Anda di halaman 1dari 58

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komunikasi mempunyai banyak sekali makna dan sangat bergantung pada
konteks pada saat komunikasi dilakukan. Bagi beberapa orang, komunikasi
merupakan pertukaran informasi diantara dua orang atau lebih, atau dengan kata lain;
pertukaran ide atau pemikiran. Metodenya antara lain:  berbicara dan mendengarkan
atau menulis dan membaca, melukis, menari, bercerita dan lain sebagainya. Sehingga
dapat dikatakan bahwa segala bentuk upaya penyampaian pikiran kepada orang lain,
tidak hanya secara lisan (verbal) atau tulisan tetapi juga gerakan tubuh atau gesture
(non-verbal), adalah komunikasi.
Komunikasi merupakan suatu proses karena melalui komunikasi seseorang
menyampaikan dan mendapatkan respon. Komunikasi dalam hal ini mempunyai dua
tujuan, yaitu: mempengaruhi orang lain dan untuk mendapatkan informasi. Akan
tetapi, komunikasi dapat digambarkan sebagai komunikasi yang memiliki kegunaan
atau berguna (berbagi informasi, pemikiran, perasaan) dan komunikasi yang tidak
memiliki  kegunaan atau tidak berguna (menghambat/blok penyampaian informasi
atau perasaan). Keterampilan berkomunikasi merupakan keterampilan yang dimiliki
oleh seseorang untuk membangun suatu hubungan, baik itu hubungan yang kompleks
maupun hubungan yang sederhana melalui sapaan atau hanya sekedar senyuman.
Pesan verbal dan non verbal yang dimiliki oleh seseorang menggambarkan secara
utuh dirinya, perasaannya dan apa yang ia sukai dan tidak sukai. Melalui komunikasi
seorang individu dapat bertahan hidup, membangun hubungan dan merasakan
kebahagiaan.
Effendy O.U (2002) dalam Suryani (2005) menyatakan lima komponen dalam
komunikasi yaitu; komunikator, komunikan, pesan, media dan efek. Komunikator
(pengirim pesan) menyampaikan pesan baik secara langsung atau melalui media
kepada komunikan (penerima pesan) sehingga timbul efek atau akibat terhadap pesan
yang telah diterima. Selain itu, komunikan juga dapat memberikan umpan balik
kepada komunikator sehingga terciptalah suatu komunikasi yang lebih lanjut.
Keterampilan berkomunikasi merupakan critical skill yang harus dimiliki oleh
perawat, karena komunikasi merupakan proses yang dinamis yang digunakan untuk
mengumpulkan data pengkajian, memberikan pendidikan atau informasi kesehatan-
mempengaruhi klien untuk mengaplikasikannya dalam hidup, menunjukan caring,

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 1


memberikan rasa nyaman, menumbuhkan rasa percaya diri dan menghargai nilai-nilai
klien. Sehingga dapat juga disimpulkan bahwa dalam keperawatan, komunikasi
merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan. Seorang perawat yang
berkomunikasi secara efektif akan lebih mampu dalam mengumpulkan data, 
melakukan tindakan keperawatan (intervensi), mengevaluasi pelaksanaan dari
intervensi yang telah  dilakukan, melakukan perubahan untuk meningkatkan
kesehatan dan mencegah terjadinya masalah- masalah legal yang berkaitan dengan
proses keperawatan.
Proses komunikasi dibangun berdasarkan  hubungan saling percaya dengan klien
dan keluarganya. Komunikasi efektif merupakan hal yang esensial dalam
menciptakan hubungan antara perawat dan klien. Addalati (1983), Bucaille (1979)
dan Amsyari (1995) menegaskan bahwa seorang perawat yang beragama, tidak dapat
bersikap masa bodoh, tidak peduli terhadap pasien, seseorang (perawat)  yang
tidak care dengan orang lain (pasien) adalah berdosa. Seorang perawat yang tidak
menjalankan profesinya secara profesional akan merugikan orang lain (pasien), unit
kerjanya dan juga dirinya sendiri. Komunikasi seorang perawat dengan pasien pada
umumnya menggunakan komunikasi yang berjenjang yakni komunikasi
intrapersonal, interpersonal dan komunal/kelompok. Demikian pula ditegaskan dalam
Poter dan Perry (1993) bahwa komunikasi dalam prosesnya terjadi dalam tiga
tahapan yakni komunikasi intrapersonal (terjadi dalam diri individu sendiri),
interpersonal (interaksi antara  dua orang atau kelompok kecil) dan publik (interaksi
dalam kelompok besar).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana konsep komunikasi terapeutik dan kesadaran intrapersonal perawat-klien
itu ?

1.3 Tujuan
Makalah ini di buat dengan  tujuan agar mahasiswa, tenaga kesehatan atau tenaga
medis dapat konsep komunikasi terapeutik dan kesadaran intrapersonal perawat-
klien.

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 2


1.4 Manfaat
Makalah ini di buat oleh kami agar kami memahami dan mengaplikasikan langsung
dalam proses keperawatan hususnya tentang konsep komunikasi terapeutik dan
kesadaran intrapersonal perawat-klien.
1.5 Sistematika
BAB I PENDAHULUAN,Latar belakang,rumusan masalah,tujuan,manfaat dan
sistematika penulisan.
BAB II PEMBAHASAN,konsep komunikasi terapeutik, Definisi komunikasi
terapeutik,prinsip dasar komunikasi keperawatan,Helping Relationship,pengertian
helping relationship,karakteristik helping relationship,tujuan komunikasi
keperawatan,karakterisitikperawat yang memfasilitasi hubungan terapeutik,self
awareness dalam hubungan interpersonal,,kesadaran diri,eksplorasi
perasaan,kemampuan menjadi model,panggilan jiwa,etikadan tanggung jawab
menghadirkan diri secara terapeutik,dimensi respon dan tindakan,tahap-tahap dalam
komunikasi terapeutik,tehnik-tehnik dalam komunikasi terapeutik,hambatan dalam
komunikasi terapeutik,komunikasi terapeutik pada anak.komunikasi terapeutik pada
lansia,komunikasi pada klien IGD,komunikasi terapeutik pada klien ICU,komunikasi
terapeutik mengatasi : klien yang marah-marah,klien yang complain,klien rewel
aplikasi komunikasi terapeutik pada klien,keluarga,kelompok maupun tenaga
kesehatan.
BAB III PENUTUP,kesimpulan,dan saran.
DAFTAR PUSTAKA

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 3


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep komunikasi terapeutik


2.1.1 Definisi komunikasi terapeutik.
Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik,
dalam hal ini komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat
melakukan intervensi keperawatan harus mampu memberikan khasiat therapi
bagi proses penyembuhan  pasien. Oleh karenanya seorang perawat harus
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif komunikasi terapeutik agar
kebutuhan dan kepuasan pasien dapat dipenuhi. Komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien (Depkes RI, 1997).
Northouse (1998) mendefinisikan komunikasi terapeutik sebagai kemampuan
atau keterampilan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres,
mengatasi gangguan psikologis dan belajar bagaimana berhubungan dengan
orang lain. Stuart G.W (1998) menyatakan bahwa komunikasi terapeutik
merupakan hubungan interpersonal antara  perawat dan klien, dalam hubungan
ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar  bersama dalam rangka
memperbaiki pengalaman emosional klien. Sedangkan S.Sundeen (1990)
menyatakan bahwa hubungan terapeutik adalah hubungan kerjasama yang
ditandai tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam
membina hubungan intim yang terapeutik.
2.1.2 Definisi komunikasi menurut para ahli
Menurut As Homby (1974) yang dikutip oleh Nurjannah, I (2001)
mengatakan bahwa terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan
seni dari penyembuhan. Hal yang menggambarkan bahwa dalam menjalani
proses komunikasi terapeutik, seorang perawat melakukan kegiatan dari mulai
pengkajian, menentukan masalah keperawatan, menentukan rencana tindakan
keperawatan, melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan yang telah
direncanakan sampai pada evaluasi yang semuanya itu bisa dicapai dengan
maksimal apabila terjadi proses komunikasi yang efektif dan intensif. Hubungan
take and give antara perawat dan klien menggambarkan hubungan memberi dan
menerima. 
Kalthner, dkk (1995) mengatakan bahwa komunikasi terapeutik terjadi
dengan tujuan menolong pasien yang dilakukan oleh orang-orang yang

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 4


professional dengan menggunakan pendekatan personal berdasarkan perasaan
dan emosi. Didalam komunikasi terapeutik ini harus ada unsur kepercayaan.
(Mundakir, 2006)
Heri Purwanto (1994) mengemukakan bahwa komunikasi terapeutik
adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujuan dalam
kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan merupakan komunikasi
professional yang mengarah pada tujuan untuk penyembuhan pasien (Mundakir,
2006).
Mulyana (2000) mengatakan komunikasi terapeutik termasuk
komunikasi interpersonal yaitu komunikasi antara orang-orang secara tatap muka
yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara
langsung, baik secara verbal maupun non verbal. (Mundakir, 2006)
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yg direncanakan secara sadar,
bertujuan dan dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik
mengarah pada bentuk komunikasi interpersonal.
Northouse (1998: 12), komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau
keterampilan perawat untuk membantu pasien beradaptasi terhadap stres,
mengatasi gangguan psikologis, dan belajar bagaimana berhubungan dengan
orang lain.
Stuart G.W. (1998), komunikasi terapeutik merupakan hubungan
interpesonal antara perawat dengan pasien, dalam hubungan ini perawat dan
pasien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki
pengalaman emosional pasien.
Dari beberapa pendapat diatas maka dapat dijelaskan bahwa komunikasi
terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat – klien yang
bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Maksud komunikasi adalah
mempengaruhi perilaku orang lain. Komunikasi adalah berhubungan. Hubungan
perawat-klien yang terapeutik tidak mungkin dicapai tanpa komunikasi (Budi
Ana Keliat dalam Mundakir, (2006)
Hubungan terapeutik sebagai pengalaman belajar baik bagi klien maupun
perawat yang diidentifikasikan dalam empat tindakan yang harus diambil antara
perawat klien, yaitu:
a. Tindakan diawali perawat.
b. Respon reaksi dari perawat.
c. Interaksi dimana perawat dan klien mengkaji kebutuhan klien dan tujuan.

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 5


d. Transaksi dimana hubungan timbal balik pada akhirnya dibangun untuk
mencapai tujuan hubungan.
Komunikasi terapeutik terjadi apabila didahului hubungan saling percaya
antara perawat – klien. Dalam konteks pelayanan keperawatan kepada klien,
pertama-tama klien harus percaya bahwa perawat mampu memberikan pelayanan
keperawatan dalam mengatasi keluhannya, demikian juga perawat harus dapat
dipercaya dan diandalkan atas kemampuan yang telah dimiliki dari aspek
kapasitas dan kemampuannya sehingga klien tidak meragukan kemampuan yang
dimiliki perawat. Selain itu perawat harus mampu memberikan jaminan atas
kualitas pelayanan keperawatan agar klien tidak ragu, tidak cemas, pesimis dan
skeptis dalam menjalani proses pelayanan keperawatan.
Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang memiliki makna terapeutik bagi klien dan
dilakukan oleh perawat (helper) untuk membantu klien mencapai kembali kondisi
yang adaptif dan positif.

2.2 Prinsip-prinsip dasar komunikasi terapeutik


Komunikasi terapeutik meningkatkan pemahaman dan membantu terbentuknya
hubungan yang  konstruktif  diantara perawat-klien. Tidak seperti komunikasi sosial,
komunikasi terapeutik mempunyai  tujuan  untuk membantu klien mencapai suatu
tujuan dalam asuhan keperawatan. Oleh karenanya sangat penting bagi perawat untuk
memahami prinsip dasar komunikasi terapeutik berikut ini;
Hubungan perawat dan klien adalah hubungan terapeutik yang saling
menguntungkan,  didasarkan pada prinsip ‘humanity of nurses and clients’.
Hubungan ini tidak hanya sekedar  hubungan seorang penolong (helper/perawat)
dengan kliennya, tetapi hubungan antara manusia yang  bermartabat (Dult-
Battey,2004).

1. Perawat harus menghargai keunikan klien, menghargai perbedaan karakter,


memahami  perasaan dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar
belakang keluarga, budaya, dan  keunikan setiap individu.
2. Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi
maupun penerima  pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga
dirinya dan harga diri klien.
3. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust) harus
dicapai  terlebih dahulu sebelum menggali  permasalahan dan memberikan

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 6


alternatif pemecahan  masalah (Stuart,1998). Hubungan saling percaya antara
perawat dan klien adalah kunci dari komunikasi terapeutik.
Didalam sumber yang lain ditakan bahwa beberapa prinsip dasar yang harus
dipahami dalam membangun hubungan dan mempertahankan hubungan yang
terapeutik :
1. Hubungan dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling
menguntungkan, didasarkan pada prinsip “Humanity of Nursing and Clients”.
2. Perawat harus menghargai keunikan klien, dengan melihat latar belakang
keluarga, budaya dan keunikan tiap individu.
3. Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri baik pemberi
maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjga harga
dirinya dan harga diri klien.
4. Komunikasi yang menumbuhkan hubungan saling percaya harus dicapai
terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternative
pemecahan masalahnya.
Beberapa prinsip komunikasi terapeutik menurut Boyd & Nihart (1998) adalah :
1. Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi.
2. Tingkah laku professional mengatur hubungna terapeutik.
3. Hubungan sosial dengan klien harus dihindari.
4. Kerahasiaan klien harus dijaga.
5. Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman.
6. Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian
tentang tingkah laku klien dan memberi nasehat.
7. Beri petunjuk klien untuk menginterpretasikan kembali pengalamannya secar
rasional.
8. Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari
perubahan subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang
sangat menarik klien.
9. Implementasi intervensi berdasarkan teori.
10. Membuka diri hanya digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai
tujuan terapeutik.
2.3 Hubungan Perawat dengan Pasien (Helping Relationship)
2.3.1 Pengertian Helping Relationship
Helping relationship adalah hubungan yang terjadi diantara dua (atau
lebih) individu maupun kelompok yang saling memberikan dan menerima

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 7


bantuan atau dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sepanjang
kehidupan.
Pada konteks keperawatan hubungan yang dimaksud adalah hubungan
antara perawat dan klien. Ketika hubungan antara perawat dan klien terjadi,
perawat sebagai penolong (helper) membantu klien sebagai orang yang
membutuhkan pertolongan, untuk mencapai tujuan yaitu terpenuhinya kebutuhan
dasar manusia klien.
2.3.2 Karakteristik Helping Reletionship
Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998), ada beberapa karakteristik seorang
helper (perawat) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang
terapeutik,yaitu:
1. Kejujuran
Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa terbina
hubungan saling percaya. Seseorang akan menaruh rasa percaya pada lawan
bicara yang terbuka dan mempunyai respons yang tidak dibuat-buat, sebaliknya
ia akan berhati-hati pada lawan bicara yang terlalu halus sehingga sering
menyembunyikan isi hatinya yang sebenarnya dengan kata-kata atau sikapnya
yang tidak jujur (Rahmat, J.,1996 dalam Suryani,2005).
Sangat penting bagi perawat untuk menjaga kejujuran saat berkomunikasi
dengan klien, karena apabila hal tersebut tidak dilakukan maka klien akan
menarik diri, merasa dibohongi, membenci perawat atau bisa juga berpura-pura
patuh terhadap perawat.
2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif
Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan kata-kata
yang mudah dipahami oleh klien dan tidak menggunakan kalimat yang berbelit-
belit. Komunikasi nonverbal perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan
verbalnya karena ketidaksesuaian akan menimbulkan kebingungan bagi klien.

