Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagaimana diketahui, manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang selalu
membutuhkan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu tidak dapat
dihindari bahwa manusia harus selalu berhubungan dengan manusia lainnya.
Hubungan manusia dengan manusia lainnya, atau hubungan manusia dengan
kelompok, atau hubungan kelompok dengan kelompok inilah yang disebut sebagai
interàksi sosial. Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan
yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Komunikasi dan
masyarakat adalah dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya.
Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa
masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi.
(Riswandi, 2009)

Komunikasi kesehatan menjadi semakin populer dalam upaya promosi kesehatan


selama 20 tahun terakhir. Contoh, komunikasi kesehatan memegang peranan utama
dalam pemenuhan 219 dari 300 tujuan khusus. Apabila digunakan secara tepat
komunikasi kesehatan dapat mempengaruhi sikap, persepsi, kesadaran, pengetahuan,
dan norma sosial, yang kesemuanya berperan sebagai prekursor pada perubahan
perilaku. Komunikasi kesehatan sangat efektif dalam mempengaruhi perilaku karena
didasarkan pada psikologi sosial, pendidikan kesehatan, komunikasi massa, dan
pemasaran untuk mengembangkan dan menyampaikan promosi kesehatan dan pesan
pencegahan. (Riswandi, 2009) Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, bertujuan dan dipusatkan untuk kesembuhan pasien.

Komunikasi terapeutik mengarah pada bentuk komunikasi interpersonal. Suatu bentuk


pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual yang
didasarkan pada pencapaian kebutuhan dasar manusia. (Suparyanto, 2010) Dalam hal
ini asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien bersifat komprehensif,
ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat, baik dalam kondisi sehat dan sakit
yang mencakup seluruh kehidupan manusia. Sedangkan asuhan yang diberikan berupa

1
bantuan-bantuan kepada pasien karena adanya kelemahan fisik dan mental,
keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemampuan dan kemauan dalam
melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri. (Mungin, 2008).

B. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan yang dimaksud komunikasi.
2. Menjelaskan yang dimaksud komunikasi terapeutik.
3. Menjelaskan yang di maksud dengan kondisi penyakit terminal.
4. Menjelaskan tujuan keperawatan dan masalah yang berkaitan dengan pasien
kondisi terminal
5. Mengetahui perawatan pada pasien dengan penyakit terminal.
6. Mengetahui peran perawat dalam melakukan komunikasi terapeutik pada pasien
terminal.
7. Menjelaskan teknik-teknik komunikasi pada pasien dengan penyakit terminal.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Komunikasi
Istilah ‘komunikasi’ (communication) berasal dari Bahasa Latin ‘communicatus’ yang
artinya berbagi atau menjadi milik bersama. Dengan demikian komunikasi menunjuk
pada suatu upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Secara
harfiah, komunikasi berasal dari Bahasa Latin: “Communis” yang berarti keadaan
yang biasa, membagi. Dengan kata lain, komunikasi adalah suatu proses di dalam
upaya membangun saling pengertian. Jadi kominukasi dapat diartikan suatu proses
pertukaran informasi di antara individu melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda
atau tingkah laku.

Proses komunikasi merupakan aktivitas yang mendasar bagi manusia sebagai


makhluk sosial. Setiap proses komunikasi diawali dengan adanya stimulus yang
masuk pada diri individu yang ditangkap melalui panca indera. Stimulus diolah di
otak dengan pengetahuan, pengalaman, selera, dan iman yang dimiliki individu.
(Riswandi, 2009).

Sosiologi menjelaskan komunikasi sebagai sebuah proses memaknai yang dilakukan


oleh seseorang terhadap informasi, sikap, dan perilaku orang lain yang berbentuk
pengetahuan, pembicaraan, gerak-gerik, atau sikap, perilaku dan perasaan-perasaan,
sehingga seseorang membuat reaksi-reaksi terhadap informasi, sikap dan perilaku
tersebut berdasarkan pada pengalaman yang pernah dialami. (Wiryanto, 2004).

Komunikasi merupakan suatu proses karena melalui komunikasi seseorang


menyampaikan dan mendapatkan respon. Komunikasi dalam hal ini mempunyai dua
tujuan, yaitu : mempengaruhi orang lain dan untuk mendapatkan informasi. Akan
tetapi, komunikasi dapat digambarkan sebagai komunikasi yang memiliki kegunaan
atau berguna (berbagi informasi, pemikiran, perasaan) dan komunikasi yang tidak
memiliki kegunaan atau tidak berguna (menghambat/ blok penyampaian informasi
atau perasaan). (Mungin, 2008)

3
Keterampilan berkomunikasi merupakan keterampilan yang dimiliki oleh seseorang
untuk membangun suatu hubungan, baik itu hubungan yang kompleks maupun
hubungan yang sederhana melalui sapaan atau hanya sekedar senyuman. Pesan verbal
dan non verbal yang dimiliki oleh seseorang menggambarkan secara utuh dirinya,
perasaannya dan apa yang ia sukai dan tidak sukai. Melalui komunikasi seorang
individu dapat bertahan hidup, membangun hubungan dan merasakan kebahagiaan.
(Pendi, 2009)

