berikutnya. Jika reposisi
hernia tidak berhasil, operasi harus segera dilakukan dalam waktu enam
jam.
Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan untuk menahan
hernia yang telah direposisi dan tidak pernah menyembuhkan sehingga
harus dipakai seumur hidup. Namun, cara yang sudah berumur lebih dari
4000 tahun ini masih saja dipakai sampai sekarang. Sebaiknya cara ini
tidak dianjurkan karena menimbulkan komplikasi, antara lain merusak
kulit dan tonus otot dinding perut di daerah yang tertekan sedangkan
strangulasi tetap mengancam. Pada anak, cara ini dapat menimbulakan
atropi testis karena funikulus spermatikus yang mengandung pembuluh
darah testis tertekan.
Pengobatan operatif merupakan satu satunya pengobatan hernia
ingunalis yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis
ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia atas herniotomi dan hernioplasti.
Pada herniotomi, dikulakan pembebasan kantong hernia sampai
ke lehernya. Kantong dibuka, dan isi hernia dibebaskan kalau ada
pelekatan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi
mungkin lalu dipotong.
Pada hernioplasti, dilakukan tindakan memperkecil anulus
inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.
Hernioplasti lebih penting dalam mencegah terjadinya residif
dibandingkan dengan herniotomi. Dikenal dengan berbagai metode
hernioplasti, seperti memperkecil annulus inguinalis internus dengan
jahitan terputus, menutup dan memperkuat fasia transversa, dan
menjahitkan pertemuan otot transversus internus abdominis dan otot
oblikus internus abdominis, yang dikenal dengan nama conjoint tendon,

27
ke ligamentum inguinale pouparti menurut Metode Bassini, atau
menjahitkan fasia transversa, otot transversus abdominis, dan otot
oblikus internus abdominis ke ligamentum cooper pada Metode
Lotheisen-McVay.
Metode Bassini merupakan teknik herniografi yang pertama
diperkenalkan tahun 1887. Setelah disekresi kanalis iguinalis, dilakukan
rekonstruksi dasar lipat paha dengan cara mendekatkan muskulus oblikus
internus abdominis, muskulus transversus abdominis, dan fasia
transversalis ke traktus iliopubik dan ligamentum iguinale. Teknik ini
dapat diterapkan baik pada hernia direk maupun indirek.
Kelemahan teknik Bassini dan teknik lain yang beruapa variasi
teknik herniotomi Bassini adalah terdapatnya regangan berlebihan pada
otot otot yang di jahit. Untuk mengatasi masalah ini, pada tahun 1980-
an, dipopulerkan pendekatan operasi bebas pegangan, yaitu tehnik
hernioplasti bebas renggangan menggunakan mesh (hernioplasti bebas
rengangan), dan sekarang tehnik ini banyak dipakai. Pada tehnik ini,
digunakan mesh prostestis untuk memperkuat fasiatransfersalis yang
membentuk dasar kanalis inguinalis tanpa menjahitkan otot otot ke
ligamentum inguinale.
Pada hernia konginital bayi dan anak anak yang penyebabnya
adalah prosesus vaginalis yang tidak menuptup, hanya di lakukan
herniotomi karena anulusinguinalis internus cukup elastic dan dinding
belakang kanalis cukup kuat. Terapi operatif hernia bilateral pada bayi
dan anak dilakukan dalam satu tahap. Mengingat kejadian hernia bilateral
cukup tinggi pada anak, kadang dianjurkan eksplorasi kontralateral
secara rutin, terutama pada hernia inguinalis sinistra pada hernia bilateral
orang dewasa, dianjurkan melakukan dalam satu tahap, kecuali jika ada
kontra indikasi. Kadang ditemukan insufisiensi dinding belakang kanalis
inguinalis dengan hernia inguinalis medialis besar yang biasanya
bilateral. Dalam hal ini, diperlukan herniaplasti yang dilakukan secara
cermat dan teliti. Tidak satupun teknik yang dapat menjamin bahwa tidak
akan terjadi residik. Yang paling diperhatikan ialah mencegah terjadinya
renggangan dan kerusakan pada jaringan. Umumnya dibutuhakan bahan
mesh prosthesis untuk memperkuat defek dinding yang lemah.