3. Bersikap positif
Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan lewat
komunikasi nonverbal sangat penting baik dalam membina hubungan saling
percaya maupun dalam membuat rencana tindakan bersama klien. Bersikap
positif ditunjukkan dengan bersikap hangat, penuh perhatian dan penghargaan
terhadap klien.

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 8


Untuk mencapai kehangatan dan ketulusan dalam hubungan yang terapeutik
tidak memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan tertentu diantara perawat
dan klien akan tetapi penciptaan suasana yang dapat membuat klien merasa
aman dan diterima dalam mengungkapkan perasaan dan pikirannya (Burnard,P
dan Morrison P,1991 dalam Suryani,2005).
4. Empati bukan simpati
Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan
sikap ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien
seperti yang dirasakan dan dipikirkan klien (Brammer,1993 dalam
Suryani,2005).
Dengan bersikap empati perawat dapat memberikan alternative pemecahan
masalah karena perawat tidak hanya merasakan permasalahan klien tetapi juga
tidak berlarut-larut dalam perasaaan tersebut dan turut berupaya mencari
penyelesaian masalah secara objektif.
5. Mampu melihat permasalahan dari Kacamata Klien
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien
(Taylor, Lilis dan Le Mone, 1993), oleh karenaya perawat harus mampu untuk
melihat permasalahan yang sedang dihadapi klien dari sudut pandang klien.
Untuk mampu melakukan hal ini perawat harus memahami dan memiliki
kemampuan mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian.
Mendengarkan dengan penuh perhatian berarti mengabsorpsi isi dari
komunikasi (kata-kata dan perasaan) tanpa melakukan seleksi. Pendengar
(perawat) tidak sekedar mendengarkan dan menyampaikan respon yang di
inginkan oleh pembicara (klien), tetapi berfokus pada kebutuhan pembicara.
Mendengarkan dengan penuh perhatian menunjukkan sikap caring sehingga
memotivasi klien untuk berbicara atau menyampaikan perasaannya.

6. Menerima klien apa adanya


Seorang helper yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien apa
adanya. Jika seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam
menjalin hubungan interpersonal (Sullivan, 1971 dalam Antai Ontong, 1995
dalam Suryani, 2005). Nilai yang diyakini atau diterapkan oleh perawat
terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada klien, apabila hal ini terjadi maka
perawat tidak menunjukkan sikap menerima klien apa adanya.

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 9


7. Sensitif terhadap perasaan klien
Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk dapat
menciptakan hubungan terapeutik yang baik dan efektif dengan klien. Dengan
bersikap sensitive terhadap perasaan klien perawat dapat terhindar dari berkata
atau melakukan hal-hal yang menyinggung privasi ataupun perasaan klien.
8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat
sendiri
Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu yang
ada pada saat ini, bukan atas masa lalunya, demikian pula terhadap dirinya
sendiri.

2.4 Tujuan komunikasi terapeutik.


Pelaksanaan komunikasi terapeutik bertujuan membantu pasien memperjelas dan
mengurangi beban pikiran dan perasaan untuk dasar tindakan guna mengubah situasi
yang ada apabila pasien percaya pada hal hal yang diperlukan. Membantu
dilakukanya tindakan yang efektif, mempererat interaksi kedua pihak, yakni antara
pasien dan perawat secara profesional dan proporsional dalam rangka membantu
menyelesaikan masalah klien.Komunikasi terapeutik juga mempunyai tujuan untuk
memotivasi dan mengembangkan pribadi klien ke arah yang lebih kontruktif dan
adaptif.
Komunikasi terapeutik diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi hal-hal
berikut ini.
1. Penerimaan diri dan peningkatan terhadap penghormatan diri.
Klien yang sebelumnya tidak menerima diri apa adanya atau merasa rendah diri,
setelah berkomunikasi terapeutik dengan perawat atau bidan akan mampu
menerima dirinya. Diharapkan perawat atau bidan dapat merubah cara pandang
klien tentang dirinya dan masa depannya sehingga klien dapat menghargai dan
menerima diri apa adanya.
2. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling
bergantung dengan orang lain.
Klien belajar bagaimana menerima dan diterima oleh orang lain. Dengan
komunikasi yang terbuka, jujur, dan menerima klien apa adanya, perawat akan
dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan saling
percaya (Hibdon S., dalam Suryani, 2005).

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 10


3. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta
mencapai tujuan yang realistis.
Sebagian klien menetapkan ideal diri atau tujuan yang terlalu tinggi tanpa
mengukur kemampuannya. Tugas perawat dengan kondisi seperti itu adalah
membimbing klien dalam membuat tujuan ayng realistis serta menignkatkan
kemampuan klien memenuhi kemampuan dirinya.
4. Rasa identitas personal yang jelas dan meningkatkan integritas diri.
Identitas personal yang dimaksud adalah status, peran, dan jenis kelamin klien.
Klien yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai
rasa percaya diri dan juga memiliki harga diri yang rendah. Perawat diharapkan
membantu klien untuk meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri klien
melalui komunikasinya.
Perawat yang terampil tidak akan mendominasi interaksi sosial, melainkan akan
berusaha menjaga kehangatan suasana komunikasi agar tercapai rasa saling percaya
dan menumbuhkan rasa nyaman pada pasien. Dengan demikian proses interaksi
dapat berjalan dengan baik.
Tujuan personal yang realistis dari komunikasi terapeutik.
Komunikasi terapeutik dilaksanakan dengan tujuan:
1. Membantu pasien untuk memperjelaskan dan mengurangi beban perasaan dan
pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila
pasien percaya pada hal-hal yang diperlukan
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif
dan mempertahankan kekuatan egonya
3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri dalam hal
peningkatan derajat kesehatan.
4. Mempererat hubungan atau interaksi antara klien dengan terapis (tenaga
kesehatan) secara professional dan proporsional dalam rangka membantu
menyelesaikan masalah klien.
Tujuan terapeutik akan tercapai jika Perawat memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Kesadaran diri terhadap nilai yang dianutnya.
2. Kemampuan untuk menganalisa perasaannya sendiri.
3. Kemampuan untuk menjadi contoh peran
4. Altruistik
5. Rasa tanggung jawab etik dan moral
6. Tanggung jawab

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 11


2.5 Karakteristik Perawat Yang Memfasilitasi Tumbuhnya Hubungan Terapeutik
Menurut Roger dan Stuart GW (1998) ada beberapa karakteristik seorang
perawat yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik, yaitu :
1. Kejujuran
Tanpa kejujuran mustahil akan terbina hubungan saling percaya, sesorang akan
menaruh kepercayaan kepada lawan bicara yang terbuka dan mempunyai respon
yang tidak dibuat-buat, sebaliknya dia akan berhati-hati pada lawan bicara yang
terlalu halus sehingga sering menyembunyikan isi hati yang sebenarnya dengan
kata-kata atau sikapnya yang tidak jujur. (Rahmat, J, 1996)
2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif
Perawat sebaiknya menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti dan
dipahami oleh klien dan tidak berbelit-belit.
3. Bersikap positif
Sikap yang positif terhadap klien ditunjukkan dengan sikap hangat, penuh
perhatian dan penghargaan terhdap klien.
4. Empati
Bukan Simpati Dengan sikap empati, perawat akan mampu merasakan dan
memikirkan permasalahan dan yang dipikirkan klien. Sikap simpati tidak
mampu melihat permasalahan secara obyektif karena perawat terlibat secara
emosional terhadap permasalahan yang dihadapi klien.
5. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien
Agar mampu melihat permasalahan dari sudut pandang klien maka perawat
harus menjadi pendengar yang aktif dan sabar dalam mendengarkan semua
ungkapan klien.
6. Menerima klien apa adanya.
Seorang perawat yang baik akan tidak memandang hina klien dan keluarganya
yang datang ke rumah sakit dengan pakaian yang kumal dan kotor
7. Sensitif terhadap perasaan klien
Perawat harus sennsitif terhadap perasaan kliennya agar tidak menyinggung
perasaanya.
8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri
Seorang perawat harus mampu melupakan kejadian yang menyakitkan di masa
lalu dan menguatkan koping klien dalam menghadapi masalah yang dihadapi
saat ini.

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 12


2.6 Self awareness intrapersonal dalam hubungan interpersonal
A. Kesadaran Diri (Self Awareness)
1. Pengertian Self Awareness (Kesadaran Diri)
Dalam kamus bahasa Inggris self berarti diri. Self disini berisi pola
pengamatan dan penilaian yang sadar terhadap diri sendiri baik sebagai
subyek maupun obyek. Isitlah Self di dalam psikologi mempunyai dua arti,
yaitu sikap dan perasaan seseorang terhadap dirinya sendiri, dan suatu
keseluruhan proses psikologis yang menguasai tingkah laku dan penyesuaian
diri.
Teori self menunjukkan usaha yang sungguh-sungguh untuk menyelidiki
gejala-gejala dan membuat konsepsi dari hasil penyilidikan mengenai
tingkah laku itu. Jadi, didalam menunjukkan self sebagai proses, itu yang
dimaksud tidak lain dari pada nama bagi sekelompok proses.
Sedangkan Awareness adalah kesadaran, keadaan, kesiagaan, kesediaan,
atau mengetahui sesuatu kedalam pengenalan atau pemahaman peristiwa-
peristiwa lingkungan atau kejadian-kejadian internal. Secara istilah
kesadaran mencakup pengertian persepsi, pemikiran atau perasaan, dan
ingatan seseorang yang aktif pada saat tertentu. Dalam pengertian ini
Awareness (kesadaran) sama artinya dengan mawas diri. Namun seperti apa
yang kita lihat, kesadaran juga mencakup persepsi dan pemikiran yang
secara samar-samar disadari oleh individu hingga akhirnya perhatian
terpusat. Oleh sebab itu, ada tingkatan mawas diri (Awareness) dalam
kesadaran.
Menurut konsep Suryamentaran, bahwa mawas diri adalah sebagai cara
latihan Milah Mlahake (memilah-milah) rasa sendiri dengan rasa orang lain
untuk meningkatkan kemampuan menghayati rasa orang lain sebagai
manifestasi tercapainya pertumbuhan dan perkembangan kepribadian yang
sehat dan sejahtera. Hasil penelitian Yosshimich mendapati bahwa
pemahaman diri melalui tahapan mawas diri mampu menunjukkan bahwa
pada diri seseorang ada elemen kunci yang sangat menentukan bahagia
tidaknya seseorang, elemen ini adalah elemen yang selalu stabil, tenang,
serta damai, dan elemen-elemen yang berubah-ubah, senantiasa berubah
serta selalu berusaha menuruti keinginannya sendiri, terutama yang
berhubungan dengan semat, drajat, dan kramat.

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 13


Jika digabungkan, Self Awareness (kesadaran diri) adalah wawasan
kedalam atau wawasan mengenai alasan-alasan dari tingkah laku sendiri,
pemahaman diri sendiri. Self Awareness pada umumnya dimaknai sebagai
kondisi tahu atau sadar pada diri sendiri dalam pengertian yang mempunyai
obyek secara relatif tetapi membuka dan menerima penilaian dari kebenaran
sifat individu.
Dalam memahami Self Awareness, individu memiliki kemampuan dalam
diri sendiri untuk mengerti diri, menentukan hidup, dan menghargai
masalah-masalah psikisnya asalkan konselor menciptakan kondisi yang
dapat mempermudah perkembangan.individu.untuk.aktualsasi.diri.
Kesadaran diri bisa dibedakan menjadi dua, yakni : 
2. Kesadaran diri publik
Orang yang memiliki kesadaran diri publik berperilaku mengarah keluar
dirinya. Artinya, tindakan-tindakannya dilakukan dengan harapan agar
diketahui orang lain. Orang dengan kesadaran publik tinggi cenderung
selalu berusaha untuk melakukan penyesuaian diri dengan norma
masyarakat. Dirinya tidak nyaman jika berbeda dengan orang lain.
3. Kesadaran diri pribadi..
Orang dengan kesadaran diri pribadi tinggi berkebalikan dengan
kesadaran diri publik. Tindakannya mengikuti standar dirinya sendiri.
Mereka tidak peduli norma sosial. Mereka nyaman-nyaman saja berbeda
dengan orang lain. Bahkan tidak jarang mereka ingin tampil beda. Mereka-
mereka yang mengikuti berbagai kegiatan yang tidak lazim dan aneh
termasuk orang-orang yang memiliki kesadaran diri pribadi yang tinggi.
Kesadaran diri atau (self-awareness) di yakini merupan satu dari sekian
kunci keberhasilan hidup. salah satu defensi dari self-awareness
menyebutkan, ada 3 hal yang harus di kenali dan di sadari sepenuhnya.
Pertama nilai dan tujuan yang di miliki; 
Kedua kebiasaan, gaya, kekuatan dan kelemahan diri;
Ketiga, hubungan antara perasaan,pemikiran dan tingkah laku.
Rumus ABC;  
a. affect [perasaan],  
b. behavior [tingkah laku]
c. cognition [pemikiran],

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 14


Demikian rumus ABC yang di ajukan O,keefe dan berger. Inilah
aspek terakhir dari self-awareness. Penetapan visi kesadaran akan
kekuatan dan kelemahan kita,semuanya tidak akan berarti kalau kita
tidak melakukan aksi apa-apa. Di sinilah rumus.ABC.berperan.
Aktivitas yang di putuskan untuk di lakukan hendaknya
mampertimbangkan ketiga hal ini. Meski hasil analisa pemikiran
mengatakan satu aktivitas akan menggantungkan, tapi tidak akan
terlaksana kalau ternyata tidak sesuai dengan hati (perasaan) atau
sangat berbeda dari kebiasaan. Karena itu, harus di cari alternative
aktivitas.yang.menyeimbangkan.ketiga.hal.ini.
Demikin juga, merubah tingkah laku bangsa tidaklah mudah.
Banyak contoh kegagalan penerapan teknologi karena masyarakat
tidakmau meninggalkan kebiasaan lama. Hasil pemikiran berupa
teknologi tepat guna sekalipun, belum tentu dapat
diterapkan.tanpa.pedekatan.yang.persuasif.
self-awareness 
Mempunyai tiga komponen ini memang penting untuk
meningkatkan prestasi kita. Baik prestasi individu, kelompok bahkan
bangsa . Tentu kita tidak harus selalu melihat ke dalam diri. Tapi
mesti pula melihat faktor ekternal. Untuk itu self-awareness ini harus
di lengkapi dengan environmental-awareness, kesadaran untuk
melihat kondisi lingkunggan sekitar kita, baik itu kawan maupun
lawan.Dengan demikian kitamampu.membedakan.dan.menyadari.nya.
B. EKSPLORASI PERASAAN
Komunikasi therapeutic adalah suatu pengalaman bersama antara
perawat-klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Maksud
komunikasi adalah mempengaruhi orang lain. Kalthner ,dkk ( 1995 ) bahwa
komunikasi therapeutic terjadi dengan tujuan menolong pasien yang dilakukan
oleh orang-orang yang professional dengan menggunakan pendekatan personal
berdasarkan perasaan dan emosi.didalam komunikasi therapeutic ini harus ada
unsur kepercayaan.
Komunikasi therapeutic merupakan komunikasi interpersonal, artinya
komunikasi antara orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap
pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung baik verbal dan non
verbal ( Mulyana, 2000 )hubungan perawat-klien yang therapeutic adalah

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 15


pengalaman belajar bersama dan pengalaman perbaikan emosi bagi klien.dalam
hal ini, perawat memakai dirinya secara therapeutic dan memakai tehnik
komunikasi agar prilaku klien berubah kea rah yang positif seoptimal mungkin.
Analisa diri perawat adalah kemampuan perawat dalam menilai aspek-
aspek yang dimiliki dalam dirinya agar dapat melakukan kemampuan diri
secara therapeutic kepada klien. Salah satu aspek analisa kesadaran diri perawat
dalam komunikasi therapeutic adalah eksplorasi perasaan.Eksplorasi adalah
tehnik untuk menggali perasaan ,pikiran dan pengalaman klien. Hal ini penting
dilakukan karena banyak klien menyimpan rahasia batin, menutup diri atau
tidak  mampu mengemukakan pendapatnya. Dengan tehnik ini memungkinkan
klien untuk bebas berbicara tanpa rasa takut, tertekan dan terancam.
Eksplorasi bertujuan untuk mencari atau menggali lebih jauh atau lebih
dalam masalah yang dialami klien ( Antai-Otong dalam Suriyani, 2005 ) tehnik
ini bermamfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan gambaran yang detail
tentang masalah yang dialami klien.terdapat 3 jenis tehnik eksplorasi yaitu :
1. Eksplorasi perasaan, yaitu tehnik untuk menggali perasaan klien yang
tersimpan. Contoh “Bisakah anda menjelaskan apa perasaan bingung yang
dimaksudkan…”
2. Eksplorasi pikiran, yaitu tehnik untuk menggali ide, pikiran, dan pendapat
klien Contoh : “ saya yakin anda dapat menjelaskan lebih lanjut ide anda
tentang sekolah sambil bekerja”
3. Eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan atau tehnik untuk menggali
pengalaman-pengalaman klien. Contoh : “ saya terkesan dengan pengalaman
yang anda lalui, namun saya ingin memahami lebih jauh tentang pengalaman
tersebut dan pengaruhnya terhadap pendidikan anda”.
Agar perawat dapat berperan efektif dan therapeutic, ia harus menganalisa
dirinya melalui eksplorasi perasaan. Seluruh prilaku dan pesan yang
disampaikan perawat (verbal) dan non verbal ) hendaknya bertujuan therapeutic
untuk klien.dengan mengenal dan menerima diri sendiri, perawat akan mampu
mengenal dan menerima keunikan klien.analisa hubungan intim yang
therapeutic antara perawat klien perlu dilakukan untuk evaluasi perkembangan
huibungan dan menentukan tehnik dan keterampilan yang tepat dalam setiap
tahap untuk mengatasi masalah klien dengan prinsip disini dan saat ini ( here
and now ).