B. Komunikasi Terapeutik
1. Pengertian Komunikasi Terapeutik
Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik, dalam hal
ini komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan
intervensi keperawatan harus mampu memberikan khasiat therapi bagi proses
penyembuhan pasien.Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama
antara perawat-pasien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah pasien.
Maksud komunikasi adalah untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Oleh
karenanya seorang perawat harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
aplikatif komunikasi terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat
dipenuhi. Di dalam komunikasi terapeutik ini harus ada unsur kepercayaan.
(Pendi, 2009)

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar dan


bertujuan dan kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan merupakan
komunikasi professional mengarah pada tujuan untuk penyembuhan pasien.
(Suryani, 2005)

Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak


saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar
dan komunikasi interpersonal adalah adanya saling membutuhan antara perawat
dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara
perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan. (Purwanto,
2011).

4
Komunikasi Terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. (Suparyanto,
2010) Jadi, komunikasi terapeutik merupakan suatu bentuk komunikasi yang di
rencanakan dan dilakukan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan pasien.

2. Tujuan Komunikasi Terapeutik


Tujuan komunikasi terapeutik adalah dengan memiliki ketrampilan berkomunikasi
terapeutik, perawat akan lebih mudah menjalin hubungan saling percaya dengan
pasien, sehingga akan lebih efektif dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan
yang telah diterapkan, memberikan kepuasan professional dalam pelayanan
keperawatan dan akan meningkatkan profesi.

Komunikasi terapeutik dalam arti luas bertujuan untuk mengembangkan pribadi


pasien kearah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan
pasien. Adapun tujuan komunikaasi terapeutik menurut Stuart & Sundeen (2009)
meliputi :
a. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan diri. Melalui
komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri pasien. Pasien
yang menderita penyakit kronis ataupun terminal umumnya mengalami
perubahan dalam dirinya, ia tidak mampu menerima keberadaan dirinya,
mengalami gangguan gambaran diri, penurunan harga diri, merasa tidak
berarti dan pada akhirnya merasa putus asa dan depresi.
b. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan
saling bergantung dengan orang lain. Melalui komunikasi terapeutik, pasien
belajar bagaimana menerima dan diterima orang lain. Dengan komunikasi
yang terbuka, jujur dan menerima pasien apa adanya, perawat akan dapat
meningkatkan kemampuan pasien dalam membina hubungan saling percaya.
c. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta
mencapai tujuan yang realistis. Terkadang pasien menetapkan ideal diri atau
tujuan terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya. Individu yang merasa
dirinya mendekati ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi sedangkan
individu yang merasa hidupnya jauh dari ideal dirinya akan merasa rendah
diri.

5
d. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri. Pasien yang
mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa
percaya diri dan mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi terapeutik
diharapkan perawat dapat membantu klien meningkatkan integritas dirinya
dan identitas diri yang jelas.
e. Komunikasi terapeutik memberikan pelayanan prima (survey excellence atau
tanpa cacat), sehingga dicapai kesembuhan dan kepuasan pasien.

3. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik


Komunikasi terapeutik meningkatkan pemahaman dan membantu terbentuknya
hubungan yang konstruktif diantara perawat-pasien. Tidak seperti komunikasi
sosial, komunikasi terapeutik mempunyai tujuan untuk membantu pasien
mencapai suatu tujuan dalam asuhan keperawatan. Oleh karenanya sangat penting
bagi perawat untuk memahami prinsip dasar komunikasi terapeutik menurut
Stuart & Sundeen (2009) adalah sebagai berikut :
a. Hubungan perawat dan pasien adalah hubungan terapeutik yang saling
menguntungkan, didasarkan pada prinsip ‘humanity of nurses and clients’.
Hubungan ini tidak hanya sekedar hubungan seorang penolong (helper/
perawat) dengan pasiennya, tetapi hubungan antara manusia yang bermartabat.
b. Perawat harus menghargai keunikan pasien, menghargai perbedaan karakter,
memahami perasaan dan perilaku pasien dengan melihat perbedaan latar
belakang keluarga, budaya, dan keunikan setiap individu.
c. Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi
maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga
dirinya dan harga diri pasien.
d. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust)
harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan
memberikan alternatif pemecahan masalah. Hubungan saling percaya antara
perawat dan pasien adalah kunci dari komunikasi terapeutik.

6
4. Jenis Komunikasi Terapeutik
Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan
memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia
sekitarnya. Menurut Suparyanto (2010) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal,
tertulis dan non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.
a. Komunikasi Verbal Jenis
Komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di
rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan
dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu.
Kata-kata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide
atau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek,
observasi dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti yang
tersembunyi, dan menguji minat seseorang.
b. Komunikasi Tertulis
Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering
digunakan dalam bisnis, seperti komunikasi melalui surat menyurat,
pembuatan memo, laporan, iklan di surat kabar dan lain-lain.
c. Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-
kata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan
kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang
disampaikan pasien mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi asuhan
keperawatan, karena isyarat non verbal menambah arti terhadap pesan verbal.
Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan
keperawatan.