28
Angka kekambuhan setelah perbaikan hernia iguinalis indirek
pada dewasa dilaporakan berkisar 0,6 3%. Pada hernia inguinalis
lateralis, penyebab residik yang paling sering ialah penutupan anulus
inguinalis internus yang tidak memadai, diantaranya karena di sekresi
kantong yang tidak memadai dan tidak terindentifikasinya hernia
femolaris atau hernia inguinal direk. Semantara itu, kekambuhan dari
perbaikan dari hernia direk adalah 1 28%. Pada hernia iguinalis
medialis, penyebab residik umumnya karena renggangan yang berlebihan
pada jahitan plastic atau akibat relaxing incision pada sarung rektus.
Penggunaan mesh pada perbaikan hernia menurunkan resiko
kekambuhan 50 75%.
Pada operasi hernia, secara laparoskopik, mesh protesis
diletakkan di bawah peritoneum secara intraperitoneal on-lay mesh
prosedur (IPOM) pada dinding perut atau technique (TAPP) atau total
extraperitoneal mesh placement (TEP).
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang
Meskipun hernia dapat didefinisikan sebagai setiap penonjolan
viskus, atau sebagian daripadanya, melalui lubang normal atau abnormal,
90% dari semua hernia ditemukan di daerah inguinal.Biasanya impuls
hernia lebih jelas dilihat daripada diraba.
Pasien disuruh memutar kepalanya ke samping dan batuk atau
mengejan.Lakukan inspeksi daerah inguinal dan femoral untuk melihat
timbulnya benjolan mendadak selama batuk, yang dapat menunjukkan
hernia.Jika terlihat benjolan mendadak, mintalah pasien untuk batuk lagi
dan bandingkan impuls ini dengan impuls pada sisi lainnya.Jika pasien
mengeluh nyeri selama batuk, tentukanlah lokasi nyeri dan periksalah
kembali daerah itu.
Palpasi hernia inguinal dilakukan dengan meletakan jari
pemeriksa di dalam skrotum di atas testis kiri dan menekan kulit skrotum
ke dalam.Harus ada kulit skrotum yang cukup banyak untuk mencapai
cincin inguinal eksterna.Jari harus diletakkan dengan kuku menghadap ke
luar dan bantal jari ke dalam.Tangan kiri pemeriksa dapat diletakkan
pada pinggul kanan pasien untuk sokongan yang lebih baik. Telunjuk
kanan pemeriksa harus mengikuti korda spermatika di lateral masuk ke

29
dalam kanalis inguinalis sejajar dengan ligamentum inguinalis dan
digerakkan ke atas ke arah cincin inguinal eksterna, yang terletak
superior dan lateral dari tuberkulum pubikum. Cincin eksterna dapat
diperlebar dan dimasuki oleh jari tangan.
Dengan jari telunjuk ditempatkan pada cincin eksterna atau di
dalam kanalis inguinalis, mintalah pasien untuk memutar kepalanya ke
samping dan batuk atau mengejan. Seandainya ada hernia, akan terasa
impuls tiba-tiba yang menyentuh ujung atau bantal jari penderita. Jika
ada hernia, suruh pasien berbaring terlentang dan perhatikanlah apakah
hernia itu dapat direduksi dengan tekanan yang lembut dan terus-menerus
pada massa itu. Jika pemeriksaan hernia dilakukan dengan perlahan-
lahan, tindakan ini tidak akan menimbulkan nyeri.
Setelah memeriksa sisi kiri, prosedur ini diulangi dengan
memakai jari telunjuk kanan untuk memeriksa sisi kanan.Sebagian
pemeriksa lebih suka memakai jari telunjuk kanan untuk memeriksa sisi
kanan pasien, dan jari telunjuk kiri untuk memeriksa sisi kiri pasien.
Cobalah kedua teknik ini dan lihatlah cara mana yang anda rasakan lebih
nyaman.
Jika ada massa skrotum berukuran besar yang tidak tembus
cahaya, suatu hernia inguinal indirek mungkin ada di dalam skrotum.
Auskultasi massa itu dapat dipakai untuk menentukan apakah ada bunyi
usus di dalam skrotum, suatu tanda yang berguna untuk menegakkan
diagnosis hernia inguinal indirek. Jika anda menemukan massa skrotum,
lakukanlah transluminasi. Di dalam suatu ruang yang gelap, sumber
cahaya diletakkan pada sisi pembesaran skrotum.Struktur vaskuler,
tumor, darah, hernia dan testis normal tidak dapat ditembus
sinar.Transmisi cahaya sebagai bayangan merah menunjukkan rongga
yang mengandung cairan serosa, seperti hidrokel atau spermatokel.
Dalam menegakkan diagnostik pada penderita hernia dapat dilakukan:
1. Pemeriksaan fisik, pasien diminta untuk mengejan dengan menutup
mulut dalam keadaan berdiri bila ada hernia maka akan tampak
benjolan.