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 16


Eksplorasi perasaan yaitu mengkaji atau menggali perasaan-perasaan yang
muncul sebelum dan sesudah berinteraksi dengan orang lain , dimana eksplorasi
perasaan membantu seseorang untuk mempersiapkan objektif secara komplit
dan sikap yang sangat berpengaruh.ini menggambarkan tentang ketidakbenaran.
Objektif yang komplit dan sikap yang sangat berpengaruh dijabarkan sebagai
seseorang adalah tidak responsif, kesalahan, mudah ditemui, tidak mengenai
orang tertentu dimana mutu hubungan therapeutic perawat sangat terbuka, sadar
dan kontrol diri, akal, perasaan dimana dapat membantu pasien.
Sebagai perawat, kita perlu terbuka dan sadar terhadap perasaan kita dan
mengontrolnya agar kita dapat menggunakan diri kita secara therapeutic. Jika
perawat terbuka pada perasaannya maka ia akan mendapatkan dua informasi
penting, yaitu bagaimana responnya pada klien dan bagaimana penampilannya
pada klien sehingga pada saat berbicara dengan klien, perawat harus menyadari
responnya dan mengontrol penampilannya.bagaimana perasaan perawat
terhadap proses interaksi berpengaruh terhadap respon dan penampilannya yang
pada akhirnya akan berpengaruh terhadap perasaan klien ( Stuart, GW, 1998 ).
Seorang perawat yang merasa cemas pada saat interaksi akan tampak pada
ekspresi wajah dan prilakunya. Kecemasan perawat ini akan membuat klien
merasa tidak nyaman dan karena adanya untuk pemindahan perasaan ( transfer
feeling ) mungkin klien juga akan menjadi cemas dan hal ini akan
mempengaruhi interaksi secara keseluruhan.
Perasaan perawat merupakan tujuan penting dalam membantu pasien.perasaan
merupakan tolak ukur untuk umpan balik dan hubungan dengan orang
lain,membantu orang lain.perawat akan menggunakan perasaan-perasaanya,
kurang memperhatikan kebutuhan pasien, tidak menepati janji sehingga pasien
mengalami kemunduran, distress sehingga pasien tidak mau menemui, marah
karena pasien banyak permintaan atau manipulasi dan kekuatan karena pasien
terlalu tergantung pada perawat.
Perawat harus terbuka akan perasaan pasien dan bagaimana perawat mengerti
akan pasien serta bagaimana pendekatan dengan pasien. Perasaan perawat
adalah petunjuk tentang kemungkinan nilai dari masalah pasien.
TEHNIK EKSPLORASI PERASAAN

PERASAAN TP J KK S
Keras kepala        
Cinta        

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 17


Marah        
Cemburu        
Kesah        
Terima kasih        
Memalukan        
Hati-hati        
Menantang        
Bingung        
Cemas        
Seksi        
Frustasi        
Kagum        
Puas        
Sedih        
Senang        
Takut        
Basah        
Bangga        
Depresi        
Malu        
Kesepian        
Bersalah        
Sabar        
Pasrah        
Gairah        
Menghargai        

Keterangan :

TP        :           Tidak Pernah                           KK        :           Kadang-kadang

J           :           Jarang                                     S          :           Sering

Tehnik tersebut diatas tidak untuk membuat penilaian, namun sebagai


upaya individu atau klien untuk jujur dan berani mengungkapkan perasaannya.
Dan ungkapan-ungkapan perasaan tersebut terpais dapat mengidentifikasi
apakah perasaan klien positif atau negative. Bila perasaan positif, terapis
( perawat ) perlu mendukung dan mengembangkan perasaan tersebut dan
sebaliknya bila perasaan negative maka perlu mengarahkan dan memberikan
alternative agar klien dapat mengelola perasaannya.
C. Kemampuan Menjadi Model
Kebiasaan yang kurang baik tentang kesehatan akan mempengaruhi
keberhasilan dalam hubungan antara perawat dan klien. Perawat tidak bisa

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 18


memisahkan atau memberi batasan yang jelas antara peran sebagai perawat
dengan kehidupan pribadinya (professional) karena perawat sebagai instrumen
dalam menjalankan hubungan yang terapeutik. Jika perawat terbuka pada
perasaan fokus terhadap pasien dan mengesampingkan kehidupan pribadinya,
maka ia akan mendapat dua informasi penting yaitu bagaimana responnya pada
klien dan bagaimana penampilannya pada klien sehingga perawat mampu
bekerja profesional.
Kemampuan menjadi model ini merupakan bentuk tanggung jawab
perawat terhadap apa yang disampaikan kepada klien disamping tanggung
jawab profesi. Perawat yang bisa menjadi model adalah perawat yang dapat
memenuhi dan memuaskan kehidupan pribadinya serta tidak didominasi oleh
konflik, distress atau pengingkaran (Stuart,G.W., 1998) perawat senantiasa
memperlihatkan perkembangan serta adaptasi yang sehat. Perawat harus
bertanggung jawab terhadap perilakunya, sadar akan kelemahan, dan
kekurangannya. Perawat harus mampu memisahkan hubungan professional dan
kehidupan pribadi.
D. Panggilan jiwa
Panggilan jiwa (altruism) adalah perhatian pada kesejahteraan
orang lain.seorang perawat harus mempunyai jiwa ingin menolong orang lain.
Seorang perawat harus mempunyai jiwa ingijn menolong orang lain untuk
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraannya.seorang perawat yang efektif
tertarik untuk merawat dengan penuh cinta atas dasar kemanusiaan.dengan kata
lain,dalam membantu klien,perawat benar-benar ingin menolong dengan ikhlas
tanpa pamrih.
Namun,hal yang perlu mendapat perhatian adalah perawat
merupakan sebuah profesi. Oleh karena itu,perawat perlu mendapat
penghargaan atau imbalan yang sesuai dan pantas. Keseimbangan antara
panggilan jiwa dan penghargaan yang diterima oleh seorang perawat akan
memengaruhi bagaimana perawat menolong kliennya(stuart dan laraia,2001)
E. ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan,perawat harus bertanggung
jawab terhadap tindakan yang dilakukannya.demikian pula dalam
berkomunikasi,perawat harus bertanggung jawab atas perilakunya,serta
mampu mengatasi semua kelemahannya.perawat dapat menunjukkan rasa
tanggung jawab dalam berkomunikasi dengan cara meminta maaf pada klien
apabila ia menyinggung perasaan klien.untuk mengatasi semua
kelemahannya,perawat dapat melakukan analisis diri sebelum berinteraksi
dengan klien.dalam berinteraksi dengan klien,perawat harus menjunjung
tinggi kode etik keperawatan dan etika yang dibenarkan dalam sebuah
hubungan terapeutik.secara etika,misalnya,seorang perawat laki-laki tidak

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 19


dibenarkan memegang jemari atau memeluk bahu klien tanpa tujuan
terapeutik.

2.7 Menghadirkan diri secara terapeutik


Perawat tidak cukup mengetahui teknik komunikasi dan isi komunikasi, tetapi
yang sangat penting adalah sikap dan penampilan dalam komunikasi.
Kehadiran fisik, menurut Evans mengidentifikasi 4 sikap dan cara untuk
menghadirkan diri secara fisik, yaitu : 
1. Berhadapan : arti dari posisi ini yaitu "saya siap utnuk anda"
2. Mempertahankan kontak mata : berarti mengahargai klien dan menyatakan
keinginan untuk tetap berkomunikasi.
3. Membungkuk ke arah klien : posisi ini menunjukkan keinginan atau mendengar
sesuatu
4. Tetap rileks : dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi
dalam merespon klien.
Adapun fungsi komunikasi dalam pembuatan asuhan keperawatan menurut Engel
dan Morgen yaitu
1. Komunikasi dapat membina hubungan saling percaya dengan klien,
2. Komunikasi dapat menetapkan peran dan tanggungjawab antara perawat-klien,
3. Komunikasi juga memudahkan kita untuk mendapat data yang tepat dan akurat
dari klien.

2.8 Dimensi Respon Dan Tindakan


2.8.1 Dimensi Respon
Dimensi respon terdiri dari respon perawat yang ikhlas, menghargai, simpati dan
konkrit. Dimensi respon sangat penting pada awal hubungan klien untuk membina
hubungan saling percaya dan komunikasi terbuka. Respon ini terus dipertahankan
sampai pada akhir hubungan.
1. Keikhlasan
Perawat menyatakan keikhlasan melalui keterbukaan, kejujuran, ketulusan dan
berperan aktif dalam hubungan dengan klien
2. Menghargai
Rasa menghargai dapat diwujudkan dengan duduk diam bersama klien yang
menangis, minta maaf atas hal yang tidak disukai klien.

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 20


3. Empati
Perawat memandang dalam pandangan klien, merasakan melalui perasaan klien
dan kemudian mengidentifikasi masalah klien serta membantu klien mengatasi
masalah tersebut.
4. Konkrit
Perawat menggunakan terminologi yang spesifik, bukan abstrak. Fungsinya yaitu,
mempertahankan respon perawat terhadap perasaan klien, memberikan
penjelasan yang akurat dan mendorong klien memikirkan masalah yang spesifik.

2.8.2 Dimensi tindakan.


Dimensi tindakan terdiri dari konfrontasi, kesegeraan, keterbukaan, emosional
katarsis, dan bermain peran (Stuart da Sundeen, 1987 : 131)
1. Konfrontasi
Konfrontasi adalah perasaan perawat tentang perilaku klien yang tidak sesuai.
Konfrontasi berguna untuk meningkatkan kesadaran klien akan kesesuaian
perasaan, sikap, kepercayaan, dan perilaku. Konfrontasi sangat diperlukan
klien yang telah mempunyai kesadaran tetapi belum merubah
perilakunya. Konfrontasi juga merupakan proses interpersonal yang
digunakan oleh perawat untuk memfasilitasi, memodifikasi dan peluasan dari
gambaran diri orang lain.
Tujuan dari konfrontasi : agar orang lain sadar adanya ketidaksesuaian pada
dirinya
Dua bagian konfrontasi
a. Membuat orang lain sadar terhadap perilaku yang tidak
produktif/merusak
b. Membuat pertimbangan tentang bagaimana dia bertingkah laku yang
lebih produktif dengan   jelas dan konstruktif
Waktu yang tepat dilakukkannya konfrontasi
a. Tingkah lakunya tidak produktif
b. Tingkah lakunya merusak
c. Ketika mereka melanggar hak kita atau hak orang lain
Cara melakukan konfrontasi
a. Clarify : membuat sesuatu lebih jelas untuk dimengerti
b. Articulate : dapat mengekspresikan opini diri sendiri dengan kata – kata
yang jelas

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 21


c. Request : permintaan
d. Encourage : memberikan support, harapan dan kepercayaan
Tiga kategori konfrontasi yaitu:
a. Ketidak sesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya)
dan ideal diri (cita-cita/keinginan klien)
b. Ketidak sesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien
c. Ketidak sesuaian antara pengalaman klien dan perawat
2. Kesegeraan
Perawat sensitif terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu
dengan segera. Kesegeraan terjadi jika interaksi perawat klien difokuskan dan
digunakan untuk mempelajari fungsi klien dalam hubungan interpersonal
lainnya. Perawat harus sensitive terhadap perasaan klien dan berkeinginan
untuk membantu dengan segera
3. Keterbukaan perawat
Membuka diri adalah membuat orang lain tahu tentang pikiran, perasaan,
pengalaman pribadi kita. Membuka diri diperlukan saat perawat ingin
meningkatkan pemahaman, kekuatan dan kepercayaan klien. Perawat
membuka diri tentang pengalaman yang sama dengan pengalaman klien.
Tukar pengalaman ini memberi keuntungan pada klien untuk mendukung
kerjasama dan memberikan sokongan.
Cara membuka diri :
a. Mendengar
b. Empati
c. Membuka diri
d. Mengecek
4. "Emosional Catharsis"
Emosional katarsis tejadi jika klien diminta untuk bicara tentang hal yang
menganggu dirinya. Perawat harus megkaji kesiapan klien untuk
mendiskusikan masalahnya. Jika klien mengalami kesukaran dalam
mengekspresika perasaannya, perawat dapat membantu dengan
mengekspresikan perasaannya jika berada pada situasi klien. Jika klien
menyadari bahwa ia mengekspresikan perasaan dalam suasana menerima dan
aman maka klien akan memperluas kesadaran dan penerimaan pada
dirinya. Klien didorong untuk membicarakan hal – hal yang sangat
mengganggunya untuk mendapatkan efek terapeutik. Disini perlu pengkajian