5. Karakteristik Komunikasi Teraupetik


Menurut Suparyanto (2010), ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri
komunikasi terapeutik yaitu :
a. Ikhlas (Genuiness)
Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien harus bisa diterima dan
pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal akan memberikan
bantuan kepada pasien untuk mengkomunikasikan kondisinya secara tepat.

7
b. Empati (Empathy)
Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi pasien. Obyektif dalam
memberikan penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak berlebihan.
c. Hangat (Warmth)
Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien dapat
memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga pasien
bisa mengekspresikan perasaannya lebih mendalam.

6. Teknik-Teknik Komunikasi Terapeutik


Adapun teknik-teknik komunikasi terapeutik menurut Stuart & Sundeen (2009)
adalah sebagai berikut :
a. Mendengar (Listening)
Merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan mendengar perawat
mengetahui perasaan pasien, memberi kesempatan lebih banyak pada
pasien untuk bicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif dengan
tetap kritis dan korektif bila apa yang disampaikan pasien perlu diluruskan.
Tujuan teknik ini adalah memberi rasa aman pasien dalam mengungkapkan
perasaannya dan menjaga kestabilan emosi/ psikologis pasien.
b. Pertanyaan Terbuka (Broad Opening)
Teknik ini memberi kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya
sesuai kehendak pasien tanpa membatasi, contoh : “Apa yang sedang
Saudara pikirkan?”, “Apa yang akan kita bicarakan hari ini?”. Agar klien
merasa aman dalam mengungkapkan perasaannya, perawat dapat memberi
dorongan dengan cara mendengar atau mengatakan “saya mengerti yang
saudara katakan”.
c. Mengulang (Restarting)
Mengulang pokok pikiran yang diungkapkan pasien. Gunanya untuk
menguatkan ungkapan pasien dan memberi indikasi perawat mengikuti
pembicaraan pasien. Misalnya: “Ooh..jadi Saudara tadi malam tidak bisa
tidur karena....”.
d. Klarifikasi
Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau pasien
berhenti karena malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh
tidak lengkap atau mengemukakannya berpindah-pindah. Contoh:

8
“dapatkah Anda menjelaskan kembali tentang....?”. Gunanya untuk
kejelasan dan kesamaan ide, perasaan, dan persepsi perawat-pasien.
e. Refleksi
Refleksi merupakan reaksi perawat-pasien selama berlangsungnya
komunikasi. Refleksi ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Refleksi isi, bertujuan memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi ide
yang diekspresikan pasien dengan pengertian perawat.
2. Refleksi perasaan, yang bertujuan memberi respon pada perasaan
pasien terhadap isi pembicaraan agar pasien mengetahui dan
menerima perasaannya.
f. Memfokuskan
Membantu pasien bicara pada topik yang telah dipilih dan yang penting
serta menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yaitu lebih spesifik, lebih
jelas, dan berfokus pada realitas. Contoh : Pasien : “Petugas kesehatan yang
ada di rumah sakit ini kurang perhatian pada pasiennya”. Perawat :
“Apakah Saudara sudah minum obat?”
g. Membagi persepsi
Meminta pendapat pasien tentang hal yang perawat rasakan dan pikirkan.
Dengan cara ini perawat dapat meminta umpan balik dan memberi
informasi. Contoh: “Anda tertawa, tetapi saya rasa Anda marah kepada
saya”.
h. Identifikasi Tema
Mengidentifikasi latar belakang masalah yang dialami pasien yang muncul
selama percakapan. Gunanya untuk meningkatkan pengertian dan
mengeksplorasi masalah yang penting. Misalnya: “Saya lihat dari semua
keterangan yang anda jelaskan, anda telah disakiti. Apakah ini latar
belakang masalahnya?”
i. Diam (Silence)
Cara yang sukar biasanya dilakukan setelah mengajukan pertanyaan.
Tujuannya untuk memberi kesempatan berpikir dan memotivasi pasien
untuk bicara. Pada pasien yang menarik diri, teknik diam berarti perawat
menerima pasien. Misalnya : Pasien : Saya jengkel kepada suami saya.
Perawat : Diam (memberi kesempatan pasien) Pasien : Suami saya selalu
telat pulang kerja tanpa alasan yang jelas, kalau saya tanya pasti marah.