30
2. Bila sudah ada benjolan dapat diperiksa dengan cara meminta pasien
untuk berbaring bernafas dengan mulut untuk mengurangi tekanan
intra abdominan, lalu scrotum diangkat perlahan-lahan.
3. Limfadenopati inguinal. Perhatikan apakah ada infeksi pada kaki
sesisi.
Tindakan diagnostik yaitu :
1. Foto thoraks: Menunjukan adanya massa tanpa udara jika omentum
yang masuk dan massa yang berisi udara jika lambung adalah usus
yang masuk.
2. Laboratorium : Menunjukan adanya peningkatn pada hasil
pemeriksaan SGOT.
3. EKG : Biasanya dilakukan untuk persiapan operasi.
2.1.10 Diagnosa Banding (Sjamsuhidajat, 2012)
Diagnosis banding hernia fermolis, antara lain hernia inguinalis,
limfadenopati femoral, lomfadenitis yang disertai tanda radang lokal
umum dengan sumber infeksi di tinggal bawah, perenium, anus atau kulit
tubuh kaudul dari tingkat umbilikus. Lipoma kadang tidak dapat
dibedakan dari benjolan jaringan lemak praperitoneal pada hernia
femolaris.
Diagnosis banding lain adalah variks tunggal di muara vena
safena magna dengan atau tanpa varises pada tungkai. Konsistensis
variks tunggal di fosa ovalis lunak. Ketika batuk atau mengedan,
benjolan variks membesar dengan gelombang dan mudah dihilangkan
dengan takanan.
Abses dingin yang bersal dari spondilitis torakolumbalis dapat
menonjol di fosa ovalis. Tidak jarang, hernia Richter dengan strangulasi
yang telah mengalami gangguan vitalitas isi hernia, memberikan
gambaran seperti abses. Setelah dilakukan tindakan insisi, ternyata yang
keluar adalah isi usus, bukan nanah. Untuk membedakannya. Perlu
diketahui bahwa munculnya hernia erat hubungannya dengan aktivitas,
seperti mengedan, batu dan gerak lain yang disertai dengan peninggian
tekanan intraabdomen, sedangkan penyakit lain, seperti torsio testis atau
limfadenitisfemlaris, tidak berhungan dengan aktifitas demikian.

31
1. Hidrokel: mempunyai batas tegas, iluminensi positif, dan tidak dapat
dimasukkan kembali. Testis tidak dapat diraba.
2. Limfadenopati inguinal: perhatikan apakah ada infeksi pada kaki se
sisi.
3. Testis ektopik: testis yang masih berada di kanalis inguinalis.
4. Lipoma: herniasi lemak properitoneal melalui cincin inguinalis.
5. Orkitis
2.1.11 Komplikasi
1. Hemtoma (luka atau pada skrotum).
2. Retensi urin akut.
3. Infeksi pada luka.
4. Gangguan aktivitas
5. Nyeri kronis.
6. Nyeri dan pembengkakan testis yang menyebabkan atrofi testis
7. Rekurensi hernia (sekitar 2%).
Dampak post herniotomi terhadap sistem tubuh dan system
kelangsungan aktivitas pasien setelah dilakukan post operasi herniotomy
antara lain adalah sebagai berikut:
1. Sistem Gastrointestinal
Pembedahan traktus gastrointestinal sering kali mengganggu
proses fisiologi normal pencernaan dan penyerapan. Mual, muntah
dan nyeri dapat terjadi selama pembedahan ketika digunakan
anestesia spinal.Dan penurunan peristaltik usus ini mengakibatkan
distensi abdomen dan gagal untuk mengeluarkan feses dan
flatus.motalitas gastrointestinal dapat mengakibatkan distensi
abdomen dan gagal untuk mengeluarkan feses dan flatus (Brunner &
Suddarth, 2002).
2. Sistem Neurologi
Luka pembedahan mengakibatkan spasme otot dan pembuluh
darah sehingga merangsang pelepasan mediator kimia (seratonin,
bradikinin, histamin). Proses ini merangsang reseptor nyeri kemudian
rangsangan ditransmisikan ke thalamus, kortek cerebri sehingga terasa
nyeri. Nyeri akan merangsang RAS (Retikular Activating Sistem)