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 22


dan kesiapan klien untuk mendikusikan masalahnya. Jika klien sulit
mengungkapkan perasaannya perawat perlu membantu mengekspresikan
perasaannya jika ia berada pada situasi klein
5. Bermain Peran
Bermain peran adalah melakukan peran pada situasi tertentu ini berguna
untuk meningkatkan kesadaran dalam berhubungan dan kemampuan melihat
situasi dari pandangan orang lain. Bermain peran menjembatani antara
pikirandan perilaku serta klien merasa bebas mempraktekan perilaku baru
pada lingkungan yang nyaman. Tindakan untuk membangkitkan situasi
tertentu untuk meningkatkan penghayatan klien kedalam hubungan manusia
dan memperdalam kemampuannya untuk melihat situasi dari sudut pandang
lain dan juga memperkenalkan klien untuk mencobakan situasi baru dalam
lingkungan yang aman.
2.9 Tahap-Tahap Dalam Komunikasi Terapeutik
Struktur dalam komunikasi terapeutik, menurut Stuart,G.W.,1998, terdiri dari
empat fase yaitu: (1) fase preinteraksi; (2) fase perkenalan atau orientasi; (3) fase
kerja; dan (4) fase terminasi (Suryani,2005). Dalam setiap fase terdapat tugas atau
kegiatan perawat yang harus terselesaikan.
1. Fase preinteraksi
Tahap ini adalah masa persiapan sebelum memulai berhubungan dengan klien.
Tugas perawat pada fase ini yaitu: :
a. Mengeksplorasi perasaan,harapan dan kecemasannya;
b. Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri ia akan
terlatih untuk memaksimalkan dirinya agar bernilai tera[eutik bagi klien,
jika merasa tidak siap maka perlu belajar kembali, diskusi teman
kelompok;
c. Mengumpulkan data tentang klien, sebagai dasar dalam membuat rencana
interaksi;
d. Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan di implementasikan
saat bertemu dengan klien.
2. Fase orientasi
Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama kali dengan klien. Pada saat
pertama kali bertemu dengan klien fase ini digunakan perawat untuk berkenalan
dengan klien dan merupakan langkah awal dalam membina hubungan saling
percaya. Tugas utama perawat pada tahap ini adalah memberikan situasi

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 23


lingkungan yang peka dan menunjukkan penerimaan, serta membantu klien
dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Tugas-tugas perawat pada
tahap ini antara lain:
a. Membina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap penerimaan dan
komunikasi terbuka. Untuk membina hubungan saling percaya perawat
harus bersikap terbuka, jujur, ihklas, menerima klien apa danya,
menepati janji, dan menghargai klien.
b. Merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak penting untuk menjaga
kelangsungan sebuah interaksi.Kontrak yang harus disetujui bersama
dengan klien yaitu, tempat, waktu dan topik pertemuan.
c. Menggali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah klien. Untuk
mendorong klien mengekspresikan perasaannya, maka tekhnik yang
digunakan adalah pertanyaan terbuka;
d. Merumuskan tujuan dengan klien. Tujuan dirumuskan setelah masalah
klien teridentifikasi. Bila tahap ini gagal dicapai akan menimbulkan
kegagalan pada keseluruhan interaksi (Stuart,G.W,1998 dikutip
dari Suryani,2005)
Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini antara lain :
a. Memberikan salam terapeutik disertai mengulurkan tangan jabatan tangan
b. Memperkenalkan diri perawat
c. Menyepakati kontrak. Kesepakatan berkaitan dengan kesediaan klien
untuk berkomunikasi, topik, tempat, dan lamanya pertemuan.
d. Melengkapi kontrak. Pada pertemuan pertama perawat perlu melengkapi
penjelasan tentang identitas serta tujuan interaksi agar klien percaya
kepada perawat.
e. Evaluasi dan validasi. Berisikan pengkajian keluhan utama, alasan atau
kejadian yang membuat klien meminta bantuan. Evaluasi ini juga
digunakan untuk mendapatkan fokus pengkajian lebih lanjut, kemudian
dilanjutkan dengan hal-hal yang terkait dengan keluhan utama. Pada
pertemuan lanjutan evaluasi/validasi digunakan untuk mengetahui kondisi
dan kemajuan klien hasil interaksi sebelumnya.
f. Menyepakati masalah. Dengan tekhnik memfokuskan perawat bersama
klien mengidentifikasi masalah dan kebutuhan klien.
Selanjutnya setiap awal pertemuan lanjutan dengan klien lakukan orientasi.
Tujuan orientasi adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 24


dibuat dengan keadaan klien saat ini dan mengevaluasi tindakan pertemuan
sebelumnya.
3. Fase kerja.
Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi
teraeutik.Tahap ini perawat bersama klien mengatasi masalah yang dihadapi
klien.Perawat dan klien mengeksplorasi stressor dan mendorong perkembangan
kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, perasaan dan perilaku
klien.Tahap ini berkaitan dengan pelaksanaan rencana asuhan yang telah
ditetapkan.Tekhnik komunikasi terapeutik yang sering digunakan perawat
antara lain mengeksplorasi, mendengarkan dengan aktif, refleksi, berbagai
persepsi, memfokuskan dan menyimpulkan (Geldard,D,1996, dikutip dari
Suryani, 2005).
4. Fase terminasi
Fase ini merupakan fase yang sulit dan penting, karena hubungan saling
percaya sudah terbina dan berada pada tingkat optimal. Perawat dan klien
keduanya merasa kehilangan. Terminasi dapat terjadi pada saat perawat
mengakhiri tugas pada unit tertentu atau saat klien akan pulang. Perawat dan
klien bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan yang telah dilalui
dan pencapaian tujuan. Untuk melalui fase ini dengan sukses dan bernilai
terapeutik, perawat menggunakan konsep kehilangan. Terminasi merupakan
akhir dari pertemuan perawat, yang dibagi dua yaitu:
a. Terminasi sementara, berarti masih ada pertemuan lanjutan;
b. Terminasi akhir, terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses
keperawatan secara menyeluruh. Tugas perawat pada fase ini yaitu :
c. Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan, evaluasi ini
disebut evaluasi objektif. Brammer & Mc Donald (1996) menyatakan bahwa
meminta klien menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan atau
respon objektif setelah tindakan dilakukan sangat berguna pada tahap
terminasi (Suryani,2005);
d. Melakukan evaluasi subjektif, dilakukan dengan menanyakan perasaan klien
setalah berinteraksi atau setelah melakukan tindakantertentu;
e. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Hal ini
sering disebut pekerjaan rumah (planning klien). Tindak lanjut yang
diberikan harus relevan dengan interaksi yang baru dilakukan atau yang akan

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 25


dilakukan pada pertemuan berikutnya. Dengan tindak lanjut klien tidak akan
pernah kosong menerima proses keperawatan dalam 24 jam;
f. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya, kontrak yang perlu
disepakati adalah topik, waktu dan tempat pertemuan. Perbedaan antara
terminasi sementara dan terminasi akhir, adalah bahwa pada terminasi akhir
yaitu mencakup keseluruhan hasil yang telah dicapai selama interaksi.

2.10 Teknik- Teknik Komunikasi Terapeutik dalam Keperawatan


2.10.1 Komunikasi Terapeutik
Teknik Komunikasi Terapeutik - Berdasarkan referensi dari dari Shives
(1994), Stuart dan Sundeen (1998), berikut akan dipaparkan mengenai teknik-
teknik komunikasi terapeutik dalam keperawatan yaitu:
1. Mendengarkan dengan penuh perhatian
Perawat berusaha mendengarkan klien dan menyampaikan pesan verbal dan
non-verbal, untuk menunjukkan bahwa perawat perhatian akan kebutuhan
dan masalah klien. Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan upaya
untuk mengerti seluruh pesan verbal dan non-verbal yang sedang
dikomunikasikan.
2. Menunjukkan penerimaan
Menerima disini bukan berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk
mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju.
Perawat tidak harus selalu menerima semua perilaku klien. Perawat
sebaiknya menghindari ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan
tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan
tidak percaya.
3. Menanyakan pertanyaan berkaitan
Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapat informasi yang spesifik
mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topik yang
sedang dibicarakan dan dengan menggunakan kata-kata dalam konteks
budaya klien. Hal yang harus diperhatikan, pertanyaan diajukan secara
berurutan.
4. Mengulang ucapan klien dengan kata-kata sendiri
Teknik komunikasi terapeutik yang keempat ini dapat dijelaskan bahwa
dengan mengulang kembali ucapan klien, perawat memberikan umpan balik,

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 26


sehingga klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan
komunikasi berlanjut.
5. Klarifikasi
Apabila terjadi kesalahpahaman, perawat dapat menghentikan percakapan
untuk mengklarifikasi dengan menyamakan persepsi. Agar pesan dapat
sampai dengan benar, perawat perlu memberikan contoh yang konkrit dan
mudah dimengerti klien.
6. Memfokuskan
Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi pembicaraan, sehingga lebih
spesifik dan dimengerti. Perawat tidak seharusnya menghentikan
pembicaraan ketika klien menyampaikan masalahnya, kecuali jika
pembicaraan berlanjut tanpa informasi baru.
7. Menyampaikan hasil observasi
Menyampaikan apa yang telah diamati perawat dari pesan verbal dan non-
verbal klien, dapat dijadikan sebagai umpan balik terhadap apa yang
telahdikemukakan oleh klien. Hal ini sering membuat klien dapat
berkomunikasi dengan jelas, tanpa harus bertambah dengan memfokuskan
dan mengklarifikasi pesan yang telah disampaikan.
8. Menawarkan informasi
Tambahan informasi ini memungkinkan penghayatan yang lebih mendalam
bagi klien terhadap keadaanya. Memberikan tambahan informasi berarti
memberikan pendidikan kesehatan bagi klien. Selain itu, akan menambah
rasa percaya klien terhadap perawat. Perawat tidak boleh memberikan
nasehat kepada klien ketika menawarkan informasi, tetapi memfasilitasi klien
untuk mengambil keputusan terkait keadaanya.
9. Diam
Diam memberikan perawat dan klien waktu untuk mengorganisir pikirannya.
Penggunaan metoda diam memerlukan keterampilan dan ketepatan waktu,
jika tidak maka akan menimbulkan perasaan kurang nyaman. Diam
memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri,
mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi. Diam terutama berguna
bagi klien ketika harus mengambil keputusan.
10. Meringkas
Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara
singkat. Meringkas pembicaraan dapat membantu perawat dalam mengulang

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 27


aspek penting dalam interaksinya, sehingga dapat melanjutkan pembcaran
dengan topik yang berkaitan.
11. Memberikanpenghargaan
Penghargaan yang diberikan jangan sampai membuat klien terbebani, dalam
artian klien kemudian akan berusaha keras untuk mendapatkan penghargaan
tersebut dan melakukan segala cara dalammendapatkannya.
12. Menawarkan diri
Teknik ini harus dilakukan tanpa pamrih, karena mungkin klien belum siap
untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain atau klien tidak mampu
membuat dirinya dimengerti.
13. Memberi kesempatan pada klien untuk memulai pembicaraan
Biarkan klien merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang perannya, perawat
dapat menstimulasinya untuk mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia
diharapkan untuk membuka pembicaraan.
14. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
Teknik ini bertujuan untuk mengarahkan hampir selalu pembicaraan, yang
mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang dibicarakan dan
tertarik untuk melanjutkan pembicaraan. Perawat harus berusaha untuk
menafsirkan daripada mengarahkan diskusi/ pembicaraan.
15. Menempatkan kejadian secara teratur
Akan membantu perawat-klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif
Kelanjutan dari suatu kejadian akan membantu perawat-klien untuk
melihatnya dalam suatu perspektif. Kelanjutan dari suatu kejadian dapat
membantu perawat-klien untuk melihat kejadian berikutnya sebagai akibat
dari kejadian sebelumnya. Perawat akan dapat menentukan pola kesukaran
interpersonal dan memberikan data tentang pengalaman yang memuaskan
dan berarti bagi klien guna memenuhi kebutuhannya.
16. Menganjurkan klien untuk menguraikan persepsinya
Klien harus bebas menguraikan persepsinya kepada perawat. Waspadai
timbulnya gejala ansietas ketika klien menceritakan pengalamannya.
17. Refleksi
Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan
perasaannya sebagai bagian dari dirinya.
Itulah sejumlah teknik komunikasi terapeutik yang dapat diaplikasikan oleh
setiap tenaga keperawatan dalam menghadapi klien atau pasien. Pahami dengan

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 28


baik pengertian komunikasi terapeutik menurut para ahli dan cermati tahap-tahap
komunikasi terapeutik. 

2.11 Hambatan Dalam Komunikasi Terapeutik.


1. Hambatan dari Proses Komunikasi
• Hambatan dari pengirim pesan, misalnya pesan yang akan disampaikan belum
jelas bagi dirinya atau pengirim pesan, hal ini dipengaruhi oleh perasaan atau situasi
emosional.
• Hambatan dalam penyandian/simbol
Hal ini dapat terjadi karena bahasa yang dipergunakan tidak jelas sehingga
mempunyai arti lebih dari satu, simbol yang dipergunakan antara si pengirim dan
penerima tidak sama atau bahasa yang dipergunakan terlalu sulit.
• Hambatan media, adalah hambatan yang terjadi dalam penggunaan media
komunikasi, misalnya gangguan suara radio dan aliran listrik sehingga tidak dapat
mendengarkan pesan.
• Hambatan dalam bahasa sandi. Hambatan terjadi dalam menafsirkan sandi oleh si
penerima
• Hambatan dari penerima pesan, misalnya kurangnya perhatian pada saat
menerima /mendengarkan pesan, sikap prasangka tanggapan yang keliru dan tidak
mencari informasi lebih lanjut.
• Hambatan dalam memberikan balikan. Balikan yang diberikan tidak
menggambarkan apa adanya akan tetapi memberikan interpretatif, tidak tepat waktu
atau tidak jelas dan sebagainya.
2. Hambatan Fisik
Hambatan fisik dapat mengganggu komunikasi yang efektif, cuaca gangguan alat
komunikasi, dan lain lain, misalnya: gangguan kesehatan, gangguan alat komunikasi
dan sebagainya.
Merupakan jenis hambatan berupa fisik, misalnya cacat pendengaran (tuna rungu),
tuna netra, tuna wicara. Maka dalam hal ini baik komunikator maupun komunikan
harus saling berkomunikasi secara maksimal. Bantuan panca indera juga berperan
penting dalam komunikasi ini.
Contoh: Apabila terdapat seorang perawat dengan pasien berusia lanjut. Dalam hal ini
maka perawat harus bersikap lembut dan sopan tapi bukan berarti tidak pada pasien
lain. Perawat harus lebih memaksimalkan volume suaranya apabila ia berbicara pada
pasien tuna rungu. Begitu pula halnya dengan si pasien. Apabila si pasien menderita

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 29


tuna wicara maka sebaiknya ia mengoptimalkan panca inderanya (misal: gerakan
tangan, gerakan mulut) agar si komunikan bisa menangkap apa yang ia ucapkan. Atau
si pasien tuna wicara isa membawa rekan untuk menerjemahkan pada si komunikan
apa yang sebetulnya ia ucapkan.
3. Hambatan Semantik.
Kata-kata yang dipergunakan dalam komunikasi kadang-kadang mempunyai arti
mendua yang berbeda, tidak jelas atau berbelit-belit antara pemberi pesan dan
penerima.
Semantik adalah pengetahuan tentang pengertian atau makna kata (denotatif). Jadi
hambatan semantik adalah hambatan mengenai bahasa, baik bahasa yang digunakan
oleh komunikator, maupun komunikan.
Hambatan semantik dibagi menjadi 3, diantaranya:
Salah pengucapan kata atau istilah karena terlalu cepat berbicara.
contoh: partisipasi menjadi partisisapi
Adanya perbedaan makna dan pengertian pada kata-kata yang pengucapannya sama
Contoh: bujang (Sunda: sudah; Sumatera: anak laki-laki)
Adanya pengertian konotatif
Contoh: secara denotative, semua setuju bahwa anjing adalah binatang berbulu,
berkaki empat. Sedangkan secara konotatif, banyak orang menganggap anjing
sebagai binatang piaraan yang setia, bersahabat dan panjang ingatan.
Jadi apabila ini disampaikan secara denotatif sedangkan komunikan menangkap
secara konotatif maka komunikasi kita gagal.
4. Hambatan Psikologis
Hambatan psikologis dan sosial kadang-kadang mengganggu komunikasi, misalnya;
perbedaan nilai-nilai serta harapan yang berbeda antara pengirim dan penerima pesan .