9
j. Informing
Teknik ini bertujuan memberi informasi dan fakta untuk pendidikan
kesehatan bagi pasien, misalnya perawat menjelaskan tentang penyebab
panas yang dialami pasien. Pasien : Suster, kenapa suhu tubuh saya masih
tinggi? Padahal saya sudah minum obat, kira-kira kenapa ya Suster?
Perawat : Baik saya jelaskan, panas tubuh atau suhu tubuh meningkat dapat
disebabkan oleh beberapa hal diantaranya karena ada proses infeksi,
dehidrasi atau karena metabolisme tubuh yang meningkat.
k. Saran
Memberi alternatif ide untuk pemecahan masalah. Dapat dipakai pada fase
kerja dan tidak tepat pada fase awal hubungan. Misalnya : Kita tadi sudah
cukup banyak bicara tentang penyebab batuk dan sesak nafas, salah satunya
karena merokok. Kami berharap anda dapat mengurangi atau berhenti
merokok.

C. Kondisi Penyakit Terminal


1. Pengertian Penyakit Terminal
Kondisi terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan
melalui suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi
individu. (Carpenito, 2004) Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu
penyakit yang menuju kearah kematian contohnya seperti penyakit jantung, dan
kanker atau penyakit terminal ini dapat dikatakan harapan untuk hidup tipis, tidak
ada lagi obat-obatan, tim medis sudah give up (menyerah) dan seperti yang
dikatakan di atas tadi penyakit terminal ini mengarah kearah kematian.
(Nursedarsana, 2010)

Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak
dapat dihindari dalam waktu bervariasi. ( Stuart & Sundeen, 2009) Penyakit pada
stadium lanjut, penyakit utama tidak dapat diobati, bersifat progresif, pengobatan
hanya bersifat paliatif (mengurangi gejala dan keluhan, memperbaiki kualitas
hidup. (Heelya, 2009).

10
Pasien penyakit terminal adalah pasien yang sedang menderita sakit dimana
tingkat sakitnya telah mencapai stadium lanjut sehingga pengobatan medis sudah
tidak mungkin dapat menyembuhkan lagi. Oleh karena itu, pasien penyakit
terminal harus mendapatkan perawatan paliatif yang bersifat meredakan gejala
penyakit, namun tidak lagi berfungsi untuk menyembuhkan. Jadi keadaan terminal
adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak ada harapan lagi bagi
yang sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh suatu penyakit
atau suatu kecelakaan.

2. Kriteria Penyakit Terminal


Adapun kriteria penyakit terminal menurut Stuart & Sundeen (2009), adalah
sebagai berikut:
a. Penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi
b. Mengarah pada kematian
c. Diagnosa medis sudah jelas
d. Tidak ada obat untuk menyembuhkan
e. Prognosis jelek. Bersifat progresif

3. Jenis-Jenis Penyakit Terminal


Adapun yang dapat dikategorikan sebagai penyakit terminal menurut Stuart &
Sundeen (2009) adalah :
a. Penyakit-penyakit kanker
Kanker merupakan salah satu penyakit berbahaya yang ada. Diantara
beberapa jenis kanker, kanker payudara adalah jenis kanker yang paling
berbahaya dan paling sering terjadi. Kanker payudara sangat berbahaya
dikarenakan kanker jenis ini menyerang organ reproduksi luar yaitu
payudara dan dapat menyebar ke bagian tubuh lain. Kanker payudara juga
dapat menyebabkan kematian. Kanker payudara yang dapat menyebabkan
kematian adalah kanker payudara stadium IV.

Pada kanker payudara stadium IV seseorang sudah menderita kanker


payudara yang sangat parah atau bahkan tidak memiliki harapan hidup
(terminal). Kondisi terminal pada penderita kanker payudara stadium IV
tidak dapat dihindari dan ini pasti akan dialami oleh setiap penderita yang

11
akan menjelang ajal. Pada kondisi terminal perubahan utama yang terjadi
adalah perubahan psikologis yang menyertai pasien. Perubahan psikologis
tersebut biasanya mengarah ke arah yang lebih buruk dan membuat pasien
menjadi tidak koperatif. Disini peran perawat sangat dibutuhkan dan
menjadi hal yang penting, dan untuk membuat klien merasa lebih nyaman
dan mampu membuat klien menjadi tenang pada saat menjelang ajal.
b. Penyakit-penyakit infeksi
Meningitis merupakan infeksi pada selaput otak yang di sertai radang
membran pelindung yang menyelubungi otak dan sumsum tulang
belakang, yang mana keseluruhan tersebut di sebut meningen. Bahayanya
adalah Apabila Meningitis telah masuk stadium terminal dan tidak
ditangani segera, maka adanya resiko kematianlah yang akan terjadi dalam
waktu kurang lebih 3 pekan.
c. Congestif Renal Falure (CRF)
Chronic Renal Failure (CRF) merupakan gangguan fungsi ginjal yang
berlangsung secara progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit menyebabkan uremia (retensi urin dan sampah nitrogen lain
dalam tubuh).
d. Stroke Multiple Sklerosis
Multiple sclerosis (MS) adalah suatu penyakit dimana syaraf-syaraf dari
sistem syaraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang atau spinal cord)
memburuk atau degenerasi. Myelin, yang menyediakan suatu penutup atau
isolasi untuk syaraf-syaraf, memperbaiki pengantaran (konduksi) dari
impuls-impuls sepanjang syaraf-syaraf dan juga adalah penting untuk
memelihara kesehatan dari syaraf-syaraf.
e. Akibat kecelakaan fatal
Cedera kepala telah menyebabkan banyak kematian dan cacat pada usia
kurang dari 50 tahun. Otak bisa mengalami cedera meskipun tidak terdapat
luka yang menembus tulang tengkorak. Berbagai cedera bisa disebabkan
oleh percepatan mendadak yang memungkinkan terjadinya benturan atau
karena perlambatan mendadak yang terjadi jika kepala membentur objek
yang tidak bergerak.