32
stimulus ini menyebabkan sikap terjaga dan berkurangnya stimulus
untuk mengantuk.
3. Sistem Pernapasan
Peningkatan frekuensi nafas dapat terjadi akibat nyeri pada
luka operasi, hal ini merangsang sinyal dari sum-sum tulang belakang
yang dihantarkan melalui dua jalur yaitu Spinal Thalamus Traktus
(STT) ke Spinal Respiratory Traktus (SRT). Dari spinal thalamus
traktus akan dihantarkan ke korteks cerebri sehingga nyeri
dipersepsikan, sedangkan dari spinal respirator, traktus akan
dihantarkan ke medula oblongata sehingga mengakibatkan neural
inspiratory yang akan meningkatkan frekuensi pernapasan. Nyeri pada
luka operasi dapat menekan pengembanahan rongga dada dan pasien
dapat memerlukan sangat banyak dorongan untuk beergerak, ambulasi
dan bernafas dalam (C.Long, Barbara, 1996).
4. Sistem Kardiovaskuler
Pada klien post herniotomi biasanya dapat terjadi peningkatan
denyut nadi, hal ini disebabkan dari rasa nyeri akibat luka operasi
sehingga mengakibatkan medula oblongata untuk meningkatkan
frekuensi pernapasan dan merangsang epineprin sehingga
menstimulasi jantung untuk memompa lebih cepat selain itu juga
dapat terjadi akibat faktor metabolik, endokrin dan keadaan yang
menghasilkan adrenergik sehingga dimanifestasikan peningkatan
denyut nadi.
5. Sistem Integumen
Luka operasi akan mengakibatkan kerusakan kontinuitas
jaringan dan keterbatasan gerak dapat mengakibatkan kerusakan kulit
pada daerah yang tertekan karena sirkulasi perifer terhambat. Akibat
dari keadaan post operatif seperti peradangan, edema dan perdarahan,
sering terjadi pembekakan skrotum setelah perbaikan hernia inguinal
lateral (C.Long, Barbara, 1996).
6. Sistem Muskuloskeletal
Nyeri pada luka operasi timbul akibat terputusnya kontinuitas
jaringan serta adanya spasme otot, terjadi penekanan pada pembuluh
darah yang mengakibatkan metabolisme anaerob sehingga

33
menghasilkan asam laktat, hal ini mengakibatkan terjadinya gangguan
pergerakan (otot persendian) sehingga aktivitas sehari-hari dapat
terganggu. Selain itu nyeri akibat luka operasi dapat mengakibatkan
klien mengalami keterbatasan gerak.
7. Sistem Perkemihan
Terjadinya retensi urine dapat terjadi setelah prosedur
pembedahan. Retensi terjadi paling sering setelah pembedahan pada
rektum, anus dan vagina setelah pembedahan pada abdomen bagian
bawah, penyebabnya diduga adalah spasme spinkter kandung kemih
(Brunner & Suddarth, 2002).

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
Tahap ini merupakan tahap awal dalam proses keperawatan dan
menentukan hasil dari tahap berikutnya. Pengkajian dilakukan secara
sistematis mulai dari pengumpulan data, identifikasi dan evaulasi status
kesehatan klien (Nursalam, 2001).
Pengkajian data fisik berdasarkan pada pengkajian abdomen
dapat menunjukan benjolan pada lipat paha atau area umbilikal. Keluhan
tentang aktivitas yang mempengaruhi ukuran benjolan.Benjolan mungkin
ada secara spontan atau hanya tampak pada aktivitas yang meningkatkan
tekanan intra abdomen, seperti batuk, bersin, mengangkat berat atau
defekasi.Keluhan tentang ketidaknyamanan.Beberapa ketidaknyamanan
dialami karena tegangan yang meningkatkan tekanan intra abdomen,
seperti batuk, bersin, mengangkat berat atau defekasi.
Keluhan tentang ketidaknyamanan.Beberapa ketidaknyamanan
dialami karena tegangan.Nyeri menandakan strangulasi dan kebutuhan
terhadap pembedahan segera.Selain itu manifestasi obstruksi usus dapat
dideteksi (bising usus, nada tinggi sampai tidak ada mual/muntah).Data
yang diperoleh atau dikaji tergantung pada tempat terjadinya, beratnya,
apakah akut atau kronik apakah berpengaruh terhadap struktur
disekelilingnya dan banyaknya akar saraf yang terkompresi atau tertekan.
Pengkajian secara teoritis yang dapat muncul diantaranya:

34
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat,
duduk, mengemudi dalam waktu lama. Membutuhkan matras/papan
yanag keras saat tidur.Penurunan rentang gerak dari ekstremitas pada
salah satu bagian tubuh.Tidak mampu melakukan aktivitas yang biasa
dilakukan.
Tanda : Atropi otot pada bagian yang terkena. Gangguan dalam
berjalan.
2. Eliminasi
Gejala : Konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi, adanya
inkontinensia atau retensi urine.
3. Integritas Ego
Gejala : Ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas masalah
pekerjaan, finansial keluarga.
Tanda : Tampak cemas, depresi menghindar dari keluarga atau orang
terdekat.
4. Neuro Sensori
Gejala : Kesemutan, kekauan, kelemahan dari tangan atau kaki.
Tanda : Penurunan refleks tendon dalam, kelemahan otot, hipotonia.
Nyeri tekan atau spasme otot pada vertebralis.Penurunan persepsi
nyeri (sensorik).
5. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri seperti tertusuk pisau yang akan semakin memburuk
dengan adanya batuk, bersin, membengkokan badan, mengangkat,
defekasi, mengangkat kaki atau fleksi pada leher, nyeri yang tiada
hentinya atau adanya episode nyeri yanag lebih berat secara
intermiten. Nyeri yang menjalar pada kaki, bokong (lumbal) atau
bahu/lengan, kaku pada leher atau servikal.Terdengar adanya suara
krek saat nyeri bahu timbul/saat trauma atau merasa punggung
patah.Keterbatasan untuk mobilisasi atau membungkuk kedepan.
Tanda : Sikap dengan cara bersandar dari bagian tubuh yang tekena.
Perubahan cara berjalan, berjalan dengan terpincang-pincang,
pinggang terangkat pada bagian tubuh yang terkena. Nyeri pada
palpasi.

35
Semua hernia mempunyai tiga bagian yaitu kantong, isi dan
bungkusnya. Semua ini tergantung pada letak hernia, isi kantong hernia
omentum yang terbanyak ditemukan. Kemudian ileum, jejunum, dan
sigmoid. Appendiks bagianbagian lain dari kolon, lambung, dan bahkan
hepar pernah dilaporkan terdapat di dalam kantong hernia yang besar.
Omentum teraba relatif bersifat plastis dan sedikit noduler. Usus bisa
dicurigai apabila kantong teraba halus dan tegang seperti hidrokel, tetapi
tidak tembus cahaya. Kadangkadang pemeriksa bisa merasakan gas
bergerak di dalam lengkung usus atau dengan auskultasi bisa
menunjukkan peristaltik. Lengkung usus yang berisi gas akan timpani
pada perkusi. Dalam keadaan penderita berdiri, gaya berat akan
rnenyebabkan hernia lebih mudah dilihat dan pemeriksaan pada penderita
dalam keadaan berdiri dapat dilakukan dengan lebih menyeluruh. Dengan
kedudukan penderita berbaring akan lebih mudah melakukan
pemeriksaan raba.
1. Inspeksi
Pembengkakan yang timbul mulai dari regio inguinalis dan
mencapai labium majus atau sampai dasar skrotum, selalu merupakan
hernia inguinalis lateralis. Kalau tidak ada pembengkakan yang dapat
kila lihat, penderita disuruh batuk. Kalau pembengkakan yang
kemudian terlihat kemudian berada di atas lipatan inguinal dan
berjalan miring dan lateral atas menuju ke medial bawah, maka
pembengkakan tersebut adalah hernia inguinalis lateralis, tetapi kalau
pembengkakan itu kelihatannya langsung muncul ke depan, maka
kita berhadapan dengan hernia inguinalis medialis.
2. Palpasi
Dapat untuk menentukan macam hernianya. Untuk memeriksa
lipatan paha kiri digunakan tangan kiri, lipatan paha kanan dipakai
tangan kanan. Caranya:
a. Ziemans test : Jari ke 2 diletakkan diatas annulus internus
(terletak diatas ligamentum inguinale pada pertengahan spina
iliaka anterior superior dan tuberkulum pubikum). Jari ke 3
diletakkan diatas anulus eksternus (terletak diatas ligamentum
inguinale sebelah lateral tuberkulum pubikum). Jari ke 4