2.12 Komunikasi Terapeutik pada Anak


2.12.1 Pengertian komunikasi terapeutik pada anak
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan secara sadar,bertujuan
dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik
pada anak adalah komunikasi yang dilakukan antara perawat dan klien (anak),
yang direncanakan secara sadar , bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk
kesembuhan anak.
Komunikasi dengan anak berdasarkan usia tumbuh kembang, antara lain :

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 30


1. Usia Bayi (0-1 tahun)
Komunikasi pada bayi yang umumnya dapat dilakukan adalah dengan
melalui gerakan-gerakan bayi, gerakan tersebut sebagai alat komunikasi yang
efektif, di samping itu komunikasi pada bayi dapat dilakukan secara non verbal.
Perkembangan komunikasi pada bayi dapat dimulai dengan kemampuan bayi
untuk melihat sesuatu yang menarik, ketika bayi digerakkan maka bayi akan
berespons untuk mengeluarkan suara-suara bayi. Perkembangan komunikasi pada
bayi tersebut dapat dimulai pada usia minggu ke delapan dimana bayi sudah
mampu untuk melihat objek atau cahaya, kemudian pada minggu kedua belas
sudah mulai melakukan tersenyum. Pada usia ke enam belas bayi sudah mulai
menolehkan kepala pada suara yang asing bagi dirinya. Pada pertengahan tahun
pertama bayi sudah mulai mengucapkan kata-kata awal seperti ba-ba, da-da, dan
lain-lain. Pada bulan ke sepuluh bayi sudah bereaksi terhadap panggilan terhadap
namanya, mampu melihat beberapa gambar yang terdapat dalam buku. Pada
akhir tahun pertama bayi sudah mampu mengucapkan kata-kata yang spesifik
antara dua atau tiga kata.
Selain melakukan komunikasi seperti di atas terdapat cara komunikasi
yang efektif pada bayi yakni dengan cara menggunakan komunikasi non verbal
dengan tehnik sentuhan seperti mengusap, menggendong, memangku, dan lain-
lain.
2. Usia Todler dan Pra Sekolah (1-2,5 tahun, 2,5-5 tahun)
           Perkembangan komunikasi pada usia ini dapat ditunjukkan dengan
perkembangan bahasa anak dengan kemampuan anak sudah mampu memahami
kurang lebih sepuluh kata, pada tahun ke dua sudah mampu 200-300 kata dan
masih terdengan kata-kata ulangan.
           Pada anak usia ini khususnya usia 3 tahun anak sudah mampu menguasai
sembilan ratus kata dan banyak kata-kata yang digunakan seperti mengapa, apa,
kapan dan sebagainya. Komunikasi pada usia tersebut sifatnya sangat egosentris,
rasa ingin tahunya sangat tinggi, inisiatifnya tinggi, kemampuan bahasanya mulai
meningkat, mudah merasa kecewa dan rasa bersalah karena tuntutan tinggi, setiap
komunikasi harus berpusat pada dirinya, takut terhadap ketidaktahuan dan perlu
diingat bahwa pada usia ini anak masih belum fasih dalam berbicara (Behrman,
1996).
           Pada usia ini cara berkomunikasi yang dapat dilakukan adalah dengan
memberi tahu apa yang terjadi pada dirinya, memberi kesempatan pada mereka

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 31


untuk menyentuh alat pemeriksaan yang akan digunakan, menggunakan nada
suara, bicara lambat, jika tidak dijawab harus diulang lebih jelas dengan
pengarahan yang sederhana, hindarkan sikap mendesak untuk dijawab seperti
kata-kata “jawab dong”, mengalihkan aktivitas saat komunikasi, memberikan
mainan saat komunikasi dengan maksud anak mudah diajak komunikasi dimana
kita dalam berkomunikasi dengan anak sebaiknya mengatur jarak, adanya
kesadaran diri dimana kita harus menghindari konfrontasi langsung, duduk yang
terlalu dekat dan berhadapan. Secara non verbal kita selalu memberi dorongan
penerimaan dan persetujuan jika diperlukan, jangan sentuh anak tanpa disetujui
dari anak, bersalaman dengan anak merupakan cara untuk menghilangkan
perasaan cemas, menggambar, menulis atau bercerita dalam menggali perasaan
dan fikiran anak si saat melakukan komunikasi.

3. Usia Sekolah (5-11 tahun)


Perkembangan komunikasi pada anak usia ini dapat dimulai dengan
kemampuan anak mencetak, menggambar, membuat huruf atau tulisan yang
besar dan apa yang dilaksanakan oleh anak mencerminkan pikiran anak dan
kemampuan anak membaca disini sudah muncul, pada usia ke delapan anak
sudah mampu membaca dan sudah mulai berfikir tentang kehidupan.
Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia sekolah ini adalah tetap
masih memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak yaitu menggunakan kata-
kata sederhana yang spesifik, menjelaskan sesuatu yang membuat ketidakjelasan
pada anak atau sesuatu yang tidak diketahui, pada usia ini keingintahuan pada
aspek fungsional dan prosedural dari objek tertentu sangat tinggi. Maka jelaskan
arti, fungsi dan prosedurnya, maksud dan tujuan dari sesuatu yang ditanyakn
secara jelas dan jangan menyakiti atau mengancam sebab ini akan membuat anak
tidak mampu berkomunikasi secara efektif.
4. Usia Remaja (11-18 tahun)
Perkembangan komunikasi pada usia remaja ini ditunjukkan dengan
kemampuan berdiskusi atau berdebat dan sudah mulai berpikir secara konseptual,
sudah mulai menunjukkan perasaan malu, pada anak usia sering kali merenung
kehidupan tentang masa depan yang direfleksikan dalam komunikasi. Pada usia
ini pola pikir sudah mulai menunjukkan ke arah yang lebih positif, terjadi
konseptualisasi mengingat masa ini adalah masa peralihan anak menjadi dewasa.

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 32


Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia ini adalah berdiskusi atau
curah pendapat pada teman sebaya, hindari beberapa pertanyaan yang dapat
menimbulkan rasa malu dan jaga kerahasiaan dalam komunikasi mengingat awal
terwujudnya kepercayaan anak dan merupakan masa transisi dalam bersikap
dewasa.

2.12.2    Tujuan Komunikasi Terapeutik pada Anak


Adapun tujuan yang diharapkan dalam melakukan komunikasi terapeutik
pada anak adalah :
1)        Membantu anak untuk memperjelas dan mengurangi beban
perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi
yang ada bila klien percaya pada hal- hal yang diperlukan.
2)        Mengurangi keraguan , membantu dalam hal mengambil tindakan yang
efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
3)        Mempengaruhi orang lain , lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

2.12.3  Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik pada Anak


Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik menurut Carl Rogers, seperti :
1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati,memahami
dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima percaya, dan
menghargai.
3. Perawat harus memahami dan menghayati nilai yang dianut oleh klien
4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan klien baik fisik maupun
mental.
5. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan klien bebas
berkembang tanpa rasa takut.
6.  Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan klien memiliki
motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap,tingkah lakunya sehingga
tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah - masalah yang
dihadapi.
7. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk
mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan,
maupun frustasi.

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 33


8. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan
konsistensinya.
9. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya
simpati bukan tindakan yang terapeutik.
10. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar hubungan komunikasi
terapeutik.
11. Mampu berperan sebagai role model.
12. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila di anggap mengganggu.
13.  Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara
manusiawi.
14. Berpegang pada etika.
15. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap diri
sendiri atas tindakan yang dilakukan dan tanggungjawab terhadap orang lain
.
2.13 Komunikasi terapeutik pada Lansia
2.13.1 Karakteristik Lansia
Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO)
mengelompokan usia lanjut menjadi empat macam meliputi:
a) Usia pertengahan (middle age) kelompok usia 45 sampai 59 tahun
b) Usia lanjut (elderly) kelompok usia antara 60 samapai 70 tahun
c) Usia lanjut usai (old) kelompok usia antara 75 sampai 90 tahun
d) Usia tua (veryold)kelompk usia di atas 90 tahun
Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan lansia
namun perubahan-perubahan akibat dari usai tersebut telah dapat di
identifikasi, misalnya perubahan pada aspek fisik berupa perubahan neurologi
dan sensorik, perubahan visual, perubahan pendengaran. Perubahan-
perubahan tersebut dapat menghambat proses penerimaan dan interprestasi
terhadap maksud komunikasi. Perubahan ini juga menyebabkan klien lansia
mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Belum lagi perubahan kognetif
yang berpengaruh pada tingkat intelegensi, kemampuan belajar, daya memori
dan motivasi klien.
Perubahan emosi yang sering terlihat adalah berupa reaksi penolakan terhadap
kondisi yang terjadi. Gejala-gejala penolakan tersebut misalnya:

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 34


a)   Tidak percaya terhadap diagnose, gejala, perkembangan serta keterangan
yang di berikan petugas kesehatan
b)   Mengubah keterangan yang di berikan sedemikian rupa, sehinga di terima
keliru
c)   Menolak membicarakan perawatanya di rumah sakit
d)   Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya secara umum khususnya
tindakan yang mengikut sertakan dirinya
e)    Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti posisi tidur,
terutama bila nasehat tersebut demi kenyamanan klien.

2.13.2 Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks Komunikasi


 2.4.1 Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian, yang
dialami, peruban fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa di capai
dan di kembangkan serta penyakit yang dapat di cegah progresifitasnya.
Pendekatan ini relative lebih mudah di laksanakan dan di carikan solusinya
karena riil dan mudah di observasi.
          2.4.2 Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya absrak dan mengarah pada perubahan
prilaku, maka umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk
melaksanakan pendekatan ini perawat berperan sebagai konselor, advokat,
supporter, interpreter terhadap sesuatu yang asing atau sebagai penampung
masalah-masalah yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi klien.
           2.4.3 Pendekatan social
Pendekatan ini di lakukan untuk meningkatkan keterampilan berinteraksi
dalam lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain, atau
mengadakan kegiatan-kegiatan kelompok merupakan implementasi dari
pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi dengan sesama klien maupun dengan
petugas kesehatan.
2.4.4 Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa membeikan kepuasan batin dalam hubunganya
dengan Tuhan atau agama yang dianutnya terutama ketika klien dalam keadaan
sakit.
2.5.5 Teknik Komunikasi Pada Lansia

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 35


Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain
pemahaman yang memadai tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan atau 
perawat juga harus mempunyai teknik-teknik khusus agar komunikasi yang di
lakukan dapat berlangsung secara lancar dan sesuai dengan tujuan yang
diinginkan.
Beberapa teknik komunikasi yang dapat di terapkan antara lain:
2.5.1 Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara
]dengan menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan
memperhatikan ketika pasangan bicara agar maksud komunikasi atau
pembicaraan dapat di mengerti. Asertif merupakan pelaksanaan dan etika
berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan untuk
menjaga hubungan yang terapeutik dengan klien lansia.
2.5.2 Responsif  
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien merupakana
bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui adanya
perubahan sikap atau kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya menanyakan
atau klarifikasi tentang perubahan tersebut misalnya dengan mengajukan
pertanyaan ‘apa yang sedang bapak/ibu fikirkan saat ini, ‘apa yang bisa bantu…? 
berespon berarti bersikap aktif tidak menunggu permintaan bantuan dari klien.
Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan menciptakan perasaan tenang bagi
klien.
2.5.3 Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi
komunikasi yang di inginkan. Ketika klien mengungkapkan pertanyaan
pertanyan di luar materi yang di inginkan, maka perawat hendaknya
mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu di perhatikan karena
umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal yang mungkin tidak relevan
untuk kepentingan petugas kesehatan.
2.5.4 Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun psikis secara
bertahap  menyebabkan emosi klien relative menjadi labil perubahan ini perlu di
dengan menjaga kesetabilan emosi klien lansia, mesalnya dengan mengiyakan ,
senyum dan mengagukan kepala ketika lansia mengungkapkan perasaannya
sebagai sikap hormat menghargai selama lansia berbicara. Sikap ini dapat

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 36


menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak menjadi beban
bagi keluarganya. Dengan demikaian di harapkan klien termotivasi untuk
menjadi dan berkarya sesuai dengan kemampuannya. Selama memberi dukungan
baik secara materiil maupun moril, petugas kesehatan jangan terkesan menggurui
atau mangajari klien karena ini dapat merendahan kepercayaan klien kepada
perawat atau petugas kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi
motivasi, meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan menggurui atau
mengajari misalnya: ‘saya yakin bapak/ibu lebih berpengalaman dari saya, untuk
itu bapak/ibu dapat melaksanakanya……. dan bila diperlukan kami dapat
membantu’.
2.5.5 Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses komunikasi
tidak berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan
ulang dan memberi penjelasan lebih dari satu kali perlu di lakukan oleh perawat
agar maksud pembicaraan kita dapat di terima dan di persepsikan sama oleh klien
‘bapak/ibu bisa menerima apa yang saya sampaikan tadi..? bisa minta tolong
bapak/ibu untuk menjelaskan kembali apa yang saya sampaikan tadi…?.
2.5.6 Sabar dan Ikhlas
Seperti diketahui sebelumnya klien lansia umumnya mengalami perubahan-
perubahan yang terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan perubahan ini bila
tidak di sikapai dengan sabar dan ikhlas dapat menimbulkan perasaan jengkel
bagi perawat sehingga komunikasi yang di lakukan tidak terapeutik, namun dapat
berakibat komunikasi berlangsung emosional dan menimbulkan kerusakan
hubungan antara klien dengan petugas kesehatan.

2.13.3 Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia


Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan
terganggu apabila ada sikap agresif dan sikan nonasertif.
2.6.1 Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya di tandai dengan prilaku-prilaku di
bawah ini:
a)     Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara)
b)     Meremehkan orang lain
c)     Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 37


d)     Menonjolkan diri sendiri
e)     Pempermalukan orang lain di depan umum, baik dalam perkataan maupun
tindakan.
2.6.2  Non asertif
Tanda tanda dari non asertif ini antara lain :
a)    Menarik diri bila di ajak berbicara
b)    Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
c)    Merasa tidak berdaya
d)    Tidak berani mengungkap keyakinaan
e)    Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
f)     Tampil diam (pasif)
g)     Mengikuti kehendak orang lain
h)    Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dengan
orang lain.
Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupkan hal yang wajar
seiring dengan menurunya fisik dan pskis klien namun sebagai tenaga kesehatan
yang professional perawat di tuntut mampu mengatasi hambatan tersebut untuk
itu perlu adanya teknik atau tips-tips tertentu yang perlu di perhatikan agar
komunikasi berjalan gengan efektif antara lain :
a) Selalu mulai komunikasi dengan mengecek pendengaran klien
b) Keraskan suara anda jika perlu
c) Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia agar dia dapat
melihat mulut anda.
d) Atur lingkungan sehinggga menjadi kondusif untuk komunikasi yang baik.
Kurangi gangguan visual dan auditory. Pastikan adanya pencahayaan yang
cukup.
e) Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat kelemahannya.
Jangan menganggap kemacetan komunikasi merupakan hasil bahwa klien tidak
kooperatif.
f) Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama dengan orang yang
tidak mengalami gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai partner yang
tugasnya memfasilitasi klien untuk mengungkapkan perasaan dan
pemahamannya.
g) Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya gunakan kalimat  pendek
dengan bahasa yang sederhana.

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 38


h) Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual.
i) Serasikan bahasa tubuh anda denagn pembicaraan anda, misalnya ketika
melaporkan hasil tes yang di inginkan, pesan yang menyatakan bahwa berita
tersebut adalah bagus seharusnya di buktikan dengan ekspresi, postur dan nada
suara anda yang menggembirakan (misalnya denagn senyum, ceria atau tertawa
secukupnya).
j) Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut.
k) Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab pertanyaan anda.
l) Biarkan ia membuat kesalahan jangan menegurnya secara langsung, tahan
keinginan anda menyelesaikan kalimat.
m) Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit mendengarkanya.
n) Arahkan ke suatu topic pada suatu saat.
o) Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat ruangan bersama anda. Orang
ini biasanya paling akrab dengan pola komunikasi klien dan dapat membantu
proses komunikasi.