12
f. AIDS ( Acquired Immunodeficiency Syndrome)
Adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau : sindrom) yang timbul karena
rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau
infeksi virus-virus lain. Virusnya sendiri bernama Human
Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang
memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus
ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah
terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat
laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa
disembuhkan.

4. Tahap-tahap Menjelang Ajal


Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan atau membagi tahap-tahap
menjelang ajal (dying) dalam 5 tahap, yaitu:
a. Menolak/Denial
Pada fase ini , pasien/klien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya
terjadi, dan menunjukkan reaksi menolak.
b. Marah/Anger
Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya dengan
segala hal yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya.
c. Menawar/bargaining
Pada tahap ini kemarahan baisanya mereda dan pasien malahan dapat
menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan
dirinya.
d. Kemurungan/Depresi
Selama tahap ini, pasien cen derung untuk tidak banyak bicara dan
mungkin banyak menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan
tenang disamping pasien yang sedangan melalui masa sedihnya sebelum
meninggal.
e. Menerima/Pasrah/Acceptance
Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh klien dan
keluarga tentang kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu
kematian. Fase ini sangatmembantu apabila kien dapat menyatakan reaksi-

13
reaksinya atau rencana-rencana yang terbaik bagi dirinya menjelang ajal.
Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga terdekat, menulis surat wasiat.

5. Tipe-tipe Perjalanan Menjelang Kematian


Ada 4 tipe dari perjalanan proses kematian, yaitu:
a. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya
perubahan yang cepat dari fase akut ke kronik
b. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui, biasanya terjadi
pada kondisi penyakit yang kronik.
c. Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum pasti, biasanya
terjadi pada pasien dengan operasi radikal karena adanya kanker
d. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu. Terjadi pada pasien
dengan sakit kronik dan telah berjalan lama.

D. Tujuan Keperawatan & Masalah Yang Berkaitan Dengan Pasien Kondisi


Terminal
1. Tujuan keperawatan pasien dengan kondisi terminal
Secara umum, Tujuan keperawatan pasien dengan kondisi terminal menurut
Stuart & Sundeen (2009) adalah sebagai berikut :
a. Menghilangkan atau mengurangi rasa kesendirian, takut dan depresi
b. Mempertahankan rasa aman, harkat dan rasa berguna
c. Membantu pasien menerima rasa kehilangan
d. Membantu kenyamanan fisik
e. Mempertahankan harapan (faith and hope)
2. Masalah Yang Berkaitan Dengan Penyakit Terminal
Menurut Stuart & Sundeen (2009), masalah yang berkaitan dengan penyakit
terminal adalah sebagai berikut :
a. Problem fisik Berkaitan dengan kondisi (penyakit terminalnya) : nyeri,
perubahan berbagai fungsi sistem tubuh, perubahan tampilan fisik.
b. Problem psikologis (ketidakberdayaan) Kehilangan kontrol,
ketergantungan, kehilangan diri dan harapan.
c. Problem sosial Isolasi dan keterasingan, perpisahan.
d. Problem spiritual. Kehilangan harapan dan perencanaan saat ajal tiba

14
e. Ketidak-sesuaian antara kebutuhan dan harapan dengan perlakuan yang
didapat (dokter, perawat, keluarga, dsb).

E. Perawatan pada Pasien dengan Penyakit Terminal


1. Kebutuhan Seseorang dengan Penyakit Terminal
Seseorang dengan penyakit terminal akan mengalami rasa berduka dan
kehilangan. Sebagai seorang perawat kita harus mampu memahami hal tersebut.
Komunikasi dengan pasien penyakit terminal merupakan komunikasi yang tidak
mudah. Perawat harus memiliki pengethauan tentang penyakit yang mereka alami
serta pengetahuan tentang proses berduka dan kehilangan.