36
diletakkan diatas fossa ovalis (terletak dibawah ligamentum
inguinale disebelah medial dari a. femoralis). Lalu penderita
disuruh batuk atau mengejan, bila terdapat hernia akan terasa
impuls atau dorongan pada ujung jari pemeriksa. Teknik ini
dikerjakan bila tidak didapatkan benjolan yang jelas.
b. Thaab test: Teknik ini dilakukan bila benjolannya jelas. Benjolan
dipegang di antara ibu jari dan jari lain, kemudian cari batas atas
dari benjolan tersebut. Bila batas atas dapat ditentukan, berarti
benjolan berdiri sendiri dan tidak ada hubungan dengan kanalis
inguinalis (jadi bukan merupakan suatu kantong hernia). Bila
batas atas tidak dapat ditentukan berarti benjolan itu merupakan
kantong yang ada kelanjutannya dengan kanalis inguinalis),
selanjutnya pegang leher benjolan ini dan suruh penderita batuk
untuk merasakan impuls pada tangan yang memegang benjolan
itu.
c. Finger test: Gunakan tangan kanan untuk hernia sisi kanan, pakai
tangan kiri untuk hernia sisi kiri, dengan jari kelingking kulit
skrotum diinvaginasikan, jari tersebut digeser sampai kuku berada
diatas spermatic cord dan permukaan volar jari menghadap ke
dinding ventral skrotum. Dengan menyusuri spermatic cord ke
arah proksimal maka akan terasa jari tersebut masuk melalui
anulus eksternus, dengan demikian dapat dipastikan selanjutnya
akan berada dalam kanalis inguinalis. Bila terdapat hernia
inguinalis lateralis, terasa impuls pada ujung jari, bila hernia
inguinalis medialis maka teraba dorongan pada bagian samping
jari.
3. Perkusi
Bila isinya gas pada usus akan terdengar bunyi timpani.
4. Auskultasi
Terdengar suara usus, bila auskultasi negatif maka
kemungkinan isi hernia berupa omentum. Auskultasi juga bisa untuk
mengetahui derajat obstruksi usus (Darmokusumo, 1993).

37
2.2.2 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1. Pre Operasi
a. Nyeri (khususnya dengan mengedan) yang berhubungan dengan
kondisi hernia atau intervensi pembedahan.
Kriteria Hasil :
Dalam 1 jam intervensi, persepsi subjektif klien tentang
ketidaknyamanan menurun seperti ditunjukkan skala nyeri ( 0
10 )
Intervensi
1) Kaji dan catat nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0
10) dan factor pemberat/penghilang.
2) Beritahu pasien untuk menghindari mengejan, meregang,
batuk dan mengangkat benda yang berat.
3) Ajarkan pasien pemasangan penyokong skrotum/kompres es
yang sering diprogramkan untuk membatasi edema dan
mengendalikan nyeri.
4) Pantau tanda-tanda vital.
5) Berikan tindakan kenyamanan (tirah baring).
6) Berikan analgesik sesuai program.
b. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
prosedur operasi.
Tujuan: Pasien dapat menghilangkan atau mengurangi perasaan
khawatir dan tegang yang dialami.
Kriteria hasil:
1) Pasien dapat menggambarkan gejala yang merupakan
indikator ansietas.
2) Pasien dapat meneruskan aktivitas yang dibutuhkan
meskipun ada kecemasan.
3) Pasien dapat mengkomunikasikan kebutuhan dan perasaan
negatif secara tepat.

38
Intervensi
1) Jelaskan kembali proses penyakit dan prognosis serta
pembatasan kegiatan.
R/ pengetahuan dasar yang memadai memungkinkan untuk
membuat pilihan yang tepat. Dapat meningkatkan kerjasama
pasien mengenai program pengobatan dan mendapatkan
penyembuhan yang optimal.
2) Diskusikan mengenai pengobatan dan juga efek sampingnya.
R/ menurunkan risiko komplikasi/trauma.
3) Anjurkan untuk melakukan evaluasi medis secara teratur.
R/ mengevaluasi perkembangan dari bagian tubuh yang
terkena/ komplikasi dari efek samping obat.
4) Berikan informasi mengenai tanda-tanda yang perlu untuk
dilaporkan pada evaluasi seperti: nyeri.
R/ perkembangan dari proses penyakit mungkin memerlukan
tindakan/ pembedahan lebih.
2. Post Operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan diskontuinitas jaringan akibat
tindakan operasi.
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria Hasil :
1) klien mengungkapkan rasa nyeri berkurang
2) tanda-tanda vital normal
Intervensi :
1) Pantau tanda-tanda vital, intensitas/skala nyeri
Rasional : Mengenal dan memudahkan dalam melakukan
tindakan keperawatan.
2) Anjurkan klien istirahat ditempat tidur
Rasional : istirahat untuk mengurangi intesitas nyeri
3) Atur posisi pasien senyaman mungkin
Rasional : posisi yang tepat mengurangi penekanan dan
mencegah ketegangan otot serta mengurangi nyeri.
4) Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam

39
Rasional : relaksasi mengurangi ketegangan dan membuat
perasaan lebih nyaman
5) Kolaborasi untuk pemberian analgetik.
Rasional : analgetik berguna untuk mengurangi nyeri
sehingga pasien menjadi lebih nyaman.
b. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan luka insisi
bedah/operasi.
Tujuan : tidak ada infeksi
Kriteria hasil :
1) luka bersih tidak lembab dan kotor.
2) Tanda-tanda vital normal
Intervensi :
1) Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : Jika ada peningkatan tanda-tanda vital
besarkemungkinan adanya gejala infeksi karena
tubuhberusaha intuk melawan mikroorganisme asing
yangmasuk maka terjadi peningkatan tanda vital.
2) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
Rasional : perawatan luka dengan teknik aseptic mencegah
risiko infeksi.
3) Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti
infus, kateter, drainase luka, dll.
Rasional : untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
4) Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan
darah seperti Hb dan leukosit.
Rasional : penurunan Hb dan peningkatan jumlahleukosit
dari normal membuktikan adanya tanda-tandainfeksi.
5) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
Rasional : Antibiotik mencegah perkembangan
mikroorganisme pathogen
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan insisi bedah.
Tujuan: klien mencapai pemulihan luka tepat waktu tanpa
komplikasi.

40
Kriteria hasil :
1) TTV dalam batas normal
2) Klien tidak demam
3) Tidak terjadi infeski
4) Luka tidak mengeluarkan drainase atau inflamasi
Intervensi :
1) Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan demam,
takipnea, takikardia dan gemetar.
Rasional: Mungkin indikatif dari pembentukan hematoma
2) Periksa luka dengan sering terhadap bengkak insisi
berlebihan, inflamasi dan drainase.
Rasional: Terjadinya infeksi menunjang perlambatan
pemulihan luka.
3) Bebas insisi selama batuk dan latihan nafas.
Rasional: Meminimalkan stress/tegangan pada tepi luka yang
sembuh.
4) Gunakan plester kertas/bebat montgonery untuk balutan
sesuai indikasi.
Rasional: Penggantian balutan sering dapat mengakibatkan
kerusakan pada kulit karena perlekatan yang kuat.
d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi,
prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
kurang informasi.
Tujuan : memenuhi kebutuhan belajar klien
Kriteria hasil :
Klien dan keluarga mengungkapkan pemahaman tentang proses
penyakit dan pengobatan.
Intervensi :
1) Tentukan persepsi klien tentang proses penyakit.
Rasional: Membuat pengetahuan dasar dan memberikan
kesadaran kebutuhan belajar.
2) Kaji ulang proses penyakit, penyebab/efek hubungan faktor
yang menimbulkan gejala dan mengidentifikasi cara
menurunkan faktor pendukung.

41
Rasional: Pengetahuan dasar yang akurat memberikan
kesempatan pasien untuk membuat keputusan
informasi/pilihan tentang masa depan dan kontrol penyakit
kronis. Meskipun kebanyakan pasien tahu tentang proses
penyakitnya sendiri, mereka dapat mengalami informasi yang
telah tertinggal atau salah konsep.
3) Identifikasi tanda-tanda, gejala yang memerlukan evaluasi
medis (misalnya demam menetap, bengkak, eritema,
terbukanya tepi luka, dan perubahan karakteristik drainase).
Rasional: Pengenalan dini dari komplikasi dan intervensi
segera dapat mencegah progresi situasi serius, mengancam
hidup.
4) Demonstrasikan perawatan luka/mengganti balutan yang
tepat.
Rasional: Meningkatkan penyembuhan, menurunkan resiko
infeksi, memberikan kesempatan untuk mengobservasi
pemulihan luka.
5) Anjurkan peningkatan aktivitas bertahap sesuai toleransi dan
keseimbangan dengan periode istirahat yang adekuat.
Rasional: Meningkatkan penyembuhan.
2.2.3 Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah inisiatif dari rencana
tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik (Nursalam, 2001).
Pelaksanaan asuhan keperawatan dengan hernioraphy tentunya merujuk
pada rencana keperawatan yang telah dirumuskan.
Dalam tahap pelaksanaan ini, perawat berperan sebagai pelaksana
keperawatan, memberi dorongan, pendidik, advokasi, konselor dan
penghimpunan data.
2.2.4 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir proses keperawatan adalah
suatu tindakan untuk melihat sejauh mana keberhasilan yang dicapai dari
tujuan yang telah dibuat. Evaluasi merupakan aspek yang pentingdari
proses keperawatan karena kesimpulan yang didapat dari evaluasi
menentukan apakah intervensi dihentikan, dilanjutkan atau di ubah.