2.13.4     Teknik Perawatan Lansia Pada Reaksi Penolakan


Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan seseorang untuk mengakui
secara sadar terhadap pikiran, keinginan, perasaan atau kebutuhan pada
kejadiaan-kejadian nyata atau sesuatu yang merupakan ancaman. Penolakan
merupakan reaksi ketidaksiapan lansia menerima perubahan yang terjadi pada
dirinya. Perawat dalam menjamin komunikasi perlu memahami kondisi ini
sehingga dapat menjalin komunikasi yang efektif, tidak menyinggung perasaan
lansia yang relatif sensitif.
Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi klien lansia
dengan reaksi penolakan, antara lain :
1)   Kenali segera reaksi penolakan klien
Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu.
Hal ini merupakan mekanisme penyesuaian diri sejauh tidak membahayakan
klien, orang lain serta lingkunganya.
2)   Orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan diri sendiri
Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses penerimaan klien
terhadap perawatan yang akan di lakukan serta upaya untuk memandirikan
klien.
3)   Libatkan keluarga atau pihak keluarga terdekat dengan tepat

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 39


Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas kesehatan
memperoleh sumber informasi atau data klien dan mengefektifkan rencana /
tindakan dapat terealisasi dengan baik dan tepat

2.13.5   Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia:


1.      Menunjukkan rasa hormat, seperti “bapak”, “ibu”, kecuali apabila
sebelumnya pasien telah meminta anda untuk memanggil panggilan
kesukaannya.
2.     Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien
3.     Pertahankan kontak mata dengan pasien
4.     Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah
kunci komunikasi efektif
5.     Beri kesempatan pasien untuk menyampaikan perasaannya
6.     Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus berteriak, menggunakan
bahasa dan kalimat yang sederhana.
7.     Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien
8.     Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien
9.     Menyederhanakan atau menuliskan instruksi
10.  Mengenal dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien
11.  Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri kenyamanan, dan beri
penerangan yang cukup saat berinteraksi.
12.   Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan. Lengan,
atau bahu.
13.   Jangan mengabaikan pasien saat berinteraksi.

2.14 Komunikasi Terapeutik Pada Pasien IGD


A. Konsep dasar keperawatan gawat darurat
1. Klien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat
dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila
tidak mendapat pertolongan secepatnya Mis:Sumbatan Jalan Napas atau
distress nafas,  Luka Tusuk dada/perut dengan shock dan sesak,  hipotensi /
shock.
2. Pasien Gawat Darurat

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 40


Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan
terancam nyawanya dan atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila
tidak mendapatkan pertolongan secepatnya. Bisanya di lambangkan dengan
label merah. Misalnya AMI (Acut Miocart Infac).
3. Pasien Gawat Tidak Darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan
darurat. Bisanya di lambangkan dengan label Biru. Misalnya pasien dengan
Ca stadium akhir.
4. Pasien Darurat Tidak Gawat
Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa
dan anggota badannya. Bisanya di lambangkan dengan label kuning.
Misalnya : pasien Vulnus Lateratum tanpa pendarahan.
5. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat
Pasien yang tidak mengalami kegawatan dan kedaruratan. Bisanya di
lambangkan dengan label hijau. Misalnya : pasien batuk, pilek.
6. Pasien Meninggal
Label hitam ( Pasien sudah meninggal, merupakan prioritas terakhir. Adapun
petugas triage di lakukan oleh dokter atau perawat senior yang
berpengalaman dan petugas triage juga bertanggung jawab dalam
operasi,pengawasan penerimaan pasien dan daerah ruang tunggu.
Selain dari penjelasan di atas di butuhkan pemahaman dampak atau psikologis
pada saat keadaan gawat darurat.
Aspek Psikologis Pada Situasi Gawat Darurat :
1. Cemas
Cemas sering dialami oleh hampir semua manusia.Perasaan tersebut
ditandai oleh rasa ketakutan yang difius, tidak menyenangkan, seringkali
disertai oleh gejala otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi,
gelisah, dan sebagainya. Kumpulan gejala tertentu yang ditemui selama
kecemasan cenderung bervaniasi, pada setiap orang tidak sama.
2. Histeris
Dalam penggunaan sehari-hari nya histeria menjelaskan ekses emosi
yang tidak terkendali. Orang yang "histeris" sering kehilangan kontrol diri
karena ketakutan yang luar biasa karena suatu kejadian atau suatu kondisi
3. Mudah marah
Hal ini terjadi apabila seseorang dalam kondisi gelisah dan tidak tahu apa
yang harus di perbuat
B. SPGDT (sistem penanggulangan gawat darurat terpadu)
SPGDT (sistem penanggulangan gawat darurat terpadu) adalah suatu
sistem pelayanan penderita gawat darurat yang terdiri dari unsur pelayanan pra
rumah sakit,pelayanan di rumah sakit dan pelayanan antar rumah sakit. Pelayanan
berpedoman pada respon cepat yang menekankan time saving is life saving. yang
melibatkan pelayanan oleh masyarakat awam umum, awam khusus, petugas
medis, pelayanan ambulan gawat darurat dan sistem komunikasi.
1. Fase pra rumah sakit
Fase pelayanan pra rumah sakit adalah pelayanan kepada penderita gawat
darurat yang melibatkat masyarakat atau orang awam dan petugas

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 41


kesehatan.  Pada umunya yang pertma yang menemukan pendrita gawat
darurat di tempat musibah adalah masyarakat ynag dikenl oleh orang
awam.Oleh karena bermanfaat bila orang awam diberi dan dilatih
pengetahuan dan keterampilan penanggulanganan gawat darurat.
Komunikasi ynag dilkukan pada fase pra rumah sakit yaitu dengan meyakin
warga bahwa seorang perawat, mengecek kesadaran korban dengan
menmanggil nama korban, menghubungi organisasi gawat darurat terdekat
untuk pertolongan lanjut ke rumah sakit.
Contoh : di jalan terjadi kecelakaan kemudian penderita gawat darurat
ditolong masyarakat yang telah mendapatkan pelatihan untuk gawat darurat,
warga tadi menolong penderita gawat darurat mengamankan korban di
tempat yang lebih aman, melakukan pertolongan di tempat kejadian seperti
menolong menghentikan pendarahan, kemudian melaporkan korban ke
organisasi pelayanan kegwatdaruratan terdekat, pengangkutan untuk
pertolongan lanjut dari tempat kejadian ke rumah sakit.
2. Fase pelayanan rumah sakit
Fase pelayanan rumah sakit adalah fase pelayanan yang melibatkan
tenagan kesehatn yang dilakukan di dalam rumh sakit seperti pertolonga di
unit gawat darurat. Komunikasi yang dilakukan pada tahap ini sama dengan
komunikasi terapeutik, tetapi dalam hal ini tindakan yang cepat dan tepat
lebih utama dilakuka kepada korban.
Contoh : ada korban kecelakaan yang menglami pendarahan masuk ke
UGD, perawat menayakan identitas klien kemudian melakukan pemasangan
infus untuk menganti cairan yang keluar, dengan menjelaskan tujuan
pemasangan infus dengan sigkat dan jelas.
3. Pelayanan antar rumah sakit ( rujukan )
Fase pelayanan antar rumah sakit ( rujukan ) adalah fase pelayanan yang
melibatkan petugas kesehatan dengan petugas kesehatan rumah sakit lain
atau rumah sakit satu dengan rumah sakit yang lain sebagai rujukan.
Tindakan ini dilakukan apabila korban membutuhkan penanganan lebih
lanjut tetapi rumah sakit yang pertama tidak bisa memberi pertolongan
sehinga dirujuk ke rumah sakit lain yang bisa menanggani korban tersebut. 
Contoh : korban kecelakaan parah di bawa ke salah satu rumah sakit
tetap dirumhsakit tersebut tidak terdapat peralatan yng harus digunakan
segera untuk pertolongan, kemudian rumahsakit tersebut menghubungi
rumah sakit lain yang lebih cepat menganani , setelah itu pasien di kirim ke
rumah sakit yang telah di hubungi tadi.
C. Tujuan komunikasi pada gawat darurat
Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan
menganjurkan kerjasama antar perawat dan klien melalui hubungan perawat
dan klien.Perawat berusaha mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan
mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam
perawatan (Purwanto, 1994).
Tujuan komunikasi terapeutik pada klien gawat darurat menciptakan
kepercayaan antara perawat dengan klien yang mengalami kondidi kritis atau

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 42


gawat darurat dalam melakakan tindakan, sehingga klien cepat tertolong dan
tidak terjadi hal yang fatal.
D. Tehknik komunikasi pada gawat darurat
1. Mendengarkan
Perawat harus berusaha untuk mendengarkan informasi yang
disampaikan oleh klien dengan penuh empati dan perhatian.Ini dapat
ditunjukkan dengan memandang kearah klien selama berbicara, menjaga
kontak pandang yang menunjukkan keingintahuan, dan menganggukkan
kepala pada saat berbicara tentang hal yang dirasakan penting atau
memerlukan ummpan balik. Teknik dimaksudkan untuk memberikan rasa
aman kepada klien dalam mengungkapkan  perasaan dan menjaga kestabilan
emosi klien.
2. Menunjukkan penerimaan
Menerima bukan berarti menyetujui, melainkan bersedia untuk
mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan sikap ragu atau penolakan.
Dalam hal ini sebaiknya perawat tidak menunjukkan ekspresi wajah yang
menunjukkan ketidaksetujuan atau penolakan.Selama klien berbicara
sebaiknya perawat tidak menyela atau membantah. Untuk menunjukkan
sikap penerimaan sebaiknya  perawat menganggukkan kepala dalam
merespon pembicaraan klien.
3. Mengulang Pernyataan Klien
Dengan mengulang pernyataan klien, perawat memberikan umpan balik
sehingga klien mengetahui bahwa pesannya mendapat respond an berharap
komunikasi dapat berlanjut. Mengulang pokok pikiran klien menunjukkan
indikasi bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien. 
4. Klarifikasi
Apabila terjadi kesalahpahaman, perawta perlu mengehentikan
pembicaraan untuk meminta penjelasan dengan menyamakan pengertian.Ini
berkaitan dengan pentingnya informasi dalam memberikan pelayanan
keperawatan. Klarifikasi diperlukan untuk memperoleh kejelasan dan
kesamaan ide, perasaan, dan persepsi.
5. Menyampaikan Hasil Pengamatan
Perawat perlu menyampaikan hasil pengamatan terhadap klien untuk
mengetahui bahwa pesan dapat tersampaikan dengan baik.Perawat
menjelaskan kesan yang didapat dari isyarat nonverbal yang dilakukan oleh
klien. Dengan demikian akan menjadikan klien berkomunikasi dengan lebih
baik dan terfokus  pada permasalahan yang sedang dibicarakan
E. Prinsip komunikasi gawat darurat
Ciptakan lingkungan terapeutik dengan menunjukan prilaku dan sikap :
1. Caring (sikap pengasuhan yang ditnjukan peduli dan selalu ingin
memberikan bantuan)
2. Acceptance (menerima pasien apa adanya)
3. Respect (hormatati keyakinan pasien apa adanya)
4. Empaty (merasakan perasaan pasien)
5. Trust (memberi kepercayaan)
6. Integrity (berpegang pd prinsip profesional yang kokoh)

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 43


7. Identifikasikan bantuan yang diperlukan
8. Terapkan teknik komunikasi: terfokus, bertanya,  dan validasi
9. Bahasa yang mudah dimengerti
10. Pastikan hubungan profesional dimengerti oleh pasien/keluarga
11. Motivasi dan hargai pendapat & respon klien
12. Hindari: menyalahkan, memojokkan, dan memberikan sebutan yang negatif.

2.15 Komunikasi terapeutik pada pasien ICU


A. Karakteristik Pasien yang Tidak Sadar
Pasien yang tidak sadar atau yang sering kita sebut dengan koma, dengan
gangguan kesadaran merupakan suatu proses kerusakan fungsi otak yang berat
dan dapat membahayakan kehidupan. Pada proses ini susunan saraf  pusat
terganggu fungsi utamanya mempertahankan kesadaran. Gangguan kesadaran
ini dapat disebabkan oleh beragam penyebab, yaitu baik primer intrakranial
ataupun ekstrakranial, yang mengakibatkan kerusakan struktural/metabolik di
tingkat korteks serebri, batang otak keduanya.
Pada pasien tidak sadar ini, pada dasarnya pasien tidak responsif, mereka
masih dapat menerima rangsangan.Pendengaran dianggap sebagai sensasi
terakhir yang hilang dengan ketidaksadaran dan yang menjadi pertama
berfungsi. Faktor ini akan menjadi pertimbangan mengapa perawat tetap harus
berkomunikasi pada klien tidak sadar sekali pun.
Ada karakteristik komunikasi yang berbeda pada klien tidak sadar ini, kita
tidak menemukan feed back (umpan balik), salah satu elemen komunikasi. Ini
dikarenakan klien tidak dapat merespon kembali apa yang telah kita
komunikasikan sebab pasien sendiri tidak sadar.
B. Berkomunikasi dengan Pasien Tidak Sadar
1. Fungsi komunikasi dengan pasien tidak sadar
Komunikasi dengan klien dalam proses keperawatan memiliki beberapa fungsi,
yaitu:
a) Mengendalikan prilaku
Pada klien yang tidak sadar, karakteristik pasien ini adalah tidak
memiliki respon dan klien tidak ada prilaku, jadi komunikasi dengan pasien
ini tidak berfungsi sebagai pengendali prilaku.Secara tepatnya pasien hanya
memiliki satu prilaku yaitu pasien hanya berbaring, imobilitas dan tidak
melakukan suatu gerakan yang berarti.Walaupun dengan berbaring ini pasien
tetap memiliki prilaku negatif yaitu tidak bisa mandiri.
b) Perkembangan Motivasi
Pasien tidak sadar terganggu pada fungsi utama mempertahankan
kesadaran, tetapi klien masih dapat merasakan rangsangan pada
pendengarannya.Perawat dapat menggunakan kesempatan ini untuk
berkomunikasi yang berfungsi untuk pengembangan motivasi pada klien.
Motivasi adalah pendorong pada setiap klien, kekuatan dari diri klien untuk
menjadi lebih maju dari keadaan yang sedang ia alami. Fungsi ini akan
terlihat pada akhir, karena kemajuan pasien tidak lepas dari motivasi kita