Dalam berkomunikasi perawat menggunakan konsep komunikasi terapeutik. Saat


berkomunikasi dengan pasien dengan kondisi seperti itu bisa jadi akan timbul
penolakan dari pasien. Dalam menghadapi kondisi tersebut, perawat
menggunakan komunikasi terapeutik. Membangun hubungan saling percaya dan
caring dengan pasien dan keluarga melaui penggunaan komunikasi terapeutik
membentuk dasar bagi intervensi pelayanan paliatif. (Potter & Perry, 2009)

Dalam berkomunikasi, gunakan komunikasi terbuka dan jujur, tunjukkan rasa


empati. Dengarkan dengan baik, tetap berpikiran terbuka, serta amati respon
verbal dan nonverbal pasien dan keluarga. Saat berkomunikasi mungkin saja
pasien akan menghindari topik pembicaraan, diam, atau mungkin saja menolak
untuk berbicara. Hal tersebut adalah respon umum yang mungkin terjadi. Respon
berduka yang normal seperti kesedihan, mati rasa, penyangkalan, marah,
membuat komunikasi menjadi sulit. Jika pasien memilih untuk tidak
mendiskusikan penyakitnya saat ini, perawat harus mengizinkan dan katakana
bahwa pasien bisa kapan saja mengungkapkannya.

Beberapa pasien tidak akan mendiskusikan emosi karena alasan pribadi atau
budaya, dan pasien lain ragu - ragu untuk mengungkapkan emosi mereka karena
orang lain akan meninggalkan mereka. (Potter & Perry, 2009) Memberi
kebebasan klien memilih dan menghormati keputusannya akan membuat
hubungan terapeutik dengan pasien berkembang. Terkadang pasien perlu
mengatasi berduka mereka sendirian sebelum mendiskusikannya dengan orang

15
lain. Ketika pasien ingin membicarakan tentang sesuatu, susun kontrak waktu dan
tempat yang tepat.

2. Tingkat Kesadaran Terhadap Kondisi Penyakit Terminal


Tingkat kesadaran terhadap kondisi penyakit terminal menurut Stuart & Sundeen
(2009), adalah sebagai berikut :
a. Closed Awareness
Dalam hal ini pasien dan keluarga tidak menyadari datangnya kematian, tidak
tahu mengapa sakit dan percaya akan sembuh.
b. Mutual Pretense
Dalam hal ini pasien, keluarga, team kesehatan tahu bahwa kondisinya
terminal tetapi merasa tidak nyaman untuk dan menghindari membicarakan
kondisi yang dihadapi pasien. Ini berat bagi pasien karena tidak dapat
mengekspresikan kekuatannya.
c. Open Awareness
Pada kondisi ini pasien dan orang disekitarnya tahu bahwa dia berada
diambang kematian sehingga tidak ada kesulitan untuk membicarakannya.
Pada tahap ini pasien dapat dilibatkan untuk proses intervensi keperawatan.

F. Peran Perawat Dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik Pada Pasien


Terminal
Untuk dapat melakukan komunikasi terapeutik pada pasien terminal, perawat perlu
mengetahui terlebih dahulu respon pasien yang akan dihadapinya terhadap penyakit
terminalnya serta bagaimana cara seorang pasien beradaptasi dengan penyakit
terminal sesuai dengan umurnya
1. Respon Pasien Terhadap Penyakit Terminal
Menurut Stuart & Sundeen (2009) keadaan terminal dapat menimbulkan respon
Bio-Psiko-Sosial-Spritual ini akan meliputi respon kehilangan diantaranya
adalah:
a. Kehilangan kesehatan
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kesehatan dapat berupa : pasien
merasa takut, cemas, pandangan tidak realistis dan aktivitas terbatas.

16
b. Kehilangan kemandirian
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kemandirian dapat ditunjukan
melalui berbagai perilaku, bersifat kekanak-kanakan dan ketergantungan
c. Kehilangan situasi
Pasien merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-hari bersama
keluarga dan kelompoknya
d. Kehilangan rasa nyaman
Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat gangguan fungsi tubuh
seperti panas, nyeri, dll
e. Kehilangan fungsi fisik
Contoh dampak kehilangan fungsi organ tubuh seperti pasien dengan
gagal ginjal harus dibantu melalui hemodialisa
f. Kehilangan fungsi mental
Dampak yang dapat ditimbulkan dari kehilangan fungsi mental seperti
pasien mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat berkonsentrasi dan
berpikir efisien sehingga pasien tidak dapat berpikir secara rasional
g. Kehilangan konsep diri
Pasien dengan penyakit terminal merasa dirinya berubah mencakup bentuk
dan fungsi sehingga pasien tidak dapat berpikir secara rasional (bodi
image) peran serta identitasnya. Hal ini dapat mempengaruhi idealisme diri
dan harga diri rendah.
h. Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga
Contohnya : seorang ayah yang memiliki peran dalam keluarga mencari
nafkah akibat penyakit teminalnya, ayah tesebut tidak dapat menjalankan
peranya tersebut.

2. Adaptasi Dengan Penyakit Terminal


Bagaimana cara seseorang beradaptasi dengan penyakit terminal sesuai
dengan umurnya menurut Stuart & Sundeen (2009), sebagai berikut :
a. Anak
Konsep kematian masih abstrak dan tidak dimengerti dengan baik oleh
anak-anak. Sampai umur 5 tahun, anak masih berpikir bahwa kematian
adalah hidup di tempat lain dan orang dapat datang kembali. Mereka juga
percaya bahwa kematian bisa dihindari. Kematian adalah topik yang tidak

17
mudah bagi orang dewasa untuk didiskusikan dan mereka biasanya
menghindarkan anaknya dari realita akan kematian dengan mengatakan
bahwa orang mati akan “pergi” atau “berada di surga” atau hanya tidur.