42
Tolak ukur yang digunakan untuk menilai pencapaian tujuan pada tahap
evaluasi ini adlah criteria yang telah dibuat pada tahap perencanaan.
Berpatokan pada sebagian atau belum sama sekali atau justru timbul
masalah baru. Selanjutnya perkembangan respon klien dituangkan dalam
catatan perkembangan klien dan diuraikan berdasarkan urutan SOAP.
S ( Subyektif ) : Keluhan-keluhan klien
O ( Obyektif ) : Apa yang dilihat, dicium, diraba, diukur dan
didengar perawat.
A ( Analisa ) : Kesimpulan perawat tentang kondisi klien.
P ( Plan of Care ) : Rencana tindakan keperawatan selanjtnya untuk
mengatasi masalah klien.
2.2.5 Dokumentasi
Dokumentasi keperawatan adalah pencatatan yang lengkap dan
akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan. Dokumentasi
dilakukan segera setelah setiap kegiatan atau tindakan dalam setiap
langkah proses keperawatan dari pengkajian sampai dengan evaluasi.
Sebagai dokumentasi yang mencatat semua pelayanan
keperawatan klien, dokumentasi tersebutdapat diartikan sebagai suatu
catatan bisnis dan hokum yang mempunyai banyak manfaat dan
penggunaan. Tujuan utama dari pendokumentasian adalah untuk:
1. Mengidentifikasi status kesehatan klien dalam rangka mencatat
kebutuhan klien, merencanakan, melaksanakan tindakan
keperawatan dan mengevaluasikan tindakan.
2. Dokumentasi untuk Penulisan, keuangan, hokum dan etika.
Sedangkan manfaat dan pentingnya dokumentasi dapat dilihat dari
berbagai aspek seperti hukum, jaminan mutu pelayanan, komunikasi,
keuangan, pendidikan, penulisan dan akreditasi (Nursalam, 2001).

43
BAB 3
PENUTUP

3.1 Simpulan
Hernia merupakan prostusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui
defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia
abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan
muskulo-aponeurosis dinding perut. Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas
hernia bawaan atau kongenital dan hernia dapatan atau akuisita. Hernia diberi
nama menurut letaknya, contohnya: diafragma, inguinal umbilical, femoral
(Sjamsuhidajat, 2011).
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau sebab yang
didapat. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk
hernia pada anulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong
dan isi hernia, selain itu, diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia
melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar itu (Sjamsuhidajat, 2011).
Pada orang yang sehat, ada tiga mekanisme yang dapat mencegah
terjadinya hernia inguinalis yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya
struktur muskulus oblikus internus abdominis yang menutup anulus inguinalis
internus ketika berkontraksi, dan adanya fasia transversalis yang kuat yang
menutupi trigonum Hesselbach. Gangguan pada mekanisme ini dapat
menyebabkan terjadinya hernia (Sjamsuhidajat, 2011).
3.2 Saran
1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit)
Hal ini diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan
kesehatan dan mempertaruhkan hubungan kerjasama baik antara tim
kesehatan maupun klien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan
asuhan keperawatan yang optimal pada umumnya dan pada pasien hernia
khususnya. Dan diharapkan rumah sakit mampu menyediakan fasilitas serta
sarana dan prasarana yang dapat mendukung kesembuhan pasien.
2. Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat
Diharapkan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lainnya dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien agar lebih maksimal, khususnya

44
pada klien dengan hernia. Perawat diharapkan dapat memberikan pelayanan
profesional dan komprehensif.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih
berkualitas dan profesional sehingga dapat tercipta perawat profesional,
terampil, inovatif dan bermutu yang mampu memberikan asuhan keperawatan
secara menyeluruh berdasarkan kode etik keperawatan.

45

Anda mungkin juga menyukai