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 44


sebagai perawat, perawat yang selalu ada di dekatnya selama 24 jam.
Mengkomunikasikan motivasi tidak lain halnya dengan pasien yang sadar,
karena klien masih dapat mendengar apa yang dikatakan oleh perawat.
Pengungkapan Emosional
Pada pasien tidak sadar, pengungkapan emosional klien tidak ada,
sebaliknya perawat dapat melakukannya terhadap klien.Perawat dapat
berinteraksi dengan klien.Perawat dapat mengungkapan kegembiraan,
kepuasan terhadap peningkatan yang terjadi dan semua hal positif yang
dapat perawat katakan pada klien. Pada setiap fase kita dituntut untuk tidak
bersikap negatif terhadap klien, karena itu akan berpengaruh secara tidak
langsung/langsung terhadap klien. Sebaliknya perawat tidak akan
mendapatkan pengungkapan positif maupun negatif dari klien. Perawat juga
tidak boleh mengungkapkan kekecewaan atau kesan negatif terhadap klien.
Pasien ini berkarakteristik tidak sadar, perawat tidak dapat menyimpulkan
situasi yang sedang terjadi, apa yang dirasakan pada klien pada saat itu. Kita
dapat menyimpulkan apa yang dirasakan klien terhadap apa yang selama ini
kita komunikasikan pada klien bila klien telah sadar kembali dan mengingat
memori tentang apa yang telah kita lakukan terhadapnya.
a. Informasi
Fungsi ini sangat lekat dengan asuhan keperawatan pada proses
keperawatan yang akan kita lakukan. Setiap prosedur tindakan keperawatan
harus dikomunikasikan untuk menginformasikan pada klien karena itu
merupakan hak klien. Klien memiliki hak penuh untuk menerima dan
menolak terhadap tindakan yang akan kita berikan. Pada pasien tidak sadar
ini, kita dapat meminta persetujuan terhadap keluarga, dan selanjutnya pada
klien sendiri. Pasien berhak mengetahui apa saja yang akan perawat lakukan
pada klien. Perawat dapat memberitahu maksud tujuan dari tindakan
tersebut, dan apa yang akan terjadi jika kita tidak melakukan tindakan
tersebut kepadanya.
Hampir dari semua interaksi komunikasi dalam proses keperawatan
menjalankan satu atau lebih dari ke empat fungsi di atas. Dengan kata lain,
tujuan perawat berkomunikasi dengan klien yaitu untuk menjalankan fungsi
tersebut. Dengan pasien tidak sadar sekalipun, komunikasi penting
adanya.Walau, fungsi yang dijalankan hanya salah satu dari fungsi di atas.
Dibawah ini akan diuraikan fungsi-fungsi berkomunikasi dengan klien,
terhadap klien tidak sadar.
Untuk dipertegas, walau seorang pasien tidak sadar sekali pun, ia merupakan
seorang pasien yang memiliki hak-hak sebagai pasien yang harus tetap kita
penuhi.
Perawat itu adalah manusia pilihan Tuhan, yang telah terpilih untuk
membantu sesama, memiliki rasa bahwa kita sesama saudara yang harus saling
membantu. Perawat akan membantu siapapun walaupun ia seorang yang tidak
sadar sekalipun. Dengan tetap memperhatikan hak-haknya sebagai klien.
2. Dimensi Hubungan yang Membantu
Komunikasi yang dilakukan perawat bertujuan untuk membentuk
hubungan saling percaya, empati, perhatian, autonomi dan mutualitas.Pada

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 45


komunikasi dengan pasien tidak sadar kita tetap melakukan komunikasi
untuk meningkatkan dimensi ini sebagai hubungan membantu dalam
komunikasi terapeutik.
a. Rasa Percaya
Rasa percaya dapat didefenisikan sebagai kepercayaan bahwa orang lain
akan memberi bantuan ketika membutuhkan, selalu ada jika sedang
diperlukan. Hubungan yang mempercaya ini tidak dapat berkembang
kecuali jika klien percaya bahwa perawat ingin merawat demi kebaikan
klien sendiri.Komunikasi perawat dengan klien yang tidak sadar rasa
percaya dapat tumbuh pada klien jika perawat dapat menunjukan semua
tindakan ingin membantu klien serta dengan komunikasi yang baik
pula.Untuk meningkatkan rasa percaya klien, perawat harus bertindak
secara konsisten, dapat dipercaya dan kompeten.Kejujuran dalam
memberikan informasi kepada klien juga dapat membantu terjadinya rasa
percaya.
b. Empati
Empati telah diterima secara luas sebagai komponen klinis dalam
hubungan membantu.Rasa empati yaitu merasakan, memahami kondisi
klien pada saat itu.Rasa empati ini sangat membantu hubungan terapeutik
perawat dengan klien. Dari point ini perawat dapat menjadi pemotivasi
terhadap klien dengan adanya rasa empati, hubungan yang terjalin akan
menjadi lebih efektif.
c. Perhatian
Perhatian adalah memiliki penghargaan positif terhadap orang lain,
merupakan dasar untuk hubungan yang membantu. Perawat menunjukkan
perhatian dengan menerima klien sebagaimana mereka adanya dan
menghargai mereka sebagai individu. Perawat menghargai pasien yang
tidak sadar selayaknya pasien yang sadar, bahwa klien tetap mengetahui
apa yang perawat komunikasikan selayaknya ia sadar. Klien akan
merasakan bahwa perawat menunjukan perhatian dengan menerima klien
sebagaimana mereka adanya. Perhatian juga meningkatkan rasa percaya
dan mengurangi kecemasan. Penghilangan kecemasan dan stress akan
meningkatkan daya tahan tubuh dan membantu penyembuhan.
d. Autonomi
Autonomi adalah kemampuan mengontrol diri.Perawat dituntut untuk
tidak menyepelekan hal ini. Setiap manusia itu unik dan tiada yang sama.
Perawat harus berusaha mengontrol diri terhadap hal-hal yang sensitif
terhadap klien.Pada pasien yang tidak sadar, perawat harus berhati-hati
untuk berbicara hal yang negatif di dekat klien, karena hal itu sangat
berpengaruh terhadap klien.
e. Mutualitas
Mutualitas meliputi perasaan untuk berbagi dengan sesama. Perawat dan
klien bekerja sebagai tim yang ikut serta dalam perawatan. Perasaan
untuk merasakan bahwa kita saling membutuhkan dapat menumbuhkan
hubungan yang membantu dalam komunikasi terapeutik.Akan terjalin

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 46


rasa percaya pada klien terhadap perawat yang dapat membantu
penyembuhan klien.

C. Cara berkomunikasi dengan pasien tak sadar


Cara berkomunikasi dengan klien dalam proses keperawatan adalah
berkomunikasi terapeutik. Pada klien tidak sadar perawat juga menggunakan
komunikasi terapeutik.Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk
kesembuhan klien.Dalam berkomunikasi kita dapat menggunakan teknik-teknik
terapeutik, walaupun pada pasien tidak sadar ini kita tidak menggunakan
keseluruhan teknik.Teknik terapeutik, perawat tetap dapat terapkan. Adapun
teknik yang dapat terapkan, meliputi:
1. Menjelaskan
Dalam berkomunikasi perawat dapat menjelaskan apa yang akan perawat
lakukan terhadap klien. Penjelasan itu dapat berupa intervensi yang akan
dilakukan kepada klien. Dengan menjelaskan pesan secara spesifik,
kemungkinan untuk dipahami menjadi lebih besar oleh klien.
2. Memfokuskan
Memfokuskan berarti memusatkan informasi pada elemen atau konsep kunci
dari pesan yang dikirimkan. Perawat memfokuskan informasi yang akan
diberikan pada klien untuk menghilangkan ketidakjelasan dalam
komunikasi.
3. Memberikan Informasi
Fungsi berkomunikasi dengan klien salah satunya adalah memberikan
informasi.Dalam interaksi berkomunikasi dengan klien, perawat dapat
memberi informasi kepada klien. Informasi itu dapat berupa intervensi yang
akan dilakukan maupun kemajuan dari status kesehatannya, karena dengan
keterbukaan yang dilakukan oleh perawat dapat menumbuhkan kepercayaan
klien dan pendorongnya untuk menjadi lebih baik.
4. Mempertahankan ketenangan
Mempertahankan ketengan pada pasien tidak sadar, perawat dapat
menujukkan dengan kesabaran dalam merawat klien.Ketenagan yang
perawat berikan dapat membantu atau mendorong klien menjadi lebih
baik.Ketenagan perawat dapat ditunjukan kepada klien yang tidak sadar
dengan komunikasi non verbal.Komunikasi non verbal dapat berupa
sentuhan yang hangat. Sentuhan adalah transmisi pesan tanpa kata-kata,
merupakan salah satu cara yang terkuat bagi seseorang untuk mengirimkan
pasan kepada orang lain. Sentuhan adalah bagian yang penting dari
hubungan antara perawat dan klien.
Pada dasarnya komunikasi yang akan dilakukan pada pasien tidak sadar adalah
komunikasi satu arah. Komunikasi yang hanya dilakukan oleh salah seorang
sebagai pengirim dan diterima oleh penerima dengan adanya saluran untuk
komunikasi serta tanpa feed back pada penerima yang dikarenakan karakteristik
dari penerima sendiri, yaitu pada point ini pasien tidak sadar.

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 47


Untuk komunikasi yang efektif dengan kasus seperti ini, keefektifan komunikasi
lebih diutamakan kepada perawat sendiri, karena perawat lah yang melakukan
komunikasi satu arah tersebut.

D. Prinsip-Prinsip Berkomunikasi dengan Pasien yang tidak Sadar


Pada saat berkomunikasi dengan klien yang tidak sadar, hal-hal berikut
perlu diperhatikan, yaitu:
1. Berhati-hati melakukan pembicaraan verbal di dekat klien, karena ada
keyakinan bahwa organ pendengaran merupakan organ terkhir yang mengalami
penurunan penerimaan, rangsangan pada klien yang tidak sadar. Klien yang
tidak sadar seringkali dapat mendengar suara dari lingkungan walaupun klien
tidak mampu meresponnya sama sekali.
2. Ambil asumsi bahwa klien dapat mendengar pembicaraan perawat. Usahakan
mengucapkan kata dan menggunakan nada normal dan memperhatikan materi
ucapan yang perawat sampaikan dekat klien.
3. Ucapkan kata-kata sebelum menyentuh klien. Sentuhan diyakini dapat menjadi
salah satu bentuk komunikasi yang sangat efektif pada klien dengan penurunan
kesadaran.
4. Upayakan mempertahankan lingkungan setenang mungkin untuk membantu
klien fokus terhadap komunikasi yang perawat lakukan.

2.16 Komunikasi Terapeutik Mengatasi :


A. Tehnik Berkomunikasi Terapeutik Untuk Mengatasi Klien Marah-
marah,komplain dan rewel
Hal yang pertama anda lakukan adalah sebelum berangkat kerja pastikan
kondisi kesehatan anda benar-benar prima supaya dalam memberikan asuhan
kesehatan kepada pasien dapat dengan baik dan sempurna,kemudian buang
sejenak masalah anda dirumah baik itu masalh pribadi anda ,masalah
keluarga,atau masalah yang lainnya.hal ini dilakukan agar anda tetap
berkonsentrasi dan focus terhadap pekerjaan anda,sehingga meminimalisir
kesalahan yang bias membuat atau memancing kemarahan pasien dan keluarga
pasien.
Hal yang kedua yang perlu anda persiapkan untuk menghadapi tantangan
pelayanan dimasa kini adalah bekali diri anda dengan pengetahuan tentang segala
macam yang berkaitan tentang profesi anda dan tempat kerja anda,sehingga
ketika anda ditanya tentang sebuah masalah oleh pasien atau keluarga pasien
jawaban anda dapat memuaskan mereka.
Hal ketiga adalah bersikaplah dengan ramah,sopan,dan senyum setiap
anda berhubungan dengan pasien atau keluarga pasien sehingga pasien dan
keluarga akan senang meihat kita.ketika mereka sudah suka kepada kita maka
seterusnya sudah dipastikan akan tetap respect dan saying kepada kita.
Hal keempat yang perlu anda lakukan adalah jangan panik dan gugup
ketika anda ditanya oleh keluarga atau pasien tentang masalah atau pertanyaan
yang tidak anda kuasai sebelumnya.jangan berikan yang kesannya mengarang

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 48


sebab sekarang pasien dan keluarga pasien sudah pandai mencari informasi
melalu media internet dan sebagainya.saran saya ungkapkan saja
sejujurny.misalnya: perawat ditanya tentang masalah pasien tetapi tidak bias
menjawab dengan ini “oh iya bu/bapak,untuk pertanyaan itumohon maaf bukan
wewenang saya untuk menjawabnya,mungkin dokter ,kepala ruangan atau PP
kami bisa menjawabnya,nanti akan kami sampaikan tentang pertanyaan dan
masalah ibu tersebut” atau sebagai contoh lagi ketika anda ditanya tentang isi
sebuah obat serta indikasi dan kontraindikasi yang sebelumnya anda tidak
mengetahuinya,anda bisa menjawab dengan jawaban seperti ini”baik,bapak/ibu
mohon maaf obat itu masih baru juga bagi kami,sehingga kami juga perlu
mencari referansinya,sebentar ibu sabar dulu ya..kami coba Tanya pada bagian
farmasi atau kami akan coba searching sebentar mengenai isi dan efek obat
itu,ibu/bapak sabar sebentar ya….
Hal yang terakhir adalah cobalah bersikap respon secepatnya ketika
pasien atau keluarga pasien membutuhkan kita.jika anda menjumpai keluarga
yang benar-benar sudah kelewatan maka segeralah panggil bantuan satpam atau
supervisi yang sedang berdinas pada saat itu untuk membantu mengamankan
anda dan pasien anda.tetap jaga diri anda untuk tidak ikut emosi,sabar,dan
tetaplah berlaku baik pada pasien atau keluarga pasien tersebut.ketika suasana
tenang dan sunyi,sekali-kali ajaklah pasien dan keluarga pasien untuk
bercanda,namun jangan berlebihan.
Itulah sedikit cara menghadapi pasien dan keluarga pasien yang
cerewet,marah,dan rewel.intinya berilah kesan awal yang baik,ramah,dan rajin
oleh pasien dan keluarga pasien anda.pokoknya apabila anda sudah dikenal
baik,ramah,dan rajin. maka seterusnya kesan itu akan tetap berkesan bagi
mereka.bahkan nama anda akan selalu dicari-cari oleh mereka semoga ini bisa
menjadi motivasi bagi anda para tenaga kesehatan sehingga akan terjalin
hubungan yang harmonis antara anda dan pasien serta keluarga pasien
anda.tetaplah baik,sopan,sabar dalam menghadapi pseian anda.

2.17 Aplikasi Komunikasi Terapeutik Pada Klien, Keluarga, Kelompok Maupun


Tenaga kesehatan
A. Komunikasi dalam kelompok     
Kozier.,et all (2010) menyampaikan bahwa kelompok adalah dua atau
lebih individu yang berbagi kebutuhan dan tujuan berama, melibatkan satu
sama lain ke dalam tindakan yang mereka lakukan, dan akhirnya bersatu
padu serta memisahkan diri dari pihak lain demi kebaikan interaksi yang
mereka lakukan. Kelompok hadir untuk membantu manusia mencapai tujuan
yang tidak dapat dicapai dengan kemampuan individu.
1. Dinamika kelompok
Komunikasi yang berlangsung antar anggota kelompok dikenal dengan
dinamika kelompok. Tata cara komunikasi ini akan ditentukan oleh sejumlah

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 49


variabel dan faktor yang saling terkait. Setiap anggota kelompok akan
memberikan pengaruh pada dinamika kelompok, didasarkan pada motivasi
mereka dalam berpartisipasi, kesamaan mereka dengan anggota kelompok
yang lain, kedewasaan anggota kelompok dalam mengespresikan perasaan
mereka dan tujuan kelompok tersebut.
2. Tipe kelompok layanan kesehatan
Sebagian besar kehidupan perawat dihabiskan dibanyak ragam kelompok,
dari dua hingga organisasi profesional yang besar.Sebagai partisipan
kelompok, perawat mungkin diharuskan menjalani peran yang berbeda baik
menjadi anggota atau pemimpin, pemberi saran atau penerima saran sesuai
dengan kapasitasnya.Tipe kelompok layanan kesehatan yang umum meliputi
kelompok kerja, kelompok penyuluhan, kelompok swabantu, kelompok
terapi, dan kelompok pendukung sosial terkait kerja. Kerja profesional dalam
kelompok bergantung pada gaya kepemimpinan, tanggung jawab anggota,
tanggung jawab kepemimpinan, dan identifikasi tugas dalam fase grup
berbeda.