Pada anak yang mengalami penyakit terminal kesadaran mereka akan


muncul secara bertahap. Pertama, anak akan menyadari bahwa mereka
sangat sakit tetapi akan sembuh. Kemudian mereka menyadari
penyakitnya tidak bertambah baik dan belajar mengenai kematian dari
teman seumurnya terutama orang yang memiliki penyakit mirip, lalu
mereka menyimpulkan bahwa mereka juga sekarat.

Saat ini, para ahli percaya bahwa anak-anak seharusya mengetahui


sebanyak mungkin mengenai penyakitnya agar mereka mengerti dan dapat
mendiskusikannya terutama mengenai perpisahan dengan orang tua.
Ketika anak mengalami terminal illness biasanya orang tua akan
menyembunyikannya, sehingga emosi anak tidak terganggu. Untuk anak
yang lebih tua, pendekatan yang hangat, jujur, terbuka, dan sensitif
mengurangi kecemasan dan mempertahankan hubungan saling percaya
dengan orang tuanya.

b. Remaja atau Dewasa muda


Walaupun remaja dan dewasa muda berpikir bahwa kematian pada usia
muda cukup tinggi, mereka memimpikan kematian yang tiba-tiba dan
kekerasan. Jika mereka mengalami terminal illness, mereka menyadari
bahwa kematian tidak terjadi semestinya dan merasa marah dengan
“ketidakberdayaannya” dan “ketidakadilan” serta tidak adanya kesempatan
untuk mengembangkan kehidupannya.

Pada saat seperti ini, hubungan dengan ibunya akan menjadi lebih dekat.
Menderita penyakit terminal terutama pada pasien yang memiliki anak
akan membuat pasien merasa bersalah tidak dapat merawat anaknya dan
seolah-olah merasa bahagia melihat anaknya tumbuh. Karena kematian
pada saat itu terasa tidak semestinya, dewasa muda menjadi lebih marah
dan mengalami tekanan emosi ketika hidupnya diancam terminal illness.

18
c. Dewasa madya dan dewasa tua
Penelitian membuktikan bahwa dewasa muda menjadi semakin tidak takut
dengan kematian ketika mereka bertambah tua. Mereka menyadari bahwa
mereka mungkin akan mati karena penyakit kronis. Mereka juga memiliki
masa lalu yang lebih panjang dibandingkan orang dewasa muda dan
memberikan kesempatan pada mereka untuk menerima lebih banyak.
Orang-orang yang melihat masa lalunya dan percaya bahwa mereka telah
memenuhi hal-hal penting dan hidup dengan baik tidak begitu kesulitan
beradaptasi dengan penyakit terminal.

G. Teknik-Teknik Komunikasi pada Pasien dengan Penyakit Terminal


Teknik komunikasi pada pasien dengan penyakit terminal menurut Stuart & Sundeen
(2009) mengacu pada tahap berduka pasien. Tahap-tahap berduka menurut Kubler-
Ross, (1969) dalam Purwanto, (2011) yaitu :
1. Menolak (Denial) Pada tahap ini pasien tidak siap menerima keadaan yang
sebenarnya terjadi dan menunjukkan reaksi menolak.
2. Marah (Anger) Kemarahan terjadi karena kondisi pasien mengancam
kehidupannya dengan segala hal yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan
cita-citanya.
3. Menawar (Bargaining) Pada tahap ini kemarahan biasanya mereda dan pasien
dapat menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan
dirinya.
4. Kemurungan (Depresi) Selama tahap ini, pasien cenderung untuk tidak banyak
bicara dan mungkin banyak menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk
dengan tenang disamping pasien yang sedangan melalui masa sedihnya sebelum
meninggal.
5. Menerima atau Pasrah (Acceptance) Pada fase ini terjadi proses penerimaan
secara sadar oleh pasien dan keluarga tentang kondisi yang terjadi dan hal-hal
yang akan terjadi yaitu kematian. Fase ini sangat membantu apabila pasien dapat
menyatakan reaksi-reaksinya atau rencana-rencana yang terbaik bagi dirinya
menjelang ajal. Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga terdekat, menulis surat
wasiat.