TABEL 1.1 Perbandingan kelompok yang efektif dan tidak efektif.(Kozier,.et all.,2010).
Faktor Kelompok efektif Kelompok tidak efektif
Suasana Nyaman dan rileks, Tegang, kurangnya privasi dan
suasana kerja komitmen sukarela terhadap
tempat orang kelompok.
Tujuan mendemonstrasikan
peran serta mereka Tujuan tidak jelas, disalah
mengerti dan dipaksakan
Tujuan, tugas, dan
hasil lebih mudah
Kepemimpina dipahami, Otoriter : pemimpin mendominasi
n dan dimengerti, dan kelompok atau anggota terlalu
partisipasi dimodifikasi agar tunduk. Partisipasi anggota tidak
anggota anggota kelompok seimbang, didominasi oleh
dapat berkomitmen beberapa orang
terhadap tujuan Tertutup: hanya upaya untuk
Komunikasi melalui kerjasama. menhasilkan ide yang
Kepemimpinan mendapatkan dukungan. Perasaan
demokratis. diabaikan. Anggota dapat
Pergantian memiliki tujuan yang
Pengambilan kepemimpinan bertolakbelakang dengan tujuan
keputusan          dilakukan kelompok
       berdasarkan Dilakukan oleh otoritas tertinggi
pengetahuan dan dalam kelompok dengan
pengalaman yang keterlibatan yang minimal dari
Kohesi dimiliki. anggota kelompok yang lain.
Pemimpin mengklaim berjasa
Terbuka, ide-ide dalam pencapaian, komentar
Pemecahan dan pemikiran bersifat kritis da berfokus pada

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 50


masalah pendapat dukungan karakteristik personal.
Rendah: kritik tidak membangun,
muncul dalam bentuk serangn
Kreativitas pribadi yang terang terangan atau
Dilakukan oleh tersembunyi.
kelompok
meskipun berbagai Tidak memperoleh dukungan
prosedur
berdasarkan situasi
yang ada.

Difasilitasi melalui
penghargaan
terhadap anggota
kelompok yang
lain, ekspresi
perasaan yang
terbuka, percaya
dan dukungan
Tinggi: kritik yang
mebangun sering
dilontarkan. Jujur,
relatif nyaman, dan
diorientasikan
untuk pemecahan
masalah.

Mendapatkan
dukungan

B. Komunikasi dengan Tim kesehatan lain


Perawat menjalankan peran yang membutuhkan interaksi dengan
berbagai anggota tim pelayanan kesehatan. Unsur yang membentuk hubungan
perawat klien juga dapat diterapkan dalam hubungan sejawat, yang berfokus pada
pembentukan lingkungan kerja yang sehat dan mencapai tujuan tatanan klinis.
Komunikasi ini berfokus pada pembentukan tim, fasilitasi proses kelompok,
kolaborasi, konsultasi, delegasi, supervisi, kepemimpinan, dan manajemen.
Dibutuhkan banyak keterampilan komunikasi, termasuk berbicara dalam
presentasi, persuasi, pemecahan masalah kelompok, pemberian tinjauan
performa, dan penulisan laporan. Didalam lingkungan kerja, perawat dan tim
kesehatan membutuhkan interaksi sosial dan terapeutik untuk membangun
kepercayaan dan meperkuat hubungan. Semua orang memilki kebutuhan
interpribadi akan penerimaan, keterlibatan, identitas, privasi, kekuatan dan
kontrol, serta perhatian. Perawat membutuhkan persahabatan, dukungan,
bimbingan, dan dorongan dari pihak lain untuk mengatasi tekanan akibat stress

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 51


pekerjaan dan harus dapat menerapkan komunikasi yang baik dengan klien,
sejawat dan rekan kerja. (Potter & Perry, 2009).
Agar efektif sebagai profesional keperawatan, itu tidak cukup untuk
sangat berkomitmen untuk klien. Pada akhirnya, iklim perusahaan tempat kerja
akan memiliki efek pada hubungan yang terjadi antara perawat dan klien pribadi.
Kegagalan dalam komunikasi antara penyedia layanan kesehatan adalah salah
satu faktor yang paling umum. Komitmen untuk kolaborasi dalam hubungan
kerja dengan para profesional lain membantu mempertahankan kualitas tinggi
dari perawatan klien. Keberhasilan kelompok bergantung pada hubungan baik
diantara  tim, terutama pemimpin tim dengan anggota tim yang lain.  Untuk
mendorong terjadinya komunikasi, pemimpin tim harus selalu mengamati prinsip
komunikasi menurut WHO, 1999 :
1. Seluruh anggota tim harus bebas mengemukakan dan menjelaskan pandangan
mereka dan harus didorong untuk bertindak seperti itu.
2. Sebuah pesan atau komunikasi, baik lisan maupun tertulis harus dinyatakan
dengan jelas dan dalam bahasa atau ungkapan yang dapat dimengerti
3. Komunikasi mempunyai 2 unsur yaitu mengirim dan menerima, bila pesan
yang dikirim tidak diterima komunikasi tidak berjalan. Dengan demikian
pemimpin tim harus selalu meggunakan suatu cara untuk memeriksa apakah
efek yang diharapkan terjadi.
4. Perselisihan atau pertentangan adalah normal dalam hubungan antar manusia,
hal ini sudah diatur sedemikian sehingga dapat mencapai hasil yang
konstruktif.
Pengaturan ruangan untuk membantu komunikasi cobalah dengan mengatur
ruangan, kantor kelas dan ruangan kelompok, pendidikan lainnya sehingga
komunikasi dapat berjalan dengan efektif.  Diagram dibawah menunjukkan
pengaturan komunikasi dengan 1 pemimpin dan 4 anggota. (WHO, 1999).
Selalu ingat bahwa :
1. Dalam satu kelompok yang terdiri dari tidak lebih enam atau tujuh orang,
semua orang dapat ikut serta dalam diskusi. Dengan demikian, sebuah
kelompok besar lebih baik dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil.
2. Meja dapat dihalangi komunikasi karena permukaan atau bentuknya, atau
cara benda tersebut ditempatkan. Bila tidak diperlukan maka disingkirkan.
Hindarkan meja berbentuk huruf U
Pengaturan tempat duduk harus mencerminkan tujuan atau maksud pertemuan
atau kelompok.Gunakan pengaturan tersebut untuk mempermudah komunikasi,
bila hal ini penting untuk maksud dan tujuan tersebut.Sesuaikan pengaturan
tempat duduk ini dengan tujuan, bukan tujuan menyesuaikan dengan pengaturan
tempat duduk.

C. Komunikasi Terapeutik Dengan Keluarga


1. Aneka Komunikasi dalam Keluarga :
a. Komunikasi verbal
Komunikasi verbal adalah suatu kegiatan komunikasi antara individu
atau kelompok yang mempergunakan bahasa sebagai alat perhubungan
efektif tidaknya suatu kegiatan komunikasi bergantung dari ketepatan

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 52


kata-kata atau kalimat dalam mengungkapkan sesuatu.Komunikasi non
verbal. Komunikasi yang berlangsung dalam keluarga tidak hanya
dalam bentuk verbal, tetapi juga dalam bentuk nonverbal.Walaupun
begitu, komunikasi nonverbal suatu ketika bisa berfungsi sebagai
penguat komunikasi verbal.
b. Komunikasi Individual
Komunikasi individual atau komunikasi interpersonal adalah
komunikasi yang sering terjadi dalam keluarga.Komunikasi yang terjadi
berlangsung dalam sebuah interaksi antarpribadi, antara suami dan istri,
antara ayah dan anak, antara ibu dan anak, antar anak dan anak.
c. Komunikasi kelompok
Hubungan akrab antara orang tua dan anak sangat penting untuk dibina
dalam keluarga keakraban hubungan itu dapat dilihat dari frekuensi
pertemuan antara orang tua dan anak dalam suatu waktu dan
kesempatan.

2. Tahap – Tahap Perkembangan Komunikasi Keluarga


a. Keluarga dengan anak – anak prasekolah
Pada tahap ini dari lahir hingga usia 6 tahun, anak – anak ada pada
tahun puncak untuk mempelajari bahasa. Kemampuan berbahasa
terutama diperoleh dari keluarga khususnya dari interaksi antara anak
dan pengasuh utama, ibunya.
b. Keluarga dengan anak – anak usia sekolah
Anak – anak semakin mengalami kebebasan sejalan dengan
pertambahan usia. Mereka memperoleh pengaruh tidak hanya lewat
komunikasi keluarga yang masih merupakan kekuatan dominan, tapi
juga lewat komunikasi dengan pihak – pihak di luar keluarga.
c. Keluarga dengan anak – anak remaja
Tahap ini cenderung ditandai dengan bertambahnya konflik sehubungan
dengan bertambahya kebebasan anak – anak. Masalah – masalah
otonomi dan kontrol menjadi sangat tajam pada tahun –tahun ini. Anak
– anak remaja mulai mengalihkan komunikasi dari komunikasi keluarga
kepada komunikasi dengan teman- teman sebaya .
3. Faktor –faktor yang mempengaruhi Komunikasi Keluarga
Berkomunikasi itu tidak mudah. Terkadang seseorang dapat
berkomunikasi dengan baik kepada orang lain. Dalam keluarga, ketika
dua orang berkomunikasi, sebetulnya mereka berada dalam perbedaan
untuk mencapai kesamaan pengertian dengan cara mengungkapkan
dunia sendiri yang khas, mengungkapkan dirinya yang tidak sama
dengan siapapun. Sekalipun yang berkomunikasi ibu adalah antara
suami dan istri antara ayah dan anak antara ibu dan anak, dan antara
anak dan anak, hanya sebagian kecil mereka itu sama-sama tahu, sama-
sama mengalami, sama pendapat, dan sama pandangan.
Ada sejumlah faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi dan
keluarga, seperti yang akan diuraikan berikut ini :
a. Citra diri dan citra orang lain

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 53


b. Suasana Psikologis
c. Lingkungan Fisik
d. Kepemimpinan
e. Bahasa
f. Perbedaan Usia

D. Komunikasi Terapeutik dengan Klien


Hubungan perawat – pasien.
Ada tiga jenis komunikasi yaitu komunikasi verbal, tertulis, dan non-verbal yang
dimanifestasikan secara terapeutik.
1. Komunikasi verbal
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan
keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal
terutama pembicaraan dengan tatap muka.Komunikasi verbal biasanya
lebih akurat dan tepat waktu.
Komunikasi verbal yang efektif harus :
a. Jelas dan ringkas.
b. Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung.
c. Perbendaharaan kata
Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan
kedokteran, dan jika ini digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi
bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk.Ucapkan pesan dengan
istilah yang dimengerti klien.
d. Arti denotatif dan konotatif
e. Selaan dan kesempatan bicara
f. Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan
komunikasi verbal.
g. Waktu dan relevansi
h. Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak
tepat dapat menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena
itu, perawat harus peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi.
i. Humor
j. Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi
ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan
meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan
emosional terhadap klien.
2. Komunikasi non-verbal
Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan
kata - kata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk
menyampaikan pesan kepada orang lain.
Komunikasi non-verbal teramati pada :
a. Metakomunikasi.
b. Penampilan Personal.
c. Intonasi (Nada Suara).
d. Ekspresi wajah.
e. Sikap tubuh dan langkah.

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 54


f. Sentuhan
Empat fase hubungan perawat pasien yang berkaitan dengan tanggungjawab
dan tugas perawat kesehatan terhadap pasien adalah :
a. Orientasi ( orientation ), pada fase ini seorang perawat harus mampu
menangkap bahwa pasien ingin mencari kesembuhan penyakitnya
dan dia mempercayakan dirinya dirawat oleh perawat.
Dengan pengenalan.
b. Indetifikasi ( identification ),  interaksi perawat – pasien hendaknya
berbasis pada kepercayaan, penerimaan, pengertian, relasi yang
saling membantu.
c. Eksploitasi ( exploitation ), interrrelasi perawat – pasien, akan
menumbuhkan pengertian pasien terhadap proses system asuhan,
sehingga pasien mempunyai keterlibatan aktif yang muncul dari
dirinya karena ingin cepat sembuh dari sakitnya.
d. Resolusi ( resolution ). Harapan, kebutuhan pasien dapat diketahui
melalui hubungan kesetaraan perawat – pasien dengan menggunakan
komunikasi efektif. Harapan, kebutuhan pasien  merupakan data
yang menjadi arah tindakan apa yang perlu dilakukan terhadap
pasiennya Phase yang keempat ini sering kali disebut dengan
phase terminasi.Dalam melakukan proses komunikasi interpersonal
dipengaruhi oleh beberapa hal terhadap isi pesan dan sikap
penyampaian pesan antara lain:
1) Perkembangan.
2) Persepsi.
3) Latar belakang budaya.
4) Emosi.
5) Pengetahuan.
6) Peran.
7) Tatanan interaksi.
Faktor yang mempengaruhi hubungan perawat-pasien yang berkualitas :
1) Kehangatan dan ketulusan
2) Pemahaman yang empatik
3) Sifat konkrit
4) Kesegeraan
5) Konfrontasi

BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan.
Kehadiran fisik, menurut Evans mengidentifikasi 4 sikap dan cara untuk
menghadirkan diri secara fisik, yaitu : 
Berhadapan
Mempertahankan kontak mata

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 55


Membungkuk ke arah klien
Tetap rileks
Dimensi respon terdiri dari respon perawat yang ikhlas,
menghargai, simpati dan konkrit. Dimensi respon sangat penting pada awal
hubungan klien untuk membina hubungan saling percaya dan komunikasi
terbuka.
Respon ini terus dipertahankan sampai pada akhir hubungan.
Dimensi tindakan terdiri dari konfrontasi, kesegeraan, keterbukaan,
emosional katarsis, dan bermain peran (Stuart da Sundeen, 1987 : 131).
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-
kata, entah lisan maupun tulisan. Komunikasi ini paling banyak dipakai
dalam hubungan antar manusia. Melalui kata-kata, mereka
mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran, gagasan, atau maksud
mereka, menyampaikan fakta, data, dan informasi serta menjelaskannya,
saling bertukar perasaan dan pemikiran, saling berdebat, dan bertengkar.
Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa
menggunakan katakata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk
menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan
verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai dari saat pengkajian
sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non-verbal menambah
arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan
menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.
Active listening menjadi pendengar yang baik merupakan
keterampilan dasar dalam melakukan hubungan perawat-klien. Ellis Gates,
and Konworthy menjelaskan bahwa mendengarkan orang lain dengan
penuh perhatian akan menunjukkan pada orang tersebut bahwa apa yang
dikatakannya merupakanhal yang penting dan dia adalah orang yang
berarti.
3.2 Saran
Kesadaran diri perawat merupaka dasar utama dalam membina hubungan
terapeutik dengan klien. Sikap fisik dan psikologis yang diuraikan melalui
nonverbal, dimensi respon dan dimensi tindakan perlu dipelajari dan dipakai
dalam prkatek keperawatan. Kepuasan klien akan asuhan keperawatan banyak
dipengaruhi oleh sikap perawat dalam berkomunikasi. Untuk kerena itu sebagai

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 56


mahasiswa keperawatan dan tenaga medis kita harus memahami teori tentang
penggunaan diri secara efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Hamid, A.Y.S (1996). Komunikasi Terapeutik. Jakarta: tidak dipublikasikan


Purwanto, Hery. 1994. Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta: EGC
Suryani.(2005). Komunikasi Terapeutik; Teori dan Praktik. Jakarta: EGC
http://catatancalonperawat.blogspot.com/2011/02/sikap-perawat-dalam-komunikasi.html

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 57


(Diakses tanggal 18 Mei 2014).
http://nishapramawaty.wordpress.com/category/komunikasi/ (Diakses tanggal 18 Mei
2014).
http://perawatpskiatri.blogspot.com/2009/03/komunikasi-terapeutik.html
Hidayat, A. Aziz Alimul.(2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Salemba Medika
Potter-Perry. (2005). Fundamental Keperawatan: konsep, proses, dan praktik. EGC

Konsep Komunikasi Terapeutik Hal 58

Anda mungkin juga menyukai