19
Sehingga, teknik komunikasi yang dapat digunakan perawat pada pasien dengan
penyakit terminal menurut Stuart & Sundeen (2009), adalah sebagai berikut :
1. Denial
Pada tahap ini kita dapat mempergunakan teknik komunikasi :
a. Listening
1) Dengarkan apa yang diungkapkan pasien, pertahankan kontak mata
dan observasi komunikasi non verbal.
2) Beri keamanan emosional yaitu dengan memberikan sentuhan dan
ciptakan suasana tenang.
b. Silent
1) Duduk bersama pasien dan mengkomunikasikan minat perawat pada
pasien secara non verbal.
2) Menganjurkan pasien untuk tetap dalam pertahanan dengan tidak
menghindar dari situasi sesungguhnya.
c. Broad opening
1) Mengkomunikasikan topik/ pikiran yang sedang dipikirkan pasien.
2) Perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan
cara mananyakan tentang kondisinya atau prognosisnya dan pasien
dapat mengekspresikan perasaan-perasaannya.

2. Angger
Pada tahap ini kita dapat mempergunakan tehnik komunikasi : listening
Perawat berusaha dengan sabar mendengarkan apapun yang dikatakan pasien lalu
diklarifikasikan, seperti :
a. Membiarkan pasien untuk mengekspresikan keinginan, menggambarkan apa
yang akan dan sedang terjadi pada mereka.
b. Beri perhatian dan lingkungan yang nyaman dan cegah injuri.
c. Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya
yang marah. Perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa marah
merupakan hal yang normal dalam merespon perasaan kehilangan menjelang
kamatian. Akan lebih baik bila kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai
orang yang dapat dipercaya, memberikan rasa aman dan akan menerima
kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga membantu pasien
dalam menumbuhkan rasa aman.

20
3. Bargaining
Pada tahap ini kita dapat mempergunakan teknik komunikasi :
a. Focusing
1) Bantu pasien mengembangkan topik atau hal yang penting
2) Ajarkan pasien agar dapat membuat keputusan dalam hidupnya yang
bermakna.
b. Sharing perception
1) Menyampaikan pengertian perawat dan mempunyai kemampuan untuk
meluruskan kerancuan.
2) Dengarkan pasien pada saat bercerita tentang hidupnya.

4. Depresi
Pada tahap ini kita dapat :
a. Perlakukan pasien dengan sabar, penuh perhatian dan tetap realitas.
b. Kaji pikiran dan perasaan serta persepsi pasien jika ada asal pengertian
harusnya diklarifikasi.
c. Pada fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa yang
dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non
verbal yaitu duduk dengan tenang disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi
non verbal dari pasien sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien.

5. Acceptance
Pada tahap ini kita dapat mempergunakan teknik komunikasi :
a. Informing
Membantu dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang aspek yang sesuai
dengan kesejahteraan atau kemandirian pasien.
b. Broad opening
Komunikasikan kepada pasien tentang apa yang dipikirkannya dan harapan-
harapannya.

21
c. Focusing
Membantu pasien mendiskusikan hal yang mencapai topik utama dan menjaga
agar tujuan komunikasi tercapai. Fase ini ditandai pasien dengan perasaan
tenang dan damai. Kepada keluarga dan teman-temannya dibutuhkan
pengertian bahwa pasien telah menerima keadaanya dan perlu dilibatkan
seoptimal mungkin dalam program pengobatan dan mampu untuk menolong
dirinya sendiri sebatas kemampuannya.

22
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya
dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Tujuan komunikasi terapeutik adalah
membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran
serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien
percaya pada hal yang diperlukan, mengurangi keraguan, membantu dalam hal
mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya,
mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan dirinya sendiri.

Penyakit terminal adalah suatu penyakit yang tidak bisa disembuhkan lagi.
Contohnya seperti penyakit jantung, gagal ginjal, dan kanker atau penyakit
terminal ini dapat dikatakan harapan untuk hidup tipis, tidak ada lagi obat-obatan,
tim medis sudah give up (menyerah) dan seperti yang di katakan di atas tadi
penyakit terminal ini mengarah kearah kematian. Kematian adalah tahap akhir
kehidupan. Kematian bisa datang tiba-tiba tanpa peringatan atau mengikuti
periode sakit yang panjang. Terkadang kematian menyerang usia muda tetapi
selalu menunggu yang tua. Perawatan pasien yang akan meninggal tetap harus
dilakukan. Perawatan yang komprehensif tentang orang yang menjelang ajal
sangat jarang menuntut lebih dari manajemen symptom yang hati-hati dan
perhatian terhadap kebutuhan dasar fisik pasien secara perorangan sebagai pribadi
dan keluarganya.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini penulis berharap, mahasiswa dan sebagai perawat
diharap dapat memahami komunikasi terapeutik pada pasien penyakit terminal,
tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi pasien, sehingga
pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal
dengan tenang dan damai.

23
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. (2004). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Potter & Perry. (2009). Fundamental keperawatan (7th ed). Jakarta : EGC.

Purwanto. (2011). Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta: EGC

Riswandi. (2009). Ilmu Komunikasi, Edisi Pertama. Yogyakarta : Graha Ilmu


Universitas Mercu Buana

Suryani. (2005). Komunikasi Terapeutik; Teori dan Praktik. Jakarta: EGC

Stuart & Sundeen. (2009). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Wiryanto. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana


Indonesia

24

Anda mungkin juga menyukai